Anda di halaman 1dari 29

Hubungan Stres dan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis

PROPOSAL PENELITIAN

Dosen pemimbing:
Ns. Fendy Yesayas, M.Kep

Disusun oleh:
Tri Halimah Nur Rahmadhani
2011114

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


STIKES RS HUSADA
TAHUN AJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya lah
pneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “ Hubungan Stres dan Pola
Makan Dengan Kejadian Gastritis”. Peneliti menyadari dalam penyusunan proposal ini masih
banyak kekurangannya, karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan
untuk perbaikan berikutnya. Peneliti mengucapkan terima kasih atas bantuan dalam
menyelesaikan proposal kepada
1. Ns. Fendy Yesayas selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyusunan proposal penelitian ini
2. Seluruh staf dosen dan tenaga pendidikan Stikes RS Husada yang telah membantu
dalam kelancaran studi
3. Ayahanda dan ibunda serta keluarga yang telah memberikan dukungan dan doanya
kepada peneliti
4. Seluruh rekan-rekan angkatan 33 atas kekompakan dan kebersamaannya selama
menempuh studi
5. Seluruh Civitas Stikes Rs Husada Jakarta yang telah memberikan dukungan dan
semangat selama peneliti menjalankan proses studi

Peneliti berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah
membantu dalam proposal penelitian ini

Jakarta, 31 Maret 2022

Tri Halimah Nur Rahmadhani

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………
BAB 1 Pendahuluan………………………………………………………………………
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………………………..
1.3.1 Tujuan Umum…………………………………………………………………
1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………………………………………
1.4 Manfaat Peneliti……………………………………………………………………………
BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………….
2.1 Konsep Stres………………………………………………………………………………
2.1.1 Pengertian Stres…………………………………………………………………………
2.1.2 Patofisiologi
Stres…………………………………………………………………………
2.1.3 Jenis Sres………………………………………………………………………………….
2.1.4 Penyebab Stres……………………………………………………………………………
2.1.5 Gejala Stres………………………………………………………………………………..
2.1.6 Dampak Stres……………………………………………………………………………..
2.1.7 Pengukuran Stres………………………………………………………………………….
2.2 Konsep Pola Makan………………………………………………………………………..
2.2.1 Pengertian Pola Makan
2.2.2 Komponen Pola Makan…………………………………………………………………
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan………………………………………
2.3 Konsep Gastritis…………………………………………………………………………..
2.3.1 Pengertian Gastritis………………………………………………………………………
2.3.2 Klasifikasi Gastritis……………………………………………………………………….
2.3.3 Etiologi Gastritis…………………………………………………………………………
2.3.4 Patofisiologi Gastritis……………………………………………………………………..
2.3.5 Manisfestasi Gastritis……………………………………………………………………..
2.3.6 Faktor Resiko Gastritis…………………………………………………………………...

iii
2.3.7 Komplikasi Gastritis……………………………………………………………………....
2.3.8 Pentalaksanaan Gastritis…………………………………………………………………..
2.4 Penelitian Terdahulu……………………………………………………………………
2.5 Kerangka Konsep………………………………………………………………………...
BAB 111 Kerangka Konsep, Hipotesis, Definisi Operasional……………………………
3.1 Kerangka Konsep………………………………………………………………………..
3.2 Hipotesis Penelitian………………………………………………………………………
3.3 Definisi Operasional………………………………………………………………………
BAB 1V METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan metode penelitian…………………………………………………………………
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………………………………
4.3 Waktu Penelitian……………………………………………………………………………
4.4 Populasi dan Sampel……………………………………………………………………
4.5 Pengumpulan Data…………………………………………………………………………
4.6 Etika Penelitian…………………………………………………………………………….
4.7 Pengolahan Data…………………………………………………………………………….
4.8 Analisa Data………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………
Lampiran Kusioner……………………………………………………………………………

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stres mempengaruhi perubahan kebiasaan makan sehingga menyebabkan gastritis,
jika seseorang stres maka nafsu makannya akan hilang karena selalu memikirkan masalah
yang mengganggunya. (Uwa et al., 2019)
Pola makan merupakan salah satu penyebab gastritis. Seseorang akan terhindar dari
penyakit gastritis jika dapat mengatur pola makan yang sehat dan teratur. Ini adalah salah
satu tindakan pencegahan untuk mencegah gastritis (Wahyuni et al., 2017).
Seseorang dapat mengalami gastritis jika seseorang mengalami stres dan kebiasaan
makan yang tidak sehat, karena stres dapat membuat orang tersebut tidak mau makan.
(Monica, 2019)
Gastritis adalah peradangan akut, kronis, difus atau lokal dari mukosa lambung yang
ditandai dengan anoreksia, rasa penuh pada perut, ketidaknyamanan epigastrium, mual
dan muntah (Ardiansyah, 2012). Gastritis dapat menyerang semua usia dan jenis kelamin.
Beberapa survei menunjukkan bahwa gastritis paling sering terjadi pada orang usia
produktif karena kebiasaan makan yang tidak teratur dan stres akibat pengaruh faktor
lingkungan. (Imayani, 2017)
Di seluruh dunia, kejadian gastritis adalah sekitar 1,8 sampai 2,1 juta per tahun pada
total populasi (Sarley, 2015). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2014 ,
insiden gastritis tertinggi di Amerika Serikat dengan tingkat 47%, diikuti oleh India di
tempat kedua dengan tingkat 43%. Angka kejadian gastritis di Indonesia sebesar 40,5%,
27.396 kasus per 238.672.223 orang, dengan angka gastritis tertinggi di Medan sebesar
91,6%, Denpasar sebesar 46% (Depkes, 2014).
Berdasarkan catatan kesehatan Indonesia tahun 2013, kejadian gastritis termasuk
sepuluh besar pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan total 30.154
kasus (4,9%) (Zhaoshen, 2014). Di Kota Surabaya angka gastritis 31,2%, Denpasar 6%,
di Jawa Tengah angka gastritis tertinggi 79,6% (Riskesdas, 2013).
Hasil penelitian (Uwa et al., 2019) menunjukkan bahwa sebanyak 13 ( 43,3%)
responden mengalami stres sedang, sebanyak 25 (83,3%) responden mengalami pola
makan yang buruk dan sebanyak 23 orang (76,7%) mengalami stres. kejadian gastritis
kronis. Dan ada hubungan antara stres dengan kejadian gastritis dengan nilai p = (0,001)
dan lt; (0,050), ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis dengan p =
(0,000) dan lt (0,050) serta ada hubungan antara stres dan pola makan dengan kejadian
gastritis dengan p = (0,002) dan lt; (0,050)

1
1.2 Rumusan Masalah
Gastritis adalah peradangan akut, kronis, difus atau lokal dari mukosa lambung yang
ditandai dengan anoreksia, rasa penuh pada perut, ketidaknyamanan epigastrium, mual
dan muntah (Ardiansyah, 2012). Gastritis dapat menyerang semua usia dan jenis kelamin.
Beberapa survei menunjukkan bahwa gastritis paling sering terjadi pada orang usia
produktif karena kebiasaan makan yang tidak teratur dan stres akibat pengaruh faktor
lingkungan. (Imayani, 2017)
Di seluruh dunia, kejadian gastritis adalah sekitar 1,8 sampai 2,1 juta per tahun pada
total populasi (Sarley, 2015). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2014 ,
insiden gastritis tertinggi di Amerika Serikat dengan tingkat 47%, diikuti oleh India di
tempat kedua dengan tingkat 43%. Angka kejadian gastritis di Indonesia sebesar 40,5%,
27.396 kasus per 238.672.223 orang, dengan angka gastritis tertinggi di Medan sebesar
91,6%, Denpasar sebesar 46% (Depkes, 2014).
Berdasarkan catatan kesehatan Indonesia tahun 2013, kejadian gastritis termasuk
sepuluh besar pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan total 30.154
kasus (4,9%) (Zhaoshen, 2014). Di Kota Surabaya angka gastritis 31,2%, Denpasar 6%,
di Jawa Tengah angka gastritis tertinggi 79,6% (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah ʿʿ Bagaimana Hubungan Stres dan Pola Makan dapat
Mempengaruhi Kejadian Gastritis ?’’

1.3Tujuan Penelitian
1.Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara stres dan pola makan dengan kejadian gastritis
2. Tujuan Khusus
1.Mengetahui tingkat stres dengan kejadian gastritis
2.Mengetahui pola makan dengan kejadian gastritis
3.Mengetahui kejadian gastritis
4.Mengetahui hubungan stres dan pola makan dengan kejadian gastritis

1.4 Manfaat Penelitian


1 Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu keperawatan tentang hubungan stres dan
pola makan dengan kejadian gastritis.
2. Masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan tentang bagaimana hubungan stres dan pola
makan dengan kejadian gastritis
3. Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penambahan wawasan atau pengetahuan
bagi peneliti khususnya mengenai hubungan stres dan pola makan dengan kejadian
gastritis.

2
4. Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya untuk
mengembangkan penelitian lain tentang faktor yang berubungan dengan kejadian
gastritis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Stres
2.1.1 Pengertian Stres
Menurut Charles D. Speilberger, Stres didefinisikan sebagai tuntutan eksternal bagi
seseorang, seperti: objek di lingkungan atau rangsangan yang secara objektif
berbahaya. Stres juga dapat diartikan sebagai tekanan, ketegangan, atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang datang dari luar,(Donsu, 2017)

2.1.2 Patofisiologi Stres


Secara fisiologis, stres dalam tubuh ditanggapi dengan mengaktifkan hipotalamus,
yang pada gilirannya mengontrol sistem sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis
dan sistem adrenokortikal serta terlibat dalam aktivitas aksis hipotalamus-hipofisis-
adrenal (PAH). Sistem saraf simpatis merespon impuls saraf dari hipotalamus
terutama dengan mengaktifkan berbagai organ dan otot polos yang terletak di bawah
kendalinya. Saraf simpatis mengirimkan sinyal ke sumsum tulang belakang adrenalin
untuk melepaskan epinefrin dan noradrenalin ke dalam aliran darah (Cahyono, 2012)
aktivasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA),menghasilkan rangsangan regulasi
dalam sistem limbik – hipotalamus hipofisis-adrenal axis (LHPA axis), yang
kemudian merangsang hipotalamus dan menginduksi sekresi hormon pelepas
kortikotropin (CRH) merangsang hipotalamus untuk mensekresi hormon ACTH
(hormon korteks adrenal), yang kemudian diangkut dalam aliran darah ke korteks
adrenal. Peningkatan sekresi ACTH (korteks adrenal) hormon), yang menyebabkan
peningkatan sekresi kortisol (Usui, 2012). Sekresi ACTH (hormon korteks adrenal)
disebabkan oleh: Sistem adrenokortikal aktif ketika hipotalamus mengeluarkan CRF
(faktor pelepas kortikotropin) adalah bahan kimia yang bekerja pada kelenjar hipofisis
yang terletak di bawah hipotalamus merangsang pelepasan kortisol untuk mengatur
gula darah darah (Sugiharto, 2012) HPA memberi sinyal pada kelenjar adrenal
menghasilkan lebih banyak kortisol dan adrenalin. Poros HPA peningkatan produksi
dan pelepasan glukokortikoid, termasuk hormon Stresor utama adalah kortisol. Selain
itu, hormon kortisol memobilisasi aktivitas hampir semua sistem homeostasis dalam
persiapan untuk respon terhadap musuh dengan melawan atau lari .Sumbu HPA
melepaskan hormon katekolamin juga bertindak sebagai neurotransmitter, yaitu
dopamin (DA), adrenalin (A) dan norepinefrin (NA). Katekolamin mengaktifkan
nukleus

3
amigdala (menyebabkan rasa takut) menyebabkan respons emosional untuk stresor,
seperti takut pada gempa atau marah pada musuh. Otak mengeluarkan neuropeptide S,
suatu protein yang mengatur stress dengan menghambat keinginan untuk tidur,
meningkatkan kewaspadaan dan rasa khawatir, Akibatnya keinginan mendesak
muncul dengan perilaku melawan atau lari (Nurdin, 2010).

2.1.3 Jenis Stres


Jenis stres dbagi menjadi 3 kelompok Menurut (Rachmadi, 2014)
a. Stres Ringan
Stres Ringan Stres ringan adalah stres yang dialami setiap orang secara rutin,
biasanya dirasakan oleh setiap mahasiswa, misalnya: kelupaan, kesiangan,
kemacetan lalu lintas, kritikan atau koreksi disertasi kumulatif. Situasi seperti ini
biasanya berakhir dalam hitungan menit atau jam dan biasanya tidak
menimbulkan kerugian
b. Stres Sedang
Stres sedang berlangsung lebih dari beberapa jam sampai beberapa hari, seperti
anak sakit, karena terlalu banyak bekerja, masalah keluarga, kontrak yang belum
selesai dan menunggu pekerjaan baru. Keadaan seperti ini, jika sering dialami oleh
seseorang, akan mempengaruhi status kesehatan orang tersebut.
c. Stres berat
Stres berat adalah suatu kondisi yang dirasakan seseorang dalam jangka waktu
yang lama dan dapat berlangsung dari beberapa minggu sampai beberapa bulan
seperti konflik terus-menerus di rumah, kesulitan keuangan berkepanjangan yang
tidak membaik dan penyakit kronis.

2.1.4 Penyebab Stres


Kondisi stres dapat terjadi karena disebabkan oleh berbagai penyebab atau sumber
dalam istilah yang biasa disebut faktor stres. Elemen stres adalah keadaan atau
peristiwa, objek atau orang yang dapat menyebabkan stres. Menurut (Priyoto,
2014)secara umum, faktor stres dapat dibagi menjadi tiga elemen stres fisik, sosial dan
psikologis, di antara faktor-faktor lain:
1. Stresor fisik
Bentuk dari stres fisik adalah suhu (panas dan dingin), berisik, polusi udara,
keracunan, obat-obatan (bahan kimia)
2. Stresor sosial.
Faktor stres sosial dapat terjadi pada lingkungan publik, keluarga dan pekerjaan.
Ketika seseorang tidak bekerja, penjahat, masalah keuangan keluarga, kecemburuan
antara anggota keluarga, hubungan buruk di kantor dengan hubungan yang unggul
atau sosial dan menyangkut sistem sosial trender dengan orang lain
3. Stresor psikologis.
Pasti seseorang pernah mengalami frustasi dan ketidakpastian. Frustrasi adalah
keadaan tidak tercapainya suatu keinginan atau tujuan karena suatu halangan.

4
Sedangkan ketidakpastian adalah suatu kondisi ketika seseorang sering ragu dan
merasa tidak pasti tentang masa depan atau pekerjaannya. Seseorang yang selalu
merasa bingung dan tertekan, merasa bersalah bahkan mengkhawatirkan sesuatu.

2.1.5 Gejala Stres


Sebagian besar masyarakat masih belum mengetahui cara mengatasi stres. Stres
yang berlebihan dan tidak terkelola dapat melemahkan. Oleh karena itu, kami
bertanggung jawab penuh atas stres yang ditimbulkan. Tangani dan atasi stres
dengan sikap dan pola pikir yang positif. Dalam manajemen stres, kita perlu
mengenali gejala stres sedini mungkin. Menurut (Priyoto, 2014)
gejala stres biasanya terdiri dari dua gejala, yaitu:
1. Gejala fisik.
Beberapa gejala stres yang lebih umum termasuk nyeri dada, diare selama
beberapa hari, sakit kepala, mual, jantung berdebar, kelelahan, dan kantuk.
2. Gejala psikis.
Sedangkan gangguan psikologis yang umum adalah lekas marah, gangguan
memori, ketidakmampuan berkonsentrasi, ketidakmampuan menyelesaikan
tugas, perilaku impulsif, reaksi berlebihan terhadap sesuatu, penurunan
kemampuan, ketidakmampuan untuk bersantai pada waktu yang tepat,
ketidakmampuan untuk mentolerir kebisingan atau stres lainnya, dan
kurangnya kontrol emosi. . Jika seseorang sering lepas kendali atau sering
bertentangan dengan visinya sendiri, mereka cenderung merasa stres.

2.1.6 Dampak Stres


Dampak stres dalam dosis kecil dapat memiliki efek positif pada individu, mungkin
memotivasi dan memberikan antusiasme untuk menghadapi tantangan. Sedangkan
stres tingkat tinggi dapat menyebabkan depresi, penyakit kardiovaskular, penurunan
respon imun dan kanker (Donsu, 2017)

2.1.7 Pengukuran Stres


Tingkat stres dapat dikelompokkan menggunakan kriteria DASS (Anxiety Depressive
Stress Scale). Item yang dievaluasi meliputi: perasaan cemas, emosi negatif, stres,
ketakutan, gangguan tidur, gangguan intelektual, perasaan depresi, gejala somatik.
Item yang dievaluasi dapat menggunakan peringkat dengan kondisi penilaian berikut
1.0: Tidak cocok untuk saya sama sekali, atau tidak pernah
2.1: Cocok untuk saya sampai tingkat tertentu, atau kadang-kadang
3.2: Cocok untuk saya sampai tingkat yang dapat diterima. cukup sering.
3: sangat setuju dengan saya, atau sangat sering
Mulai sekarang, nilai yang diperoleh untuk setiap elemen atau item dijumlahkan
sebagai indikasi tingkat stres, dengan ketentuan sebagai berikut:
0: Stres ringan, skor 1-16.
1 : Stres sedang, skor 17-33
2: Stres berat, skor 34-48
(Made, 2017)
2.2 Konsep Pola Makan

5
2.2.1 Pengertian Pola Makan
Pola makan adalah jumlah relatif, jenis makanan dan frekuensi
makan per hari atau dalam setiap kali makan yang terdiri dari makanan utama, lauk
pauk (hidangan hewani dan nabati) dan sayur-sayuran dan buah-buahan (Khairiyah,
2016)
Kebiasaan makan dikatakan seimbang apabila terdapat jadwal makan yang teratur dan
konsumsi makanan yang berkualitas. Pola makan mempengaruhi status gizi seseorang.
Makan berlebihan dapat menyebabkan gangguan psikososial, gangguan pertumbuhan
fisik, gangguan pernafasan, gangguan endokrin, obesitas dan penyakit tidak menular.
Sedangkan status gizi buruk dapat meningkatkan risiko penyakit menular (Khusniyati,
Komala Sari, 2015)

2.2.2 Kompenen Pola Makan


Secara umum, ada 3 komponen penting yaitu :
1. Jenis makan
Diet sehat adalah makanan yang mengandung gizi seimbang, kaya serat dan zat lain
yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh Dilihat dari kandungannya, kesehatan
Diet adalah makanan yang mengandun karbohidrat, protein, mineral, vitamin dan
lemak tak jenuh. (Susiyanti, 2019).
Makanan pokok adalah makanan yang dikonsumsi seseorang berupa kali sarapan,
makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan utama, lauk pauk,
sayuran, buah-buahan dan minuman. Makanan pokok adalah makanan yang
dianggap berperan penting dalam komposisi hidangan. Secara umum, makanan
terutama berperan sebagai sumber energi (kalori) dalam tubuh dan memberikan rasa
kenyang. Makanan pokok yang biasa disantap adalah nasi, roti, dan mi atau bihun.
Beras adalah makanan pokok sebagian besar orang Indonesia, dan roti adalah
makanan yang terbuat dari tepung ditambah ragi, lemak, garam dan air dengan
proses fermentasi 18 kali. Roti berkualitas baik berwarna putih bening, lembut,
kenyal, merata Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung tidak beragi, digulung
menjadi lembaran tipis, dipotong memanjang dan dikeringkan. . Mie yang biasanya
dimasak dan dikeringkan serta dikemas dengan cara yang nyaman untuk dimakan
langsung setelah dicampur dengan air panas beberapa saat adalah mie super, mie
indomie, dll. (Mulyati, 2018)
2. Porsi makan
makanan sehat harus berukuran tepat. Bagi orang dengan berat badan ideal,
mengonsumsi makanan sehat tidak perlu menambah atau mengurangi porsi
makanan dalam porsi sedang. Sedangkan bagi orang yang kelebihan berat badan,
jumlah makanan sehat harus dikurangi. Kuantitas atau porsi makanan merupakan
ukuran seberapa banyak makanan yang dikonsumsi dalam setiap kali makan
(Oetoro, 2018)
3. Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah seberapa sering seseorang makan dalam sehari, baik
sebagai lauk utama maupun lauk pauk. Frekuensi makan dikatakan baik jika
frekuensi makan sehari-hari adalah 3 kali makan utama atau 2 kali makan utama
dengan 1 kali istirahat. Secara umum, setiap orang memiliki 3 makanan utama, yaitu
sarapan, makan siang, dan makan malam. Kebiasaan makan yang tidak normal

6
dibagi menjadi 2 yaitu makan dalam jumlah banyak, ada yang makan dalam jumlah
banyak dan makan di malam hari (Bagas, 2016)

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan


a. Faktor lingkungan
seseorang juga memegang peranan penting. Yang termasuk lingkungan dalam hal ini
adalah perilaku atau kebiasaan makan, seperti apa yang dimakan dan seberapa sering
seseorang makan, serta aktivitasnya sehari-hari. (Heryuditasari, 2018)
b. Faktor psikososial
Faktor psikososial menyebabkan perubahan kimia otak, sehingga klien lebih
cenderung mengalami masalah kesehatan jiwa seperti kecemasan. Kecemasan yang
disebabkan oleh kondisi psikososial meliputi pengalaman masa lalu dan masa depan
sekarang.(Zaini, 2019)
c. Faktor kesehatan
Kesehatan seseorang memiliki pengaruh yang besar terhadap kebiasaan makannya.
Sakit gigi atau nyeri sering membuat orang memilih makanan yang lunak, tidak
jarang orang yang sulit menelan memilih
untuk kelaparan daripada makan (Adriani, 2016)
d. Faktor perkembangan
adalah proses transformasi kapasitas fungsional atau kapasitas kerja organ-organ
dalam tubuh menuju kemampuan yang semakin terorganisir (terkontrol) dan
terspesialisasi (sesuai dengan kehendak fungsi) masing-masing). Pembangunan
dapat berupa perubahan kuantitatif dan kualitatif. Perubahan kuantitatif adalah
perubahan yang sering diukur sedangkan perubahan kualitatif adalah perubahan
bentuk: semakin baik, semakin baik, seringkali tidak terukur. (Sudirjo, 2018)
e. Faktor sosial budaya
Kebiasaan makan bervariasi antar negara, kelompok etnis, dan keluarga. Kebiasaan
ini dipengaruhi oleh lingkungan, orang yang tinggal di empat musim sering makan
lebih banyak lemak daripada orang yang tinggal di daerah panas. Lemak dapat
menjaga suhu tubuh. Makanan kaya akan protein, sehingga masyarakat yang hidup
di empat musim pada umumnya juga lebih banyak mengonsumsi sumber protein,
terutama sumber protein hewani.
f. Faktor lingkungan keluarga
Merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Interaksi
yang harmonis antara anak dan anggota keluarga akan menimbulkan keakraban
dalam keluarga (Sudargo, 2018)
g. Faktor Pertumbuhan
Proses peningkatan dalam diri seseorang adalah kuantitas, atau peningkatan ukuran.
(Sudirjo, 2018)
h. Faktor usia
Umur orang dari 10- 20 tahun. Karena pertumbuhan dan perkembangan setiap
individu tidak sama (Sudargo, 2018)
i. Faktor Pendapatan Keluarga

7
Faktor Rumah Tangga adalah jumlah pendapatan sebenarnya seluruh anggota rumah
tangga dan seluruh anggota rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan kolektif dan individu anggota rumah tangga. (Gunawan, Eka, 2019)

2.3 Konsep Gastritis


2.3.1 Pengertian Gastritis
Gastritis, juga dikenal sebagai maag, adalah suatu kondisi di mana lapisan perut
meradang atau berdarah karena iritasi, infeksi dan kebiasaan makan yang tidak menentu
seperti makan larut malam, makan terlalu kenyang, makan cepat, makan terlalu banyak,
makan makanan pedas. (Huzaifah, 2017)Gastritis adalah gangguan kesehatan yang
berkaitan dengan proses pencernaan, khususnya lambung. Perut bisa rusak oleh
kompresi berulang sepanjang hidup. Selain itu, lambung dapat rusak jika sering
dikosongkan akibat kontraksi lambung hingga dinding lambung melepuh atau terluka
2.2.2 Klasifikasi Gastritis
Klasifikasi Gastritis Menurut (Nuari, 2015)
1. Gastritis Akut
Gastritis (radang selaput lambung) biasanya disebabkan oleh kebiasaan makan
seperti makan terlalu banyak, makan terlalu cepat, makan terlalu banyak bumbu
atau makanan yang terkontaminasi makanan. Penyebab lain termasuk alkohol,
aspirin, refluks empedu, dan terapi radiasi. Gastritis juga bisa menjadi tanda
pertama dari infeksi sistemik akut. Bentuk gastritis akut yang lebih parah
disebabkan oleh asam kuat atau alkali, yang dapat menyebabkan nekrosis atau
perforasi selaput lendir.
2. Gastritis kronis
Peradangan kronis yang disebabkan oleh tukak lambung jinak dan ganas, yang
disebabkan oleh H. Pylori. Gastritis kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A
atau tipe B. Tipe A terjadi pada otot atau badan lambung. Tipe B (H. pylori)
mempengaruhi semut dan pylorus. Mungkin terkait dengan bakteri H. Pylori. Faktor
diet seperti minuman panas, rempah-rempah, penggunaan obat-obatan, alkohol,
merokok atau refluks zat-zat di usus ke dalam lambung.
2.3.3 Etiologi Gastritis
H. Pylori merupakan bakteri utama penyebab kanker lambung dan dapat meningkatkan
adenokarsinoma lambung 2-16 kali lipat. Bakteri ini dapat memicu peradangan kronis
untuk berubah menjadi gastritis kronis karsinogenik dengan meningkatkan stres
oksidatif, membentuk radikal bebas, sitokin pro-inflamasi, perubahan sel, dan
mengaktifkan jalur inflamasi, perbaikan DNA yang tidak sempurna. Infeksi berubah
menjadi tukak lambung. Gastritis atrofi dan perkembangan ke arah metaplasia. H.
pylori telah dilaporkan berhubungan dengan keganasan mukosa lambung distal.
Bakteri ini bisa sampai ke perut dan tinggal di sana. Dan mengenai makanan yang
diasinkan, diasap, dan dikeringkan yang belum diawetkan dengan baik, seperti di

8
lemari es. Keadaan ini sering terjadi di daerah dengan sosial ekonomi rendah.
(Soetomo, 2015)
2.3.4 Patofisologi Gastritis
Refluks gastroesofageal abnormal terjadi dari lambung ke kerongkongan. Dalam
beberapa kasus GERD, refluks dikaitkan dengan penurunan LES atau penurunan fungsi
sfingter esofagus. Dekompresi sfingter esofagus dapat terjadi secara spontan karena
dilatasi, peningkatan sementara tekanan intra-abdomen, atau tekanan sfingter esofagus
yang rendah. Penurunan LES dapat disebabkan oleh makanan atau obat-obatan.
(Pusmarani, 2019)
2.3.5 Manisfestasi Klinis
Menurut (Brunner dan Sudarth, 2019) manifestasi klinis gastritis dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1.Gastritis akut dapat berlangsung dengan cepat:
1) perut tidak nyaman
2) Sakit kepala
3) kelesuan
4) Mual
5) Anoreksia
6) Muntah
7) cegukan
2. Gastritis kronis
1) Mungkin tidak begejala
2) Keluhan anoreksia, nyeri ulu hati setelah makan, bersendawa, rasa asam
di mulut, atau mual dan muntah
3) Penderita maag kronis akibat kekurangan vitamin umumnya diketahui mengalami
malabsorpsi vitamin B
2.3.6 Faktor Resiko Gastritis
1.Stres
Gastritis adalah salah satu masalah perawatan kesehatan yang paling sering. Gastritis
gastritis adalah gangguan umum dari gangguan mukosa lambung, yang disebabkan oleh
berbagai elemen seperti alkohol, stres, obat-obatan anti inflamasi, dll. Penderita maag
sering mengalami gangguan saluran cerna bagian atas, berupa nafsu makan menurun,
perut kembung dan rasa penuh, mual, muntah dan sendawa. Stres memiliki efek negatif
melalui mekanisme neuroendokrin pada saluran pencernaan, menempatkan pada risiko
gastritis. (Saroinsong, Mareyke, 2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa stres
berhubungan dengan kejadian gastritis.
2. Rokok
Rokok mengandung ± 4000 bahan kimia, asap dengan rokok mengandung berbagai
reaksi tinggi dengan lambung. Nikotin dan kadmium adalah dua zat yang sangat reaktif
yang dapat menyebabkan cedera lambung. Ketika seseorang merokok, nikotin
mengerutkan kening dan pembuluh darah terluka di dinding lambung. Stimulasi ini

9
mengaktifkan lambung untuk menghasilkan lebih banyak asam dan lebih sering dari
biasanya. Nikotin juga memperlambat mekanisme bekerja untuk sel-sel pelindung dalam
memberikan sekresi SAP yang berguna untuk melindungi dinding serangan asam
lambung. Jika sel-sel pelindung tidak dapat lagi melakukan fungsinya, gejalanya berasal
dari gastritis. (Rahma, Mawadah, 2013) dalam studinya menunjukkan bahwa merokok
adalah faktor risiko gastritis
3. Alkohol
Konsumsi alkohol dalam jumlah kecil akan merangsang terlalu banyak asam
mengganggu lambung, mengurangi nafsu makan dan mual. Ini adalah gejala gastritis.
Sejumlah besar alkohol dapat merusak mukosa perut (Rahma, Mawadah, 2013)
4. Kopi
Kopi adalah minuman yang mencakup berbagai bahan kimia dan senyawa; Termasuk
jenis lemak, karbohidrat, asam amino, asam tumbuhan yang disebut fenol, vitamin dan
mineral. Kopi diketahui dapat merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung,
menciptakan lingkungan yang lebih asam dan berpotensi mengiritasi lambung. Iritasi
lambung menyebabkan maag atau gastritis. Orang dengan tukak asam di perut sensitif.
Kafein dalam kopi dapat mempercepat pembentukan asam di lambung. Hal ini
menyebabkan produksi gas berlebih di perut dan menyebabkan perut terasa kembung.
(Rahma, Mawadah, 2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa konsumsi kopi
adalah faktor risiko dasar.
5.OAINS
Mengkonsumsi beberapa obat yang dapat menyebabkan gastritis, obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) adalah obat yang menyebabkan gastritis. Obat anti-inflamasi non-
steroid adalah obat analgesik, demam dan anti-inflamasi. Menurut obat penghilang rasa
sakit, obat anti-inflamasi non-steroid hanya efektif dibandingkan dengan nyeri intensitas
rendah moderat. Sebagai obat anti-inflamasi, obat anti-inflamasi non-steroid akan
mengurangi suhu tubuh dibandingkan dengan demam dan status anti-inflamasi hanya
meningkatkan gejala rasa sakit dan peradangan terkait penyakit dalam gejala (Rahma,
Mawadah, 2013)dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan obat
antiinflamasi nonsteroid (OIME) adalah faktor risiko tinggi.
6.Riwayat Keluarga
Riwayat gastritis keluarga adalah revisi riwayat kesehatan keluarga dasar dan riwayat
kesehatan keluarga termasuk fase pengembangan keluarga saat ini, tahap keluarga
pengembangan dipenuhi, sejarah keluarga utama dan sejarah keluarga sebelumnya.
Untuk riwayat gastritis keluarga dipelajari, riwayat keluarga ini bukan karena hubungan
genetik yang berasal dari orang tua responden, tetapi kebiasaan anggota keluarga untuk
anggota gastritis.(Rahma, Mawadah, 2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
riwayat gastritis keluarga adalah faktor risiko gastritis
7.Pola makan
Terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh kebiasaan makan yang kurang baik dan tidak
teratur yaitu frekuensi makan, jenis dan jumlah makanan yang menyebabkan perut

10
menjadi lembek saat asam lambung meningkat. Pola makan atau pola konsumsi makanan
adalah pengaturan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seseorang atau
sekelompok orang pada waktu tertentu. Diet merupakan variabel yang erat hubungannya
dengan kejadian gastritis. Hal ini didukung oleh penelitian(Rahma, Mawadah, 2013)
yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan timbulnya gastritis.
2.3.7 Komplikasi Gastriti
Gastritis dapat menyebabkan beberapa komplikasi penyakit, antara lain: anemia
pernisiosa, malabsorpsi vitamin B12, stenosis pilorus, dan malabsorpsi besi.Jika tidak
diobati, dapat menyebabkan tukak lambung, pendarahan lambung, dan kemungkinan
kanker perut, terutama jika perut mulai menipis dan sel-sel di dinding perut berubah .
Gastritis dapat berhasil diobati dan dicegah agar tidak kambuh lagi dengan sering makan
dalam porsi kecil, minum air putih untuk menetralkan asam lambung yang tinggi, dan
makan makanan tinggi serat seperti buah-buahan dan sayuran.(Estefany, 2019)

2.3.8 Penatalaksanaan Gastritis


(Desty Eka Restiana, 2020) Cara terbaik untuk mengobati gastritis adalah pencegahan.
Pencegahan dilakukan dengan cara mengatur pola makan dan zat makanan yang
dikonsumsi. Gastritis merupakan penyakit pencernaan, sehingga pengaturan zat dalam
makanan menjadi faktor utama untuk menghindari gastritis seperti tidak menggunakan
obat-obatan yang mengiritasi lambung, sering makan atau tidak terlalu puasa,
mengurangi asupan makanan, makanan pedas dan berminyak, menghindari rokok,
minum kopi. atau alkohol dan mengurangi stres.
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu untuk mendapatkan bahan perbandingan dan acuan untuk
mengindari anggapan kesamaan dengan penelitian terdahulu. Maka dari ini peneliti
mencantumkan hasil penelitian terdahulu sebagai berikut Penelitian Laurensius Fua Uwa
(2019) , Berjudul Hubungan Antara Stres Dan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis
Yang Terjadi Di Puskesmas Dinoyo. Penelitian ini menggunakan metode desain analitik
korelasi dengan menggunakan pendekatan Cross Selectional. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui mengetahui hubungan antara stres dan pola makan dengan kejadian
gastritis yang terjadi di Puskesmas Dinoyo. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan
dapat disimpulkan bahwa,
1. Kurang dari separuh responden mendapatkan mengalami stres sedang pada pasien
gastritis di Puskesmas Dinoyo.
2. Sebagian besar responden mengalami pola makan rendah pada pasien gastritis di
Puskesmas Dinoyo.
3. Sebagian besar responden mengalami kejadian gastritis kronik di Puskesmas Dinoyo.
4. Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara stres dengan
kejadian gastritis

11
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu

Penulis dan Judul Metode Hasil Penelitian Sumber


Tahun Terbit Penelitian
Penelitian Hubungan Desain Menunjukkan bahwa https://
Laurensius Antara analitik analisis data dengan publikasi.unitr
Fua Uwa Stres Dan korelasi menggunakan ujiregresi i.ac.id/
(2019) , Pola dengan linear berganda didapatkan index.php/
Berjudul Makan menggunak p value = (0,002) < (0,050) fikes/article/
Hubungan Dengan an sehingga H3 diterima yang view/1543
Antara Stres Kejadian pendekatan artinya ada hubungan antara
Dan Pola Gastritis Cross stres dan pola makan
Makan Yang Selectional dengan kejadian gastritis
Dengan Terjadi Di yang terjadi di Puskesmas
Kejadian Puskesmas Dinoyo. Didapatkan nilai R
Gastritis Dinoyo Square sebesar 0,659
Yang artinya stres dan pola makan
Terjadi Di memiliki hubungan dengan
Puskesmas kejadian gastritis sebesar
Dinoyo. 65,9%.
Universitas
Tribhuwana
Tunggadewi
Malang

2.5 Kerangka konsep

Jenis stres
Faktor resiko gastritis
1. Ringan
1 .Stres
2. Sedang
2. Rokok 123. Berat
3. Alkohol

4. Kopi
Kejadian Gastritis
Pola makan terdiri dari

1. Jenis makan

2. Porsi makan

3.Frekuensi makan

BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERSIONAL

3.1 Kerangka Konsep


Peneliti mencoba mengembangkan kerangka konsep untuk mengetahui hubungan
stres dan pola makan terhadap kejadian gastritis. Peneliti ini terdiri dari 2 variabel
dependent dan independent. Dijelaskan pada bagaian 3.1 Kerangka konsep penelitian

Independent Dependent

Stres

Kejadian Gastritis

Pola makan

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara terhadap hubungan antara dua
variabel atau lebih dan kebenarannya harus diuji (Siregar, 2014). Dari uraian
kerangka konsep diatas, dapat diberikan suatu hipotesis dalam penelitian ini, antara
lain:

1. Ada hubungan stres dan pola makan dengan kejadian gastritis


2. Tidak adanya hubungan stres dan pola makan dengan kejadian gastritis

13
3.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Variabel Independent
Stres Stres adalah Kuisioner 0: Tidak Pernah Oridinal
tekanan, 1: Kadang-
ketegangan, atau
kadang
gangguan yang tidak
menyenangkan yang 2: Sering
datang dari luar 3: Hampir
Stres akan diukur
setiap hari
melalui skala stres
yang dibuat sendiri
oleh peneliti , Skor 1.Tidak Stres:
yang didapat dari ( 0-10 )
skala ini
menunjukkan 2.Stes ringan:
tingkat stres yang ( 11-16 )
dirasakan, semakin 3.Stres sedang:
skor yang didapat,
( 17-27 )
maka akan semakin
tinggi pula stres 4.Stres berat:
yang dirasakan ( 28-42)
penderita
gastritis .Sebaliknya,
semakin rendah skor
yang didapat, maka
semakin rendah pula
stres yang dirasakan
Pola makan Pola makan adalah Kuisioner 2:Sering Oridinal
jumlah relatif, jenis 1:Jarang
makanan dan
0:Tidak pernah
frekuensi
makan per hari atau Rentang skor1
dalam setiap kali 1-31: Buruk
makan
32-38: Baik

Variabel Dependent
Gastritis Gastritis, juga Kuisioner 2:Sering Oridinal

14
dikenal sebagai 1:Jarang
maag, adalah suatu 0:Tidak pernah
kondisi di mana
Rentang skor
lapisan perut
meradang atau 0:Tidak ada
berdarah karena gejala
iritasi, infeksi dan
1-6: Ringan
kebiasaan makan
yang tidak menentu. 7-16: Berat
Gejala Gastritis
1.Mual-mual
2.Muntah
3.Rasa terbakar
dilambung
4.Rasa tidak nyaman
di daerah lambung
bagian atas
5.Rasa perih di
lambung
6.Lambung terasa
penuh
7.Kehilangan nafsu
makan
8.Tidak mampu
makan dalam
jumlah sedikit

15
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Metode Penelitian


Penelitian ini mengunakan rancangan penelitian analitik observasianl dengan cross
sectional dengan metode langsung dengan kuisoner

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitan ini dilakukan di wilayah Jakarta Pusat, Kecamatan Sawah Besar

4.3 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan sejak bulan maret 2022 sampai juli 2022 terhitung semenjak
pengajuan penyusunan proposal, pengumpulan data dilanjutkan dengan pengolahan
hasil dan penulisan laporan akhir

4.4 Populasi dan Sampel


Populasi adalah jumlah setiap item yang diselidiki dengan sifat yang sama dan dapat
berupa kelompok, peristiwa, atau individu dari sesuatu yang diteliti.
Menurut (Handayani, 2022)
Populasi dari penelitian ini sejumlah 250 siswa kelas XII SMA N 1 Jakarta.
Menurut (Sandu Siyoto & Ali Sidik, 2015), Sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki populasi, atau sebagian kecil dari anggota populasi, yang
diambil menurut tata cara tertentu sehingga dapat mewakili populasi. Sampel dalam
penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk
dalam kriteria eksklusi. Metode pengambilan sampel menggunakan metode full
sampling, yaitu metode penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota
populasi sebagai responden atau sampel.
Dengan demikian maka peneliti mengambil sampel dari seluruh siswa kelas XII SMA
N 1 Jakarta

16
Penentuan besar sampel dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2018)
n= N
1+N (d 2)
Keterangan
n: Jumlah sampel yang diperlukan
N: Jumlah populasi
d: Preisi mutlak (0,05)
berdasarkan rumus diatas,maka didapatkan penghitungan jumlah sampel sebagai
berikut:
n= 250
1+ 250 (0,052)
n= 250
1+250 (0,0025)
=147.058824 dibulatkan menjadi 147 sampel

4.5 Pengumpulan Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang merupakan
data yang di peroleh dengan cara kunjungan ke lokasi penelitian dengan mewawancarai
responden secara langsung untuk mengisi kuesioner. Kuesioner yang dibagikan
berbentuk pernyataan untuk mengetahui hubungan stres dan pola makan dengan
kejadian gastritis

4.6 Etika Penelitian


Mengingat penelitian kebidanan berkaitan langsung dengan manusia, maka etika
penelitian sangat penting, dan manusia memiliki hak asasi manusia untuk meneliti,
sehingga perlu memperhatikan aspek etika penulisan. Etika yang harus diperhatikan
antara lain:
1. Tanpa nama (Anonimity) adalah etika alam penelitian kebidanan, kode etik hanya
ditulis pada lembar pendataan tanpa menyebutkan nama responden pada lembar
meteran.
2. Confidentiality Merupakan etika penelitian untuk menjamin kerahasiaan hasil
penelitian, baik untuk informasi maupun masalah lainnya, dan semua responden yang
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya peneliti dan kelompok data tertentu Hanya akan
dilaporkan temuannya .

4.7 Pengolahan Data


Setelah pengumpulan data selesai, langkah selanjutnya adalah pengolahan data. Ini
melewati fase berikutnya.
1. Editing Data Editing adalah kegiatan untuk mereview dan menyempurnakan isi dari
suatu form atau survey yang telah diisi. Dalam survei ini, peneliti memeriksa
kembali data yang diterima atau dikumpulkan oleh responden. Pemrosesan
kemudian dilakukan selama fase akuisisi data atau setelah data.
2. Membuat code sheet Setelah semua kuesioner diproses atau diedit, coding
dilakukan. Artinya, data berupa kalimat atau karakter diubah menjadi data numerik
atau angka.

17
3. Data entry Yaitu data dari masing-masing responden dalam format kode yang
dimasukkan ke dalam program/software komputer.
4. Buat tabel data sesuai dengan tujuan penelitian agregat dan permintaan peneliti.
5. Sanitasi Data Saat Anda memasukkan data dari setiap sumber data atau responden,
Anda harus memeriksa ulang data untuk mendeteksi potensi kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan kemudian melakukan koreksi. Selain itu, kami menggunakan
program komputer SPSS untuk melakukan teknik analisis data untuk mengetahui
hubungan stres dan pola makan dengan kejadian gastritis

4.8 Analisa Data


Dalam analisis bivariat menggunakan uji statistik chi-square, Hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat. Hasil analisis dianggap signifikan bila diperoleh
p<0,05. Analisis multivariat dilakukan dengan tujuan menggunakan metode
selanjutnya untuk mengidentifikasi variabel independen yang paling dominan dalam
kaitannya dengan variabel dependent
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M. (2016). Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: DIVA Ekspres.
Bagas. (2016). Hubungan Pola Makn Dengan Kejadian Gastritis Pada Remaja Di Pondok
AL-HIKMAH Trayon Karanggede Boyolali. http://eprints.ums.ac.id/47262
Brunner dan Sudarth. (2019). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC.
Cahyono, E. (2012). Pelatihan gratutidedarah darah (bersyukur) untuk penurunan stres kerja
Karyawan di PT.X. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 3, 1.
Depkes. (2014). Data Penyakit Lambung Di Indonesia Diakses.
http://www.depkes.go.id/kesehatan/pada tanggal11 juni 2016
Desty Eka Restiana. (2020). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis pada Remaja
Kelas X di MA Walisongo Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun Tahun 2019.
Donsu, J. D. T. (2017). Psikologi Keperawatan. Yogyakarta:Pustaka Baru Press.
Estefany, D. (2019). Analisa Pola hidup Mahasiswa Di Perantauan Terhadap Gastritis‟.
Kedokteran UNS.
Gunawan, Eka, & R. (2019). PROSIDING Contemporary Issues On Religion and
Multiculturalim. Manado: Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Manado.
Handayani, R. (2022). Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Trussmedia Grafika.
Heryuditasari. (2018). Hubungan Pola Makan dengan kejadian obesitas ( Studi DI SMK
Bakti Indonesia Medika Jombang. 113.
Huzaifah, Z. (2017). Hubungan Pengetahuan Tentang Penyebab Gastritis Dengan Perilaku
Pencegahan Gastritis ( Relationship Of Knowledge About Gastritis Causes With
Gastritis Prevent Behavior ). Journal HealthyMu, News, 1(2).
Imayani, A. M. (2017). Gastitis dan Faktor-faktor yang Berpengaruh (Studi Kasus Kontrol)
di Puskesmas Bebesan Kabupaten Aceh Tengah. 01.

18
Khairiyah, E. L. (2016). Pola Makan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
(FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2016.
Khusniyati, Komala Sari, dan R. (2015). Hubungan Pola Konsumsi Makanan dengan Status
Gizi Santri Pondok Pesantren Roudlatul Hidayah Desa Pakis Kecamatan Trowulan
Kabupaten Mojokerto.
Made, S. A. (2017). Hubungan Tingkat Stres Terhadap Motivasi Dalam Menyelesaikan
Skripsi Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Monica. (2019). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Tingkat Stres Terhadap Kambuh
Ulang Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Sungai Penuh Tahun 2018. XIII(5).
176–184.
Mulyati. (2018). Pengatuan dan sikap tentang makanan serta pola makan pada siswa kelas
XI SMKN 4 Yogyakarta.
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitan Kesehatan. Jakarta: Renika Cipta.
Nuari, A. N. (2015). Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta:
Trans Info Media.
Oetoro, S. (2018). 1000 Jurus Makan Pintar dan Hidup Bugar. Jakarta:
http:///www.google.com/m.republika.co.id
Priyoto. (2014). Konsep Manajemen Stres. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Pusmarani, J. (2019). Farmakoterapi Penyakit Sistem Gastrointestinal. Yayasan kita menulis.
Rachmadi, F. (2014). Pengaruh Tingkat Intensitas Belajar Terhadap Terjadinya Stres Pada
Mahasiswa.
Rahma, Mawadah, dkk. (2013). Hubungan Antara Pola Makan Dan Stres Dengan Kejadian
Penyakit Gastritis Di Rumah Sakit Umum Massenrempulu Enrekang. Jurnal STIKES
Nani Hasanudin., Vol 1 No 6.
Sandu Siyoto & Ali Sidik. (2015). Dasar Metodologi Penelitian Dr. Sandu Siyoto,SKM,
M.Kes M. Ali Sodik, M.A.I.
Sarley, S. (2015). Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Di Wilayah Kerja
Puskesmas Posumaen Kecamatan Posumaen Kabupaten Minahasa Tenggara. E-Jurnal
Sariputra Oktober 2015, 2 ( 3 ).
Saroinsong, Mareyke, dkk. (2014). Hubungan Stres Dengan Kejadian Gastritis Pada Remaja
Kelas XI IPA DI SMA Negeri 9 Manado. Jurnal Keperawatan, Vol 2 No.
Siregar, S. (2014). Metode Penelitian kuantitatif dilengkapi dengan perbandingan
perhitungan manual dan SPSS. Jakarta: Kencana.
Soetomo. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press.
Sudargo, T. (2018). 1000 Hari Pertama Kehidupan. Yogyakarta. Gadjah Mada University
Press.
Sudirjo, E. dan M. N. A. (2018). Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik: Konsep
Perkembangan dan Pertumbuhn Fisik dan Gerak Manusia. Jawa Barat: UPI Sumedang
Press.

19
Sugiharto, D. (2012). Hubungan Kecerdasan Dengan Daya Tahan Stres Mahasiswa UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Susiyanti, E. (2019). PANDUAN CERMAT UNTUK ORANG TUA SI ANAK SEHAT. Jakarta:
Laksana.
Usui, dkk. (2012). Effects Of Acute Prolonged Strenuous ExerciseOn The Salivary Stress
Markers And Inflammatory Cytokines. Journal of Physical Fitness and Sports Medicine,
1 (1): 1-8.
Uwa, L. F., Milwati, S., & Sulasmini. (2019). Hubungan Antara Stres Dan Pola Makan
Dengan Kejadian Gastritis Yang Terjadi Di Puskesmas Dinoyo. Nursing News, 4, 237–
247. https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/view/1543
Wahyuni, S. D., Rumpiati, & LestaRiningsih, R. E. M. (2017). Hubungan Pola Makan
Dengan Kejadian Gastritis Pada Remaja. Global Health Science, 2(2), 149–154.
http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs
Zaini, M. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial di Pelayanan Klinis dan
Komunitas. Yogyakarta: CV BUDI UTAMA.
Zhaoshen, L. (2014). Epidemiology of Peptic Ulcer Disease: Endoscopic Results of the
Systematic Investigation of Gastrointestinal Disease in China. Am J. AM J, 7, 42–58.

20
Lampiran 1
KUISIONER STRES

No. Responden : Hari/Tanggal:


0: Tidak Pernah
1: Kadang-kadang
2: Sering
3: Hampir setiap hari
Berilah tanda (√) pada jawaban yang anda pilih

No Pernyataan 0 1 2 3
1 Saya mudah menjadi marah karena hal-hal kecil
atau sepele
2 Saya mudah cenderung bereaksi berlebih an pada
situasi
3 Saya mengalami kesulitan untuk relaksasi atau
bersantai
4 Saya mudah merasa kesal
5 Saya menjadi merasa banyak menghabiskan
energi karena cemas
6 Saya mudah menjadi tidak sabaran
7 Saya mudah tersinggung
8 Saya kesulitan untuk beristrahat
9 Saya mudah menjadi marah
10 Saya mengalami kesulitan untuk tenang setelah
sesuatu menganggu

21
11 Saya mengalami kesulitan untuk tenang setelah
sesuatu yang menganggu
12 Saya berada pada keadaan tegang
13 Saya tidak dapat memaklumi hal apa pun yang
menghalangi saya untuk menyelesaikan hal yang
saya anda lakukan
14 Saya mudah gelisah

Lampiran 2

KUISIONER POLA MAKAN

No.Responden: Hari/ Tanggal:

Berilah tanda (√) pada jawaban yang anda pilih

No Pertanyaaan Sering Jarang Tidak


Pernah
1 Saya mengkonsumsi makanan
sumber karbohidrat (seperti nasi,
roti, mie, jagung, singkong, ubi,
kentang)
2 Saya mengkonsumsi makanan
sumber protein hewani (seperti
daging, ikan, ayam, telur)
3 Saya mengkonsumsi makanan
sumber protein nabati (seperti
tempe, tahu, oncom, kacang-
kacangan)
4 Saya mengkonsumsi sayur-
sayuran
5 Saya mengkonsumsi buah-buahan
6 Saya minum susu setiap pagi
7 Saya minum soda
8 Saya minum kopi
9 Saya minum air putih 2 liter/ hari
10 Saya mengkonsumsi makanan

22
pedas
11 Saya mengkonsumsi makanan
berlemak
12 Saya mengkonsumsi makanan
manis
13 Saya mengkonsumsi makanan
cepat saji
14 Saya mengkonsumsi mie instan
15 Saya makan dengan jumlah
karbohidrat sebanyak 5 porsi
(untuk perempuan) dan 8 porsi
(untuk laki-laki) dalam sehari
 Nasi 1 porsi: 2 centong
nasi
16 Saya makan dengan jumlah
protein hewani sebanyak 3 porsi
dalam sehari
 1 porsi daging ayam setara
1 potong sedang
17 Saya makan dengan jumlah
protein nabati sebanyak 3 porsi
dalam sehari
 1 porsi setara 2 potong
tempe ukuran sedang
18 Saya makan sayur-sayuran dalam
sehari sebanyak 3 porsi tau 1,5-2
mangkuk dalam keadaan matang
19 Saya makan buah dalam sehari
sebanyak 5 porsi atau setara 1
buah mangga sedang
20 Saya sarapan setiap hari
21 Saya makan siang setiap hari
22 Saya makan malam setiap hari
23 Saya telat makan

23
Lampiran 3
KUISIONER GASTRITIS

No. Responden: Hari/Tanggal:

Berilah tanda (√) pada jawaban yang anda pilih

No Gejala Tidak Pernah Kadang Sering


1 Mual-mual
2 Muntah
3 Rasa terbakar
dilambung
4 Rasa tidak nyaman
didaerah lambung
bagian atas
5 Rasa perih di
lambung
6 Lambung terasa
penuh
7 Kehilangan nfsu
makan
8 Tidak mampu
makan dalam
jumlah sedikit

24
25

Anda mungkin juga menyukai