Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN BIOTEKNOLOGI

Teknik Penyimpanan Spermatozoa Manusia pada Pengencer Tris


dengan Suplemen Kuning Telur

Oleh :
1. Dian Nuraini 14030244003
2. Rizka Efi Mawli 14030244007
3. Rokhmatul Ummah 14030244025
4. Zeinbrilian C. E. 14030244037

BIOLOGI 2014

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan bioteknologi peternakan saat ini dikembangkan pesat pada
bidang reproduksi, salah satunya yaitu Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi buatan
merupakan cara memasukkan semen (sperma) ternak jantan ke saluran reproduksi
betina dengan bantuan manusia dan menggunakan alat yang dinamakan
insemination gun. Pengembangan Inseminasi Buatan ini memiliki banyak
keuntungan, yaitu meningkatkan produksi ternak secara kualitatif dan kuantitatif
dengan menggunakan semen pejantan yang bebas penyakit dan mempunyai mutu
genetik yang tinggi serta mengurangi biaya pemeliharaan pejantan (Fitri, 2009 ;
Tatiek, 2007).
Menurut Salisbury dan Van Demark (1985) penyimpanan spermatozoa
dapat dilakukan pada temperatur di atas titik beku (semen cair) dan pada
temperatur di bawah titik beku (semen beku). Penyimpanan spermatozoa juga
membutuhkan pegencer untuk mempertahankan kualitas spermatozoanya.
Menurut Hawk (1965) dalam Qomariyah, dkk. (2001) jenis pengencer terdiri dari
pengencer organik, anorganik, dan gabungan antara organik dan anorganik.
Pengencer anorganik terdiri dari bahan-bahan kimia seperti larutan NaCl, Na-
sitrat, ringer Na-phospat dan lain-lain, sedangkan pengencer organik misalnya air
susu, santan kelapa dan air kelapa.
Pada penelitian ini, digunakan teknik penyimpanan pada temperatur di atas
titik beku (semen cair) karena prosesnya lebih mudah dan tidak membutuhkan
nitrogen cair. Pengencer yang digunakan yaitu pengencer tris yang terdiri dari
Aminomethan, asam sitrat, karbohidrat sederhana, kuning telur, penicillin,
streptomycin dan aquades. Tris Aminomethan berfungsi sebagai buffer dan
mempertahankan keseimbangan osmotik dan keseimbangan elektrolit. Fruktosa
menyediakan makanan sedangkan kuning telur berfungsi sebagai pelindung
spermatozoa terhadap cold shock serta sebagai sumber energi (Triana, 2005).
Kuning telur memiliki komposisi gizi yang lebih lengkap dibandingkan
putih telur. Komposisi utama kuning telur adalah terdiri dari air, protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin (Sarwono, 1995) dan protein telur termasuk
sempurna karena mengandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah
yang cukup besar (Haryanto, 1996). Manfaat dari kuning telur yaitu :
1. Mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein sel
spermatozoa.
2. Bersifat osmotik sebagai penyanggah sel spermatozoa terhadap larutan
hipotonik dan hipertonik.
3. Sebagai pelindung terhadap dingin dan mencegah terjadinya peningkatan
kalsium ke dalam sel yang dapat merusak spermatozoa.

Dosis kuning telur yang digunakan pada umumnya sangat bervariasi


misalnya pengencer semen sapi 15% - 30% v/v (Vishwanath dan Shannon 2000),
semen kambing 10 - 25% (Deka & Rao 1986, Tredjo et al. 1996), dan semen
domba 1.5 - 3.0% (Salamon dan Maxwell 1995). Berdasarkan latar belakang
diatas, maka dilakukan penelitian mengenai teknik penyimpanan spermatozoa
manusia pada pengencer tris dengan suplemen kuning telur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pengencer tris dengan konsentrasi kuning telur 0%, 10%,
15% dan 20% terhadap kualitas (motilitas dan viabilitas) spermatozoa manusia
pada penyimpanan suhu refrigerator 40-50C ?
2. Bagaimana pengaruh lama waktu penyimpanan terhadap motilitas dan
viabilitas spermatozoa manusia pada penyimpanan suhu refrigerator 40-50C ?

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh pengencer tris dengan konsentrasi kuning telur 0%,
10%, 15% dan 20% terhadap kualitas (motilitas dan viabilitas) spermatozoa
manusia pada penyimpanan suhu refrigerator 40-50C.
2. Mengetahui pengaruh lama waktu penyimpanan terhadap motilitas dan
viabilitas spermatozoa manusia pada penyimpanan suhu refrigerator 40-50C.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Segi Teoritis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan mengenai teknik penyimpanan semen spermatozoa pada pengencer
tris dengan suplemen kuning telur.
2. Segi Praktis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dalam bioteknologi
terutama pada inseminasi buatan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Struktur Spermatozoa
Sel spermatozoa dihasilkan di bagian tubulus seminiferus yang letaknya
berada di dalam testis. Spermatozoa adalah sel yang memanjang terdiri atas
bagian kepala spermatozoa, akrosom, ekor spermatozoa, dan bagian membran
plasma (Toelihere, 2006). Spermatozoa Kromatin yang padat tersebut
mengandung DNA kromosom dengan jumlah kromosomnya adalah haploid yang
dihasilkan dari pembelahan miosis pada saat pembentukan spermatozoa. Bagian
kedua dari sel spermatozoa adalah ujung anterior dari nukleus yang terdapat
akrosom berfungsi untuk menutupi spermatozoa. Akrosom adalah kantong
membran berlapis ganda yang berfungsi untuk melapisi nukleus saat tahap akhir
pembentukan spermatozoa. Akrosom mengandung enzim-enzim penting yang
berperan dalam proses fertilisasi, seperti akrosinase, hialuronidase, dan berbagai
enzim hidrolisis lainnya (Susilawati, 2011; Hafez, 2008; Garner dan Hafez, 2008).
Bagian ekor spermatozoa terdiri atas tengah (middle piece), utama
(principal piece), serta bagian ujung (end piece). Pada bagian tengah (middle
piece) ekor spermatozoa terdiri atas aksonema. Aksonema merupakan ekor yang
tersusun dari sembilan pasang mikrotubulus secara radial mengelilingi dua pusat
filamen. Di dalam bagian tengah ini tersusun 9+2 mikrotubulus dalam yang di
bagian luar dibungkus oleh lapisan kasar atau serabut tebal yang berhubungan
dengan sembilan pasang aksonema. Selanjutnya aksonema dan serabut tebal di
bagian perifer dilapisi oleh sejumlah mitokondria, yang merupakan sumber energi
yang diperlukan untuk motilitas spermatozoa untuk bergerak. Bagian utama
(principal piece) pada sel spermatozoa di bagian tengahnya tersusun atas
akronema yang berhubungan langsung dengan serabut tebal dan bagian ujung
ekor (end piece) spermatozoa juga tersusun atas akronema, namun dibungkus oleh
membran plasma (Garner dan Hafez, 2008).
Gambar 2.1. Struktur Spermatozoa (Hafez, 2008)

Membran plasma berfungsi sebagai tempat keluar masuknya cairan seluler


di dalam sel spermatozoa (Garner dan Hafez, 2008); yang artinya untuk mengatur
lalu lintas keluar dan masuknya cairan-cairan elektrolit dalam proses biokimia sel
spermatozoa dan menjaga organel-orgenel sel di dalamnya. Membran plasma juga
digunakan sebagai tolak ukur dalam keberhasilan proses fertilisasi karena
berpengaruh terhadap motilitas dan viabilitas sel spermatozoa (Rizal dan Herdis,
2008).

1. Morfologi

Gambar 2.2. Struktur Morfologi Sperma Normal (Guyton dan Hall, 2007)
Morfologi sperma menunjukkan persentasi bentuk abnormal yang
ditemukan dalam semen. Terdapat dua klasifikasi yang digunakan untuk
menentukan morfologi sperma yaitu berdasarkan kriteria WHO, dan kriteria
Kruger’s strict. Teratozoospermia (<15% morfologi normal sperma) dapat terjadi
pada keadaan demam, varikokel, dan stres (Wein, dkk., 2012).

Tabel 2.1. Klasifikasi Morfologi Sperma (Wein,dkk, 2012)

B. Kualitas Spermatozoa
Spermatozoa yang sudah diejakulasikan akan dinilai berdasarkan beberapa
parameter agar dapat menunjang keberhasilan reproduksi. Parameter penilaian
spermatozoa yang sering digunakan diantaranya dengan melihat motilitas,
viabilitas, konsentrasi, dan integritas membran spermatozoa (Feradis, 2010).

a. Motilitas Spermatozoa
Motilitas spermatozoa merupakan hal dasar yang sangat penting sebagai
parameter penilaian spermatozoa. Spermatozoa yang sudah diejakulasikan harus
memiliki standar motilitas >70% dengan alasan agar dapat melewati saluran
reproduksi betina dengan pH asam dan untuk menunjang keberhasilan fertilisasi.
Motilitas merupakan salah satu faktor penting sebagai penentu kualitas
sperma pada analisa sperma. Motilitas spermatozoa sangat menentukan
keberhasilan spermatozoa menembus mukus serviks). Dengan demikian motilitas
merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan proses fertilisasi.
Turunnya motilitas spermatozoa akan berpengaruh pada terjadinya kehamilan
(Mortimer,1994).
Penilaian motilitas spermatozoa menurut Feradis (2010) dan metode
Garner dan Hafez (2008) dapat dilihat dengan menggunakan dua parameter yakni:
1.) Gerak Massa
Gerak massa terlihat seperti gumpalan awan hitam gelap dengan gerak
sangat cepat dan berpindah-pindah. Gerak massa spermatozoa tergantung pada
konsentrasi spermatozoa yang hidup di dalamnya. Menurut Susilawati (2011)
penilaian gerak massa dapat dinilai sebagai berikut:
- Sangat baik (+++), jika terlihat gelombang spermatozoa yang besar dengan
jumlah banyak, tampak berwarna gelap dan geraknya sangat aktif, serta
gumpalan awan hitam bergerak cepat yang selalu berpindah tempat.
- Baik (++), jika terlihat gelombang-gelombang kecil spermatozoa yang tipis,
jarang, dan geraknya lamban.
- Lumayan (+), jika tidak terlihat gelombang-gelombang spermatozoa, namun
hanya gerakan-gerakan individual aktif progresif.
- Buruk (0), jika terlihat hanya sedikit atau ada gerakan-gerakan individual
spermatozoa.

2.) Gerak individu


Penilaian gerak individu dapat diketahuai dengan cara menggunakan
pengamatan visual. Gerak individu mempunyai beberapa parameter menurut
Feradis (2010) yakni diantaranya:
- Gerakan terbaik adalah gerakan progresif atau gerakan aktif maju ke depan.
- Gerakan melingkar atau gerakan mundur adalah tanda-tanda spermatozoa telah
mengalami cold shock atau media semen yang kurang isotonik.
- Gerakan berayun dan berputar-putar di tempat tanda semen yang sudah tua.
- Kebanyakan spermatozoa yang berhenti bergerak, maka dianggap sudah mati.
Metode penilaian gerak invidu menurut Feradis (2010) dan Garner dan
Hafez (2008) antara lain:
0: Spermatozoa yang tidak bergerak.
1: Gerakan spermatozoa yang berputar-putar di tempat.
2: Gerakan spermatozoa yang berayun-ayun atau melingkar dengan gerakan
progresif kurang dari 50% dan tidak terdapat gelombang.
3: Gerakan progresif spermatozoa ke arah depan dengan jumlah 50% hingga
80%, serta menghasilkan gerakan massa spermatozoa.
4: Gerakan progresif spermatozoa yang gesit dan akan segera membentuk
gelombang dengan jumlah motilitas 90%.
5: Gerakan spermatozoa yang sangat progresif dengan timbulnya gelombang
sangat cepat dan dipastikan motilitasnya 100%.

Menurut Hafez (2008) syarat minimal nilai post thawing motility agar
spermatozoa dapat digunakan dalam IB adalah 40%.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi motilitas spermatozoa


Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi motilitas spermatozoa
baik yang bersifat endogen maupun eksogen. Faktor endogen merupakan keadaan
individu spermatozoa itu sendiri yang erat kaitannya dengan umur spermatozoa,
tingkat maturasi spermatozoa meliputi morfologi, faali dan sifat-sifat biokimia,
juga faktor yang menyangkut pengadaan energi misalnya transport melalui
membran spermatozoa, sumber nutrisi fruktosa dan juga kontraksi otot polos pada
duktus-duktus disaluran reproduksi. Duktus-duktus tersebut melaksanakan
beberapa fungsi penting sebagai jalan keluar sperma dari testis. Sewaktu keluar
meninggalkan testis, sperma belum mampu bergerak atau membuahi. Sperma
memperoleh kedua kemampuan tersebut dalam perjalanannya melintasi
epididimis. Diepididimis terjadi proses pematangan sperma yang dirangsang oleh
hormon testosteron yang tertahan didalam cairan tubulus oleh protein pengikat
androgen. Selain itu epididimis juga memekatkan sperma beberapa ratus kali lipat
dengan sebagian besar cairan yang masuk tubulus seminiferus. Sperma matang
secara perlahan bergerak melintasi epididdimis ke dalam duktus deferen akibat
kontraksi ritmik otot polos dinding saluran tersebut.
Duktus deferen berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma yang
penting karena sperma yang terkemas rapat relatif inaktif dan kebutuhan
metaboliknya juga rendah, sperma dapat disimpan dalam duktus deferen selama
beberapa hari meskipun tidak terdapat pasokan nutrien dari darah dan sperma
hanya mendapat makanan dari gula-gula sederhana yang dapat disekresi tubulus.
Selain saluran-saluran diatas juga terdapat kelenjar seks tambahan yang
berpengaruh pada motilitas sperma, yaitu vesikula seminalis. Pada vesikula
seminalis dihasilkan fruktosa yang berfunsi sebagai sumber energi utama untuk
sperma yang dikeluarkan, selain itu vesikula seminalis juga mengeluarkan
prostaglandin yang merangsang kontraksi otot polos disaluran. Semen yang encer
banyak mengandung glukosa, sehingga memberikan motilitas yang baik terhadap
spermatozoa. Pergerakan sperma normal adalah seperti linier, biasanya pada
pergerakan berbentuk spiral.
Faktor eksogen adalah faktor lingkungan yang berbeda diluar membran
spermatozoa, antara lain faktor biofisika dan faali meliputi viskositas, pH,
temperatur, dan komposisi ion dalam media yang ada disekelilingnya. Daya tahan
hidup spermatozoa dipengaruhi oleh pH, tekanan osmotik, elektrolit dan non
elektrolit, suhu dan cahaya. Pada umumnya sperma sangat aktif dan tahan hidup
lama pada pH sekitar 7. Motilitas partial dapat dipertahankan pada pH 5 dan 10.
Suhu mempengaruhi daya tahan hidup, peningkatan suhu akan meningkatkan
kadar metabolisme sehingga dapat mengurangi daya tahan hidup sperma.
Demikian juga cahaya matahari yang langsung mengenai spermatozoa akan
memperpendek usia sperma. Terdapat hubungan antara volume semen dengan
motilitas spermatozoa, yaitu semakin encer cairan semen maka motilitas
spermatozoa semakin tinggi karena spermatozoa memperoleh makanan yang
cukup dari plasma semen. Sebab semakin encer cairan semen maka kadar sodium
yang terdapat dalam semen semakin tinggi, sehingga motilitas dan fertilitas
spermatozoa semakin tinggi.
c. Viabilitas Spermatozoa
Menurut Susilawati (2011) penilaian viabilitas spermatozoa sangat penting
karena untuk mengetahui daya hidup sel spermatozoa selama berada di dalam
pengencer. Pengujian dilakukan dengan cara diberikan pewarnaan menggunakan
eosin-negrosin. Ketika dilakukan pengujian viabilitas spermatozoa, maka terlihat
hasil bahwa sel-sel spermatozoa yang masih hidup akan sedikit atau tidak sama
sekali menyerap warna, sedangkan sel-sel spermatozoa yang mati akan dapat
menyerap warna sehingga nampak berubah warna menjadi merah atau merah
muda. Sel spermatozoa yang mati dapat menyerap warna dikarenakan
permeabilitas membran sel spermatozoa lebih tinggi dibanding sekitarnya. Syarat
untuk keberhasilan IB diperlukan viabilitas spermatozoa sebesar 60–80%
(Anggraeny dkk., 2004).

Gambar 2.3. Gambar uji viabilitas spermatozoa. Keterangan:


(A) Spermatozoa mati (B) Spermatozoa hidup (Perez, dkk., 2008)

Standar nilai viabilitas normal dalah ≥ 58%. Bila sperma yang motil
ditemukan kurang dari 58% sperma yang viabel, maka kemungkinan motilitas
sperma akan menurun karena terdapat sperma yang mati (nekrospermia). Perlu
dilakukan pemeriksaan viabilitas pada analisa sperma ini.

C. Konsentrasi
Konsentrasi spermatozoa sangat penting karena untuk dapat mengetahui
berapa besar pengencer yang digunakan (Susilawati, 2011). Menurut Feradis
(2010) metode penghitungan konsentrasi spermatozoa salah satunya dapat
dilakukan dengan menggunakan spectrofotometer atau hemocytometer. Prosedur
menghitung spermatozoa menggunakan hemocytometer adalah: semen dihisap
dengan pipet eritrosit hingga tanda 0,5, kemudian hisap larutan NaCl 3% hingga
mencapai tanda 101 (yang berarti semen diencerkan 200x). Pipet eritrosit
digoyang-goyang membentuk angka delapan agar semen tercampur homogen
dengan larutan NaCl 3%. Buang campuran tersebut beberapa tetes dan digoyang
lagi, kemudian tempatkan satu tetes pada kamar hitung Neubauer yang ditutup
dengan gelas penutup. Hitung spermatozoa yang terdapat di dalam lima kotak
pada posisi diagonal. Karena setiap kamar memiliki 16 kamar kecil, maka di
dalam 5 kamar terdapat 80 ruangan kecil. Seluruh gelas hemocytometer memiliki
400 ruangan kecil dengan volume setiap ruangan kecil adalah 0,1 mm3 dan
pengenceran 200x serta jika di dalam 5 kamar atau 80 ruangan kecil terdapat N
spermatozoa, maka konsentrasi spermatozoa semen yang dievaluasi adalah N x
0,01 juta spermatozoa per mm3 atau N x 10 juta spermatozoa per milimeter semen
(Rizal dan Herdis, 2008).

D. Pengencer Semen
Pengenceran semen adalah upaya untuk memperbanyak volume semen,
mengurangi kepadatan spermatozoa serta menjaga kelangsungan hidup
spermatozoa sampai waktu tertentu pada kondisi penyimpanan di bawah atau di
atas titik beku (Rusdin dan Jum’at 2000). Pengenceran dan penyimpanan semen
merupakan usaha mempertahankan fertilitas spermatozoa dalam periode yang
lebih lama yakni untuk memperpanjang daya hidup spermatozoa, motilitas, dan
daya fertilitasnya (Rusdin dan Jum’at 2000).
Beberapa bahan pengencer yang umum digunakan dalam pengencer semen
adalah kuning telur, susu, air kelapa. Bahan pengencer lain yang berpotensi
dimanfaatkan untuk dapat mempertahankan kualitas spermatozoa adalah
pengencer NaCl Fisiologis, Ringer Laktat dan Ringer Dextrose. Ketiga larutan
tersebut dapat digunakan sebagai pengencer semen sebab komposisi kimianya
relatif isotonis dengan cairan tubuh dan plasma semen.
Larutan pengencer semen yang memiliki komposisi kimia lebih lengkap
akan memberikan fungsi yang baik bagi spermatozoa yang diencerkan, subtrat-
subtrat nutrisi diperlukan spermatozoa untuk mempertahankan hidupnya, terutama
bagi spermatozoa yang disimpan terlebih dahulu sebelum diinseminasikan
(Ridwan, 2008).
Bahan pengencer yang efektif untuk spermatozoa harus mengandung zat-
zat makanan, ion-ion, daya penggerak, dan ikatan kimia yang diperlukan untuk
mempertahankan proses pertukaran zat yang seimbang dalam sel-sel, pH yang
sesuai, dan tekanan osmotik yang optimum (Salisbury dan VanDemark, 1985).
Kadar pengenceran juga perlu ditentukan agar supaya setiap satuan
volume semen yang akan diinseminasikan ke hewan betina mengandung cukup
spermatozoa untuk memberikan fertilitas atau kesuburan yang tinggi tanpa
membuang-buang spermatozoa yang berlebihan (Toelihere, 1985).
Rizal (2006) menyatakan bahwa penyimpanan semen pada suhu rendah
(umumnya pada suhu 3-5°C dan -196°C) sering terjadi suatu proses yang disebut
cekaman dingin (cold shock) yang dapat merusak membran plasma sel dan
berakibat kematian spermatozoa. Usaha untuk mempertahankan fertilitas
spermatozoa dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu dengan penambahan
pengencer yang dapat menjamin kebutuhan fisik dan kimiawi spermatozoa dan
penyimpanan pada kondisi dan suhu tertentu yang dapat mempertahankan
kualitasnya.
Spermatozoa fungsional yang normal dapat menghasilkan Reactive
Oxygen Spesies (ROS) (Rizal, 2009), oleh sebab itu perlu adanya pengencer yang
berfungsi untuk meminimalisir timbulnya cold shock dan ROS. Fungsi pengencer
adalah dapat menunjang dan mempertahankan kehidupan spermatozoa selama
massa penyimpanan. Untuk dapat dijadikan sebagai pengencer semen, maka
pengencer harus dapat menyediakan zat-zat makanan yang digunakan sebagai
sumber energi spermatozoa. Hal yang sangat penting adalah dapat melindungi
spermatozoa dari cold shock saat penyimpanan, serta menyanggah perubahan pH
yang terlalu asam akibat asam laktat hasil metabolisme spermatozoa. Tekanan
osmotik dan keseimbangan cairan elektrolitnya juga harus dapat dijaga dan dapat
mencegah pertumbuhan dan berkembangnya bakteri dengan harapan volume
semen dapat diperbanyak (Feradis, 2010).
Feradis (2010) menyatakan bahwa syarat-syarat untuk dapat digunakan
sebagai pengencer seharusnya bahan-bahan yang digunakan hendaknya murah,
sederhana, dan praktis. Sebaiknya juga diperhatikan pengencer mengandung
unsur-unsur yang sifat fisik dan kimianya hampir sama dengan spermatozoa.
Pengencer juga harus dapat mempertahankan dan tidak membatasi fertilisasi
spermatozoa, terlebih lagi tidak boleh mengandung toksik. Saat penilaian motilitas
spermatozoa harus dapat terlihat dengan mudah agar nilai pergerakan semen dapat
ditentukan. Untuk dapat melakukan penyimpanan semen manusia dengan
pengencer alternatif yang mudah didapat dan kualitasnya baik, salah satunya
adalah menggunakan pengencer dasar Tris. Pengencer dasar Tris tersusun atas
Tris, asam sitrat, fruktosa, antibiotik penicillin, sterptomycin, kuning telur dan
akuabidestilata. Kelebihan dari pengencer dasar Tris adalah telah mengandung
antibiotik (sebelum ditambahkan kuning telur) dan dapat disimpan dalam
refrigerator suhu 3-5oC hingga tujuh hari tanpa mengurangi daya preservasinya
terhadap spermatozoa (Rizal dan Herdis, 2008).
Menurut hasil penelitian Pravitasari (2013) pengencer dasar Tris dikenal
mempunyai hasil yang baik terhadap keberhasilan pembekuan semen, selain itu
pengencer dasar Tris mempunyai kemampuan mempertahankan motilitas
spermatozoa yang tinggi karena pengencer dasar mengandung zat sumber energi,
antara lain fruktosa dan asam sitrat sebagai buffer dan meningkatkan aktifitas
spermatozoa.
Kelebihan lain dari pengencer dasar Tris adalah komposisi karbohidratnya
sesuai dengan substrat utama yang digunakan dalam metabolisme spermatozoa.
Fruktosa merupakan substrat utama yang digunakan dalam proses metabolisme
untuk menghasilkan energi berupa ATP bagi spermatozoa.
Asam sitrat berfungsi sebagai buffer yang mengikat butir-butir
krioprotektan, menjaga tekanan osmotik, dan menjaga keseimbangan elektrolit
(Susilawati, 2011). Dengan adanya kadar asam sitrat yang cukup tinggi dalam
semen akan mengikat ion kalsium menjadi kalsium-sitrat atau dapat mencegah
presipitasi semen, sehingga dapat menekan pengaruh buruk ion kalsium terhadap
spermatozoa.
Penambahan antibiotik ke dalam pengencer semen bertujuan untuk
mempertahankan daya tahan hidup spermatozoa selama penyimpanan dan
meminimalisir perkembangan mikroorganisme. Antibiotik yang umum digunakan
dalam pengencer semen adalah kombinasi antara penisilin dan streptomisin.
Kombinasi ini dilakukan karena masing-masing memiliki fungsi yang berbeda,
yakni terhadap mikroorganisme gram positif dan negatif. Antibiotik memang
tidak membunuh mikroorganisme, tetapi berfungsi dalam menghambat
perkembangan mikroorganisme (Rizal dan Herdis, 2008).
Bahan pengencer yang dapat mempertahankan osmolaritas spermatozoa
adalah dengan unsur utama Tris dikarenakan mengandung garam dan asam amino
(Hafez, 2008). Tris berfungsi sebagai buffer yang dapat digunakan untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik dan keseimbangan elektrolit.Tingkat
osmolaritas juga dipengaruhi oleh kandungan bahan-bahan kimia yang terkandung
dalam cairan seminal plasma yang memiliki pengaruh pada sel spermatozoa.
Kandungan bahan kimia dalam cairan seminal plasma digolongkan menjadi dua
golongan utama yaitu kelompok elektrolit yang berupa ion dan kelompok non
elektrolit yang berupa gula (Purdy, 2006). Menurut penelitian Irawan (2010)
pengaruh larutan fruktosa sebagai gula menjadikan sel spermatozoa aktif atau
motil yang memiliki persentase motilitas 98,3%. Hal ini menunjukkan tingkat
osmolaritas larutan fruktosa di bawah 300 mOsm/kg dapat memicu spermatozoa
untuk aktif atau motil.
Kuning telur memiliki komposisi gizi yang lebih lengkap dibandingkan
dengan putih telur. Komposisi utama kuning telur adalah air, protein, lemak,
karbohidrat, mineral dan vitamin. Protein yang terkandung dalam kuning telur
termasuk protein yang sempurna karena mengandung semua jenis asam amino
esensial dalam jumlah yang cukup besar.Menurut Toelihere (1985), kuning telur
mengandung lipoprotein dan lichtin yang dapat digunakan untuk mempertahankan
dan melindungi integritas selubung lipoprotein dari sel spermatozoa serta dapat
mencegah cold shock.
Komposisi kuning telur antara lain adalah :
Komposisi telur ayam Satuan
Kalori (kal) 16,2
Protein (g) 11,5
Karbohidrat (g) 0,7
Kalsium (g) 54
Fosfor (g) 180
Besi (mg) 2,7
Vitamin A (UI) 900
Vitamin B (mg) 0,1
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 74
Bdd (%) 90

E. Suhu
Suhu adalah suatu besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau
dingin suatu benda. Suhu ini menjelaskan ukuran rata-rata energi kinetik partikel-
partikel di dalam suatu bahan, dan terkait dengan panasnya atau dinginnya suatu
benda. Untuk mengetahui pasti dingin atau panasnya suatu benda, diperlukan
suatu besaran yang dapat diukur dengan alat ukur.

a. Pengaruh Suhu Terhadap Motilitas Spermatozoa


Suhu memiliki peranan dalam mempengaruhi motilitas spermatozoa.
Secara teoriris suhu udara yang menurun akan mempengaruhi motilitas
spermatozoa menjadi lebih lama dan suhu yang meningkat akan mengakibatkan
motilitas spermatozoa menjadi lebih cepat berhenti. Pada suhu dingin motilitas
spermatozoa akan bertahan lebih lama akan tetapi kualitas sperma menurun
dengan dipengaruhi lamanya waktu penyimpanan.
Hal ini disebabkan oleh proses metabolisme yang terjadi selama
penyimpanan. Meskipun metabolisme dihambat pada penyimpanan suhu rendah,
tetapi metabolisme masih tetap terjadi. Proses metabolisme spermatozoa akan
dihasilkan memiliki hasil akhir radikal bebas berupa derivat oksigen diantaranya
adalah singlet oxygen, triplet oxygen, superoxide anion, hydroxylradical dan nitric
oxide yang keseluruhannya disebut dengan reactive oxygens pecies. Singlet
oxygendapat merusak ikatan rangkap pada asam lemak sehingga dapat
menyebabkan kerusakan pada DNA dan protein spermatozoa. Dengan
menurunkan suhu penyimpanan sampai 4-50C, metabolisme akan dihambat dan
dapat mempertahankan hidup spermatozoa lebih lama dibandingkan dengan
penyimpanan pada suhu ruangan.
Temperatur merupakan salah satu penyebab terjadinya peningkatan laju
metabolisme dan daya tahan sperma menurun bila terjadi peningkatan temperatur
semen. Proses preservasi semen pada suhu rendah (umumnya pada suhu 3–5°C
dan -196°C) kerusakan spermatozoa akan terjadi akibat adanya pengaruh kejutan
dingin (cold shock) yang dapat merusak membran plasma sel dan berakibat
kematian spermatozoa.
Pada keadaan sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan
terhenti sehingga suhu akan turun menuju suhu udara atau medium disekitarnya.
Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi, dan pancaran
panas. Pada waktu awal post mortem penurunan suhu akan sangat lambat karena
masih ada produksi panas dari proses glikogenolisis, tetapi sesudah itu penurunan
menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Pada
penelitian ini diberikan perlakuan berupa perbedaan suhu baik pada suhu kamar
ataupun pada suhu 5°C, dan hal tersebut akan mempengaruhi motilitas
spermatozoa menjadi lebih cepat atau lambat.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Penelitian dilakukan pada tanggal 14-24 Februari 2017 di Laboratorium
Kultur Jaringan gedung C9 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Surabaya.

B. Alat dan Bahan

No Alat Bahan
1 Gelas obyek Semen segar manusia
2 Gelas penutup Alkohol
3 Tabung setrifus plastic Kapas
4 Aluminium foil Tris
5 Pipet steril Asam sitrat
6 Stik gelas Glukosa
7 Mikropipet ukuran Fruktosa
8 Mikrotip Penisilin-streptomisin
9 Hemositometer Kuning telur segar
10 Cawan petri Deionize water / air untuk infus
11 Rak tabug reaksi Pewana eosin negrosin
12 Water bath -
13 Hand conter -
14 Mikroskop cahaya -
15 Pembakar Bunsen -
Gelas beker ukuran 50, 100,
16 -
250 ml
17 Kertas saring -
Syringe/jarum suntik ukuran 5,
18 -
10 ml

C. Prosedur Kerja
1. Sterilisasi Peralatan
a. Bersihkan semua peralatan dari bahan-bahan yang menempel dengan
menggunakan air mengalir.
b. Rendamlah semua peralatan dengan sabun tidak berbau (teepol)
semalam.
c. Gosok dan bilas dengan air mengalir sebanyak 5 kali.
d. Rebus dengan air panas selama 5 menit.
e. Bilas dengan air DO / aquades steril sebanyak 2kali.
f. Keringkan.
g. Lakukan sterilisasi kering untuk peralatan dari gelas di dalam oven.
h. Lakukan sterilisasi basah atau di UV untuk peralatan dari plastik.

2. Pembuatan Pengencer Dasar Tris


a. Timbang tris 3,025 g; asam sitrat 1,7g; glukosa 0,180g; fruktosa
0,180g; penisilin 0,1g; streptomisin 0,1g.
b. Campurkan semua bahan kimia ke dalam gelas beker, tambahkan air
Do sebanyak 75 ml, lalu goyang-goyangkan gelas beker untuk
membantu homogenisasi.
c. Jika semua sudah larut, tambahkan lagi air DO sampai larutan
menunjukkan volume 100 ml.
d. Sterilisasi dengan menggunakan membrane milipor di LAF.
e. Simpan pengencer dasar tris ke dalam lemari es.

3. Suplementasi Kuning Telur


a. Keluarkan pengencer dasar tris dari lemari es, biarkan dalam suhu
ruang supaya suhunya naik dan mudah untuk dicampur dengan kuning
telur.
b. Ambil air yang masih baru, bersihkan kotoran yang menempel pada
cangkang dengan sabun dan air mengalir.
c. Sterilisasi telur dengan cara disemprot dengan menggunakan alcohol
70%.
d. Pecahkan telur pada bagian tengah dengan menggunakan pisau atau
pinset.
e. Ambil bagian kuning telurnya saja, usahakan utuh tidak pecah,
gulingkan pada kertas saring untuk menghilangka sisa putih telur.
f. Masukkan kuning telur pada cawan petri steril.
g. Ambil kuning telur dengan cara disedot menggunakan jarum suntik.
h. Ambil pengencer dasar tris sebanyak 80 ml dengan menggunakan
syringe, masukkan dalam tabung reaksi plastic steril.
i. Tambahkan kuning telur sebanyak 20 ml, homogenkan dengan cara
dikocok-kocok.
j. Simpan dalam lemari es selama 3 hari, ambil bagian supernatant untuk
pengencer.

4. Proses Pengencer Semen


a. Siapkan tabung reaksi steril yang sudah dibungkus dengan aluminium
foil.
b. Ambil semen segar dengan menyemprotkan larutan PBS/ pengencer
tris ke saluran epididimis, kemudian epididimis dipencet untuk
mengeluarkan semen, simpan dalam tabung reaksi plastic steril dalam
keadaan hangat(suhu 37oC).
c. Hitung segera konsentrasi spermatozoa dengan menggunakan
hemositometer.
d. Lakukan pengamatan motilitas spermatozoa dari semen segar.
e. Lakukan proses pengenceran dengan menggunakan prinsip
pengenceran : V1M1=V2M2.
f. Dalam proses pengenceran, terlebi dahulu ambil semen segar dengan
menggunakan mikropipet sesuai ukuran hasil hitungan, kemuadian
tambahkan pengencer sesuai dengan hasil hitungan, lakukan pengencer
pada suhu hangat.
g. Tentukan konsentrasi spermatozoa sebesar 25 x 106 setelah dilakukan
pengenceran.

5. Pengamtan Mortalitas Spermatozoa


a. Lakukan pengambilan spermatozoa dengan menggunakan stik gelas
dengan terlebih dahulu diaduk-aduk agar spermatozoa dapat terbawa.
b. Teteskan semen pada gelas obyek.
c. Panaskan sebentar dengan cara dilewat-lewatkan di atas Bunsen.
d. Amati motilitas spermatozoa bdi bawah mikroskop.

6. Pengamatan Viabilitas Spermatozoa


a. Lakukan pengambilan semen dengan menggunakan stik gelas.
b. Teteskan pada gelas obyek.
c. Ambil pewarna eosin negrosin, teteskan pada obyek yang sama denga
semen.
d. Ambil gelas obyek yang lain.
e. Campurkan semen dengan pewarna eosin negrosin dengan
menggunakan ujung gelas obyek.
f. Buat hapusan antara semen dan eosin negrosin dengan menggunkan
ujung gelas obyek.
g. Amati di bawah mikroskop viabilitas spermatozoa yang ditandai
dengan spermatozoa yang masih hidup tidak berwarna, spermatozoa
yang sudah mati berwarna biru keunguan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Spermatozoa Manusia.
Hasil
Hari/ Tanggal/ Pukul Perlakuan
Motilitas Viabilitas
22 Februari 2017/ Hari
Semen segar 40% 62,5%
ke-0/ pukul 15.38

Kontrol 10% 40%

23 Februari 2017/ Hari Konsentrasi 10% 15% 40%


ke-1/ pukul 10.00
Konsentrasi 15% 15% 53,8%
(setelah semen disimpan)

Konsentrasi 20% 10% 44,4%

Kontrol 5% 30%

23 Februari 2017/ Hari Konsentrasi 10% 5% 37,5%


ke-1/ pukul 16.10
(setelah semen disimpan) Konsentrasi 15% 10% 40%

Konsentrasi 20% 10% 40%

Kontrol 0% 0%

23 Februari 2017/ Hari Konsentrasi 10% 5% 33,3%


ke-2/ pukul 08.10
(setelah semen disimpan) Konsentrasi 15% 0% 0%

Konsentrasi 20% 0% 33,3%


B. Pembahasan
Spermatozoa yang sudah diejakulasikan akan dinilai berdasarkan beberapa
parameter agar dapat menunjang keberhasilan reproduksi. Parameter penilaian
spermatozoa yang sering digunakan diantaranya dengan melihat motilitas,
viabilitas, konsentrasi, dan integritas membran spermatozoa (Feradis, 2010).
Berdasarkan data diatas pengamatan terhadap semen segar didapatkan
viabilitas 62,5% dan Motilitas 40% sehingga semen segar tersebut dapat
dilakukan penyimpanan pada media tris dengan suplemen kuning telur.
Nilai viabilitas 62,5% telah memenuhi syarat minimal agar dapat
disimpan dimana WHO (2010) menjelaskan bahwa standar nilai viabilitas normal
adalah ≥ 58% untuk dapat dilakukan penyimpanan. Bila sperma yang motil
ditemukan kurang dari 58% sperma yang viabel, maka kemungkinan motilitas
sperma akan menurun dengan cepat karena terdapat sperma yang mati
(nekrospermia) Anggraeny, dkk (2004) juga menjelaskan syarat untuk
keberhasilan IB diperlukan viabilitas spermatozoa sebesar 60–80%. Sedangkan
untuk nilai motilitas semen segar dijelaskan oleh Hafez (2008) syarat minimal
nilai post thawing motility agar spermatozoa dapat digunakan dalam penyimpanan
hingga Inseminasi Buatan adalah 40%.
Pengenceran semen dilakukan pada konsentrasi 10%, 15% dan 20%.
Pengenceran semen adalah upaya untuk memperbanyak volume semen,
mengurangi kepadatan spermatozoa serta menjaga kelangsungan hidup
spermatozoa sampai waktu tertentu pada kondisi penyimpanan dibawah atau
diatas titik beku (Rusdin dan Jum’at 2000). Pengamatan spermatozoa dilakukan
selama 2 hari dengan waktu pengamatan pagi dan sore.
Penambahan pengencer larutan pengencer yang dapat mempertahankan
kehidupan spermatozoa dengan memberikan nutrisi sumber energi. Pada proses
penyimpanan spermatozoa diperlukan bahan pengencer yang tidak hanya sebagai
bahan pengencer sperma saja tetapi juga harus mampu berfungsi sebagai penyedia
sumber nutrisi bagi spermatozoa sehingga fungsionalitas dan kapabilitas
spermatozoa dapat dipertahankan. Pada praktikum ini digunakan pengencer tris
dengan suplemen kuning telur. Menurut hasil penelitian Pravitasari (2013)
pengencer dasar Tris dikenal mempunyai hasil yang baik terhadap keberhasilan
pembekuan semen, selain itu pengencer dasar Tris mempunyai kemampuan
mempertahankan motilitas spermatozoa yang tinggi karena pengencer dasar
mengandung zat sumber energi, antara lain fruktosa dan asam sitrat sebagai buffer
dan meningkatkan aktifitas spermatozoa. Kelebihan lain dari pengencer dasar Tris
adalah komposisi karbohidratnya sesuai dengan substrat utama yang digunakan
dalam metabolisme spermatozoa. Fruktosa merupakan substrat utama yang
digunakan dalam proses metabolisme untuk menghasilkan energi berupa ATP
bagi spermatozoa. Kuning telur memiliki komposisi gizi yang lebih lengkap
dibandingkan dengan putih telur. Komposisi utama kuning telur adalah air,
protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin (Sarwono,1995). Protein yang
terkandung dalam kuning telur termasuk protein yang sempurna karena
mengandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah yang cukup besar
(Haryanto, 1996). Menurut Toelihere (1979), kuning telur mengandung
lipoprotein dan lichtin yang dapat digunakan untuk mempertahankan dan
melindungi integritas selubung lipoprotein dari sel spermatozoa serta dapat
mencegah cold shock.
Pengamatan motilitas dilakukan dengan cara mengambil satu tetes sperma
dengan menggunakan pipet (±0,01 ml) dan diletakkan pada obyek glass kemudian
diteteskan dengan aquades diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400X
kemudian mengitung jumlah spermatozoa yang masih bergerak. Pengamatan
viabilitas dilakukan dengan cara menggunakan pengencer berupa larutan pewarna
eosin. Prosedur pengamatan dengan metode pewarnaan yaitu dengan mengambil
satu tetes sperma (± 0,01 ml) yang telah disimpan tadi dan letakkan pada obyek
glass kemudian ditambah dengan cairan pewarna eosin lalu homogenkan,
selanjutnya dibuat preparat dengan cara menekan dan mendorong menggunakan
cover glass membentuk sudut 45o kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan
pembesaran 400x, untuk dihitung jumlah spermatozoa yang hidup dan berapa
jumlah spermatozoa yang mati agar dapat diperoleh viabilitas dari spermatozoa.
Sperma yang mati akan menyerap zat warna merah dan yang hidup akan tetap
berwarna transparan pada bagian dalam selnya. (N, Solihati, 2008).
Pemeriksaan viabilitas berguna untuk mengetahui sampai berapa lama
spermatozoa tersebut hidup (viable) atau tidak hidup (unviable) yang pada
penampakan spermatozoa tidak bergerak atau imotil dalam proses penyimpanan
dengan penambahan larutan pengencer. Spermatozoa yang imotil belum tentu
spermatozoa tersebut sudah mati. Lingkungan yang tidak sesuai akan
menyebabkan spermatozoa tidak mampu bergerak tetapi jika spermatozoa tersebut
berada lingkungan yang mendukung maka spermatozoa tersebut akan bergerak
kembali. (Souhoka, D.F., dkk. 2009)
Pengamatan pada hari pertama hingga hari kedua perlakuan kontrol
memiliki nilai viabilitas dan motilitas lebih kecil dibandingkan perlakuan dengan
konsentrasi 10%, 15% dan 20%. Nilai viabilitas dan motilitas spermatozoa terus
menurun dan nilai tertinggi pada konsentrasi 20%. Hal tersbut disebabkan karena
pada konsentrasi 20% kepadatan spermatozoa yang rendah dengan bahan
pengencer yang sama sehingga suplemen lebih efektif untuk spermatozoa pada
konsentrasi 20% yang menyebabkan pada konsentrasi 20% lebih bertahan lama.
Rahardianto, dkk (2012) menjelaskan masih adanya nilai motilitas
spermatozoa setelah dilakukan penyimpanan dikarenakan nutrisi yang disediakan
larutan pengencer masih ada untuk digunakan spermatozoa. Penurunan persentase
motilitas spermatozoa selama penyimpanan terjadi karena berkurangnya oksigen.
Selama penyimpanan wadah yang digunakan untuk menampung sperma dan
larutan pengencer adalah tabung yang ditutup rapat dan disimpan dalam lemari es.
Selama penyimpanan, spermatozoa terus melakukan aktivitas yang membutuhkan
energi dimana energi tersebut dapat berasal dari plasma sperma maupun
pengencer yang ditambahkan. Metabolisme spermatozoa dapat berlangsung secara
aerob maupun anaerob. Ketika terdapat oksigen, metabolisme fruktosa 9 kali lebih
efisien dalam menghasilkan energi dan dimetabolisir secara sempurna menjadi
CO2 + H2O. Sebaliknya, jika ketersediaan oksigen tidak mencukupi maka
metabolisme spermatozoa akan berjalan secara anaerob. Metabolisme
spermatozoa dalam keadaan anaerob menghasilkan asam laktat yang
mengakibatkan penurunan pH di lingkungan sperma. Pada kondisi lingkungan
yang asam, daya gerak spermatozoa akan menurun. Peningkatan konsentrasi laktat
melebihi batas toleransi dapat menyebabkan kematian. (Rahardianto, dkk. 2012).
Pada penelitian ini dihasilkan persentase motilitas yang masih layak
dipakai untuk inseminasi buatan atau diteliti lebih lanjut hanya sampai hari
pertama pada pengamatan jam sore, karena standar motilitas yang banyak
digunakan dalam program inseminasi buatan ataupun diteliti lebih harus memiliki
persentase motilitas paling sedikit 40%. Setelah penyimpanan selama sehari rata-
rata motilitas spermatozoa terjadi penurunan motilitas hingga dibawah 35%.
(Rahardianto, dkk. 2012).
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu :
1. Pengencer tris dengan konsentrasi kuning telur 10% merupakan konsentrasi
yang paling optimal terhadap kualitas (motilitas dan viabilitas) spermatozoa
manusia pada penyimpanan suhu refrigerator 40-50C.
2. Spermatozoa manusia pada pengencer tris dengan suplemen kuning telur yang
disimpan dalam suhu refrigerator 40-50C mampu bertahan hingga 30 jam.

B. Saran
Diharapkan pada penelitian selanjutnya, menggunakan pengencer yang
lebih cocok untuk penyimpanan spermatozoa manusia agar waktu penyimpanan
dapat bertahan lebih lama dan kualitas spermatozoa (motilitas dan viabilitas) lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeny, Yenny Nur., Affandhy, Lukman., dan Rasyid, Ainur. 2004.


Effektifitas Substitusi Pengencer Tris-Sitrat Dan Kolesterol Menggunakan
Air Kelapa Dan Kuning Telur Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi
Potong. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner 2004.
D.F. Souhoka, M.J. Mataluta, W.M.M. Nalley dan M. Rizal,
“LaktosaMempertahankan Daya Hidup Spermatozoa Kambing Peranakan
Etawahyang Dipreservasi dengan Plasma Semen Domba Priangan,”
JurnalVeteriner September, Vol. 10, No 3 (2009) 135-142.
Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: Alfabeta.
Garner, D. L. and E.S.E. Hafez. 2008. Spermatozoa and Plasma Semen. In:
Reproduction in Farm Animal. Hafez, E.S.E. and B. Hafez (Eds). 7th Edn,
Lippicott and Williams, Baltimore, Marryland, USA., pp:96-109.
Hafez, E.S.E. 2008. Semen Evaluation in Reproduction In Farm Animals 7 the
edition. Maryland, USA: Lippincott Wiliams and Wilkins.
Mortimer D. 1994. Practical laboratory andrology. University Press. New York
Oxford pp 301 –320.
N. Solihati, “Studi Terhadap Kualitas Dan Daya Tahan
HidupSpermatozoaCaudaEpididimidis Domba Garut Menggunakan
BerbagaiJenis Pengencer,” In Proc. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan danVeteriner, Puslitbang Peternakan, Bandung (2008) 401-
408.
Perez, F., J. Mosqueda, H. Gonzales, Valencia. 2008. Viability of Fresh and
Frozen Bull Sperm Compared By Two Staining Techniques. Acta
Veterinaria Brasilica. Vol. 2 No. 4 123-130.
Pravitasari, B.H. 2013. Kualitas Semen Beku Kambing Peranakan Etawah
Menggunakan Modifikasi Pengencer Tris Soya Dan Tris Kuning Telur.
Jurnal IPB Repository – Veterinary Clinic Reproduction and Phatology.
FKH IPB.
Purdy, P.H. 2006. A Review On Goat Sperm Cryopreservation. Small Rum Res.
63:215-225.
Rahardhianto, Arsetyo., Abdulgani, Nurlita dan Ninis Trisyani. 2012. “Pengaruh
Konsentrasi Larutan Madu dalam NaClFisiologis terhadap Viabilitas dan
MotilitasSpermatozoa Ikan Patin (pangasiuspangasius) selamaMasa
Penyimpanan”. JurnalSAINS DAN SENI ITS, Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012).
Ridwan, 2008. Pengaruh Jenis Pengecer Semen Terhadap Motilitas,
Abnormalitas dan Daya Tahan Hidup Spermatozoa Ayam Buras pada
Penyimpanan Suhu 5 o C. J. Agroland Vol. 15 (3) : 229-235.
Rizal, M. 2009. Daya Hidup Spermatozoa Epididimis Sapi Bali yang Dipreservasi
pada Suhu 3-5oC dalam Pengencer Tris dengan Konsentrasi Laktosa yang
Berbeda. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Indonesian. Vol. 14: 142-149.
Rizal, M. dan Herdis. 2008. Inseminasi Buatan pada Domba. Jakarta: Rineka
Cipta.
Rusdin dan K. Jum’at., 2000. Motilitas dan Recovery Sperma Domba dalam
Berbagai Pengencer Selama Penyimpanan Pada Suhu 5 º C. Laporan
Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu.
Salisbury, G. W. dan Vandemark, N. L. 1985. Fisiologi Reproduksi dan
Inseminasi Buatan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Susilawati, T. 2011. Spermatozoatology. Malang. Universitas Brawijaya Press.
Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung: Angkasa.
Toelihere, M. R. 2006. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung: Angkasa.
LAMPIRAN

Alat dan bahan untuk pengenceran


semen Pengencer Kontrol

Pengencer dengan konsentrasi 10%, Pengamatan viabilitas semen manusia


15% dan 20% pada perlakuan kontrol hari ke 0

Pengamatan viabilitas semen manusia Pengamatan viabilitas semen manusia


pada perlakuan konsentrasi 10% hari ke pada perlakuan konsentrasi 15% hari ke
0 0

Pengamatan viabilitas semen manusia Pengamatan viabilitas semen manusia


pada perlakuan konsentrasi 20% hari ke pada perlakuan kontrol hari ke 1
0
Pengamatan viabilitas semen manusia Pengamatan viabilitas semen manusia
pada perlakuan konsentrasi 10% hari ke pada perlakuan konsentrasi 15% hari ke
1 1

Pengamatan viabilitas semen manusia


pada perlakuan konsentrasi 20% hari ke
1 Pengamatan viabilitas semen manusia
pada perlakuan kontrol hari ke 2

Pengamatan viabilitas semen manusia Pengamatan viabilitas semen manusia


pada perlakuan konsentrasi 10% hari ke pada perlakuan konsentrasi 15% hari ke
2 2

Pengamatan viabilitas semen manusia


pada perlakuan konsentrasi 20% hari ke
2
1. Semen segar
Motilitas = 40%
Viabilitas = 5/8 x 100% = 62,5%
= 5/9 x 100% = 55,7%
= 3/5 x 100% = 60%
2. Hari 1
 pagi
a. kontrol
Mortalitas = 10%
Viabilitas = 4/10 x 100% = 40%
b. 10%
Mortilitas = 15%
Viabilitas = 6/15 x 100% = 40%
c. 15%
Mortilitas = 15%
Viabilitas = 7/13 x 100% = 53,8%
d. 20%
Mortilitas = 10%
Viabilitas = 4/9 x 100% = 44,4%
 Sore
a. kontrol
Mortalitas = 5%
Viabilitas = 3/10 x 100% = 30%
b. 10%
Mortilitas = 5%
Viabilitas = x 100% = 37,5%
c. 15%
Mortilitas = 10%
Viabilitas = 6/15x 100% = 40%
d. 20%
Mortilitas = 10%
Viabilitas = 4/10 x 100% = 40%
3. Hari 2
a. kontrol
Mortalitas = 0%
Viabilitas = 0/4 x 100% = 0%
b. 10%
Mortilitas = 5%
Viabilitas = 1/3 x 100% = 33,3%
c. 15%
Mortilitas = 0%
Viabilitas = 0/2 x 100% = 0%
d. 20%
Mortilitas = 0%
Viabilitas = 1/7 x 100% = 33,3%

Anda mungkin juga menyukai