Anda di halaman 1dari 30

NOVI NOFYATI (CHOCHOLATE LAVORTE)

Minggu, 16 Desember 2012

ASKEP JIWA PADA LANSIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga
permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Sejalan dengan semakin baiknya status
kesehatan masyarakat, usia harapan hidup masyarakat Indonesia juga semakin tinggi, sehingga
mengakibatkan jumlah lansia juga semakin bertambah.

Saat ini, jumlah lansia yang ada di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik mencapai 18,7 juta
orang (8,5%) dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini akan menjadikan Indonesia menempati urutan
ke-4 terbanyak negara berpolulasi lansia setelah Cina, India dan Amerika. Berdasarkan Survei Kesehatan
Depkes RI, menyatakan, gangguan mental pada usia 55-64 tahun mencapai 7,9%, sedangkan yang
berusia di atas 65 tahun 12,3%. Angka ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun
berikutnya. Karenanya pengenalan masalah mental sejak dini merupakan hal yang penting, sehingga
beberapa gangguan masalah mental pada lansia dapat dicegah, dihilangkan atau dipulihkan.

Jika tidak didiagnosis dan diobati tepat waktu kondisi tersebut dapat mengalami perburukan dan
membutuhkan penanganan yang kompleks. Kepandaian menyiasati dapat menjadikan masa tua yang
menyenangkan, produktif dan energik tanpa harus merasa tua dan tidak berdaya.

Dengan penjelasan di atas, kami tertarik untuk membahas gangguan fungsi mental pada lansia lebih
lanjut. Kami sebagai calon perawat tertarik untuk membahas tentang asuhan keperawatan gangguan
fungsi mental pada lansia.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk untuk mendapatkan pengetahuan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental dengan menggunakan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus

· Mahasiswa mengetahui mengenai gangguan fungsi mental pada lansia.

· Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan masalah mental.

· Mhasiswa mampu membuat rencana keperawatan yang telah disusun.

· Mahasiswa mampu melaksanakan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.

· Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental.

C. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari empat bab : BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang , Tujuan penulisan,
Sistematika penulisan. BAB II Pembahasan terdiri dari pengertian mental, aspek-aspek mental, Masalah
di bidang psikogeratri, Pendekatan Perawatan Lanjut Usia. BAB III Asuhan Keperawatan terdiri dari
pengkajian, analisa data, rencana keperawatan. BAB IV Penutup terdiri dari simpulan dan saran.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Mental

Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok yang dikategorikan lansi ini akan terjadi
suatu proses yang disebut aging proses.

Mental berasal dari kata latin yaitu mens, mentis yang artinya: jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat
(Kartini Kartono, 1987:3). Sedangkan dalam kamus psikologi Kartini Kartono, (1987:278) mengemukakan:
mental adalah yang berkenaan dengan jiwa, batin ruhaniah. Dalam pengertian aslinya menyinggung
masalah: pikiran, akal atau ingatan. Sedangkan sekarang ini digunakan untuk menunjukkan penyesuaian
organisme terhadap lingkungan dan secara khusus menunjuk penyesuaian yang mencakup fungsi-fungsi
simbolis yang disadari oleh individu.

Pengertian mental dalam kamus besar bahasa Indonesia, (1991:647) adalah“Berkenaan dengan batin
dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga, Bukan bersifat badan atau tenaga: bukan
hanya pembangunan fisik yang diperhatikan melainkan juga pembangunan batin dan watak”.

Mental secara istilah dapat diartikan dengan “semangat jiwa yang tegar, yang aktif, yang mempengaruhi
perilaku hidup dan kehidupan manusia” (Mawardi Labay El- Sulthani, 2001:2).

Melihat dari pernyataan diatas, maka mental bisa diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik)
manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam kehidupan pribadi dan
lingkungannya.

B. Aspek-aspek Mental

Manusia adalah makhluk yang pada dasarnya baik dan selalu ingin kembali pada kebenaran yang sejati,
karena pada diri manusia mempunyai. Aspek-aspek jiwa yang bisa mempengaruhi segala sikap dan
tingkah laku manusia. Bertolak dari pernyataan maka aspek-aspek manusia dapat dijabarkan sebagai
berikut:

1. Kartini Kartono (2000:6) mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia adalah
keinginan, tindakan, tujuan, usaha-usaha, dan perasaan.

· Keinginan : perihal yang diinginkan

· Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang


dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.

· Tujuan : arah yang dituju, maksud atau tuntutan.

· Usaha : kegiatan untuk mengarahkan tenaga, pikiran atau badan

untuk mencapai suata maksud.

· Perasaan : hasil/ perbuatan merasa dengan panca indera. Rasa/keadaan batin dalam menghadapi
sesuatu.

2. Zakiah Darajat (1990:32) berpendapat bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia adalah
kehendak, sikap, dan tindakan.

· Kehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.

· Sikap : posisi mental (perasaan terhadap bahasa sendiri/bahasa

orang lain).

· Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang

Dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.

3. Mawardi Labay El-Shuthani (2001:3) memandang bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah segala sesuatu yang menentukan sifat dan karakter manusia.

· Sifat : rupa/keadaan yang nampak pada suatu benda/lahiriah

· Karakter : sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan

seseorang dari yang lain, tabiat, watak, dan mempunyai kepribadian.

4. Ibnu Sina (1996:116) berpendapt bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia adalah
kesadaran diri, amarah, dan keinginan.

· Kesadaran diri : kesadaran seseorang/keadaan dirinya sendiri.

· Amarah : sangat tidak senang.

· Keinginan : perihal yang diinginkan.

5. Al Ghazali (1989:7)mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia adalah yang
merasa, yang mengetahui dan yang mengenal.

· Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh) indra

(seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).


6. Hanna Djuhamham Bastaman (2001:64) memandang bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah berpikir, berkehendak, merasa, dan berangan-angan.

· Berpikir : menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan

dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang.

· Berkehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.

· Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh)

indra (seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).

· Berangan-angan : mempunyai angan-angan (pikiran/ingatan).

C. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Mental Pada Lansia

Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik, psikologik, sosial dan
ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi tidak labil, mudah tersinggung, gampang merasa
dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem
tersebut menjadi rentan mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis
(kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah kesehatan mental lansia adalah masalah
penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari keadaan sebelumnya (fisik masih
kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi kemunduran.

Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi semakin penting
dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini lebih menonjol daripada aspek materiil dalam
kehidupan seorang lansia. Pada umumnya, lansia mengharapkan: panjang umur, semangat hidup, tetap
berperan sosial, dihormati, mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa, kematian dalam
ketenangan dan diterima di sisi-Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk lebih dekat kepada Allah
merupakan kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak sesuai dengan harapan tersebut, dirasakan
sebagai beban mental yang cukup berat.

Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian pasangan hidupnya/teman-
temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu menjadi seorang kakek/nenek, perubahan dalam
hubungan dengan anak karena sudah harus memerhitungkan anak sebagai individu dewasa yang
dianggap sebagai teman untuk dimintai pendapat dan pertolongan, perubahan peran dari seorang
pekerja menjadi pensiunan yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah.

Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam masyarakat sebagai seorang
pensiunan, perubahan pendapatan karena hidupnya tergantung dari tunjangan pensiunan. Kondisi-
kondisi khas yang berupa penurunan kemampuan ini akan memunculkan gejala umum pada individu
lanjut usia, yaitu “perasaan takut menjadi tua.”
Pada umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar
para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan
sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status, dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari
model kepribadiannya dan sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa
pensiun. Dalam kenyataan ada yang menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang
memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah pasrah terhadap pensiun.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada pada diri manusia adalah aspek-aspek
yang dapat menentukan sifat dan karakteristik manusia itu sendiri. Perbuatan dan tingkah laku manusia
sangat ditentukan oleh keadaan jiwanya yang merupaka motor penggerak suatu perbuatan. Oleh sebab
itu aspek-aspek mental tersebut bisa manusia kendalikan melalui proses pendidikan.

D. Factor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Mental

1. Perubahan fisik,

a. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan interseluler menurun

b. Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun
(menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya retensi
pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat

c. Persarafan: saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespon
dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan mielin
akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek

d. Pendengaran: membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang


pendengaran mengalami kekakuan.

e. Penglihatan: respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi
menurun, lapang pandang menurun, katarak

f. Belajar dan memori: kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori menurun
karena proses encoding menurun

g. Intelegensi: secara umum tidak berubah

2. Kesehatan umum

Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus bergantung pada orang lain. Terjadi banyak
perubahan dalam penampilan lansia, seperti pada bagian kepala dengan rambut yang menipis dan
berubah menjadi putih atau abu-abu, tubuh yang membungkuk dan tampak mengecil, bagian
persendian dengan pangkal tangan menjadi kendur dan terasa berat,

sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Selain itu, fungsi pancaindera terjadi perubahan seperti ada
penurunan dalam kemampuan melihat objek, kehilangan kemampuan mendengar bunyi dengan nada
yang sangat tinggi, penurunan sensitivitas papil-papil pengecap (terutama terhadap rasa manis dan asin),
penciuman menjadi kurang tajam, dan kulit yang semakin kering dan mengeras menyebabkan indra
peraba di kulit semakin peka.

Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang paling nyata, yaitu pada
kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang menopang tegaknya tubuh, lansia pun
cepat merasa lelah. Terdapat juga penurunan kecepatan dalam bergerak dan lansia cenderung menjadi
kaku. Hal ini menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.

3. Lingkungan

Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman. Lansia tidak jarang merasa emptiness
(kesendirian, kehampaan) ketika keluarganya tidak ada yang memperhatikannya. Selain itu, ketika ada
lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan pada lansia kapan ia akan meninggal.

E. Masalah Di Bidang Psikogeratri

1. Kecemasan

a. Pengertian

Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif kondlusif,
gangguan kecemasan umum, gangguan stress akut, gangguan stress pasca traumatic

b. Gejala kecemasan

* Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap kejadian yang akan terjadi

* Sulit tidur sepanjang malam

* Rasa tegang dan cepat marah

* Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang berat,
misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya

* Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan


* Merasa panic terhadap masalah yang ringan

c. Tindakan untuk mengatasi kecemasan

* Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih saying

* Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah untuk menentukan penyebab mendasar (dengan
memandang lansia secara holistic).

* Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman dengan penuh empati

* Bila penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alas an-alasan yang dapat diterima olehnya

* Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat ditentukan atau bila telah dicoba dengan
berbagai cara tetapi gejala menetap.

2. Depresi

a. Pengertian

Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis seperti rasa sedih,
susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri,
kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan Sukamto). Depresi adalah kondisi umum yang terjadi
pada lansia dan alasan terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial, kejadian
hidup, dan masalah fisik pada lansia. Memang, depresi sering disalahartikan sebagai demensia.
Kemampuan mental klien dengan depresi tetap utuh, sedangkan pada klien demensia, terjadi
peningkatan kerusakan kognitif.

b. Tipe depresi

Terdapat 2 tipe depresi yaitu eksogen atau depresi reaktif dan deprsesi endogen.

* Depresi endogen mungkin akan terjadi pada awitan awal dalam hidupnya. Individu dengan depresi
endogen betul-betul dapat mengalami gangguan mental bahkan mengalami delusi, dan sering kali
mencoba bunuh diri. Bunuh diri adalah pengalaman yang biasa pada lansia, terutama laki-laki. Oleh
karena itu, semua ancaman ini harus ditangani dengan serius.

* Klien dengan depresi eksogen biasanya mendapat dukungan yang cukup pada stuasi depresi,
seperti setelah berduka karena kehilangan atau selama tinggal di rumah sakit. Kadang-kadang dapat
dilakukan sesuatu terhadap penyebab depresi yang dialami lansia yang ketakutan untuk kembali ke
rumah setelah tinggal dirumah sakit. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan memastikan bahwa
mereka mendapat cukup dukungan di rumah.

c. Penyebab depresi pada lansia:

* Penyakit fisik

* Penuaan

* Kurangnya perhatian dari pihak keluarga

* Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)

* Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup banyak lansia yang mengalami
peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup berat.

* Serotonin dan norepinephrine

* Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang. Neurotransmitter sendiri adalah zat
kimia yang membantu komunikasi antar sel-sel otak.

d. Factor pencetus depresi pada lansia:

* Faktor biologic, misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak, faktor risiko vaskular, kelemahan
fisik.

* Faktor psikologik yaitu tipe kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa kehidupan seperti berduka,
kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi dan perubahan situasi, stres kronis dan penggunaan obat-
obatan tertentu.

e. Gejala depresi pada lansia:

* Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau
rekreasi tidak rnemberikan kesenangan.

* Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:

· Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk
makan secara berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah parah seseorang cenderung akan
kehilangan gairah makan.

· Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala).

· Berat badan berubah drastic


· Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang
mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak
tidur.

· Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk mernecahkan
masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk memfokuskan
perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi
adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi".

· Keluarnya keringat yang berlebihan.

· Sesak napas.

· Kejang usus atau kolik.

· Muntah.

· Diare.

· Berdebar-debar.

· Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan
mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya.
Dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan lemah.

· Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa, "saya
selalu merasah lelah" atau "saya capai".

* Secara biologik dipacu dengan perubahan neurotransmitter, penyakit sistemik dan penyakit
degeneratif.

* Secara psikologik gejalanya:

· Kehilangan harga diri/ martabat.

· Kehilangan secara fisik prang dan benda yang disayangi.

· Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alkohol/ narkoba, nikotin, dan
obat-obat lainnya, makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti
misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah
satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung.

· Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak
berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, "saya menyia-
nyiakan hidup saya" atau “saya tidak bisa rncncapai banyak kemajuan", seringkali terjadi.

· Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri.


· Gejala social ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak punya tempat tinggal.

3. Insomnia

a. Pengertian

Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat mengganggu kenyamanan
anggota keluarga lain yang tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur
sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga lansia melakukan kegiatannya pada
malam hari.

b. Penyebab insomnia pada lansia

* Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka masih semangat sepanjang
malam

* Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari

* Gangguan cemas dan depresi

* Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman

* Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada malam hari

* Infeksi saluran kemih

4. Paranoid

a. Pengertian

Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka, membicarakan, serta berkomplot
ingin melukai atau mencuri barang miliknya

b. Gejala Paranoid

* Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau orang-orang di sekelilingnya

* Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh orang-orang di sekelilingnya


mencuri atau menyembunyikan barang miliknya

* Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti depresi dan rasa marah yang
ditahan
* Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah memberikan rasa aman dan
mengurangi rasa curiga dengan memberikan alas an yang jelas dalam setiap kegiatan. Konsultasikan
dengan dokter bila gejala bertambah berat.

5. Demensia

a. Pengertian

Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi, disebabkan oleh kerusakan
jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis, 1995). Demensia adalah gangguan
progresif kronik yang dicirikan dengan kerusakan berat pada proses kognitif dan disfungsi kepribadian
serta perilaku (Isaac, 2004). Menurut Roger Watson, demensia adalah suatu kondisi konfusi kronik dan
kehilangan kemampuan kognitif secara global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik.

b. Jenis demensia:

1. Demensia jenis Alzheimer

* Patofisiologi: Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak senil atau neuritik) di jaringan otak atau
adanya kekusutan neurofibriler (akumulasi simpul filamen saran pada neuron. Adanya plak dan
kekusutan tersebut berkaitan dengan sel saraf, hilangnya sambungan antar neuron dan akhimya atrofi
serebral.

* Penyebab

· Genetika: Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk memprediksi demensia jenis alzheimer.
Penyakit alzheimer familial memiliki awitan sangat dini (usia 30-40 th) dan bertanggung jawab atas 20%
dari semua kasus demensia jenis ini. Penyakit ini berkaitan denga gen¬gen abnormal dikromosom 1, 14
dan 21. Adanya apolipoprotein E 4 (apo, E 4) dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih banyak pada penderita
demensia jenis alzheimer dibanding populasi umum.

· Modal toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa akumulasi alumunium pada otak akibat pajanan
alat-alat dan produk alumunium dapat menyebabkan demensia jenis alzheimer. Bukti untuk teori ini
masih sedikit.

· Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor : Kehilangan asetil kolin (neurotransmiter kolinergik


mayor) berkaitan dengan gejala-gejala gangguan kognitif (demensia). (peningkatan kadar asetin kolin
merupakan dasar untuk terapi obat yang disetujui FDA untuk demensia).

* Tahap Perilaku Afek Perubahan Kognitif Ringan

· Sulit menyelesaikan tugas


· Penurunan aktivitas yang mengarah pada tujuan

· Kurang memperhatikan penampilan pribadi dan

· aktivitas sehari-hari

· Menarik diri dari aktivitas social yang biasa

· Sering mencari benda-benda

· karena lupa meletakannya;

· dapat menuduh orang lain telah mencurinya

· Cemas

· Depresi

· Frustasi

· Curiga

· Ketakutan

· Kehilangan ingatan tentang

· peristiwa yang baru saja terjadi (lupa akan janji

· temu dan percakapan)

· Disorientasi waktu

· Berkurangnya kemampuan konsentrasi

· Sulit mengambil keputusan

· Kemampuan penilaian buruk

* Tahap perilaku afek Sedang

· Perilakunya tidak pantas secara sosial

· Kurang perawatan diri (misal mandi, toileting, berpakaian, berdandan)

· Berkeluyuran atau mondar-mandir

· Senang menimbun barang-barang


· Hiperoralitas

· Mengalami

· gangguan siklus tidur-bangun

· Mood labil Datar

· Apatis

· Agitasi

· Katas tropi Paranoia

· Kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru atau lama (amnesia) Konfabulasi

· Disprientasi waktu, tempat dan orang

· Sedikit agnosia, apraksia dan afasia

* Tahap perilaku afek Berat

· Penurunan kemampuan ambulasi dan aktivitas motorik lainnya

· Penurunan kemampuan menelan

· Sama sekali tidak bisa mengurus diri (misalnya membutuhkan perawatan yang konstan)

· Tidak mengenali lagi keberadaan pemberi asuhan Datar, apatis Reaksi Katastropik occasional dapat
berlanjut. Semua perubahan kognitif berlanjut sejalan dengan meningkatnya amnesia, agnosia, aprasia
dan afasia.

2. Demensia vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala demensia pada tahun pertama
terjadinya gejala neurologik fokal. Klien diketahui mengalami faktor resiko penyakit vaskuler (misalnya
hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes).

3. Jenis demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum, seperti penyakit parkinson,
penyakit pick, koreahuntingtown dan penyakit Creutzfeldt-jakob. Demensia yang disebabkan kondisi-
kondisi tersebut dicatat sesuai penyakitnya yang spesifik.

c. Gejala demensia:
1. Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan berbicara memburuk dan klien sulit
"menemukan" kata-kata.

2. Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan aktivitas motorik sekalipun fungsi sensoriknya tidak
mengalami kerusakan.

3. Agnosia: kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek atau benda urnurn walaupun fungsi
sensoriknya tidak mengalami kerusakan.

4. Konfabulasi: mengisi celah-celah ingatannya dengan fantasi yang diyakini oleh individu yang
terkena.

5. Sundown sindrom: memburuknya disorientasi di malam hari.

6. Reaksi katastrofik: respon takut atau panik dengan potensi kuat inenyakiti diri sendiri atau orang
lain.

7. Perseveration phenomenon: perilaku berulang, meliputi mengulangi kata-kata orang lain.

8. Hiperoralitas: kebutuhan untuk mencicipi dan mengunyah benda-benda yang cukup kecil untuk
dimasukkan ke mulut.

9. Kehilangan memori: awalnya hanya kehilangan memori tentang hal-hal yang baru terjadi, dan
akhirnya gangguan ingatan masa lalu.

10. Disorientasi waktu, tempat dan orang.

11. Berkurangnya kemampuan berkonsentrasi atau mempelajari materi baru.

12. Sulit mengambil keputusan.

13. Penilaian buruk: individu ini mungkin tidak mempunyai kewaspadaan lingkungan tentang keamanan
dan keselamatan.

d. Etiologi demensia

Faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:

1. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan. Bila kondisi akut yang menyebabkan
delirium tidak atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi ini akan menjadi kronik dan
karenanya dapat dianggap sebagai demensia.

2. Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan aterosklerosis dapat menyebabkan


stroke.

3. Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.


4. Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.

5. Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-jakob).

6. lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang Sistem saraf pusat (SSP), menyebabkan
ensefalopati HIV atau kompleks demensia AIDS

7. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal, hidrocephalus dan cidera akibat trauma
kepala.

F. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia

Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu ditekankan pendekatan
yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari
satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu
pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health)
disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien semata-
mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan
Holistik adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh.

1. Pendekatan fisik

Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya cedera sehingga diharapkan
melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri disamping klien, menghilangkan sumber bahaya
dilingkungan, memberikan perhatian dan sentuhan, bantu klien menemukan hal yang salah dalam
penempatannya, memberikan label gambar atau hal yang diinginkan klien.

2. Pendekatan psikologis

Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut
usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai
penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip
“Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service. Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi
karena bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti
menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan,
peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu
siang, dan pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang
membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan .
Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Bila perawat ingin
merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara
perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan
pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar
di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

3. Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan lansia dengan Tuhan
atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan
pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian. Seorang dokter mengemukakan
bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor,
seperti ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi
dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan
memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini.
Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat harus dapat meyakinkan
lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi ditinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka.
Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

4. Pendekatan social

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti
menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat
bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Penyakit
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan
melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa,
stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan,
ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian
diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban
bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka
maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi
lanjut usia.

BAB III
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Riwayat

Pernah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya?

2. Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi, meliputi

Mini Mental Status Exam (MMSE)

(Menurut Flostein, MS. Dkk, 1995)

I. ORIENTASI

· tanyakan hari ini tanggal berapa?

· Kemudian tanyakan hal-hal terkait, misalnya sekarang ini musim apa?

II. REGISTRASI

· Bila memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji daya ingatnya (memori).

· Ucapkan dengan jelas dan perlahan kata-kata seperti BOLA, BENDERA, POHON. Dengan jarak per
kata 1 detik. Sesudah itu minta pasien untuk mengulanginya. Jawaban pertama menentukan skornya,
tetapi mintalah pasien untuk mencoba terus (misalnya hingga 6 kali) bila gagal tes ini kurang bermakna.

III. PERHATIAN DAN PERHITUNGAN

· Minta pasien untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisi 7. Berhenti setelah 5 jawaban.
Berilah skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.

· Bila dia tidak mampu menghintung, mintakan padanya untuk mengeja suatu kata dari arah
belakang (misalnya RUMAH--------H-A-M-U-R), beri skor satu untuk setiap huruf yang ditempatkan benar.
Catatlah jawaban pasien

IV. DAYA INGAT

· Minta pasien unutk mengingat kembali ketiga kata yang ditanyakan kepadanya diatas tadi.
V. BAHASA

· Menyebutkan : perlihatkan arloji anda sambil menanyakan : “apa ini?”

Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu untuk setiap jawaban yang benar

· Pengulangan : minta pasien untuk mengulangi : ‘bukan, itu bukan……………!, tetapi itu ………
dan………! Beri skor 1 point bila pengulangan benar.

· Perintah tiga langkah. Beri pasien secarik kertas kosong dan katakana : “ambil kertas ini dengan
tangan kanan, lipat dua, dan letakan dilantai.”

Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang benar

3. DATA DEMOGRAFI

a. Ras dan suku apa ?

b. Jenis kelamin laki…… perempuan……

c. Pernah sekolah sampai ?

d. Strata 2

e. strata 1

f. Program diploma

g. SMA/ Sederajat

h. SMA (tidak tamat)

i. SMP ke bawah

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pola tidur b.d ansietas

2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible.

3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi
sensori ( defisit neurologist).
5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan ketergantungan
fisiologis dan atau psikologis.

6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh penyimpangan


jangka panjang dari proses penyakit

C. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan pola tidur b.d ansietas.

· Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki pola tidur yang teratur.

· Kriteria Hasil:

a. Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.

b. Klien mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.

c. Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi penyebab tidur tidak
adekuat.

d. Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang
melayang-layang (melamun).

e. Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.

· Intervensi

a. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur pada
malam hari.

Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang
singkat.

b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.

Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid termasuik perubahan
mood, insomnia.

c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien (member susu
hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari terbukti
mengganggu tidur.

d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.

Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan berkurang selama tidur, meningkatkan respon
otomatik, karenanya respon kardiovaskuler terhadap suara meningkat selama tidur.

e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama.

Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu pemulihan sehubungan
dengan gangguan psikologis dan fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.

f. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan massage punggung.

Rasional: meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.

g. Putarkan music yang lembut atau “suara yang jernih”.

Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan sekitar yang
akan menggaggu tidur.

h. Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.

Rasional: Efektik menangani pseudodemensia atau depresi menigkatkan kemampuan untuk ttidur, tetapi
antikolinergik dapat mencetuskan bingung, memperburuk kognitif an efek samping hipertensi ortostatik.

2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible.

· Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat berpikir rasional.

· Kriteria hasil :

a. Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian yang
menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri

b. Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative

c. Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah laku dan factor penyebab

d. Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan
kebingungan.
· Intervensi:

a. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang terapeutik

Rasional: mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan, meningkatkan pengembanagan


evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik psikologis.

b. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian, kemampuan berfikir.
Bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan perilaku.

Rasional: memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan memengaruhi rencana intervensi.
Catatan: evaluasi orientasi secar berulang dapat meningkatkan risiko yang negative atau tingkat frustasi.

c. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.

Rasional: kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron

d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien

Rasional: menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan perceptual.

e. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien mengungkapkan ide yang
salah, jika tidak meningkatkan kecemasan.

Rasional: lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi pada realita meningkatkan
perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan (kebahagiaan personal).

f. Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.

Rasional: klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan penghormatan, penghargaan, dan
kebahagiaan.

g. Bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya. Berikan label gambar atau hal yang
diinginkan klien. Jangan menentang.

Rasional: menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan. Membantah klien tidak akan mengubah
kepercayaan dan menimbulkan kemarahan.

h. Berikan obat sesuai indikasi seperti, siklandelat.

Rasional ; meningkatkan kesadaran mental.

3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif.

· Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien tidak mengalami cedera.

· Kriteria hasil :
a. Klien mampu meningkatkan tingkat aktivitas.

b. Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma atau cedera

c. Klien tidak mengalami trauma atau cedera

d. Keluarga mampu mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk


memperbaikinya.

· Intervensi:

a. Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan persepsi visual. Bantu
keluarga mengidentifkasi risiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.

Rasional: mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran perawat akan bahaya. Klien
dengan tingkah laku impulsive berisiko trauma karena kurang mampu mengendalikan perilaku.
Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh

b. Hilangkan sumber bahaya lingkungan.

Rasional: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal terjadi trauma akibat tidak
bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.

c. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi atau berbahaya, seperti memanjat pagar tempat tidur.

Rasional: mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang meningkatkan risiko


terjadinya trauma.

d. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik atau kebutuhan klien.

Rasional: perlambatan proses metabolism mengakibatkan hipotermia. Hipotalamus dipengaruhi proses


penyakit yang menyebabkan rasa kedinginan.

e. Kaji efek samping obat, tanda keracuna (tanda ekstrapiramidal, hipotensi ortostatik, gangguan
penglihatan, gangguan gastrointestinal).

Rasional: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan kadar tolsisitas pada
lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan untuk mengurangi gangguan.

i. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama klien
selama periode agitasi akut.

Rasional: membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur pada klien lansia
(berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi
sensori ( defisit neurologis ).

· Tujuan: setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak terjadi penurunan lebih lanjut
pada persepsi sensori klien.

· Kriteria hasil :

a. Klien mengalami penurunan halusinasi.

b. Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau mengatur
perilaku.

c. Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.

· Intervensi:

a. Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi klien
termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.

Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien
kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa lapar atau haus.

b. Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan

Rasional : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan kesalahan intepretasi stimulasi.

c. Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi realita dengan
kalender, jam, atau catatan.

Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap frustasi karena salah
persepsi dan disorientasi. Klien menjadi kehilangan kemampuan mengenali keadaan sekitar.

d. Ajarkan strategi mengatasi stress.

Rasional : menurunkan kebutuhan akan halusinasi

e. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu ke satu pengunjung,
kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.

Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain.


5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan ketergantungan
fisiologis dan atau psikologis.

· Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien mampu melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.

· Kriteria hasil :

a. Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi atau komunitas yang dapat
memberikan bantuan.

· Intervensi:

a. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri.

Rasional: memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah dapat diminimalkan dengan
menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli.

b. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.

Rasional: seiring perkembangan penyakit kebutuhan kebersihan dasar mungkin dilupakan.

c. Lakukan pengawasan dan berikan kesempatan untuk melakukan sendiri sesuai kemampuan.

Rasional: mudah sekali terjadi frustasi jika kehilangan kemandirian.

d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas

Rasional: pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat karena penurunan motorik dan
perubahan kognitif.

e. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.

Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.

6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh penyimpngan


jangka panjang dari proses penyakit.

· Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x kunjungan koping keluarga efektif.

· Kriteria hasil :

a. Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan sendiri untuk mengatasi keadaan.


b. Keluarga mampu menerima kondisi orang yang dicintai dan mendemonstrasikan tingkah laku
koping positif dalam mengatasi keadaan.

c. Klien mampu menggunakan system pendukung yang ada secara efektif.

· Intervensi:

a. Bantu keluarga mengungkapkan persepsinya tentang mekanisme koping yang digunakan.

Rasional: keluarga dengan keterbatasan pemahaman tentang strategi koping memerlukan informasi
akibat konflik.

b. Libatkan keluarga dalam pendidikan dan perencanaan perawatan dirumah.

Rasional: memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi dirumah.

c. Fokuskan pada masalah spesifik sesuai dengan yang terjadai pada klien.

Rasional: penurunan penyakit mengikuti perkembangan yang tidak menentu

d. Realistis dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan.

Rasional: menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru.

e. Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung.

Rasional: kontak kekeluargaan merupakan dasar dari realitas, terbebas dari kesepian.

f. Rujuk pada sumber pendukung seperti perawatan lansia, pelayanan dirumah, berhubungan dengan
asosiasi penyakit demensia.

Rasional: memberikan tanggung jawab pada tempat perawatan, mengurangi kejenuhan dan resiko
terjadinya isolasi social dan mencegah kemarahan keluarga.
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Mental dapat diartikan sesuatu yang berada dalam
tubuh (fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam kehidupan
pribadi dan lingkungannya. Pada lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan
jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan mental pada lansia seperti perubahan fisik, kesehatan umum dan
lingkungan. Pada lansia sering muncul masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan fungsi mental
seperti kecemasan, depresi, insomnia, paranoid, dan demensia.

Masalah-masalah tersebut dapat berdampak pada kelangsungan hidup lansia sehingga penting bagi
perawat untuk menanganinya. Berdasarkan masalah diatas dapat muncul beberapa diagnose
keperawatan seperti : gangguan pola tidur b.d ansietas; gangguan proses pikir berhubungan dengan
kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible; risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi
fisiologis daan kognitif; perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi
dan atau integrasi sensori ( defisit neurologist); kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting
berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.

Berdasarkan diagnosa diatas perlu diberikan intervensi yang tepat seperti memberikan lingkungan yang
nyaman untuk meningkatkan tidur; pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang; hilangkan
sumber bahaya lingkungan; kaji derajat sensori atau gangguan persepsi; identifikasi kebutuhan akan
kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.

B. Saran
1. Untuk pembaca makalah dapat menambah pengetahuan terkait gangguan fungsi mental pada
lansia dan dapat mengimplementasikannya.

2. Untuk penulis dapat mengimplementasikan intervensi-intervensi untuk menangani lansia dengan


gangguan perubahan fungsi mental.

3. Diharapkan institusi dapat mengembangkan fungsi mental dan mengetahui bagaimana cara
mengatasi maslah gangguan pada lansia dengan gangguan fungsi mental.

4. Diharapkan pemda dapat mengetahui masalah yang ada pada lansia terkait penurunan fungsi
mental, memahami maslah dan dapat mengatasi gangguan fungsi mental pada lansia dengan
memberikan perhatian khusus pada lansia dengan gangguan fungsi mental di dinas terkait.

5. Diharapkan panti werda dapat mengatasi dan memahami masalah pada lansia dengan penurunan
fungsi mental dan berkoordinasi dengan dinas pemda terkait.
DAFTAR PUSTAKA

Kusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usi Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Nugroho, Wahjudi. 1995. Perawatan Lanjut Usia.Jakarta: EGC

Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan asuhan Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC

Stuart & Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing Fifth Edition. United State of
America : Mosby.

Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6, EGC, Jakarta, 2000.

Nugroho, Wahjudi. “Keperawatan Gerontik”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.

Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta, 1997.

Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003.

Novi nofyati di 23.51

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

Foto saya
Novi nofyati

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai