Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ASMA

PADA KEHAMILAN
Rabu, 05 Oktober 2011

PENYAKIT ASMA YANG MENYERTAI


KEHAMILAN DAN PERSALINAN
BAB I
PENDAHULUAN

PENYAKIT ASMA YANG MENYERTAI KEHAMILAN DAN


PERSALINAN

1. A. LATAR BELAKANG
Insiden asma dalam kehamilan adalah sekitar 0,5-1 % dari seluruh kehamilan. Serangan asma
biasanya timbul pada usia kehamilan 24-36 minggu, jarang pada akhir kehamilan. Frekuensi dan
beratnya serangan akan mempengaruhi hipoksia pada ibu dan janin. Penegakan diagnosis serupa
dengan asma diluar kehamilan.
Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada
kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek kehamilan pada asma
tidak dapat diprediksi. Turner et al dalam suatu penelitian yang melibatkan 1054 wanita hamil yang
menderita asma menemukan bahwa 29% kasus membaik dengan terjadinya kehamilan, 49% kasus tetap
seperti sebelum terjadinya kehamilan, dan 22% kasus memburuk dengan bertambahnya umur
kehamilan. Sekitar 60% wanita hamil yang mendapat serangan asma dapat menyelesaikan
kehamilannya dengan baik. Sekitar 10% akan mengalami eksaserbasi pada persalinan. Mabie dkk (1992)
melaporkan peningkatan 18 kali lipat resiko eksaserbasi pada persalinan dengan seksio sesarea
dibandingkan dengan pervaginam.

Asma bronkiale merupakan penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kepekaan saluran
trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan. Pada serangan asma terjadi bronkospasme,
pembengkakan mukosa dan peningkatan sekresi saluran nafas, yang dapat hilang secara spontan atau
dengan pengobatan. Gejala klinik yang klasik berupa batuk, sesak nafas, dan mengi (wheezing), serta
bisa juga disertai nyeri dada. Serangan asma umumnya berlangsung singkat dan akan berakhir dalam
beberapa menit sampai jam, dan setelah itu penderita kelihatan sembuh secara klinis. Pada sebagian
kecil kasus terjadi keadaan yang berat, yang mana penderita tidak memberikan respon terhadap terapi
(obat agonis beta dan teofilin), hal ini disebut status asmatikus.

Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama,
bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan
berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan akan
berkurang pada akhir kehamilan.
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan beratnya serangan asma,
karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan hipoksia jika tidak segera diatasi tentu akan
memberikan pengaruh buruk pada janin, berupa abortus, persalinan prematur, dan berat janin yang tidak
sesuai dengan umur kehamilan.

Angka kesakitan dan kematian perinatal tergantung dari tingkat penanganan asma. Gordon et al
menemukan bahwa angka kematian perinatal meningkat 2 kali lipat pada kehamilan dengan asma
dibandingkan kontrol, akan tetapi dengan penanganan penderita dengan baik, angka kesakitan dan
kematian perinatal dapat ditekan mendekati angka populasi normal.

B. MASALAH
Cara penanganan asma dalm kehamilan dan persalinan.

C. TUJUAN
1.tujuan umum
Makalah ini di buat sebagai pedoman atau tujuan dalam upaya mengetahui bagaimana cara
penanganan penyakit asma dalam kehamilan dan persalinan dengan baik dan benar serta
mengembangkan sumber daya dan kemampuan khususnya bagi penulis dalam memberikan pelayanan
kebidanan terhadap ibu hamil dan bersalin.

2. tujuan khusus
Mengetahui bagaimana cara penanganan penyakit asma dalam kehamilan dan persalinan
dengan baik dan benar,serta mengetahui sebab dan gejala asma pada kehamilan dan persalinan.

D. MANFAAT
1. Bagi penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan
pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab asma pada kehamilan dan persalinan serta mengetahui
bagaimana cara penangananya dengan benar dan baik.
2. Bagi Institusi/bidan
Diharapkan sebagai bahan pertimbangan untuk perbandingan dalam peningkatan pelayanan asuhan
kebidanan.

BAB II
TIJAUAN TEORITIS
PENYAKIT ASMA PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN
1.PENGERTIAN
The American Thoracic Society (1962): adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil suatu
pengobatan.
Gibbs dkk (1992) mendefinisikan sebagai suatu gangguan inflamasi kronik pada saluran napas yang
banyak diperankan oleh terutama sel mast dan eosinofil
Jadi dapat disimpulkan bahwa Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas
terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil.
Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada kehamilan dan
persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek kehamilan pada asma tidak dapat
diprediksi.
2. ETIOLOGI
1. Reaksi imunologi (alergi) dimana IgE meninggi.
2. Faktor genetik.
3. Gabungan antara reaksi imunologi dan genetik.
3. KRITERIA ASMA BRONKIALE
Batuk, sesak, wheezing, hiperventilasi, dispnea, takipnea, ortopnea, ekspirasi memanjang,
sianosis, takikardi persisten, penggunaan obat bantu pernapasan, kesukaran bicara, dan pulsus
paradoksus.
4. MANIFESTASI KLINIKS
Factor pencetus timbulnya asma antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran nafas, pengaruh udara
dan factor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya
penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan batuk-batuk. Diagnosis dapat ditegakkan seperti
asma diluar kehamilan.

5.KOMPLIKASI
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena
ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu
akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi sbb.
- Keguguran
- Persalinan prematur
- Pertumbuhan janin terhambat.
6. DIAGNOSIS ASMA BRONKIALE

Diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik seperti sesak nafas, batuk
dan mengi. Serangan asma dapat timbul berulang-ulang dengan masa remisi diantaranya. Serangan
dapat cepat hilang dengan pengobatan, tetapi kadang-kadang dapat pula menjadi kronik sehingga
keluhan berlangsung terus menerus.

Adanya riwayat asma sebelumnya, riwayat penyakit alergik seperti rinitis alergik, dan keluarga
yang menderita penyakit alergik, dapat memperkuat dugaan penyakit asma. Selain hal-hal di atas, pada
anamnesa perlu ditanyakan mengenai faktor pencetus serangan.

Penemuan pada pemerikasaan fisik penderita asma tergantung dari derajat obstruksi jalan nafas.
Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, takikardi, pernapasan cepat sampai sianosis dapat
dijumpai pada penderita asma dalam serangan. Dalam praktek tidak sering ditemukan kesulitan dalam
menegakkan diagnosis asma, tetapi banyak pula penderita yang bukan asma menimbulkan mengi
sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang.

7. PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP ASMA

Pengaruh kehamilan terhadap perjalanan klinis asma, bervariasi dan tidak dapat disuga. Dispnea
simtomatik yang terjadi selama kehamilan, yang mengenai 60%-70% wanita hamil, bisa memberi kesan
memperberat keadaan asma.

Wanita yang memulai kehamilan dengan asma yang berat, tampaknya akan mengalami asma
yang lebih berat selama masa kehamilannya dibandingkan dengan mereka yang dengan asma yang
lebih ringan. Sekitar 60% wanita hamil dengan asma akan mengalami perjalanan asma yang sama pada
kehamilan-kehamilan berikutnya.
Gluck& Gluck menyimpulkan bahwa peningkatan kadar IgE diperkirakan akan memperburuk keadaan
asma selama kehamilan, sebaliknya penderita dengan kadar IgE yang menurun akan membaik
keadaannya selama kehamilan.

Eksaserbasi serangan asma tampaknya sering terjadi pada trimester III atau pada saat
persalinan, hal ini menimbulkan pendapat adanya pengaruh perubahan faktor hormonal, yaitu penurunan
progesteron dan peningkatan prostaglandin, sebagai faktor yang memberikan pengaruh.

Pada persalinan dengan seksio sesarea resiko timbulnya eksaserbasi serangan asma mencapai
18 kali lipat dibandingkan jika persalinan berlangsung pervaginam.

8. PENGARUH ASMA TERHADAP KEHAMILAN

Pengaruh asma terhadap kehamilan bervariasi tergantung derajat berat ringannya asma
tersebut. Asma terutama jika berat bisa secara bermakna mempengaruhi hasil akhir kehamilan, beberapa
penelitian menunjukkan adanya peningkatan insidensi abortus, elahiran prematur, janin dengan berat
badan lahir rendah, dan hipoksia neonatus. Beratnya derajat serangan asma sangat mempengaruhi hal
ini, terdapat korelasi bermakna antara fungsi paru ibu dengan berat lahir janin. Angka kematian perinatal
meningkat dua kali lipat pada wanita hamil dengan asma dibandingkan kelompok kontrol.

Asma berat yang tidak terkontrol juga menimbulkan resiko bagi ibu, kematian ibu biasanya
dihubungkan dengan terjadinya status asmatikus, dan komplikasi yang mengancam jiwa seperti
pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, serta kelemahan otot dengan
gagal nafas. Angka kematian menjadi lebih dari 40% jika penderita memerlukan ventilasi mekanik.

Asma dalam kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya sedikit peningkatan insidensi
preeklampsia ringan, dan hipoglikemia pada janin, terutama pada ibu yang menderita asma berat.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan penanganan penderita secara intensif, akan
mengurangi serangan akut dan status asmatikus, sehingga hasil akhir kehamilan dan persalinan dapat
lebih baik.

9. PENANGANAN ASMA SELAMA KEHAMILAN DAN PERSALINAN

Dasar-dasar Penanganan
Penanganan penderita asma selama kehamilan bertujuan untuk menjaga ibu hamil sedapat
mungkin bebas dari gejala asma, walauoun demikian eksaserbasi akut selalu tak dapat dihindari.

Pengobatan yang harus diusahakan adalah :


1. Menghindari terjadinya gangguan pernapasan melalui pendidikan terhadap penderita,
menghindari pemaparan terhadap alergen, dan mengobati gejala awal secara tepat.
2. Menghindari terjadinya perawatan di unit gawat darurat karena kesulitan pernapasan atau
status asmatikus, dengan melakukan intervensi secara awal dan intensif.
3. Mencapai suatu persalinan aterm dengan bayi yang sehat, di samping melindungi
keselamatan ibu.
4. Dalam penanganan penderita asma diperlukan individualisasi penanganan, karena
penanganan suatu kasus mungkin berbeda dengan kasus asma yang lain, dalam memulai
suatu perawatan obstetri terhadap wanita hamil dengan asma perlu diperhatikan beberapa
prinsip tertentu yaitu :
5. Mendeteksi dan mengeliminasi faktor pemicu timbulnya serangan asma pada penderita
tertentu.
6. Menghentikan merokok, baik untuk alasan obstetrik maupun pulmonal
7. Mendeteksi dan mengatasi secara awal jika diduga adanya infeksi pada saluran nafas, seperti
bronkitis, sinusitis.
8. Pembahasan antara ahli kebidanan dan ahli paru, untuk mengetahui masalah-masalah yang
potensial dapat timbul, rencana penanganan umum termasuk penggunaan obat-obatan.
9. Pertimbangan untuk mengurangi dosis pengobatan, tetapi masih dalam kerangka respon
pengobatan yang baik.
10. Melakukan penelitian fungsi paru dasar, juga penentuan gas darah khususnya pada penderita
asma berat.

Obat-obat anti asma yang sering digunakan


Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan asma secara garis besar dapat dibagi dalam 5
kelompok utama yaitu beta adrenergik, methylxanthine, glukokortikoid, cromolyn sodium dan anti
kolinergik, di samping itu terdapat obat-obat lain yang sering digunakan sebagai terapi tambahan pada
penderita asma seperti ekspektoran dan antibiotik.

a. Beta adrenergik agonis


Dalam golongan ini epinefrin merupakan obat yang paling sering digunakan.
Epinefrin menstimulasi reseptor beta-2 menyebabkan bronkodilatasi, tetapi juga menstimulasi reseptor
alfa dan beta-1 yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi perifer dan takikardia baik pada ibu maupun
janin, juga menyebabkan fetal distres, ini merupakan kelemahan teoritis penggunaan epinefrin dalam
kehamilan, untungnya epinefrin mempunyai waktu paruh pendek dan belum ada laporan yang
menunjukkan adanya efek jangka panjang terhadap janin pada penggunaannya dalam kehamilan.

Terbutalin merupakan beta agonis yang sering digunakan untuk terapi tokolitik pada persalinan
prematur. Dalam pengobatan asma dosisnya sebaiknya dikurangi pada saat mendekati aterm, meskipun
tidak terdapat laporan yang menunjukkan adanya penundaan bermakna dalam onset persalinan normal,
bila obat ini digunakan sebagai terapi inti asma standar.

2. Methylxanthine (Teofilin)

Teofilin dengan berbagai garamnya termasuk dalam golongan ini. Mekanisme teofilin
menimbulkan bronkodilatasi tidak jelas, diduga melalui inhibisi kompetitif terhadap enzim fosfodiesterase,
sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar siklik AMP karena degradasinya yang menurun.
Aminofilin merupakan suatu garam dietileniamin dari teofilin dan merupakan satu-satunya obat golongan
xanthin yang dapat diberikan secara parenteral

3. Glukokortikoid

Kortikosteroid digunakan sejak lama untuk pengobatan asma. Kortikosteroid bukan merupakan
bronkodilator, tetapi bermanfaat dalam mengarungi inflamasi pada saluran napas. Umumnya disepakati
memberikan steroid seawal mungkin pada penderita dengan serangan asma akut berat. Pemakaian
kortikosteroid selama kehamilan tidak menyebabkan meningkatnya resiko komplikasi baik pada janin
maupun ibu.

4. Cromolyn Sodium

Cromolyn sodium bukan merupakan bronkodilator, efek terapeutik utamanya adalah inhibisi
terhadap degranulasi sel mast, sehingga mencegah terjadinya pelepasan mediator kimia untuk reaksi
anafilaksis. Cromolyn berguna baik untuk asma alergik maupun non alergik.
5. Anti Kolinergik

Obat antikolenergik seperti atropin sulfat dapat memberikan efek bronkodilatasi ada penderita
asma, tetapi penggunaannya menjadi terbatas karena efek samping yang tidak diinginkan. Golongan
antikolinergik yang lebih sering digunakan adalah ipratropium bromida, terbukti efektif dan kurang
menimbulkan efek yang tidak diinginkan.

Efek penggunaan obat anti asma dalam kehamilan terhadap janin Umumnya obat-obat anti asma yang
biasanya dipergunakan relatif aman penggunaannya selama kehamilan, jarang dijumpai adanya efek
teratogenik pada janin akibat penggunaan obat anti asma.

Penanganan asma kronik pada kehamilan

Dalam penanganan penderita asma dengan kehamilan, dan tidak dalam serangan akut,
diperlukan adanya kerja sama yang baik antara ahli kebidanan dan ahli paru. Usaha-usaha melalui
edukasi terhadap penderita dan intervensi melalui pengobatan dilakukan untuk menghindari timbulnya
serangan asma yang berat.
Adapun usaha penanganan penderita asma kronik meliputi :
1. Bantuan psikologik menenangkan penderita bahwa kehamilannya tidak akan memperburuk
perjalanan klinis penyakit, karena keadaan gelisah dan stres dapat memacu timbulnya
serangan asma.
2. Menghindari alergen yang telah diketahui dapat menimbulkan serangan asma
3. Desensitisasi atau imunoterapi, aman dilakukan selama kehamilan tanpa adanya peningkatan
resiko terjadinya prematuritas, toksemia, abortus, kematian neonatus, dan malformasi
kongenital, akan tetapi efek terapinya terhadap penderita asma belum diketahui jelas.
4. Diberikan dosis teofilin per oral sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma antara 10-22
mikrogram/ml, biasa dosis oral berkisar antara 200-600 mg tiap 8-12 jam.
5. Dosis oral teofilin ini sangat bervariasi antara penderita yang satu dengan yang lainnya.
6. Jika diperlukan dapat diberikan terbulatin sulfat 2,5-5 mh per oral 3 kali sehari, atau beta
agonis lainnya.
7. Tambahkan kortikosteroid oral, jika pengobatan masih belum adekuat gunakan prednison
dengan dosis sekecil mungkin.
8. Pertimbangan antibiotika profilaksis pada kemungkinan adanya infeksi saluran nafas atas.
9. Cromolyn sodium dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya serangan asma, dengan
dosis 20-40 mg, 4 kali sehari secara inhalasi.
Penanganan asma dalam persalinan

Pada kehamilan dengan asma yang terkontrol baik, tidak diperlukan suatu intervensi obstetri
awal. Pertumbuhan janin harus dimonitor dengan ultrasonografi dan parameter-parameter klinik,
khususnya pada penderita-penderita dengan asma berat atau yang steroid dependen, karena mereka
mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami masalah pertumbuhan janin. Onset spontan
persalinan harus diperbolehkan, intervensi preterm hanya dibenarkan untuk alasan obstetrik.

Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 I/menit, maka persalinan harus
berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk menangani komplikasi pernapasan yang berat; peneliti
menunjukkan bahwa 10% wanita memberat gejala asmanya pada waktu persalinan.

Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus diteruskan, ibu yang
sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid harus hidrokortison 100 mg intravena, dan
diulangi tiap 8 jam sampai persalinan. Bila mendapat serangan akut selama persalinan, penanganannya
sama dengan penanganan serangan akut dalam kehamilan seperti telah diuraikan di atas.

Pada persalinan kala II persalinan per vaginam merupakan pilihan terbaik untuk penderita asma,
kecuali jika indikasi obstetrik menghendaki dilakukannya seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea.
Jika dilakukan seksio sesarea lebih dipilih anestesi regional daripada anestesi umum karena intubasi
trakea dapat memacu terjadinya bronkospasme yang berat.

Pada penderita yang mengalami kesulitan pernapasan selama persalinan pervaginam, memperpendek,
kala II dengan menggunakan ekstraksi vakum atau forceps akan bermanfaat.

Bila terjadi pendarahan post partum yang berat, prostaglandin E2 dan uterotonika lainnya harus
digunakan sebagai pengganti prostaglandin F2(x) yang dapat menimbulkan terjadinya bronkospapasme
yang berat.
Dalam memilih anestesi dalam persalinan, golongan narkotik yang tidak melepaskan histamin seperti
fentanyl lebih baik digunakan daripada meperidine atau morfin yang melepas histamin.

Bila persalinan dengan seksio sesarea atas indikasi medik obstetrik yang lain, maka sebaiknya
anestesi cara spinal.

Penanganan asma post partum

Penanganan asma post partum dimulai jika secara klinik diperlukan. Perjalanan dan penanganan
klinis asma umumnya tidak berubah secara dramatis setelah post partum. Pada wanita yang menyusui
tidak terdapat kontra indikasi yang berkaitan dengan penyakitnya ini.

Teofilin bisa dijumpai dalam air susu ibu, tetapi jumlahnya kurang dari 10% dari jumlah yang diterima ibu.
Kadar maksimal dalam air susu ibu tercapai 2 jam setelah pemberian, seperti halnya prednison,
keberadaan kedua obat ini dalam air susu ibu masih dalam konsentrasi yang belum mencukupi untuk
menimbulkan pengaruh pada janin.

10. PENATA LAKSANAN


1. mencegah terjadinya stress
2. menghindari faktor resiko/pencetus yang sudah diketahui secara intensif
3. mencegah penggunaan obat seperti aspirin atau semacamnya yanf dapat menjadi pencetus
timbulnya serangan asma.
4. pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi atau peroral seperti
isoproterenol
5. pada penderita yang berat dapat di rawat dan serangan dapat di hilangkan dengan atau lebih dari obat
di bawah ini :
a. epineprin
b. isoproterenol
oksigen
d. aminopilin 250-500 mg
e. hidokortison 260-1000 mg secara IV ( intra vena )
Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat gangguan pada janin,
dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi. Upayakan persalinan secara spontan namun
bila pasien berada dalam serangan, lakukan VE atau Forcep. SC atas indikasi asma jarang atau tak
pernah dilakukan. Jangan berikan analgesik yang mengandung histamin tapi pilihlah morfin atau
analgesik epidural.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi ASI. Aminopilin dapat terkandung dalam ASI
sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan ganggguan tidir. Namun obat anti asma
lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam ASI sangat kecil.

BAB III
A. KESIMPULAN
Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast dan
eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang
ditemukan pada wanita hamil.
Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada
kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek kehamilan pada asma
tidak dapat diprediksi.

B. SARAN
Kepada mahasisiwi kebidanan Cut Nyak Dhien langsa agar lebih dapat memahami jenis penyakit yang
menyertai kehamilan dan persalinan khususnya asma.

Bagi petugas kesehatan khususnya bidan dapat mengetahui tndak lanjut penanganan penyakit yang
menyertai kehamilan dan persalinan khususnya asma,dan bidan dapat mengenali tanda dan gejala
terjadinya asma dalam kehamilan dan persalinan

DAFTAR PUSTAKA
1. Posted by efmed2001 at 12/23/2009 11:49:00 PM

2. Labels: Women's Health Info


3.Mangunnegoro H, DSP, FCCP, Junus F,DSP,Ph.D, Soemanto DKS,DSP. Asma
Patogenesis Diagnosis dan Penataklaksanaan. Buku Pegangan Dokter. Jakarta.
1997. 1-52.
4. penyulit kehamilan.com
Diposkan oleh Evi Chairustina (viecha) di 23.30 5 komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Beranda
Langganan: Entri (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
2011 (1)
o Oktober (1)
PENYAKIT ASMA YANG MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALI...

Mengenai Saya

Evi Chairustina (viecha)


Pantang Menyerah dan Putus asa
Lihat profil lengkapku

Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai