Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN FORM PEMANTAUAN PASIEN FARMAKOTERAPI TERAPAN

MODUL 2

PERNAFASAN (KASUS 1)

DISUSUN OLEH :

NAMA : NOVI ASTUTI

NIM : K100170139

KELAS :B

KELOMPOK :7

DOSEN PENGAMPU : Apt. Ambar Yunita Nugraheni, S.Farm.,

FARMAKOTERAPI TERAPAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2020

|1
Kasus 1

Nama pasien : Ny. S (45 tahun; 45 kg)


Tanggal MRS : 5 September 2020
Datang sendiri ke IGD dengan sesak nafas (+) dan batuk berdahak (+)

Kondisi ketika datang ke Rumah sakit:


 Keadaan lemah, TD 190/100, nadi 100/menit
 Pernapasan 40 x/menit, wheezing +/+, RH +/+ suhu 36°C

Pemeriksaan fisik
 Anamnesis : SMRS: pasien mengalami sesak napas, bunyi napas ngik-ngik (mengi),
batuk (+), dahak berwarna putih
 Kondisi umum : sedang, CM
 Tanda vital :
Tekanan darah : 190/100 mmHg
HR : 40x/menit
Nafas : 27x/menit
Suhu : 36° C.
 Pemeriksaan thorax : cord an pulmo tak tampak kelainan
 Pemeriksaan dada: bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak terdapat bising.

 pemeriksaan abdomen : teraba lemas dan datar, nyeri tekan di region


epigastrium,
 hepar dan limpa tidak teraba.
 • Ekstremitas : akral teraba hangat, tidak sianotik

Ny. S, 6 bulan yang lalu mendapatkan terapi obat dari puskesmas:
 Salbutamol 2 mg 2 x sehari ½ tablet
 Captopril 12,5 mg 2 x sehari 1 tablet

|2
|3
|4
Etiologi dan patofisiologi

Patofisiologi TB

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Beberapa kelompok Mycobacterium


antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. leprae dikenal sebagai bakteri tahan asam
(BTA)(Pedoman Nasional Tuberkulosis, 2014).

Pada sebagian besar pasien, penyakit TB aktif dihasilkan dari reaktivasi dari infeksi laten yang
sebelumnya dikendalikan, disebut reaktivasi TB. Diperkirakan sekitar 10% dari orang yang tertular
infeksi TB dan tidak menerima terapi untuk infeksi laten akan berkembang menjadi TB aktif (Koda
Kimble, 2013).

Pengaktifan kembali TB pada orang dengan infeksi laten TB terutama fungsi dari status kekebalan
tubuh inang. Kemampuan inang untuk merespon infeksi M. tuberculosis berkurang karena penyakit
tertentu seperti diabetes mellitus, silikosis, ginjal kronis kegagalan, dan penyakit atau obat yang
terkait dengan imunosupresi (mis., infeksi HIV, agen-faktor α-tumor necrosis, transplantasi organ,
kortikosteroid, dan agen imunosupresif lainnya). Kemungkinan berkembangnya penyakit TB aktif
lebih besar pada orang dengan kondisi ini.

Seseorang dengan infeksi TB laten yang tidak diobati yang tertular infeksi HIV akan berkembang
menjadi penyakit TB aktif pada tingkat perkiraan 5% hingga 10% per tahun. Stres fisik atau
emosional, gastrektomi, operasi bypass usus, penyalahgunaan alkohol, penyakit hematologi,
penyakit retikuloendotelial, dan penggunaan obat intravena adalah risiko faktor-faktor untuk
pengembangan penyakit aktif. Orang tua, remaja, dan anak-anak di bawah 5 tahun mengalami
peningkatan risiko terkena penyakit TB aktif (Koda Kimble, 2013).

|5
Etiologi TB

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram
positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax)
yang sulit ditembus zat kimia. Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan
sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam
pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga disebut
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh,
kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun).

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung
kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau
droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan (Dipiro 10th edition).

Patofisiologi asma

Keterbatasan aliran udara pada asma berulang dan disebabkan oleh berbagai perubahan pada
saluran napas. Ini termasuk:

|6
 Bronkokonstriksi. Pada asma, kejadian fisiologis dominan mengarah ke klinis gejalanya
adalah penyempitan jalan napas dan gangguan aliran udara . Dalam akut eksaserbasi asma,
kontraksi otot polos bronkial (bronkokonstriksi) cepat untuk mempersempit saluran udara
dalam menanggapi paparan berbagai rangsangan termasuk alergen atau iritasi.
Bronkokonstriksi akut yang diinduksi alergen dihasilkan dariPelepasan mediator yang
tergantung IgE dari sel mast yang mencakup histamin, tryptase,leukotrien, dan prostaglandin
yang secara langsung berkontraksi otot polos jalan nafas (Busse dan Lemanske 2001).
Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya juga dapat menyebabkan obstruksi aliran
udara akut pada beberapa pasien, dan bukti menunjukkan bahwa respons yang tidak
tergantung IgE ini juga melibatkan pelepasan mediator dari jalan napas sel (Stevenson dan
Szczeklik 2006). Selain itu, rangsangan lain (termasuk olahraga, udara dingin, dan iritan)
dapat menyebabkan obstruksi aliran udara akut. Mekanisme mengatur jalan napas respons
terhadap faktor-faktor ini kurang terdefinisi dengan baik, tetapi intensitas respons muncul
terkait dengan peradangan saluran napas yang mendasarinya. Stres juga dapat berperan
dalam mempercepat eksaserbasi asma. Mekanisme yang terlibat belum ditetapkan dan
mungkin termasuk peningkatan generasi sitokin proinflamasi.
 Airway edema: Sebagai penyakit menjadi lebih persisten dan peradangan semakin banyak
progresif, faktor-faktor lain membatasi aliran udara. Ini termasuk edema, peradangan,
hipersekresi lendir dan pembentukan sumbat lendir yang terinspeksi, juga ebagai perubahan
struktural termasuk hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas.Perubahan yang terakhir
ini mungkin tidak menanggapi pengobatan yang biasa.
 Airway hyperresponsiveness. Jalan nafas hyperresponsivitas berlebihan respons
bronkokonstriktor terhadap berbagai rangsangan adalah yang utama, tetapi belum tentu unik,
fitur asma. Sejauh mana hyperresponsiveness jalan nafas bisa didefinisikan oleh respons
kontraktil terhadap tantangan dengan metakolin berkorelasi dengan klinis keparahan asma.
Mekanisme yang memengaruhi hiperresponsif jalan napas beragam dan termasuk
peradangan, neuroregulasi disfungsional, dan perubahan struktural; peradangan tampaknya
menjadi faktor utama dalam menentukan derajat jalan napas sangat responsif. Pengobatan
yang diarahkan untuk mengurangi peradangan dapat mengurangi jalan napas
hyperresponsiveness dan meningkatkan kontrol asma.
 Airway remodeling. Pada beberapa orang yang menderita asma, pembatasan aliran udara
mungkin hanya sebagian reversibel. Perubahan struktural permanen dapat terjadi di jalan
napas ini terkait dengan hilangnya fungsi paru-paru secara progresif yang tidak dicegah oleh
atau sepenuhnya Inisiasi, Amplifikas,i Perambatan reversibel dengan terapi saat ini.
perbaikan jalan nafas melibatkan aktivasi banyak sel struktural, dengan Konsekuensi
perubahan permanen pada jalan napas yang meningkat obstruksi aliran udara dan
responsifitas jalan napas dan render pasien kurang responsif terhadap terapi (Holgate dan
Polosa 2006). Perubahan struktural ini dapat mencakup penebalan membran sub-basement,
fibrosis subepitel, jalan napas hipertrofi otot polos dan hiperplasia, pembuluh darah
proliferasi dan pelebaran, dan hiperplasia kelenjar mukosa dan hipersekresi. Peraturan
perbaikan dan proses renovasi tidak mapan, tetapi keduanya proses perbaikan dan
peraturannya cenderung menjadi kunci peristiwa dalam menjelaskan sifat penyakit yang
persisten dan keterbatasan respon terapeutik.
 Peradangan memiliki peran penting dalam patofisiologi asma. Sebagaimana dicatat dalam
definisi asma, radang saluran napas melibatkan interaksi dari banyak tipe sel dan beberapa
mediator dengan saluran udara yang akhirnya menghasilkan fitur patofisiologis yang khas
enyakit: peradangan bronkial dan keterbatasan aliran udara yang menghasilkan episode
batuk berulang, mengi, dan sesak napas.
(NAEPP, 2007)

|7
Etiologi asma
 Studi epidemiologis sangat mendukung konsep kecenderungan genetik ditambah interaksi
lingkungan terhadap perkembangan asma, namun gambarannya tetap kompleks dan tidak
lengkap. Faktor genetik mencakup 60% hingga 80% dari kerentanan. Asma merupakan
kelainan genetik yang kompleks karena fenotip asma kemungkinan merupakan hasil dari
pewarisan poligenik atau kombinasi yang berbeda gen. Pencarian awal difokuskan pada
membangun hubungan antara atopi (keadaan hipersensitif terhadap lingkungan yang
ditentukan secara genetik alergen) dan asma, tetapi pencarian seluruh genom juga
menemukan hubungan dengan gen untuk metalloproteinase yang terlibat dalam jalan napas
proses renovasi (misalnya, ADAM33) dan yang terkait dengan perkembangan asma dan
kemunduran penyakit (CHI3L1). Meski genetik kecenderungan atopi adalah faktor risiko
yang signifikan untuk mengembangkan asma, tidak semua individu atopik mengembangkan
asma, juga tidak semua pasien dengan atopi pameran asma. Fenotip asma yang berbeda
(progresif atau remodeled vs non-progresif) kemungkinan secara genetik ditentukan
 Faktor risiko lingkungan untuk pengembangan asma meliputi status sosial ekonomi, ukuran
keluarga, paparan tembakau bekas merokok pada masa bayi dan dalam kandungan, paparan

|8
alergen, polusi udara sekitar, urbanisasi, infeksi saluran pernapasan virus termasuk
pernapasan syncytial virus (RSV) dan rhinovirus, dan penurunan paparan agen infeksi pada
anak-anak.
(Dipiro et al, 2017)

|9
FARMAKOTERAPI TERAPAN Nama : Novi Astuti
FAKULTAS FARMASI NIM : K100170139
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Kelas : B
SURAKARTA

OUTLINE FARMAKOTERAPI TERAPAN


FORM PEMANTAUAN PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. S (45 tahun; 45 kg)


Jenis Kelamin : perempuan
Ruang :
Umur : 45 tahun
BB/TB : 45 kg
Tanggal MRS : 5 September 2020
Diagnosa : asma + TB paru
Alergi :-

II. SUBYEKTIF (saat MRS)


2.1 Keluhan Utama (Chief Complaint):
sesak nafas (+) dan batuk berdahak (+)

2.2 Riwayat Penyakit Sekarang (History of Present Illness)


sesak nafas (+) dan batuk berdahak (+)

2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu (Past Medical History)


Asma+hipertensi

| 10
2.4 Riwayat Penyakit Keluarga (Family History)
Tidak ada

2.5 Riwayat Sosial (Social History)


Tidak ada

| 11
2.6 Riwayat Pengobatan (Medication History)
Lama
No Nama Obat Nama Generik Indikasi Rute Dosis Frekuensi Efek/kesulitan
Penggunaan
Salbutamol Albuterol Bronkodilator pada obstruksi jalan Oral 2 mg 2 x sehari 6 bulan Asma masih kambuh
nafas yang reversibel karena asma ½ tablet
atau COPD; pencegahan
bronkospasme akibat olahraga
(DIH 17th Edition, 2009)
Captopril Captopril Penatalaksanaan hipertensi; Oral 12,5 mg 2 x sehari 6 bulan
pengobatan gagal jantung, disfungsi 1 tab;et
ventrikel kiri setelah infark
miokard, nefropati diabetik (DIH
17th Edition, 2009)

indikasi salbutamol(DIH 17th Edition, 2009 )

Indikasi captopril (DIH 17th Edition, 2009 )

| 12
III. OBYEKTIF
3. 1 Pemeriksaan

| 13
3. 2. Data Laboratorium

| 14
IV. ASSESMENT
4.1 Terapi Pasien
Tanggal
Nama Obat Rute Dosis Frekuensi
5/9 6/9 7/9 8/9
Oksigen Intranasal 2-3 L √ √ √ √
RL infus I.V 20 tetes Tiap menit √ √ √ √
Cefotaxim inj I.V 1 gr 2x1 √√ √√ √√ √√
Aminophilin inj I.V 2x1 √√ √√ √√ √
Nairet inj I.V ½ ampul 2x1 √√ √√ √√ -
Metil prednisone inj I.V 125 mg 2x1 √√ √√ √√ -

Vantolin nabulizer Intranasal 2x1 √√ √√ √√ -

Dexametason tab P.O 3x1 - - - √√√


Ranitidin tab P.O 2x1 - - - √√
Ambroxol P.O 3x1 √√ √√ √√
√ √ √
Rimstar P.O 1x3 √ √ √ √

| 15
Rawat jalan ( setelah pasien pulang)

4.2 Mekanisme Kerja Masing-Masing Obat (Obat sebelumnya, obat sekarang dan obat yang direkomendasikan)
1. obat sebelum
Salbutamol : Mekanisme Kerja: Merilekskan otot polos bronkial dengan aksi reseptor beta2 dengan sedikit efek pada detak
jantung

(DIH 17th Edition, 2009)


Captopril : Mekanisme Kerja Penghambat kompetitif dari angiotensin-converting enzyme (ACE); mencegah konversi angiotensin I
menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat; menghasilkan tingkat angiotensin II yang lebih rendah yang menyebabkan peningkatan
aktivitas renin plasma dan penurunan sekresi aldosterone

(DIH 17th Edition, 2009)


| 16
2. Obat sekarang:
 Rimstar
- Rifampisin : Menghambat sintesis RNA bakteri dengan mengikat subunit beta RNA polimerase yang tergantung-DNA,
menghalangi krip transkripsi RNA. (DIH, 17th Ed, 2009)

- Isoniazid: Menghambat sintesis asam mikolik yang mengakibatkan terganggunya dinding sel bakteri. (DIH, 17 th Ed, 2009)

- Pyrazinamide: Mekanisme Tindakan dikonversi menjadi asam pirazinoat dalam galur Mycobacterium yang rentan yang menurunkan pH
lingkungan; mekanisme aksi yang tepat belum dijelaskan. (DIH, 17th Ed, 2009)

- Ethambutol: Mekanisme Aksi Menekan multiplikasi mikobakteri dengan mengganggu sintesis RNA. (DIH, 17th Ed, 2009)

 Ambroxol : Memecah serat asam mukopolisakarida yang membuat dahak lebih encer dan mengurangi adhesi lendir pada
dinding tenggorokan sehingga mempermudah pengeluaran lendir pada saat batuk.
 Oksigen
Peningkatan oksigen dalam volume tidal dan oksigenasi jaringan pada tingkat molekuler (DIH 17th, 2009).

| 17
 RL infus: Sebagai sumber air dan elektrolit tubuh serta untuk meningkatkan diuresis (penambah cairan kencing). Obat ini
juga memiliki efek alkalis, dimana ion laktat dimetabolisasi menjadi karbondioksida dan air yang menggunakan hidrogen
kation sehingga menyebabkan turunnya keasaman.
 Cefotaxim: Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih protein pengikat penisilin (PBP) yang
pada gilirannya menghambat langkah transpeptidasi akhir dari sintesis peptidoglikan di dinding sel bakteri, sehingga
menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akhirnya lisis karena aktivitas enzim autolitik dinding sel yang sedang
berlangsung (autolysins dan murein hydrolases) sementara perakitan dinding sel ditahan (DIH 17th, 2009).

 Aminophilin: Menyebabkan bronkodilatasi, diuresis, SSP dan stimulasi jantung, dan sekresi asam lambung dengan
memblokir fosfodiesterase yang meningkatkan konsentrasi jaringan dari cyclic adenine monophosphate (cAMP) yang pada
gilirannya meningkatkan stimulasi katekolamin dari lipolisis, glikogenolisis, dan glukoneogenesis dan menginduksi
pelepasan epinefrin dari sel medula adrenal (DIH 17th, 2009).

| 18
 Nairet: Relaksasi otot polos bronkial dengan aksi pada reseptor beta2 dengan efek yang lebih kecil pada detak jantung
(DIH 17th, 2009).

 Metil prednisone: Di jaringan spesifik, kortikosteroid mengatur ekspresi gen setelah mengikat reseptor intraseluler tertentu
dan translokasi ke dalam nukleus. Kortikosteroid menggunakan berbagai macam efek fisiologis termasuk modulasi
karbohidrat, protein, dan metabolisme lipid dan pemeliharaan homeostasis cairan dan elektrolit. Selain itu, fisiologi
kardiovaskular, imunologis, muskuloskeletal, endokrin, dan neurologis dipengaruhi oleh kortikosteroid. Mengurangi
inflamasi dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan membalikkan permeabilitas kapiler yang meningkat (DIH
17th, 2009).

| 19
 Ventolin: Relaksasi otot polos bronkial dengan aksi pada reseptor beta2 dengan sedikit efek pada detak jantung (DIH 17th,
2009).
 Ranitidine: Penghambatan kompetitif histamin pada reseptor H2 sel parietal lambung, yang menghambat sekresi asam
lambung, volume lambung, dan konsentrasi ion hidrogen berkurang. Tidak mempengaruhi sekresi pepsin, sekresi faktor
intrinsik yang distimulasi pentagastrin, atau gastrin serum (DIH 17 th, 2009).

| 20
3. obat yang direkomendasikan
 Captopril 12,5 mg : Mekanisme Kerja Penghambat kompetitif dari angiotensin-converting enzyme (ACE); mencegah konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat; menghasilkan tingkat angiotensin II yang lebih rendah yang
menyebabkan peningkatan aktivitas renin plasma dan penurunan sekresi aldosterone (DIH 17th Edition, 2009)

 Amlodipin : Mekanisme Tindakan Menghambat ion kalsium memasuki "saluran lambat" atau memilih area sensitif tegangan
pada otot polos pembuluh darah dan miokardium selama depolarisasi, menghasilkan relaksasi otot polos pembuluh darah koroner
dan vasodilatasi koroner; meningkatkan pengiriman oksigen miokard pada pasien dengan angina vasospastik (DIH 17th Edition,
2009)

| 21
| 22
4.3 Problem Medik dan Drug Related Problems
4.3.1.Problem Medik
Problem Subyektif,
Terapi Analisis DRP Rekomendasi Monitoring
Medik Obyektif

Asma Subjektif : sesak Oksigen 2-3 L Tepat indikasi: tepat Tidak ada DRP Terapi dilanjutkan ESO:
nafas, wheezing Oksigen digunakan untuk Pengobatan hingga nafas Tidak dilaporkan
Objektif : berbagai gangguan klinis, baik pernafasan pasien kembali efek samping.
RR: maupun non pernafasan; menghilangkan normal.
40x/mnt hipoksia arteri dan komplikasi sekunder;
(5/9/20) pengobatan hipertensi paru, polisitemia
35x/mnt sekunder akibat hipoksemia, keadaan
(6/9/20) penyakit kronis yang dipersulit oleh anemia,
20x/mnt kanker, sakit kepala migrain, penyakit arteri
(7/9/20) koroner, gangguan kejang, krisis sel sabit, dan
20x/mnt apnea tidur (DIH 17th ed, 2009)
(8/9/20)

Tepat pasien : tepat


Berdasarkan (DIH 17th ed, 2009) tidak ada
kontraindikasi yang di laporkan

| 23
Tepat obat: tepat
Terapi Oksigen merupakan terapi yang
disarankan untuk pasien asma yang dirawat
(KEMENKES RI, 2008; hp;14).

Tepat dosis: tepat


Berdasarkan (DIH 17th ed, 2009) dosis untuk
dewasa rata-rata 2 L/menit

Aminophilin inj Tepat indikasi : tepat Tidak ada DRP Aminophilin ESO:
2 x sehari Aminophilin Bronkodilator pada obstruksi dilanjutkan yang Takikardi, rasa
jalan nafas yang reversibel karena asma atau mana digunakan gugup, gelisah, mual
COPD; meningkatkan kontraktilitas sebagai terapi muntah (DIH 17th,
th
diafragma (DIH 17 ed, 2009) pengontrol asma 2009)

Tepat pasien : tepat


Aminophilin tidak dikontraindikasikan
dengan pasien
(KI: Hipersensitivitas thd teofilin,

| 24
ethylenediamine, atau komponen formulasi
lainnya) (DIH 17th ed, 2009)

Tepat dosis: dosis tidak diketahui


Dosis awal yang diberikan adalah 6mg/kgBB
secara i.v. selama 20-30 menit, laju
pemberian tidak boleh lebih dari 25mg/menit
(DIH 17th, 2009).
Tepat obat:
Pada serangat berat pasien yang dirawat dapat
diberikan aminofilin secara i.v sebagai terapi
tambahan sehingga sudah tepat obat
(KEMENKES RI, 2008; hp: 14).

Tepat Indikasi: Tepat


Nairet injeksi ½ Tidak tepat Penggunaan ESO:
Nairet dengan kandungan terbutaline sulphate
ampul, 2x sehari obat, terjadi nairet injeksi Rasa gugup, gelisah,
diindikasikan sebagai bronkodilator pada
(Nairet injeksi = duplikasi dihentikan. peningkatan serum
obstruksi jalan nafas reversibel dan asma
0,5 mg/mL) terapi. glukosa, penurunan
bronkial (DIH 17th, 2009).
serum potassium,
gemetar (DIH 17th,
2009).

| 25
Tepat Pasien: Tepat
Tidak terdapat kontraindikasi antara nairet
(terbutaline sulphate) dengan kondisi pasien
sehingga tepat pasien. Kontraindikasi
terbutaline sendiri antara lain hipersensitivitas
terhadap terbutalin atau komponen formulasi
lainnya; aritmia jantung yang berhubungan
dengan takikardia; takikardia yang
disebabkan oleh keracunan digitalis (DIH
17th, 2009).

Tepat Obat: Tidak Tepat Obat


Nairet mengandung terbutaline yang
merupakan obat golongan SABA. Terjadi
duplikasi terapi dengan ventolin nebulizer
yang mengandung salbutamol yang
merupakan SABA. Menurut KEMENKES RI
(2008) hp:14, untuk penanganan pasien yang
dirawat obat yang bersifat bronkodilator
diberikan dengan bentuk sediaan inhalasi
nebulizer.
Tepat dosis : dosis tidak diketahui
Dosis untuk terbutalin sulfat injeksi adalah
250-500 mcg dengan frekuensi maksimal 4x
sehari (IONI, 2017; hk: 219).

| 26
Metil prednison Tepat Indikasi: Tepat Tidak ada DRP Terapi dilanjutkan ESO:
inj 125 mg 2 x Metilprednisolon merupakan salah satu obat dan sebagai terapi Sulit tidur
sehari golongan kortikosteroid yang digunakan pengontrol (insomnia),
untuk terapi asma (GINA, 2018; hp: 26). metilprednisolone perubahan mood.
digunakan Jerawat, kulit kering,
sediaan oral kulit menipis,
dengan dosis 2-40 memar, dan
mg/hari (IONI, perubahan warna
2017; hk: 622). kulit. Luka yang tak
kunjung sembuh.
Produksi keringat
meningkat. Sakit
kepala, pusing,
ruangan terasa
Tepat Pasien: Tepat berputar. Mual, sakit
Metilprednisolon tidak dikontraindikasikan perut, kembung.
dengan keadaan pasien sehingga tepat pasien Perubahan pada
(DIH 17th, 2009). bentuk dan lokasi
lemak tubuh
(terutama di lengan,
kaki, leher, wajah,
payudara, dan
pinggang). Penipisan
rambut di puncak
kepala; kulit kepala
kering. Wajah
Tepat Obat: Tepat memerah. Garis
Pada serangan berat pasien dirawat, salah satu ungu kemerahan di
yang diberikan adalah kortikosteroid secara lengan, wajah, kaki,
i.v, sehingga pemberian metilprednisolon paha, atau
injeksi sudah tepat obat (KEMENKES RI, selangkangan.
2008; hp: 14). Peningkatan nafsu

| 27
makan (DIH 17th,
2009).

Tepat Dosis: Tepat


Dosis metilprednisolone injeksi adalah 10-
500 mg (IONI, 2017; hk: 622).
Kortikosteroid pada pasien asma diberikan
dalam jangka waktu pendek antara 3-5 hari
(KEMENKES RI, 2008; hp: 13).

Tepat Indikasi: Tepat


Ventolin Tidak ada DRP Terapi ESO:
Ventolin dengan kandungan salbutamol
nebulizer 2 x dilanjutkan. Tremor dan
digunakan sebagai bronkodilator pada
sehari takikardia biasanya
obstruksi jalan nafas yang reversibel karena
dilaporkan pada
asma (DIH 17th, 2009).
penggunaan awal
saba, tetapi toleransi
terhadap efek ini
biasanya
berkembang pesat
(GINA, 2018; hp:
Tepat Pasien: Tepat 26).
Ventolin tidak dikontraindikasikan dengan
keadaan pasien, sehingga tepat pasien.
Kontraindikasi dari salbutamol adalah

| 28
hipersensitivitas terhadap salbutamol,
adrenergic amina, atau komponen lain dengan
formulasi tersebut (DIH 17th, 2009)

Tepat Obat: Tepat


Ventolin mengandung salbutamol yang
merupakan obat golongan SABA. Pada pasien
yang dirawat terapi yang diberikan adalah
golongan SABA. Salbutamol berperan
sebagai bronkodilator. Pemberian obat-obat
bronkodilator diutamakan dalam bentuk
inhalasi menggunakan nebulizer, sehingga
pemberian ventolin nebulizer sudah tepat obat
(KEMENKES RI, 2008; hp: 14).

Tepat Dosis: Dosis Tidak Diketahui


Dosis untuk ventolin nebulizer adalah
diberikan hingga 4x sehari (IONI, 2017; hk:
217).

| 29
Tepat Indikasi: Tepat Tidak Tepat Penggunaan
Dexametashon tab Dexamethasone diindikasikan untuk Obat Dexametason ESO:
3 x sehari
antiinflamasi local (BNF 61, 2011; hp: 670). tablet dihentikan. Hiperglikemi,
Untuk terapi osteoporosis, moon
pengontrol dapat face, mual, muntah,
diberikan infeksi jamur,
metilprednisolon kebingungan,
insomnia, lemah
otot, menstruasi
tidak lancer (DIH
Tepat Pasien: Tepat 17th, 2009).
Dexamethasone dikontraindikasikan untuk
pasien dengan hipersensitivitas terhadap
dexamethasone. Pasien tidak
dikontraindikasikan dengan dexamethasone
sehingga tepat pasien (DIH 17th, 2009).

Tepat Obat: Tidak Tepat Obat


Dexamethasone bukan merupakan pilihan
terapi untuk pengontrol jangka panjang
karena sangat terserap dan memiliki efek
samping yang besar jika digunakan dalam
jangka panjang (NAEPP, 2007; hp: 226).

| 30
Tepat Dosis: Dosis Tidak Diketahui
Ringer Lactat Dosis dexamethasone oral umumnya Dosis
Infus, 20tts/menit dexamethasone oral umumnya 0,5-5mg/hari
(IONI, 2017; hk: 619).

ESO:
Tepat Indikasi: Tepat Tidak ada DRP Terapi dilanjutkan Pemberian dengan
RL infus digunakan untuk mengatasi hingga tercapai dosis besar dapat
ketidakseimbangan elektrolit (BNF 61, 2011; keseimbangan menyebabkan
hk: 597) elektrolit akumulasi natrium,
edema, dan
hiperkloramia
asidosis (BNF 61,
2011; hk: 598).

Tepat Pasien: Tepat


RL infus tidak dikontraindikasikan dengan
keadaan pasien sehingga sudah tepat (BNF
61, 2011; hk: 598).

| 31
Tepat Obat: Tepat
Pada pasien asma yang dirawat juga
direkomendasikan untuk memberikan cairan
secara i.v sehingga sudah tepat dosis
(KEMENKES RI, 2008; hp: 14).

Tepat Dosis: Dosis Tidak Diketahui

Problem Subyektif,
Terapi Analisis DRP Rekomendasi Monitoring
Medik Obyektif
TB paru Subyektif: Tepat indikasi: tepat Tidak ada Terapi dilanjutkan  Efektifitas:
Sesak nafas, Rimstar 1 x 3 Rimstar merupakan bentuk paket obat Untuk tahap Sudah tidak
kombinasi dosis tetap yang terdiri dari 4 jenis intensif OAT batuk lagi
Obyektif: dahak obat dalam 1 tablet yang digunakan untuk KDT dikonsumsi dan kualitas

| 32
+ pengobatan TB (Pedoman Nasional tiap hari 3 tablet 4 kesehatan
Tuberkulosis , 2014 hp 38) KDT selama 56 pasien
hari membaik dan
(Pedoman BTA
Nasional negative
Tuberkulosis ,  ESO:
Tepat pasien: tepat 2014 hp 38) bingung, mual,
Tidak dikontraindikasikan dengan kondisi muntah, sakit
pasien perut
(KI: hipersensitiv terhadap kandungan obat) (Pedoman Nasional
(DIH 17th ed, 2009) Tuberkulosis , 2014
hp 50)

Tepat obat: Tepat


berdasarkan Pedoman Nasional Tuberkulosis,
(2014 hp 38) Rimstar merupakan paduan
OAT KDT lini pertama yang diberikan untuk
pasien baru TB paru

Tepat dosis: tepat


Dosis obat bentuk paket KDT pemberiannya
sesuai berat badan disini Ny. S mempunyai
BB 45 kg sehingga untuk tahap intensif
diberikan 3 tablet 4KDT tiap hari (Pedoman
Nasional Tuberkulosis , 2014 hp 38)

| 33
Cefotaxim inj Antibiotik cefotaxim disini digunakan sebagai Tidak ada Terapi dilanjutkan Efektivitas: -
penegakan diagnosis TB paru yang mana untuk penegakan ESO: diare,
Berdasarkan (Pedoman Nasional Tuberkulosis diagnosis TB paru mual,muntah
, 2014 hp 29 )pada sarana terbatas penegakan
diagnosis secara klinis dilakukan setelah
pemberian terapi antibiotik spektrum luas
yang tidak memberikan perbaikan klinis, dan
disini juga digunakan sebagai infeksi
sekunder

Tepat dosis: tepat


Berdasarkan DIH dosis untuk I.V adalah 1-2
gr pada kasus dosis obat yang diberikan 1 gr
maka tepat dosis

Tepat pasien: tepat


Tidak dikontraindikasikan dengan pasien
(KI: Hipersensitivitas terhadap sefotaksim,
setiap komponen formulasi, atau sefalosporin
lainnya.) (DIH 17th ed, 2009)

| 34
Ranitidine adalah golongan H2 blocker yang
Ranitidine tab Tidak ada DRP Terapi dihentikan Terapi dihentikan
mana disini digunakan untuk terapi
untuk tidak ada monitoring
simtomatik / meredakan gejala yang terjadi
menghindari efek
pada TB seperti mual. Muntah, pada kasus
samping maka
hanya diketahui frekuensi pemakaina 2 x
obat TB bisa
sehari menurut (DIH 17th ed, 2009)pemberian
diberikan malam
ranitidine tablet adalah 150 mg 2 x sehari
hari sebelum tidur

| 35
Problem Subjektif Terapi Analisis DRP Rekomendasi monitoring
medik objektif
Hipertensi Subjektif: - Belum diberikan Tidak ada analisis Tidak ada Sebelumnya Efektivitas : TD
Objektif: pasien telah <140/90 mmHg
190/100 mengkonsumsi (JNC 8, 2014 hp 10)
mmHg captopril sebagai
antihipertensi ,
captopril adalah
golongan ACE I
jika dilihat dari
kasus TD NY. S
adalah 190/100
mmHg yang
mana berdasarkan ESO:
guideline terapi -captopril :
ini dikategorikan ruam,dispepsia,batuk
sebagai hipertensi kering
stage 2 yang -amlodipin: sakit
mana pengobatan kepala, ruam, mual
yang
direkomendasikan

| 36
untuk semua
pasien adalah
dimulai dengan 2
obat bisa
digunakan
kombinasi
CCB+ACE I
(pedoman
tatalaksana
hipertensi pada
penyakit
kardiovaskuler,
2015 hp 13)

Golongan CCB bisa


menggunakan
amlodipin 2,5 mg 1
kali sehari dan
golongan ACE I bisa
menggunakan
captopril 12,5 mg 2
x sehari (Dipiro
10th edition, hal
517-518)

| 37
Problem Subjektif Terapi Analisis Drp rekomendasi Monitoring
medic objektif
Batuk Subjektif: dahak Ambroxol Tepat indikasi: tepat Tidak tepat Terapi dilanjutkan Efektivitas: batuk
berdahak Objektif: - Ambroxsol digunakan sebagai sekretolitik dosis sebagai berdahak mengalami
pada gangguan saluran nafas akut dan kronis , penanganan perbaikan
(IONI, 2017 hp 261) gejala dari batuk ESO: reaksi alergi
Tepat pasien: tepat berdahak sampai pada kulit,
Ambroxol tidak dikontraindikasikan dengan gejala membaik pembengkakan pada
pasien dengan dosis wajah, dispnea
(KI: hipersensitif dengan ambroxol)(IONI, yang digunakan )(IONI, 2017 hp
2017 hp 261) berdasarkan IONI 261)
Tepat dosis:dosis belum diketahui hanya 30 mg digunakan
diketahui frekuensi penggunaan 3 x sehari 3 x sehari sesudah
Tepat obat: tepat makan (IONI,
Ambroxsol digunakan sebagi Mukolitik yang 2017 hp 261)
diresepkan untuk membantu ekspetorasi
dengan mengurangi viskositas sputum atau
dahak (IONI, 2017 hp 261)

| 38
4.3.2. Drug Related Problems (DRPs)
DRUG RELATED
PERTANYAAN YES NO KOMENTAR
PROBLEMS (DRPs)
Korelasi obat dg masalah Adakah obat tanpa indikasi medis? √
medis
(Correlation between drug Adakah masalah medis yang tidak diobati √ Pasien TD tinggi dan
therapy & medical problem) sebelumnya ada
riwayat hipertensi
tetapi dokter belum
memberi obat
antihipertensi
Ketepatan Pengobatan Apakah obat yang digunakan efektif/ √
(Appropriate Therapy) mencapai hasil yang diinginkan (therapeutic
outcome)?
Apakah obat yang digunakan √
dikontraindikasikan untuk pasien?
Apakah obat yang digunakan merupakan √
drug of choice ?
Apakah terapi non-obat diperlukan? √

Drug Regimen Apakah besaran dosis sudah tepat untuk √


pasien?
Apakah frekuensi pemberian sudah tepat? √

Apakah lama pemberian obat sudah tepat? √

Duplikasi terapi/Polifarmasi Adakah terjadi duplikasi terapi? √ Pada asma terjadi


duplikasi terapi
Adverse Drug Reactions Adakah gejala/ masalah medis yang √
disebabkan oleh obat?
Interaksi Obat Adakah interaksi obat-obat yg berdampak √
klinis?
Adakah interaksi obat- makanan yg √
berdampak klinis?
Adakah interaksi obat- pemeriksaan √
laboratorium yang berdampak klinis?
Alergi Obat/ Intoleransi Apakah terjadi alergi /intoleransi terhadap √
obat ?
Adherence/ Compliance Adakah masalah ketidak patuhan pasien √
terhadap penggunaan obat?
Apakah pasien mengalami hambatan/ √
kesulitan dalam penggunaan obat?

V. KESIMPULAN REKOMENDASI
 Pilihan terapi yang digunakan untuk mengobati tb paru adalah Rimstar sehari
3 tablet digunakan selama 56 hari untuk tahap intensif
 Pasien mengalami hipertensi stage 2 sehingga membutuhkan 2 obat untuk
penanganan hipertensi kombinasi obat yang dipilih adalah ACE I (captopril)
dan CCB (amlodipin)
| 39
 Penggunaan nairet injeksi dihentikan karena terjadi duplikasi terapi.
 Penggunaan Dexametason tablet dihentikan. Untuk terapi pengontrol dapat
diberikan metilprednisolon.
 Sebagai terapi pengontrol metilprednisolone digunakan sediaan oral dengan
dosis 2-40 mg/hari.

VI. KONSELING

 Untuk keluarga di anjurkan ada yang bersedia menjadi PMO untuk pasien dalam
meminum obat 4KDT sebagai OAT supaya pasien dapat minum obat secara teratur
dan tidak lupa, sehingga mencegah terjadinya resistensi obat. ( Pedoman Nasional
Tuberkulosis tahun 2014, hal 30)

 Penggunaan obat 4KDT sebagai obat OAT diminum sehari satu kali sebanyak 3
tablet, diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan. (DIH, 17 th Ed,
2009)

 Penggunaan obat hipertensi


- Captopril 12,5 mg 2 x sehari sesudah makan
- Amlodipin 2,5 mg 1 x sehari sesudah makan
 Melakukan menegement life style untuk menunjang pengobatan hipertensi dengan
mengatur intake garam harian ˜65 mmol/hari, mengkonsumsi makanan yang kaya
buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak
 Perlunya kepatuhan untuk mengonsumsi obat hipertensi karena untuk mengontrol
tekanan darah agar tetap normal
 Melakukan pola hidup sehat untuk pecegahan kekambuhan asma seperti : menjaga
berat badan, melakukan kegiatan fisik misalnya senam asma

VII. DAFTAR PUSTAKA


American Pharmacist Association. 2008. Drug Information Handbook 17th Edition.
Lexicomp: In
BNF Staff. 2011. British National Formulary 61. Pharmaceutical Press, London: BMJ
Group and the Royal Pharmaceutical Society of Great Britainf.
Dipiro J.T. 2017. Pharmachotherapy A Pathophysiologi Approuch. New York: Mc Graw
Hill Education
GINA, 2018. Global Strategy For Asthma Management And Prevention. South Africa:
Gina Executive Committee University of Cape Town lung institute Cape
Town
KEMENKES RI. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: KEMENKES
RI.
| 40
Kemenkes RI.2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes
RI.
NAEPP, 2007. Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma. US: National
Institutes of Health
Paul et all, 2014, Evident-Based Guideline for The Management of High Blood Pressure
in Adults Report From The Panel Members Appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC8)
Soenarta A.A., Erwinanto, Mumpuni A.S.S., Barack R., Lukito A.A., Hersunarti N.,
Lukito A.A. and Pratikto R.S., 2015, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit
Kardiovaskular,

| 41

Anda mungkin juga menyukai