1910104201
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang banyak ditemukan
di masyakarat Indonesia. Rendahnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan
sulitnya akses kesehatan di beberapa daerah di Indonesia menyebabkan rendahnya
tingkat kontrol asma. Asma yang tidak terkontrol akan meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas, termasuk menyulitkan penderita dalam beraktivitas dan
pada beberapa kasus dapat menjadi fatal.
Asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif saluran napas, keterbatasan aliran udara yang
reversible, dan gejala pernapasan1. World Health Organization (WHO) mengestimasi
terdapat 15 juta jiwa setiap tahunnya yang mengalami keterbatasan fisik dan mental
(disabilitas) akibat asma atau sama dengan 1% dari seluruh penyakit lain yang mampu
menimbulkan disabilitas2.
Laporan setiap tahunnya terkait kematian akibat asma telah mencapai angka
250.000 jiwa. Selain dilihat dari angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi,
asma akan menjadi permasalahan masyarakat karena mampu memberikan beban yang
signifikan dalam konteks biaya perawatan kesehatan dan juga hilangnya produktivitas
dan rendahnya partisipasi individu yang bersangkutan dalam kehidupan keluarga
maupun sosial ekonominya sehingga diperlukan diagnosis dini dan implementasi
terapi yang tepat dan akurat2,3.
Pada kehamilan, asma dapat menimbulkan komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin. Penting bagi ibu dengan asma untuk melakukan konsultasi terkait asma
sebelum kehamilan, saat kehamilan, dan setelah persalinan untuk mencegah dan
mengurangi komplikasi yang mungkin terjadi. Kontrol penyakit asma kerap berubah
dalam kehamilan. Terapi asma dengan menggunakan obatobatan asma perlu
disesuaikan dengan kehamilan dan serangan asma yang terjadi pada ibu hamil harus
ditangani secara agresif1,2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asma
Sekitar 300 juta orang di dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus
meningat hingga 400 juta orang pada tahun 2025. Angka morbiditas dan mortalitas
asma masih cukup tinggi, mencapai 1 dari 250 orang yang meninggal setiap
harinya3. Di Amerika, National Health Survey pada tahun 2001 hingga 2009
mendapatkan prevalensi asma yang meningkat dari 7,3% (20,3 juta orang) di tahun
2001 menjadi 8,2% (24,6 juta orang) di tahun 20093. Berdasarkan data dari
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi asma di Indonesia juga
mengalami peningkatan dari 3,5% pada tahun 2007 menjadi 4,5% pada tahun
20134.
Walaupun terdapat tipe alergi dan non-alergi, pada pasien akan tetap
dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Oleh karena itu,
paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut, yaitu jalur
imunulogis yang terutama di dominasi oleh immunoglobulin E (IgE) dan jalur saraf
otonom1.
Pada jalur imunologis, masuknya alergen dalam tubuh akan diolah oleh
antigen presenting cells (APC) untuk selanjutnya dikomunikasikan dengan sel T
helper (Th). Sel Th akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar
sel-sel plasma membentuk IgE serta sel radang lain seperti makrofag, epitel,
eosinofil, neutrofil, trombosit, serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-
mediator inflamasi. Mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin, leukotrin,
platelet activating factors, bradikinin, dan mediator inflamasi lainnya akan
mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan kontrasi otot polos pada
bronkus, peningkatan permeabilitas dinding vaskular, infiltrasi sel-sel radang,
edema saluran napas, sekresi mukus, dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan
hipereaktivitas saluran napas. Jalur non imunologis juga merangsang sistem saraf
otonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas1,2.
Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa
berat di dada. Terkadang pasien mengeluh hanya batuk saja yang dialami pada
malam hari atau pada saat berolahraga. Dapat ditemukan riwayat gangguan
pernapasan pada saat pasien masih anak-anak. Riwayat alergi pada pasien ataupun
pada keluarga seperti rhinitis alergi, eczema, dan dermatitis atopi juga dapat
membantu dalam penegakkan diagnosis1,5.
Temuan klinis yang bisa ditemukan pada pasien dengan asma adalah (1)
lebih dari satu keluhan berupa mengi, sesak napas, batuk, dada seperti terikat, (2)
gejala memburuk saat malam atau pagi hari, (3) durasi dan intensitas gejala
bervariasi, (4) gejala dipicu oleh infeksi virus, olahraga, paparan alergen,
perubahan cuaca, tertawa, dan bahan iritan seperti asap knalpot, asap rokok,
maupun bebauan kuat5.
Pengukuran faal paru akan menampilkan derajat dari obstruksi jalan napas,
reversibilitas, variabilitas, dan menyediakan data untuk konfirmasi diagnosis asma.
Reversibilitas secara umum dijelaskan sebagai perbaikan cepat pada VEP1 atau
APE yang diukur dalam beberapa menit setelah inhalasi bronkodilator aksi cepat,
sebagai contoh pemberian 200 – 400 mcg salbutamol, atau perbaikan dalam kurun
waktu hari hingga minggu setelah pemberian terapi kontrol berupa inhalasi
glukokortikosteroid. Sedangkan istilah variabilitas berarti perbaikan pada gejala
atau fungsi paru yang terjadi sepanjang waktu. Variabilitas dapat terjadi sepanjang
satu hari penuh (diurnal variability) atau bisa juga dari hari ke hari, bulan ke bulan,
ataupun per musim. Mengetahui riwayat variabilitas merupakan komponen esensial
dalam diagnosis asma5,6.
tahun2,5.
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada
orang dewasa1.
mmHg)
APE pascabronkodilator >80% 60-80% <60%
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg <45 mmHg
SaO2 >95% 91-95% <90%
Penanganan serangan yang tidak tepat akan berakhir pada pengobatan yang
tidak adekuat. Untuk itu, penderita asma perlu memahami bagaimana penanganan
awal saat terjadi serangan, apakah penderita perlu ke rumah sakit atau cukup
dengan penanganan di rumah, dan obat apa yang digunakan untuk menangani
serangan (Tabel 5).
Pada asma berat, hipoksia janin dapat terjadi mendahului hipoksia pada ibu.
Hipoksia janin akan menyebabkan gawat janin sebagai akibat penurunan sirkulasi
uteroplasenter dan aliran darah balik maternal. Peningkatan pH (alkali) akan
menggeser ke kiri kurva disosiasi oksihemoglobin. Hipoksemia maternal
menyebabkan penurunan aliran darah pada tali pusat, peningkatan resistensi
vaskular pulmonar dan sistemik, dan penurunan curah jantung11.
2.2.3 Manajemen dan Terapi Asma Selama Kehamilan
ANALISIS JURNAL
Jose A. Castro-Rodriguez, MD, PhD, 1 * Luis Garcia-Marcos, MD, 2,3 Manuel Sanchez-Solis,
MD, 2 Virginia Pe´rez-Ferna´ndez, BSc, 4 Antonela Martinez-Torres, RN, 2 and Javier Mallol, MD
I : The analysis of the differences between the wheezing and non-wheezing children
was performed by means of the chi-square test for categorical variables, the Student’s t-
test for continuous variables, and the Mann–Whitney U-test for ordinal variables. Odds
ratios (OR) and 95% confidence intervals (95% CI) were also calculated. A
multivariate logistic regression analysis model was built using the presence of
wheezing as the dependent variable and those factors which were statistically
significant (P 0.05) in the univariate analysis as independent variables. Adjusted OR
(aOR) and 95% CI were calculated from the logistic regression model. A second
logistic regression was similarly performed, but excluding olive oil consumption from
the list of variables. All analyses were performed by means of the STATA 7.0
statistical software (Stata Corp., College Station, TX).
C : mothers from the non-wheezing group used olive oil as the main source of oil for
cooking or dressing salads
REKOMENDASI
Meskipun buah zaitun yang dikonsumsi langsung dari tanaman sangat bergizi, mereka biasanya
tidak dimakan karena ada rasa metaliknya. Sementara versi acar banyak dikonsumsi di Eropa.
Zaitun diawetkan dalam cuka dan diimpor dari Spanyol, Italia, Prancis, Turki dan Yunani, serta
disukai di Eropa dan negara-negara Arab. Minyak zaitun adalah pengawet yang baik untuk
makanan lain seperti ikan sarden dan ikan lainnya.
Zaitun sudah digunakan dengan berbagai cara di zaman kuno. Kapal-kapal yang penuh
dengan minyak zaitun telah ditemukan di antara barang-barang lainnya, saat penggalian
kuburan Mesir kuno. Menurut para ahli Hadits, ketika Banjir Besar mereda, hal pertama yang
terlihat di bumi adalah pohon zaitun.
Menurut Tirmidzi dan Ibnu Majah, Sayyid Al-Ansari meriwayatkan bahwa Nabi (saw) berkata,
"Makanlah minyak zaitun dan pijatlah di atas tubuh Anda karena ini adalah pohon suci
(mubarak)".
Menurut Ibn Al-Juzi, Zanbi, Alqama Ibn Amir meriwayatkan bahwa Nabi (saw) mengatakan,
"Ada minyak zaitun untuk Anda; makanlah, pijat di atas tubuh Anda, karena ini efektif untuk
wasir".
Basoor melaporkan bahwa Aqba Ibn Amir meriwayatkan bahwa Nabi (saw) menyatakan,
"Anda memiliki minyak zaitun dari pohon suci ini (mubarak); manjakan diri Anda dengan ini,
karena ini menyembuhkan penyakit anus".
Abu Na'im melaporkan bahwa Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi (saw) menyatakan,
"Makanlah minyak zaitun dan aplikasikan (secara lokal), karena ada obat untuk tujuh puluh
penyakit di dalamnya, [dan] salah satunya adalah kusta".
DAFTAR PUSTAKA