Oleh:
Mahasiswa
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpangan
progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan elektrolit mengalami
kegagalan, yang mengakibatkan uremia. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh
glomerulus kronis, pielonefritis, hipertensi tak terkontrol, lesi herediter seperti
pada penyakit polikistik, kelainan vaskular, onstruksi saluran perkemihan,
penyakit ginjal sekunder akibat penyakit sistemik (diabetes), infeksi, obat-obatan,
atau preparat toksik. Preparat lingkungan dan okupasi yang telah menunjukkan
dampak dalam gagal ginjal kronis termasuk timah, kadmium, merkuri, dan
kromium. Pada akhirnya dialisis atau transplantasi ginajal diperlukan untuk
menyelamatkan pasien (Baughman, 2000).
Gagal ginjal kronik (GGK) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup.
Kerusakan pada kedua ginjal ini ireversibel. Eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran
kemih, kerusakan vaskular akibat diabetes melitus dan hipertensi yang
berlangsung terus-menerus dapat mengakibatkan perubahan jaringan parut
pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal secara progesif (Baradero, 2008).
Diabetes merupakan penyakit metabolik sebagai akibat dari kurangnya insulin
efektif maupun insulin absolut dalam tubuh, dimana gangguan primer terletak
pada metabolismekarbohidrat, yang dapat juga menyebabkan gejala klinik akut
maupun kronik. Salah satukomplikasi kronik dari diabetes adalah nefropati.
Kerusakan pada nefron akibat glukosadalam darah yang tidak dipakai disebut
nefropati diabetes. Nefropati ini yang lama kelamaan dapat menyebabkan CKD.
Bila kita dapat menahan tingkat glukosa dalam darah tetap rendah, kita dapat
menunda atau mencegah nefropati diabetes.
B. Epidemiologi.
Peningkatan pasien gagal ginjal terjadi di negara maju dan negara
berkembang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) pada tahun 2009, penyakit gagal ginjal berada
pada urutan ke delapan penyebab kematian di Amerika Serikat dan diperkirakan
sekitar 31 juta penduduk atau sekitar 10% dari populasi di Amerika Serikat
menderita GGK. Prevalensi GGK di Amerika Serikat menurut data dari National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) tahun 2013 sebesar 14%
dimana terjadi peningkatan pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 12,5%. GGK
diperkirakan akan terus meningkat sebesar 20-25% setiap tahunnya pada populasi
di Amerika Serikat. Prevalensi gagal ginjal juga terus mengalami peningkatan di
Taiwan (2.990/1.000.000 penduduk), jepang (2.590/1.000.000 penduduk).
Penyakit yang tercatat sebagai penyebab gagal ginjal adalah diabetes melitus
(37,47%), hipertensi (25,1%) dan glomerulonefritis (16,34%)
Prevalensi GGK di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan.
Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dalam Program Indonesia Renal
Registry (IRR) melaporkan jumlah penderita GGK di Indonesia pada tahun 2011
tercatat 22.304 dengan 68,8% kasus baru dan pada tahun 2012 meningkat menjadi
28.782 dengan 68,1% kasus baru. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013,
prevalensi gagal ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar
0,2% dan penyakit batu ginjal 0,6%. Laporan Indonesian Renal Registry (IRR)
menunjukkan 82,4% pasien GGK di Indonesia menjalani hemodialisis pada tahun
2014 dan jumlah pasien hemodialisis mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya. Laporan IRR mencatat bahwa penyebab gagal ginjal pada pasien
yang menjalani hemodialisis adalah hipertensi (37%), diabetes melitus (27%) dan
glomerulopati primer (10%).
C. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), penyebab gagal ginjal kronik adalah:
1. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibodi. Reaksi
peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga
terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah
merah bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu
glomerulonefritis akut dan kronis (Price, 2005).
2. Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya..
Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak,
buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala
tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang
tersebut pergi ke pelayanan kesehatan dan mengecek kadar glukosa darahnya.
Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk
nefropati diabetik yaitu semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus
(Price, 2005).
3. CKD dengan Osteorenaldisthrophy
Osteodistrofi ginjal adalah kelainan tulang pada GGK akibat gangguan
absorpsi kalsium, hiperfungsi paratiroid dan gangguan pembentukan vitamin
D aktif (kalsitriol) (Fatriyadi, 2017). Pada CKD, biasanya terdapat komplikasi
kronik seperti penyakit tulang, biasanya dengan kadar kalsium rendah, fosfat
tinggi dan hormon paratiroid tinggi. Peningkatan hormon paratiroid (PTH)
bisa terjadi akibat retensi fosfat, yang menyebabkan turunnya kalsium
terionisasi. Akibat klinisnya ialah osteoporosis akibat hiperparatiroidisme,
osteomalasia akibat kekurangan vitamin D dan kalsifikasi ektopik. Kadar
kalsium yang berlebihan meningkatkan penghambatan efek pada natrium
dalam otot skelet. Hal ini menimbulkan penurunan eksitabilitas baik pada otot
dan saraf, yang akhirnya menimbulkan flaksiditas. Hipokalsemia tersebut
berasal dari menurunnya penyerapan kalsium di usus akibat menurunnya
kalsitriol dan juga terkait dengan peningkatan fosfat atau hiperfosfatemia
pada pasien CKD (Yauri dkk, 2016). Gejala klinis berupa gangguan
pertumbuhan, gangguan bentuk tulang, fraktur spontan, dan nyeri tulang
(Fatriyadi, 2017).
D. Patofisiologi
Diabetes melitus adalah sutu penyakit metabolik yang berlangsung secara
kronik dan progresif yang ditandai dengan adanya hiperglikemi yang disebabkan
oleh gangguan sekresi insulin, gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin
dan atau keduanya. Beberapa gejala klasik dari diabetes melitus adalah polidipsi
(rasa haus berlebih), polifagi (rasa lapar berlebih) dan poli uri (pengeluaran urin
berlebih). Salah satu komplikasi dari diabetes melitus adalah penyakit ginjal yang
juga dikenal dengan istilah nefropati diabetik. Nefropati diabetik adalah suatu
sindroma klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria
menetap (> 300 mg/24 jam atau > 200 mikrogram/menit) pada minimal dua kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Meskipun albuminuria adalah
tanda pertama dari diabetik nefropati namun gejala yang pertama kali dapat
diamati dari pasien adalah edema perifer.
Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam
laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang terjadi pada nefron yang tersisa kemudian
akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut. Mekanisme terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus pada diabetik nefropati masih belum jelas, namun
kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung
glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric oxide,
prostaglandin, dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemi adalah rangsangan
hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF beta yang
diperantarai oleh aktivtasi protein kinas-C. Hiperglikemia kronik dapat
menyebabkan terjadinya glikasi nonezimatik asam amino dan protein yang
awalnya reversible namun bila terus berlanjut akan terbentuk Advanced Glycation
End-Products (AGEs) yang irreversible. AGEs diperkirakan menjadi perantara
untuk beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adhesi molekul dalam penarikan
sel-sel mononuklear, hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler, serta inhibisi
Nitric oxide yang akan terus berlanjut hingga ekspansi mesangium dan
pembentukan nodul serta fibrosis tubuluinterstitial.
Peningkatan kadar glukosa yang menahun pada penderita komplikasi
diabetes melitus terhadap membran ginjal dapat menjadi 2 jalur:
1) Jalur metabolisme: hiperfiltrasi merupakan tahap awal dari laju kerusakan
ginjal dari mekanisme patogenik. Glomerulus akan berubah fungsi dan
menjadi hiperfiltrasi, sehingga lambat laun nefron akan menjadi sklerosis.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan glikasi nonenzimatik asam amino
dan protein. Awalnya secara non-enzimatis glukosa akan berikatan dengan
asam amino menjadi AGE’s (advance glycosilation end-products). AGE’s
sebagai perantara kegiatan seluler yaitu ekspresi adhesi molekul berperan
dalam penarikan sel-sel mononuklear, dan terjadi pada hipertrofi sel. Maka
dengan peningkatan AGE’s akan menimbulkan kerusakan pada glomerulus
ginjal.
2) Jalur hemodinamik: peningkatan kadar glukosa darah dapat menimbulkan
kelainan pada sel endotel pembuluh darah, dengan diawali peningkatan
hormone vasoaktif seperti angiotensin II, yang berperan dalam perjalanan
nefropati diabetik. Angiotensin II berperan baik secara hemodinamik maupun
nonhemodinamik. Peranan tersebut antara lain merangsang vasokontriksi
sistemik, meningkatkan tahanan kapiler arteriol glomerulus, pengurangan luas
permukaan filtrasi, stimulasi protein matriks ekstra selular, serta stimulasi
chemokines yang bersifat fibrogenik.
E. Manifestasi Klinis
Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala, keparahan kondisi
bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia
pasien:
1. Manifestasi kardiovaskular : hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema
pulmonal. Perikarditis.
2. Gejala-gejala dermatologis : gatal-gatal hebat (pruritus), serangan uremik
tidak umum karena pengobatan dini dan agresif
3. Gejala-gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah dan cegukan,
penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan
kemampuan penghidu dan pengecap dan parotitis atau stomatitis
4. Perubahan neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasu, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernapasan menjadi
kussmaul dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan
mioklonik) atau kedutan otot.
8. Pasien penyakit ginjal kronik sesuai dengan penyalit yang mendasari seperti
diabetes mellitus menyebabkan gejala berupa infeksi traktus urinarius,
hipertensi, hiperurikemia, Lupus Eritematous Sistemik (LES),dll. Jika karena
sindrom uremia menyebabkan lemah, letargi anoreksia, mual, muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan atau volume overload, neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang- kejang sampai koma. Sedangkan
Gejala komplikasinya seperti hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit yaitu: sodium,
kalium, khlorida.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
b. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
c. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
d. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
e. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
f. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya
Pemeriksaan laboratorium yang menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
a. Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria)
b. Warna: Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
G. Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk mengembalikan fungsi ginjal dan
mempertahankan homeostasis selama mungkin. Semua faktor yang menunjang
PGTA dan faktor yang penunjang yang dapat pulih (misalnya obstruksi)
diidentifikasi dan diatasi.
1. Intervensi diet diperlukan dengan pengaturan yang cermat terhadap masukan
protein, masukan cairan untuk menyeimbangkan kehilangan cairan, masukan
natrium dan pembatasan kalium
2. Pastikan masukan kalori dan suplemen vitamin yang adekuat
3. Batasi protein karena kerusakan klirens ginjal terhadap urea, kreatinin, asam
urat, dan asam organik. Masukan protein yang diperbolehkan harus tinggi
kandungan bologisnya: produk yang berasal dari susu, telur, dan daging
4. Cairan yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine
24 jam
5. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia dengan antasid mengandung
aluminium atau kalsium karbonat; keduanta harus diberikan dengan makanan
6. Suplai kalori dengan karbohidrat dan kemak untuk mencegah pelisutan otot
7. Berikan suplemen vitamin
8. Tangani hipertensi dengan kontrol volume intravaskular dan obat anti
hipertensif
9. Atasi gagal jantung kongestif dan edema pulmonal dengan cairan, diet rendah
natrium, diuretik, preparat inotropik (misalnya digitalis atau dobutamin) dan
dialysis
10. Atasi asidosis metabolik jika perlu dengan suplemen natrium bikarboat atau
dialysis
11. Atasi hiperkalemia dengan dialisis, pantau pengobatan dengan kandungan
kalium, berikan diet pembatasan kalium, berikan kayexelate sesuai kebutuhan
12. Berikan diazepam intravena (valium) atau fentolin (dilantin) untuk
mengontrol kejang
13. Pantau tekanan darah dan kadar kalium serum
Hemodialisa
1. Pengertian hemodialisa
Hemodialisa adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat toksis
lainnya melakui semipermiabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
dialisat yang sengaja dibuat dalam dialiser. Membran semipermiabel adalah
lembar tipis, berpori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-
pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti
urea, kreatin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan
bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri,
dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran.
Hemodialisa adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada hemodialisa, darah dipompa keluar
tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser darah
dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh
dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu dialirkan kembali dalam
tubuh. Proses hemodialisa dilakukan 1-3 kali seminggu dirumah sakit dan
setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2. Tujuan
Menurut Lumenta (2001) sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa
mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan
asam urat
b. Membuang kelebihan air
c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
e. Memperbaiki status kesehatan penderita
3. Indikasi
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi glomerulus
< 5 ml). Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi: hiperkalemia, asidosis, kegagalan terapi
konservatif, kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah, kelebihan cairan,
mual dan muntah hebat.
2. Intoksikasi obat dan zat kimia
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
4. Kontraindikasi
a. hipertensi berat (TD >200/100 mmHg)
b. hipotensi (TD < 100 mmHg)
c. adanya perdarahan hebat
d. demam tinggi
5. Prinsip Hemodialisa
Prinsip hemodialisa pada dasarnya sama seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang
mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.
a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan
kadar didalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat
b. Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat. Luas permukaan dan
daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah.
Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat memerlukan
pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang
dapat terjadi misal: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau
berlebihan, hipotensi, kram, muntah, perembesan darag, kontaminasi dan
komplikasi terbentuknya pirau atau fistula.
6. Komplikasi
a. hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis karena cairan dikeluarkan
b. emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi
jika udara memasuki sistem vaskuler pasien
c. nyeri dada dapat terjadi karena tekanan karbodioksida menurun bersamaan
dengan terjadinya sirkulasi darah dilur tubuh
d. pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit
e. gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral
dan muncul sebagai serangan kenjang. Komplikasi ini kemungkinan
terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat
f. kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
g. mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
7. Proses Hemodialisa
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa
berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat) mengalir dan aliran darah
melewati suatu membran semipermeabel dan memantau fungsinya termasuk
dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi
sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk
memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat,
karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah
dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan. Dalam proses hemodialisa
diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang
disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari
ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh.
Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai
dari darah yang akan masuk kedalam mesin hemodialisa.
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer teridiri dari mebran
semipermeanel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain
untuk dialisat. Darah nengalir dari arah yang berlawanan dengan arah darah
ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan
serabut kepiler halus yang tersusun paralel. Darah mengalir melalui bagian tengah
tabung-tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini
sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya
banyak tabung kapiler. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui
sebuah kateter masuk kedalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan membran
semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan
darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi.
Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan
kedalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV Shunt). Suatu sistem dialisa
terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah
mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line) melalui
dializer hollow fiber dar kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan dialisa
membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai
dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan
pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisa
kemudian dimasukkan kedalam dializer, dimana cairan akan mengalir diluar
serabut rongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan anatara darah dan
dialisat terjadi sepanjang membran semipermeabel dan hemodializer melalui
proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan
membuat tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.
Perbedaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan
positif didalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi
terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat
dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaan tekanan hidrostatik
diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah
pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan NaCl 95% sebelum dihubungkan
dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk
mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (diluar tubuh) atau mungkin
juga memerlukan pompa darag untuk membantu aliran quick blood (QB) (sekitar
20-400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-
menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah
pembekuan darah. Perangkap pembekuan darah atau gelembung udara dalam jalur
vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali kedalam aliran darah
pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi
dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter.
Waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu.
Tiap hemodialisa dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu.
Hemodialisa idealnya dilakukan 10-15 jam/minggu dengan QB 200-300 ml/menit.
sedangkan menurut (Corwin, 2000) hemodialisa memerlukan waktu 3-5 jam dan
dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari diantara hemodialisa,
keseimbangan garam, air dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut
berperan menyebabkan anemia karena sebagaian sel darah rusak dalam proses
hemodialisa.
2. Pathway
Defisiensi Insulin
Hiperglikemia
RAA turun
Asam laktat naik Edema paru
sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut dan ulkus
saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
6) B6 (Bone): Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri
Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
ekskresi urin dan retensi cairan dan natrium
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan hipermetabolisme, nausea, vomitting, intake kurang
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan,
anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan
akumulasi toksik dalam kulit, gangguan turgor kulit atau uremia, pruritus
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
. Keperawatan
1. Kelebihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien dapat Manajemen elektrolit/cairan (2080)
volume cairan menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Jaga pencatatan intake/asupan dan output
(00026) Keseimbangan cairan (0601) yang akurat
Skor Skor Tujuan 2. pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
No Indikator 3. batasi cairan yang sesuai
Awal 1 2 3 4 5 4. siapkan pasien untuk dialisis
060101 Tekanan darah Monitor cairan ( 4130)
1. tentukan jumlah dan jenis intake dan output
060107 Keseimbangan input
serta kebiasaan eliminasi
outpur dalam 24 jam
2. periksa turgor kulit
060109 Berat badan stabil
3. monitor berat badan
060116 Turgor kulit 4. monitor nilai kadar serum dan elektrolit urin
060117 Kelembapan
membran mukosa
060118 Serum elektrolit
060119 Hematokrit
2. Ketidakseimba Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien dapat Terapi nutrisi (1120)
ngan nutrisi: menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan
kurang dari Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan (1009) 2. Monitor asupan makanan harian
kebutuhan 3. Motivasi Pasien untuk mengkonsumsi
tubuh (00002) Skor Skor tujuan makanan dan minuman yang bernutrisi, tinggi
No Indikator
Awal 1 2 3 4 5 protein, kalori dan mudah dikonsumsi serta
Asupan makanan sesuai kebutuhan
100801 4. Ciptakan lingkungan yang bersih,
secara oral
Asupan cairan berventilasi, santai dan bebas dari bau
100803 menyengat
secara oral
Asupan cairan
100804 intravena Monitor nutrisi (1160)
1. Timbang berat badan pasien
Status Menelan (1010) 2. Identifikasi penurunan berat badan terakhir
3. Tentukan pola makan
Skor Skor tujuan 4. Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain
No Indikator
Awal 1 2 3 4 5 untuk mengembangkan rencana keperawatan
101004 Kemampuan
mengunyah Terapi menelan (1860)
1. Sediakan/gunakan alat bantu sesuai
101008 Jumlah menelan
kebutuhan.
sesuai dengan
2. Hindari penggunaan sedotan untuk minum.
ukuran atau tekstur
3. Bantu pasien untuk berada pada posisi duduk
bolus
selama 30 menit setelah makan.
101009 Durasi makan sesuai yang
4. Instruksikan Pasien untuk tidak berbicara
dengan jumla dikons
selama makan.
umsi
Sedikan perawatan mulut sesuai kebutuhan.
3. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien Manajemen energi (0180)
aktivitas menunjukkan hasil: 1. Kaji status fisiologis pasien yang
(00094) Toleransi terhadap aktivitas (0005) menyebabkan kelelahan
Skor yang ingin 2. Monitor intake nutrisi untuk mengetahui
Skor
No Indikator dicapai sumber energi yang adekuat
Awal 1 2 3 4 5 3. Monitor sumber kegiatan olahraga dan
000502 Frekuensi nadi kelelahan emosional yang dialami pasien
ketika beraktivitas
000503 Frekuensi Terapi aktivitas (4310)
pernapasan ketika 1. Bantu pasien untuk memilih aktivitas dan
beraktivitas pencapauan tujuan dengan kemampuan
000508 Kemudahan fisik
bernapas ketika 2. Instruksikan pasien dan keluarga untuk
beraktivitas melaksanakan aktivitas yang diinginkan
000504 Tekanan darah maupun yang telah ditentukan
sistolik ketika
beraktivitas Peningkatan latihan (0200)
000505 Tekanan darah 1. Hargai keyakinan pasien tentang latihan
diastolik ketika fisik
beraktivitas 2. Gali pengalaman individu sebelumnya
000509 Kecepatan berjalan mengenai latihan fisik
000510 Jarak berjalan 3. Gali hambatan untuk melakukan aktivitas
000518 Kemudahan dalam 4. Dukung individu untuk memulai latihan
5. Monitor individu terhadap program latihan
melakukan ADL
4. Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Pasien dapat NIC: Manejemen sensasi perifer (2660)
an perfusi menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
jaringan perifer peka terhadap panas, dingin, tajam tumpul
(00228) Perfusi jaringan: perifer (0407) 2 Monitor adanya parestese
Skor yang ingin 3 Lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi
Skor
No Indikator dicapai kulit jika ada laserasi
Awal 1 2 3 4 5 4 Gunakan sarung tangan untuk proteksi
040715 Pengisian kapiler 5 Monitor adanya penekanan dari gelang, alat-
Tekanan darah alat medis, sepatu dan baju
040727 6 Kolaborasi pemberian analgetik
sistolik
Tekanan darah 7 Monitor adanya tromboplebitis dan
040728 tromboemboli pada vena
diastolik
8 Diskusikan menganai penyebab perubahan
040712 Edema perifer sensasi
040745 Kram otot