Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN QUALITY CONTROL

LABORATORIUM BAKTERIOLOGI
UJI SENSITIVITAS
Staphilococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa
Hari/Tanggal : Minggu, 1 Mei 2016

I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pemantapan mutu laboratorium mikrobiologi dalam pemeriksaan
sensitivitas antibiotika
2. Untuk mengukur zona hambat pada beberapa antibiotik terhadap bakteri Staphilococcus
aureus dan Pseudomonas aeruginosa
3. Untuk mengetahui tingkat sensitivitas, intermediet dan resistensi antibiotik terhadap
bakteri Staphilococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

II. DASAR TEORI


Dalam beberapa tahun belakangan ini penetapan standar mutu bagi barang dan jasa
sangat diperhatikan oleh masyarakat luas. Salah satunya standar mutu laboratorium (ISO
175025:2005). Pada laboratorium klinik, system control kualitas merupakan salah satu
tahapan yang harus dilakukan dalam proses analisis suatu sampel. Quality control internal
laboratorium mikrobiologi diantaranya adalah kalibrasi peralatan, mutu reagen, mutu
media dan uji sensitivitas antibiotika.
Dalam percobaan ini akan dilakukan uji sensitifitas, yang merupakan suatu teknik
untuk menetapkan sensitifitas suatu antibiotika dengan mengukur efek senyawa tersebut
pada pertumbuhan suatu mikroorganisme serta berhubungan dengan waktu inkubasi untuk
melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat atau membunuh mikroba
lain. Alasan penggunaan beberapa macam antibiotik yaitu untuk melihat antibiotik mana
yang kerjanya lebih cepat menghambat atau membunuh mikroba, antibiotik mana yang
telah resisten dan antibiotik mana yang betul-betul cocok untuk suatu jenis mikroba.
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali menemukan apa
yang disebut “magic bullet’, yang dirancang untuk menangani infeksi mikroba. Pada tahun
1910, Ehrlich menemukan antibiotika pertama, Salvarsan, yang digunakan untuk melawan
syphilis. Ehrlich kemudian diikuti oleh Alexander Fleming yang secara tidak sengaja
menemukan penicillin pada tahun 1928. Sejak saat itu antibiotika ramai digunakan klinisi
untuk menangani berbagai penyakit infeksi (Ardiansyah, 2009).
Antibiotik atau antibiotika merupakan segolongan senyawa alami atau sintesis yang
memiliki kemampuan untuk menekan atau menghentikan proses biokimiawi didalam suatu
organisme, khususnya proses infeksi bakteri. Definisi lain tentang antibiotik adalah
substansi yang mampu menghambat pertumbuhan serta reproduksi bakteri dan fungi.
Penggunaan antibiotik dikhususkan untuk mengobati penyakit infeksi atau sebagai aat
seleksi terhadap bakteri yang sudah berubah bentuk dan sifat dalam ilmu genetika (Prapti,
2012). Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui pemantapan mutu laboratorium
mikrobiologi dalam pemeriksaan sensitivitas antibiotika.

III. PRINSIP
Pemantapan mutu laboratorium mikrobiologi dilakukan pemeriksaan uji sensitivita, dengan
melihat kepekaan kuman terhadap antibiotik atau antimikroba dapat diketahui secara
invitro dengan cara membiakkan bakteri pada media yang diberi disk antibiotik dan pada
media yang dibuat sumuran.

IV. ALAT dan BAHAN


A. Alat
1. Cotton swab 9. Kertas timbang
10. Ketras Koran
2. Cawan petri
11. Erlenmeyer
3. Tabung reaksi
12. Beaker glass
4. Lampu spiritus
13. Mikropipet dan tipe
5. Kapas
14. Neraca
6. Korek api
15. Ose
7. Incubator
16. Autoclave
8. Penggaris
B. Bahan
1. Isolat bakteri Staphilococcus aureus
2. Isolat Pseudomonas aeruginosa
3. Cakram antibiotika Ciprofloxacin (cip)
4. Cakram antibiotika Amoxilin (amx)
5. Cakram antibiotika Cefotaxime(ctx)
6. Cakram antibiotika Chloramphnicol (c)
7. Cakram antibiotika Netilmichin(net)
8. Antibiotika Ciprofloxacin
9. Antibiotika Amoxilin
10. Media Muller Hinton Agar
11. Saline
12. Larutan BaCl2 1%
13. Larutan H2SO4 1%

V. CARA KERJA
A. Pembuatan standar kekeruhan 0,5 McFarland
1. Disiapkan alat yang steril dan bahan yang dibutuhkan
2. Dibuat larutan barium klorida(BaCl2) 1% sebanyak 0,05 ml
3. Dibuat larutan asam sulfat (H2SO4) 1% sebanyak 9,95 ml campurkan kedua larutan
tersebut hingga homogen

B. Pembuatan lidi kapas atau swab steril


1. Dibuat dari lidi yang panjangnya ± 20cm yang sudah dihaluskan dan dibersihkan
2. Selanjutnya salah satu ujung lidi dicelupkan kedalam putih telur, kemudian dibalut
dengan kapas secukupnya
3. Terakhir dimasukan kedalam kaleng atau dibungkus aluminum foil dan distreril
dengan autoclave atau oven
C. Pembuatan media MHA
1. Disiapkan alat yang steril dan bahan yang dibutuhkan
2. Ditimbang media MHA sebanyak 8,5 gram
3. Dilarutkan dalam 250 ml aquades, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan
semuanya larut
4. Disterilisasi dengan autoclave
5. Setelah disterilisasi media ditunggu suhunya mencapai 50-60ºC, kemudian dituang
ke dalam cawan petri yang berdiameter 9 cm, media dituang sebanyak 25 ml agar
didapatkan ketinggian media yang standar.

D. Pembuatan suspensi koloni


1. Disiapkan alat yang steril dan bahan yang dibutuhkan
2. Diambil 3-5 koloni dari agar dengan menggunakan ose
3. Dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 4-5 ml saline
4. Suspense dicocokkan dengan standar kekeruhan 0,5 McFarland.

E. Pembuatan stok antibiotika


1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Digerus antibiotik Ciprofloxacin dan Amoxilin dengan menggunakan mortal sampai
halus
3. Ditimbang antibiotik Ciprofloxacin dan Amoxilin sesuai dengan perhitungan
4. Dilarutkan dengan aquades hingga volume yang ditentukan
5. Dicampur sampai homogen.

VI. HASIL

Diameter zone inhibisi (mm)


Sumuran Cakram
No Antibiotik
Staphylococcus Pseudomonas Staphylococcus Pseudomonas
aureus aeruginosa aureus aeruginosa
1. Ciprofloxacin (cip) 51 50 31 30
2. Amoxilin (amx) 36 34 11 10
3. Cefotaxime(ctx) 0 0 0 0
4. Chloramphnicol(c) - - 28 -
5. Netilmichin(net) - - - 18
Keterangan :
- : tidak dilakukan uji

VII. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengujian antibiotik Ciprofloxacin pada
metode dilusi dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 51 mm
dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 22-30 mm
yang artinya antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri juga sensitif
terhadap antibiotik Ciprofloxacin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Ciprofloxacin baik
digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Pengujian antibiotik Amoxilin pada metode dilusi dengan menggunakan bakteri S. aureus,
diperoleh zona hambat 36 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan
literatur yang ada yaitu 18/lebih mm yang artinya antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan
sebaliknya bakteri juga sensitif terhadap antibiotik Amoxilin. Berdasarkan hasil tersebut
antibiotik Amoxilin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri S. aureus.
Pengamatan terhadap pengujian antibiotik Ciprofloxacin pada metode dilusi
dengan menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa, diperoleh zona hambat 50 mm
dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 22-30 mm
yang artinya antibiotik sensitif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan sebaliknya bakteri
juga sensitif terhadap antibiotik Ciprofloxacin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik
Ciprofloxacin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Pseudomonas aeruginosa. Pengamatan terhadap pengujian antibiotik Amoxilin pada
metode dilusi dengan menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa, diperoleh zona
hambat 34 mm dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada
yaitu 18/lebih mm yang artinya antibiotik sensitif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan
sebaliknya bakteri juga sensitif terhadap antibiotik Amoxilin. Berdasarkan hasil tersebut
antibiotik Amoxilin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Pengamatan terhadap pengujian antibiotik Ciprofloxacin pada metode difusi
dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 31 mm dengan keterangan
sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 22-30 mm yang artinya
antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri juga sensitif terhadap
antibiotik Ciprofloxacin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Ciprofloxacin baik digunakan
untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Pengamatan terhadap pengujian antibiotik Amoxilin pada metode difusi dengan
menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 11 mm dengan keterangan resisten.
Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 18/lebih mm yang artinya antibiotik
resisten terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri juga resisten terhadap antibiotik
Amoxilin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Amoxilin kurang baik digunakan untuk
pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Pengamatan terhadap pengujian antibiotik Chloramphnicol pada metode difusi
dengan menggunakan bakteri S. aureus, diperoleh zona hambat 28 mm dengan keterangan
sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 19-26 mm yang artinya
antibiotik sensitif terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri juga sensitif terhadap
antibiotik Chloramphnicol. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Chloramphnicol kurang baik
digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Pengamatan terhadap pengujian antibiotik Cefotaxime pada metode difusi dengan
menggunakan bakteri S. aureus, tidak diperoleh zona hambat dengan keterangan resisten.
Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu <14 mm yang artinya antibiotik resisten
terhadap S. aureus dan sebaliknya bakteri juga resisten terhadap antibiotik Cefotaxime.
Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Cefotaxime tidak baik digunakan untuk pengobatan
pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus.
Pengamatan terhadap pengujian antibiotik Ciprofloxacin pada metode difusi
dengan menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa, diperoleh zona hambat 29 mm
dengan keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 25-33 mm
yang artinya antibiotik sensitif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan sebaliknya bakteri
juga sensitif terhadap antibiotik Ciprofloxacin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik
Ciprofloxacin baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Pengamatan terhadap pengujian antibiotik Amoxilin pada metode difusi dengan
menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa, diperoleh zona hambat 10 mm dengan
keterangan resisten. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 13/kurang mm
yang artinya antibiotik resisten terhadap Pseudomonas aeruginosa dan sebaliknya bakteri
juga resisten terhadap antibiotik Amoxilin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Amoxilin
kurang baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Pengamatan terhadap pengujian antibiotik Cefotaxime pada metode difusi dengan
menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa, tidak diperoleh zona hambat dengan
keterangan resisten. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu <14 mm yang
artinya antibiotik resisten terhadap Pseudomonas aeruginosa dan sebaliknya bakteri juga
resisten terhadap antibiotik Cefotaxime. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Cefotaxime
tidak baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Pseudomonas aeruginosa.
Pengamatan terhadap pengujian antibiotik Netilmichin pada metode difusi dengan
menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa, diperoleh zona hambat 18 mm dengan
keterangan sensitif. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang ada yaitu 15/lebih mm yang
artinya antibiotik sensitif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan sebaliknya bakteri juga
sensitif terhadap antibiotik Netilmichin. Berdasarkan hasil tersebut antibiotik Netilmichin
baik digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Pseudomonas aeruginosa.

VIII. KESIMPULAN
1. Teknik uji sensitivitas menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa menggunakan
medium MHA. Pada metode dilusi Bakteri Pseudomonas aeruginosa sensitif terhadap
antibiotik Ciprofloxacin dan Amoxilin sedangkan pada metode difusi Bakteri Pseudomonas
aeruginosa sensitif terhadap antibiotik Ciprofloxacin dan Netilmichin, resesten dengan
antibiotik amoxilin dan Cefotaxime.
2. Teknik uji sensitivitas menggunakan S. aureus, menggunakan medium MHA. Pada metode
dilusi Bakteri S. aureus sensitif terhadap antibiotik Ciprofloxacin dan Amoxilin sedangkan
pada metode difusi Bakteri S. aureus sensitif terhadap antibiotik Ciprofloxacin dan
Chloramphnicol, resesten dengan antibiotik amoxilin dan Cefotaxime.

IX. DOKUMENTASI

Cakram Staphylococcus aureus Cakram Pseudomonas aeruginosa

Sumuran Staphylococcus aureus Sumuran Pseudomonas aeruginosa

Anda mungkin juga menyukai