“PSEUDOMONAS
COCOVENANS”
OLEH
AGUSTINE E. AMSIKAN
(164111032)
Bakteri pseudomonas cocovenans adalah bakteri penyebab keracunan makanan
bila bakteri tersebut tumbuh sebagai kontaminan dalam pembuatan tempe bongkrek.
1.Kram perut
2.Demam
3.Diare
4.Muntah-muntah dan mual
Analisis
• Pengambilan contoh uji pada setiap tahapan, yaitu pada bahan baku yang
terdiri atas air baku, kacang kedelai, susu sapi segar, pada tahap pengolahan
yang terdiri atas kedelai giling dan sari kedelai, serta pada produk akhir yang
terdiri atas tahu susu putih dan tahu susu kuning. Khusus untuk analisis logam
berat pada air baku, selain didinginkan pada temperatur 4°C, contoh air baku
juga ditambahkan larutan asam nitrat pekat hingga pH < 2. Pengambilan contoh
uji dilakukan secara menerus selama lima hari produksi.
• Pada pemeriksaan ini sampel yang dipilih adalah rajungan, karena merupakan
salah satu jenis biota laut yang menjadi hasil tangkapan laut di perairan
Pelabuhan Belawan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Kota Medan.
• Logam berat yang dipilih untuk pemeriksaan adalah Merkuri (Hg), Timbal
(Pb) dan Kadmium (Cd), karena ke tiga logam ini memiliki toksisitas yang
sangat tinggi dan banyak dihasilkan sebagai limbah industri yang berada di
sepanjang DAS Sungai Deli dan Sungai Belawan yang bermuara pada
perairan Pelabuhan Belawan.
• Dalam Surat Keputusan Ditjend POM No.03725/B/SK/VII/1989 disebutkan
bahwa batas maksimum cemaran logam merkuri yang masih diperbolehkan
dalam makanan hasil laut adalah sebesar 0,5 mg/kg, logam timbal sebesar
2,0mg/kg sedangkan logam kadmium sebesar 0,2mg/kg.
• Untuk pemeriksaan logam secara kuantitatif dilakukan dengan metode
Spektrofotometri Serapan Atom karena metode ini tidak memerlukan
pemisahan unsur-unsur logam dalam cuplikan dan cocok untuk pengukuran
sampel dengan konsentrasi yang rendah
HASIL DAN PEMBAHASAN
ARIYANTO H. RUDU
• Listeria monocytogenes dapat diklasifikasikan sebagai bakteri
Gram positif berbentuk batang, pembentukan non-spora, dan
anaerob fakultatif yang bertanggung jawab atas penyakit infeksi
tertentu pada manusia. Listeria monocytogenes dan Listeria
ivanovii adalah satu-satunya patogen di antara enam spesies
(Robinson et al., 2000).
• Listeria monocytogens termasuk dalam golongan keracunan
listerosis
Makanan yang mengandung Listeria Tanda dan gejala keracunan Listeria
monocytogenes monocytogenes
Ikan petek merupakan salah satu jenis ikan yang paling banyak di
perairan ancol.
Makanan utama berupa fitoplakton dari kelas bacillariophyceae dan
makanan sekundernya adalah krustasea berupa udang dan kepiting
MIKOTOKSIN
Oleh :
Nama : Debora Lassa
NIM : 164111039
Pengertian Mikotoksin
Saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin (Cole dan Cox,
1981), lima jenis di antaranya sangat berpotensi menyebabkan
penyakit baik pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin,
okratoksin A, zearalenon, trikotesena (deoksinivalenol, toksin
T2) dan fumonisin.
AFLATOKSIN
METODE ANALISIS
Bahan yang diuji adalah jagung pipilan lokal putih dari Desa
Manusasi, Kecamatan Miomaffo Barat.
Sedangkan pengujian kandungan aflatoksin dilakukan pada
aflatoksin B1, B1, G1, dan G2. Analisis kualitas dan kadar aflatoksin
dilakukan sebanyak 2 kali yakni pada tahap awal sebelum dilakukan
pengeringan dan setelah dilakukan pengeringan.
Tahapan Penelitian
a. Persiapan
Persiapan dilakukan dengan penjenuhan bejana TLC dengan fase gerak
(kloroform:aseton = 9:1). Persiapan lempeng TLC dilakukan dengan
mendiamkan lempeng TLC dalam oven dengan suhu 80˚C selama satu
jam.
b. Identifikasi
Analisis aflatoksin dilakukan dengan menggunakan Thin Layer
Chromatography (TLC) satu dimensi dengan fase gerak (kloroform: aseton
= 9:1). Plat TLC yang digunakan adalah plat dengan fase diam silika gel.
Ekstrak aflatoksin yang telah dihasilkan kemudian ditotolkan secara
kuantitatif pada lempeng kromatografi. Setelah itu lempeng kromatografi
dimasukkan ke dalam bejana yang berisi pelarut (kloroform: aseton = 9:1)
yang telah dijenuhkan lalu dielusi dari bawah ke atas sampai pelarut
mencapai batas elusi. Lempeng kromatografi kemudian dikeringkan
LANJUTAN.................................
c. Pengamatan
Hasil elusi dikeringkan dan diamati di bawah lampu UV pada panjang
gelombang 365 nm. Perpendaran dan waktu rambatnya (Rf) dari bercak sampel
dan standar dibandingkan.
d. Perhitungan
Kandungan aflatoksin pada sampel didapatkan dengan membandingkan
intensitas perpendarannya dengan standar. Hal tersebut didapatkan dari
deret standar aflatoksin yang dielusi dengan pelarut. Aflatoksin dikatakan
positif apabila Rf sampel sama dengan standar. Kandungan aflatoksin
ditentukan dengan sesuai rumus Bainton dkk. (1980).
Hasil pengujian diperoleh kadar aflatoksin B1, B2, G1 dan G2 secara berturut-
turut adalah B1 sebesar 1.98 μ/kg (1.98 ppb), B2 sebesar 2 μ/kg (2 ppb), G1
sebesar 1.08 μ/kg (1.08 ppb) dan G2 sebesar 1.5 μ/kg (1.5 ppb). Kontaminasi
maksimum aflatoksin yang dipersyaratkan oleh SNI untuk pangan maupun pakan
adalah 50 ppb. Kondisi iklim di Kabupaten Timor Tengah Utara dengan suhu
udara lingkungan mencapai 34°C, namun kelembaban relatif udara yang cukup
tinggi sebesar 89% sangat mendukung pembentukan senyawa aflatoksin oleh
kapang jenis Aspergilus flavus yang sering mencemari komoditas jagung sehingga
perlu adanya penanganan dengan cara pengeringan lebih intensif. Faktor
terpenting yang mempengaruhi tingkat cemaran dan pertumbuhan Aspergilus
flavus adalah faktor kelembaban relatif lingkungan selama penyimpanan dan
lamanya penyimpanan (Kusumaningrum dkk. 2010).
• Timbal (Pb)
Pemeriksaan kadar logam berat timbal (Pb) pada ikan tongkol
(Euthynnus sp.) di Pantai Utara Jawa menunjukkan hasil yang
bervariasi. Pada hasil pemeriksaan kadar logam berat timbal pada
ikan tongkol tertinggi sebesar 0,61 mg/kg dan terendah 0,1 mg/kg
dengan rata-rata 0,2760 mg/kg dan standar deviasi 0,23220 mg/kg.
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia tahun 2009 dan Standar Nasional Indonesia
(SNI:7387) tahun 2009, secara rata-rata kadar logam berat timbal (Pb)
pada ikan tongkol masih termasuk kategori aman, yaitu batas
maksimum cemaran timbal (Pb) sebesar 0,3 mg/kg. Akan tetapi
sebenarnya terdapat 40% sampel (4 dari 10 sampel) tersebut
mengandung logam timbal (Pb) di atas batas maksimum yang
diperkenankan (>0,3 mg/kg), sehingga perlu ditelusuri kembali
sumber kontaminannya.
KESIMPULAN
Kadar rata - rata logam berat timbal (Pb) pada ikan tongkol
(Euthynnus sp.) di Pantai Utara Jawa sebesar 0,276 mg/kg masih di
bawah batas aman yang ditetapkan oleh Peraturan BPOM RI tahun
2009 dan SNI 7387 tahun 2009, walaupun terdapat 40% sampel (4
dari 10 sampel) memiliki kadar logam berat Pb di atas standar
maksimum yang diperbolehkan (< 0,3 mg/kg). Kadar rata-rata logam
berat kadmium (Cd) pada ikan tongkol (Euthynnus sp.) di Pantai Utara
Jawa sebesar 0,156 mg/kg telah melebihi batas aman yang
ditetapkan oleh Peraturan BPOM RI tahun 2009 dan SNI 7387 tahun
2009, terdapat 60% sampel (6 dari 10 sampel) memiliki kadar logam
berat Cd di atas standar maksimum yang diperbolehkan (< 0,1
mg/kg).
Keracunan Akibat Mengkonsumsi Ikan
Buntal
Ikan buntal atau puffer fish berasal dari famili Diodontidae dan berasal dari ordo
Tetraodontiformes.
Keracunan akibat mengkonsumsi ikan buntal terjadi karena ikan ini
mengandung tetrodotoksin (TTX), yakni senyawa organik
heterosiklik yang termasuk golongan aminoperhydroquinazolone.
TTX juga merupakan suatu zat yang stabil terhadap panas (baru
terdegradasi pada suhu 1000C dan dalam lingkungan pH asam),
tidak stabil pada pH di atas 8 atau di bawah 3, bukan tergolong
protein, larut air dan banyak ditemukan di dalam jaringan kulit,
hati, ovarium, usus dan otot dari ikan buntal. Kandungan TTX
paling tinggi biasanya ditemukan di dalam ovarium ikan buntal
betina pada saat musim bertelur dan pada hati.
TTX sendiri kemungkinan besar diproduksi oleh bakteri laut (Vibrio
alginolyticus) dan termakan oleh ikan buntal. Terdapat kemungkinan bahwa
kandungan TTX dipengaruhi oleh makanan dan kondisi perairannya.
Setelah termakan, TTX biasanya terakumulasi di suatu jaringan atau organ
dari hewan tersebut. Karena sifat TTX yang stabil terhadap panas,
memasak ikan buntal tidak dapat mengurangi risiko keracunan TTX.
Dosis kematian TTX adalah 10 mikrogram/kg berat badan.
Racun pada ikan buntal termasuk neurotoksin atau racun syaraf. Racun ini
akan menghambat proses impuls pada neuron sehingga impuls tidak akan
sampai pada otak.
Racun ini menghambat difusi natrium melalui pompa natrium, sehingga
mencegah depolarisasi dan terbentuknya aksi potensial dari sel saraf yang
dapat mempengaruhi fungsi sistem syaraf pusat dan sistem syaraf perifer
khususnya pada otot jantung dan otot rangka sehingga tidak mampu
berkontraksi dengan baik serta dapat menekan pusat pernafasan dan pusat
vasomotor di medulla oblongata.
Tingkat kematian dari kejadian keracunan TTX mencapai sekitar 60%. Kematian
biasanya terjadi pada 24 jam pertama. Gejala keracunan TTX biasanya muncul
setelah beberapa menit konsumsi ikan buntal. Umumnya setelah 10-45 menit;
dalam beberapa kasus, gejala baru muncul hingga beberapa jam kemudian.
Gejala yang pertama kali muncul adalah paraestesia oral (mati rasa di daerah
bibir, lidah dan mulut). Gejala pertama di atas dapat disertai dengan mual,
muntah, diaforesis (berkeringat hebat), hipersalivasi (peningkatan produksi air
ludah), sakit perut, pusing, kesulitan menelan dan kesulitan berbicara dapat
muncul.
Rasa tidak enak badan, kelemahan otot, fasciculation dan ascending paralysis
(kelumpuhan bertahap dimulai dari tungkai bawah lalu naik ke bagian tubuh lain)
muncul pada 4-24 jam pertama. Kematian terjadi karena adanya kelumpuhan
otot-otot yang berkaitan dengan sistem pernafasan.
Pertolongan Pertama Keracunan Ikan Buntal
DWILYAN F. SILA
164111042
Clostridium perfringens
TUJUAN PENELITIAN :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi kontaminasi Campylobacter sp.
Termofilik, terutama C. Jejuni dan C. Coli pada karkas ayam asal pasar tradisional dan
swalayan.
Metode Yang Digunakan
• Kontaminasi bakteri Campylobacter Termofilik pada karkas ayam pada pasar tradisional dan
swalayan di lokasi pengambilan sampel tidak hanya spesies C. Jejuni saja tetapi juga C. Coli.
• Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kontaminasi C. Coli pada karkas ayam adalah 18.7%
dengan metode konvensional dan 43.5% dengan PCR.
Senyawa beracun dari alami
Nama:justina ilaria f.de jesus
Kelas:BNIM:164111046
PENGERTIAN
Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk kedalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respons pada sistem biologis sehingga dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Contoh Makanan Yang Menyebabkan Racun Alami
OLEH
MARIA STELA
164111049
MERKURI (Hg)
Oleh :
• Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel biota air
kerang dan ikan (insang, hati dan isi perut) yang diambil pada aliran
sungai di kawasan Lambaro, Lamnyong dan Pantee Pirak. Sampel
diambil pada 3 titik sampling pada setiap sungai dan setiap dari tiga
titik sampling dijadikan satu (komposit). Pengambilan sampel
dilakukan selama tiga bulan.
Uji kepekaan dan Presisi Alat Uji AAS
• Uji kepekaan dan presisi alat uji AAS dilakukan dengan mengukur
serapan larutan standar 2 ppm dengan 3 kali pengukuran,
sedangkan presisi alat uji ditentukan dengan menghitung
simpangan baku dari pengukuran 6 kali serapan larutan standar
tersebut
Pembuatan Kurva Kalibrasi
• Analisis kandungan logam berat pada air dan ikan ikan meliputi
logam berat Pb, Cu, Zn, Hg, Cd, dan As.
• Preparasi sampel dengan menyiapkan daging ikan sebanyak
300 gram selanjutnya pengabuan, pemberian larutan standar
sesuai jenis logam berat yang akan dianalisa dan terakhir
pembacaan kandungan logam berat menggunakan AAS
(Atomic Absorption Spectroscopy).
Hasil Uji Laboratorium Sampel Ikan di Tambak dan Estuaria di Kabupaten Pati, Kota
Semarang dan Kota Tegal
Suyanto Agus, Kusmiyati Sri, Retnaningsih Ch. 2010. RESIDU LOGAM BERAT
IKAN DARI PERAIRAN TERCEMAR DI PANTAI UTARA JAWA
TENGAH. Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02
RACUN YANG DISEBABKAN
MIKROORGANISME
Oleh :
Reza Rambu Danesta Dapa Ole
164111056
ESCHERICHIA COLI
• Pertumbuahan bakteri Escherichia coli O157:H7 sering ditemui pada
daging sapi yang kurang matang dan susu mentah
• Beberapa jenis Escherichia coli patogen menyebabkan penyakit
melalui pengeluaran racun oleh bakteri yang disebut Shiga-like toxin.
• Bakteri yang memproduksi racun ini disebut Shiga Toxinproducing
Escherichia coli (STEC) atau Verocytotoxic Escherichia coli (VTEC) atau
Enterohemo hemorrhagic Escherichia coli (EHEC).
• Salah satu STEC yang paling sering teridentifikasi adalah Escherichia
coli O157:H7.
GEJALA-GEJALA
Jika tidak teratasi dengan cepat, penyakit ini bisa menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti diare
berdarah, nekrosis dari aringan usus, hemorraghic colitis (HC) dan hemolytic uremic syndrome (HUS).
ANALISIS BAKTERI ESCHERICHIA COLI
• Sampel pada penelitian ini adalah bagian dari daging sapi yang sering dikonsumsi manusia dan
diambil dari semua sapi yang dipotong pada hari saat pengambilan sampel di RPH Lubuk Buaya.
• Sampel yang telah dibawa dari RPH Lubuk Buaya diambil sebanyak 10 gram.
• Setelah itu daging dimasukkan ke plastik steril dan dicampurkan dengan 90 ml pepton.
• Daging tersebut dihomogenkan dengan pepton dengan caram dihaluskan dengan alu, lalu
ditunggu 10 menit.
• Setelah itu, diambil homogenat 0,1 ml dimasukkan dalam tabung eppendorf yang telah berisi
0,9 ml media pepton steril untuk pengenceran 10 kali.
Lanjutan !!!
• Selanjutnya diambil 0,1 ml dari pengenceran pertama dimasukkan dalam tabung eppendorf yang
telah berisi 0,9 ml media pepton steril untuk pengenceran kedua.
• Lalu dinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam.
• Setelah itu, homogenat tadi diinokulasikan dengan cara meneteskan homogenat menggunakan
mikropipet 0.1 ml ke dalam media CHROMagar O157 pada cawan petri, kemudian diaratakan
dengan cara penggoresan dengan ose steril.
• Setelah itu, diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam. Biakan dalam cawan petri akan
memberikan warna koloni ungu jika terdapat bakteri Escherichia coli O157:H7. Selanjutnya,
dihitung koloni bakteri ungu dengan colony counter.
HASIL ANALISIS E.COLI DALAM DAGING
SAPI
RACUN DARI MIKROBA
Staphylococus aureus
Oleh
SWENNY K. PRAKAMENG
(164111057)
PENGERTIAN
• Mual
• Muntah
• Kram perut dan diare serta terkadang disertai sakit
kepala dan demam.
Analisis Staphylococus aureus pada makanan
Uji kontaminasi mikroba patogen merupakan indikator penting
untuk mengetahui kualitas daging olahan layak konsumsi.
• Hasil Jenis-jenis udang yang didapatkan pada penelitian ini sebanyak tiga spesies, yaitu
udang dogol (Metapenaeus ensis), udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis) dan udang
putih (Penaeus merguiensis) (Gambar 1). Rerata hasil analisis konsentrasi timbal (Pb)
dalam sampel daging udang menunjukkan nilai terndah yaitu 0,039 mg/kg pada seluruh
jenis udang pada bulan April dan Mei dan tertinggi pada M. ensis pada bulan Juni yaitu
sebesar 0,073 mg/kg (Tabel 1).
KERACUNAN MAKANAN SECARA MIKROBA
(SALMONELLA)
Viviana R. I. A. Rasang
164111060
PENGANTAR
Salmonella adalah bakteri gram negatif dan terdiri dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella merupakan bakteri
patogen enterik dan penyebab utama penyakit bawaan dari makanan (foodborne disease). (Klotchko, 2011).
Salmonella typhi (S. typhi) merupakan kuman pathogen penyebab demam tifoid, yaitu suatu penyakit infeksisistemik
dengan gambaran demam yang berlangsung lama, adanya bakteremia disertai inflamasi yang dapat merusak usus
dan organ-organ hati (Yatnita Parama ,2011).
Menurut JAWETZ et al. (dalam BONANG 1982) penyakit yang
ditimbulkan oleh bakteri Salmonella ini dapat dibagi 3 macam yaitu :
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri 1. Demam enterik yaitu demam yang di sebabkan oleh bakteri
Salmonella disebut salmonellosis, yaitu Salmonella typhi disebut demam typhoid, sedangkan yang disebabkan
infeksi bakteri yang timbul dikarenakan oleh bakteri Salmonella paratyphi dan Salmonella enteridis disebut
tertelannya sel-sel Salmonella yang masih demam paratyphoid.
hidup (FARDIAZ et al. 1981). 2. Septikemia yaitu demam yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
choleraesuis.
3. Gatroenteritis yaitu penyakit saluran pencernaan makanan yang
disebabkan keracunan makanan yang mengandung bakteri Salmonella
typhimurium.
Salmonella terdapat pada
makanan, seperti:
• Daging dan produknya
• Telur Sumber kontaminan salmonella:
• Ikan • Manusia
• Ayam • Ternak Gejala-gejala terkena keracunan
• Es krim • Unggas dan telurya yang disebabkan oleh salmonella:
• Coklat • Sakit perut
• Tikus
• Susu segar • Diare
• Lalat
• Kecoa • Demam dan muntah setelah 12-
• Isi perut hewan 36 jam
• Sakit kepala
• Tipus/paratipus
METODE ANALISIS BAKTERI
SALMONELLA
Judul :
Cemaran bakteri gram negatif pada jajanan siomay di Kota kendari.
Tujuan :
Untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri gram negatif pada
jajanan siomay yang dijual di pasar tradisional anduonuhu kendari.
Metode anlisis:
Inokulasi sampel siomay Pada Media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) dilakukan dengan cara
Sampel siomay dengan bumbu kacang ditimbang sebanyak 5 Gram
Kemudian dihaluskan dan ditambahkan dengan aquadest sebanyak 45 mL aquadest,
Lalu di homogenkan dan di isolasi pada media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) dengan perbandingan
9:1 dimana 9 ml untuk media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) dan 1 ml untuk sampel.
Selanjutnya diinkubasi media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) tersebut selama 1x24 jam pada suhu
370C di inkubator.
Jika terjadi kekeruhan pada Media Brain Heart Infusion Broth (BHIB), dilanjutkan pada media selektif
yaitu media SSA.
Jika tidak terjadi kekeruhan pada media Brain Heart Infusion Broth (BHIB), tidak di lanjutkan Pada
Media Salmonella Shigella Agar (SSA).
Inokulasi Bakteri Pada Media Salmonella Shigella Agar (SSA) dilakukan dengan cara
• Bakteri tersangka pada media Brain Heart Infusion Broth (BHIB), diambil dengan
menggunakan ose yang sudah difiksasi. Diinukolasikan padigoreskan.
• Media Salmonella Shigella Agar (SSA) tersebut selanjutnya diinkubasi selama 1x24
jam pada suhu 370C di incubator.
• Kemudian diamati ciri koloni yang tumbuh pada Media Salmonella Shigella Agar
(SSA) kemudian lakukan pewarnaan Gram. Jika tidak ada pertumbuhan koloni pada
Media Salmonella Shigella Agar (SSA) maka tidak dilakukan pada pewarnaan Gram.
Pewarnaan Gram dilakukan dengan cara
• Diteteskan 1 tetes Nacl 0,96% di atas objek glass kemudian diratakan dengan ose.
Kemudian biarkan hingga kering lalu fiksasi di atas nyala api kecil.
• Kemudian diletakan preparat pada jembatan pewarnaan, lalu lakukan pewarnaan
Gram. Selanjutnya preparatditetesi dengan larutan gentian violet selama 1 -2 menit
kemudian bilas dengan air mengalir.
• Selanjutnya, ditetesi dengan larutan lugol selama 1 menit. Kemudian bilas dengan
air mengalir. Kemudian ditetesi dengan larutan alkohol 96% selama 30 detik dan
bilas dengan air mengalir.
• Kemudian ditetesi dengan larutan air fuchsin selama 20 detik dan bilas dengan air.
Selanjutnya dibiarkan kering, lalu diamati di bawa mikroskop dengan perbesaran
100x dengan menggunakan minyakemersi.
HASIL ANALISIS SALMONELLA
PEMBENTUKAN AKRILAMIDA
DALAM
MAKANAN DAN ANALISISNYA
Akrilamida bersifat iritan dan toksik. Efek lokal berupa iritasi pada
kulit, dan membran mukosa.Iritasi lokal pada kulit ditunjukkan
dengan:
1. melepuhnya kulit disertai dengan warna kebiruan pada
tangan dan kaki,
2. efek sistemik berhubungan dengan paralisis susunan saraf
pusat, tepi, dan otonom sehingga dapat terjadi kelelahan,
pusing, mengantuk, dan kesulitan dalam mengingat.
Pembentukan Akrilamida
dalam Makanan
• nafas tersengal
• penurunan tekanan darah
• denyut nadi cepat
• sakit kepala
• sakit perut dan mual
• diare
• pusing
• kekacauan mental
• kejang
KIMIA MAKANAN
(SIANIDA )
• Hidrogen sianida (HCN) atau prussic acid atau sianida adalah senyawa
kimia yang bersifat toksik dan merupakan jenis racun yang paling cepat aktif
dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian dalam waktu beberapa
menit (akut). Sianida merupakan senyawa kimia yang mengandung (C=N)
dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN ini dapat
ditemukan dalam banyak senyawa dalam bentuk gas, padat atau cair.
Senyawa yang dapat melepas ion sianida CN− ini sangat beracun. Sianida
dapat terbentuk secara alami maupun dengan buatan manusia, seperti HCN
(Hidrogen Sianida)dan KCN (Kalium Sianida). Sianida dapat terbentuk
secara alami maupun dibuat oleh manusia (sintetis).
SUMBER MAKANAN
• Biji buah-buahan seperti aprikot, apel, dan buah persik juga diduga
memiliki sejumlah besar bahan kimia yang dapat dimetabolisme
menjadi sianida.
GEJALA KERACUNAN
• Sakit kepala
• Muntah
• Sesak nafas
• Badan lemah
Sebanyak 20 gram sampel yang sudah dihaluskan dimasukkan kedalam beaker glass,
kemudian ditambahkan 100 Ml aquades dan direndam selama 2 jam,kemudian
ditambahkan lagi 100 mLaquadest dan didestilasi uap ; destilasi ditampung didalam
labu Erlenmeyer yang sudah diisi 25 mL AgNO3 0,02 N dan 1 mL HNO3 (1:4) ;
setelah destilat benar-benar habis (tak menguap lagi), destilasi dihentikan.; lalu diukur
volume destilat yang diperoleh; ke dalam labu Erlenmeyer yang lain, destilat yang
diperoleh dibagi, masing-masing erlenmeyer berisi 25 mL destilat yang diperoleh,
kemudian dititrasi dengan KSCN sampai timbul warna merah, diulangi pengukuran
sebanyak 3 kali untuk masing-masing jenis terong (sudarmaji,1984); dilakukan dengan
Prosedur yang sama untuk terong yang sudah direbus selama 2 menit.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Analisis kadar asam sianida ditentukan dengan menggunakan metode Argentometri (volhard) dimana ion Ag+ dari ion
AgNO3 bereaksi dengan CN- dari HCN membentuk endapan AgCN berwarna Putih, reaksi tersebut terus
berlangsung sampai uap HCN habis
Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan KSCN mengunakan indikator Ferri, ion Ag+
dari AgNO3 bereaksi dengan SCN- dari KSCN membentuk endapan AgSCN.
Ag+ + SCN- AgSCN
Reaksi terus berlangsung sampai ion Ag+ habis bereaksi yang ditandai dengan
terbentuknya ion kompleks [Fe(SCN)6] -3 berwarna merah.
• Data hasil penelitian menunjukkan kandungan asam sianida sebelum perebusan
Solanum melongena (terong Craigi 71,712 mg/kg, terong kopek 46,310 mg/kg,
terong gelatik 0 mg/kg) dan Solanum quitoense L (terong asam 30,434 mg/kg)
sedangkan setelah dilakukan perebusan (terong Craigi 19,321 mg/kg, terong
kopek 6.620 mg/kg, terong gelatik 0 mg/kg) and Solanum quitoense L (terong
asam 3.445 mg/kg). Terdapat perbedaan kandungan penting yang dapat
mengurangi kadar asam sianida dalam Solanum melongena L dan Solanum
quitoense L.
KIMIA MAKANAN
“SAKSITOKSIN”