Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HEWAN:

SEXING SPERMA
Disusun untuk memenuhi tugas Praktikum Mata Kuliah Bioteknologi Hewan

Disusun oleh:

Agni Annisa Putri

140410190004

Kelompok 1

Asisten Laboratorium:

Ismi Yuan Putri

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2021
Pada Selasa, 30 November 2021, telah dilaksanakan praktikum Bioteknologi
hewan yang berjudul “Sexing Sperma”. Praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan
untuk melakukan sexing atau memisahkan spermatozoa X dan Y dan mengamati
kualitas sperma hasil sexing. Sexing spermatozoa adalah teknologi yang digunakan
untuk mengatur jenis kelamin dari calon individu baru sesuai keinginan. Spermatozoa
sexing telah diaplikasikan untuk inseminasi buatan (IB) dan transfer embrio dengan
hasil bervariasi. Teknik sexing spermatozoa dilakukan melalui pemisahan kromosom
X dan Y berdasarkan perbedaan karakteristik morfologi, kandungan DNA, perbedaan
protein makromolekul pada kedua kromosom serta perbedaan berat dan pergerakan
spermatozoa (Yan et al. 2006). Diperkirakan kandungan DNA spermatozoa kromosom
X adalah 3-5% lebih banyak dibandingkan dengan kromosom Y (Sureka, 2013).

Berdasarkan perbedaan seks kromosom pada sperma ini diketahui bahwa


sperma X dan Y mempunyai sifat-sifat yang berbeda. Spermatozoa X dan Y berbeda
didasarkan pada ukuran kepala spermatozoa. Spermatozoa X mengandung kromatin
lebih banyak sehingga mengakibatkan ukuran kepala bentuknya lebih besar dan
gerakannya (motilitas) lebih lambat, sementara sperma Y bentuknya lebih kecil dan
gerakannya lebih cepat. Sehingga spermatozoa Y memiliki motilitas lebih tinggi
dibanding dengan X. Spermatozoa Y memiliki ukuran lebih kecil dari ukuran kepala
rata-rata (33,35±13,72 µm). Dikarenakan spermatozoa Y bergerak lebih cepat akan
diikuti kematian yang lebih cepat pula dibandingkan spermatozoa X (Balitnak Litbang,
2017). Selain itu, spermatozoa X dan Y mempunyai perbedaan dalam ukuran dan
bentuk spermatozoa, berat, densitas, motilitas, muatan dan kandungan biokimia pada
permukaannya (Hafez, 2008). Tris merupakan larutan yang mengandung asam sitrat
dan fruktosa yang berperan sebagai penyangga (buffer), untuk mencegah perubahan
pH akibat asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa serta mempertahankan
tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit, sumber energi dan melindungi
spermatozoa dari kejut dingin (cold shock). Selain itu, tris mempunyai kemampuan
dalam memberikan motilitas spermatozoa yang lebih tinggi dan meningkatkan aktifitas
spermatozoa (Hoesni, 2016).
Salah satu bahan pengencer yang paling umum digunakan sebagai media untuk
spermatozoa adalah susu skim kuning telur. Pengencer skim kuning telur adalah
campuran antara susu skim bubuk dan kuning telur (Sudarno dkk, 2014). Menurut
Widjaya (2011), susu skim mengandung zat nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh
spermatozoa sebagai sumber energi, juga mengandung zat lipoprotein dan lesitin
sehingga bisa digunakan dalam pengencer semen untuk melindungi spermatozoa dari
pengaruh kejut dingin (cold shock) dan air susu juga mengandung enzim yang hancur
pada waktu pemanasan dimana pemanasan air susu di atas 80ºC akan melepaskan
gugusan sulfhydril (-SH) yang berfungsi sebagai zat reduktif yang mengatur
metabolisme oksidatif sperma. Sedangkan, manfaat kuning telur terletak pada
lipoprotein dan lesitin yang terkandung di dalamnya yang bekerja mempertahankan
dan melindungi integritas selubung lipoprotein dari sel spermatozoa. Kuning telur
mengandung glukosa, bermacam–macam protein, vitamin yang larut dalam air dan
lemak serta viskositasnya yang dapat menguntungkan bagi spermatozoa dan untuk
kebutuhan hidunya. Bahan lain yang digunakan, yaitu penicillin dan streptomicin yang
merupakan antibiotik untuk mencegah adanya pertumbuhan bakteri pada medianya.
Fruktosa digunakan sebagai penyangga (buffer), untuk mencegah perubahan pH akibat
asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa serta mempertahankan tekanan
osmotik dan keseimbangan elektrolit, sumber energi dan melindungi spermatozoa dari
kejut dingin (cold shock) (Hoesni, 2016). Aquabidest digunakan sebagai larutan
pengencer, dipanaskan terlebih dahulu agar nanti ketika pencampuran bahan mudah
larut dan tidak menggumpal (Widjaya, 2011).
Berbagai metode pemisahan spermatozoa X dan Y telah banyak dilakukan.
Metode pemisahan tersebut antara lain sedimentasi (albumin column), sentrifugasi
gradien densitas, elektroforesis, H-Y antigen, flow cytometry dan filtrasi dengan
Sephadex column (Hafez, 2008). Metode sexing yang mudah diaplikasikan adalah
separasi dengan albumin (Hafez dan Hafez, 2008). Sexing dengan albumen dari putih
telur didasarkan pada perbedaan motilitas antara spermatozoa X dan Y. Prinsip metode
ini adalah membuat medium yang berbeda konsentrasinya, sehingga spermatozoa yang
motilitasnya tinggi (Y) akan mampu menembus konsentrasi medium yang lebih pekat,
sedangkan spermatozoa X akan tetap berada pada medium yang mempunyai
konsentrasi rendah (Takdir dkk, 2016). Menutut Susilawati (2014) Sexing dapat
dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya sentrifugasi gradien densitas percoll
(SGDP). Percoll adalah medium yang terdiri dari partikel koloid diselaputi dengan
polyvenilpyrolidone (PVP) yang dapat meningkatkan motilitas spermatozoa (Hafez,
2008). Gradien densitas percoll dilakukan dengan dasar perbedaan berat jenis
spermatozoa X dan Y yang dipisah dengan cara sentrifugasi. Pengencer diperlukan
pada proses sexing untuk mencegah kerusakan membran spermatozoa setelah
sentrifugasi sehingga kualitas spermatozoa tetap terjaga (Mardi dkk, 2020).
Metode Elektroforesis didasarkan pada perbedaan muatan pada sel sperma. Sel
sperma X memiliki muatan negatif dan sperma Y memiliki muatan positif. Berdasarkan
hal tersebut, sel sperma dipisahkan dengan memberikan muatan listrik. Spermatozoa
yang immotil dengan elektroforesis akan bergerak ke anoda pada pH netral, ketika
pemisahan dengan elektroforesis pada kondisi yang konsisten maka spermatozoa yang
motil akan bergerak kearah katode. Hasil pengamatan pada daerah kepala spermatozoa
mempunyai muatan, sehingga spermatozoa bergerak, jika muatan negatif spermatozoa
akan diorientasikan ke daerah ekor yang bergerak ke arah anoda yang mempunyai
muatan negatif lebih besar (Susilawati, 2014). Identifikasi protein pada permukaan sel
sperma X dan Y dengan metode Imunologi menjadi dasar pemisahan dengan metode
antigen H-Y. Spermatozoa diperlakukan dengan anti serum H-Y. Inseminasi pada tikus
menggunakan spermatozoa yg diperlakukan dengan anti serum H-Y anti gen
menghasilkan 45,4% jantan, sedangkan kontrol 53% (Susilawati, 2014). Flow
Citometry adalah metode pemisahan sperma dengan menggunakan Laser untuk melihat
DNA didalam sel. Persen DNA dan DNA spesifik adalah bagian utama yang menjadi
dasar pemisahan. Tingkat keberhasilan dari metode ini berkisar antara 85 – 95%. Dari
beberapa metode sexing, metode flow citometry adalah metode yang paling popular
dibandingan dengan yang lainnya karena terbukti efektif dalam menghasilkan
keturunan dan memprediksi jenis kelaminnya (BBIB, 2020). Filtrasi gel sephadex
merupakan suatu pemisahan menggunakan gel yang dibuat dari dasar dextran, yaitu
suatu jaringan tiga dimensi dari molekul-molekul linier polisakarida yang berikatan
dengan epichlorohydrine. Filtrasi dengan menggunakan gel sephadex merupakan
separasi kromatografi berdasar afinitas. Molekul-molekul sephadex yang bersilang
menjamin penyaringan yang selektif (Susilawati, 2014).
Alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu alat bedah mencit,
hemositometer, kaca arloji, mikroskop stereo, sentrifugasi, syringe dan jarum 26G, dan
tabung reaksi. Bahan yang digunakan, diantaranya larutan NaCl fisiologis, larutan
pengencer susu skim-kuning telur dengan komposisi (Skim 10 g, Fruktosa 1 g,
Penicillin 0,34 g, Streptomicin 0,16 g, Kuning telur 5 ml, Aquabidest 95 ml), mencit
jantan, dan putih telur. Prosedur yang dilakukan pada praktikum kali ini, yaitu
dilakukan pembuatan larutan pengencer susu skim-kuning telur terlebih dahulu.
Pertama-tama, dimasukkan aquabidest ke dalam erlenmeyer dan dipanaskan sampai
37° C. Kemudian, dimasukkan bahan-bahan lain ke dalam aquabidest secara berurutan
(susu skim, fruktosa dan kuning telur), fruktosa dimasukkan apabila susu skim telah
homogen dan seterusnya. Kemudian, dihomogenkan larutan selama 15–20 menit agar
semua bahan tercampur rata. Setelah itu, larutan ditim (direndam dalam wadah yang
berisi air panas atau mendidih) sampai muncul embun di bagian dalam erlenmeyer
supaya larutan pengencer dapat larut dan homogen (Widjaya, 2011). Selanjutnya,
didinginkan larutan pada suhu ruang sampai 37°C untuk menurunkan suhu larutan
pengencer, karena apabila suhu nya panas dapat menyebabkan kematian spermatozoa
(Widjaya, 2011). Kemudian, dimasukkan penicillin dan streptomicin ke dalam larutan
secara berurutan. Terakhir, disimpan larutan dalam refrigerator dan diendapkan selama
3 hari (supernatan saja yang digunakan). Menurut Widjaya (2011), supernatant adalah
bagian substansi yang memiliki bobot lebih rendah, di bagian atas presipitan.
Digunakan supernatant nya karena untuk dilakukan pengenceran dengan semen
(Widjaya, 2011). Apabila larutan langsung digunakan, maka dilakukan sentrifugasi
1500 rpm selama 1 jam.
Sebelum dilakukan proses pemisahan spermatozoa dilakukan penampungan
dan pemeriksaan kualitas semen segar mencit yang meliputi volume, warna,
konsistensi, pH, gerakan massa, motilitas, persentase spermatozoa hidup, konsentrasi
spermatozoa dengan hasil sesuai standar untuk proses pembuatan semen cair, yaitu 17
motilitas >70%, gerakan massa > ++, sperma hidup > 70%, konsentrasi sperma > 500
(juta/ml). Kemudian, prosedur selanjutnya dilakukan proses pemisahan spermatozoa,
yaitu pertama-tama dibuat larutan putih telur dengan konsentrasi 30 dan 10%. Menurut
Sunarti dkk (2016), putih telur digunakan sebagai media sexing sperma karena
terjangkau dan mudah didapatkan, menjadi medium pencuci semen baik sebelum
proses sexing maupun setelah proses sexing dan sebagai medium penambah volume
semen dalam upaya mendapatkan konsentrasi spermatozoa yang ideal pada proses
sexing. Perbedaan konsentrasi tersebut mampu mengubah proporsi perolehan
spermatozoa dari kondisi alamiah. Kemudian, dimasukkan larutan putih telur
(konsentrasi 30 dan 10%) masing-masing sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi
(dimulai dari konsentrasi 30% kemudian 10%, secara perlahan melalui dinding
tabung). Konsentrasi spermatozoa pada lapisan atas (X) lebih tinggi dibandingkan
dengan konsentrasi spermatozoa pada lapisan bawah (Y), hal ini diduga karena
perbedaan motilitas spermatozoa yang menyebabkan menyebabkan ketidaksamaan
distribusi spermatozoa (Sunarti dkk, 2016). Setelah itu, diencerkan semen
menggunakan larutan pengencer susu skim-kuning telur dengan perbandingan
pengencer dan semen 2: 3 agar semen encer dan tidak terjadi penggumpalan. Semen
yang telah diencerkan kemudian dimasukkan sebanyak 2 ml ke dalam tabung yang
berisi 2 lapisan putih telur melalui dinding tabung, lalu diinkubasikan selama 20 menit
pada suhu kamar. Inkubasi bertujuan untuk memelihara spermatozoa dengan
mempertahankan suhu tertentu agar mampu bertahan hidup dalam jangka waktu
tertentu (Sunarti dkk, 2016). Berikutnya, diambil lapisan bagian atas sebanyak 2 ml dan
lapisan bagian bawah sebanyak 2 ml yang masing-masing dimasukkan dalam tabung
berisi 3 ml pengencer. Kemudian, dimasukkan tabung yang berisi lapisan atas dan
bawah ke dalam centrifuge dan diputar selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
Terakhir, dibuang supernatannya sebanyak 3 ml dan disisakan 2 ml kemudian diuji
kualitasnya dan diidentifikasi spermatozoa X dan Y (berdasarkan ukuran besar kepala
spermatozoa).
Perkembangan IB dengan sperma sexing dapat bermanfaat untuk mendapatkan
pedet dengan jenis kelamin yang diharapkan. Jenis kelamin ditentukan oleh adanya
kromosom X dan Y pada spermatozoa pejantan (Gunawan, dkk., 2015). Pemanfaatan
teknologi sexing spermatozoa merupakan salah satu pilihan yang tepat dalam rangka
peningkatan efisiensi reproduksi ternak yang mampu meningkatkan efisiensi usaha
peternakan baik dalam skala peternakan rakyat maupun dalam skala komersial.
Keberhasilan menggunakan spermatozoa hasil pemisahan spermatozoa X dan Y ini
sekitar 85-95% (Garner dan Seidel 2000), sedangkan rasio antara jumlah spermatozoa
X dan Y sebelum pemisahan adalah 50%: 50%.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian Ternak. 2017. Inseminasi Buatan. Online . Available at :


http://Balitnak.Litbang.Pertanian.Go.Id (Diakses Pada 02 Desember 2021
Pukul 15.43)
Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari. 2020. Perkembangan Metode Sexing
Spermatozoa. Kementrian Pertanian. Direktorat Jendral Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Online. Available at :
https://bbibsingosari.ditjenpkh.pertanian.go.id/perkembangan-metode-sexing-
sprematozoa/ (Diakses Pada 02 Desember 2021 Pukul 15.47)
Brandriff, B. F., L. A Gordon, S. Haendel, S. Singer, D.H. Moore, and B. L.
Gledhill.1986. Sex Chromosome Ratios Determined by Karyotypic Analysis in
Albumin-Isolated Human Sperm. Fertil. Steril. Vol. (46): 678-685.

Garner DL, Seidel GE Jr. 2000. Sexing bull sperm. In: Chenoweth PJ (ed). Topics in
Bull Fertility. International Veterinary Information Services IVISO. USA :
Colorado State University, Fort Collins
Gunawan, M., Ekayanti. M.K., Syahruddin.S. 2015. Aplikasi inseminasi buatan dengan
sperma sexing dalam meningkatkan produktivitas sapi di peternakan rakyat.
Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. 1(1): 93-96
Hafez ESE And B Hafez. 2008. X And Y Chromosome – Bearing Pendahuluan | 73
Spermatozoa In Animal Reproduction In Farm Animal Ed 7th Editon. Black
Well : 390 -393
Hoesni, F. 2016. Efek Penggunaan Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur
terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi. 16(3): 46-56.
Mardi, I., Yekti, A. P. A., Kuswati, K., Luthfi, M., & Susilawati, T. Kualitas Semen
Beku Sexing Sapi Peranakan Ongole Menggunakan Volume Semen Awal Yang
Berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis. 7(3). 238-246.
Solihati, N., Rasad, S. D., Yusrina, A., & Dimyati, Y. I. 2017. Identifikasi morfometrik
sperma domba lokal sebagai dasar aplikasi sexing sperma. Jurnal Ilmu Ternak
Universitas Padjadjaran. 17(2): 109-113.
Sudarno, S., Novianto, B. R., & Masithah, E. D. 2014. Pengaruh Perbedaan
Konsentrasi Gliserol dalam Susu Skim Kuning Telur untuk Proses
Penyimpanan Sperma Beku terhadap Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa
Ikan Patin (Pangasius pangasius). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 6(1):
1-6.
Sunarti, T. Saili. dan L. O. Nafiu. 2016. Karakteristik Spermatozoa Sapi Bali Setelah
Sexing Menggunakan Metode Kolom Albumin Dengan Lama Waktu Sexing
Yang Berbeda. JITRO. 3(1): 65-76.
Sureka, P., Nilani, K., Eswaramohan, T. and Balasubramaniam, K. 2013. Sex Pre-
Selection by Quantification of Y Chromosome Bearing Spermatozoa in Goat
Species. International Journal of Scientific and Research Publications. 3(1):1-
4.

Susilawati, T. 2002. Sexing Spermatozoa Kambing Peranakan Etawah Menggunakan


Gradien Putih Telur. Jurnal Widya Agrika. 10(2): 97-105.
Susilawati, T. 2014. Sexing Spermatozoa. Hasil Penelitian Laboratorium dan Aplikasi
pada Sapi dan Kambing. UB Press. Malang.
Takdir, M., Ismaya, S. B., & Syarif, M. 2016. Proporsi X dan Y, Viabilitas dan
Motilitas Spermatozoa Domba Sesudah Pemisahan dengan Albumin Putih
Telur. In Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. 1333-1340.
Widjaya, N. 2011. Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning
Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan
5ºC. Sains Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan. 9(2): 72-76.
Yan, J., Feng, H.L., Chen, Z.J., Jingmei, H., Xuan, G. and Yingying, Q. 2006. Influence
of Swim-Up on The Ratio of X and Y Bearing Spermatozoa. Eur J Obstet
Gynecol Reprod Biol. Vol. 129: 150- 154.

Anda mungkin juga menyukai