Anda di halaman 1dari 28

Kapang patogen

Nur Hidayah
Kapang yang menghasilkan
toksin
• Seperti halnya bakteri, kapang juga dapat
memproduksi racun yang dapat menimbulkan
penyakit.
• Racun pada kapang disebut mikotoksin
• Mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh beberapa jenis kapang (
• Mikotoksin dihasilkan oleh beberapa spesies dari
genus Aspergillus, Peniclilium, Fusarium, dan,
Alternaria.
• Mikotoksin dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
mikosis dan mikotoksikosis, yaitu gejala keracunan
yang terjadi akibat mikotoksin tertelan bersama dengan
makanan.
• Racun dapat menimbulkan gejala penyakit yang fatal
dan beberapa diantaranya memiliki efek karsinogenik.
Toksin kapang
• Berbeda dengan racun yang diproduksi oleh
bakteri, racun pada kapang kadang-kadang
tidak menimbulkan gejala akut akan tetapi
timbulnya gejala simptomatis karena tertelannya
mikotoksin dalam frekuensi yang berulang-ulang
dalam suatu periode tertentu.
• Namun ada beberapa yang dapat menimbulkan
gejala penyakit akut yaitu racun yang diproduksi
oleh jamur Amanita,sp.
• Mikotoksin umumnya tahan terhadap panas atau
termostabil sehingga pengolahan atau
pemasakan tidak dapat menjamin hilangnya
aktivitas toksin tersebut.
Jenis mikotoksin kapang
Aspergillus flavus
• Kapang Aspergilus flavus adalah jenis
kapang yang berbahaya, karena dapat
menghasilkan racun yang dikenal dengan
aflatoksin.
• Kapang ini pada ikan pindang dapat
memberikan efek berupa timbulnya serabut
pada permukaan pindang berwarna
kekuningan akibat pertumbuhan koloni
kapang ini
Aspergilus flavus
Aflatoksin
• Aflatoksin merupakan segolongan
senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi)
yang dikenal mematikan
dan karsinogenik bagi manusia dan hewan
• Racun ini pertama kali secara tidak sengaja ditemukan pada
tahun 1960-an, di mana lebih dari seratus ribu kalkun mati oleh
sebab Turkey X disease
• Para ahli jamur (mikolog) menemui bahwa kacang tanah
dari Brazilia tak cocok dan beracun bagi bebek. Para peneliti
dari Inggris kemudian menemui penyebab matinya ternak itu
oleh sebab kacang tanah yang beracun, yang dijadikan
sebagai makanan ternak tersebut. Umumnya, aflatoksin
dihasilkan kapang dari genus Aspergillus, terutama A. flavus.
Aflatoksin
• Toksin ini memiliki paling tidak 13 varian,
yang terpenting adalah B1, B2, G1, G2, M1,
dan M2.
• Aflatoksin B1 dihasilkan oleh kedua spesies,
sementara G1 dan G2 hanya dihasilkan
oleh A. parasiticus.
• Aflatoksin M1, dan M2 ditemukan pada
susu sapi dan merupakan epoksida yang
menjadi senyawa antara.
Aflatoksin
• Aflatoksin B1, senyawa yang paling toksik, berpotensi
merangsang kanker, terutama kanker hati.
• Serangan toksin yang paling ringan adalah lecet (iritasi) ringan
akibat kematian jaringan (nekrosis).
• Pemaparan pada kadar tinggi dapat
menyebabkan sirosis, karsinoma pada hati, serta
gangguan pencernaan, penyerapan bahan makanan,
dan metabolisme nutrien.
• Toksin ini di hati akan direaksi menjadi epoksida yang sangat
reaktif terhadap senyawa-senyawa di dalam sel.
• Efek karsinogenik terjadi karena basa
N guanin pada DNA akan diikat dan mengganggu kerja gen.
• Pemanasan hingga 250 derajat Celsius tidak efektif
menginaktifkan senyawa ini. Akibatnya bahan pangan yang
terkontaminasi biasanya tidak dapat dikonsumsi lagi.
Jenis aflatoksin
Pengujian aflatoksin
• Tahapan-tahapan penelitian yang akan
dilakukan meliputi persiapan sampel untuk
proses pengeringan, persiapan alat
pengeringan sampel, pengeringan,
pengambilan sampel, persiapan alat
analisis, identifikasi, pengamatan,
perhitungan.
• Diagram alir analisis aflatoksin
menggunakan metode TLC (Thin Layer
Chromatografy)
Pengujian aflatoksin
• Analisis kadar aflatoksin B1, B2, G1, G2
dilakukan sebanyak 2 kali yakni, kondisi
awal sebelum dilakukan pengeringan dan
sesudah pengeringan.
• Pada tahap sebelum pengeringan, analisis
kadar aflatoksin dilakukan pada tahap awal
sebelum dilakukan pengeringan (sampel
jagung tanpa pengeringan) dengan kadar air
awal 33% bb.
• Sampel yang dibutuhkan dalam analisis
sebanyak 3 sampel dengan berat masing-
masing sampel sebanyak 50 gram
Pengujian aflatoksin
• Pada tahap setelah pengeringan, analisis kadar
aflatoksin dilakukan setelah sampel jagung
dilakukan pengeringan dengan kadar air akhir 16%
bb.
• Pengeringan dilakukan dengan perlakuan laju aliran
udara dan lama pengeringan yang berbeda-beda.
• Variabel laju aliran udara yang digunakan yakni
0.025 m³/s setara dengan 0.83 L/s-kg, 0.020 m³/s
setara dengan 0.67 L/s-kg sedangkan 0.015 m³/s
setara dengan 0.5 L/s-kg dan perlakuan lama
pengeringan 8 jam, 6 jam dan 4 jam
Analisis denga TLC
• Analisis aflatoksin dilakukan dengan metode
TLC (Thin Layer Chromatografy).
• Prinsip dasar TLC adalah penempatan
sampel uji pada fase stasioner yang berupa
lempeng tipis dan sampel akan bergerak
sampai batas tertentu dengan bantuan fase
gerak karena adanya gaya kapiler.
Pengujian aflatoksin ;TLC
• Tahapan Cara Kerja Analisis Kadar Aflatoksin adalah sebagai
berikut:
• a. Persiapan ; Persiapan dilakukan dengan penjenuhan bejana
TLC dengan fase gerak (kloroform:aseton = 9:1). Persiapan
lempeng TLC dilakukan dengan mendiamkan lempeng TLC
dalam oven dengan suhu 80˚C selama satu jam
• b. Identifikasi ; Analisis aflatoksin dilakukan dengan
menggunakan Thin Layer Chromatography (TLC) satu dimensi
dengan fase gerak (kloroform: aseton = 9:1).
• Plat TLC yang digunakan adalah plat dengan fase diam silika
gel
Analisis denga TLC
• Ekstrak aflatoksin yang telah dihasilkan
kemudian ditotolkan secara kuantitatif pada
lempeng kromatografi.
• Setelah itu lempeng kromatografi
dimasukkan ke dalam bejana yang berisi
pelarut (kloroform: aseton = 9:1) yang telah
dijenuhkan lalu dielusi dari bawah ke atas
sampai pelarut mencapai batas elusi.
Lempeng kromatografi kemudian
dikeringkan
Analisis dengan TLC
• C. Pengamatan Hasil elusi dikeringkan dan diamati
di bawah lampu UV pada panjang gelombang 365
nm.
• Perpendaran dan waktu rambatnya (Rf) dari bercak
sampel dan standar dibandingkan.
• d. Perhitungan Kandungan aflatoksin pada sampel
didapatkan dengan membandingkan intensitas
perpendarannya dengan standar.
• Hal tersebut didapatkan dari deret standar aflatoksin
yang dielusi dengan pelarut.
• Aflatoksin dikatakan positif apabila Rf sampel sama
dengan standar. Kandungan aflatoksin ditentukan
dengan sesuai rumus
Pengujian aflatoksin
• untuk mengetahui kadar aflatoksin secara
tepat dilakukan metode yang berstandar
seperti Enzyme Linked Immunosorbent
Assay (ELISA)
Elisa
• teknik yang menggabungkan spesifisitas antibodi
dengan sensitivitas uji enzim secara sederhana,
dengan menggunakan antibodi atau antigen yang
digabungkan ke suatu enzim yang mudah diuji.
• ELISA memberikan pengukuran antigen atau
antibodi yang baik secara relatif maupun kuantitatif.
 
• ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
antigen yang dikenali oleh antibodi atau dapat
digunakan untuk menguji antibodi yang mengenali
antigen.
Elisa
• Teknik ELISA seacara umum mengikuti lima
prosedur
• 1) melapisi pelat microtiter dengan antigen;
• 2) memblokir semua situs yang tidak terikat untuk
mencegah hasil positif palsu;
• 3) menambahkan antibodi primer (misalnya antibodi
rabbit monoklonal ) ke sumur;
• 4) tambahkan antibodi sekunder yang terkonjugasi
ke enzim (misalnya IgG anti-rat);
• 5) reaksi substrat dengan enzim untuk
menghasilkan produk berwarna, sehingga
menunjukkan reaksi positif.
Metode elisa
• Indirect ELISA Protocol
• Direct ELISA Protocol
• Sandwich ELISA Protocol
• Competitive ELISA Protocol

Sebagai tugas buat step/langkah pengujian


dari masing-masing metode Elisa di atas

Anda mungkin juga menyukai