garam + air
digunakan dalam pembuatan sabun. Juga sudah lama diketahui paling tidak selama 3
abad bahwa hasil reaksi asam dan basa adalah garam (Petrucci, 1985:261).
1.1 Asam
Asam merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan
menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam definisi modern, asam adalah
suatu zat yang dapat memberi proton (ion H+) kepada zat lain (yang disebut basa), atau
dapat menerima pasangan elektron bebas dari suatu basa. Suatu asam bereaksi dengan
suatu basa dalam reaksi penetralan untuk membentuk garam.
Contoh
asam
adalah asam
asetat (ditemukan
dalam cuka)
dan asam
sulfat (digunakan dalam baterai atau aki mobil). Ciri-ciri asam diantaranya: rasanya
asam, dapat mengubah warna kertas lakmus biru menjadi merah, mempunyai pH
(derajat keasaman) kurang dari 7, dapat menghantarkan listrik (termasuk larutan
1
elektrolit), asam bereaksi dengan logam tertentu seperti seng, magnesium, dan besi
menghasilkan gas hidrogen dan bersifat korosif atau merusak bahan-bahan benda-benda
yang dikenainya (Chang:96).
Terdapat tiga definisi asam yang umum diterima dalam kimia, yaitu
definisi Arrhenius, Brnsted-Lowry, dan Lewis.
Arrhenius: Menurut definisi ini, asam adalah suatu zat yang meningkatkan
konsentrasi ion hidronium (H3O+) ketika dilarutkan dalam air. Definisi yang pertama
kali dikemukakan oleh Svante Arrhenius ini membatasi asam dan basa untuk zat-zat
yang dapat larut dalam air.
Brnsted-Lowry: Menurut definisi ini, asam adalah pemberi proton kepada basa.
Asam
dan
basa
bersangkutan
disebut
sebagai
pasangan
asam-basa
konjugat. Brnsted dan Lowry secara terpisah mengemukakan definisi ini, yang
mencakup zat-zat yang tak larut dalam air (tidak seperti pada definisi Arrhenius).
Lewis: Menurut definisi ini, asam adalah penerima pasangan elektron dari basa.
Definisi yang dikemukakan oleh Gilbert N. Lewis ini dapat mencakup asam yang
tak mengandung hidrogen atau proton yang dapat dipindahkan, seperti besi (III)
klorida. Definisi Lewis dapat pula dijelaskan dengan teori orbital molekul. Secara
umum, suatu asam dapat menerima pasangan elektron pada orbital kosongnya yang
paling rendah (LUMO) dari orbital terisi yang tertinggi (HOMO) dari suatu basa.
Jadi, HOMO dari basa dan LUMO dari asam bergabung membentuk orbital
molekul ikatan.
Walaupun bukan merupakan teori yang paling luas cakupannya, definisi
Brnsted-Lowry merupakan definisi yang paling umum digunakan. Dalam definisi ini,
keasaman suatu senyawa ditentukan oleh kestabilan ion hidronium dan basa konjugat
terlarutnya ketika senyawa tersebut telah memberi proton ke dalam larutan tempat asam
itu berada. Stabilitas basa konjugat yang lebih tinggi menunjukkan keasaman senyawa
bersangkutan yang lebih tinggi.
1.2 Basa
Seperti halnya asam, basa juga banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Para ibu rumah tangga menggunakan abu gosok untuk mencuci piring. Basa dalam abu
gosok dapat bereaksi dengan kotoran berupa lemak atau minyak, sehingga menjadi
larut. Para penderita magh selalu minum obat berupa magnesium hidroksida atau
aluminium hidroksida. Basa merupakan suatu senyawa yang jika dilarutkan dalam air
(larutan) dapat melepaskan ion hidroksida (OH-). Oleh karena itu, semua rumus kimia
basa umumnya mengandung gugus OH. Jika diketahui rumus kimia suatu basa, maka
untuk memberi nama basa, cukup dengan menyebut nama logam dan diikuti kata
hidroksida. Basa memiliki ciri-ciri seperti: pahit dan licin, mempunyai pH lebih dari 7,
mengubah warna lakmus merah menjadi biru, dapat menghantarkan listrik (termasuk
larutan elektrolit), dapat menetralkan sifat asam dan bersifat kausatik atau dapat
merusak kulit (Amanda, 5).
Terdapat tiga definisi basa yang umum diterima dalam kimia, yaitu
definisi Arrhenius, Brnsted-Lowry, dan Lewis.
Arrhenius: Basa adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion hidroksida
sehingga dapat meningkatkan konsentrasi ion hidroksida.
Brnsted-Lowry: Basa adalah zat yang dapat menerima proton (H+) dari zat lain
(akseptor proton). Suatu zat baik yang bermuatan positif, negatif, ataupun netral
termasuk basa Bronsted-Lowry jika mempunyai pasangan elektron bebas yang
dapat berikatan dengan atom H. Misalnya, NH3, CO3-, dan OH-.
Lewis: Suatu zat tergolong basa jika dapat memberi pasangan elektron.
1.3 Garam
Bila suatu asam dan suatu basa yang masing-masing dalam kuantitas yang
ekuivalen secara kimiawi dicampur akan dihasilkan suatu reaksi penetralan yang
menghasilkan
larutan
garam
dalam
air
(Keenan,
1990:427).
Dalam
ilmu
kimia, garam adalah senyawa ionik yang terdiri dari ion positif (kation) dan ion negatif
(anion), sehingga membentuk senyawa netral (tanpa bermuatan). Garam terbentuk dari
hasil reaksi asam dan basa. Komponen kation dan anion ini dapat berupa senyawa
anorganik seperti
klorida
(Cl),
dan
bisa
juga
berupa senyawa
organik seperti asetat (CH3COO) dan ion monoatomik seperti fluorida (F), serta ion
poliatomik seperti sulfat (SO42). Natrium
klorida (NaCl),
bahan
utama garam
Walaupun reaksi asam dengan basa disebut reaksi penetralan, tetapi hasil reaksi
(garam) tidak selalu bersifat netral. Sifat asam basa dari larutan garam bergantung pada
kekuatan asam dan basa penyusunnya. Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat
bersifat netral, disebut garam normal, contohnya NaCl dan KNO 3. Garam yang berasal
dari asam kuat dan basa lemah bersifat asam dan disebut garam asam, contohnya adalah
NH4 Cl. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat bersifat basa dan disebut
garam basa, contohnya adalah CH3COONa. Contoh asam kuat adalah HCl, HNO 3,
H2SO4. Adapun KOH, NaOH, Ca(OH)2 termasuk basa kuat.
Ada banyak macam-macam garam. Garam yang terhidrolisasi dan membentuk
ion hidroksida ketika dilarutkan dalam air maka dinamakan garam basa. Garam yang
terhidrolisa dan membentuk ion hidronium di air disebut sebagai garam asam. Garam
netral
adalah
garam
yang
bukan
garam
asam
maupun
garam
basa.
Larutan Zwitterion mempunyai sebuah anionik dan kationik di tengah di molekul yang
sama,
tapi
tidak
disebut
sebagai
garam.
Contohnya
adalah asam
daun yang berwarna. Perubahan warna indikator bergantung pada warna jenis
tanamannya, misalnya kembang sepatu merah di dalam asam berwarna merah dan di
dalam basa berwarna hijau. Kita dapat membuat sendiri indikator alami untuk
penentuan sifat asam basa ini dari ekstrak mahkota bunga berwarna. Mahkota bunga
(misal : bunga sepatu) kita gerus dengan air. Selanjutnya airnya kita gunakan untuk
menguji sifat asam basa dari larutan yaitu dengan jalan mencampurkannya dengan
larutan asam atau basa. Bila pada pencampuran tersebut ternyata ekstrak mahkota bunga
memberikan warna yang berbeda untuk larutan asam basa, maka ekstrak mahkota bunga
tersebut dapat kita gunakan sebagai indikator
2.2 Identifikasi dengan Indikator Buatan
2.2.1 Identifikasi menggunakan Kertas Lakmus
Sifat asam atau basa suatu larutan dapat diidentifikasi menggunakan kertas
lakmus. Ada dua jenis kertas lakmus yaitu:
Kertas lakmus warna biru. Di dalam larutan asam, warna kertas berubah menjadi
merah, sedangkan di dalam larutan netral atau basa, warna kertas tidak berubah
(tetap biru).
Kertas lakmus warna merah. Di dalam larutan basa, warna kertas berubah
menjadi biru, sedangkan di dalam larutan netral atau asam, warna kertas tidak
berubah (tetap merah).
2.2.2 Identifikasi menggunakan Larutan Indikator
Larutan indikator adalah larutan kimia yang akan berubah warna dalam
lingkungan
tertentu.
Karena
sifatnya
yang
dapat
berubah
warna
inilah,
larutan indikator dapat digunakan sebagai alat identifikasi larutan asam dan basa.
Identifikasi larutan di laboratorium dapat menggunakan empat jenis larutan indikator,
yaitu larutan fenolftalein, metil merah, metil jingga, dan bromtimol biru. Larutan
indikator ini tidak seperti indikator lakmus yang mudah penggunaannya. Warna-warna
yang terjadi pada larutan indikator jika dimasukkan ke dalam larutan asam dan basa,
agak sulit diingat. Sebagai contoh, larutan fenolftalein. Pada lingkungan asam, larutan
fenolftalein tidak berwarna, di lingkungan basa berwarna merah, sedangkan di
lingkungan netral tidak berwarna. Berarti, untuk membedakan apakah suatu larutan
bersifat asam atau netral, tidak cukup hanya dengan menggunakan larutan fenolftalein.
2.2.3 Identifikasi dengan Kertas Indikator Universal
Indikator universal merupakan campuran dari beberapa indikator yang memiliki
perubahan warna berbeda, sehingga semua perubahan warna itu menyatu dan sebagai
hasilnya, indicator universal ini memilki perubahan dari merah-jingga-kuning-hijaubiru-nila-ungu-atau disingkat mejikuhubiniu.
Indikator
Perubahan Warna
Trayek pH
Metil merah
Metil jingga
Bromtimol biru
Fenolftalein
Merah-kuning
Merah-kuning
Kuning-biru
Tak berwarna-merah
4,2 6,3
3,1-4,4
6,0-7,6
8,3-10,0
meter adalah
sebuah
alat
elektronik
yang
berfungsi
untuk
mengukur pH (derajat keasaman atau kebasaan) suatu cairan. Terdapat elektroda khusus
yang berfungsi untuk mengukur pH bahan-bahan semi-padat. Sebuah pH meter terdiri
dari sebuah elektroda (probe pengukur) yang terhubung ke sebuah alat elektronik yang
mengukur dan menampilkan nilai pH. alat ini sangat berguna untuk industri air minum,
laboratorium, akuarium, industri pakaian terutama batik dan pewarna pakaian.
Tingkat Keasaman dan Kebasaan suatu larutan bergantung pada konsentrasi ion
H+ dalam larutan. Semakin besar konsentrasi ion H+ semakin asam larutan tersebut.
Skala keasaman dan kebasaan suatu senyawa dapat diketahui dari nilai pH (power of
hydrogen). Nilai pH berkisar antara 0 sampai 14 dengan ketentuan sebagai berikut:
Daftar Pustaka
Amanda, Yulita dkk. Identifikasi Sifat Asam Basa Dengan Menggunakan Indikator
Alami. Jurnal IPA Program Studi Pasca Sarjana Undiksha.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Jakarta: Erlanga.
Hidayah, Malikhatul. 2012. Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Scs Melalui
Kegiatan Laboratorium Sebagai Wahana Pendidikan Sains Siswa Mts. Jurnal
Phenomenon.
Keenan dkk. 1999. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, Ralph H dan Suminar. 1985. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:
PT Gelora Aaksara Pratama.