OLEH:
KELOMPOK 6
Chairunnisa
Greysel Kereh
Andrew Boseke
Crischia Lumi
2021
LAPORAN PENDAHULUAN RETINOBLASTOMA
A. Definisi
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia
klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus
bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian
mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini menunjukkan pentingnya
untuk memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan retinoblastoma
unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung Sutaryo, 2006 ).
B. Klasifikasi
Klasifikasi yang digunakan
untuk retinoblastoma adalah klasifikasi internasional retinoblastoma intraokular
(International Classification of Retinoblastoma/ICRB).
Klasifikasi internasional retinoblastoma (Shields)
Grup A Tumor kecil
Retinoblastoma dengan ketebalan ≤ 3 mm
C. Etiologi
1. Kelainan Kromosom
Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominant
protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14. Bisa karena mutasi atau diturunkan.
Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung
diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun
kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominant.
Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalui saraf penglihatan/nervus
optikus).
2. Faktor Genetik
Gen cacat RB1 dapat diwariskan dari orang tua pada beberapa anak, mutasi terjadi
pada tahap awal perkembangan janin. Tidak diketahui apa yang menyebabkan kelainan
gen, melainkan yang paling mungkin menjadi kesalahan acak selama proses copy yang
terjadi ketika sel membelah.
D. Patofisiologi
Retinoblastoma terjadi karena adanya mutasi pada gen RB1 yyang terletak pada
kromosom 13q14 (kromosom nomor 13 sequence ke 14) baik terjadi karena faktor hereditas
maupun karena faktor lingkungan seperti virus, zat kimia, dan radiasi. Gen RB1 ini
merupakan gen suppressor tumor, bersifat alel dominan protektif, dan merupakan pengkode
protein RB1 (P-RB) yang merupakan protein yang berperan dalam regulasi suatu
pertumbuhan sel (Anwar, 2010:1). Apabila terjadi mutasi seperti kesalahan transkripsi,
tranlokasi, maupun delesi informasi genetic, maka gen RB1 (P-RB) menjadi inactive sehingga
protein RB1 (P-RB) juga inactive atau tidak diproduksi sehingga memicu pertumbuahan sel
kanker (Tomlinson, 2006:62). Retinoblastoma biasa terjadi di bagian posterior retina. Dalam
perkembangannya massa tumor dapat tumbuh baik secara internal dengan memenuhi vitrous
body (endofitik). Maupun bisa tumbuh kearah luar menembus koroid, saraf optikus, dan
sclera (eksofitik).
Pathway
Faktor Keturunan Faktor Lingkungan (virus, zat kimia, radiasi
Retinoblastoma
Resiko cedera
Gangguan persepsi
sensori penglihatan
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul pada penderita yang mengalami Retinoblastoma:
5. Bila mata kena sinar akan memantul seperti mata kucing yang disebut “amurotic cat’s
eye”.
6. Buphthalmos
7. Kerusakan retina
8. Endopthalmitis
9. Panophthalmitis
10. Protopsis
11. Hifema
ANALISA DATA
No. Data Etologi Masalah
1. Data Subjektif : Retinoblastoma Gangguan
Pasien mengeluh buram ↓ persepsi sensori
saat melihat sesuatu. Tumor menempati penglihatan
Pasien mengeluh sulit macula
melihat dengan jelas ↓
Data objektif : Gangguan pergerakan
Sering menangis bola mata
Tajam penglihatan ↓
menurun Strabismus
Tak akurat mengikuti ↓
instruksi Ketajaman penglihatan
Mata merah menurun
Bola mata besar ↓
Gelisah Gangguan persepsi
sensori
penglihatan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan persepsi sensorik penglihatan berhubungan penurunan tajam penglihatan
2) Nyeri kronis berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
3) Resiko cidera, berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Gangguan persepsi sensorik penglihatan
Outcome: persepsi sensori membaik
Minimalisasi Rangsangan
Observasi
Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan
Terapeutik
Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
Batasi stimulus lingkungan
Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
Edukaasi
Ajarkan cara meminimalisir stimulus (misalnya mengatur pencahayaan ruangan)
Kolaborasi
Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/Tindakan
Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus.
2) Nyeri kronis
Outcome: Tingkat nyeri menurun
Manajemen nyeri
Observasi
Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetic
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
Perawatan kenyamanan
Observasi
Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
Identifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi dan perasaannya
Identifikasi masalah emosional dan spiritual
Terapeutik
Berikan posiis yang nyaman
Berikan kompres dingin atau hangat
Ciptakan lingkungan yang nyaman
Berikan pemijatan
Berikan terapi akupresur
Berikan terapi hipnotis
Dukung keluarga dan pengasuh terlibat dalam terapi
Diskusikan mengenai situasi dan pilihan terapi
Edukasi
Jelaskna mnegenai kondisi dan pilihan terapi/ pengobatan
Ajarkan terapi relaksasi
Ajarkan latihan pernafasan
Ajarkan tehnik distraksi dan imajinasi terbimbing
Kolaborasi
Kolaborsi pemberian analgesic, antipruritis, anthihistamin, jika perlu
3) Resiko cedera
Outcome: Tingkat cedera menurun
Manajemen kesehatan lingkungan
Observasi:
Identifikasi kebutuhan keselamatan
Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik
Hilangkan bahaya keselamatan, jika memungkinkan
Modifikasi lingkungan untuk meminimalisir resiko
Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
Gunakan perangkat pelindung
Edukasi
Ajarkan individu, keluarga dan kelompok resiko tinggi bahaya lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Indri nurul hayyi. (2020). Tatalaksana Retinoblastoma Update. Universitas Padjadjaran Pusat Mata
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI