Anda di halaman 1dari 223

RACUN DARI MIKROBA

“PSEUDOMONAS
COCOVENANS”

OLEH
AGUSTINE E. AMSIKAN
(164111032)
Bakteri pseudomonas cocovenans adalah bakteri penyebab keracunan makanan
bila bakteri tersebut tumbuh sebagai kontaminan dalam pembuatan tempe bongkrek.

Tempe bongkrek yang dibuat dari ampas kelapa sangat berpeluang


untuk terkontaminasi oleh bakteri Pseudomonas cocovenenans.
Didalam tempe bongkrek, bakteri ini akan memproduksi toksin tahan
panas yang menyebabkan keracunan pada orang yang
mengkonsumsinya.
Senyawa beracun yang dapat diproduksi oleh Pseudomonas
cocovenenans adalah dan

Pada umumnya tempe bongkrek yang jadi atau berhasil dengan


baik (kompak dan berwarna putih) hanya ditumbuhi kapang tempe
rhizopus oligosporus, tetapi tempe yang gagal dan rapuh disamping R.
Oligosporus biasanya juga tumbuh sejenis bakteri yang diebut
Pseudomonas cocovenenans, bakteri yang sebenarnya tidak
dikehendaki ada dalam tempe bongkrek.
Asam bongkrek (C28H38O7) merupakan asam trikarboksilat tidak jenuh. Dosis fatal untuk
monyet 1,5 mg per kg berat badan, sedangkan untuk tikus 1,41 kg per berat badan..

(C7H7N5O2) merupakan pigmen berwarna kuning,


bersifat flouresens, dan stabil terhadap oksidator. LD50 toksoflavin
adalah 1,7 mg per kg berat badan.
Asam bongkrek bersifat sangat fatal dan biasanya merupakan penyebab kematian.
Hal ini disebabkan toksin tersebut dapat mengganggu metabolisme glikogen dengan
memobilisasi glikogen dari hati sehingga terjadi hiperglikimia yang kemudian
berubah menjadi hipoglikimia. Penderita hipoglikimia biasanya meninggal empat hari
setelah mengkonsumsi tempe bongkrek yang beracun.
Sementara toksoflavin menghasilkan hidrogen peroksida yang toksik terhadap sel
GEJALA KERACUNAN

• Gejala keracunan tempe bongkrek timbul 12-48 jam setelah konsumsi.


• Gejala awal keracunan atau intoksikasi antara lain, badan lemah, kepala pusing, terasa mau
muntah, sesak nafas, susah menelan bahkan sulit bicara dan akhirnya nyawa tidak dapat
diselamatkan.
ANALISIS ASAM BONGKREK DALAM
TEMPE BONGKREK
• Sebagai langkah pertama dalam analisa tempe bongkrek dilakukan Ekstraksl asam
bongkrek :
• 10 gram tempe bongkrek yang cukup kering di gerus dalam
mortir, kemudian dipindahkan ke dalam gelas pisah dan
diekstraksi dengan 30 ml petroleum eter dengan jalan
pengocokan selama kurang leblh 10 menit. Jika ada asam
bongkrek maka tempe bongkrek yang kering tersebut akan
larut ke dalan petarut organik tersebut. Kemudian petroleum
eter dipisahkan dan dimasukkan ke dalam gelas pisah kedua,
lalu ekstrak ini dikocok dengan l0 µl NH4OH.
• Ekstrak daam NH4OH yang diperoleh diasamkan dengan H2SO4 9N sampai pH sekltar 4
(kertas pH). Pengasaman dlteruskan dengan H2SO4 2N sampal pH 3 (kertas pH). Larutan ini
harus segera diekstraksi dengan 30 ml eter bebas peroksida. Selanjutnya larutan air
dipisahkan dan eter yang tertinggal dicuci dengan 20 ml air. Akhirnya eter ini dikocok dengan
larutan NH4OH 2% dan larutan inilah yang dipisahkan untuk dianalisa.
KROMATOGRAFI KERTAS
Ekstrak yang diperoleh tadi dan standar garam amonium asam bongkrek
diteteskan berdampingan diatas kertas kromatografi dengan jarak 2 cm. setelah
kering, kertas dijenuhkan selama 3 jam didalam lemari kromatografi. Kemudian dielusi
dengan larutan yang terdiri dari larutan etanol : amonia: air (20:1:4; v/v)
Setelah elusi berjalan 15 jam, kertas dikeringkan dan noda dideteksi dibawah sinar
ultraviolet.
Jika ada asam bonggkrek maka akan terlihat noda yang semu gelap.

Untuk mendapatkan noda yang cukup jelas maka standar garam


amonium asam bongkrek yang diteteskan pada kertas adalah
seedikit-dikitnya 3,5µg
Nilai Rf yang diperoleh untuk asam bongkrek adalah 0,70.
Metode ini dengan menggunakan eluen yang terdiri dari campuran metanol : etil asetat
(1:1 v/v). Larutan sampel dan standar garam amonium asam bongkrek diteteskan
berdampingan dengan jarak 2 cm pada lapisan tipis silika gel yang dibuat menurut cara yang
diuraikan dalam bahan dan metode. Setelah kering plat dielusi selama 8 menit, lalu
dikeringkan pada suhu kamar. Untuk mendeteksi noda digunakan sinar ultraviolet, juga
digunakan uap iodium. Ternyata tempe bongkrek yang beracun menghasilkan noda yang sama
dengan noda standar dengan Rf yang sama yaitu 0,64.
KERACUNAN MIKROBA
( KAPANG & KAMIR )
Nama : Anastasia Lipa Lengari
Nim : 164123110
Kls : B
Kapang & Khamir

• Kapang (mold) merupakan anggota regnum fungi yang biasanya


tumbuh pada permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu lama
tidak diolah.
• Kapang adalah multiseluler yang bersifat aktif karena merupakan
organisme saprofit dan mampu memecah bahan-bahan organik
kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana.
• Sebagian besar kapang merupakan anggota dari ascomycetes, 4
koloni kapang tumbuh pada roti,tampak hifa berwarna putih dan
bagian dengan askus berwarna biru kelabu.
• Khamir (yeast) adalah ekasel (uniselular) yang beberapa jenis
spesiesnya umum digunakan untuk membuat roti,fermentasi
minuman beralkohol dan bahkan digunakan percobaan sel bahan
bakar.
• Kamir merupakan jasad renik (mikroorganisme) yg pertama,yang
digunakan manusia dalam industri pangan.
• Khamir yang paling umum digunakan adalah Saccharomyces
cerevisiae yang dimanfaatkan untuk produksi anggur,roti,tape dan bir
sejak ribuan tahun silam dalam bentuk ragi.
• Kapang dan khamir bisa meberikan keuntungan dan kerugian yang
dapat menghasilkan racun (mikotoksin) yang terdapat pada Roti.
1.Mikrooganisme perusak roti yang utama adalah kapang.
2.Roti yang rusak karena kapang ditandai dengan adanya serabut
putih,seperti kapas atau ada warna hitam,hijau dan merah.
3.Kapang yang umumnya ditemukan pada roti adalah Rhyzopus
stolonifer dengan warnah putih seperti kapas dan spot hitam
sehingga kapang ini sering disebut kapang roti.
• Kapang lainnya adalah penicilinum expensum p.stolonifer yang
memiliki spora berwarna hijau,aspergilus yg berwarna kehijauan atau
coklat keunguan sampai hitam,pigmen kuning yg berdispersi
Kedalam roti,Neuruspon yg berwarna putih atau kemerahan
merupakan kapang yg sering tumbuh pada roti.
• Jika roti sudah ditumbuhi kapas sebaiknya tidak dimakan karena ada
beberapa kapang yang dapat menghasilkan racun (mikotoksin)
misalnya Aspergilus flovus dan penampakanya sulit dilihat secara
visual dari kapang yang tidak menghasilkan racun.
• Beberapa spesies khamir memberikan keuntungan yaitu spesies
saccharomyces oerevisiae berperan dalam metabolisme gula menjadi
etanol dan gas pada proses pembuatan roti dan anggur dan spesies
Saccharomycescopsis fibuligera yaitu dalam pembuatan tape
• Kerugian dari Kapang yang menyebabkan racun yaitu
Zigosaccharomyces (makanan dan minuman sehingga
busuk),Pseudomonas cocoverenans (pada tempe bongkrek) dan juga
kamir candida albicans.
Gejala

1.Kram perut
2.Demam
3.Diare
4.Muntah-muntah dan mual
Analisis

• Jurnal : Identifikasi Pertumbuhan jamur Aspergilus Sp. Pada roti


tawar yg dijual dikota padang
• Tujuan : Untuk mengidentifikasi pembuatan jamur aspergilus sp pada
tiga buah sampel roti tawar yang dijual dikota padang
• Proses : Dilakukan identifikasi secara makrofologi dan mikrofologi
• Hasil : Pada pemeriksaan makrofologi didapatkan warna koloni yang
tumbuh pada media agar saboround adalah cokelat kehitaman dan
hitam dan ini sesuai dengan identifikasi jamur, sedangkan pada
pemeriksaan mikrofologi menggunakan mikroskop pada pembesaran
400 x didapatkan gambaran jamur aspergilus sp yg sesuai dengan
penelitian yg dilakukan oleh Robert A.samson
• Aspergilus sp dapat menghasilkan mikotoksin, salah satunya adalah
aflatoksin.
• Aflatoksin adalah jenis toksin yang bersifat karsinogenik dan
hepatotoksik.
• pada manusia dapat terpapar oleh aflatoksin dengan mengkonsumsi
makanan yg terkontaminasi oleh toksin hasil dari pertumbuhan jamur
ini.
Keracunan logam berat
(zn dan cu)

ANDRIANI RESARI JAMON


Pendahuluan

• Logam Cu dan Zn adalah jenis logam yang dibutuhkan oleh tubuh


(supriyanto,2007). Namun, apabila manusia mengkonsumsi makanan
dengan kosentrasi Cu dan Zn yang berlebih maka dapat
menimbulkan penyakit. Tingginya kosentrasi Cu dan Zn dalam
makanan dapat terjadi dikarenakan adanya kontaminasi dari
lingkungan.
Tanda dan gejala keracunan

Gejala keracunan tembaga (Cu) antara lain sebagai berikut:


Diare
Muntah
Pusing
Nyeri ulu hati
Sakit ketika buang air kecil
Kulit atau mata berwarna kuning
Contoh makanan yang mengandung Cu dan

bahan makanan yang mengandung tembaga (Cu).


 biji-bijian
Kacang-kacangan
Sereal
Produk olahan biji-bijian
Serta produk hasil coklat (cacao)
PENGENDALIAN KONTAMINASI LOGAM BERAT DI INDUSTRI TAHU
DENGAN KONSEP HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)

• Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan metode survei


lapangan dan uji laboratorium pada setiap tahapan produksi. Penelitian ini
dilakukan di suatu industri tahu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung
Barat yang memakai susu sebagai campuran bahan bakunya

• Pengambilan contoh uji pada setiap tahapan, yaitu pada bahan baku yang
terdiri atas air baku, kacang kedelai, susu sapi segar, pada tahap pengolahan
yang terdiri atas kedelai giling dan sari kedelai, serta pada produk akhir yang
terdiri atas tahu susu putih dan tahu susu kuning. Khusus untuk analisis logam
berat pada air baku, selain didinginkan pada temperatur 4°C, contoh air baku
juga ditambahkan larutan asam nitrat pekat hingga pH < 2. Pengambilan contoh
uji dilakukan secara menerus selama lima hari produksi.

• Pemeriksaan contoh uji, yaitu pengujian laboratorium untuk parameter logam


berat tembaga (Cu) dan seng (Zn) yang terdiri atas persiapan (preparasi) dan
pengukuran. Preparasi yang dilakukan terdiri atas penghalusan, pengeringan,
dan pelarutan. Untuk contoh padatan, penghalusan dilakukan dengan cara
menghomogenkan contoh uji seperti kacang kedelai, tahu susu putih, tahu susu
kuning menggunakan blender berpisau keras.
Hasil dan pembahasan
• Analisis bahaya dilakukan pada tiga tahapan, yaitu analisis bahaya
pada bahan baku, analisis bahaya pada tahapan proses, dan analisis
bahaya pada produk akhir. Industri tahu ini menggunakan bahan
baku air dan kacang kedelai serta campuran susu sapi. Air digunakan
dalam proses perendaman, pencucian, penggilingan, dan perebusan
kedelai, sedangkan susu sapi digunakan sebagai campuran dalam
pembuatan tahu yang menjadi ciri khas industri tahu ini. Pada tahap
proses, titik-titik yang menjadi titik pengendalian adalah kedelai
giling dan sari kedelai. Sari kedelai diperoleh dari hasil perebusan
kedelai dan pemisahan dari ampasnya. Pada tahap produk akhir,
yang menjadi titik pengendalian adalah kedua jenis produk yang
dihasilkan oleh industri tahu ini yaitu tahu susu putih dan tahu susu
kuning. Analisis bahaya dilakukan dengan terlebih dahulu
mengidentifikasi bahaya yang dapat timbul pada setiap tahapan
proses produksi tahu susu tersebut.
Lanjutan...............

• HACCP merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat preventif


terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui
makanan. Dalam penelitian yang dilakukan ini, ditentukan critical
control point (CCP) pada setiap tahapan produksi, yaitu pada bahan
baku, pengolahan, dan produk akhir dengan menganalisis potensi
bahaya melalui pengamatan di lapangan serta pengujian di
laboratorium, terutama terhadap kemungkinan kontaminasi logam
berat, yaitu tembaga (Cu) dan seng (Zn). Adapun yang menjadi titik uji
adalah air baku, kacang kedelai, kedelai giling, susu sapi segar, sari
kedelai, serta tahu susu putih dan tahu susu kuning. Hasil pengujian
menunjukkan konsentrasi rata-rata Cu dalam kacang kedelai dan
kedelai giling telah melebihi kontrol atau batas kritis, sedangkan
konsentrasi rata-rata Zn melebihi kontrol pada kedelai giling, tahu
susu putih, dan tahu susu kuning. Dari hasil analisis bahaya tersebut,
ditetapkan pemilihan bahan baku dan produk akhir sebagai critical
control point (CCP).
Kesimpulan

• Hasil pengujian menunjukkan konsentrasi rata-rata Cu dalam kacang


kedelai dan kedelai giling telah melebihi kontrol atau batas kritis,
sedangkan konsentrasi rata-rata Zn melebihi kontrol pada kedelai
giling, tahu susu putih, dan tahu susu kuning. Dari hasil analisis
bahaya tersebut, ditetapkan pemilihan bahan baku dan produk akhir
sebagai critical control point (CCP). Dengan demikian, diperlukan
evaluasi dan tindakan koreksi untuk menanggulangi titik kritis yang
melebihi kontrol tersebut, antara lain dengan perawatan peralatan
dan pemilihan bahan baku berkualitas baik. Berdasarkan hal
tersebut, aplikasi sistem pencegahan dalam program HACCP harus
dilakukan sedini mungkin, mulai dari pemilihan bahan baku karena
logam berat yang dapat mengkontaminasi bahan baku mungkin
tidak bisa dihilangkan melalui proses pengolahan yang diterapkan.
KIMIA MAKANAN

Aprilia Utami Mandala


164111034
BAHAN MAKANAN DAN LOGAM
BERAT
• Bahan makanan adalah bahan yang dapat dijadikan makanan, seperti
beras, terigu, jagung, dan ubi, daging dan lain-lain. Secara garis besar
bahan pangan dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan dari asalnya
yaitu Bahan makanan Hewani dan Bahan makanan Nabati.
• Logam berat umumnya didefinisikan sebagai logam dengan densitas,
berat atom, atau nomor atom tinggi. Kriteria yang digunakan, dan jika
metaloid disertakan, bervariasi tergantung pada penulis dan
konteksnya. Beberapa contoh logam berat yang beracun bagi manusia
adalah: arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb),
merkuri (Hg), nikel (Ni), dan seng (Zn). Arsen (As) atau sering
disebut arsenik adalah suatu zat kimia yang ditemukan sekitar abad-
13
PEMERIKSAAN KANDUNGAN LOGAM MERKURI, TIMBAL, DAN KADMIUM
DALAM DAGING RAJUNGAN SEGAR YANG BERASAL DARI TPI GABION
BELAWAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

• Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya


pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat pada kawasan
perairan, baik akibat penggunaan airnya untuk kebutuhan sehari-hari
maupun konsumsi biota laut yang hidup di perairan tercemar tersebut.
• Rajungan adalah biota laut yang hidupnya berada di dasar laut yang
berlumpur di mana pada malam hari ia akan berenang ke permukaan
air untuk mencari makanan. Hal ini memungkinkan biota laut ini
terkontaminasi oleh logam berat, dari air laut maupun melalui
makanan.
• Kasus yang dilaporkan pertama kali di Jepang, timbulnya penyakit “itai-
itai” (1974) dan “ minimata” (1956) yang oleh pemerintah Jepang
kemudian secara resmi menyatakan bahwa kadmium (Cd) sebagai
penyebab penyakit itai-itai dan merkuri (Hg) sebagai penyebab penyakit
Minimata.
• Penyakit itai-itai, berasal dari kata jepang itai yang berarti nyeri, adalah
suatu penyakit yang disertai nyeri kerangka tubuh dan pseudo-fraktur.
Penyebabnya adalah pemaparan terhadap unsur kadmium dosis tinggi
dalam lingkungan dan berhubungan dengan defisiensi gizi.
• Penyakit Minamata atau Sindrom Minamata adalah sindrom kelainan
fungsi saraf yang disebabkan oleh keracunan akut merkuri. Gejala-gejala
sindrom ini seperti kesemutan pada kaki dan tangan, lemas-lemas,
penyempitan sudut pandang dan degradasi kemampuan berbicara dan
pendengaran.
• Beberapa gejala keracunan logam berat adalah sakit perut, mual, muntah,
diare, dan beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal
dan kematian. Usaha-usaha untuk menanggulangi pencemaran logam
berat di Indonesia sampai saat ini belum banyak dilakukan.
PROSES ANALISIS LOGAM BERAT DALAM RAJUNGAN

• Pada pemeriksaan ini sampel yang dipilih adalah rajungan, karena merupakan
salah satu jenis biota laut yang menjadi hasil tangkapan laut di perairan
Pelabuhan Belawan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Kota Medan.
• Logam berat yang dipilih untuk pemeriksaan adalah Merkuri (Hg), Timbal
(Pb) dan Kadmium (Cd), karena ke tiga logam ini memiliki toksisitas yang
sangat tinggi dan banyak dihasilkan sebagai limbah industri yang berada di
sepanjang DAS Sungai Deli dan Sungai Belawan yang bermuara pada
perairan Pelabuhan Belawan.
• Dalam Surat Keputusan Ditjend POM No.03725/B/SK/VII/1989 disebutkan
bahwa batas maksimum cemaran logam merkuri yang masih diperbolehkan
dalam makanan hasil laut adalah sebesar 0,5 mg/kg, logam timbal sebesar
2,0mg/kg sedangkan logam kadmium sebesar 0,2mg/kg.
• Untuk pemeriksaan logam secara kuantitatif dilakukan dengan metode
Spektrofotometri Serapan Atom karena metode ini tidak memerlukan
pemisahan unsur-unsur logam dalam cuplikan dan cocok untuk pengukuran
sampel dengan konsentrasi yang rendah
HASIL DAN PEMBAHASAN

• Analisa kualitatif terhadap adanya logam dalam larutan sampel


dilakukan dengan penambahan larutan Na2S 10% B/V dimana
keberadaan logam dalam larutan sampel terdeteksi dengan adanya
kekeruhan pada larutan sampel sebagai hasil reaksi antara Na2S 10%
dengan logam dalam larutan sampel.
• Sampel mengandung logam, tetapi reaksi dengan Na2S 10% B/V ini
tidak dapat membedakan ketiga logam karena hasil reaksi dengan
ketiga logam memberikan perubahan warna yang sama. Untuk itu
dilakukan analisa kualitatif dengan menggunakan pereaksi ditizon
0,005% B/V di mana dengan pengaturan pH pada ketiga logam akan
memberikan hasil reaksi yang berbeda.
KESIMPULAN

• Dari hasil pemeriksaan kandungan logam berat merkuri, timbal, dan


kadmium pada daging segar kepiting rajungan dari Pelabuhan Gabion
Belawan diperoleh bahwa untuk logam merkuri kadarnya tidak
terdeteksi oleh alat, logam timbal sebesar 1,5084 mg/kg dan logam
kadmium 0,2144 mg/kg di mana kandungan tersebut untuk logam
merkuri dan timbal masih berada di bawah persyaratan kadar
maksimum yang diperbolehkan dalam Surat Keputusan Ditjend POM
No. 03725/B/SK/VII/1989, sedangkan kadmium berada di atas
persyaratan kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu untuk logam
merkuri 0,5 mg/kg, timbal 2,0 mg/kg dan kadmium 0,2 mg/kg.
Keracunan makanan secara
mikrobiologi (Listeria monocytogenes)

ARIYANTO H. RUDU
• Listeria monocytogenes dapat diklasifikasikan sebagai bakteri
Gram positif berbentuk batang, pembentukan non-spora, dan
anaerob fakultatif yang bertanggung jawab atas penyakit infeksi
tertentu pada manusia. Listeria monocytogenes dan Listeria
ivanovii adalah satu-satunya patogen di antara enam spesies
(Robinson et al., 2000).
• Listeria monocytogens termasuk dalam golongan keracunan
listerosis
Makanan yang mengandung Listeria Tanda dan gejala keracunan Listeria
monocytogenes monocytogenes

Listeria monocytogenes biasanya berada pada


makanan dan minuman siap santap yang di 1. Mual
dinginkan seperti : 2. Muntah
1. Sosis 3. Diare encer
2. Susu yang belum diasteurisasi 4. Demam
3. Keju 5. Septikimia
4. Daging mentah 6. Leher menjadi kaku dan
5. Daging yang di masak setengah matang 7. Meningitis
6. Hewan unggas dan
7. ikan
Cara analisis Listeria monocytogenes
Listeria monocytogenes di analisis menggunakan 2 metode yaitu PCR dan metode biokimiawi
1. menggunakan PCR
Sebanyak 1 ml sampel di sentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 20 0C selama 3
menit. Selanjutnya di lakukan resuspensi dengan 500 µL buffer tris-EDTA (TE) 1x untuk
memisahkan komponen pangan dengan DNA bakteri target. Berikutnya tahapan pelisisan sampel
di lakukan menggunakan 100 µL lisozim (Bio Basic, canada), 25 µL larutan sodium dodecyl
sulfate 100 % (merck, jerman), 50 µL NaCl (merck jerman) 5M, dan 100 µL proteinase K (peqlab,
jerman). Pada tahapan ini juga di tambahkan 500 µL buffer TE 1x untuk proteksi dan stabilisasi
DNA. Kemudian di tambahkan 250 µL fenol (MP Bio,US), 250 µL kloroform (J.T.Baker meksiko),
dan disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4 0C selama 10 menit untuk
memisahkan DNA dari debri sel. Setelah itu di lakukan tahapan presipitasi DNA dengan
menambahkan 500 µL isopropanol (merck, jerman) dan 150 µL amonium asetat 10M pH 7,4
(merck, jerman). Palet yang di peroleh di kering udarakan di tambahkan 50 µL buffer TE 1x, dan
siap di lakukan amplifikasi DNA. Amplifikasi di lakukan menggunakan alat rt-PCR. Hasil positif
deteksi L. monocytogenes pada sampel di tandai dengan terbentuknya grafik sigmoidal proses
amplifikasi seperti di jelaskan pada penentuan limit deteksi.
lanjutan

2. Menggunakan metode biokimiawi


Sebanyak 100 µLdari kultur pengayaan di tumbuhkan pada media ALOA dan inkubasi
pada suhu 37 0C selama 48 jam. Listerie spp. Di isolasi dari koloni berwarna hijau biru
yang tumbuh pada media ALOA. Isolat terduga Listerie spp selanjutnya di uji dengan uji
katalase, pewarnaan gram, uji motilitas, uji hemolitik, dan uji fermentasi karbohidrat.
KONTAMINASI MERKURI (Hg)
DALAM ORGAN TUBUH IKAN PETEK

NAMA : CHANDRA STEFANUS TERHANI KELAS : FARMASI B / VI


NIM : 164111037
Pengertian

Ikan petek merupakan salah satu jenis ikan yang paling banyak di
perairan ancol.
Makanan utama berupa fitoplakton dari kelas bacillariophyceae dan
makanan sekundernya adalah krustasea berupa udang dan kepiting

Tujuan : untuk mengetahui tingkat kontaminasi merkuri (Hg) dalam


tubuh ikan petek
Metode penelitian

 Pengambilan ikan di lakukan dengan menggunakan trawinet (jaring)


 Merkuri yang di amati adalah kadar merkuri pada insang, hati, ginjal
dan daging
 Pengambilan di lakukan di bagian depan, tengah dan belakang tubuh
ikan, selain itu di lakukan analisis histopologi terhadap insang dan
hati ikan petek
Lanjutan…

 Kualitas di nilai untuk kepentingan organisme laut dengan


membandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota laut.
• Kandungan merkuri pada organ insang, hati dan daging, dibandingkan
dengan kadar maksimum merkuri dalam tubuh ikan dan baku mutu
negara lain. Sedangkan pada analisis histopatologi dilakukan secara
deskriptif
Hasil dan pembahasan

• Suhu Perairan Ancol 29 – 32 C dengan rata–rata di permukaan air


31,06 C, kolom air 30,38 C dan dasar perairan memiliki rata–rata
29,69 C
• Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) di Perairan
Kandungan merkuri pada semua titik stasiun penelitian, tidak
terdeteksi. Hal ini berarti perairan tersebut mengandung merkuri,
tetapi nilainya lebih kecil dari 0,00001 ppm (batas deteksi alat)
Lanjutan…

• Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapatnya


merkuri dalam perairan tidak hanya karena adanya
buangan limbah ke perairan, tetapi merkuri ada
secara alami yang berasal dari kegiatan-kegiatan
gunung api, rembesan-rembesan air tanah yang
melewati daerah deposit merkuri dan lain-lainnya.
Namun demikian, masuknya merkuri ke dalam
suatu tatanan lingkungan tertentu secara alamiah,
tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi
lingkungan karena masih dapat ditolerir oleh alam
itu sendiri. Merkuri menjadi bahan pencemar sejak
manusia mengenal industri(
• Rendahnya merkuri di air diduga karena:
(1) kandungan oksigen terlarut dan salinitas berada pada kondisi yang
normal, tidak mengalami penurunan;
(2) merkuri di perairan mengalami pengendapan di sedimen.
Kandungan Merkuri pada Organ Tubuh
Ikan Petek (Leiognathus equulus)

• Pada penelitian ini terlihat bahwa kandungan merkuri pada insang


dan hati ikan petek cukup tinggi.
• Tingginya kandungan merkuri dalam organ tubuh ikan, menunjukkan
bahwa merkuri mudah terabsorpsi dan terakumulasi pada tubuh ikan.
penyebab tingginya kandungan merkuri dalam organ tubuh ikan
adalah karena adanya akumulasi merkuri dalam tubuh ikan yang
berasal dari badan air (lingkungan) dan berasal dari biomagnifikasi
histopatologik

• Respon histopatologis merupakan hasil dari pengaruh biokimia dan


fisiologi pada organisme secara keseluruhan. Dari hasil pemeriksaan,
kondisi organ insang ikan petek, tidak tampak adanya kelainan
(normal).
• Berdasarkan analisis histopatologis, terlihat bahwa organ insang tidak
mengalami kelainan (Gambar 8). Hal tersebut diduga karena paparan
merkuri tersebut belum menunjukkan respon yang berarti, yang
terlihat dari konsentrasinya yang masih berada di bawah baku mutu.
kesimpulan

• Kandungan merkuri (Hg) pada organ ikan petek (Leiognathus


equulus), hanya terdeteksi pada insang dan hati ikan.
• Hati ikan petek mengalami nekrosis, sebagai akibat pencemaran air
oleh merkuri
Kimia makanan
“sumber senyawa beracun Mikroba”

MIKOTOKSIN

Oleh :
Nama : Debora Lassa
NIM : 164111039
Pengertian Mikotoksin

Mycotoxin dapat dijelaskan sebagai suatu kelompok metabolit


sekunder yang dihasilkan oleh kapang yang menyebabkan respon
toksik pada manusia dan atau binatang apabila makanan/bahan
makanan yang mengandung senyawa tersebut dikonsumsi.

Mikotoksin diproduksi oleh beberapa cendawan yang termasuk


golongan genus Aspergillus, Penicillium, Fusarium dan Alternaria.
Jenis Aspergillus dan Penicillium dikenal sebagai mikroba
kontaminan pada makanan selama pengeringan atau penyimpanan,
sedangkan Fusarium dan Alternaria dapat memproduksi
mikotoksin sebelum dan langsung setelah panen (Kabak et al., 2006).
Jenis-jenis Mikotoksin

Saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin (Cole dan Cox,
1981), lima jenis di antaranya sangat berpotensi menyebabkan
penyakit baik pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin,
okratoksin A, zearalenon, trikotesena (deoksinivalenol, toksin
T2) dan fumonisin.

AFLATOKSIN

Aflatoksin merupakan senyawa yang bersifat racun yang


dihasilkan oleh kapang Aspergillus flavus. Aflatoksin sangat
berbahaya karena bersifat toksik, karsinogen, dan mutagen. Efek
yang dapat ditimbulkan antara lain kanker, dapat menurunkan
kekebalan tubuh dan menghilangkan nafsu makan.
GEJALA KERACUNAN AFLATOKSIN

Aflatoksikosis dapat diakibatkan oleh konsumsi aflatoksin dalam


tingkat sedang hingga tinggi. Beberapa gejala umum aflatoksikosis
adalah edema anggota tubuh bagian bawah, nyeri perut, dan muntah.
Secara spesifik, paparan akut aflatoksin dapat menyebabkan
perdarahan, kerusakan hati secara akut, edema, perubahan pada
pencernaan, dan kemungkinan kematian.

METODE ANALISIS

Bahan yang diuji adalah jagung pipilan lokal putih dari Desa
Manusasi, Kecamatan Miomaffo Barat.
Sedangkan pengujian kandungan aflatoksin dilakukan pada
aflatoksin B1, B1, G1, dan G2. Analisis kualitas dan kadar aflatoksin
dilakukan sebanyak 2 kali yakni pada tahap awal sebelum dilakukan
pengeringan dan setelah dilakukan pengeringan.
Tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan penelitian yang akan dilakukan meliputi


persiapan jagung untuk proses pengeringan, persiapan alat
pengeringan jagung, pengeringan, pengambilan sampel, persiapan
alat analisis, identifikasi, pengamatan, perhitungan. Diagram alir
analisis aflatoksin menggunakan metode TLC (Thin Layer
Chromatografy ).

Analisis kadar aflatoksin B1, B2, G1, G2 dilakukan sebanyak 2


kali yakni, kondisi awal sebelum dilakukan pengeringan dan
sesudah pengeringan. Pada tahap sebelum pengeringan,
analisis kadar aflatoksin dilakukan pada tahap awal sebelum
dilakukan pengeringan (sampel jagung tanpa pengeringan)
dengan kadar air awal 33% bb. Sampel yang dibutuhkan
dalam analisis sebanyak 3 sampel dengan berat masing-
masing sampel sebanyak 50 gram.
Prinsip dasar TLC adalah penempatan sampel uji pada
fase stasioner yang berupa lempeng tipis dan sampel
akan bergerak sampai batas tertentu dengan
bantuan
Tahapanfase gerak
Cara karena
Kerja adanya
Analisis gaya
Kadar kapiler. adalah sebagai berikut:
Aflatoksin

a. Persiapan
Persiapan dilakukan dengan penjenuhan bejana TLC dengan fase gerak
(kloroform:aseton = 9:1). Persiapan lempeng TLC dilakukan dengan
mendiamkan lempeng TLC dalam oven dengan suhu 80˚C selama satu
jam.
b. Identifikasi
Analisis aflatoksin dilakukan dengan menggunakan Thin Layer
Chromatography (TLC) satu dimensi dengan fase gerak (kloroform: aseton
= 9:1). Plat TLC yang digunakan adalah plat dengan fase diam silika gel.
Ekstrak aflatoksin yang telah dihasilkan kemudian ditotolkan secara
kuantitatif pada lempeng kromatografi. Setelah itu lempeng kromatografi
dimasukkan ke dalam bejana yang berisi pelarut (kloroform: aseton = 9:1)
yang telah dijenuhkan lalu dielusi dari bawah ke atas sampai pelarut
mencapai batas elusi. Lempeng kromatografi kemudian dikeringkan
LANJUTAN.................................

c. Pengamatan
Hasil elusi dikeringkan dan diamati di bawah lampu UV pada panjang
gelombang 365 nm. Perpendaran dan waktu rambatnya (Rf) dari bercak sampel
dan standar dibandingkan.

d. Perhitungan
Kandungan aflatoksin pada sampel didapatkan dengan membandingkan
intensitas perpendarannya dengan standar. Hal tersebut didapatkan dari
deret standar aflatoksin yang dielusi dengan pelarut. Aflatoksin dikatakan
positif apabila Rf sampel sama dengan standar. Kandungan aflatoksin
ditentukan dengan sesuai rumus Bainton dkk. (1980).
Hasil pengujian diperoleh kadar aflatoksin B1, B2, G1 dan G2 secara berturut-
turut adalah B1 sebesar 1.98 μ/kg (1.98 ppb), B2 sebesar 2 μ/kg (2 ppb), G1
sebesar 1.08 μ/kg (1.08 ppb) dan G2 sebesar 1.5 μ/kg (1.5 ppb). Kontaminasi
maksimum aflatoksin yang dipersyaratkan oleh SNI untuk pangan maupun pakan
adalah 50 ppb. Kondisi iklim di Kabupaten Timor Tengah Utara dengan suhu
udara lingkungan mencapai 34°C, namun kelembaban relatif udara yang cukup
tinggi sebesar 89% sangat mendukung pembentukan senyawa aflatoksin oleh
kapang jenis Aspergilus flavus yang sering mencemari komoditas jagung sehingga
perlu adanya penanganan dengan cara pengeringan lebih intensif. Faktor
terpenting yang mempengaruhi tingkat cemaran dan pertumbuhan Aspergilus
flavus adalah faktor kelembaban relatif lingkungan selama penyimpanan dan
lamanya penyimpanan (Kusumaningrum dkk. 2010).

Menurut Yunus dkk. (2011) menyatakan bahwa faktor utama dalam


pembentukan aflatoksin yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus sp adalah
suhu 5-45°C dan kelembaban relatif (RH) minimum sebesar 80%. Sementara
itu BPOM mengatur ambang maksimum aflatoksin B1 pada jagung untuk
konsumsi manusia sebesar 20 ppb dan total aflatoksin 35 ppb. Dengan
demikian jagung yang telah dikeringkan menggunakan pengering tipe
tumpukan (batch drying) sangat baik untuk direkomendasikan untuk pangan
maupun pakan.
KIMIA MAKANAN
DESI YANTI NDOLU
164111040
BAHAN MAKANAN DALAM LOGAM BERAT

Logam berat merupakan logam toksik yang berbahaya bila masuk ke


dalam tubuh melebihi ambang batasnya(Ashraf2006).
Logam berat menjadi berbahaya disebabkan proses bioakumulasi.
Bioakumulasi berarti peningkatan konsentrasiunsur kimia tersebut
dalam tubuh makhluk hidup sesuai piramida makanan.
LANJUTAN

Sebagaimana telah diketahui bahwa logam berat timbal, kadmium,


dan merkuri merupakan logam yang memiliki toksisitas yang sangat
tinggi dan banyak dihasilkan oleh sebagai limbah industri.
GEJALA KERACUNAN LOGAM BERAT ikan
tongkol
1. Mual
2. Muntah
3. Sesak nafas
4. Gatal-gatal
TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengukur


kandungan logam berat Pb dan Cd pada ikan tongkol (Euthynnus sp.)
di Pantai Utara Jawa. Sedangkan tujuan khususnya adala mengukur
dan membandingkan kadar logam berat Pb dan Cd pada ikan tongkol
yang ada di Pantai Utara Jawa dengan batas maksimum logam berat
dalam makanan yang ditetapkan oleh Peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan tahun 2009 dan Standar Nasional Indonesia tahun
2009, serta menentukan kemungkinan sumber pencemaran logam
berat pada ikan tongkol (Euthynnus sp.)
PROSEDUR

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ikan tongkol (Euthynnus


sp). Sampel penelitian ini diambil secara purposive sampling yaitu 10
ekor ikan tongkol yang berasal dari daerah Kendal, Rembang, Tuban,
Batang, dan Jepara. Hasil penelitian ini berdasarkan Peraturan BPOM
tahun 2009 dan SNI 7387 tahun 2009 tentang Batas Maksimum
Cemaran Logam Berat pada Makanan, dari 10 sampel terdapat 4
sampel (40%) melebihi batas maksimum cemaran Pb pada ikan (< 0,3
mg/kg) dengan kadar antara 0,420-0,610 mg/kg dan 6 sampel (60%)
melebihi batas maksimum cemaran Cd pada ikan (<0,1 mg/kg)
dengan kadar antara 0,100-0,300 mg/kg.
HASIL DAN PEMBAHASAN

• Timbal (Pb)
Pemeriksaan kadar logam berat timbal (Pb) pada ikan tongkol
(Euthynnus sp.) di Pantai Utara Jawa menunjukkan hasil yang
bervariasi. Pada hasil pemeriksaan kadar logam berat timbal pada
ikan tongkol tertinggi sebesar 0,61 mg/kg dan terendah 0,1 mg/kg
dengan rata-rata 0,2760 mg/kg dan standar deviasi 0,23220 mg/kg.
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia tahun 2009 dan Standar Nasional Indonesia
(SNI:7387) tahun 2009, secara rata-rata kadar logam berat timbal (Pb)
pada ikan tongkol masih termasuk kategori aman, yaitu batas
maksimum cemaran timbal (Pb) sebesar 0,3 mg/kg. Akan tetapi
sebenarnya terdapat 40% sampel (4 dari 10 sampel) tersebut
mengandung logam timbal (Pb) di atas batas maksimum yang
diperkenankan (>0,3 mg/kg), sehingga perlu ditelusuri kembali
sumber kontaminannya.
KESIMPULAN

Kadar rata - rata logam berat timbal (Pb) pada ikan tongkol
(Euthynnus sp.) di Pantai Utara Jawa sebesar 0,276 mg/kg masih di
bawah batas aman yang ditetapkan oleh Peraturan BPOM RI tahun
2009 dan SNI 7387 tahun 2009, walaupun terdapat 40% sampel (4
dari 10 sampel) memiliki kadar logam berat Pb di atas standar
maksimum yang diperbolehkan (< 0,3 mg/kg). Kadar rata-rata logam
berat kadmium (Cd) pada ikan tongkol (Euthynnus sp.) di Pantai Utara
Jawa sebesar 0,156 mg/kg telah melebihi batas aman yang
ditetapkan oleh Peraturan BPOM RI tahun 2009 dan SNI 7387 tahun
2009, terdapat 60% sampel (6 dari 10 sampel) memiliki kadar logam
berat Cd di atas standar maksimum yang diperbolehkan (< 0,1
mg/kg).
Keracunan Akibat Mengkonsumsi Ikan
Buntal

DESUSANTO M. PANDAK : 164111041


KELAS / SEMESTER : FARMASI B/VI
Pengertian

1.Keracunan adalah Suatu kondisi yang disebabkan oleh karena


menelan, mencium atau menyuntikkan berbagai macam obat,
bahan kimia, racun, atau gas serta makanan yang
terkontaminasi.
2.Keracunan adalah Suatu zat atau senyawa yang masuk ke dalam
tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada
sistem biologis menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit,
bahkan kematian .
3.Keracunan makanan adalah Suatu penyakit yang dihasilkan
akibat dari penggunaan atau mengkonsumsi makanan yang
tercemar, patogen bakteri, virus, atau parasit yang mencemari
makanan, dan juga zat kimia atau racun alami seperti jamur.
Keracunan Akibat Mengkonsumsi Ikan Buntal

Ikan buntal atau puffer fish berasal dari famili Diodontidae dan berasal dari ordo
Tetraodontiformes.
Keracunan akibat mengkonsumsi ikan buntal terjadi karena ikan ini
mengandung tetrodotoksin (TTX), yakni senyawa organik
heterosiklik yang termasuk golongan aminoperhydroquinazolone.
TTX juga merupakan suatu zat yang stabil terhadap panas (baru
terdegradasi pada suhu 1000C dan dalam lingkungan pH asam),
tidak stabil pada pH di atas 8 atau di bawah 3, bukan tergolong
protein, larut air dan banyak ditemukan di dalam jaringan kulit,
hati, ovarium, usus dan otot dari ikan buntal. Kandungan TTX
paling tinggi biasanya ditemukan di dalam ovarium ikan buntal
betina pada saat musim bertelur dan pada hati.
 TTX sendiri kemungkinan besar diproduksi oleh bakteri laut (Vibrio
alginolyticus) dan termakan oleh ikan buntal. Terdapat kemungkinan bahwa
kandungan TTX dipengaruhi oleh makanan dan kondisi perairannya.
 Setelah termakan, TTX biasanya terakumulasi di suatu jaringan atau organ
dari hewan tersebut. Karena sifat TTX yang stabil terhadap panas,
memasak ikan buntal tidak dapat mengurangi risiko keracunan TTX.
 Dosis kematian TTX adalah 10 mikrogram/kg berat badan.
 Racun pada ikan buntal termasuk neurotoksin atau racun syaraf. Racun ini
akan menghambat proses impuls pada neuron sehingga impuls tidak akan
sampai pada otak.
 Racun ini menghambat difusi natrium melalui pompa natrium, sehingga
mencegah depolarisasi dan terbentuknya aksi potensial dari sel saraf yang
dapat mempengaruhi fungsi sistem syaraf pusat dan sistem syaraf perifer
khususnya pada otot jantung dan otot rangka sehingga tidak mampu
berkontraksi dengan baik serta dapat menekan pusat pernafasan dan pusat
vasomotor di medulla oblongata.
Tingkat kematian dari kejadian keracunan TTX mencapai sekitar 60%. Kematian
biasanya terjadi pada 24 jam pertama. Gejala keracunan TTX biasanya muncul
setelah beberapa menit konsumsi ikan buntal. Umumnya setelah 10-45 menit;
dalam beberapa kasus, gejala baru muncul hingga beberapa jam kemudian.
Gejala yang pertama kali muncul adalah paraestesia oral (mati rasa di daerah
bibir, lidah dan mulut). Gejala pertama di atas dapat disertai dengan mual,
muntah, diaforesis (berkeringat hebat), hipersalivasi (peningkatan produksi air
ludah), sakit perut, pusing, kesulitan menelan dan kesulitan berbicara dapat
muncul.
Rasa tidak enak badan, kelemahan otot, fasciculation dan ascending paralysis
(kelumpuhan bertahap dimulai dari tungkai bawah lalu naik ke bagian tubuh lain)
muncul pada 4-24 jam pertama. Kematian terjadi karena adanya kelumpuhan
otot-otot yang berkaitan dengan sistem pernafasan.
Pertolongan Pertama Keracunan Ikan Buntal

1. Memicu muntah apabila korban masih sadar, dan tidak mengalami


kesulitan dalam menelan makanan/minuman maupun berbicara.
2. Tidak boleh memasukkan makanan atau minuman bila korban sedang
tidak sadar atau mengalami kesulitan dalam menelan.
3. Segera bawa korban ke rumah sakit dengan fasilitas UGD (unit gawat
darurat) untuk segera mendapatkan pertolongan.
Tatalaksana Keracunan Tetradotoksin di UGD

1. Penatalaksanaan jalan nafas


2. Penatalaksanaan fungsi pernafasan,: ventilasi dan oksigenasi
3. Penatalaksanaan sirkulasi: pasang infus kristaloid
4. Induksi muntah
5. Cuci lambung dengan larutan natrium bikarbonat 2% atau dengan
pemberian karbon aktif.
Mencegah Keracunan dari Mengkonsumsi Ikan Buntal

1. Apabila Anda tertarik untuk mengkonsumsi hidangan ikan buntal,


pilihlah dengan cermat dan hati-hati di restoran yang kokinya telah
disertifikasi untuk menyajikan hidangan ikan buntal
2. Memasak ikan buntal (menggoreng, merebus, dll) tidak
menghilangkan bahaya racunnya. Karena itu, jangan mengkonsumsi
ikan buntal yang diolah oleh orang yang tidak memiliki sertifikasi
dan kemampuan mengolah ikan buntal dengan benar.
KERACUNAN SECARA MIKROBA

DWILYAN F. SILA
164111042
Clostridium perfringens

• Clostridium perfringens menyebabkan dua penyakit asal


pangan yang berbeda, yaitu C. perfringensklasik tipe A yang
menyebabkan diare dan C. perfringenstipe C yang
menyebabkan enteritis nekrotik.
• C. Perfringens adalah bakteri patogen gram positif, pembentuk
spora, non-motil dan mampu tumbuh pada keadaan lingkungan
dengan sedikit oksigen (aerotoleran).
GEJALA KERACUNAN
Gejala keracunan yang dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah
dikosumsi
1. Nyeri perut
2. Mual
3. Diare
4. dehidrasi

Clostridium perfringens terdapat : dalam makanan mentah


terutama dalam daging sapi dan daging ayam
 Clostridium perfringens termasuk dalam keracunan
secara mikroba

 Ciri –Ciri Clostridium perfringens:


 Batang gram positif
 Berkapsul
 Terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai
 Sporanya ovoid (melonjong), sentral sampai eksentrik
 Anaerobik
ANALISIS CLOSTRIDIUM PERFRINGENS

Sebanyak 11 gram sampel daging ditambahkan larutan thioglycollate


hingga mencapai perbandingan 1 : 10 dan dihomogenkan. Masing-
masing larutan sampel diberi perlakuan heat shock (75oC, 15
menit) dan tanpa heat schock. Dilakukan pengenceran serial 102
sampai 105, kemudian diinokulasikan sebanyak 0.1 ml inokulum
pada cawan petri. Dituangkan EY-TSC agaryang telah ditambahakan
suplemen D-cycloserine sebanyak 5 ml. Diinkubasikan secara
anerobik pada suhu 37oC .Koloni hitam yang tumbuh dihitung
sebagai presumtif Clostridiumspp, setelah diinkubasi selama 48 jam.
Jumlah koloni hitam yang dihitung pada cawan petri adalah yang
berjumlah antara 20-200 koloni.
ANALISIS CLOSTRIDIUM PERFRINGENS

Sebanyak 11 gram sampel daging ditambahkan larutan thioglycollate


hingga mencapai perbandingan 1 : 10 dan dihomogenkan. Masing-
masing larutan sampel diberi perlakuan heat shock (75oC, 15
menit) dan tanpa heat schock. Dilakukan pengenceran serial 102
sampai 105, kemudian diinokulasikan sebanyak 0.1 ml inokulum pada
cawan petri. Dituangkan EY-TSC agaryang telah ditambahakan
suplemen D-cycloserine sebanyak 5 ml. Diinkubasikan secara anerobik
pada suhu 37oC .Koloni hitam yang tumbuh dihitung sebagai presumtif
Clostridiumspp, setelah diinkubasi selama 48 jam. Jumlah koloni hitam
yang dihitung pada cawan petri adalah yang berjumlah antara 20-200
koloni.
HASIL
Oleh
FITRIANI PENU MOY (164111043)
PENGERTIAN

adalah bakteri gram positif, membentuk


endospora oval subterminal dibentuk pada fase stationar,
berbentuk batang, membentuk spora, gas dan anaerobik.

Toksin dari Clostridium botulinum adalah suatu protein yang daya


toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah
cukup menyebabkan kematian
Bakteri Clostridium Botulinum Terdapat Dalam Bahan Pangan
Seperti :

Pangan kaleng dengan kemasan rendah; daging, ikan,


jagung manis, bit, asparagus, bayam, ikan asap.

Keracunann yang ditimbulkan akibat memakan makanan yang


mengandung neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium botulinum
disebut ”botulism”.
Penyebab adanya kontaminasi bakteri
pada sarden kemasan kaleng dapat disebabkan karena :

• Makanan diperoleh dari sumber yang tidak bersih,


• Alat yang digunakan pada proses pengalengan tercemar, serta proses
pengawetan yang kurang sempurna.
• Pada proses pengiriman produk terjadi keteledoran saat
pemasokannya seperti produk kaleng dalam kondisi penyok, dan juga
kurangnya perhatian pihak swalayan terhadap produk yang sebaiknya
sudah tidak di pasarkan tetapi masih saja dijual dalam kondisi
berkarat.
GEJALA KERACUNAN

 Gejala botulism biasanya dalam 12


• Pandangan berubah menjadi
hingga 36 jam. dua,
 Gejala mula-mula timbul biasanya • Sulit menelan dan berbicara.
adalah : • Otot-otot menjadi lumpuh,
• Gangguan pencernaan yang • Dan paralisis menyebar pada
akut, sistem pernafasan dan jantung,
• Mual, muntah-muntah, • Kematian biasanya terjadi
• Diare, karena sulit bernafas.
• ”fatig” (lemas fisik dan • Pada kasus yang fatal, kematian
mental), biasanya terjadi dalam waktu 3
• Pusing dan sakit kepala. hingga 6 hari.
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Deskriptif yang
merupakan salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan
menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya (Best,1982 : 119).
Dalam penelitian ini objek penelitian yang digunakan adalah sarden kemasan kaleng
berbagai merk yang dijual di swalayan x yang memiliki kondisi kaleng yang penyok dan
berkarat. Populasi dalam penelitian ini adalah sarden kalengan berbagai merk yang dijual
di swalayan x sebanyak 6 merk.
ANALISIS

Berdasarkan analisis data menggunakan program komputer dengan mengunakan metode


One-Sampel Kolmogrov-Smirnov diperoleh nilai signifikasi (asym.sig(2-tailed) adalah
0,000, dengan margin error 0,05 maka nilai sig 0,000 < 0,05. Dan dapat disimpulkan H1
diterima dan H0 ditolak, yang berarti terdapat bakteri Clostridium botulinum pada Sarden
kemasan kaleng berbagai merk yang dijual di swalayan x.
Berdasarkan hasil pemeriksaan bakteri Clostridium botulinum pada sarden
kemasan kaleng yang dijual di swalayan x, didapatkan 18 spesimen atau 60%
positif mengandung bakteri Clostridium botulinum dan 12 spesiemn atau 40%
negatif tidak mengandung bakteri Clostridium botulinum

Bakteri Clostridium botulinum lebih banyak ditemukan pada


kemasan sarden yang mengalami karatan karena sambungan kaleng
yang semakin lama berkarat maka akan mengikis bagian kaleng dan
bakteri akan mudah masuk dan mencemari sarden kemasan kaleng
tersebut seperti yang ditemukan pada sampel sarden kemasan kaleng
dengan nomor sampel 1B,1D,1E,5B,5C,6C.
SENYAWA BERACUN DARI MIKROBA
“CAMPYLOBACTER”

Grardiana Hedwig Abu


164111044
Campylobacter sp. adalah salah satu bakteri Gram-negatif penyebab penyakit asal
pangan hewani (foodborne zoonosis).
Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli merupakan dua spesies dari
Campylobacter sp. yang banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi gastroenteritis pada
manusia yang bersifat termofilik,
• Gen virulensi C. Jejuni berupa Flaa adalah konstituen dari filamen flagela C. Jejuni yang
penting bagi motilitas dan virulensi C. Jejuni.
• Sekuen asam amino pada lokasi gen flagella (flaa) mempunyai peran terhadap penyakit
Guillain Bare Syndrome.
Sumber utama infeksi Campylobacter disebabkan karena mengkonsumsi daging ayam,
daging sapi, daging babi dan susu yang telah terkontaminasi
Selain itu kondisi lingkungan yang kurang bersih mempengaruhi kemampuan
pertumbuhan bakteri kontaminan Campylobacter sp.
Gejala Yang Ditimbulkan

Spesies C. jejuni merupakan penyebab infeksi gastrointestinal yang utama pada


manusia sedangkan bakteri C. coli juga dianggap sebagai agen foodborne disease yang
penting meskipun angka kejadiannya lebih rendah.
Spesies C. jejuni menyebabkan campylobacteriosis pada manusia mencapai 90%
sedangkan spesies C. coli berkisar 5-10%
Gejala infeksi Campylobacter jejuni dapat bervariasi namun gejala utamanya adalah :
malaise, demam, nyeri perut, diare yang berlangsung beberapa hari sampai lebih dari 1
minggu (mengandung darah atau hanya air saja) serta mual dan muntah.
Infeksi ekstra intestinal akibat Campylobacter jejuni yang dapat terjadi, meliputi
bakteriemia, meningitis, abortus, sepsis neonatorum dan sindrom Guillain-Barre.
Isolasi Campylobacter Dari Karkas Ayam
Menggunakan Metode Konvensional Dan
Polymerase Chain Reactions

TUJUAN PENELITIAN :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi kontaminasi Campylobacter sp.
Termofilik, terutama C. Jejuni dan C. Coli pada karkas ayam asal pasar tradisional dan
swalayan.
Metode Yang Digunakan

• Metode konvensional adalah metode yang dilakukan secara tradisional/sederhana.


• Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode yang cepat dan spesifik untuk
mendeteksi DNA spesifik dari suatu spesies.
Cara analisis dengan menggunakan metode isolasi dan
identifikasi Konvensional

Sampel sebanyak 25 gram diinkubasikan pada suhu 42˚C


karkas ayam dimasukkan ke selama 24 jam dalam kondisi
dalam kantong steril yang berisi mikroaerofilik (5% O2, 10%, CO2,
media Nut Broth No 2 yang telah 85% N2).
ditambah growth suplement

Setelah inkubasi kultur tersebut


diinokulasikan pada media
Isolat Campylobacter sp. Campylobacter Blood Free Selective
hasil isolasi selanjutnya Agar Base (modified CCDA-Preston)
diidentifikasi menggunakan yang mengandung CCDA selective
API Campy untuk menen- suplement
tukan spesies C. jejuni atau
C. coli. kemudian diinkubasikan kembali
pada kondisi mikroaerofilik
seperti di atas selama 24-48
jam.
Cara analisis dengan metode identifikasi secara
Polymerase Chain Reaction (PCR)

1. Sampel karkas 2. Pelet yang


ayam dalam suspensi 3. Selanjutnya
media Nut Broth No 2 diperoleh ditambah 1 dilakukan purifikasi
yang telah ml aquades dan DNA dalam
diinkubasikan (lihat disentrifus kembali aquades seperti
isolasi dan identifikasi), dengan kecepatan cara di atas.
diambil sebanyak 1 ml, dan waktu yang
kemudian disentrifus sama seperti
dengan kecepatan
10.000 rpm pada suhu
sebelumnya.
4°C selama 10 menit.
Hasil Penelitian

• Kontaminasi bakteri Campylobacter Termofilik pada karkas ayam pada pasar tradisional dan
swalayan di lokasi pengambilan sampel tidak hanya spesies C. Jejuni saja tetapi juga C. Coli.
• Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kontaminasi C. Coli pada karkas ayam adalah 18.7%
dengan metode konvensional dan 43.5% dengan PCR.
Senyawa beracun dari alami
Nama:justina ilaria f.de jesus
Kelas:BNIM:164111046
PENGERTIAN

Teh hitam dikenal luas sebagai minuman yang baik


bagi kesehatan, namun menurut pakar kesehatan,
jika kita mengonsumsinya dengan berlebihan, maka
risiko untuk terkena batu ginjal bisa meningkat. Hal
ini disebabkan oleh adanya kandungan kalsium
oksalat di dalam minuman ini. Ketiga kandungan
inilah yang bisa menyebabkan terbentuknya batu
ginjal.
Asam oksalat

Asam oksalat adalah senyawa kimia yang paling kuat.biasa ditemui


didalam sayuran dan tumbuhan.namun,karena asam oksalat dapat
mengikat nutrien yang penting bagi tubuh,maka konsumsi makanan
yang banyak mengandung asam oksalat dapat mengakibatkan
defisiensi nutrien,terutama kalsium.
Gejala yang timbul keracunan asam oksalat

• Mengiritasi saluran pencernaan,terutama lambung


• Kram
• Mual
• Muntah
• Sakit kepala
Analisis oksalat daari the segar dan the olahan
terhadap lama penyeduha menggunakan
metode spektrofotometri uv

Analisis diawali dengan pengggupulan sampel teh kemudian dilakukan


determinasi tanaman dan dilanjutkan debgan preparasi sampel teh
dengan cara meninbang 5,0g teh lalu diestrak dengan aquades dengan
suhu 100 celcius selama10 menit.
Hasil pengematan kadar oksalat didalam
sampel teh
KIMIA MAKANAN
RACUN ALAMI ( KACANG MERAH )

Maria Astriyani Adeodatus


164 111 0407
Pengertian

Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk kedalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respons pada sistem biologis sehingga dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Contoh Makanan Yang Menyebabkan Racun Alami

Kacang merah mengandung senyawa yaitu fitohemaglutinin (


phytohaemagglutinin), yang termakasud dalam golongan lektin.
Fitohemaglutinin adalah jenis lektin yang meruapakan racun
alami yang terdapat pada kacang merah ( Badan POM. 2006 )
Keracunan makanan oleh racun ini biasanya disebabkan karena konsumsi kacang
merah dalam keadaan mentah atau yang dimasak kurang sempurna.
Gejala

Gejala yang ditimbulkan antara lain:


 Mual
Muntah
Nyeri perut yang diikuti oleh diare
Analisis

Analisis senyawa fitohemaglutinin pada kacang merah menggunakan metode analisis


untuk PHA berdasarkan aglunitasi
KIMIA MAKANAN
( Streptococcus pyogenes )

MARIA H.FELIA KLAU


16411048
Pengertian propolis

• Propolis merupakan salah satu produk alami yang dihasilkan


lebah madu dan telah banyak dimanfaatkan sebagai obat
atau suplemen, pencuci mulut, antiperadangan, terapi
penyakit, mempercepat penyembuhan luka, dan lain-lain.
Selain itu, propolis banyak memiliki manfaat dan potensi
khusus, karena memiliki sifat sebagai antibakteri, antivirus,
dan dapat menghambat pertumbuhan kanker (Salatino et al
.2005).
• Streptococcus pyogenes merupakan bakteri Gram positif,
nonmotil, tidak berspora, membentuk kokus yang berbentuk
rantai, berdiameter 0,6 - 1,0 mikrometer dan fakultatif
anaerob.
Tujuan

• Tujuan penelitian ini adalah menentukan pengaruh


konsentrasi antibakteri propolis terhadap pertumbuhan
bakteri S. pyogenes secara in vitro dan menentukan nilai
Minimum Inhibitory Concentration (MIC).
• Terdapat dalam makanan apa:
 Propolis
• Gejala keracunan:
 rasa mual, muntah-muntah dan diare yang hebat tanpa disertai
demam
Pengaruh Konsentrasi Antibakteri Propolis terhadap
Pertumbuhan Bakteri Streptococcus pyogenes secara
In Vitro
• analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif
dengan uji One Way Anova, kemudian jika pada hasil analisis
nilai signifikan yang diperoleh , maka dilanjutkan dengan uji
Least Significance Difference (LSD) untuk mengetahui beda
nyata antar kelompok perlakuan. Klasifikasi daya hambat
pertumbuhan bakteri mengikuti.
HASIL PENGAMATAN

• Hasil penelitian menunjukkan pemberian propolis 100%, 50%, 25%


dan 12,5% mampu membentuk rata-rata diameter zona hambat
berturut-turut yaitu 19,76 mm, 10,9 mm, 5,97 mm dan 3,3 mm.
KERACUNAN LOGAM BERAT
(merkuri)

OLEH
MARIA STELA
164111049
MERKURI (Hg)

• Merkuri (Hg) adalah logam berat berbentuk cair, berwarna putih


perak, serta mudah menguap pada suhu ruangan. Merkuri (Hg) akan
memadat pada tekanan 7.640 Atm. Merkuri (Hg) memiliki nomor
atom 80, berat atom 200,59 g/mol, titik beku -39o C, dan titik didih
356,6oC.
SENYAWA MERKURI DALAM IKAN
NIKEN

• Senyawa yang dapat menyebabkan keracunan dalam ikan niken yaitu


senyawa merkuri (Hg).
• Racun merkuri umumnya menyerang sistem saraf, saluran
pencernaan, dan ginjal. Keracunan ini bisa terjadi melalui uap yang
dihirup, konsumsi makanan tercemar merkuri, suntikan dan
penyerapan kulit.
GEJALA KERACUNAN

Gejala-gejala yang timbul ketika seseorang terkena keracunan logam


berat (merkuri) yaitu :
• Gangguan pengelihatan
• Tremor
• Kesemutan, terutama disekitar tangan dan kaki, serta mulut
• Sulit berjalan
• Hilang ingatan
ANALISIS KANDUNGAN MERKURI
PADA IKAN NIKE

• Analisis merkuri (Hg) dengan Atomic Absorpbtion Spectrophotometer (AAS)


dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan
(LPPMHP).

• Analisis sampel Hg terlarut menggunakan alat spektrofotometer varian serapan


atom yang mempunyai panjang gelombang 253,7 nm dan lebar celah 0,5 nm serta
telah dikalibrasikan sebelum digunakan. Prosedur penentuan konsentrasi merkuri
(Hg) berdasarkan SNI 01-2354.6-2006 tentang Penentuan Kadar Logam Berat
Merkuri (Hg) pada Produk Perikanan. Setalah semua data terpenuhi, selanjutnya
data diolah menggunakan analisis deskriptif.
Terdapat perbedaan antara kandungan merkuri (Hg) pada sampel ikan
nike yang diambil selama musim tangkap Bulan April 2014. Pada hari
pertama terdapat satu sampel yang nilainya tinggi dan sudah melebihi
batas maksimum yang diperbolehkan, sedangkan di hari kedua nilai
kandungan merkuri (Hg) terukur pada semua sampel masih rendah.
Sementara pada hari ketiga terdapat satu sampel yang nilai kandungan
merkuri (Hg) terukurnya tinggi dan sudah melebihi batas maksimum
yang diperbolehkan (Gambar 1).
Kandungan merkuri (Hg) pada sampel ikan nike yang diambil
selama musim tangkap Bulan Mei 2014 mempunyai nilai yang
bervariasi. Pada hari pertama terdapat satu sampel yaitu sampel A
nilainya tinggi dan sudah melebihi batas maksimum yang
diperbolehkan. Demikian pula dengan sampel yang diambil pada
hari kedua, salah satu sampel yaitu sampel A nilainya sudah
melampaui batas maksimum yang diperbolehkan. Sementara
untuk sampel yang diambil pada hari ketiga nilai kandungan
merkuri (Hg) terukur pada semua sampel masih tergolong rendah
(Gambar 2).
ANALISIS LOGAM BERAT PB DAN CD DALAM SAMPEL IKAN
DAN KERANG SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN
ATOM

Oleh :

Natalia godinho de araujo


164111054
Definisi

• Logam berat pada umumnya mempunyai sifat toksik dan berbahaya


bagi organisme hidup, walaupun beberapa diantaranya diperlukan
dalam jumlah kecil. Beberapa logam berat banyak digunakan dalam
ber- bagai kehidupan sehari-hari. Secara langsung maupun tidak
langsung toksisitas dari polutan itulah yang kemudian menjadi
pemicu terjadinya pencemaran pada lingkungan sekitarnya. Apabila
kadar logam berat sudah melebihi ambang batas yang ditentukan
dapat membahayakan bagi kehidupan (Koestoer, 1995).
ANALISIS UNSUR
LOGAM BERAT

• Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian


dan pemantauan dampak lingkungan adalah melakukan
analisis unsur logam berat seperti Pb dan Cd dalam biota air
tawar. Kemampuan biota air mengakumulasi logam esensial
dan non esensial secara biologis sudah terbentuk dengan
baik. Jenkins (1980) melaporkan bahwa terdapat
biokonsentrasi dan bio- akumulasi beberapa logam di dalam
tumbuhan dan hewan.
• Callahan (1979) menyatakan bahwa bioakumulasi
merupakan proses yang menentukan keberadaan logam
tertentu di dalam biota. Beberapa jenis logam yang dapat
terlihat dalam proses bioakumulasi adalah As, Cd, Cr, Cu,
Pb, Hg, dan Zn.
• Salah satu bioindikator pencemaran di lingkungan perairan adalah
analisis kandungan logam berat yang terakumulasi di dalam biota air di
perairan tersebut. Ikan dan kerang adalah biota air yang dapat
digunakan sebagai bioindikator tingkat pencemaran air sungai. Kerang
dapat digunakan sebagai indikator yang baik dalam memonitor suatu
pencemaran lingkungan disebabkan oleh sifatnya menetap dalam suatu
habitat tertentu.
• Jika di dalam ikan dan kerang telah terkandung kadar logam yang tinggi
dan melebihi batas normal yang telah ditentukan dapat dijadikan
indikator terjadinya suatu pencemaran dalam lingkungan. Banyaknya
logam berat yang terserap dan terdistribusi pada ikan bergantung pada
bentuk senyawa dan konsentrasi polutan (Darmono, 1995).
Analisis kadar logam Pb dan Cd

• penelitian untuk analisis kadar logam Pb dan Cd dalam ikan dan


kerang yang terdapat di perairan kota Banda Aceh.
• Analisis kadar logam Pb dan Cd dilakukan dengan metoda
spektrofotometer serapan atom dengan teknik preparasi destruksi
basah. Pemilihan metode spek- trofotometer serapan atom karena
mem- punyai sensitifitas tinggi, mudah, murah, sederhana, cepat,
dan cuplikan yang diper- lukan sedikit serta tidak memerlukan
pemisahan pendahuluan (Khopkar, 2002).
Alat dan bahan
1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
botol, labu ukur 100 mL, gelas kimia, cawan porselen, oven,
desikator dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)
(Simadzu AA 6200).
2. Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel adalah: Biota air
(ikan, kerang), HNO3, H2SO4, HClO4, aquades, serbuk Cd dan
Pb. Bahan kimia tersebut diperoleh secara komersial dari
Wako Ltd, Japan.
Metode Pengambilan Sampel

• Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel biota air
kerang dan ikan (insang, hati dan isi perut) yang diambil pada aliran
sungai di kawasan Lambaro, Lamnyong dan Pantee Pirak. Sampel
diambil pada 3 titik sampling pada setiap sungai dan setiap dari tiga
titik sampling dijadikan satu (komposit). Pengambilan sampel
dilakukan selama tiga bulan.
Uji kepekaan dan Presisi Alat Uji AAS

• Uji kepekaan dan presisi alat uji AAS dilakukan dengan mengukur
serapan larutan standar 2 ppm dengan 3 kali pengukuran,
sedangkan presisi alat uji ditentukan dengan menghitung
simpangan baku dari pengukuran 6 kali serapan larutan standar
tersebut
Pembuatan Kurva Kalibrasi

• Kurva kalibrasi standar untuk penentuan logam Cd dan Pb diperoleh


dengan mengukur serapan larutan standar masing-masing unsur
pada kondisi optimum unsur.
• Kisaran larutan standar Pb adalah 0,1 – 2,5 mg/L, sementara Pb dan
Cd dibuat dengan memvariasikan konsentrasinya dalam rentang 0,01
– 1,5 mg/L.
• Kurva kalibrasi diperoleh dengan membuat kurva antara konsentrasi
terhadap serapan masing-masing unsur.
Perlakuan Sampel
• Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 10oC selama 24
jam dan didinginkan di dalam desikator, kemudian sampel
di- timbang sebanyak 2 g yang dimasukkan dalam wadah
tertutup, selanjutnya di tambahkan 1,5 mL HClO4 pekat dan
3,5 mL HNO3 pekat ditutup dan dibiarkan selama 24 jam.
Selanjutnya larutan yang diperoleh dipanaskan di atas
penangas air pada suhu 60 - 70oC selama 2 - 3 jam
(sampai larutan jernih).

• Bila sampel tidak semua larut ditambahkan lagi HClO4


pekat dan HNO3 pekat, lalu ditambahkan 3 mL aquades,
dipanaskan kembali hingga larutan hampir kering.
Didinginkan pada suhu ruangan dan ditambahkan 1 mL
HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan, kemudian
ditambahkan 9 mL aquades. Sampel siap diukur dengan
AAS menggunakan nyala udara-asetilen.
Hasil dan Pembahasan
• Beberapa parameter yang perlu mendapat perhatian pada analisis
logam berat dalam sampel ikan dan kerang adalah linearitas kurva
kalibrasi dan kelayakan alat uji AAS yang digunakan berupa kepekaan
dan presisi alat uji. Kelayakan alat uji yang memenuhi persyaratan
dengan memperoleh kepekaan <0,040 ppm dan presisi alat <1 %.
Berdasarkan kurva kalibrasi yang diperoleh, koefisien korelasi (R2) logam
Pb dan Cd adalah sebesar 0,9999 dan 0,9987. Hal ini memenuhi syarat
uji linieritas larutan dimana uji linieritas terpenuhi bila harga koefisien
korelasi mendekati nilai 1.
• Harga kepekaan alat uji AAS pada penelitian ini diperoleh dengan
mengukur larutan standar Cd dengan konsentrasi 2 ppm dengan 3 kali
pengukuran. Berdasarkan data serapan yang diperoleh dihitung
kepekaan alat uji (S) dengan formula S = 0,0044 (C1/A1), C1 dan A1
masing-masing adalah konsentrasi dan serapan standar Cd yang dipilih.
Nilai presisi alat uji (s) diperoleh dengan mengukur serapan larutan
standar Cd konsentrasi 2 ppm dengan 6 kali pengukuran. Data serapan
yang diperoleh, dihitung presisi alat uji (s) dengan formula s = (A-
B)x0,04, dengan A = nilai serapan tertinggi dan B = nilai serapan
terendah dari 6 nilai serapan yang diperoleh.
• Berdasarkan perhitungan diperoleh data kepekaan dan
presisi alat AAS masing masing adalah 0,019 ppm dan 0,65
%. Berdasarkan data yang diperoleh tersebut dapat
disimpulkan bahwa alat uji AAS masih layak digunakan
dengan kepekaan dan presisi yang masih berada di bawah
batas persyaratan.
• Analisis kadar logam Pb dan Cd pada ikan dan kerang
dilakukan dengan menggunakan metode serapan sampel,
kemudian diintrapolasikan ke dalam kurva kalibrasi standar
masing-masing unsur sehingga akan diperoleh konsentrasi
regresi masing-masing unsur. Kadar unsur dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
Hasil analisis
• kandungan rata-rata logam Pb dan Cd dalam sampel ikan dan kerang pada
tiga titik sampling yang berbeda dengan tiga kali pengukuran dapat dilihat
pada Tabel 1 dan Tabel 2.
• Berdasarkan data pada Tabel 1 dan Tabel 2, setelah dilakukan uji anova
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan untuk kadar Pb dan Cd
pada kedua jenis biota air dan diantara ketiga lokasi sampel. Data-data pada
Tabel 1 dan 2 menunjuk bahwa kandungan rata-rata logam Pb dan Cd pada
sampel ikan dan kerang paling tinggi diperoleh pada sampel yang berasal
dari lokasi Lamnyong.
• Hal ini diduga karena adanya batas muara sungai flood way Krueng Aceh
dengan laut. Kandungan logam di daerah dekat muara sungai lebih tinggi
dari pada daerah laut lepas. Hal ini disebabkan dalam perjalanannya air
mengalami kontaminasi, baik karena erosi maupun pencemaran dari
sepanjang tepi sungai. Namun demikian berdasarkan datadata dari Tabel 1
dan 2 menunjukkan bahwa kadar logam Pb dan Cd dalam ikan dan kerang
pada ketiga lokasi yang berbeda belum melebihi ambang batas maksimum
yang diperbolehkan yaitu di bawah konsentrasi 2,0 μg/L dan 1,0 μg/L sesuai
Keputusan Dirjen POM Republik Indonesia (Dartius, 1996).
Kesimpulan
• Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan:
1. Kadar logam Pb dan Cd dalam sampel ikan dan kerang
belum melebihi batas yang ditetapkan oleh Dirjen POM
Republik Indonesia.
2. Kandungan logam Pb dan Cd ditemukan pada ikan dan
kerang yang hidup pada aliran sungai Lambaro, Lamyong
dan Pantee Pirak dengan konsentrasi yang berbeda-beda
untuk setiap logam, namun perbedaannya tidak signifikan.
KIMIA MAKANAN
Senyawa Beracun dari Residu
Pencemaran Logam Berat

Residu Logam Berat Ikan Dari


Perairan Tercemar Di Pantai
Utara Jawa Tengah
Oleh:
Pedro Amaral Gomes Gagal Gusmão
154 111 101
PENDAHULUAN

• Pencemaran logam berat semakin meningkat sejalan dengan


proses meningkatnya industrialisasi. Pencemaran logam berat
dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya kesehatan baik
pada manusia, hewan, tumbuhan, maupun lingkungan.
• Efek gangguan logam berat terhadap kesehatan manusia
tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang
terikat dalam tubuh serta besarnya dosis paparan.
• Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim
sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan
alergi.

(Suyanto at al, 2010)


• Ikan pada umumnya mempunyai kemampuan menghindarkan diri
dari pengaruh pencemaran air. Namun demikian, pada ikan yang
hidup dalam habitat yang terbatas (seperti sungai, danau dan
teluk), ikan itu sulit melarikan diri dari pengaruh pencemaran
tersebut.
• Akibatnya, unsur-unsur pencemaran itu masuk ke dalam tubuh
ikan. Terkait dengan itu, secara umum, logam berat masuk ke
dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu
saluran pernafasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit.
• Di dalam tubuh hewan, logam diabsorpsi oleh darah, berikatan
dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh
jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam
detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal).

(Suyanto at al, 2010)


METODE

• Analisis kandungan logam berat pada air dan ikan ikan meliputi
logam berat Pb, Cu, Zn, Hg, Cd, dan As.
• Preparasi sampel dengan menyiapkan daging ikan sebanyak
300 gram selanjutnya pengabuan, pemberian larutan standar
sesuai jenis logam berat yang akan dianalisa dan terakhir
pembacaan kandungan logam berat menggunakan AAS
(Atomic Absorption Spectroscopy).

(Suyanto at al, 2010)


HASIL

Hasil Uji Laboratorium Sampel Ikan di Tambak dan Estuaria di Kabupaten Pati, Kota
Semarang dan Kota Tegal

(Suyanto at al, 2010)


• Toksisitas Raksa (Hg) anorganik menyebabkan penderita biasanya
mengalami tremor. Jika terus berlanjut dapat menyebabkan
pengurangan pendengaran, penglihatan, atau daya ingat.
Senyawa merkuri organik yang paling populer adalah metil
merkuri yang berpotensi menyebabkan toksisitas terhadap sistem
saraf pusat. Kejadian keracunan metil merkuri paling besar pada
makhluk hidup timbul di tahun 1950-an di Teluk Minamata,
Jepang yang terkenal dengan nama Minamata Disease
• Zinc (Zn) terlalu banyak dapat menyebabkan permasalahan
kesehatan utama, seperti kram perut, iritasi kulit dan kekurangan
darah merah. Tingkatan seng yang sangat tinggi dapat
merusakkan pankreas dan mengganggu metabolisme protein dan
menyebabkan pengapuran pembuluh darah.

(Suyanto at al, 2010)


Kesimpulan

• Pada daging ikan yang ada ditemukan adanya kandungan


logam berat melebihi ambang batas SK Ditjen POM Nomor
03725/B/SK/VII/89.
• Adanya kandungan logam berat pada ikan yang melebihi
ambang batas baik dari tambak maupun luar tambak menjadi
peringatan (warning) perlunya meningkatkan kewaspadaan
terhadap keamanan pangan masyarakat dari sumber ikan.
• Perlunya meningkatkan kewaspadaan terhadap keamanan
pangan dari ikan yang terkontaminasi logam berat dari
perairan tercemar, baik dari dalam tambak maupun perairan
luar tambak (estuaria) dengan cara menertibkan industri yang
membuang limbahnya ke sungai agar menetralisir limbahnya
melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

(Suyanto at al, 2010)


Daftar Pustaka

Suyanto Agus, Kusmiyati Sri, Retnaningsih Ch. 2010. RESIDU LOGAM BERAT
IKAN DARI PERAIRAN TERCEMAR DI PANTAI UTARA JAWA
TENGAH. Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No. 02
RACUN YANG DISEBABKAN
MIKROORGANISME

Oleh :
Reza Rambu Danesta Dapa Ole
164111056
ESCHERICHIA COLI
• Pertumbuahan bakteri Escherichia coli O157:H7 sering ditemui pada
daging sapi yang kurang matang dan susu mentah
• Beberapa jenis Escherichia coli patogen menyebabkan penyakit
melalui pengeluaran racun oleh bakteri yang disebut Shiga-like toxin.
• Bakteri yang memproduksi racun ini disebut Shiga Toxinproducing
Escherichia coli (STEC) atau Verocytotoxic Escherichia coli (VTEC) atau
Enterohemo hemorrhagic Escherichia coli (EHEC).
• Salah satu STEC yang paling sering teridentifikasi adalah Escherichia
coli O157:H7.
GEJALA-GEJALA

Gejala yang ditimbulkan adalah


• kejang otot perut
• diare

Jika tidak teratasi dengan cepat, penyakit ini bisa menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti diare
berdarah, nekrosis dari aringan usus, hemorraghic colitis (HC) dan hemolytic uremic syndrome (HUS).
ANALISIS BAKTERI ESCHERICHIA COLI

• Judul : identifikasi bakteri escherichia coli O157:H7 dalam daging


sapi yang berasal dari rumah potong hewan lubuk buaya
• Tujuan : untuk mengidentifikasi bakteri escherichia coli O157:H7
dalam daging sapi yang dipotong di RPH lubuk buaya.
PROSES ANALISIS E.COLI DALAM
DAGING SAPI

• Sampel pada penelitian ini adalah bagian dari daging sapi yang sering dikonsumsi manusia dan
diambil dari semua sapi yang dipotong pada hari saat pengambilan sampel di RPH Lubuk Buaya.
• Sampel yang telah dibawa dari RPH Lubuk Buaya diambil sebanyak 10 gram.
• Setelah itu daging dimasukkan ke plastik steril dan dicampurkan dengan 90 ml pepton.
• Daging tersebut dihomogenkan dengan pepton dengan caram dihaluskan dengan alu, lalu
ditunggu 10 menit.
• Setelah itu, diambil homogenat 0,1 ml dimasukkan dalam tabung eppendorf yang telah berisi
0,9 ml media pepton steril untuk pengenceran 10 kali.
Lanjutan !!!
• Selanjutnya diambil 0,1 ml dari pengenceran pertama dimasukkan dalam tabung eppendorf yang
telah berisi 0,9 ml media pepton steril untuk pengenceran kedua.
• Lalu dinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam.
• Setelah itu, homogenat tadi diinokulasikan dengan cara meneteskan homogenat menggunakan
mikropipet 0.1 ml ke dalam media CHROMagar O157 pada cawan petri, kemudian diaratakan
dengan cara penggoresan dengan ose steril.
• Setelah itu, diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam. Biakan dalam cawan petri akan
memberikan warna koloni ungu jika terdapat bakteri Escherichia coli O157:H7. Selanjutnya,
dihitung koloni bakteri ungu dengan colony counter.
HASIL ANALISIS E.COLI DALAM DAGING
SAPI
RACUN DARI MIKROBA
Staphylococus aureus

Oleh
SWENNY K. PRAKAMENG
(164111057)
PENGERTIAN

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri


patogen dan biasanya bakteri ini dapat digunakan
sebagai indikator dari pengolahan makanan yang tidak
higienis, sehingga mampu menghasilkan enterotoksin
yang dapat langsung dideteksi dalam makanan.
lanjutan

Apabila jumlah bakteri Staphylococcus aureus minimun


mencapai 1 x 105 CFU/g akan menyebabkan terbentuknya
enterotoksin pada produk pangan (Salasia et al., 2009).
Enterotoksin merupakan enzim yang mampu bertahan dalam
kondisi panas dan tahan terhadap suasana yang bersifat basa di
dalam usus yang dapat menyebabkan keracunan makanan
(Jawetz et al., 2004).
Gejala yang dialami pada saat keracunan
akibat Staphylococcus aureus

• Mual
• Muntah
• Kram perut dan diare serta terkadang disertai sakit
kepala dan demam.
Analisis Staphylococus aureus pada makanan
Uji kontaminasi mikroba patogen merupakan indikator penting
untuk mengetahui kualitas daging olahan layak konsumsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total Staphylococcus


aureus pada sosis tradisional (urutan) yang beredar di pasar
tradisional di Denpasar, Bali. Sampel sosis diambil dari 4 wilayah di
Kota Denpasar (Denpasar Utara, Denpasar Timur, Denpasar Barat,
dan Denpasar Selatan), masing-masing wilayah diambil 3 pasar
tradisional dan setiap pasar diambil sebanyak 2 pedagang.
Perhitungan jumlah Staphylococcus aureus dilakukan dengan
metode platting method secara pour plate.
Analisis

• Sebanyak 10 gram kemudian sampel dimasukkan ke dalam


botol yang telah berisi air steril sebanyak 90 ml dan
dihomogenkan sehingga didapatkan pangkat pengenceran 10-1
kemudian 1 ml suspensi dipipet pada pengenceran 10-1 lalu
dimasukkan ke dalam tabung yang telah berisi 9 ml air steril
sehingga didapatkan pangkat pengenceran 10-2.
• Sampel ditanam dengan cara diambil 1 ml suspensi pada
Pengenceran 10-2 dan diletakkan pada cawan petri steril yang
kemudian ditambahkan dengan media mannitol salt agar
(MSA),
lanjutan

• Kemudian dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu


37˚C selama 24 jam.
• Perhitungan Staphylococcus aureus dilakukan dengan
menghitung jumlah koloni setiap cawan petri 30-300
CFU/g (Pelczar and Chan,
2005).
Hasil Uji

Berdasarkan dari hasil uji


mikrobiologi atau uji keberadaan
Staphylococcus aureus pada media
MSA, pada suhu 37°C, selama 24
jam ditandai dengan timbulnya
perubahan warna media MSA dari
merah menjadi kuning atau
terlihatnya koloni yang berwarna
kuning (Gambar 1). Warna kuning
timbul karena fermentasi mannitol
yang dilakukan Staphylococcus
aureus. Koloni Staphylococcus
aureus dalam cawan terlihat
Senyawa Beracun Dari
Mikroba

Nama : Velinsia Kurnia Dina


Nim : 164111058
Kelas : Farmasi B
Infeksi vibrio para haemolyticus

V. parahaemolyticus adalah bakteri Gram-negatif


berbentuk batang atau melengkung, Berdiameter 0,5
hingga 1 μm, halofilik (tumbuh 0,5 hingga 10% NaCl),
oksidase positif, sukrosa negatif dan anaerob
fakultatif. Makanan yang sudah Infeksi V.
parahaemolyticus sebagian besar hadir dalam bentuk
gastroenteritis.
Terdapat dalam maknan

• Ikan segar dan ikan olahan,


kerang dan makanan laut lainnya

Gejala yang timbul


• Sakit perut bagian bawah, diare berdarah dan berlendir,
pusing, muntah-muntah, demam ringan, menggigil, sakit
kepala, recoveri dalam 2-5 hari
DIAGNOSIS DAN PATOLOGI INFEKSI
BAKTERIAL Vibrio sp. PADA IKAN KARDINAL
BANGGGAI (Pterapogon kauderni)

Dianalisis dengan menggunakan analisis


ragam Analisys of Variance (ANOVA)
satu arah. Parameter yang diamati
adalah mortalitas, yang menunjukkan
infeksi bakteri

Bakteri Vibrio sp. dapat menyebabkan


penyakit pada ikan hias laut seperti
pembusukan pada sirip, borok pada
bagian tubuh dan pendarahan pada
mulut (Sarono dkk., 1993).
Hasil pengamatan

Berdasarkan hasil pengamatan visual sampel ikan


uji menunjukkan gejala berupa pendarahan di
bawah kulit, luka borok pada bagian tubuh, luka
kemerahan pada mulut, pengikisan pada sirip dan
ekor dan mata yang menonjol.

Pengamatan gejala klinis menunjukkan tingkat


kematian yang tinggi terjadi pada perlakuan waktu
pemeliharaan 15 hari dengan persentasi mortalitas
sebanyak 20,67%. Semakin lama waktu
pemeliharaan maka tingkat kematian cenderung
semakin tinggi.
Adapun ikan uji yang diamati sebanyak 50 ekor yang
menunjukkan tanda-tanda (indikasi) terinfeksi
bakteri patogen. Hasil isolasi bakteri Vibrio sp.
Dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Veronika Tintje Rossye Bani
164111059
Pengertian

•Timbal merupakan salah satu logam berat yang


sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena
bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi,
terurai dalam jangka waktu lama dan toksisistasnya
tidak berubah
Tanda atau gegala keracunan

• Area nyeri:Nyeri di daerah perut atau sendi


• Gastrointestinal:Mual,muntah atau sembelit
• Perkembangan:gangguan belajar atau pertumbuhan lambat
• Seluruh tubuh:kehilangan selera makan atau kelelahan
• Hilang ingatan,insomnia(kesulitan tidur),kolik bayi atau sakit kepala
• Sulit tidur,suasana hati yang tidak terkendali
Keracunan timbal terdapat dalam makanan apa

• Makanan kaleng(ikan kaleng )


• Makanan bayi
• jus anggur untuk bayi (89 persen sampel memiliki timbal),
• Jus apel (55 persen), dan
• ubi jalar (86 persen).
Konsentrasi Timbal (Pb) pada Daging Udang Hasil Tangkapan
Nelayan di Desa Jungkat Kecamatan Siantan Kabupaten
Mempawah

Alat dan Bahan


•Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalahbotol kaca,
corong kaca, Erlenmeyer, gelas piala, hot plate, kantong
plastik, labu ukur, magnetic stirrer, mortar, neraca analitik,
pipet tetes,refrigerator, selotip, seperangkat alat bedah dan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) merk Shimadzu Seri
AA-7000. Adapun
• Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalahAkuabides, Asam Nitrat (HNO3) 65%, aluminiumvoil,
Hidrogen Peroksida (H2O2), larutan standar timbal (Pb) dan
sampel daging udang.
• Preparasi Sampel dan Penentuan Kadar Timbal(Pb) pada Udang

Akuaides ditambahkan sebanyak 50 ml


Sampel daging udang dipisahkan dari karapaks.
kedalam gelas piala untuk melarutkan
Sampel kemudian dihaluskan menggunakan
sampel.
mortir.Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan
dimasukkan ke dalam gelas beker yang telah
direndam dengan Asam Nitrat (HNO3) 1%
selama±12 jam.
Asam Nitrat (HNO3) ditambahkan
sebanyak 30 ml dan Hidrogen Peroksida
(H2O2) juga ditambahkan sebanyak 1 ml
Sampel yang telah jernih disaring tetes demi tetes, kemudian dipanaskan di
menggunakan kertas saring atas hot plate perlahan-lahan hingga suhu
Whatmann no. 42 ke dalam labu 110 °C selama 5-6 jam atau hingga larutan
ukur 250 ml jernih.
Selanjutnya dimasukkan akuades hingga
mencapai tanda tera dan dihomogenkan. Sampel yang telah homogen kemudian
dipindahkan dalam botol kaca untuk
analisis konsentrasi timbal (Pb)
menggunakan Spektrofotometer Serapan
Atom (SSA) di Laboratorium Balai Riset
dan Standardisasi IndustriKalimantan
Barat. Larutan sampel dibaca pada
panjang gelombang 283,3 nm. Kadar
timbal (Pb) dapat diketahui dengan
persamaan berikut (SNI 2354.5, 2011
dengan modifikasi):
Analisis Data
Data berupa konsentrasi timbal dalam setiap jenis udang disajikan dalam bentuk tabel dan
dianalisis menggunakan uji ANOVA dua jalur dalam program statistika SPSS 22. Data hubungan
ukuran tubuh, jumlah individu dan parameter lingkungan terhadap konsentrasi timbal dianalisis
menggunakan uji korelasi Pearson dalam program statistika SPSS 22
Hasil

• Hasil Jenis-jenis udang yang didapatkan pada penelitian ini sebanyak tiga spesies, yaitu
udang dogol (Metapenaeus ensis), udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis) dan udang
putih (Penaeus merguiensis) (Gambar 1). Rerata hasil analisis konsentrasi timbal (Pb)
dalam sampel daging udang menunjukkan nilai terndah yaitu 0,039 mg/kg pada seluruh
jenis udang pada bulan April dan Mei dan tertinggi pada M. ensis pada bulan Juni yaitu
sebesar 0,073 mg/kg (Tabel 1).
KERACUNAN MAKANAN SECARA MIKROBA
(SALMONELLA)

Viviana R. I. A. Rasang
164111060
PENGANTAR

Salmonella adalah bakteri gram negatif dan terdiri dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella merupakan bakteri
patogen enterik dan penyebab utama penyakit bawaan dari makanan (foodborne disease). (Klotchko, 2011).
Salmonella typhi (S. typhi) merupakan kuman pathogen penyebab demam tifoid, yaitu suatu penyakit infeksisistemik
dengan gambaran demam yang berlangsung lama, adanya bakteremia disertai inflamasi yang dapat merusak usus
dan organ-organ hati (Yatnita Parama ,2011).
Menurut JAWETZ et al. (dalam BONANG 1982) penyakit yang
ditimbulkan oleh bakteri Salmonella ini dapat dibagi 3 macam yaitu :
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri 1. Demam enterik yaitu demam yang di sebabkan oleh bakteri
Salmonella disebut salmonellosis, yaitu Salmonella typhi disebut demam typhoid, sedangkan yang disebabkan
infeksi bakteri yang timbul dikarenakan oleh bakteri Salmonella paratyphi dan Salmonella enteridis disebut
tertelannya sel-sel Salmonella yang masih demam paratyphoid.
hidup (FARDIAZ et al. 1981). 2. Septikemia yaitu demam yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
choleraesuis.
3. Gatroenteritis yaitu penyakit saluran pencernaan makanan yang
disebabkan keracunan makanan yang mengandung bakteri Salmonella
typhimurium.
Salmonella terdapat pada
makanan, seperti:
• Daging dan produknya
• Telur Sumber kontaminan salmonella:
• Ikan • Manusia
• Ayam • Ternak Gejala-gejala terkena keracunan
• Es krim • Unggas dan telurya yang disebabkan oleh salmonella:
• Coklat • Sakit perut
• Tikus
• Susu segar • Diare
• Lalat
• Kecoa • Demam dan muntah setelah 12-
• Isi perut hewan 36 jam
• Sakit kepala
• Tipus/paratipus
METODE ANALISIS BAKTERI
SALMONELLA

Judul :
Cemaran bakteri gram negatif pada jajanan siomay di Kota kendari.
Tujuan :
Untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri gram negatif pada
jajanan siomay yang dijual di pasar tradisional anduonuhu kendari.
Metode anlisis:
Inokulasi sampel siomay Pada Media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) dilakukan dengan cara
 Sampel siomay dengan bumbu kacang ditimbang sebanyak 5 Gram
 Kemudian dihaluskan dan ditambahkan dengan aquadest sebanyak 45 mL aquadest,
 Lalu di homogenkan dan di isolasi pada media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) dengan perbandingan
9:1 dimana 9 ml untuk media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) dan 1 ml untuk sampel.
 Selanjutnya diinkubasi media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) tersebut selama 1x24 jam pada suhu
370C di inkubator.
 Jika terjadi kekeruhan pada Media Brain Heart Infusion Broth (BHIB), dilanjutkan pada media selektif
yaitu media SSA.
 Jika tidak terjadi kekeruhan pada media Brain Heart Infusion Broth (BHIB), tidak di lanjutkan Pada
Media Salmonella Shigella Agar (SSA).
Inokulasi Bakteri Pada Media Salmonella Shigella Agar (SSA) dilakukan dengan cara
• Bakteri tersangka pada media Brain Heart Infusion Broth (BHIB), diambil dengan
menggunakan ose yang sudah difiksasi. Diinukolasikan padigoreskan.
• Media Salmonella Shigella Agar (SSA) tersebut selanjutnya diinkubasi selama 1x24
jam pada suhu 370C di incubator.
• Kemudian diamati ciri koloni yang tumbuh pada Media Salmonella Shigella Agar
(SSA) kemudian lakukan pewarnaan Gram. Jika tidak ada pertumbuhan koloni pada
Media Salmonella Shigella Agar (SSA) maka tidak dilakukan pada pewarnaan Gram.
Pewarnaan Gram dilakukan dengan cara
• Diteteskan 1 tetes Nacl 0,96% di atas objek glass kemudian diratakan dengan ose.
Kemudian biarkan hingga kering lalu fiksasi di atas nyala api kecil.
• Kemudian diletakan preparat pada jembatan pewarnaan, lalu lakukan pewarnaan
Gram. Selanjutnya preparatditetesi dengan larutan gentian violet selama 1 -2 menit
kemudian bilas dengan air mengalir.
• Selanjutnya, ditetesi dengan larutan lugol selama 1 menit. Kemudian bilas dengan
air mengalir. Kemudian ditetesi dengan larutan alkohol 96% selama 30 detik dan
bilas dengan air mengalir.
• Kemudian ditetesi dengan larutan air fuchsin selama 20 detik dan bilas dengan air.
Selanjutnya dibiarkan kering, lalu diamati di bawa mikroskop dengan perbesaran
100x dengan menggunakan minyakemersi.
HASIL ANALISIS SALMONELLA
PEMBENTUKAN AKRILAMIDA
DALAM
MAKANAN DAN ANALISISNYA

YOHANA NOGO KELODO


NIM: 164111028
pengertian akrilamida

Akrilamida merupakan senyawa kimia berwarna


putih, tidak berbau, berbentuk kristal padat yang
sangat mudah larut dalam air dan mudah
bereaksi melalui reaksi amida atau ikatan
rangkapnya. Monomernya cepat berpolimerisasi
pada titik leburnya atau di bawah sinar
ultraviolet. Akrilamida dalam larutan bersifat
stabil pada suhu kamar dan tidak berpolimerisasi
secara spontan
STRUKTUR KIMIA AKRILAMIDA

• Rumus molekul : C3H5NO Sinonim : 2-Propenamida, etilen


karboksi amida, akrilik amida, asam propeonik amida, vinil
amida Bobot molekul : 71,08
Efek pada manusia dan
hewan

Akrilamida bersifat iritan dan toksik. Efek lokal berupa iritasi pada
kulit, dan membran mukosa.Iritasi lokal pada kulit ditunjukkan
dengan:
1. melepuhnya kulit disertai dengan warna kebiruan pada
tangan dan kaki,
2. efek sistemik berhubungan dengan paralisis susunan saraf
pusat, tepi, dan otonom sehingga dapat terjadi kelelahan,
pusing, mengantuk, dan kesulitan dalam mengingat.
Pembentukan Akrilamida
dalam Makanan

1. Terbentuk dari akrolein atau asam akrilat hasil degradasi


karbohidrat, lemak, atau asam amino bebas, seperti alanin,
asparagin, glutamin, dan metionin yang memiliki stuktur mirip
dengan akrilamida.
2. Terbentuk langsung dari asam amino.
3. Terbentuk dari dehidrasi atau dekarboksilasi beberapa asam
organik tertentu seperti asam laktat, asam malat, dan asam
sitrat.
Analisis akrilamida

1. Kromatografi cair kinerja tinggispektrometri massa tandem


(HPLC/MS/MS), dengan kolom Agilent 1100 sistem LiChrosphere ® CN
(250 x 4 mm, 5mm), Merck, Darmstadt. Fase gerak A: asam asetat 1%,
fase gerak B: asetonitril, suhu oven: 25oC. Laju alir 700 μl/ menit.
Baku dalam d3-akrilamida (AA-d3) (Anonim 2004).
2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor UV (DX-600
dan PDA-100,Dionex), fase gerak 3,5 mmol/liter asam formiat dalam
airasetonitril (93% - 7% v/v). Kolom Dionex ICE-AS-1 (9 mm x 25 cm),
laju alir 1 ml/menit dan deteksi UV pada 202 nm. Volume sampel 25
atau 50 ml disuntikkan ke dalam kolom. Dengan kondisi ini, akrilamida
terelusi selama 23 menit (Anonim 2006).
Penetapan kadar akrilamida dalam kripik kentang.

Penetapan kadar akrilamida dalam makanan yang di


lakukan oleh di Departemen Farmasi FMIPA-UI
(dalam kripik kentang, french fries, sereal, popcorn,
biskuit) sebagian besar dari sampel mengandung
akrilamida dalam jumlah yang signifikan walaupun
masih di bawah ambang batas yang ditentukan FDA
Lanjutan
• Ditimbang Sampel X kemudian dilarutkan dalam 60 ml diklormetan,
tambahkan 3 ml etanol kocok dengan Laboratory Shaker pada kecepatan
250 RPM selama 60 menit. Larutan sampel dicuci dan disaring dengan
diklormetan sebanyak 2 x 5 ml, kemudian pada filtrat ditambahkan 25 ml
fase gerak yang digunakan. Diklormetan dan etanol diuapkan di atas
penangas air pada suhu 80oC. Kemudian dimasukkan ke dalam tabung
sentrifus, sentrifugasi dengan kecepatan 10000 RPM selama 15 menit,
fase gerak diambil lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml;
tambahkan fase gerak yang digunakan dan dicukupkan sampai batas.
Larutan sampel disaring dengan penyaring sampel Whatman. Sampel
disuntikkan sebanyak 20 μl ke dalam kolom kemudian dicatat luas
puncaknya. Percobaan diulangi sebanyak tiga kali. Kadar dihitung dengan
menggunakan persamaan kurva.
ANALISIS KADAR SIANIDA
PADA REBUNG
BERDASARKAN VOLUME
UKURAN DARI KECAMATAN
BAJENG KABUPATEN GOWA
OLEH. YOKTAN I .BENU
PENGERTIAN
• Rebung mengandung nilai gizi yang cukup baik dimana
setiap 100 gr rebung mengandung, 27 kkal energi, 2.6 gr
protein, 0.3 gr lemak, 5.2 gr karbohidrat, 13 mg kalsium,
59 mg fosfor, 0.5 mg besi, 20 SI vitamin A, 0.15 mg
vitamin B1 dan 4 mg vitamin C, dan merupakan makanan
yang kaya serat dan sumber kalium yang baik sehingga
dapat menurunkan kolesterol darah serta resiko penyakit
kardiovaskuleER.
• Namun, dari beberapa manfaat dari rebung terdapat
kandungan asam sianida yang tidak diketahui masyarakat
umum. Kandungan sianida yang terdapat pada rebung
berpengaruh pada volume ukuran dan lamanya usia rebung
tersebut.
GEJALAH KERACUNAN
Racun alami pada rebung yaitu glikosida sianogenik dimana gejala
keracunannya mirip dengan gejala keracunan pada singkong. Jika
kadar sianida masuk kedalam tubuh dengan jumlah kecil maka akan
berikatan dengan vitamin B12 sehingga dapat di ekresikan melalui
urine. Namun jika kadar sianida masuk kedalam tubuh dalam jumlah
yang banyak maka akan berikatan dengan tiosianat yang menyerang
bagian enzim oksidase sehingga dapat menghentikan metabolisme
secara aerobik.
ANALISIS
Hasil pemeriksaan analisis kadar sianida pada
rebung berdasarkan volume ukuran yang berada
di Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.
KANDUN GAN
enzim beta glikosida. Menghasilkan gula dan
sianohidrin. Degradasi sianohidrin menjadi HCN
dan senyawa keton aldehid.
CIRI CIRI

• nafas tersengal
• penurunan tekanan darah
• denyut nadi cepat
• sakit kepala
• sakit perut dan mual
• diare
• pusing
• kekacauan mental
• kejang
KIMIA MAKANAN
(SIANIDA )

YONANSIA SERMILIANI MAT


164111029
PENGERTIAN SIANIDA

• Hidrogen sianida (HCN) atau prussic acid atau sianida adalah senyawa
kimia yang bersifat toksik dan merupakan jenis racun yang paling cepat aktif
dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian dalam waktu beberapa
menit (akut). Sianida merupakan senyawa kimia yang mengandung (C=N)
dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN ini dapat
ditemukan dalam banyak senyawa dalam bentuk gas, padat atau cair.
Senyawa yang dapat melepas ion sianida CN− ini sangat beracun. Sianida
dapat terbentuk secara alami maupun dengan buatan manusia, seperti HCN
(Hidrogen Sianida)dan KCN (Kalium Sianida). Sianida dapat terbentuk
secara alami maupun dibuat oleh manusia (sintetis).
SUMBER MAKANAN

• Secara alami, ada beberapa bahan makanan yang menghasilkan


sianida dosis rendah seperti singkong, kacang lima, kacang merah,
bayam, kedelai, rebung, tapioka, kecambah millet dan almond.

• Biji buah-buahan seperti aprikot, apel, dan buah persik juga diduga
memiliki sejumlah besar bahan kimia yang dapat dimetabolisme
menjadi sianida.
GEJALA KERACUNAN

• Sakit kepala

• Perut terasa mual

• Muntah

• Sesak nafas

• Badan lemah

• Wajah tampak pucat

• Banyak berkeringat dan kulit terasa dingin


ANALISIS KADAR ASAM SIANIDA DALAM SOLANUM MELONGENA L
DAN
SOLANUM QUITOENSE L SEBELUM DAN SESUDAH PEREBUSAN

• Analisis kadar asam sianida ditentukan dengan menggunakan metode


argentometri
(volhard)
Penentuan Kadar asam Sianida

Sebanyak 20 gram sampel yang sudah dihaluskan dimasukkan kedalam beaker glass,
kemudian ditambahkan 100 Ml aquades dan direndam selama 2 jam,kemudian
ditambahkan lagi 100 mLaquadest dan didestilasi uap ; destilasi ditampung didalam
labu Erlenmeyer yang sudah diisi 25 mL AgNO3 0,02 N dan 1 mL HNO3 (1:4) ;
setelah destilat benar-benar habis (tak menguap lagi), destilasi dihentikan.; lalu diukur
volume destilat yang diperoleh; ke dalam labu Erlenmeyer yang lain, destilat yang
diperoleh dibagi, masing-masing erlenmeyer berisi 25 mL destilat yang diperoleh,
kemudian dititrasi dengan KSCN sampai timbul warna merah, diulangi pengukuran
sebanyak 3 kali untuk masing-masing jenis terong (sudarmaji,1984); dilakukan dengan
Prosedur yang sama untuk terong yang sudah direbus selama 2 menit.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Analisis kadar asam sianida ditentukan dengan menggunakan metode Argentometri (volhard) dimana ion Ag+ dari ion
AgNO3 bereaksi dengan CN- dari HCN membentuk endapan AgCN berwarna Putih, reaksi tersebut terus
berlangsung sampai uap HCN habis

Ag+ + CN- AgCN

Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan KSCN mengunakan indikator Ferri, ion Ag+
dari AgNO3 bereaksi dengan SCN- dari KSCN membentuk endapan AgSCN.
Ag+ + SCN- AgSCN

Reaksi terus berlangsung sampai ion Ag+ habis bereaksi yang ditandai dengan
terbentuknya ion kompleks [Fe(SCN)6] -3 berwarna merah.
• Data hasil penelitian menunjukkan kandungan asam sianida sebelum perebusan
Solanum melongena (terong Craigi 71,712 mg/kg, terong kopek 46,310 mg/kg,
terong gelatik 0 mg/kg) dan Solanum quitoense L (terong asam 30,434 mg/kg)
sedangkan setelah dilakukan perebusan (terong Craigi 19,321 mg/kg, terong
kopek 6.620 mg/kg, terong gelatik 0 mg/kg) and Solanum quitoense L (terong
asam 3.445 mg/kg). Terdapat perbedaan kandungan penting yang dapat
mengurangi kadar asam sianida dalam Solanum melongena L dan Solanum
quitoense L.
KIMIA MAKANAN
“SAKSITOKSIN”

Yovita Ingir Blikololong


164111030
Program Studi Sarjana Farmasi
Fakultas Kesehatan
Universitas Citra Bangsa
2018/019
Kerang Hijau

• Sumber Makanan : Kerang Hijau

• Senyawa Kimia: Saksitoksin

• Nama Toksin: PSP atau Paralytic Shellfish Poisoning

• Gejala keracunan: bisa memberikan dampak kelumpuhan dan


berdampak ke kematian akut apabila dikonsumsi dalam jumlah
besar
Saksitoksin merupakan senyawa racun non protein, bersifat
larut air dan memiliki efek penghambatan transpor ion natrium
pada membran sel, dimana racun ini mencegah masuknya ion
natrium kedalam sel yang berpengaruh pada metabolisme sel,
semua sel dan jaringan terpengaruh oleh hal ini, tetapi yang
paling berpengaruh adalah sel saraf, karena aktivitas sel saraf
sangatvtergantung dari perbedaan potensial yang dibentuk oleh
ion natrium dan kalium diluar dan di dalam sel.
KAJIAN RISIKO KESEHATAN KONSUMEN KERANG HIJAU
YANG MENGANDUNG SAKSITOKSIN DI CILINCING JAKARTA
UTARA

Pada Juli 2010, dari lima orang yang keracunan, dua


orang meninggal di Kecamatan Gu, Baubau setelah
memakan kerang yang diambil dari Teluk Lasongko.
Indikasi korban keracunan saksitoksin adalah ketika
salah satu korban mencuci kerang, kram terjadi di
sepanjang tangan, dan sesaat setelah memakan
kerang, terjadi gejala mual muntah dan kesemutan
disekitar mulut (Media Sultra, 2010).
Gejala kram dan kesemutan merupakan
sindrom dari toksin saksitoksin yang
termasuk grup paralisis atau kelumpuhan
yang biasanya diawali pada daerah yang
terkena langsung dengan makanan yang
mengandung saksitoksin tersebut.
PENCEGAHAN

1. Menghentikan konsumsoi kerang hijau;


2. Berikan larutan oralit (berguna untuk menetralisir kerang
hijau didalam perut), diminum sampai berhenti muntah-
muntah;
3. Minum air kelapa muda (berguan untuk mengembalikan
tenaga dan membersihkan kandungan kerang hijau yang
masih ada di dalam tubuh);
4. Jika masih mengalami gejala keracunan, segera ke apotik
terdekat dan biasanya direkomendasikan obat Ultilox
Forte Suspensi (Obat untuk mengatasi keracuanan
kerang);
5. Jika belum teratasi, segera periksa ke klinik, puskesmas,
atau rumah sakit untuk ditindaklanjuti oleh dokter.
ANALISIS
• Ekstraksi Sampel
Sampel kerang dicuci dengan air bersih, dibuka dan
diambil semua bagian lunaknya sebanyak 100 g. Sampel
dihomogenkan dengan blender dan kemudian ditimbang
sebanyak 5±0,1 g dalam tabung reaksi poli propilen 50
ml, dan ditambahkan 3 ml asam asetat 1%. Sampel
kemudian dihomogenkan dengan vortex mixer kemudian
ditempatkan pada water bath 100°C selama 5 menit.
Permukaan larutan sampel dijaga tetap di bawah
permukaan air water bath dan temperatur dijaga tidak
turun lebih dari 30 detik. Sampel kemudian dikeluarkan
dari water bath, dihomogenkan lagi dengan vortex
mixer dan ditempatkan dalam refrigerator atau dalam
potongan es selama 5 menit.
• Sampel dihomogenkan dengan vortex mixer dan dilanjutkan
dengan sentrifus selama 10 menit pada 4.500 rpm dan
supernatan diambil. Residu yang tersisa ditambahkan 3 ml
asam asetat 1% dan dihomogenkan lagi dengan vortex mixer
dan sentrifus. Kedua supernatan digabung dan ditepatkan
volumenya menjadi 10 ml dengan air (AOAC, 2006).
• Deteksi kandungan konsentrasi saksitoksin dilakukan
menggunakan HPLC Detektor fluoresensi dengan cara
membandingkan waktu retensi standar dengan waktu retensi
sampel.
• Hasil perhitungan menunjukkan bahwa konsentrasi
saksitoksin berkisar dari 4,928 μg/100 g daging kerang
sampai dengan 17,3378 μg/per 100 g daging kerang.
HASIL
Dari data hasil analisis, ditemukan bahwa konsentrasi saksitoksin pada
kerang hijau masih di bawah tingkat toleransi saksitoksin yang
ditetapkan. Indonesia menetapkan konsentrasi 80 μg/per 100 g, yang
diatur pada SNI 3460.1:2009 tentang daging kerang beku (BSN, 2009).
Kerang hijau yang mengandung saksitoksin sebesar 17,3387 μg/per 100
g dan dengan menggunakan porsi sekali makan yang disepakati
European Food Safety Authority (EFSA) yaitu sejumlah porsi 400 g,
maka akan didapat pajanan terhadap konsumen dengan berat badan 60 kg
sebesar 1,16 μg/per kgbb. Hal ini masih di bawah tingkat toleransi yang
disepakati EFSA yaitu 5,33 μg/kgbb yang merupakan batas pajanan yang
tidak memberikan risiko terhadap konsumen yang mengkonsumsi
kerang.

Anda mungkin juga menyukai