Anda di halaman 1dari 28

RESUME KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.U


DENGAN DIAGNOSA MEDIS MULTIPLE LIVER ABSES
DI RUANG KANA RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah

Program Profesi Ners XXXVI

Oleh :
INTAN FEBRYANI RAMADHANTI

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXVI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi
dari peradangan akut saluran empedu. (Robins, et al, 2002).
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim hati (Sudoyo, 2006).
Abses pada hepar timbul sebagai infeksi sekunder yang muncul di bagian
tubuh yang lain kemudian dibawa ke hepar melalui system bilier, system vaskuler,
atau system limfatik. Organisme piogenik juga masuk ke dalam hepar melalui
luka tusuk yang mengenai hepar. Abses karena amuba dapat berasal dari
gastrointestinal kemudian masuk ke dalam hepar melalui vena porta. Abses pada
hepar akan mengganggu fungsi hepar. Selain itu, perforasi abses dapat
menyebabkan isi abses masuk ke dalam celah pleura, celah pericardial, atau celah
peritoneal (Baradero, 2008).
Jadi abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh
infeksi.
2. Etiologi
Penyebab utama abses hepar adalah adanya infeksi bakteri pada organ
hepar. Bakteri dapat masuk ke dalam organ hepar melalui beberapa cara
sebagai berikut: (Schoonmaker, 2003)
a. Kandung kemih yang terinfeksi
b. Luka tusuk atau luka tembus
c. Infeksi di dalam perut
d. Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa oleh aliran darah
3. Klasifikasi

Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan
abses hati pyogenik :

a. Abses Hati Amoeba


Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai
parasit non-patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba
histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian
individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang memberi
gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu
starin patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini
berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar
(Aru W Sudoyo, 2006).
E.histolytica di dalam feces dapat di temukan dalam dua bentuk
vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di
luar tuibuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten
terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam
suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak,
mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu
hialuronidase dan mukopoli sakaridase yang mampu mengakibatkan
destruksi jaringan.
b. Abses Hati Piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan
penyebab yang terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga
adalah streptococcus faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla
Typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides, aerobakteria,
akttinomesis, dan streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu
dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob
maupun aerob (Aru W Sudoyo, 2006).
4. Patofisiologi
a. Amoebiasis Hepar
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica.
Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang
memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis
E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya
virulensi berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis amebiasis
hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme
yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang
menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi
parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan
dan penurunan imunitas cell-mediated.
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : (5)
1) strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
2) secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi
tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan
lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri.
Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
3) penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
4) pengerusakan sawar intestinal.
5) lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi
respons imun cell- mediated yand disebabkan enzim atau toksin
parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi,
keganasan dll.
6) penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati
sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi
neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti
dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul
tipis seperti jaringan fibrosa

Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah


terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi
tanpa didahului riwayat disentri amebiasis.
1) Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga
mengakibatkan infeksi
2) Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3) Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami
gangguan tidur atas pola tidur.
4) Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga
menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5) Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi
energi menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas
fisikManifestasi klinis
b. Abses Hati Piogenik
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
1) Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa
menyebabkan pielflebitis porta atau emboli septik.
2) Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering.
Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran
empedu seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran
empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital.
3) Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan
seperti abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
4) Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
5) Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
organ lanjut usia.
5. Tanda dan Gejala
Keluhan awal yaitu demam/menggigil, nyeri abdomen,
anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringat
malam, diare, demam (suhu tubuh >38°C), hepatomegali, nyeri tekan
kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan
kematian (Cameron, 1997).
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik
berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakan di atasnya.
Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain
yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan
keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi
iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk
ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu
makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional (Mansjoer,
2001).
a. Abses hati amoeba
Cara timbulnya abses hati amoebik biasanya tidak akut,
menyusup yaitu terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu.D emam
ditemukan hampir pada seluruh kasus. Terdapat rasa sakit diperut
atas yang sifat sakit berupa perasaan ditekan atau ditusuk. Rasa sakit
akan bertambah bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita
merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa
sakit. Selain itu dapat pula terjadi sakit dada kanan bawah atau sakit
bahu bila abses terletak dekat diafragma dan sakit di epigastrium bila
absesnya dilobus kiri.
Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan
berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Batuk-batuk
dan gejala iritasi diafragma juga bisa dijumpai walaupun tidak ada
ruptur abses melalui diafragma. Riwayat penyakit dahulu disentri
jarang ditemukan. Ikterus tak biasa ada dan jika ada ia ringan. Nyeri
pada area hati bisa dimulai sebagai pegal, kemudian mnjadi tajam
menusuk. Alcohol membuat nyeri memburuk dan juga perubahan
sikap.Pembengkakan bisa terlihat dalam epigastrium atau penonjolan
sela iga. Nyeri tekanhati benar-benar menetap. Limpa tidak
membesar.
b. Abses hati piogenik
Menunjukkan manifestasi klinik lebih berat dari abses hati amoeba.
Terutama demam yang dapat bersifat intermitten, remitten atau
kontinue yang disertai menggigil. Keluhan lain dapat berupa sakit
perut, mual atau muntah, lesu, dan berat badan yang menurun. Dapat
juga disertai batuk, sesak napas, serta nyeri pleura.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien yang septik
disertai nyeri perut kanan atas dan hepatomegali dengan nyeri tekan.
Kadang disertai ikterus karena adanya penyakit bilier seperti
kolangitis.
6. Pemerikaan Diagnostik
Menurut Julius (1998) pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
penegakan diagnosa abses hepar antara lain:
a. Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin,
leukosit, dan pemeriksaan faal hati.
Abses Hati Amoeba
Abses Hati Piogenik
 Kelainan pemeriksaan hematology pada Pada pemeriksaan
amoebiasis hati didapatkan Hb antara laboratorium munkin
10,4-11,3g%, sedangkan leukosit berkisar didapatkan leukositosis
antara 15.000-16.000/mm3. Pada dengan pergeseran ke kiri,
pemeriksaan faal hati didapatkan albumin anemia, gangguan fungsi
2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total hati seperti peninggian
bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali bilirubin atau fosfatase
270,4-382,0 u/l sedangkan SGOT 27,8- alkali. Pemeriksaan biakan
55,9u/l dan SGPT 15,7-63,0u/l. pada awal penyakit sering
 Jadi kelainan laboratorium yang dapat tidak menimbulkan
ditemukan pada amoebiasis hati adalah kuman.
anemia ringan sampai sedang,
leukositosis. Sedangkan kelainan faal hati
didapatkan ringan sampai sedang.

b. Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya
pergerakkan diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
c. Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran
udara bebas diatas hati. kelainan yang didapat tidak begitu banyak,
mungkin dapat berupa gambaran ileus,hepatomegali atau gambaran
udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa air fluid level yang
jelas.
d. Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma. Gambaran USG
pada amoebiasis hati adalah :
1) bentuk bulat atau oval
2) tidak ada gema dinding yang berarti
3) ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal
4) bersentuhan dengan kapsul hati
5) peninggian sonic distal
6) tomografi komputer
e. Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat
melihat integritas diafragma
f. Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman. Ada beberapa
uji yang banyak digunakan antara lain indirect haemaglutination
(IHA), counter immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Yang
banyak dilakukan adalah tes IHA. Tes IHA menunjukkan sensitivitas
yang tinggi. Titer 1:128 bermakna untuk diagnosis amoebiasis
invasive.
g. Abdominal CT Scan
Pada abdominal CT Scan abses hepar dapat ditemukan keadaan
sebagai berikut.
7. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/
ekstraintestinal atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau
intravena. Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai
berikut:
1) Metronidazole: 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah
dengan;
2) Kloroquin fosfat: 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama
20 hari, ditambah;
3) Dehydroemetine: 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular
(maksimum 99 mg/hr) selama 10 hari.
b. Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasinya yaitu pada:
1) Abses yang dikhawatirkan akan pecah
2) Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada
3) Abses di lobus kiri karena abses di sini mudah pecah ke rongga
perikardium atau peritoneum.
c. Tindakan pembedahan Pembedahan dilakukan bila:
1) Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
2) Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang
interkostal.
3) Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
4) Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/ pleural/
pericardial (Mansjoer, 2001)
PENGKAJIAN KASUS BINAAN
1. Identitas
A. Identitas Pasien
a. Nama : Tn U
b. Umur : 54 tahun
c. Tanggal lahir : Bandung, 04 Juni 1964
d. Jenis kelamin : Laki-laki
e. Agama : Islam
f. Suku bangsa : Sunda
g. Pendidikan terakhir : SLTA
h. Pekerjaan : Petani Sayuran
i. Alamat : Kp.Cibeureum, Kec.Pangalengan, Kab.Bandung
j. No. Medrek : 1729826
k. Tgl Masuk RS : 12 Desember 2018
l. Tgl Pengkajian : 14 Desember 2018
m. Diagnosa medis : Multiple liver abses
B. Identitas Penanggung Jawab
a. Nama : Ny A
b. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
c. Alamat : Kp.Cibeureum, Kec.Pangalengan, Kab.Bandung
d. Suku : Sunda
e. Hubungan dgn pasien : Istri
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 14 Desember pukul 16.00,
pasien mengeluh nyeri di bagian abdomen dengan skala nyeri 3 (0-10)
(pasien sedang menerima terapi ketorolac), nyeri dirasakan seperti ditusuk
tusuk, nyeri bertambah ketika digerakan dan berkurang ketika istirahat.
Nyeri tersebut telah dirasakan sekitar 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit yang disertai dengan pembengkakan di area abdomen.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat hipertensi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
e. Riwayat Psikososial dan Spiritual
a) Gambaran Konsep Diri
Citra tubuh : Pasien sudah menerima kondisi tubuhnya saat ini.
Pasien juga merasa bersyukur karena memiliki anggota
tubuh yang lengkap.
Identitas diri : Pasien khawatir nantinya akan banyak merepotkan
keluarganya, karena pasien merupakan tulang
punggung keluarga.
Peran : Pasien mengatakan belum siap dengan kondisinya jika
tidak dapat bekerja lagi.
Ideal diri : Pasien mengatakan keinginannya untuk segera sembuh
dan dapat bekerja lagi seperti sediakala.
Harga diri : Pasien telah menerima penyakitnya dan tampak
semangat untuk mendapatkan kondisi sehat sehingga
motivasi untuk sembuh sangat tinggi dengan
melakukan perawatan di rumah sakit.
b) Data Psikologis
Pasien menyatakan sudah bosan di rumah sakit dan ingin segera
mendapat jadwal operasi agar dapat segera pulang.
c) Data Sosial
Selama dirawat pasien ditemani oleh istri, anak dan keluarga
yang lain.
d) Data Spiritual
Pasien melakukan ibadah wajib seperti biasa meskipun sulit
untuk melakukan mobilisasi namun pasien dapat melakukannya di
tempat tidur.
f. Riwayat ADL (selama dirawat di RS)
No Jenis Aktivitas Keterangan
1 Nutrisi dan Cairan
a. Makan
 Jenis makanan Bubur nestle, dan buah-buahan
 Frekuensi 3x/hari
 Pantangan Tidak ada
 Alergi Tidak ada
 Keluhan Mual dan muntah, sehingga pasien tidak
memakan makanan yang disediakan oleh RS
(kecuali buah)
b. Minum
 Jenis cairan Air putih ± ½ botol air mineral ukuran 1500
 Frekuensi ml
 Keluhan Setelah makan atau ketika haus saja
Tidak ada
Kebutuhan cairan = 30-50 ml/kgBB/hari x 50 kg
= 30-50 ml/kgBB/hari x 50 kg
= 1.500 – 2500 ml/hari
2 Eliminasi
a. BAK
 Frekuensi 5-7 kali sehari
 Warna Kuning
 Jumlah Tidak terkaji karena pasien tidak terpasang
kateter
 Keluhan Pasien mengalami kesulitan ketika ke toilet
karena mobilitasnya terganggu
b. BAB
 Frekuensi Sehari sekali
 Konsistensi / warna Padat/ kuning
 Keluhan Tidak ada
3 Istirahat Tidur
a) Siang
Kualitas Terkadang tidur
Kuantitas ± 2 jam
b) Malam
Kualitas Kadang terbangun karena merasakan nyeri
pada abdomennya
Kuantitas ± 6-7 jam
Keluhan Tidak ada
4 Personal
e) Hygiene
a)
f) Kebersihan kulit Bersih, setiap pagi pasien diseka oleh
istrinya, tidak terdapat luka pada bagian
b) Kebersihan gigi kulit.
g) Pasien mengatakan jarang gosok gigi
c) Kebersihan rambut semenjak dirawat
d) Kebersihan kuku Bersih
Kuku kaki dan tangan pasien terpotong
pendek
5 Mobilisasi Pasien tidak dapat mobilisasi dengan
mandiri namun dibantu oleh
istri/keluarganya.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian Umum
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran (GCS) : Compos Mentis, E4V5M6
 TTV :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 79 x/menit
Suhu badan : 36°C
Pernafasan : 24 x/menit
 Antropometri
BB : 55 kg
TB : 160 cm
𝐵𝐵(𝑘𝑔) 50 𝑘𝑔
𝐼𝑀𝑇 = 2 = ( 1.6)2= 19.5 kg / m2 (normal)
(𝑇𝐵(𝑚) )

b. Pemeriksan Fisik Fokus


1) Sistem Penglihatan
Bentuk mata simetris, sklera ikterik (+), konjungtiva anemis (-)
2) Sistem Eksresi
Terdapat pembesaran pada area abdomen, hepatomegali (+), terdapat
nyeri tekan pada kwadran kanan atas.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai normal Keterangan
Hemoglobin 11,0 g/dL 14-17,4 Rendah
Hematokrit 32,9 % 41,5 – 50,4 Rendah
Leukosit 10,08 103/uL 4,5 - 11 Normal
Eritrosit 3,89 Juta/uL 4,4- 6 Rendah
Trombosit 346 Ribu/uL 150 - 450 Normal
Index eritrosit :
MCV 84,6 fL 80 – 96 Normal
MCH 28,3 Pg 27,5-33,2 Normal
MCHC 34,6 % 33,4-35,5 Normal
PT 12.40 9.1-13.1 Normal
INR 1.18 0.8-1.2 Normal
APTT 23.50 detik 14.2-34.2 Normal
SGOT (AST) 35 U/L 15-37 Normal
SGPT ( ALT) 54 U/L 16- 63 Normal
11-12-2018 Ureum 42.6 mg/dL 15-39 Tinggi
Kreatinin 1,53 mg/dL 0,8-1,3 Tinggi
Natrium 130mEq/L 135-145 Rendah
Kalium 4,8 mEq/L 3,5-5,1 Normal
Glukosa sewaktu 97mg/dL <140 Normal
Protein Total 6,3 g/dL 6,4-8,2 Rendah
Albumin 1,70 g/dL 3,4-5,0 Rendah
Globulin 4,6 d/dL 4,6 Normal
Rasio 0,37 1,1-1,5 Rendah
Albumi/Globulin
Seramoeba 20,70 Non reaktif : Reaktif
< 8,5
Grey zone:
8.5-11,5
Reaktif >11,5

5. Informasi Tambahan
a. Status Gizi
Jenis Kelamin: Laki-laki, BB: 50 kg, TB: 160 cm, Usia: 54 tahun.
IMT = 19.5 kg / m2 (normal)
b. Kebutuhan kalori
Kebutuhan energi pasien (laki-laki, usia 54 tahun, 50 kg, 160 cm)
Kebutuhan energi (kkal/hari) = (66,4 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U))
mx tingkat aktivitas
= (66,4 + (13,7 x 50) + (5 x 160) – (6,8 x 54))
mx 1,2
= (66,4 + 685 + 800 – 367,2) x 1,2
= 1421 kkal/hari
Kebutuhan KH : 50 – 60% x total kalori = 710,5 – 852,6 kkal/hari
Kebutuhan Protein : 10 – 15% x total kalori = 142,1 – 213,15 kkal/hari
Kebutuhan Lemak : 10 – 25% x total kalori = 142,1 – 355,25 kkal/hari
6. Terapi
No. Terapi
1. Keterolac 30 mg (2 x 30 mg)
Ketorolac berfungsi untuk penatalaksanaan nyeri akut yang berat jangka
pendek (<5 hari). Ketorolac adalah obat dengan fungsi mengatasi nyeri
sedang hingga nyeri berat untuk sementara. Biasanya obat ini digunakan
sebelum atau sesudah prosedur medis, atau setelah operasi. Ketorolac
adalah golongan obat nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) yang
bekerja dengan memblok produksi substansi alami tubuh yang
menyebabkan inflamasi. Efek ini membantu mengurangi bengkak, nyeri,
atau demam.
2. Ranitidin (2x 50 mg)
Ranitidin adalah obat yang dapat digunakan untuk menangani gejala atau
penyakit yang berkaitan dengan produksi asam berlebih di dalam lambung.
Ranitidine juga sebagai obat untuk mengurangi efek ketorolac yang dapat
melukai ulkus lambung
3. Ciprofloxacin (2x500 mg)
Ciprofloxacin adalah antibiotik yang digunakan untuk menangani berbagai
jenis infeksi akibat bakteri, misalnya infeksi saluran kemih, infeksi pada
saluran pencernaan, infeksi pada mata, dan infeksi menular seksual. Jenis
obat ini bekerja dengan cara membunuh atau mencegah perkembangan
bakteri yang menjadi penyebab infeksi.
4. Metronidazole (2x500 mg)
Metronidazole adalah obat antimikroba yang digunakan untuk mengobati
berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme protozoa
dan bakteri anaerob. Kedua jenis organisme ini dapat hidup dan
berkembang biak tanpa bantuan oksigen. Mereka sering menyebabkan
infeksi pada bagian tubuh seperti rongga perut, rongga panggul, dan gusi.

7. Analisis Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1. DS : pasien mengeluh Bakteri/parasit/jamur Nyeri
nyeri pada bagian ↓
abdomen kwadran kanan Masuk ke dalam sistem
atas, nyeri seperti ditusuk- pencernaan

tusuk. Nyeri bertambah
Vena porta, sistem bilier,
ketika digerakan dan
sistem arterial hepatik
berkurang ketika istirahat ↓
DO: Hepar
□ Skala nyeri yang ↓
dialami pasien yaitu 3 Mengalami kerusakan jaringan
(0-10), hepar
□ Pasien tampak ↓
Peradangan/inflamasi hepar
meringis kesakitan

ketika digerakan
Infeksi
□ TD: 130/80 mmHg ↓
HR: 79 x/menit Merangsang ujung saraf
Suhu : 36°C mengeluarkan
RR: 24 x/menit bradikinin,serotonin dan
prostaglandin

Impuls di sampaikan di SSP
bagian korteks serebri

Nyeri

2 DS: Peradangan/inflamasi hepar Hambatan


□ Pasien menyebutkan ↓ mobilitas fisik
kesulitan untuk berjalan Infeksi

dan bergerak
Merangsang ujung saraf
□ Pergerakan pada mengeluarkan
abdomen menimbulkan bradikinin,serotonin dan
nyeri prostaglandin
DO ↓
□ Skala nyeri yang Impuls di sampaikan di SSP
dialami pasien yaitu 3 bagian korteks serebri
(0-10), ↓
Nyeri
□ Pasien tampak

meringis kesakitan
Mobilitas terganggu
ketika bergerak ↓
Hambatan mobilitas fisik

8. Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan ditandai
dengan
 DS: pasien mengeluh nyeri pada bagian abdomen kwadran kanan
atas, nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri bertambah ketika digerakan
dan berkurang ketika istirahat
 DO: Skala nyeri yang dialami pasien yaitu 3 (0-10), pasien tampak
meringis kesakitan ketika digerakan , TD: 130/80 mmHg, HR: 79
x/menit, suhu : 36°C , RR: 24 x/menit
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
 DS: Pasien menyebutkan kesulitan untuk berjalan dan bergerak,
Pergerakan pada abdomen menimbulkan nyeri
 DO : Skala nyeri yang dialami pasien yaitu 3 (0-10), pasien tampak
meringis kesakitan ketika bergerak
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Klien : Tn. U Nama Mahasiswa: Intan Febryani R
Ruang : Kana Tanggal : 14 Desember 2018
No. RM : 1729826 Fakultas : Keperawatan Universitas Padjadjaran

No
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi
Dx

1 Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri :


terputusnya kontinuitas keperawatan selama 3x24
ditandai dengan : jam nyeri berkurang □ Kaji skala nyeri 0-10 (0: □ Sebagai alat ukur untuk menilai
tidak ada nyeri, 10: nyeri keefektifann intervensi
DS : pasien mengeluh nyeri dengan kriteria hasil :
pada bagian abdomen
sangat) □ Agar intervensi yang diberikan
 Skala nyeri berkurang □ Lakukan pengkajian nyeri sesuai degan kebutuhan pasien
kwadran kanan atas, nyeri yang komprehensif
(<3) baik farmakologis maupun
seperti ditusuk-tusuk. Nyeri meliputi lokasi,
 TTV dalam batas normal nonfarmakologi
bertambah ketika digerakan TD 120/80 mmHg karakteristik, durasi, □ Kenyamanan dapat mengurangi
dan berkurang ketika istirahat RR : 12-18 x/menit kualitas, intensitas, dan nyeri dan meningkatkan
DO: HR : 80-100 x/menit faktor pencetus kooperatif ketika dilakukan
□ Skala nyeri yang dialami
0
T : 37-37,5 C □ Posisikan pasien dengan intervensi
pasien yaitu 3 (0-10),
nyaman □ Terapi napas dalam dapat
□ Komunikasikan dengan memberikan sensasi relaks pada
□ Pasien tampak meringis pasien untuk relaks dan pasien. Berdasarkan hasil
kesakitan ketika mengatur napas penelitian di Japan bahwa selama
digerakan □ Terapi non farmakologi ekspirasi saraf nyeri akan
□ TD: 130/80 mmHg dengan teknik distraksi melemah, sehingga napas dalam
HR: 79 x/menit □ Monitor kepuasan pasien di anjurkan agar nosiseptor nyeri
terhadap manajemen nyeri tidak terlalu berkontraksi ketika
Suhu : 36°C
RR: 24 x/menit □ Kaji ulang skala nyeri ekspirasi dan efektif menurunkan
setelah tindakan nyeri (Iwabe, Ozaki, &
□ Pemasangan elastis perban Hashizume, 2014)
□ Sebagai penilaian apakah terapi
Kolaborasi: efektif atau tidak
 Cek riwayat alergi obat □ Pemasangan elastis perban untuk
 Berikan terapi analgetik mengurangi pergerakan lutut
ketorolac 2x30 mg pasien
□ Untuk menghindari reaksi
vasodilatasi akibat alergi
□ Menghindari terjadinya
komplikasi
□ Untuk menilai keefektifan terapi
2 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Mandiri
berhubungan dengan nyeri keperawatan selama 3x24 □ Lakukan pengkajian □ Pengkajian mobilitas dilakukan
ditandai dengan: jam pasien dapat mencapai mobilitas pasien secara untuk mengetahui kemampuan
DS: mobilitas secara mandiri terus menerus pasien dalam ambulasi dan
□ Pasien menyebutkan dengan kriteria hasil : □ Kaji kekuatan otot dan aktivitas mandiri di tempat tidur
mobilitas sendi □ Pengkajian kekuatan otot dan
kesulitan untuk berjalan □ Pasien mampu □ Latih rentang pergerakan sendi dimaksudkan untuk
dan bergerak mengatur posisi tubuh sendi (ROM) aktif dan mengetahui batasan rentang gerak
□ Pergerakan pada abdomen □ Pasien memiliki pasif untuk memperbaiki yang dapat dilakukan oleh pasien
menimbulkan nyeri kemauan sendiri dalam kekuatan dan daya tahan □ Latihan ROM sejak dini dilakukan
DO mengatur posisi tubuh otot agar pasien tidak mengalami
□ Skala nyeri yang dialami □ Gerakan pasien □ Berikan alat bantu, jika kontraktur
pasien yaitu 3 (0-10), terkoordinasi diperlukan □ Alat bantu digunakan agar pasien
□ Pasien tampak meringis □ Pergerakan sendi aktif, □ Berikan penguatan positif dapat mobilisasi dengan
selama aktivitas menggunakan alat, tanpa bantuan
kesakitan ketika bergerak dan mobilitas yang orang lain
memuaskan tidak kaku Kolaborasi □ Motivasi yang kuat memberikan
□ Aktivitas kolaboratif pasien perasaan nyaman dan
dengan fisioterapi bangga akan kemajuan yang
dibuatnya
□ Ahli fisioterapi akan
menyesuaikan ambulasi dengan
kebutuhan dan kemampuan pasien
CATATAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Klien : Tn. U Nama Mahasiswa: Intan Febryani R


Ruang : Kana Tanggal : 14-16 Desember 2018
No. RM : 1729826 Fakultas : Keperawatan Universitas Padjadjaran

No Dx Hari/Tgl Jam Implementasi Respon Paraf


1 Jumat Kolaborasi:
14-12-18 16.00 □ Memberikan terapi analgetik ketorolac 30 mg □ S: Pasien meyatakan skala nyeri
Mandiri 3, lokasinya di abdomen kwadran
16.15-16.30 □ Mengkaji skala nyeri 0-10 kanan atas, nyeri seperti ditusuk,
□ Melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif diperberat ketika bergerak dan
meliputi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, berkurang ketika istirahat
intensitas, dan faktor pencetus
□ S: Ketika diberikan teknik
□ Mengajarkan pasien untuk relaks dan mengatur
napas dalam ketika timbul nyeri distraksi klien tampak tenang dan
□ Memberikan distraksi dengan mengajak ngobrol tidak terlihat meringis skala nyeri
pasien berkurang menjadi 2
2 Sabtu 21.00-21.15 □ Melakukan pengkajian mobilitas pasien □ O: Ekstremitas atas dan bawah
15-12-18 □ Mengkaji kekuatan otot dan mobilitas sendi klien tidak mengalami kekakuan
ketika digerakan, kekuatan otot 5 di
setiap ekstremitas, namun ketika
duduk klien tampak kesulitan
□ S: ketika diberikan ROM aktif pada
□ Melatih rentang pergerakan sendi (ROM) aktif ekstremitas dan latihan mobilisasi
dan pasif untuk memperbaiki kekuatan dan daya duduk klien tampak kooperatif
tahan otot
O: Klien mampu melakukan secara
aktif ketika sudah diberikan contoh
awal dengan ROM aktif.
□ Memberikan penguatan positif selama aktivitas □ O: Klien tampak tersenyum ketika
istrinya memberikan motivasi untuk
bergerak meskipun perlahan
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien : Tn. U Nama Mahasiswa: Intan Febryani R


Ruang : Kana Tanggal : 16 Desember 2018
No. MR : 1729826 Fakultas : Keperawatan Universitas Padjadjaran

No Dx Tgl/jam Evaluasi Paraf


1 16 Desember 2018/ S:
07.00 WIB
□ Klien menyatakan lebih nyaman setelah diberikan terapi dan sering diajak untuk
berbicara
□ Tn U sudah jarang merasakan nyeri
O:
□ Klien tidak tampak meringis kesakitan
□ Skala nyeri 2 (0-10)
□ TTV
TD : 120/80 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
S: 37 0C
A: Masalah teratasi sebagian
P: Tambahkan metode terapi non farmakologi lain seperti mendengarkan musik
untuk menurunkan nyeri dan kurangi kolaborasi terapi nyeri jika pasien sudah dapat
mengontrol nyerinya

2 16 Desember 2018/ S:
07.00 WIB
□ Klien menyatakan perlahan bisa melakukan pergerakan dengan dibantu
keluarga
O:
□ Klien mampu untuk menyesuaikan posisi nyamannya secara mandiri
□ Klien mampu miring kanan miring kiri secara mandiri
□ Klien mampu mobilisasi duduk dan ke toilet dengan bantuan keluarga
A: Masalah teratasi sebagian
P : Setelah prosedur operasi ajarkan untuk mobilisasi dini pasca operasi
DAFTAR PUSTAKA

Aru W Sudoyo, dkk ; Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat, balai
Penerbitan FK-UI, jakarta, 2006.

Iwabe, T., Ozaki, I., & Hashizume, A. (2014). The Respiratory Cycle Modulates
Brain Potentials, Sympathetic Activity, and Subjective Pain Sensation
Induced by Noxious Stimulation. Neuroscience Research, 84, 47–59.
https://doi.org/10.1016/j.neures.2014.03.003
Smeltzer & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner &
Suddarth (Edisi 8). Jakarta : EGC.
Herdman T & Kamitsuru. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta. EGC
Nurjannah, Intisari & Tumanggor R. 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). Jakarta. EGC
Nurjannah, Intisari & Tumanggor R. 2013. Nursing Outcomes Classification
(NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai