OLEH :
1. Windi Nur Pratama (12030204211)
2. Alfia Kusuma Ramadhani (12030204217)
3. Rifanni Putri Andina (12030204242)
A. Latar Belakang
Usaha peternakan di Indonesia belum mencapai tingkat perkembangan yang
menggembirakan. Sampai saat ini pemerintah telah melakukan bermacam-macam
upaya guna mencapai tingkatan yang diinginkan. Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah untuk peningkatan populasi ternak adalah teknologi reproduksi inseminasi
buatan.
Pengembangan usaha peternakan melalui inseminasi buatan adalah untuk
memperbaiki mutu genetik ternak, peningkatan kualitas dan kuantitas, serta
menguntungkan peternak. Inseminasi buatan merupakan bioteknologi modern yang
berkembang saat ini. Dalam melakukannya diperlukan semen yang cukup dari segi
kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas semen umumnya ditentukan berdasarkan daya
gerak (motilitas), daya hidup (viabilitas), intergritas membran dan abnormalitas
spermatozoa baik pada semen segar, setelah diencerkan maupun setelah dibekukan.
Untuk mengamati secara keseluruhan tentang molititas, viabilitas, intergritas
membran diantara pengencer dengan semen (Ihsan, 2011).
Pada dasarnya kualitas semen cair cepat menurun pada proses penyimpanan pada
suhu kamar baik dengan adanya bahan pengencer maupun tanpa bahan pengencer.
Cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi penurunan kualitas selama
penyimpanan pada suhu kamar yaitu dengan pengenceran semen menggunakan
pengencer yang mengandung komposisi yang sesuai dengan perbandingan yang tepat
antara pengencer dengan semen sehingga dapat memberikan keadaan lingkungan dan
nutrisi optimum bagi spermatozoa. Beberapa bahan yang dapat ditambahkan dalam
pengencer semen anatara lain: protein, lemak, serum, dan zat-zat kimia lain seperti
gliserol (Ihsan, 2011).
Media pengencer semen yang digunakan adalah kuning telur dengan fruktosa.
Media fruktosa memiliki manfaat untuk menjaga tekanan osmotik dan integritas dari
membran spermatozoa selama penyimpanan. Sedangkan penggunaan bahan berupa
kuning telur bertujuan untuk mempertahankan dan melindungi integritas selubung
lipoprotein sel spermatozoa, memiliki sifat osmotik sebagai penyanggah sel
spermatozoa terhadap larutan jipotonis dan hipertonis, serta sebagai pelindung terhadap
2
kondisi dingin dan mencegah terjadinya peningkatan kalsium ke dalam sel yang dapat
merusak sel spermatozoa (Salamon dan Maxwell, 2000).
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui kualitas spermatozoa kambing yang
diencerkan dan disimpan dengan media fruktosa yang ditambahkan kuning telur.
Kualitas sperma dapat di ukur secara mikroskopis dan makroskopis. Motilitas dan
viabilitas sperma kambing dilihat selama 3 hari berturut-turut setelah pengenceran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kualitas semen kambing secara mikroskopis yang diencerkan dan
disimpan dengan media fruktosa dengan penambahan kuning telur?
2. Bagaimanakah kualitas spermatozoa kambing secara mikroskopis yang
diencerkan dan disimpan dengan media fruktosa dengan penambahan kuning
telur?
3. Berapa volume pengenceran media fruktosa dengan penambahan kuning telur
yang baik untuk semen kambing?
C. Tujuan Praktikum
Berkaitan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitan ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan kualitas semen sapi secara mikroskopis yang diencerkan dan
disimpan dengan media tris yang ditambahkan kunig telur.
2. Mendeskripsikan kualitas spermatozoasapi secara mikroskopis yang diencerkan
dan disimpan dengan media tris yang ditambahkan kuning telur.
3. Mendeskripsikan volume pengenceran yang baik bagi semen sapi sehingga
mampu menjaga kualitas semen sapi lebih lama.
D. Manfaat Praktikum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Mengetahui metode dan media yang baik untuk praktikum penyimpanan
spermatozoa pada kambing.
2. Menambah wawasan pengetahuan tentang praktikum penyimpanan spermatozoa
pada kambing.
3
3. Memberikan referensi untuk melakukan praktikum penyimpanan spermatozoa
selanjutnya.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
5
b. Sumber energi, berupa gula seperti: fruktosa, sukrosa, laktosa atau glukosa.
Fruktosa merupakan karbohidrat sebagai sumber energi yang berada di dalam
bahan media pengencer, dapat pula menggunakan glukosa dan manosa sebagai
sumber energi bila gula tersebut ditambahkan pada bahan pengencer.
Penggunaan sukrosa dan laktosa bermanfaat menjaga tekanan osmotik dan
integritas dari membran spermatozoa selama penyimpanan.
6
B. Fisiologi Semen Kambing
Semen adalah sekresi dari hewan kelamin jantan yang secara normal
diejakulasikan ke dalam saluran hewan kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi hasil
ejakulasi ini dapat pula ditampung dan disimpan dengan menggunakan metode
penyimpanan semen. Semen terdiri dari spermatozoa dan sebagian besar cairan sekresi
kelenjar aksesori (plasma semen). Perbedaan anatomis kelenjar kelamin pelengkap
pada berbagai jenis hewan menyebabkan pula perbedaan volume dan komposisi semen
(Hafez, 1987).
Plasma semen kambing umunya bewarna kuning yang mungkin disebabkan oleh
adanya sekresi Riboflavin oleh kelenjar vesikularis. Selain itu, semen kambing
mengandung air 75% dan Prostaglandin lebih dari 40 µg/ml dan bersifat isotonik
(Evans dan Maxwell, 1987).
Parameter yang digunakan untuk menilai karakteristik semen kambing sama
dengan ternak lainnya, yaitu: volume, warna, kekentalan, pH, gerak massa, konsentras,
motilitas, morfologi (hidup dan mati), abnormalitas, keutuhan membrane plasma, dan
tudung akrosom (Tambing, 1999).
Menurut Salisbury dan Vandenmark (1985) volume semen pejantan yang
diejakulasikan tidaklah sama antara jenis pejantan dan pejantan itu sendiri. Pada
umumnya volume semen akan bertambah banyak sesuai dengan umur, besar tubuh,
perubahan keadaan, kesehatan organ reproduksi, dan frekwuensi penampungan semen,
kemudian akan menurun setelah puncak kedewasaannya.
Warna, konsistensi dan konsentrasi mempunyai hubungan erat satu sama lain.
Semakin envcer suatu semen maka konsentrasi sperma akan rendah dan warna semen
semakin pucat. Konsistensi semen tergantung pada perbandingan spermatozoa dan
plasma semen (Evans dan Maxwell, 1987).
Derajat keasaman (pH) sangat mempengaruhi daya hidup spermatozoa. Bila pH
tinggi atau rendah akan menyebabkan spermatozoa mati. Variasi pH kambing
dipengaruhi oleh konsentrasi asam laktat yang dihasilkan dalam proses akhir
metabolisme. Menurut Toliohere (1985) metabolisme spermatozoa dalam keadaan
anaerobic akan menghasilkan asam laktat yang bertimbun dan meninggikan derajat
keasaman atau menurunkan pH larutan (Tambing, 1999).
7
C. Evaluasi Kualitas Semen Beku
Evaluasi atau pemeriksaan semen merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan
untuk mengetahui kualitas dan kuantitas semen (Kartasudjana, 2001). Perlatan yang
diperlukan untuk evaluasi kualitas semen sebaiknya disiapkan terlebih dahulu untuk
memudahkan pemeriksaan. Berdasarkan petunjuk teknis pengawasan mutu bibit ternak
standar minimal untuk semen beku yang baik mengandung 25 juta spermatozoa / 0,25
ml dan motilitas post thawing sebesar 40% (Ditjennak, 2009). Evaluasi kualitas semen
yang dilakukan meliputi:
a. Evaluasi makroskopis
Evaluasi mikroskopis pada semen yang telah diejakulasi oleh hewan ternak
jantan, meliputi:
1) Evaluasi motilitas
8
individu 2+. Selain itu, dilihat juga tingkat abnormalitas dengan
persentase maksimal 10%, dan geraka massa semen dengan
penilaian 70%. Kriteria tersebut ditunjukkan melalui tabel
berikut.
Tabel 2.1. Sistem skoring di dalam penentuan gerakan massa spermatozoa
Nilai Keterangan
0 Spermatozoa immotil atau tidak bergerak
1 Gerakan berputar di tempat
2 Gerakan berayun atau melingkar, persentase
spermatozoa bergerak progresif kurang dari
50% dan tidak ada gelombang
3 Antara 50% sampai dengan 80% spermatozoa
bergerak progresif dan ada gerakan massa
4 Gerak progresif yang gesit dan segera
membentuk gelombang, sekitar 90%
spermatozoa motil
5 Gerakan yang sangat progresif dengan
gelombang sangat cepat atau 100%
spermatozoa motil aktif
2) Evaluasi viabilitas
9
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah pengamatan dengan metode deskriptif. Observasional
dengan mengamati motilitas dan viabilitas dari spermatozoa yang telah diencerkan dan
disimpan dengan menggunakan media Tris, yang pada percobaan ini ditambah dengan
fruktosa dan suplementasi kuning telur. Metode deskriptif untuk menjelaskan kualitas
spema kambing setelah penyimpanan dan pengenceran dengan menggunakan media Tris
+ Fruktosa+kunng telur.
C. Sasaran penelitian
Sasaran penelitian ini adalah kualitas spermatozoa kambing yaitu dengan melihat
motilitas dan viabilitas spermatozoa yang telah diencerkan dan disimpan dalam media
Tris modifikasi yang ditambahkan fruktosa dan kuning telur.
10
Alat Bahan
Semen kambing
segar yang
didapatkan dari
Teaching Farm
Gelas objek 1 kotak Secukupnya
Unair, desa
Kedamaian,
Kabupaten
Gresik
Gelas penutup 1 box Alkohol 70%
dalam botol Secukupnya
semprot
tabung sentrifuse
3 buah Kapas Secukupnya
plastik
Alumunium foil secukupnya Tris 3,025 gram
Stik gelas 1 buah Asam sitrat 1,7 gram
Mikropipet ukuran 1 set Fruktosa 0,180 gram
Mikrotip secukupnya Penisilin- masing-masing
streptomisin 0,1 gram
Hemositometer 1 set kuning telur didapatkan dari
segar 1 butir telur
Cawan petri 2 tangkup Deonize
water/air untuk 200 ml
infus
Rak tabung reaksi 1 set pewarna eosin- Secukupnya
nigrosin
Water bath 1 set
Hand counter 1 set
Mikroskop 1 set
pembakar bunsen 1 set
Gelas beaker
5 buah
ukuran 50 ml
Gelas beaker
5 buah
ukuran 100 ml
Gelas beaker
5 buah
ukuran 250 ml
Kertas saring secukupnya
Syringe/jarum
3 buah
suntik ukuran 5 ml
Syringe/jarum
suntik ukuran 10 3 buah
ml
Membran milipor 1 set
11
E. Langkah Kerja
1. Sterilisasi peralatan
a) Membersihkan semua peralatan dari bahan-bahan yang menempel dengan
menggunakan air mengalir.
b) Merendam semua peralatan ke dalam sabun tidak berbau (teepol) selama
semalam.
c) Menggosok dan membilas dengan menggunakan air mengalir selama 5
kali
d) Merebus dengan menggunakan air panas selama 5 menit, kemudian
membilas dengan menggunakan air DO/akuades steril sebanyak 2 kali.
e) Melakukan sterilisasi alat sesuai dengan prosedur sterilisasi baik secara
basah maupun kering.
12
e) Mengambil bagian kuning telurnya saja, dengan diusahakan harus utuh
dan tidak pecah dengan cara menggulingkannya pada kertas saring yang
diletakkan pada cawan petri sebelumnya. Kertas saring sebelumnya sudah
dilakukan sterilisasi.
f) Mengambil kuning telur dengan cara disedot menggunakan jarum suntik 5
ml.
g) Mengambil pengencer dasar tris sebanyak 25 ml dengan menggunakan
syringe dan dimasukkan ke dalam tabung steril.
h) Menambahkan kuning telur sebanyak 25 ml dan dilakukan homogenasi
dengan cara dikocok-kocok.
i) Menyimpan ke dalam lemari es selama 3 hari, kemudian mengambil
supernatannya sebagai pengencer.
13
a) Melakukan pengambilan spermatozoa dengan menggunakan syringe,
kemudian meneteskannya pada gelas objek.
b) Mengambil pewarna eosin-nigrosin, kemudian diteteskan pada gelas
objek yang sama.
c) Mengambil gelas objek yang lain.
d) Mencampurkan semen dengan pewarna eosin-nigrosin dengan salah satu
ujung gelas objek.
e) Membuat apusan antara semen dan eosin-nigrosin dengan salah satu
ujung gelas objek, kemudian dikering anginkan sebentar.
f) Mengamati di bawah mikroskop viabilitas spermatozoa yang ditandai
dengan spermatozoa yang hidup, kepala spermatozoa tidak terwarnai
sedangkan spermatozoa yang mati, kepala spermatozoa berwarna biru
keunguan.
g) Mencatat hasil pengamatan pada tabel pengamatan yang telah dibuat.
14
F. Desain Penelitian
1. Sterilisasi peralatan
Mengeringkan
Melakukan sterilisasi
15
Pembuatan Pengencer Dasar Tris
Menimbang tris 3.025 gram; asam sitrat 1.7 gram; fruktosa 0.180
gram; penisilin 0.1 gram; penisilin-streptomisin 0.1 gram.
Mengeluarkan media dasar tris dari lemari es, biarkan dalam suhu ruang
agar suhunya naik dan mudah untuk dicampurkan dengan kuning telur.
16
Memecahkan telur pada bagian tengah dengan menggunakan pisau atau
pinset
17
3. Proses Pengenceran Semen
18
5. Pengamatan Viabilitas Spermatozoa
Keterangan:
1. Pengamatan motilitas dan viabilitas dilakukan setiap hari hingga mengalami
penurunan sampai dibawah 40%
2. Menuliskan hasil pengamatan pada tabel pengamatan.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan hasil evaluasi mikroskopik dari semen kambing, maka didapatkan
data berupa hasil evaluasi secara mikroskopik seperti pada tabel dan grafik berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Semen Kambing Secara Makroskopis
Parameter Hasil Uji
Warna Krem kuning
Konsentrasi Encer
Volume 1293,10 µl = 1,2931 ml
Bau Khas kambing
∑ 𝑠𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛
Rumus ∑ sel = x faktor pengencer x 104
∑ 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘
= 1450
x 2 x 104
5
= 5,8 x 106
20
100
21
120
80
60
0
Jum'at, 22 Sabtu, 23 Minggu, Senin, 25 Selasa, 26
Mei 2015 Mei 2015 24 Mei Mei 2015 Mei 2015
2015
Hari dan Tanggal Pengamatan
B. Analisis Data
Berdasarkan hasil praktikum teknologi penyimpanan spermatozoa pada kambing
yang telah dilakukan, didapatkan hasil praktikum berupa data pengamatan
spermatozoa secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis
meliputi: warna semen yang berwarna kuning krem, konsentrasi encer, memiliki bau
khas kambing serta volume semen yang diejakulasikan sebesar 1,2931 ml, dengan
jumlah sel setelah diencerkan sebesar 5,8 x 106.
Pengamatan spermatozoa kambing secara mikroskopis meliputi: motilitas dan
viabilitas spermatozoa kambing. Motilitas dilakukan pengamatan selama 5 hari
berturut-turut. Pada hari pertama motilitas spermatozoa kambing sebesar 95 % dengan
spermatozoa bertipe A sebesar 10%; tipe B sebesar 15%; tipe C sebesar 60% dan tipe
D sebesar 10%, sedangkan immotil sebesar 5%. Pada hari kedua pengamatan
motilitas spermatozoa kambing sebesar 85% dengan spermatozoa bertipe A sebesar
5%; tipe B sebesar 10%; tipe C sebesar 25%; dan tipe D sebesar 45% sedangkan
spermatozoa yang immotil sebesar 15%. Pada pengamatan motilitas hari ketiga
spermatozoa motil sebesar 82,5% dengan spermatozoa bertipe A sebesar 2,5%; tipe B
sebesar 10%; tipe C sebesar 27,5% dan tipe D sebesar 42,5% sedangkan spermatozoa
yang immotil sebesar 17,5%. Pada pengamatan motilitas hari keempat spermatozoa
motil sebesar 80% dengan spermatozoa bertipe A sebesar 0%; tipe B sebesar 10%;
tipe C sebesar 30% dan tipe D sebesar 40% sedangkan spermatozoa yang immotil
sebesar 20%. Pada pengamatan motilitas hari kelima spermatozoa motil sebesar 70%
22
dengan spermatozoa bertipe A sebesar 0%; tipe B sebesar 8%; tipe C sebesar 12% dan
tipe D sebesar 50% sedangkan spermatozoa yang immotil sebesar 30%.Berdasarkan
histogram 1, dapat diketahui bahwa pada 5 hari pengamatan kondisi motilitas
spermatozoa kambing mengalami penurunan mencapai 30% yang ditandai dengan
gerakan spermatozoa yang tidak normal (diam di tempat).
Pada pengamatan viabilitas spermatozoa didapatkan data berupa jumlah sel
spermatozoa kambing yang masih hidup dan yang telah mati dengan menggunakan
pewarna eosin-nigrosin yang diamati selama empat hari yaitu mulai dari tanggal 22
mei 2015 sampai tanggal 26 Mei 2015. Pada hari pertama viabilitas sel sperma
kambing didapatkan sebanyak 100% sel sperma kambing masih hidup. Pada hari
kedua didapatkan sel sperma yang masih hidup sebesar 75% dan sel yang mati
sebesar 25%. Untuk data hari ketiga didapatkan sel sperma yang masih hidup sebesar
62,5% dan sel sperma yang telah mati sebesar 37,5%. Untuk data pada hari keempat
didapatkan persentase sel sperma yang masih hidup sama dengan presentase sel
sperma yang telah mati, yaitu sebesar 50%. Selanjutnya pada hari terakhir
pengamatan, didapatkan penurunan sel sperma yang masih hidup yaitu sebesar 30%,
sedangkan sel sperma yang telah mati sebesar 70%. Hal ini sesuai dengan histogram 2
bahwa keadaan viabilitas spermatozoa pada kambing mengalami penurunan selama
dilakukan pengamatan selama 5 hari.
C. Pembahasan
1. Evaluasi Makroskopik Semen Kambing
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada praktikum teknologi
penyimpanan spermatozoa menunjukkan bahwa ada perbedaan dari setiap hasil
pengamatan selama 5 hari. Berdasarkan tabel pengamatan 4.1 diketahui warna
semen yang diejakulasikan berwarna krem yang tergolong normal, seperti yang
dinyatakan oleh Evan dan Maxwell (1987) bahwa warna krem pada semen
disebabkan oleh adanya riboflavin dari sekresi kelenjar vesikularis. Hal ini
ditambahkan oleh Lope (2002) bahwa kualitas semen dinyatakan baik apabila
memiliki warna kekuningan. Parameter kedua adalah konsentrasi atau konsistensi
yang merupakan salah satu sifat semen yang memiliki hubungan dengan
konsentrasi spermatozoa di dalamnya. Kartasudjana (2001) menyatakan bahwa
semakin kental semen maka dapat diartikan semakin tinggi pula konsentrasinya.
Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis, konsistensi semen bersifat
23
encer. Evan dan Maxwell (1987) menyatakan bahwa derajat kekentalan semen
memiliki korelasi positif terhadap kandungan spermatozoa di dalam semen
sehingga apabila dalam pengamatan ditemukan semen yang terlalu encer maka
dapat diduga bahwa semen tersebut memiliki konsentrasi spermatozoa yang
rendah. Berdasarkan data yang didapatkan, volume semen kambing yang
diejakulasikan adalah 1,293 ml/ejakulat.
Parameter evaluasi makroskopik ketiga adalah bau. Semen normal
umumnya memiliki bau yang amis disertai dengan bau khas dari hewan itu
sendiri. Berdasarkan hasil pengamatan, semen kambing berbau khas kambing
yang berarti normal. Kartasudjana (2001) menyatakan bahwa semen berbau busuk
apabila semen mengandung nanah yang disebabkan oleh adanya infeksi organ
reproduksi jantan tersebut.
24
spermatozoa kehabisan energi (Salisbury dan Van Denmark, 1995). Pada hari
pertama rata-rata motilitas sperma kambing 95%, sementara pada hari kedua rata-
rata motilitas menjadi 85%, selanjutnya pada hari ketiga rata-rata motilitas
menjadi sebesar 82,5%, pada hari keempat rata-rata motilitas menjadi sebesar
80% dan pada hari terakhir rata-rata motilitas spermatozoa kambing menurun lagi
menjadi sebesar 70%. Jika pada hari ketiga tipe spermatozoa masih ada yang
bertipe A maka pada hari keempat sampai kelima spermatozoa hanya bertipe B, C
dan D. Dari hasil praktikum tersebut diketahui bahwa setiap harinya selama lima
hari berturut-turut daya motilitas spermatozoa kambing mengalami penurunan.
Faktor yang menyebabkan berkurangya daya motilitas dari spermatozoa kambing
tersebut adalah karena berkurangnya persediaan energi yang digunakan untuk
mempertahankan dan mendukung pergerakan spermatozoa. Menurut Max-well
dan Watson (1996) hanya spermatozoa yang memiliki kemampuan daya membran
plasma yang kuatlah yang dapat bertahan.
Selain itu, ditambahkan oleh Tolehire (1985) bahwa spermatozoa
kambing yang disimpan pada suhu refrigerator terbentuk kristal-kristal es yang
mengakibatkan konsentrasi elektrolit meningkat di dalam sel yang akan
melarutkan selubung lipoprotein dinding sel spermatozoa. Adanya kejutan berupa
suhu yang lebih rendah (cold shock) serta perlakuan yang kurang tepat
menyebabkan motilitas spermatozoa mengalami penurunan. Berdasarkan
histogram 1, maka dapat dibuktikan terjadinya penurunan motilitas spermatozoa
pada kambing selama 5 hari pengamatan yang diakibatkan oleh beberapa faktor
yang telah dipaparkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa motilitas
spermatozoa sangat rentan terhadap pengaruh suhu dan lingkungan (Ax, et al.,
2000).
25
sel dan sel sperma mati sejumlah 37,5% sel. Pada hari keempat pengamatan
didapatkan sejumlah data sel sperma yang hidup dan yang mati sama, yaitu
sebesar 50%. Selanjutnya pada hari terakhir pengamatan didapatkan data sel
sperma yang hidup sejumlah 30% dan sel sperma yang mati sejumlah 70%.
Perbedaan persentase viabilitas ini dikarenakan terjadi pengaruh fisik pada saat
perlakuan sehingga menimbulkan kematian, mengingat semen kambing segar
didapatkan di kabupaten Gresik. Gesekan antar spermatozoa dapat menyebabkan
abnormalitas sekaligus berujung pada kematian.
Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa tingkat viabilitas dari
spermatozoa kambing setiap harinya mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan
dengan menurunnya jumlah sel sperma yang hidup saat diamati. Menurunnya
jumlah sel sperma yang hidup ini dikarenakan terjadinya kompetisi yang ditandai
dengan spermatozoa kambing yang mempertahankan diri pada media yang
digunakan sebagai media penyimpanan spermatozoa. Terjadinya penurunan
viabilitas spermatozoa setelah proses pendinginan dan pembekuan dapat
disebabkan karena pengaruh fisik tersebut diakibatkan oleh pengaruh fisik,
seperti: gesekan antar spermatozoa, antara spermatozoa dengan dinding tabung,
atau antara globul lemak dari kuning telur sehingga menyebabkan kecenderungan
penurunan viabilitas seiring dengan tingkat pengenceran yang berbeda. Badan
Standarisasi Nasional menetapkan kualitas semen setelah mengalami proses
pembekuan harus menunjukkan spermatozoa hidup (viabilitas) minimal 40%
(Anonimous, 2005). Penurunan kualitas spermatozoa setelah mengalami proses
pendinginan dan pembekuan disebabkan karena spermatozoa mengalami cold
shock (kejutan dingin). Faktor lain yang menyebabkan penurunan kualitas
spermatozoa dikarenakan selama proses pembekuan semen terjadi pembentukan
kristal-kristal es, sehingga konsentrasi elektrolit di dalam sel meningkat dan
melarutkan selubung lipoprotein dinding spermatozoa (Tolehire, 1985).
Penurunan viabilitas spermatozoa ini dapat dibuktikan dari perbedaan warna
spermatozoa pada preparat. Spermatozoa yang hidup akan menyerap warna
(terutama bagian kepala), sedangkan spermatozoa yang mati akan berwarna merah
karena menyerap warna Eosin (Kartasudjana, 2001). Hal ini juga didukung
dengan histogram 2 bahwa selama tiga hari pengamatan, viabilitas spermatozoa
mengalami penurunan.
26
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Berdasarkan hasil uji motilitas dan viabilitas, kualitas semen kambing segar
baik.
2. Kualitas spermatozoa sapi yang diencerkan dan disimpan dengan media tris
dengan penambahan kuning telur mengalami penurununan sebanyak 25%
selama 5 hari pengamatan baik motilitas maupun viabilitasnya.
3. Volume pengenceran media tris dengan penambahan kuning telur yang baik
untuk semen sapi adalah berjumlah seimbang antara volume semen yang
diejakulasikan dengan volume media pengencer yang dibuat.
B. Saran
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka saran yang diberikan
untuk Praktikan berikutnya yaitu:
1. Lakukan segera perhitungan konsentrasi dari semen degar menggunakan
hemositometer, setelah semen diejakulasikan
2. Lakukan proses perhitungan konsentrasi semen dalam pengencer dengan
benar.
27
DAFTAR PUSTAKA
Hafez, E.S.E,. 1987. Reproduction in Farm Animals. Fifth Edition. Lea and Febiger:
Philadelphia.
Ihsan, N. M. 2011. Inseminasi Buatan Pada Kambing. Malang: Penerbit Diaspora Publisher.
Kartasudjana, R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan pada Ternak. Jakarta: Direktorat Menengah
Pendidikan Kejuruan.
Lope, F. P. 2002. Semen Collection and Evaluation in Ram. Florida: ANS. 33161 Universit
of Florida.
Maxwell, W. M., dan Stojanov, T. 1996. Liquid storage of ram semen in the absence or
presence of some antioxidants. Reprod. Fertile Dev. 8: 1013-1020.
Salamon, S., dan Maxwell, W. M. C. 2000. Strorage of Ram Semen. Animal of Reproduction
System 109:274-282.
Salisbury, G. W., dan Vand Denmark, N. L.. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan pada Sapi (terjemahan dari R. Djanuar). Yogyakarta: Gadja Mada University
Press.
Tambing, S.N. 1999. Efektifitas Berbagai Dosis Gliserol di dalam pengencer Tris dan Waktu
Ekuilibrasi Terhadap Kualitas Spermatozoa Kambing PE. Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Turman, E. J. dan Rich, T. D. 2010. Reproductive tract anatomy and physiology of the bull.
Extension Beef Cattle Resource Committee. Beef Cattle Hanbook.
Vishwanath, R., dan Shannon, P. 1997. Do sperm cell age? A review of the physiological
changes in sperm during storage at ambient temperature. Reproduction Fertile Dev.
9:321-331.
28