Disusun oleh:
Agni Annisa Putri (140410190004)
Kelompok 2
Asisten Laboratorium:
Aneira Damayanti
Alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum ini diantaranya yaitu
gelas plastik transparan, penggaris, alat tulis, sendok, kertas lakmus, 30 biji
kacang hijau, air (pH = 7), tanah sawah (pH < 7), dan kapur sirih (pH > 7).
Setelah alat dan bahan siap, gelas plastik diberi label nomor 1, 2, dan 3.
Kemudian, rendam kacang hijau dalam air dengan pH netral (pH=7) selama 6 jam
dan pilih kacang yang tenggelam untuk ditanam. Digunakan biji yang tenggelam,
karena menandakan daya kecambahnya lebih tinggi dibandingkan dengan biji
yang terapung (Reine, 2013). Selanjutnya, media tanam disiapkan dengan rincian
pada pot 1 berisi campuran sekam dan tanah sawah. Penggunaan tanah sawah
dilakukan untuk perlakuan tanah asam, karena tanah sawah memiliki pH kurang
dari 7 (Yuliani dan Rahayu, 2016). Pot 2 berisi sekam, dan Pot 3 berisi sekam
yang dicampur dengan kapur sirih. Penggunaan tanah kapur dilakukan sebagai
perlakuan tanah basa/alkalis, karena tanah kapur memiliki kadar mineral CaCO3
yang besar (Yuliani dan Rahayu, 2016). Kemudian, tanam 10 biji kacang hijau
pada masing-masing gelas. Selanjutnya, rawat tanaman dengan cara disiram setiap
pagi dan sore dengan air sebanyak 20 ml. Pengamatan pun dimulai dengan
mengukur tinggi kecambah setiap hari selama seminggu dan panjang akar
kecambah pada akhir pengamatan untuk setiap perlakuan.
Menurut Kusuma dkk. (2014), tanah asam adalah tanah dengan larutan
tanah mengandung lebih banyak ion hidrogen (H+) dibandingkan ion hidroksil
(OH-), sebaliknya pada tanah basa tanahnya mengandung lebih banyak ion
hidroksil (OH-) dibandingkan dengan ion hidrogen (H+). Skala pH terentang dari
0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dengan 7 (netral). Sedangkan pada pH tanah
umumnya berada pada skala dengan nilai 4 hingga 10 (netral). Tanah sawah
adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus
sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Sawah yang airnya
berasal dari irigasi disebut sawah irigasi sedang yang menerima langsung dari air
hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah surut
sedangkan yang dikembangkan daerah rawa-rawa lebak disebut sawah
lebak (Hardjowigeno dan Rayes, 2005). Tanah sawah termasuk ke dalam
golongan tanah masam atau memiliki pH yang rendah. Sebagian besar lahan
daratan Indonesia termasuk pada lahan masam, yang sebagian telah dimanfaatkan
untuk memproduksi berbagai jenis komoditas pertanian, baik tanaman pangan
maupun tanaman tahunan (perkebunan dan hortikultura). Ciri utama lahan masam
adalah tingkat produktivitas lahannya yang rendah untuk beberapa jenis tanaman
terutama tanaman pangan utama seperti padi, jagung, kedelai, sehingga untuk
meningkatkan produktivitasnya diperlukan pemupukan berimbang (pupuk organik
dan anorganik), bahkan untuk meningkatkan pH tanah diperlukan pengapuran
(Mulyani dkk, 2010).
Tanah kapur merupakan jenis tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan
kapur atau terbentuk oleh batuan kapur yang sudah melapuk dan hancur. Tanah
kapur disebut juga dengan tanah mediteran, yakni salah satu jenis tanah yang tidak
memiliki unsur hara, atau memiliki unsur hara namun hanya dalam jumlah yang
sedikit sekali .Jenis tanah kapur adalah alkalin yang memiliki pH di atas 7 dan
bersifat basa. Kadar mineral terbesarnya ialah kalsium yang berada dalam bentuk
CaCO3 (kalsium karbonat) (Yuliani dan Rahayu, 2016).
Pada pot 1 yaitu media sekam yang dicampur dengan tanah sawah, tanah
akan memiliki sifat lebih asam daripada media biasa, dengan pH < 7.
Penambahan tanah sawah tersebut akan mendorong penurunan kation-kation basa
tanah dan meningkatkan keasaman tanah, sehingga terjadi pencucian unsur hara
dan menyebabkan kesuburan yang rendah. Lahan masam banyak mengandung Al
yang berpengaruh pada ketersediaan unsur hara P dan N (Hanafiah, 2009).
Kondisi pH yang tidak sesuai akan memengaruhi penyerapan unsur hara tanaman.
Bila kondisi pH pada media tumbuh bersifat asam, maka penyerapan unsur hara
oleh tanaman akan terhambat yang menyebabkan pertumbuhan tanaman
terhambat atau menjadi kerdil (Karoba, 2015). Sedangkan pada perpanjangan akar
yang relatif sedikit sehingga didapatkan hasil akar yang pendek, hal tersebut
terjadi karena keadaan pH yang rendah meningkatkan kelarutan dari Al, Mn dan
Fe yang bersifat toksik pada tanaman; meskipun banyak terdapat mikronutrien
yang tersedia untuk kebutuhan tanaman (Jiang, 2017). Selanjutnya pada pot ke 2
yaitu media sekam yang tidak dicampur apapun, tanah akan memiliki sifat netral
pH kurang lebih 7. Bila kondisi pH berada pada kondisi normal, maka penyerapan
unsur hara oleh tanaman tidak mengalami hambatan sehingga kecepatan tumbuh
tanaman tersebut akan meningkat (Karoba, 2015). Pertumbuhan akar pada media
sekam menunjukkan eksudasi karboksilasi akar yang lebih tinggi sehingga
panjang akar dan daerah serapan akar lebih besar (Aguilar, 2019). Nitrogen,
potasium, kalsium, magnesium, sulfur, boron, besi, nikel dan zinc memiliki
keberadaan yang melimpah pada media dengan pH netral. Aktivitas
mikroorganisme yang membantu dalam pengikatan zat hara juga memiliki
kebanyakan aktivitas yang baik pada pH netral (McCauley, 2017).
Sementara pada media sekam yang dicampur dengan kapur sirih, tanah
akan memiliki sifat lebih basa daripada media biasa, dengan pH > 7. Pemberian
kapur (CaCO3) pada media akan mampu meningkatkan pH tanah dan
mengefektifkan unsur-unsur hara agar dapat dimanfaatkan oleh kacang hijau
tersebut (Arini, 2011). Penghambatan pertumbuhan tanaman dan akar dapat
disebabkan karena banyaknya kadar mineral yaitu kalsium yang berada dalam
bentuk CaCO3 yang mengakibatkan pengendapan fosfat; karena fosfat kemudian
bereaksi dengan ion Ca2+ maupun dengan garam karbonat yang akan membentuk
Ca3(PO4)2 yang sukar larut dalam tanah dan sukar diserap oleh tumbuhan
(Yuliani, 2017). Pada media dengan pH tinggi akan menghambat elongasi akar
sebagai karena akar akan mengurangi perpanjangan untuk meningkatkan efisiensi
pengambilan nutrien, namun meningkatkan lebar lateral akar (Hammond, 2004).
Hanafiah, A.S., T. Sabrina, H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. Program
Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Hardjowigeno, S. dan M. L. Rayes. 2005. Tanah Sawah Karakteristik, Kondisi
dan Permasalahan Tanah Sawah di Indonesia. Bayumedia Publishing.
Malang.
Jiang, Y., Li Y., Zeng Q., Wei J., Yu H. 2017. The effect of soil pH on plant
growth, leaf chlorophyll flourescence and mineral element content of two
bluberries. Journal Acta Hort. 1180(1): 269-276.
Karoba, F., Suryani, Reni, N. 2015. Pengaruh Perbedaan pH terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kailan (Brassica oleraceae) Sistem
Hidroponik NFT (Nutrient Film Tecnique). Jurnal Ilmiah Respati
Pertanian. 7(2): 529-535
McCauley, Ann., C. Jones, and K. O. Rutz. 2017. Soil pHand Organic Matter.
Montana State University. UK.
Mulyani, A., Rachman, A., & Dairah, A. 2010. Penyebaran lahan masam, potensi
dan ketersediaannya untuk pengembangan pertanian. dalam Prosiding
Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. 23-34.
Ngafifuddin, M., Susilo, dan Sunarno. 2017. Penerapan Rancang Bangun pH
Meter Berbasis Arduino pada Mesin Pencuci Film Radiografi Sinar-X.
Jurnal Sains Dasar. 6(1): 66-70.
Purwono, M. S., Hartono, R. 2012. Kacang Hijau. Swadaya. Jakarta.
Reine, W. S., Abdurrani, M., & Chyntia, P. Pengaruh Beberapa Perlakuan
terhadap Masa Dormansi Biji Belian (Eusideroxylon Zwageri T. et.
b). Jurnal Hutan Lestari, 1(2). 10450.
Yuliani dan Y. S. Rahayu. 2016. Pemberian Serasah daun Jati dalam
Meningkatkan Kadar Hara dan Sifat Fisika Tanah pada Tanah Kapur.
Prosiding Seminar Nasional Biologi. Universitas Negeri Surabaya.