Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

I. Gambaran Umum Penyakit


Pasien atas nama Ny. K masuk rumah sakit dengan keluahan awal
merasakan nyeri pada bagian perut bawah. Pasien masuk rumah sakit
pada tanggal 11 September 2018 dan di diagnosis menderita penyakit
NOK (Neoplasma Ovarium Kistik) dan anemia.
Tumor ovarium masih sering ditemukan akibat kurangnya perhatian
dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pemeriksaan dan
evaluasi dini penyakit kandungan. Sebagian besar masyarakat akan
mengunjungi pusat kesehatan untuk berobat apabila telah mengalami
keluhan-keluhan yang dirasa cukup berat. Tidak sedikit mereka telah
mengunjungi dan mencoba pengobatan alternatif. Tumor ovarium
adalah neoplasma yang berasal dari jaringan ovarium. Tumor ovarium
berdasarkan konsistensinya bisa bersifat solid atau kistik. Tumor
ovarium berdasarkan histopatologinya bisa bersifat jinak atau ganas
(Arif, dkk., 2016).
Di Amerika pada tahun 2009 diperkirakan jumlah penderita
keseluruhan kista ovarium sebanyak 20.180 orang, yang meninggal
sebanyak 15.310 orang, dan yang masih menderita penyakit sebanyak
4.870 orang dan kista ovarium ditemukan melalui transvaginal
sonogram hampir pada semua wanita premenopause dan hingga
14,8% pada wanita postmenopause. Sedangkan di Asia Tenggara
pada tahun 2009 dimana Indonesia termasuk didalamnya insiden kista
ovarium mencapai 6,6% dari 670.587 kasus kista pada perempuan.
Angka insiden kista ovarium ini hampir 85% merupakan kista yang
bersifat jinak. Kista ovarium yang bersifat ganas sangat jarang
ditemukan, namun kista ovarium jinak bisa menjadi ganas jika tidak
segera diobati (Sari dan Ni, 2017).

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 1


Sri Wahyuni_K21115010
Beberapa penelitian di Indonesia, seperti Kartodimejo di
Yogyakarta tahun 1976 mendapatkan angka kejadian kanker ovarium
sebesar 30,5% dari seluruh keganasan ginekologi, Gunawan di
Surabaya tahun 1979 mendapatkan 7,4% dari tumor ginekologi,
Danukusumo di Jakarta pada tahun 1990 mendapatkan kejadian
kanker ovarium sebesar 13,8% dari seluruh keganasan ginekologi, dan
Fadlan di Medan pada tahun 1981–1990 melaporkan sebesar 10,64%
dari seluruh keganasan ginekologi (Sari, dkk., 2017).
Kista ovarium adalah penyebab umum dari prosedur bedah dan
rawat inap di kalangan perempuan di seluruh dunia. Telah dilaporkan
bahwa 5% sampai 10% dari wanita akan menjalani operasi untuk kista
ovarium. Setiap tahun di Amerika Serikat, lebih dari 250.000
perempuan dengan diagnosis kista ovarium. Karena kista ovarium
merupakan penyakit yang sering dijumpai, penting bagi dokter umum
harus memiliki pengetahuan tentang pilihan pengobatan dan risiko
keganasan (Horlen, 2010).
A. Definisi
Ovarium merupakan sepasang organ dalam sistem
reproduksi wanita. Ovarium terletak di sisi kanan dan kiri uterus.
Ovarium berada pada ujung tuba falopii yang mempunyai fimbriae.
Ovarium terhubung dengan uterus melalui ligamentum ovarii
proprium. Ovarium memiliki tiga fungsi, yaitu produksi esterogen,
produksi progesteron, dan produksi ovum. Kista merupakan
kantong berisi cairan yang dapat terletak di organ manapun pada
tubuh. Sedangkan kista ovarium (disebut juga massa ovarium atau
massa adneksa) adalah kantung yang abnormal mengandung
cairan cair atau setengah cairan yang ada di organ ovarium dan
dapat mengganggu fungsi normal ovarium. Kista ovarium akan
terbentuk jika terjadi perilaku tidak teratur pada folikel (Arif, dkk.,
2016).

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 2


Sri Wahyuni_K21115010
Kista ovarium diklasifikasikan sebagai kista ovarium
fungsional dan neoplasma ovarium kistik. Kista ovarium fungsional
yang paling umum adalah kista folikel dan kista korpus luteum,
yang berkembang dari hasil ovulasi. Hal ini diyakini bahwa kista
folikel terjadi ketika folikel ovarium gagal untuk pecah dan terus
berkembang. kista Corpus luteum dapat berkembang ketika korpus
luteum gagal untuk regresi normal setelah ovulasi. Kista yang
terjadi sebagai akibat dari proses fisiologis normal, maka disebut
sebagai kista fungsional. Kista fungsional adalah jenis yang paling
umum dari kista ovarium pada wanita premenopause (Horlen,
2010).
Ovarium kistik neoplasma yang berasal dari pertumbuhan
neoplastik dikategorikan menjadi tiga jenis berdasarkan pada sel
asal mereka: permukaan tumor sel epitel, tumor germ cell, dan seks
kabel-stroma tumors. Sebagian besar neoplasma jinak terjadi pada
wanita usia reproduksi, tetapi risiko keganasan meningkat pada
wanita pascamenopause. Tumor sel epitel merupakan neoplasma
ovarium yang paling umum, namun yang paling umum neoplasma
ovarium tunggal jinak adalah teratoma kistik jinak (juga dikenal
sebagai kista dermoid), yang merupakan germ cell tumor (Horlen,
2010).
B. Etiologi
Etiologi neoplasma ovarium sampai saat ini masih belum
diketahui secara pasti, akan tetapi beberapa penelitian telah
melaporkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian neoplasma
ovarium dengan faktor perilaku, hormonal, pola makan, paparan
kerja, genetik, riwayat kista ovarium dan keturunan, usia, siklus
haid tidak teratur, menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih
muda, pola hidup dan lingkungan (Sari, dkk., 2017).

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 3


Sri Wahyuni_K21115010
Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan)
hormon pada hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. (Setyorini, 2014)
Faktor penyebab terjadinya kista antara lain adanya penyumbatan
pada saluran yang berisi cairan karena adanya infeksi bakteri dan
virus, adanya zat dioksin dari asap pabrik dan pembakaran gas
bermotor yang dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia, dan
kemudian akan membantu tumbuhnya kista, Faktor makanan ;
lemak berlebih atau lemak yang tidak sehat yang mengakibatkan
zat-zat lemak tidak dapat dipecah dalam proses metabolisme
sehingga akan meningkatkan resiko tumbuhnya kista, dan faktor
genetik (Andang, 2013).
Menurut Kurniawati, dkk. (2009) ada beberapa faktor pemicu
yang dapat mungkin terjadi, yaitu:
1. Faktor internal
a. Faktor genetik Dimana didalam tubuh manusia terdapat gen
pemicu kanker yang disebut gen protoonkogen.
Protoonkogen tersebut dapat terjadi akibat dari makanan
yang bersifat karsinogen, polusi, dan paparan radiasi.
b. Gangguan hormon Individu yang mengalami kelebihan
hormon estrogen atau progesteron akan memicu terjadinya
penyakit kista.
c. Riwayat kanker kolon Individu yang mempunyai riwayat
kanker kolon, dapat berisiko terjadinya penyakir kista.
Dimana, kanker tersebut dapat menyebar secara merata ke
bagian alat reproduksi lainnya.
2. Faktor eksternal
a. Kurang olahraga
Olahraga sangat penting bagi kesehatan tubuh
manusia. Apabila jarang olahraga maka kadar lemak akan
tersimpan di repository.unimus.ac.id dalam tubuh dan akan

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 4


Sri Wahyuni_K21115010
menumpuk di sel-sel jaringan tubuh sehingga peredaran
darah dapat terhambat oleh jaringan lemak yang tidak dapat
berfungsi dengan baik.
b. Merokok dan konsumsi alkohol
Merokok dan mengkonsumsi alkohol merupakan gaya
hidup tidak sehat yang dialami oleh setiap manusia. Gaya
hidup yang tidak sehat dengan merokok dan mengkonsumsi
alkohol akan menyebabkan kesehatan tubuh manusia
terganggu, terjadi kanker, peredaran darah tersumbat,
kemandulan, cacat janin, dan lain-lain.
c. Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan serat
Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan serat
salah satu gaya hidup yang tidak sehat pula, selain merokok
dan konsumsi alkohol, makanan yang tinggi serat dan lemak
dapat menyebabkan penimbunan zat-zat yang berbahaya
untuk tubuh di dalam sel-sel darah tubuh manusia,
terhambatnya saluran pencernaan di dalam peredaran darah
atau sel-sel darah tubuh manusia yang dapat
mengakibatkan sistem kerja tidak dapat berfungsi dengan
baik sehingga akan terjadi obesitas, konstipasi, dan lain-lain.
d. Sosial Ekonomi Rendah
Sosial ekonomi yang rendah salah satu faktor pemicu
terjadinya kista, walaupun sosial ekonomi yang tinggi
memungkinkan pula terkena penyakit kista.Namun, baik
sosial ekonomi rendah atau tinggi, sebenarnya dapat terjadi
risiko terjadinya kista apabila setiap manusia tidak menjaga
pola hidup sehat.
e. Sering stress
Stress salah satu faktor pemicu risiko penyakit kista,
karena apabila stress manusia banyak melakukan tindakan

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 5


Sri Wahyuni_K21115010
ke hal-hal yang tidak sehat, seperti merokok, seks bebas,
minum alkohol, dan lain-lain
C. Patofisiologi
Ovulasi terjadi akibat interaksi antara hipotalamus, hipofisis,
ovarium, dan endometrium. Perkembangan dan pematangan folikel
ovarium terjadi akibat rangsangan dari kelenjar hipofisis.
Rangsangan yang terus menerus datang dan ditangkap panca
indra dapat diteruskan ke hipofisis anterior melalui aliran portal
hipothalamohipofisial. Setelah sampai di hipofisis anterior, GnRH
akan mengikat sel genadotropin dan merangsang pengeluaran
FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (LutheinizingHormone),
dimana FSH dan LH menghasilkan hormon estrogen dan
progesteron (Nurarif, 2013).
Ovarium dapat berfungsi menghasilkan estrogen dan
progesteron yang normal. Hal tersebut tergantung pada sejumlah
hormon dan kegagalan pembentukan salah satu hormon dapat
mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi
dengan secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan
hormon hipofisis dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang
abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk
secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal
mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur. Dimana,
kegagalan tersebut terbentuk secara tidak sempurna di dalam
ovarium dan hal tersebut dapat mengakibatkan terbentuknya kista
di dalam ovarium, serta menyebabkan infertilitas pada seorang
wanita (Manuaba, 2010).
D. Tanda dan Gejala
Kebanyakan wanita dengan tumor ovarium tidak
menimbulkan gejala dalam waktu yang lama. Gejala umumnya
sangat bervariasi dan tidak spesifik. Sebagian tanda dan gejala

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 6


Sri Wahyuni_K21115010
adalah akibat dari pertumbuhan, aktivitas endokrin, atau komplikasi
tumor tersebut. Pada stadium awal dapat berupa gangguan haid.
Jika tumor sudah menekan rektum atau kandung kemih mungkin
terjadi konstipasi atau sering berkemih. Dapat juga terjadi
peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan
nyeri spontan atau nyeri pada saat bersenggama. Gejala yang
ditimbulkan kista ovarium sebagian besar akibat pertumbuhan,
aktivitas endokrin, ataupun komplikasi kista-kista tersebut. Gejala-
gejala tersebut dapat dituliskan sebagai berikut (Arif, dkk., 2016):
1. Akibat pertumbuhan kista
a. Adanya benjolan pada perut bagian bawah, akibat
pertumbuhan kista.
b. Tekanan terhadap organ sekitar, sehingga adanya perasaan
berat dan sakit, akibat pertumbuhan atau posisi kista.
c. Meningkatnya lingkar perut akibat ukuran kista yang semakin
membesar.
d. Adanya gangguan miksi (gangguan kencing), obstipasi
(gangguan buang air besar), edema (bengkak) pada tungkai,
tidak nafsu makan, rasa sesak, dan lain-lain, akbiat tekanan
kista terhadap organ sekitar.
2. Akibat aktivitas endokrin
Dapat menyebabkan gangguan menstruasi. Diantaranya
adalah hipermenorea yang disebabkan oleh sel granulosa dan
amenorea yang disebabkan oleh arhenoblastoma.
3. Komplikasi.
a. Perdarahan ke dalam kista yang terjadi dalam jumlah sedikit
dapat menyebabkan pembesaran kista dan menimbulkan
gejala klinis yang minimal.

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 7


Sri Wahyuni_K21115010
b. Jika perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak, dapat
menyebabkan terjadinya distensi (pembesaran) cepat pada
kista sehingga menimbulkan nyeri perut secara mendadak.
c. Putaran tangkai pada kista dapat menyebabkan tarikan
melalui ligamentum infundibulopelvikum terhadap
peritoneum parietale sehingga menimbulkan rasa sakit.
Selain itu, putaran tangkai juga dapat menyebabkan
perdarahan intra abdominal atau peradangan sekunder.
d. Jika torsi pada kista terjadi pada ovarium kanan, dapat
menyebabkan rasa sakit yang berlebihan, enekenek dan
muntah-muntah, nadi cepat (lebih dari 100 detak per menit),
suhu badan meningkat (tidak lebih dari 38oC).
e. Terjadinya ruptur akibat trauma menyebabkan batas-batas
kista sukar diraba atau ditentukan.
f. Jika terdapat pembuluh darah yang pecah, dapat
menyebabkan nadi cepat/kecil, sesak nafas dan keringat
dingin.
g. Rasa sakit, nyeri tekan, perut tegang, demam dan
leukositosis dapat terjadi akibat peradangan kista.
Leukositosis merupakan peningkatan jumlah sel darah putih
(leukosit).
h. Jika robekan terjadi disertai dengan hemoragi (perdarahan)
akut, maka dapat terjadi perdarahan bebas pada rongga
peritoneum dan rasa nyeri terus-menerus disertai tanda-
tanda abdomen akut. Kista ovarium dapat mengalami infeksi
jika terdapat sumber kuman patogen, seperti divertikulitis
(salah satu jenis abdomen akut), salpingitis akuta (infeksi
tuba falopi) dan appendisitis (peradangan atau
pembengkakan usus buntu).
i. Kista dapat mengalami perubahan keganasan. Adanya
asites menimbulkan kecurigaan keganasan kista, dan

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 8


Sri Wahyuni_K21115010
adanya metastasis (anak sebar) akan memperkuat diagnosis
terhadap keganasan kista.
E. Pengobatan
Prinsip bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan operasi
dan tumor nonneoplastik tidak, jika menghadapi tumor ovarium
yang tidak memberikan gejala/keluhan pada penderita dan yang
besarnya tidak melebihi 5 cm diameternya, kemungkinan besar
tumor tersebut adalah kista folikel atau kista korpus luteum. Tidak
jarang tumor tersebut mengalami pengecilan secara spontan dan
menghilang, sehingga perlu diambil sikap untuk menunggu selama
2-3 bulan, jika selama waktu observasi dilihat peningkatan dalam
pertumbuhan tumor tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa kemungkinan tumor besar itu bersifat neoplastik dan dapat
dipertimbangkan untuk pengobatan operatif (Horlen, 2010).
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak
ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi
pada bagian ovarium yang mengandung tumor, akan tetapi jika
tumornya besar atau ada komplikasi perlu dilakukan pengangkatan
ovarium, biasanya disertai dengan pengangkatan tuba
(salphyngoooforektomi). Jika terdapat keganasan operasi yang
lebih tepat ialah histerektomi dan salphyngoooforektomi bilateral.
Akan tetapi pada wanita muda yang masih ingin mendapat
keturunan dan dengan tingkat keganasan tumor yang rendah,
dapat dipertanggungjawabkan untuk mengambil resiko dengan
melakukan operasi yang tidak seberapa radikal (Horlen, 2010).
F. Penatalaksanaan Diet Pasien
Diet pasca-bedah adalah makanan yang diberikan kepada
pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makan
sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan
jenis penyakit penyerta.

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 9


Sri Wahyuni_K21115010
Adapun tujuan Diet pasca-bedah (Almatsier, 2005):
1. Memberikan kebutuhan cairan, energy, dan protein
2. Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi
lain.
3. Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
Adapun syarat diet pasca-bedah (Almatsier, 2005):
Syarat diet pasca-bedah adalah memberikan makanan
secara bertahap mulai dari bentuk cair, saring, lunak, dan biasa.
Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung pada macam
pembedahan dan keadaan pasien seperti:
1. Pasca-bedah kecil
Makanan diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa
atau normal.
2. Pasca-bedah besar
Makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan
kemampuan pasien untuk menerimanya.
G. Pencegahan
Cara pencegahan penyakit kista yaitu (Nugroho, 2014):
1. Mengkonsumsi banyak sayuran dan buah karena sayuran dan
buah banyak mengandung vitamin dan mineral yang mampu
meningkatkan stamina tubuh.
2. Menjaga pola hidup sehat, khususnya menghindari rokok dan
sering olahraga.
3. Menjaga kebersihan area kewanitaan, hal tersebut untuk
menghindari infeksi mikroorganisme dan bakteri yang dapat
berkembang disekitar area kewanitaan.
4. Mengurangi makanan yang berkadar lemak tinggi. Apabila
setiap individu mengkonsumsi makanan yang berkadar lemak
tinggi, hal tersebut dapat menyebabkan gangguan hormon

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 10


Sri Wahyuni_K21115010
khususnya gangguan hormon kortisol pemicu stress dan dapat
pula terjadi obesitas.
5. Mengunakan pil KB secara oral yang mengandung hormon
estrogen dan progesteron guna untuk meminimalisir risiko
terjadinya kista karena mampu mencegah produksi sel telur.

II. Data Dasar pasien


A. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Tgl lahir/Umur : 01/07/1953/ 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Maros, Sulawesi Selatan
Kamar perawatan : Obgin, lantai 3 kelas 2 kamar no. 325
Tgl masuk RS : 11/09/2018
Tgl ambil kasus : 12/09/2018
Diagnosa Medis : Neoplasma Ovarium Kistik dan Anemia
B. Data subyektif
1. Keluhan Utama
a. Pada saat masuk RS
Nyeri pada bagian perut bawah
b. Pada saat ambil kasus
Nyeri pada bagian perut bawah, lemah, dan cemas
dengan rencana operasi tgl 13/08/2018.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat asam urat
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 11


Sri Wahyuni_K21115010
4. Riwayat Gizi Sekarang
Sejak masuk rumah sakit pasien kurang nafsu makan dan
hanya mengonsumsi sebagian dari makanan yang disiapkan
oleh rumah sakit. Diet yang diberikan adalah diet pasca bedah
IV dengan frekuensi 3 kali sehari dengan sumber karbohidrat
nasi sekitar ± ½ piring, lauk hewani ± ¼ potong, lauk nabati ± ¼
potong, dan sayur ± 1 mangkok kecil . Adapun hasil hasil recall
24 jam sebelum intervensi (11 September 2018) yaitu:
Energi : 401,2 kkal (20,6%)
P : 5,4 gr (5,5%)
L : 1,6 gr (4,9%)
KH : 91,7 gr (29%)
Fe : 5,2 mg (43,3%)
5. Riwayat Gizi Dahulu
Sebelum masuk ruumah sakit nafsu makan pasien normal.
Frekuensi makan 3 kali sehari dengan sumber karbohidrat
uttama adalah nasi. Pasien tidak memiliki pantangan makanan.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, pendidikan
terakhir pasien SMA, beragama islam, suku bugis, dan tinggal di
dusun Kaemba Jaya, Pabentengan, Maros.
C. Data obyektif
1. Antropometri
Pengambilan atau pengukuran data antropometri sebelum
intervensi dilakukan pada tanggal 12 September 2018, dimana
hasilnya adalah:
U: 65 tahun
TB: 155 cm
BB: 55,1

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 12


Sri Wahyuni_K21115010
BBI = (TB-100) x 90%
= (155-100) x 90%
= 55 x 0,9
= 49,5 kg
𝐵𝐵 55,1 55,1
IMT: 𝑇𝐵2 =(1,55)2 = = 22,96 kg/m2
2,4

Kategori : Normal (Kemenkes, 2013)


2. Pemeriksaan Laboratorium
Pengambilan data laboratorium sebelum intervensi dilakukan
pada tanggal 12 September 2018, dimana hasilnya adalah:
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal interpretasi
Glukosa sewaktu 115mg/dl 70-200 mg/dl Normal
Hemoglobin 8,3 g/dl 12-14 g/dl Rendah
Ureum 9 mg/dl 0-53 mg/dl Normal
Kreatinin 0,8 mg/dl 0,6-1,3 mg/dl Normal
Albumin 3,4 mg/dl 3,3-5,0 mg/dl Normal
SGOT 22 µ/L <35 µ/L ) Normal
SGPT 9 µ/L <45 µ/L) Normal
Sumber: Data Sekunder, 2018.
3. Faktor Fisik/ Klinis
Pengambilan data fisik/klinis sebelum intervensi dilakukan
pada tanggal 12 September 2018, dimana hasilnya adalah:

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 13


Sri Wahyuni_K21115010
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Fisik/Klinis
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal interpretasi
Keadaan umum Sedang Baik Baik
Tekanan darah 110/70mmHg 120/80 mmHg Normal
Pernapasan 20x/ menit 12-20x/mnt Normal
Nadi 80x/menit 60-100x/menit Normal
Suhu 36,7oC 36-37oC Normal
Sumber: Data Sekunder, 2018.
4. Riwayat Makan
Pengambilan data riwayat makan sebelum intervensi
dilakukan pada tanggal 12 September 2018, dimana hasilnya
adalah:
Tabel 3. Hasil recall sebelum intervensi
Energi Protein Lemak KH
(kkal) (g) (g) (g)
Asupan 327,3 7,5 1,0 68,7
Kebutuhan 1944,4 97,2 32,4 315,9
% asupan 16,8% 7,7% 3,1% 21,7%
Keterangan Kurang Kurang Kurang Kurang
Sumber: Data Sekunder, 2018.
5. Skrining Gizi
Tabel 5. Hasil Skrining Gizi
No. Indikator Hasil
1. Penurunan berat badan 3-6 bulan terakhir Tidak
2. Penurunan nafsu makan Ya
3. Kesulitan makan Tidak
4. Status gizi normal Ya
5. Tidak ada asupan >5 hari Tidak
Sumber: Data Sekunder, 2018

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 14


Sri Wahyuni_K21115010
III. Penentuan Masalah Gizi
A. Diagnosis Gizi
1. Domain intake
Table 6 Distribusi Diagnosis Gizi berdasarkan domain
intake
Problem Etiologi Sign
Asupan oral Faktor fisiologi Hasil recall 24 jam Energi:
inadekuat karena 401,2 kkal (20,6%), P: 5,4 gr
(5,5%), L: 1,6 gr (4,9%), KH:
penyakit yang
91,7 gr (29%), Fe: 5,2 mg
diderita dan (43,3%)
nafsu makan
berkurang
(NI-2.1)
Asupan oral yang tidak adekuat disebabkan factor fisiologis
karena penyakit yang diderita dan nafsu makan kurang, ditandai
dengan asupan recall 24 jam: E : 401,2kkal (20,6%), P : 5,4gr
(5,5%), L : 1,6gr (4,9%), KH : 91,7 gr (29%)
Problem Etiologi Sign
Anemia Kurang asupan Hb 8,3 gr/dl dan Fe
makanan sumber 4,3 mg
Fe seperti sayur
dan buah
(NI-5.10.1)
Meningkatnya kebutuhan dari zat gizi tertentu (Fe) disebabkan
oleh kurang asupan makanan sumber Fe seperti sayur dan buah
yang ditandai dengan Hb 8,3 gr/dl (N: 12-14 gr/dl) dan Fe 5,3 mg
(N: 13 mg)

Sumber: Data Sekunder, 2018

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 15


Sri Wahyuni_K21115010
B. Diagnosis Medis
Diagnosa medis yang diberikan kepada Ny. K adalah NOK
(Neoplasma Ovarium Kistik)+ anemia

IV. Pengkajian Jalur Pemberian Nutrisi Pasien


Pasien diberikan asupan gizi melalui oral. Pemberian makanan
secara oral adalah pemberian makanan dan minuman pada pasien
secara langsung melalui mulut. Jalur pemberian nutrisi oral diberikan
kepada pasien yang memiliki ganguan mobilitas tetapi masih sadar.
Adapun hal yang perlu diperhatikan sebelum pemberian makan
dan minum pasien adalah:
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman disekitar pasien.
2. Sebelum di hidangkan, makanan di periksa dahulu, apakah sudah
sesuai dengan daftar makanan/diet pasien.
3. Usahakan makanan dihidangkan dalam keadaan hangat kecuali
kontra indikasi.
4. Sajikan makanan secukupnya, tidak terlalu banyak tetapi juga tidak
terlalu sedikit.
5. Peralatan makanan dan minuman harus bersih
6. Untuk pasien yang dapat makan sendiri, perhatikan apakah
makanan di makan habis atau tidak.
7. Perhatikan selera dan keluhan pasien pada waktu makan serta
reaksinya setelah makan.
Makanan diberikan via oral dengan konsistensi lunak karena
pasien belum mampu makan makanan biasa dengan baik dikarenakan
pasca operasi.

V. Pengkajian Rencana Asuhan Gizi Rumah Sakit


A. Jenis diet
Diet Pasca-Bedah IV

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 16


Sri Wahyuni_K21115010
B. Tujuan Diet
1. Memberikan kebutuhan cairan, energy, dan protein
2. Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi
lain.
3. Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
C. Prinsip/Syarat Diet
1. Energy berdasarkan perhitungan rumus Harris Benedict yaitu
1944,4 kkal
2. Protein 20% dari kebutuhan energi total yaitu 97,2 gram
3. Lemak 15% dari kebutuhan energi total yaitu 32,4 gram
4. Karbohidrat 65% dari kebutuhan energi total yaitu 315,9gram
5. Konsistensi: Makanan lunak bertahap ke biasa
6. Cara Pemberian: Oral
7. Frekuensi Pemberian : 3 × makanan utama 2 × makanan
selingan.
D. Perencanaan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
Kebutuhan energy dan zat gizi pasien dihitung berasarkan
syarat diet yang dianjurkan yaitu:
REE = 655 + (9,6 (BB) + (1,8 (TB) – 4,7 (U)
= 655 + 9,6 (55,1) + (1,8 (155) – 4,7 (65)
= 655 + 528,9 + 279 – 305,5
= 1157,4 kkal.
Faktor stress : Pasien kanker dan melalui bedah elektif (1,4)
Faktor aktivitas : Pasien istrahat di tempat tidur (1,2)
TEE = REE × FA × FS
= 1157,4× 1,2 × 1,4
= 1944,4 kkal
20% ×1944,4 𝑘𝑘𝑎𝑙
Protein = 4

= 97,2 gram

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 17


Sri Wahyuni_K21115010
15% ×1944,4 𝑘𝑘𝑎𝑙
Lemak = 9
= 32,4 gram

65% ×1944,4 𝑘𝑘𝑎𝑙


KH = 4
= 315,9 gram
E. Rencana Motivasi Dengan Penyuluhan Konsultasi
1. Materi :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
Diet Pasca-Bedah IV
2. Tujuan
Agar pasien dan keluarganya:
a. Memperbaiki pola dan kebiasaan makan yang salah
b. Mengerti tentang makanan yang dikonsumsi atau tidak
dikonsumsi
c. Dapat menjalankan diet yang dianjurkan dengan benar
d. Mengerti tentang diet yang diberikan
e. Mematuhi diet
3. Sasaran :
Pasien dan keluarga (Nenek dan tante).
4. Waktu :
Adapun waktu yang digunakan adalah ± 5 menit.
5. Tempat :
Kegiatan dilaksanakan diruang perawatan kelas 2 kamar
325 lantai 3, RS UNHAS.
6. Metode
Penyuluhan kepada keluarga pasien melalui pendekatan
persuasif yang ditujukan pada anggota keluarga dan individu,
disertai tanya jawab dan diskusi terarah kepada pasien dan
keluarganya.

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 18


Sri Wahyuni_K21115010
7. Alat Bantu:
Hasil recall 24 jam pasien, pulpen, dan buku.
F. Rencana Monitoring
Parameter yang dimonitor selama studi kasus adalah sebagai
berikut:
1. Perubahan antropometri pada akhir intervensi
2. Perubahan data biokimia
3. Perubahan data pemeriksaan fisik/klinis setiap hari
4. Asupan/intake setiap hari
5. Edukasi terhadap kepatuhan pasien dalam menjalankan diet
yang diberikan.

VI. Implementasi Asuhan Gizi


A. Diet Pasien
Diet yang diberikan adalah Diet Pasca-Bedah IV untuk
membantu memenuhi kebutuhan zat gizi dan membantu
memperbaiki status gizi pasien. Diet ditujukan untuk memberikan
makanan dengan memperhitungkan semua nilai zat gizi meliputi
energi, protein, lemak dan karbohidrat tetapi utamanya dalam
kebutuhan energi dan protein, agar asupan zat gizi pasien sesuai
dengan penyakit yang dialami. Diet ini mengandung energi sebesar
1944,4 kkal, protein sebesar 20% yaitu 97,2 gram, lemak 15% dari
total energi yaitu 32,4 gram, dan karbohidrat cukup yaitu 65% dari
total energi yaitu 315,9 gram, vitamin dan mineral cukup. Diet
pasien diberikan dalam bentuk makanan lunak bertahap biasa.
B. Susunan Menu
Dari hasil perhitungan, maka didapatkan standar kebutuhan
energi dan zat gizi harian pasien sebagai berikut: energi sebesar
1944,4 kkal, protein sebesar 97,2 gram, lemak sebesar 32,5 gram,
dan karbohidrat sebesar 315,9 gram.

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 19


Sri Wahyuni_K21115010
Tabel 7. Perencanaan Menu Makanan Biasa Pasien
Waktu Menu Bahan URT Berat (g)
Pagi Nasi Beras giling ¾ gelas 150
Tumis tempe Tempe 1 ptg sedang 50
Tomat masak ½ buah 20
Telur ceplok Telur ayam 1 butir 50
Sayur bening Bayam segar 1 gelas 30
Labu kuning ¼ ptg kecil 15
Minyak goreng ½ sdm 8
snack Puding buah Agar-agar ¼ bungkus 2
Tepung susu skim 1 sdm 10
Gula pasir ½ sdt 5
Semangka ¼ ptg kecil 30
Nangka 2 biji sedang 40
Siang nasi Beras giling ¾ gelas 150
Tahu tim Tahu 1 ptg sedang 50
Sup kentang Kacang merah 2 sdm 20
Kentang ¼ buah kecil 20
Ikan goreng Ikan kakap 1/3 ekor sdg 50
Minyak goreng ½ sdt 5
snack Pudding Jagung kuning pipil 2 gelas 50
jagung Gula pasir ½ sdt 5
Tepung maizena 1 sdm 15
Malam Nasi Beras giling ¾ gls 150
Tumis udang Udang segar 6 ekor sdg 60
Tomat masak ½ buah 20
Tahu goreng Tahu 1 buah sdg 50
Minyak goreng 1 sdt 5
Sup oyong Oyong 1 gelas 30
Bihun ¼ gls 10
Tomat masak ¼ buah 10
Sumber: Data Sekunder, 2018

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 20


Sri Wahyuni_K21115010
Menu tersebut mengandung energi sebesar 1895,3kkal (97,5%),
protein sebesar 87,4 gram (90%), lemak sebesar 33,0gr (101,8%), dan
karbohidrat sebesar 315,9 gr (106,4%).

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 21


Sri Wahyuni_K21115010
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

I.Monitoring
A. Monitoring Diet Pasien
Berdasarkan hasil monitoring sebelum intervensi, pasien
diberikan diet Pasca-Bedah IV. Diet ini diberikan untuk membantu
memulihkan kondisi pasien pasca operasi. Diet ini mengandung
energi sesuai dengan kebutuhan sebesar Energy 1944,4 kkal,
protein 20% dari kebutuhan energi total yaitu 97,2 gram, lemak
15% dari kebutuhan energi total yaitu 32,4 gram, karbohidrat 65%
dari kebutuhan energi total yaitu 315,9 gram. Makanan pasien
diberikan dalam bentuk makanan lunak bertahap ke makanan biasa
dengan pemberian secara oral. Hal ini sesuai dengan teori yang
ada pada buku penuntun diet (Almatsier, 2005), dimana pasien
yang menderita kanker harus diberikan asupan energy, protein,
lemak dan karbohidrat yang seimbang agar dapat mencegah
terjadinya penurunan berat badan secara berlebihan
Berdasarkan hasil pengkajian data dasar, pemeriksaan
laboratorium, data pemeriksaan fisik/klinis dan identifikasi masalah
gizi serta menentukan diagnosa gizinya, sebaiknya dalam hal ini
diet pasca bedah IV yang diberikan kepada pasien sudah tepat
mengingat kondisi yang dialami oleh pasien. Diet pasca bedah IV
diberikan kepada pasien pascabedah kecil atau setelah pasca
bedah I, sehingga diet yang diberikan instalasi gizi rumah sakit
sudah tepat.
Diet ini bertujuan mempercepat proses penyembuhan luka
dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien. Karena asam amino
dalam protein berfungsi untuk memperbaiki serta membentuk
jaringan di dalam tubuh setelah operasi, selain asam amino yang

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 22


Sri Wahyuni_K21115010
berfungsi dalam penyembuhan luka, albumin juga sangat berperan
dalam penyembuhan luka setelah operasi (Almatsier, 2010).
Dari hasil monitoring yang dilakukan sebelum intervensi,
diperoleh hasil recall yaitu:
Tabel 9. Asupan Zat Gizi sebelum Intervensi
Uraian E (kkal) P (g) L (g) KH (g) Fe (mg)
Asupan 327,3 7,5 1,0 68,7 5,2
Kebutuhan 1944,4 97,2 32,4 315,9 13
% asupan 16,8% 7,7% 3,1% 21,7% 40%
Sumber : Data Primer Terolah, 2018
Berdasarkan hasil recall 24 jam (sehari sebelum intervensi
tanggal 11/08/2018): E : 401,2 kkal (20,6%), P : 5,4 gr (5,5%), L :
1,6 gr (4,9%), KH : 91,7 gr (29%), dan Fe : 5,2 mg (40 %)
Adapun hasil monitoring asupan makanan pasien selama
intervensi, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10. Hasil Monitoring Asupan Makanan Pasien
Asupan Zat Gizi
Hari Uraian
Energy Protein Lemak KH
(kkal) (g) (g) (g)
Asupan 568,2 13,1 12,8 101,3
Intervensi Hari I Kebutuhan 1944,4 97,2 32,4 315,9
12/09/2018 % asupan 29,2% 13,5% 39,5% 32,1%
Asupan 126,3 2,3 0,2 27,8
Intervensi Hari II
Kebutuhan 1944,4 97,2 32,4 315,9
13/09/2018
% asupan 6,5% 2,36% 0,62% 8,8%
Asupan 409,9 17,1 8 66,9
Intervensi Hari III
Kebutuhan 1944,4 97,2 32,4 315,9
14/09/2018
% asupan 21,8% 17,6% 24,7% 21,2%
Rata-rata % asupan 18,93% 11,14% 21,6% 20,68%
Sumber : Data Primer Terolah, 2018

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 23


Sri Wahyuni_K21115010
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa asupan
pasien dari intervensi hari pertama sampai intervensi hari ke ketiga
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pasien menjalani
puasa untuk operasi dan kondisi yang masih lemah pasca operasi.
Jika di bandingkan dari recall 24 jam intervensi hari pertama
sampai intervensi hari ketig di peroleh hasil, terdapat perubahan
persen asupan makanan yaitu asupan energi intervensi hari
pertama dari 29,2% menjadi 6,5% pada intervensi hari kedua dan
menjadi 21,8% pada intervensi hari ketiga, asupan protein
intervensi hari pertama dari 13,5% menjadi 2,36% pada intervensi
hari kedua dan menjadi 17,6% pada intervensi hari ketiga, asupan
lemak intervensi hari pertama dari 39,5% menjadi 0,62% pada
intervensi hari kedua dan menjadi 24,7% pada intervensi hari ketiga
serta asupan karbohidrat intervensi hari pertama dari 32,1%
menjadi 8,8% pada intervensi hari kedua dan menjadi 21,2% pada
intervensi hari ketiga. Rata-rata persen asupan makanan pasien
selama intervensi adalah Energi 42,9%, Protein 21,7%, lemak
48,3% dan karbohidrat 47,9%.
Asupan pasien pada sebelum intervensi baik untuk energy,
protein, lemak, dan karbohidrat masih sangat jauh dari totoal
kebutuhan asupan. Sebelum masuk rumah sakit nafsu makan
pasien berkurang.
Pada intervensi hari I, asupan energy, protein, lemak, dan
karbohidrat tidak memenuhi standar kebutuhan asupan yang di
anjurkan karena pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi
makanan biasa melainkan hanya makanan cair beruba jus dan
susu karena pasien pra-bedah.
Pada intervensi hari II, asupan energy, protein, lemak, dan
karbohidrat tidak memenuhi standar kebutuhan asupan yang di
anjurkan karena pasien berpuasa dan akan melakukan operasi

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 24


Sri Wahyuni_K21115010
NOK yang dialaminya. Pasien hanya mengkonsumsi bubur pada
malam hari.
Pada intervensi hari III, asupan energy, protein, lemak, dan
karbohidrat mulai meningkat karena pasien pasca operasi sudah
bisa mengkosumsi makanan biasa. Namun, nafsu makan pasien
yang belum membaik sehingga asupan pasien masih belum
memenuhi standar kebutuhan asupan yang dianjurkan.
B. Monitoring Pemeriksaan Fisik/Klinik
Tabel 11. Monitoring Pemeriksaan Fisik/Klinik
Hari
Jenis Nilai
pemeriksaan normal Sebelum Intervensi Intervensi Intervensi
intervensi I II III
KU - Sedang Sedang Sedang Sedang
TD 120/80 110/70 110/70 110/70 140/90
mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg
Nadi 60-80x/mnt 72x/mnt 76x/mnt 78x/mnt 80x/mnt
Pernapasan 12-20x/mnt 16x/mnt 20x/mnt 20x/mnt 20x/mnt
Suhu 36-37 ͦ C 36,2 ͦ C 36,7 ͦ C 36,7 ͦ C 36,7 ͦ C
Sumber : Data Sekunder, 2018.
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan didapatkan hasil
bahwa hasil pemeriksaan fisik seperti keadaan umum pasien
sebelum intervensi sampai intervensi hari ke III dalam kondisi
sedang dikarenakan belum terlalu pulih pasca operasi, dan untuk
sesak tidak ada. Pemeriksaan klinik seperti pernapasan, nadi, dan
suhu pada pasien dalam keadaan normal. Peningkatan tekanan
darah pasien pada hari intervensi ketiga dikarenakan pasca
operasi.

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 25


Sri Wahyuni_K21115010
C. Monitoring Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 12. Monitoring Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Nilai Normal Hari
Pemeriksaan Sebelum Intervensi Intervensi Intervensi
intervensi I II III
Kreatinin 0.6–1.3 mg/dl 0.7 mg/dl - - -
Hb 12-14 g/dL 8,3 gr/dL - - -
GDS 70-200 mg/dl 115 mg/dl - - -
Ureum 0-53 mg/dl 9 mg/dl - - -
Albumin 3,3-5,0 mg/dl 3,4 mg/dl - - -
SGOT <35 µ/L 22 µ/L - - -
SGPT <45 µ/L 9 µ/L - - -
Sumber : Data Sekunder, 2018.
Berdasarkan tabel 12 diatas menunjukkan bahwa hasil
pemeriksaan laboratorium pasien pada sebelum intervensi yaitu
Hb masuk kategori menurun atau rendah, sedangkan untuk GDS,
ureum, albumin, SGOT, SGPT dan kreatinin masuk dalam
kategori normal dan sampai setelah dilakukan intervensi tidak ada
pemeriksaan laboratorium lagi. Penurunan kadar Hb selain
disebabkan karena kurang asupan Fe, juga disebabkan karena
diagnosis penyakit pasien yang meningkatkan kebutuhan zat
besi. Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan pada saat
sebelum intervensi sehingga tidak dilakukan monitoring pada
hasil laboratorium selama intervensi.

II. Hasil Motivasi Diet Pasien


A. Perkembangan Pengetahuan Gizi
Pasien dan keluarga sebelum pelaksanaan intervensi
mengatakan tidak pernah mendapatkan edukasi terkait dengan
masalah gizi yang dialaminya. Selama intervensi kelurga pasien

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 26


Sri Wahyuni_K21115010
diberi edukasi mengenai makanan yang baik dikonsumsi oleh
pasien pasca operasi seperti makanan tinggi protein contohnya
ikan, ayam, dan sumber protein lainnya. Setelah diberi edukasi,
pasien dan keluarga pasien mulai memahami mengenai pentingnya
asupan protein untuk pasien pasca bedah.
B. Sikap Dan Perilaku Pasien Terhadap Diet
Hasil recall konsumsi 24 jam sebelum pelaksanaan
intervensi menunjukkan bahwa asupan energi, protein, lemak, dan
karbohidrat pasien tidak memenuhi kebetuhan asupan pasien
berdasarkan diet yang dianjurkan. Setelah intervensi asupan
energi, protein, lemak, dan karbohidrat pasien juga belum
memenuhi kebutuhan. Hal ini disebabkan karena nafsu makan
pasien berkurang pasca operasi sehingga pasien hanya
menghabiskan setengah dari makanan yang disiapkan oleh
instalasi gizi rumah sakit. Pasien dan keluarga pasien tidak
mematuhi diet yang dianjurkan karena tidak menghabiskan
makanan yang disediakan oleh rumah sakit.

III. Evaluasi Status Gizi


Tabel 13. Monitoring Status Gizi pasien
Indikator Sebelum Setelah Satuan
intervensi intervensi
Berat Badan 55,1 55,1 kg
Tinggi Badan 1,55 1,55 m
Status gizi IMT 22,96 22,96 Kg/m2
Sumber : Data Sekunder, 2018.
Berdasarkan tabel 13 diatas menunjukan bahwa sebelum
dan sesudah intervensi berat badan pasien tidak mengalami
perubahan, demikian pula dengan pada status gizi pasien tidak ada
perubahan masih tetap dalam status gizi baik. Keadaan status gizi

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 27


Sri Wahyuni_K21115010
pasien pada akhir studi kasus tetap dalam kondisi sebelumnya
yaitu status gizi normal, dan hasil penimbangan berat badan pada
akhir intervensipun tidak menunjukkan adanya peningkatan. Status
gizi pasien normal dihitung berdasarkan IMT yaitu 22,96 kg/m2

IV. Perkembangan Terapi Diet


Terapi diet yang diberikan sejak awal intervensi hingga akhir
intervensi yaitu diet Pasca bedah VI bertahap dari lunak pada
intervensi hari I ke biasa pada intervensi hari III. Hasil monitoring
dan evaluasi yang dilakukan setiap hari ternyata tidak terdapat
identifikasi masalah baru, baik dari pemeriksaan antropometri,
fisik/klinis maupun laboratorium sehingga terapi diet tetap yaitu diet
Pasca bedah VI.

V. Evaluasi Asuhan Gizi Pasien


A. Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien
Grafik 1. Konsumsi Energi Sebelum dan Setelah Intervensi

Persen Asupan Sebelum dan Rata-rata selama


Intervensi
25.00%
20.00%
Axis Title

15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
energi protein lemak karbohidrat
sebelum intervensi 16.80% 7.70% 3.10% 21.70%
rata-rata selama
18.93% 11.14% 21.60% 20.68%
intervensi

Sumber : Data Sekunder, 2018.


Hasil monitoring evaluasi asupan energi dan zat gizi selama
studi kasus didapatkan data bahwa asupan tidak stabil berdasarkan

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 28


Sri Wahyuni_K21115010
hasil recall 24 jam sebelum intervensi sampai selama intervensi di
peroleh hasil, terdapat perubahan persen asupan makanan yaitu
asupan energi sebelum intervensi dari 16,8% menjadi 18,93%
selama intervensi, asupan protein sebelum intervensi dari 7,7%
menjadi 11,14% selama intervensi, asupan lemak sebelum
intervensi dari 3,1% menjadi 21,6% selama intervensi dan asupan
karbohidrat sebelum intervensi dari 21,7% menjadi 20,68% selama
intervensi. Terjadi peningkatan asupan pasien disebabkan karena
nafsu makan pasien yang masih kurang pasca operasi, namun
belum memenuhi standar kebutuhan asupan pasien.
B. Perkembangan Pengobatan Yang Berhubungan Dengan Gizi
Pengobatan yang berhubungan dengan gizi yaitu
Ceftriaxone 250 mg pre operasi (sebagai antibiotik) dapat
menyebabkan mual dan muntah sehingga dapat menyebabkan
pasien kekurangan asupan zat gizi dan ranitidine 2,5 mg mencegah
munculnya gejala gangguan pencernaan akibat mengkonsumsi
makanan tertentu.

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 29


Sri Wahyuni_K21115010
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

I. Kesimpulan
A. Diagnosa pasien adalah Neoplasma Ovarium Kistik (NOK) dan
anemia
B. Status gizi pasien adalah gizi baik berdasarkan IMT yaitu 22,96
kg/m2
C. Pada studi kasus ini diagnosa gizi yang ditegakkan adalah NI-2.1
tentang asupan oral inadekuat dan NI-5.10.1 tentang kekurangan
intake mineral.
D. Jenis diet yang diberikan adalah diet pasca bedah IV Energyi
1944,4 kkal, Protein 20% dari kebutuhan energy total yaitu 97,2
gram, Lemak 15% dari kebutuhan energy total yaitu 32,4 gram,
Karbohidrat 65% dari kebutuhan energi total yaitu 315,9 gram
E. Hasil evaluasi status gizi sebelum intervensi dan setelah intervensi
dapat diketahui bahwa status gizi pasien berdasarkan IMT normal
karena pengukuran hanya dilakukan saat sebelum intervensi.
F. Asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat menurun karena
pasien akan dioperasi dan dianjurkan untuk berpuasa.
G. Hasil yang diperoleh keluarga pasien yaitu bertambahnya
pengetahuan keluarga pasien terkait makanan yang dianjurkan
untuk dikonsumsi oleh pasien pasca bedah seperti protein.
II. Saran
A. Sebaiknya pasien mengurangi aktifitas fisik berlebihan terlebih
dahulu untuk mempercepat proses penyembuhan luka operasi
B. Sebaiknya pasien mematuhi diet yang diberikan agar bisa
mempercepat pemulihan kondisi pasien.

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 30


Sri Wahyuni_K21115010
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet Terbaru. Jakarta: Penerbit PT.


Gramedia Pustaka Utama.
Arif, Fadhlin A., dkk.. 2016. Perancangan Aplikasi Identifikasi Kista
Ovarium Berbasis Sistem Cerdas. JUTI. Vol. 14, No. 1, Hal. 1-20.
Horlen, Chery. 2010. Ovarian Cysts: A Review. BCPS University of the
Incarnate Word Feik School San Antonio, Texas. Vol 35 No. 7 Hal.
Manuaba, Ida dkk.. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Nugroho, Taufan. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi
Wanita.Yogyakarta: Nuha Medika.
Potter, dan Parry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep,
Proses, Praktis, Edisi 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sari, Merry Indah, dkk.. 2017. Pengelolaan Anestesi pada Pasien
Neoplasma Ovarium Kistik Berukuran Besar dengan Anemia Tanpa
Komplikasi. Jurnal AgromedUnila. Vol. 4 No. 1 Hal. 81-85.
Sari, Ni Made Nopita dan Ni Made Risna Sumawati. 2017. Penerapan
Self Hypnosis pada Ny “Sw” Umur 40 Tahun dengan Kista Ovarium
(Penatalaksanaan pada Gangguan Reproduksi dengan Kista Ovarium
Di Ruang Dara Rsud Wangaya). Caring. Vol. 1 No.2 Hal. 1-7.

Laporan Magang Dietetik RS Universitas Hasanuddin Makassar_2018 31


Sri Wahyuni_K21115010

Anda mungkin juga menyukai