Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKD (CHRONIC KIDNEY


DISEASES) DENGAN DIABETES MELITUS YANG MENJALANI
HEMODIALISIS DI RUANG INSTALASI HEMODIALISA
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:

Ananda Patuh Padaallah


NIM 192311101089

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien CKD (Chronic Kidney


Diseases) dengan Diabetes Melitus yang Menjalani Hemodialisis di Ruang
Instalasi Hemodialisa RSD dr. Soebandi Jember
Hari, Tanggal : Agustus 2019
Tempat: Hemodialisa

Jember, Agustus 2019

Mahasiswa

Andini Zahrotul Fauziah, S.Kep.


NIM 182311101155

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Instalasi Poli Hemodialisa
Universitas Jember Rumah SakitDaerah Dr. Soebandi
Jember

Ns. Ana Nistiandani, S.Kep.,M.Kep Ns. Mohammad Toha, S.Kep

NIP 760019011 NIP. 19670902 199302 1 001


LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN CKD DENGAN ETIOLOGI DIABETES MELITUS
Oleh: Andini Zahrotul Fauziah

1. Konsep Teori tentang Penyakit


1.1 Anatomi Fisiologi Ginjal
1.1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada
kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen,
terutama di daerah lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus
lapisan lemak yang tebal agar terlindung dari trauma langsung. Ginjal kanan lebih
rendah sedikit karena hati menduduki ruang disebelah kanan. Pada orang dewasa
panjangnya antara 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan tebalnya antara 1,5 cm
sampai 2,5 cm, pada orang dewasa berat ginjal antara 140 gram sampai 150 gram.
Organ ginjal berbentuk kurva yang terletak si area retroperitoneal, pada bagian
belakang dinding abdomen di samping depan vertebra, setinggi torakal 12 sampai
lumbal ke 3. Ginjal disokong oleh jaringan adipose dan jaringan penyokong yang
disebut fasia gerota serta dibungkus dnegan kapsul ginjal yang berguna untuk
mempertahankan ginjal , pembuluh darah dan kelenjar adrenal terhadap adanya
trauma (Tarwoto dkk., 2015).

Gambar 2. Struktur ginjal


Struktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron yang merupakan
satuan fungsional ginjal, dan diperkirakan ada 1-4 juta nefron dalam setiap ginjal.
Setiap nefron mulai membentuk sebagai berkas kapiler (Badan
Malpighi/Glomerulus). Bagian pertama tubulus berkelok-kelok dan kelokan
pertama disebut tubulus proksimal, dan sesudah itu terdapat sebuah simpai yang
disebut simpai henle. Kemudian tubulus tersebut berkelok lagi yaitu kelokan
kedua yang disebut tubulus distal, yang bergabung dengan tubulus penampung
yang berjalan melintasi kortek dan medulla, dan berakhir dipuncak salah satu
piramid ginjal. Struktur ginjal berisi pembuluh darah yaitu arteri renalis yang
membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal dan bercabang-cabang di
ginjal dan membentuk arteriola aferen (arteriola aferentes) serta masing-masing
membentuk simpul didalam glomerulus.
Pembuluh eferen sebagai arteriola eferen (arteriola eferentes), yang
bercabang-cabang membentuk jaring kapiler disekeliling tubulus uriniferus.
Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi untuk membentuk vena renalis, yang
membawa darah kevena kava inferior. Maka darah yang beredar dalam ginjal
mempunyai dua kelompok kapiler, yang bertujuan agar darah lebih lama
disekeliling tubulus urineferus. Fisiologi system urinaria terdiri dari filtrasi
sebagai proses ginjal dalam menghasilkan urine. Filtrasi plasma terjadi ketika
darah melewati kapiler dari glomerulus. Dari proses ultrafiltrasi ini, filtrat
glomerular kira-kira 180 liter per hari. Ultrafiltrasi diukur sebagai laju filtrasi
glomerulus (glomerular filtration rate, GFR). Secara klinis, GFR diartikan sebagai
jumlah filtrat glomerular yang dihasilkan dalam satu menit. GFR pada orang
dewasa kira-kira 125 ml per menit (7,5 liter per jam).
Mekanisme lain yang dapat mencegah berkurangnya air dan elektrolit
adalah endokrin atau respons hormonal. Hormon antidiuretik (ADH) berperan
sebagai pengatur keseimbangan air dan elektrolit. ADH adalah hormon yang
dihasilkan oleh hipotalamus, disimpan dan dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis
sebagai respons terhadap perubahan dalam osmolalitas plasma. Osmolaritas
adalah konsentrasi ion dalam suatu larutan. Dalam hal ini, larutannya adalah
darah. Apabila asupan air menjadi kurang atau air banyak yang hilang, ADH akan
dikeluarkan sehingga membuat ginjal menahan air. ADH mempengaruhi nefron
bagian distal untuk memperlancar permeabilitas air sehingga lebih banyak air
yang direabsoprsi dan dikembalikan ke dalam sirkulasi darah.
1.1.2 Fisiologi Ginjal
a. Fungsi Ginjal
Ginjal merupakan organ penting dalam proses keseimbangan cairan tubuh
dan sebagai sekresi dari zat-zat yang sudah tidak tibutuhkan lagi. Fungsi
ginjal diantaranya adalah :
1) Pengaturan volume dan komposisi darah. Ginjal berperan dalam

pengaturan volume darah dan komposisi darah melalui mekanisme


pembuangan atau sekresi cairan. Mempertahankan osmolaritas plasma
sekitar 285 osmol dengan mengubah-ubah ekskresi air. Jumlah cairan
yang keluar dan dipertahankan tubuh berpengaruh terhadap
pengenceran dan pemekatan darah.
2) Pengaturan jumlah konsentrasi elektrolit pada cairan ekstasel, seperti
natrium, klorida, bikarbonat, kalsium, magnesium, fosfat dan hydrogen.
Konsentrasi elektrolit ini mempengaruhi pergerakan cairan intrasel dan
ekstrasel.
3) Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa (pH) plasma
sekitar 7,4. Pengendalian asam basa plasma oleh ginjal dilakukan
dengan sekresi urin yang asam atau basa melalui pengeluaran ion
hidrogen atau bikarbonat dalam urin dan membentuk kembali HCO3
4) Pengaturan tekanan darah, ginjal berperan dalam pengaturan tekanan
darah dalam mensekresi enzim renin yang mengaktifkan jalur renin-
angiotensin dan mengakibatkan perubahan vasokontriksi atau
vasodilatasi pembuluh darah sehingga ndapat meningkatkan tekanan
darah atau menurunkan tekanan darah.
5) Pengeluaran dan pembersihan hasil metabolism tubuh seperti urea,
asam urat, kreatinin, jika tidak dikeluarkan maka bersifat toksik
khusunya pada otak.

Sedangkan fungsi non-ekskresi ginjal adalah :


1) Menghasilkan renin yang penting untuk pengaturan tekanan darah,
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi

produksi sel darah merah oleh sumsum tulang,


3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya,
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
A. Definisi Chronic Kidney Disease
Penyakit ginjal diabetik (PGD) atau nefroapti diabetik (ND) adalah sindrom
klinis pada pasien DM yang ditandai dengan albuminuria persisten (>300 mg/hari
atau >200 mikrogram/menit) pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam waktu 3-6
bulan, penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate) atau LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) yang progresif dan hipertensi (Satirapoj, 2010). Perkembangan alami
PGD berbeda berdasar jenis diabetes dan adanya albuminuria (30-300 mg/hari).
Jika glukosa darah tidak terkontrol, maka lebih dari 80% pada pasien diabetes tipe
1 dan sekitar 20-40% pada pasien diabetes tipe 2 yang disertai mikroalbuminuria
akan berkembang menjadi PGD dalam waktu 15 tahun.
Tahap perkembangan PGD dibedakan menjadi beberapa fase, umumnya
dibedakan menjadi lima fase. Disebut mikroalbuminuria, jika laju ekskresi
albumin persisten antara 30-300 mg/hari (20-200 mg/min). Disebut overt
nephropathy jika laju eksresi albumin diatas 300 mg/hari. Adanya albuminuria
berhubungan dengan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskuler dan penyakit
ginjal progresif. Sejak terjadi PGD, tingkat penurunan LFG dan efek buruk
hipertensi mulai tampak pada pasien diabetes tipe 1 dan 2. Terjadi penurunan LFG
2-20 ml/menit/tahun sacara linear pada perkembangan penyakit ginjal diabetik.
Tanpa adanya intervensi agresif, PGD akan berkembang menjadi Penyakit Ginjal
Tahap Akhir (PGTA) rata-rata 6-7 tahun. Tingkat penurunan fungsi ginjal setalah
PGD bervariasi antar pasien dan dipengaruhi faktor tambahan, termasuk tekanan
darah dan kendali glikemik (Dronavali et al, 2008). Perkembangan yang lebih
cepat dapat terjadi pada derajat albuminuria dan hipertensi yang lebih berat
(Satirapoj, 2010). Disamping secara klinis berdasar laju ekskresi albumin, PGD
juga diklasifikasikan berdasarkan hasil biopsi pada pasien diabetes yang dibagi
menjadi 4 kelas yaitu sebagai berikut :

Albuminuria Durasi Hipertensi LFG


Fase 1 <30 Onset Normal Meningkat
hiperfiltrasi mg/hari 20-50%
Fase 2 <30 2-5 tahun Normal Normal/
Normoalbuminuria mg/hari meningkat
(silent phase)
Fase 3 30-300 5-15 Tinggi normal
Mirkoalbuminuria mg/hari tahun
(incipient)
Fase 4 >300 10-20 Tinggi Menurun
Makroalbuminuria mg/hari tahun 12-15
(overt nephropathy) ml/menit
Fase 5 20-30 Tinggi 10-15
PGTA tahun ml/menit

Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpangan
progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan elektrolit mengalami
kegagalan, yang mengakibatkan uremia. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh
glomerulus kronis, pielonefritis, hipertensi tak terkontrol, lesi herediter seperti
pada penyakit polikistik, kelainan vaskular, onstruksi saluran perkemihan,
penyakit ginjal sekunder akibat penyakit sistemik (diabetes), infeksi, obat-obatan,
atau preparat toksik. Preparat lingkungan dan okupasi yang telah menunjukkan
dampak dalam gagal ginjal kronis termasuk timah, kadmium, merkuri, dan
kromium. Pada akhirnya dialisis atau transplantasi ginajal diperlukan untuk
menyelamatkan pasien (Baughman, 2000).
Gagal ginjal kronik (GGK) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup.
Kerusakan pada kedua ginjal ini ireversibel. Eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran
kemih, kerusakan vaskular akibat diabetes melitus dan hipertensi yang
berlangsung terus-menerus dapat mengakibatkan perubahan jaringan parut
pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal secara progesif (Baradero, 2008).
Diabetes merupakan penyakit metabolik sebagai akibat dari kurangnya insulin
efektif maupun insulin absolut dalam tubuh, dimana gangguan primer terletak
pada metabolismekarbohidrat, yang dapat juga menyebabkan gejala klinik akut
maupun kronik. Salah satukomplikasi kronik dari diabetes adalah nefropati.
Kerusakan pada nefron akibat glukosadalam darah yang tidak dipakai disebut
nefropati diabetes. Nefropati ini yang lama kelamaan dapat menyebabkan CKD.
Bila kita dapat menahan tingkat glukosa dalam darah tetap rendah, kita dapat
menunda atau mencegah nefropati diabetes.

B. Epidemiologi.
Peningkatan pasien gagal ginjal terjadi di negara maju dan negara
berkembang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) pada tahun 2009, penyakit gagal ginjal berada
pada urutan ke delapan penyebab kematian di Amerika Serikat dan diperkirakan
sekitar 31 juta penduduk atau sekitar 10% dari populasi di Amerika Serikat
menderita GGK. Prevalensi GGK di Amerika Serikat menurut data dari National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) tahun 2013 sebesar 14%
dimana terjadi peningkatan pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 12,5%. GGK
diperkirakan akan terus meningkat sebesar 20-25% setiap tahunnya pada populasi
di Amerika Serikat. Prevalensi gagal ginjal juga terus mengalami peningkatan di
Taiwan (2.990/1.000.000 penduduk), jepang (2.590/1.000.000 penduduk).
Penyakit yang tercatat sebagai penyebab gagal ginjal adalah diabetes melitus
(37,47%), hipertensi (25,1%) dan glomerulonefritis (16,34%)
Prevalensi GGK di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan.
Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dalam Program Indonesia Renal
Registry (IRR) melaporkan jumlah penderita GGK di Indonesia pada tahun 2011
tercatat 22.304 dengan 68,8% kasus baru dan pada tahun 2012 meningkat menjadi
28.782 dengan 68,1% kasus baru. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013,
prevalensi gagal ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar
0,2% dan penyakit batu ginjal 0,6%. Laporan Indonesian Renal Registry (IRR)
menunjukkan 82,4% pasien GGK di Indonesia menjalani hemodialisis pada tahun
2014 dan jumlah pasien hemodialisis mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya. Laporan IRR mencatat bahwa penyebab gagal ginjal pada pasien
yang menjalani hemodialisis adalah hipertensi (37%), diabetes melitus (27%) dan
glomerulopati primer (10%).

C. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), penyebab gagal ginjal kronik adalah:
1. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibodi. Reaksi
peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga
terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah
merah bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu
glomerulonefritis akut dan kronis (Price, 2005).
2. Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya..
Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak,
buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala
tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang
tersebut pergi ke pelayanan kesehatan dan mengecek kadar glukosa darahnya.
Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk
nefropati diabetik yaitu semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus
(Price, 2005).
3. CKD dengan Osteorenaldisthrophy
Osteodistrofi ginjal adalah kelainan tulang pada GGK akibat gangguan
absorpsi kalsium, hiperfungsi paratiroid dan gangguan pembentukan vitamin
D aktif (kalsitriol) (Fatriyadi, 2017). Pada CKD, biasanya terdapat komplikasi
kronik seperti penyakit tulang, biasanya dengan kadar kalsium rendah, fosfat
tinggi dan hormon paratiroid tinggi. Peningkatan hormon paratiroid (PTH)
bisa terjadi akibat retensi fosfat, yang menyebabkan turunnya kalsium
terionisasi. Akibat klinisnya ialah osteoporosis akibat hiperparatiroidisme,
osteomalasia akibat kekurangan vitamin D dan kalsifikasi ektopik. Kadar
kalsium yang berlebihan meningkatkan penghambatan efek pada natrium
dalam otot skelet. Hal ini menimbulkan penurunan eksitabilitas baik pada otot
dan saraf, yang akhirnya menimbulkan flaksiditas. Hipokalsemia tersebut
berasal dari menurunnya penyerapan kalsium di usus akibat menurunnya
kalsitriol dan juga terkait dengan peningkatan fosfat atau hiperfosfatemia
pada pasien CKD (Yauri dkk, 2016). Gejala klinis berupa gangguan
pertumbuhan, gangguan bentuk tulang, fraktur spontan, dan nyeri tulang
(Fatriyadi, 2017).
D. Patofisiologi
Diabetes melitus adalah sutu penyakit metabolik yang berlangsung secara
kronik dan progresif yang ditandai dengan adanya hiperglikemi yang disebabkan
oleh gangguan sekresi insulin, gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin
dan atau keduanya. Beberapa gejala klasik dari diabetes melitus adalah polidipsi
(rasa haus berlebih), polifagi (rasa lapar berlebih) dan poli uri (pengeluaran urin
berlebih). Salah satu komplikasi dari diabetes melitus adalah penyakit ginjal yang
juga dikenal dengan istilah nefropati diabetik. Nefropati diabetik adalah suatu
sindroma klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria
menetap (> 300 mg/24 jam atau > 200 mikrogram/menit) pada minimal dua kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Meskipun albuminuria adalah
tanda pertama dari diabetik nefropati namun gejala yang pertama kali dapat
diamati dari pasien adalah edema perifer.
Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam
laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang terjadi pada nefron yang tersisa kemudian
akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut. Mekanisme terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus pada diabetik nefropati masih belum jelas, namun
kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung
glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric oxide,
prostaglandin, dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemi adalah rangsangan
hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF beta yang
diperantarai oleh aktivtasi protein kinas-C. Hiperglikemia kronik dapat
menyebabkan terjadinya glikasi nonezimatik asam amino dan protein yang
awalnya reversible namun bila terus berlanjut akan terbentuk Advanced Glycation
End-Products (AGEs) yang irreversible. AGEs diperkirakan menjadi perantara
untuk beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adhesi molekul dalam penarikan
sel-sel mononuklear, hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler, serta inhibisi
Nitric oxide yang akan terus berlanjut hingga ekspansi mesangium dan
pembentukan nodul serta fibrosis tubuluinterstitial.
Peningkatan kadar glukosa yang menahun pada penderita komplikasi
diabetes melitus terhadap membran ginjal dapat menjadi 2 jalur:
1) Jalur metabolisme: hiperfiltrasi merupakan tahap awal dari laju kerusakan
ginjal dari mekanisme patogenik. Glomerulus akan berubah fungsi dan
menjadi hiperfiltrasi, sehingga lambat laun nefron akan menjadi sklerosis.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan glikasi nonenzimatik asam amino
dan protein. Awalnya secara non-enzimatis glukosa akan berikatan dengan
asam amino menjadi AGE’s (advance glycosilation end-products). AGE’s
sebagai perantara kegiatan seluler yaitu ekspresi adhesi molekul berperan
dalam penarikan sel-sel mononuklear, dan terjadi pada hipertrofi sel. Maka
dengan peningkatan AGE’s akan menimbulkan kerusakan pada glomerulus
ginjal.
2) Jalur hemodinamik: peningkatan kadar glukosa darah dapat menimbulkan
kelainan pada sel endotel pembuluh darah, dengan diawali peningkatan
hormone vasoaktif seperti angiotensin II, yang berperan dalam perjalanan
nefropati diabetik. Angiotensin II berperan baik secara hemodinamik maupun
nonhemodinamik. Peranan tersebut antara lain merangsang vasokontriksi
sistemik, meningkatkan tahanan kapiler arteriol glomerulus, pengurangan luas
permukaan filtrasi, stimulasi protein matriks ekstra selular, serta stimulasi
chemokines yang bersifat fibrogenik.

E. Manifestasi Klinis
Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala, keparahan kondisi
bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia
pasien:
1. Manifestasi kardiovaskular : hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema
pulmonal. Perikarditis.
2. Gejala-gejala dermatologis : gatal-gatal hebat (pruritus), serangan uremik
tidak umum karena pengobatan dini dan agresif
3. Gejala-gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah dan cegukan,
penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan
kemampuan penghidu dan pengecap dan parotitis atau stomatitis
4. Perubahan neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasu, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernapasan menjadi
kussmaul dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan
mioklonik) atau kedutan otot.
8. Pasien penyakit ginjal kronik sesuai dengan penyalit yang mendasari seperti
diabetes mellitus menyebabkan gejala berupa infeksi traktus urinarius,
hipertensi, hiperurikemia, Lupus Eritematous Sistemik (LES),dll. Jika karena
sindrom uremia menyebabkan lemah, letargi anoreksia, mual, muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan atau volume overload, neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang- kejang sampai koma. Sedangkan
Gejala komplikasinya seperti hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit yaitu: sodium,
kalium, khlorida.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
b. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
c. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
d. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
e. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
f. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya
Pemeriksaan laboratorium yang menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
a. Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria)
b. Warna: Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh

pus/nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna


kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin
c. Berat Jenis: Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
d. Osmolalitas: Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine/ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida

G. Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk mengembalikan fungsi ginjal dan
mempertahankan homeostasis selama mungkin. Semua faktor yang menunjang
PGTA dan faktor yang penunjang yang dapat pulih (misalnya obstruksi)
diidentifikasi dan diatasi.
1. Intervensi diet diperlukan dengan pengaturan yang cermat terhadap masukan
protein, masukan cairan untuk menyeimbangkan kehilangan cairan, masukan
natrium dan pembatasan kalium
2. Pastikan masukan kalori dan suplemen vitamin yang adekuat
3. Batasi protein karena kerusakan klirens ginjal terhadap urea, kreatinin, asam
urat, dan asam organik. Masukan protein yang diperbolehkan harus tinggi
kandungan bologisnya: produk yang berasal dari susu, telur, dan daging
4. Cairan yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine
24 jam
5. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia dengan antasid mengandung
aluminium atau kalsium karbonat; keduanta harus diberikan dengan makanan
6. Suplai kalori dengan karbohidrat dan kemak untuk mencegah pelisutan otot
7. Berikan suplemen vitamin
8. Tangani hipertensi dengan kontrol volume intravaskular dan obat anti
hipertensif
9. Atasi gagal jantung kongestif dan edema pulmonal dengan cairan, diet rendah
natrium, diuretik, preparat inotropik (misalnya digitalis atau dobutamin) dan
dialysis
10. Atasi asidosis metabolik jika perlu dengan suplemen natrium bikarboat atau
dialysis
11. Atasi hiperkalemia dengan dialisis, pantau pengobatan dengan kandungan
kalium, berikan diet pembatasan kalium, berikan kayexelate sesuai kebutuhan
12. Berikan diazepam intravena (valium) atau fentolin (dilantin) untuk
mengontrol kejang
13. Pantau tekanan darah dan kadar kalium serum

Hemodialisa
1. Pengertian hemodialisa
Hemodialisa adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat toksis
lainnya melakui semipermiabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
dialisat yang sengaja dibuat dalam dialiser. Membran semipermiabel adalah
lembar tipis, berpori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-
pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti
urea, kreatin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan
bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri,
dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran.
Hemodialisa adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada hemodialisa, darah dipompa keluar
tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser darah
dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh
dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu dialirkan kembali dalam
tubuh. Proses hemodialisa dilakukan 1-3 kali seminggu dirumah sakit dan
setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2. Tujuan
Menurut Lumenta (2001) sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa
mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan
asam urat
b. Membuang kelebihan air
c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
e. Memperbaiki status kesehatan penderita
3. Indikasi
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi glomerulus
< 5 ml). Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi: hiperkalemia, asidosis, kegagalan terapi
konservatif, kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah, kelebihan cairan,
mual dan muntah hebat.
2. Intoksikasi obat dan zat kimia
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
4. Kontraindikasi
a. hipertensi berat (TD >200/100 mmHg)
b. hipotensi (TD < 100 mmHg)
c. adanya perdarahan hebat
d. demam tinggi
5. Prinsip Hemodialisa
Prinsip hemodialisa pada dasarnya sama seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang
mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.
a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan
kadar didalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat
b. Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat. Luas permukaan dan
daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah.
Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat memerlukan
pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang
dapat terjadi misal: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau
berlebihan, hipotensi, kram, muntah, perembesan darag, kontaminasi dan
komplikasi terbentuknya pirau atau fistula.
6. Komplikasi
a. hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis karena cairan dikeluarkan
b. emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi
jika udara memasuki sistem vaskuler pasien
c. nyeri dada dapat terjadi karena tekanan karbodioksida menurun bersamaan
dengan terjadinya sirkulasi darah dilur tubuh
d. pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit
e. gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral
dan muncul sebagai serangan kenjang. Komplikasi ini kemungkinan
terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat
f. kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
g. mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
7. Proses Hemodialisa
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa
berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat) mengalir dan aliran darah
melewati suatu membran semipermeabel dan memantau fungsinya termasuk
dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi
sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk
memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat,
karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah
dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan. Dalam proses hemodialisa
diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang
disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari
ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh.
Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai
dari darah yang akan masuk kedalam mesin hemodialisa.
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer teridiri dari mebran
semipermeanel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain
untuk dialisat. Darah nengalir dari arah yang berlawanan dengan arah darah
ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan
serabut kepiler halus yang tersusun paralel. Darah mengalir melalui bagian tengah
tabung-tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini
sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya
banyak tabung kapiler. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui
sebuah kateter masuk kedalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan membran
semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan
darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi.
Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan
kedalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV Shunt). Suatu sistem dialisa
terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah
mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line) melalui
dializer hollow fiber dar kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan dialisa
membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai
dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan
pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisa
kemudian dimasukkan kedalam dializer, dimana cairan akan mengalir diluar
serabut rongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan anatara darah dan
dialisat terjadi sepanjang membran semipermeabel dan hemodializer melalui
proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan
membuat tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.
Perbedaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan
positif didalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi
terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat
dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaan tekanan hidrostatik
diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah
pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan NaCl 95% sebelum dihubungkan
dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk
mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (diluar tubuh) atau mungkin
juga memerlukan pompa darag untuk membantu aliran quick blood (QB) (sekitar
20-400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-
menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah
pembekuan darah. Perangkap pembekuan darah atau gelembung udara dalam jalur
vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali kedalam aliran darah
pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi
dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter.
Waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu.
Tiap hemodialisa dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu.
Hemodialisa idealnya dilakukan 10-15 jam/minggu dengan QB 200-300 ml/menit.
sedangkan menurut (Corwin, 2000) hemodialisa memerlukan waktu 3-5 jam dan
dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari diantara hemodialisa,
keseimbangan garam, air dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut
berperan menyebabkan anemia karena sebagaian sel darah rusak dalam proses
hemodialisa.
2. Pathway
Defisiensi Insulin

Hiperglikemia

Darah disaring ginjal

Kerja nefron bertambah berat

Kompensasi kerja nefron

Keadaan kronis, kematian nefron,


pembentukan jaringan parut

Aliran darah ginjal menurun

Destruksi struktur ginjal progresif


GFR menurun

Gagal mempertahankan metabolisme


dan keseimbangan cairan dan elektrolit

Gagal ginjal kronis

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoitin turun

Sindrom uremia Total CES naik Produksi Hb turun

Tekanan kapiler naik Suplai nutrisi dalam darah


Gangguan asam basa Urokom tertimbun dikulit perpospatemia darah turun

Volume interstisial naik Gangguan nutrisi


Perubahan warna kulit Pruritis
Produk asam lambung naik
Oksihemoglobin turun
Iritasi lambung Kerusakan Edema (kelebihan
Neusea, vomitus integritas kulit Volume Cairan )
Suplai oksigen turun
Resiko perdarahan Pre load naik
Resiko infeksi

Beban jantung naik Intoleransi aktivitas


Gastritis Hemateesis melena Hipertrovi ventrikel kiri Ketidak efektifan
perfusi jaringan
perifer
Mual muntah Payah jantung kiri
Anemia

Ketidakseimbangan Bendungan atrium kiri


Keletihan COP turun
nutrisi kurang dari naik
kebutuhan tubuh
Suplai oksigen jaringan Suplai oksigen keotak Tekanan vena pulmonalis
turubn turun
Aliran darah ginjal turun
Metabolisme anaerob Kehilangan kesadaran Kapiler paru naik

RAA turun
Asam laktat naik Edema paru

Retensi natrium dan air Nyeri sendi Gangguan pertukaran


gas
Kelebihan volume Nyeri Akut
cairan
3. Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian Keperawatan
a. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja
dengan duduk/berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum/mengandung banyak senyawa/zat logam dan
pola makan yang tidak sehat. Wanita mempunyai insiden infeksi traktus
urinarius dan pielonefritis lebih tinggi daripada pria yang dapat berlanjut
menjadi gagal ginjal kronik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (urea) dan gatal pada kulit
c. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, hipertensi, infeksi saluran
kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, benign prostatic
hyperplasia (BPH) dan prostatektomi, penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus, dan penyakit
terdahulu yang dapat menjadi penyebab GGK
d. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
klien dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
3) Antropometri : Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan
cairan.
4) Kepala: Rambut kotor, mata kuning/kotor, konjungtiva pucat/putih, telinga
kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran
hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut
pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok: Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran
tiroid pada leher. peningkatan vena jugularis sebagai akibat dari
peningkatan tekanan pengisian pada atrium kanan pada kondisi gagal
jantung kanan
6) Dada: Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen: Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek,
perut buncit.
8) Pemeriksaan Ginjal : Kaji daerah abdomen pada garis midklavikula kiri
dan kanan atau daerah costovertebral angle (CVA), normal keadaan
abdomen simetris, tidak tampak masa dan tidak ada pulsasi, bila tampak
ada masa pulsasi kemungkinan ada polikistik, hidronefrosis ataupun
nefroma. Apakah adanya bunyi vaskuler aorta maupun arteri renalis, bila
ada bunyi desiran kemungkinan adanya RAS (Renal Arteri Stenosis), nefro
scelerotic. Bila terdengar desiran, jangan melakukan palpasi, cedera pada
suatu aneurisme di bawah kulit terjadi sebagai akibatnya tes CVA bila
adanya nyeri tekan di duga adanya implamasi akut. Keadaan normal, ginjal
tidak teraba. Apabila teraba membesar dan kenyal, kemungkinan adanya
polikistik maupun hidroneprosis. Bila dilakukan penekanan klien
mengeluh sakit, hal ini tanda kemungkinan adanya peradangan.
9) Pemeriksaan Kandung Kemih: Di daerah supra pubis dipalpasi apakah ada
distensi. Normalnya kandung kemih terletak di bawah sympisis pubis,
tetapi setelah membesar organ ini dapat terlihat distensi pada supra pubis,
pada kondisi normal yang berarti urine dapat dikeluarkan secara lengkap
dari bendung kemih, kandung kemih tidak teraba. Bila ada obstuksi di
bawah dan prodiksi urine normal maka urine tidak dapat dikeluarkan, hal
ini mengakibatkan distensi kandung kemih.
10) Pemeriksaan Meatus Uretra: Inspeksi pada meatus uretra apakah ada
kelainan sekitar labia, untuk warna dan apakah ada kelainan pada orifisium
uretra pada laki-laki dan juga lihat cairan yang keluar.
11) Pemeriksaan Prostat Melalui Anus: Mengidentifikasi pembesaran kelenjar
prostat bagi laki-laki yang mempunyai keluhan mengarah kepada
hypertropu prostat. Akibat pembesaran prostat, berdampak penyumbatan
partial atau sepenuhnya kepada saluran kemih bagian bawah normalnya
prostat dapat teraba dengan diameter sekitar 4 cm dan tidak ada nyeri
tekan.
12) Genital: Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
13) Ekstremitas: Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill Time lebih dari 2 detik.
14) Kulit: Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
e. Pemeriksaan fisik B1-B6
Setelah melakukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari pasien (Muttaqin,
2009). Keadaan umumpasien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat. Pada TTV sering didapatkan adanya
perubahan RR meningkat dan tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi
ringan sampai berat.

1) B1 (Breathing): Pasien bernapasdengan bau urine (fetor uremik) sering


didapatkan pada fase ini. Respon uremia didapatkan adanya pernapasan
Kussmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbondioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2) B2 (Blood): Pada kondisi uremia berat, saat auskultasi akan ditemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial, terdapat
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT
>3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina, sesak napas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah
jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemis sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya dari saluran
GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
3) B3 (Brain): Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Pasien sering didapatkan
adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg
syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
4) B4 (Bladder): Penurunan urin output <400ml/hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
5) B5 (Bowel): Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare

sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut dan ulkus
saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
6) B6 (Bone): Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri

kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi,


pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekomosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium pada kulit, jaringan lunak dan gerak
sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi

Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
ekskresi urin dan retensi cairan dan natrium
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan hipermetabolisme, nausea, vomitting, intake kurang
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan,
anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan
akumulasi toksik dalam kulit, gangguan turgor kulit atau uremia, pruritus
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
. Keperawatan
1. Kelebihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien dapat Manajemen elektrolit/cairan (2080)
volume cairan menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Jaga pencatatan intake/asupan dan output
(00026) Keseimbangan cairan (0601) yang akurat
Skor Skor Tujuan 2. pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
No Indikator 3. batasi cairan yang sesuai
Awal 1 2 3 4 5 4. siapkan pasien untuk dialisis
060101 Tekanan darah Monitor cairan ( 4130)
1. tentukan jumlah dan jenis intake dan output
060107 Keseimbangan input
serta kebiasaan eliminasi
outpur dalam 24 jam
2. periksa turgor kulit
060109 Berat badan stabil
3. monitor berat badan
060116 Turgor kulit 4. monitor nilai kadar serum dan elektrolit urin
060117 Kelembapan
membran mukosa
060118 Serum elektrolit
060119 Hematokrit
2. Ketidakseimba Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien dapat Terapi nutrisi (1120)
ngan nutrisi: menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan
kurang dari Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan (1009) 2. Monitor asupan makanan harian
kebutuhan 3. Motivasi Pasien untuk mengkonsumsi
tubuh (00002) Skor Skor tujuan makanan dan minuman yang bernutrisi, tinggi
No Indikator
Awal 1 2 3 4 5 protein, kalori dan mudah dikonsumsi serta
Asupan makanan sesuai kebutuhan
100801 4. Ciptakan lingkungan yang bersih,
secara oral
Asupan cairan berventilasi, santai dan bebas dari bau
100803 menyengat
secara oral
Asupan cairan
100804 intravena Monitor nutrisi (1160)
1. Timbang berat badan pasien
Status Menelan (1010) 2. Identifikasi penurunan berat badan terakhir
3. Tentukan pola makan
Skor Skor tujuan 4. Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain
No Indikator
Awal 1 2 3 4 5 untuk mengembangkan rencana keperawatan
101004 Kemampuan
mengunyah Terapi menelan (1860)
1. Sediakan/gunakan alat bantu sesuai
101008 Jumlah menelan
kebutuhan.
sesuai dengan
2. Hindari penggunaan sedotan untuk minum.
ukuran atau tekstur
3. Bantu pasien untuk berada pada posisi duduk
bolus
selama 30 menit setelah makan.
101009 Durasi makan sesuai yang
4. Instruksikan Pasien untuk tidak berbicara
dengan jumla dikons
selama makan.
umsi
Sedikan perawatan mulut sesuai kebutuhan.

3. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien Manajemen energi (0180)
aktivitas menunjukkan hasil: 1. Kaji status fisiologis pasien yang
(00094) Toleransi terhadap aktivitas (0005) menyebabkan kelelahan
Skor yang ingin 2. Monitor intake nutrisi untuk mengetahui
Skor
No Indikator dicapai sumber energi yang adekuat
Awal 1 2 3 4 5 3. Monitor sumber kegiatan olahraga dan
000502 Frekuensi nadi kelelahan emosional yang dialami pasien
ketika beraktivitas
000503 Frekuensi Terapi aktivitas (4310)
pernapasan ketika 1. Bantu pasien untuk memilih aktivitas dan
beraktivitas pencapauan tujuan dengan kemampuan
000508 Kemudahan fisik
bernapas ketika 2. Instruksikan pasien dan keluarga untuk
beraktivitas melaksanakan aktivitas yang diinginkan
000504 Tekanan darah maupun yang telah ditentukan
sistolik ketika
beraktivitas Peningkatan latihan (0200)
000505 Tekanan darah 1. Hargai keyakinan pasien tentang latihan
diastolik ketika fisik
beraktivitas 2. Gali pengalaman individu sebelumnya
000509 Kecepatan berjalan mengenai latihan fisik
000510 Jarak berjalan 3. Gali hambatan untuk melakukan aktivitas
000518 Kemudahan dalam 4. Dukung individu untuk memulai latihan
5. Monitor individu terhadap program latihan
melakukan ADL
4. Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Pasien dapat NIC: Manejemen sensasi perifer (2660)
an perfusi menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
jaringan perifer peka terhadap panas, dingin, tajam tumpul
(00228) Perfusi jaringan: perifer (0407) 2 Monitor adanya parestese
Skor yang ingin 3 Lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi
Skor
No Indikator dicapai kulit jika ada laserasi
Awal 1 2 3 4 5 4 Gunakan sarung tangan untuk proteksi
040715 Pengisian kapiler 5 Monitor adanya penekanan dari gelang, alat-
Tekanan darah alat medis, sepatu dan baju
040727 6 Kolaborasi pemberian analgetik
sistolik
Tekanan darah 7 Monitor adanya tromboplebitis dan
040728 tromboemboli pada vena
diastolik
8 Diskusikan menganai penyebab perubahan
040712 Edema perifer sensasi
040745 Kram otot

Tanda tanda vital (0802)


Skor yang ingin
Skor
No Indikator dicapai
Awal 1 2 3 4 5
080201 Suhu tubuh
080203 Denyut nadi radial
080204 Tingkat pernafasan
Tekanan darah
080205
sistolik
Tekanan darah
080206
diastolik
5. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Pasien dapat NIC: Pengecekan Kulit (3590)
integritas kulit menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait
(00046) dengan adanya kemerahan, kehangatan
Integritas Jaringan: Kulit dan membran mukosa (1101) ekstrim, edema, atau drainase.
Tujuan 2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi,
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 tekstur, edema, dan ulserasi pada
110101 Suhu Kulit ekstremitas
110108 Tekstur 3. Periksa kondisi luka operasi dengan tepat
Pertumbuhan 4. Gunakan alat pengkajian untuk
110112
rambut pada kulit mengindentifikasi pasien yang berisiko
110113 Integritas kulit mengalami kerusakan integritas kulit
Pigmentasi (misalnya, skala braden)
110105 5. Monitor warna dan suhu kulit
abnormal
6. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap
110115 Lesi pada kulit area perubahan warna, memar, dan pecah
Pengelupasan 7. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
110119 8. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang
kulit
110120 Penebalan kulit berlebihan dan kelembapan
em 9. Monitor infeksi terutama di daerah edema
110121 Eri 10. Dokumentasikan perubahan membran
mukosa
110123 Nekrosis 11. Gunakan langkah-langkah untuk mencegah
110124 Pengerasan Kulit kerusakan lebih lanjut (Misal, melapisi
kasur, menjadwalkan reposisi)
12. Ajarkan keluarga/pemberi asuhan mengenai
kerusakan kulit dengan tepat.

NIC: Perawatan Luka (3660)


1. Monitor karakteristik luka termasuk drainase,
warna, ukuran, dan bau.
2. Ukur luas luka yang sesuai
3. Bersihkan dengan normal saline atau
pembersih yang tidak beracun dengan tepat.
4. berikan perawatan insisi pada luka yang
diperlukan
5. Berikan perawatan ulkus pada kulit yang
diperlukan,
6. Olehkan salep yang sesuai dengan jenis luka
7. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka
8. Perhatikan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka yang tepat
9. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat
dan drainase
10. bandingkan dan catat setuipa perubahan luka
11. Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam
dengan tepat
12. Dorong cairan yang sesuai
13. rujuk pada ahli diet yang tepat
14. Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk
mengenali tanda dan gejala infeksi
15. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran dan
tampilan

NIC: Perlindungan Infeksi (6550)


1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Monitor hitung mutlak WBC, Granulosit, dan
hasil diferensial
4. Pertahankan asespsis
5. Berikan perawatan kulit yang tepat
6. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
7. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana cara
menghindari infeksi
Discharge Planning
Pada pasien gagal ginjal kronis dengan diabetes melitus sama seperti
dengan pasien gagal ginjal lainya yang harus memperhatikan asupan cairan harian
dan nutrisi namun pada pasien gagl ginjal dengan ckd mungkin memerlukan
tindakan tambahan berupa pemberian edukasi dimana kondisi pasien yang
mengalami perubahan bentuk tubuh disarankan pengambilan edukasi yang benar
terhadap pasien yang meningkatkan kepercayaan diri pada pasien. Penyakit gagal
ginjal kronis menyebabkan pasien mengalami perubahan gaya hidup seperti
melakukan diet, pengaturan cairan, pengobatan, HD (hemodialisa), serta
pembatasan aktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Baradero. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC


Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Chelliah, 2011. Gambaran Tingkat Depresi dan Kualitas Hidup Klien penyakit
Ginjal Kronik Yang menjalani Haemodialisis di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2011. Karya Tulis Ilmiah. Medan: Universitas Sumatera
Utara
Doenges, Moorhouse. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan
Dan Pendukomentasian Perawatan Pasien. Edisi-3. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide
to Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Pearce & Wilson. 2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Samsu, Nur. 2018. Patogenesis Penyakit Ginjal Diabetik. UB press Malang
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Rivandi, Janis. 2015. Hubungan Diabetes Melitus dengan Kejadian Gagal Ginjal
Kronik. Jurnal. Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas Lamoung. Vol
4: 9

Anda mungkin juga menyukai