Anda di halaman 1dari 7

SPERMATOZOA

Spermatozoa dibentuk dalam tubuliseminiferi yang berada di dalam testes. Tubulus ini
berisi rangkaian sel yang kompleks, yaitu perkembangan atau pembelahan sel dari sel germinal
sampai dengan terbentuknya spermatozoa atau gamet jantan. Bentuk spermatozoa yang
sempurna adalah merupakan sel yang memanjang, yang terdiri dari kepala yang tumpul yang di
dalamnya terdapat nucleus atau inti, dan ekor yang mengandung apparatus untuk bergerakan sel.
Pada kepala terdapat akrosom yang memiliki struktur dinding yang rangkap yang terletak
diantara membran plasma bagian anterior nucleus, Leher menghubungkan kepala dan ekornya
(Flagela) yang dibagi lagi menjadi bagian tengah, pokok dan akhir yang bagian–bagian tersebut
mempunyai struktur yang berbeda.

A. Struktur Spermatozoa
1. Kepala spermatozoa
Bentuk utama dari kepala spermatozoa adalah oval, tumpul mengandung
nukleus dengan kromatin yang padat sekali. Kromatin terdiri dari DNA yang kompleks
dari protein dasar yang dikenal sebagai protamine sperma. Jumlah kromosom
spermatozoa adalah haploid atau setengah dari sel somatik, Sel spermatozoa yang
haploid ini dihasilkan dari pembelahan secara meiosis sel yang terjadi selama
pembentukan spermatozoa atau proses spermatogenesis.
2. Akrosom
Bagian anterior akhir dari inti spermatozoa dibungkus oleh akrosom tipis,
lapisan membran yang menutup ini terbentuk pada saat proses pembentukan
spermatozoa. Pada akrosom berisi beberapa enzim hidrolitik antara lain proacrosin,
hyaluronidase, esterase dan asam hidrolase yang dibutuhkan pada proses fertilisasi.
Bagian equator akrosom ini merupakan bagian yang penting pada spermatozoa,
hal ini karena bagian anterior post akrosom ini yang mengawali penggabungan dengan
membran oosit pada proses fertilisasi.
Gambar 1.4. Potongan sagital pada kepala spermatozoa yang terdapat beberapa bagian

Akrosom terdiri dari apical (apical ridge), Principal dan bagian equatorial.
Membran bagian luar pada bagial apical dan principal segments disebut dengan akrosom
luar. Juga terdapat hubungan dalam akrosom, yaitu membran dalam dan membran luar
dengan inti dan plasma membran.

3. Ekor
Ekor spermatozoa dibagi menjadi leher, bagian tengah, pokok dan akhir. Leher
menghubungkan potongan bagian basal plate bagian posterior dan bagian terbawah dari
nukleus. Bagian basal plate pada bagian leher berlanjut sampai akhir, dengan sembilan
serabut kasar yang mengeras pada seluruh bagian ekor.
Inti bagian tengah pada ekor bersama dengan seluruh bagian ekor mem- bentuk
aksonema. Aksonema ini terdiri dari sembilan pasang mikrotubulus yang tersusun di
sekitar pusat ilamen. Pada bagian tengah, susunan mikrotubulusnya adalah 9+2 yang
dikelilingi oleh sembilan serabut kasar padat yang berhubungan dengan sembilan pasang
aksonema. Aksonema dan iber yang padat pada bagian tengah, sekelilingnya dibungkus
oleh mitokondria. Pembungkusmitokondria ini tersusun berupa pilinan yang mengelilingi
serabut longitudinal ekor, Mitokon- dria menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk
pergerakan spermatozoa. Pembungkus mitokondria berakhir pada annulus.
Bagian pokok yang merupakan lanjutan dari annulus dan memanjang mendekati
bagian akhir ekor, terdiri dari aksonema yang terpusat dan bergabung dengan serabut
kasar. Lapisan ibrous diperkirakan memberikan stabilitas untuk gerakan ekor. Bagian
akhir, merupakan batas posterior dari lapisan ibrous yang hanya berisi aksonema yang
dilapisi membran plasma.

Aksonema bertanggung jawab pada pergerakan spermatozoa. Sepasang


mikrotubulus tersusun dari 9 + 2, umumnya dinding ekor melipat seperti gelom- bang
dengan gerakan menggeser antara sepasang daerah yang berdekatan.
Droplet protoplasmic atau sitoplasmik biasanya tidak terdapat spermato- zoa
yang diejakulasikan, tersusun dari residu sitoplasmik. Meskipun termasuk spermatozoa
abnormal yang diejakulasikan dari berbagai spesies, droplet yang terdapat di daerah
leher, yang diketahui sebagai “Droplet Proximal”, sedangkan yang dekat annulus,
disebut “Droplet Distal”.

Gambar 1. 5. Axonema spermatozoa

Gambar 1.6. Mitokondria pada bagian leher spermatozoa Diamati dengan


Transmisi Elektron Mikroskop (TEM)
B. KOMPOSISI KIMIA SPERMATOZOA
Komponen kimia spermatozoa adalah asam nukleat, protein dan lemak. Kurang lebih
sepertiga dan berat kering sel spermatozoa adalah intinya kro- matin inti terdiri dari kira-
kira setengah DNA dan ½ protein. Topi akrosom mengandung berbagai protein enzim.
Beberapa struktur protein enzim dan lemak ditemukan di ekor.
1. Unsur Inorganik
Spermatozoa mengandung phospor, nitrogen, dan sulfur yang banyak. Sebagian
phospor berhubungan dengan DNA, sedangkan sulfur berasal dari komponen protein
inti dan keratinoid pada bagian ekor.

2. Komponen Biokimiawi
Inti spermatozoa terdiri dari kromatin yang DNA-nya distabilkan dengan konjugasi
menggunakan protein khusus yaitu sebagai “Spermatozoa Histone”. Inti
spermatozoa pada beberapa spesies mengandung sebagian kecil spermatozoa histone
dengan berat molekul rendah, yang diketahui sebagai “Protamin”, se- dangkan
spermatozoa pada spesies lain mengandung jumlah yang bervariasi pada arginin
yang kaya histone. Protein dasar inti penting untuk kondensasi dan stabilisasi DNA
dengan ikatan sulfhidril. Peningkatan ikatan sulfhydryl berperanan pada perjalanan
spermatozoa saat diepididimis selama perjalanan menuju ke fertilisasi.

3. Kromosom sex X dan Y pada spermatozoa mammalia.


Pejantan pada mammalia menentukan jenis kelamin anak yang dila- hirkan.
Sebagai hasil pembelahan reduksi selama spermatogenesis, spermatozoa hanya
mengandung setengah jumlah DNA pada sel-sel somatik dari spesies yang sama dan
terbentuklah dua macam spermatozoa yaitu spermatozoa yang berkromosom X dan
spermatozoa yang berkromosom Y. Meskipun diduga kandungan DNA antara
kromosom X dan Y pada spermatozoa hanya sekitar 4% untuk ternak, perbedaan
kecil ini dapat diketahui dengan cara menggunakan pewarnaan luoresen dan Flow
cytometer. Spermatozoa yang mengandung kromosom X (spermatozoa X) jika
terjadi fertilisasi akan menghasilkan embrio betina, sedangkan spermatozoa yang
mengandung kromosom Y (spermato- zoa Y) akan menghasilkan embrio jantan,
karena pada kromosom Y terdapat sex determining Region Y gen (SRY) yang
menentukan terbentuknya testis pada hewan jantan (Bianchi, 1991; Graves, 1994 dan
Koopman,1995). Panjang dan lebar spermatozoa sapi kira-kira 8-10 x 4-4,50 mikron,
tebal kepala 0,50 – 1,50 mikron, bagian tengah spermatozoa mempunyai panjang 10
– 15 mikron dan diameternya sekitar 1 mikron, panjang ekor spermatozoa adalah 35-
45 mikron dengan diameter 0,4-0,8 mikron, sedang panjang keseluruhan mencapai
50-70 mikron (Toelihere, 1985).
Susilawati dkk (1999) Hasil pengukuran kepala spermatozoa sapi sebanyak
2000 spermatozoa didapatkan rata-rata panjang kepala 8,75 ± 0,25 µm, dan rata- rata
lebar kepala 4,12 ± 0,22 µm. Hasil pengukuran besar kepala spermatozoa (panjang x

lebar) pada semen segar diperoleh rata-rata 32,75 ± 2,36 µm2.


Flow cytometer dimodiikasikan untuk mendapatkan jenis spermatozoa dengan
populasi yang murni (seleksi jenis kelamin). Ketika spermatozoa yang telah diseleksi
mendekati kemurnian 90% diinseminasikan ke betina. Sehingga rasio sex keturunan
hampir sama dengan prediksi rasio spermatozoa X ke Y hasil identiikasinya .
Penemuan ini penting untuk perkembangan selanjutnya untuk mengontrol jenis
kelamin ternak (Garner dan Hafez, 2008).
Spermatozoa X mengandung kromatin lebih banyak di kepalanya, se- hingga
mengakibatkan ukuran kepala spermatozoa X lebih besar (Garner dan Hafez, 2008),
maka Susilawati dkk (1998) melakukan identiikasi spermatozoa X dan Y
berdasarkan pada ukuran kepala yaitu panjang kali lebar, apabila lebih besar dari
rata-rata maka dianggap spermatozoa X, sedangkan bila lebih kecil adalah
spermatozoa Y. Berdasarkan cara penentuan tersebut diperoleh hasil persentase
spermatozoa yang diprediksi sebagai spermatozoa X sebanyak 52,10% dan
spermatozoa yang diprediksi sebagai spermatozoa Y sebanyak 47,9%.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Metabolisme Spermatozoa


Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme spermatozoa antara lain
temperatur, konsentrasi semen, fosfat anorganic , pH, kation dan anion, tekanan osmose
hormon, zat anti bakteri dan gas. Spermatozoa yang didinginkan dibawah temperatur
badan menunjukkan motilitas menurun dan berhenti sama sekali bila temperatur berada
beberapa derajat di atas titik beku. Walaupun motilitas sperma berhenti sama sekali,
metabolisme berlangsung terus secara perlahan-lahan (Susilawati, 2011).
Pengaruh kepadatan sel tidaklah merupakan suatu yang pasti, karena
konsentrasi sel tidak memiliki arti penting dalam proses pernafasan dan glikolisis.
Pengaruh konsentrasi sel terhadap konsumsi oksigen tidaklah disebabkan oleh jumlah
oksigen yang terbatas dalam konsentrasi lebih padat, tetapi karena konsentrasi ion
kalium yang lebih tinggi yang merupakan penghambat alamiah dan terdapat dalam
pengatur metabolisme (Susilawati, 2011).

D. Kualitas dan Fungsi Sperma


Secara umum, fungsi utama sperma adalah untuk pembua han secara alamiah.
Untuk mampu lakukan pembuahan tentunya sperma harus memiliki kualitas yang
baik, penilaian kualitas sperma dapat dilihat dari fungsi organ hingga fungsi
hormonal sel sperma itu sendiri. Untuk menilai kualitas sperma, dapat dilakukan tiga
penilaian, yaitu :
1. Daya tahan Spermatozoa
Daya tahan sperma yang baik sangat dibutuhkan untuk keberhasilan
fertilisasi, karena semakin baik daya tahan sperma maka semakin banyak sperma yang
mampu mencapai sel telur sehingga kemungkinan keberhasilan fertilisasi semakin
besar. pH sperma yang basa sangat berbeda dengan pH normal vaginal yang asam,
sehingga perbedaan pH ini sangat berpengaruh terhadap daya tahan sperma. Daya
tahan sperma dapat dinilai dengan melihat kelangsungan hidup sperma dari durasi
motilitas sperma, jika terdapat banyak sperma yang IM maka dilanjutkan dengan
melihat vitalitas sperma (Nieschlag, 2010).
2. Fungsi flagel
Flagel berfungsi untuk melakukan pergerakan, sperma juga menggunakan
flagel untuk melepaskan diri dari epitel oviduk. Flagel sperma juga berperan saat
terjadinya pembuahan karena berfungsi ketika sperma melakukan penetrasi
oopharus cumulus dan zona pelusida. Penilaian dapat dilakukan dengan melihat
motilitas sperma, dan juga dapat dilakukan dengan penilaian morfologi sperma
(Nilani, Eswaramohan and Balasubramaniam, 2012).
3. Komponen sitoplasma
Komponen sitoplasma mempengaruhi morfologi kepala sperma, sehingga
untuk menilai kualitas komponen sitoplasma dapat dilakukan dengan menilai
morfologi sel sperma melalui sediaan kering dengan pengecatan Giemsa
(Nieschlag, 2010).

Anda mungkin juga menyukai