Anda di halaman 1dari 9

PENYAKIT ASMA DALAM KEHAMILAN, PERSALINAN, DAN NIFAS

Guna Untuk Memenuhi Kebutuhan Tugas Mata Kuliah Obstetri

Dosen Pengampu :
Dr. Dendi,SpOG

Disusun Oleh :
Calista Kheisya Delviana (P17324422014)
Deswitha Avrillia Maharanie (P17324422015)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


PRODI KEBIDANAN KARAWANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Patofisiologi
Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gangguan fungsi-fungsi mekanis,
fisik dan biokimia, baik disebabkan oleh suatu penyakit, gejala atau kondisi abnormal
yang tidak layak disebut sebagai suatu penyakit.

2.2 Pengertian Asma


Asma adalah suatu kelainan berupa peradangan kronik saluran napas yang
menyebabkan penyempitan saluran napas (hiperaktifitas bronkus) sehingga
menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat,
dan batuk terutama pada malam atau dini hari.

2.3 Patofisiologi Asma


Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan dengan komponen
genetik yang utama. Peningkatan respon dari saluran pernapasan dan inflamasi
subakut yang persisten telah banyak dihubungkan dengan gen-gen pada kromosom 5,
11, dan 12 yang meliputi kumpulan gen sitokin, gen reseptor β-adrenegik dan
glukokortikoid, seta gen reseptor antigen sel T. Selain itu, juga dijumpai adanya
stimulan alergen lingkungan seperti virus influenza dan asap rokok pada penderita-
penderita yang rentan.

Tanda khas dari asma berupa obstruksi saluran pernapasan yang reversibel akibat
konstriksi otot polos bronkus, kongesti vaskuler, produksi mukus yang kental, dan
edema mukosa saluran pernapasan. Selain itu, juga dijumpai adanya inflamasi saluran
pernapasan dan meningkatnya respon terhadap berbagai stimuli seperti iritan-iritan,
infeksi virus, aspirin, udara dingin, dan latihan fisik. Proses inflamasi disebaban oleh
respon sel mast, eosinofil, limfosit, dan epitelium bronkus yang mengakibatkan
disekresikannya mediator-mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien,
prostaglandin, sitokin, dan lain sebagainya. IgE juga memegang peranan penting dalam
patofisiologi dari asma.
2.4 Efek Kehamilan Terhadap Asma
Tidak ada bukti bahwa kehamilan memiliki efek yang dapat diprediksi terhadap asma
yang telah ada sebelumnya. Gluck dan Gluck (2006) melaporkan bahwa sekitar
sepertiga kasus mengalami perberatan penyakit, sepertiga kasus lainnya mengalami
menifestasi klinis yang lebih ringan dibandingkan sebelum kehamilan, dan sepertiga
terakhir tidak mengalami perubahan manifestasi klinis asma sebelum dan sesudah
kehamilan. Namun, Hendler et al (2006) melaporkan bahwa wanita dengan tingkat
keparahan asma yang lebih berat memiliki kemungkinan eksaserbasi asma yang lebih
besar dalam kehamilan.
Secara umum, Schatz et al (2003) melaporkan bahwa sekitar 20% wanita dengan
tingkat keparahan asma ringan dan sedang akan mengalami eksaserbasi asma
intrapartum.

2.5 Efek Asma Pada Kehamilan


Asma, terutama apabila dengan tingkat keparahan yang berat, dapat mempengaruhi
hasil kehamilan secara bermakna. Dalam sebagian besar penelitian, dijumpai
peningkatan insidensi preeklampsia, persalinan preterm, bayi berat lahir rendah, dan
mortalitas perinatal. Walaupun belum terbukti, secara logika asma yang terkontrol
baik akan memberi hasi yang lebih baik. Kematian ibu dapat terjadi akibat status
asmatikus. Penyulit yang mengancam nyawa adalah penumotoraks,
pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, kelelahan otot serta henti
napas.5

2.6 Efek Asma Terhadap Janin


Penelitian pada baik manusia maupun hewan menunjukkan bahwa alkalosis pada ibu
dapat menyebabkan hipoksemia janin jauh sebelum oksigenasi maternal terganggu.
Gangguan pada janin diperkirakan merupakan akibat dari beberapa faktor, yaitu
berkurangnya aliran darah fetus, berkurangnya aliran darah balik vena ibu, dan
pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri akibat keadaan basa. Apabila ibu
tidak lagi mampu mempertahankan tekanan oksigen normal dan terjadi hipoksemia,
janin akan berespon dengan mengurangi aliran darah umbilikus, meningkatkan
resistensi vasukler sistemik dan paru, dan akhirnya mengurangi curah jantung.
Kesadaran bahwa janin dapat mengalami gangguan berat sebelum penyakit ibu
menjadi parah menunjukkan pentingnya pemantauan dan tatalaksana agresif pada semua
wanita hamil dengan asma akut. Pemantauan respon janin pada dasarnya menjadi
indikator gangguan pada ibu.

2.7 Prinsip Penatalaksanaan Asma pada Kehamilan Secara Umum


Tujuan dari penatalaksanaan asma pada masa kehamilan adalah untuk menghindari
eksaserbasi dan hipoksia pada ibu, serta mempertahankan oksigenasi adekuat untuk
janin. Ibu hamil dengan riwayat asma perlu diedukasi mengenai penatalaksanaan asma
selama hamil dan pencegahan eksaserbasi. Ibu disarankan untuk kontrol ke dokter
secara rutin setiap bulan dan menghindari asap rokok atau alergen.

Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP), ibu dengan
pengobatan asma rutin sebelum kehamilan disarankan untuk tetap melanjutkan
pengobatan asma karena dinilai lebih aman daripada risiko yang mungkin timbul akibat
eksaserbasi asma karena penghentian pengobatan .

2.8 Efek Asma Terhadap Persalinan

Asma pada kehamilan meningkatkan risiko persalinan prematur, yaitu persalinan di


bawah usia kehamilan 37 minggu. Terlebih, asma pada ibu hamil juga meningkatkan
risiko terjadinya preeklampsia.
Jadi, ibu hamil yang terdiagnosis memiliki penyakit asma harus rajin mengonsumsi
obat-obatan asma untuk mencegah terjadinya risiko persalinan prematur.

Selain membahayakan ibu hamil, serangan asma saat persalinan juga berdampak bagi
janin. Kematian janin dalam kandungan menjadi hal yang ditakuti akibat serangan
asma pada ibu hamil. Sesak napas yang muncul akibat kekurangan oksigen selama
serangan berlangsung dapat menyebabkan janin ikut kekurangan oksigen. Kondisi ini
ditandai dengan tidak adanya pergerakan janin dan denyut janin saat pemeriksaan
kandungan.
2.9 Penatalaksanaan Asma pada Akhir Kehamilan

Pedoman National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) menyatakan


bahwa lebih aman bagi pasien asma yang hamil untuk tetap menjalani pengobatan
asma daripada mengalami gejala asma yang tidak terkontrol

Secara umum, obat untuk tata laksana asma pada akhir kehamilan dapat diberikan
seperti biasanya karena sudah tidak terjadi organogenesis. Sebagian besar obat
memiliki efek teratogenik hanya pada awal kehamilan. Paparan obat asma seperti
bronkodilator dan antiinflamasi tertentu selama periode tersebut dapat meningkatkan
risiko omfalokel, atresia esofagus, dan atresia rektal. Namun, risiko tersebut juga
masih terbilang kecil.

Obat-obatan asma yang dapat digunakan pada akhir kehamilan adalah golongan short-
acting β-agonists seperti salbutamol dan golongan kortikosteroid inhalasi seperti
budesonide dan fluticasone. Namun, meskipun kortikosteroid inhalasi dianjurkan,
kortikosteroid sistemik seperti prednison hanya disarankan bila gejala asma tidak
membaik dengan terapi lain.

Kortikosteroid sistemik dilaporkan meningkatkan insiden preeklampsia, persalinan


prematur, dan berat badan lahir rendah. Kortikosteroid sistemik pada awal kehamilan
juga terbukti dapat meningkatkan risiko cleft palate dan jika digunakan hingga akhir
kehamilan dapat memperburuk diabetes gestasional atau diabetes yang sudah ada
sebelumnya.

2.10 Manajemen Menjelang Persalinan


Menjelang persalinan, ibu hamil perlu menjalani pemeriksaan fungsi paru dan
mendapatkan oksigen bila perlu. Untuk persalinan operatif, anestesi sebaiknya
menggunakan anestesi regional untuk mencegah stimulasi berlebih akibat intubasi
trakea. Jika terjadi perdarahan pascapersalinan, penggunaan uterotonika atau
prostaglandin E2 (PGE2) lebih dipilih daripada PGE karena dapat menyebabkan
bronkospasme.

2.11

Anda mungkin juga menyukai