Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Bealakang

Dalam industri pengelolaan ikan, kesempurnaan penanganan ikan segar


memegang peranan penting karena ini menentuakan hasil olahan, sehingga perlu
dipikirkan suatu teknologi yang dapat memperbaiki penangann pasca panen dan
dapat menganekaragamkan hasil olahan dari ikan. Alternatif penanganan ikan
yang hingga kini masih dilakukan secara tradisional adalah olahan pembuatan
terasi. Menurut afrianto dan liviawaty (2005) terasi adalah salah satu produk hasil
fermentasi ikan atau udang yang hanya mengalami perlakuan penggaraman
(tamoa diikuti dangan penambahan asam), kemudian dibiarakan beberapa saat
agar terjadi proses fermantasi.

Prinsip dari fermentasi ikan atau udang adalah fermentasi didalam larutan
garam Kristal sehingga terbentuk flavor yang masih enak atau falvour yang
menyerupai daging. Proses dari fementasi dari substrat tidak diharapkan sempurna
dalam pembuatan terasi karena produk harus mengandung protein yang
terhidrolisis atau tahap hidrolisis, salah satu perubahan selama fermentasi dari
substras tidak di harapkan adalah liquid fiks. Setelah proses penggaraman, cairan
mula-mula rendah tapi setelah disimpan beberapa hari, yaitu selama proses
fermentasi menyebabkan terjadinya proses hidrolisis protein sehingga kandungan
nitrogen terlarut naik.

Terasi biasanya menggunakan bahan dari ikan-ikan kecil seperti ikan teri atau
udang rebon pada pratikum kali ini menggunakan udang rebon yang selama ini
udang rebon sering dikatagori sebagai udannya kaum marginal. Dibandingkan
dengan udang lainnya, rebon jauh lebih murah harganya, namun dari gizi udang
rebon tidak kalah dari jenis udang lain. Keunggulan dari udang adalah kalsium
yang tinggi.

Pada umumnya masyarakat menggunakan terasi sebagai penyedap rasa atau


bumbu tambahan dalam masakan.Baunya yang khas menambah aroma dan cita
rasa pada makanan.Sehingga dalam hal ini mengetahui mengenai pembuatan
terasi dengan dengan konsentrasi garam yang berbeda cukup penting untuk
mengetahui sebagai bentuk kemampuan dalam pengolahan hasil sumberdaya
perairan (undang rebon) dengan bentuk diversifikasi pangan yang berbeda.Dengan
demikian dapat diketahui konsentrasi garam terbaik pada pembuatan terasi udang.

B. Tujuan
Adapun tujuan dalam pratikum ini telah mengtahui cara pembuatan terasi
II. TINJAUAN PUSTAKA

Terasi merupakan suatu bahan tambahan makanan yang biasanya dibuat dari
rebon (Acets sp) maupun ikan atau udang yang bernilai ekonomis rendah. Produk
ini biasanya berwarna coklat, abu-abu atau merah. Seperti halnya produk
fermentasi lainnya, terasi juga mempunyai aroma yang khas yang ditimbulkan
oleh adanya komponen volatile di dalamnya.

A. Proses Pengolahan Terasi

Bahan baku terasi adalah Udang atau ikan teri, Air, dan garam. Sedangkan
alat untuk pembuatan terasi adalah mesin penggiling ikan serta pembungkus dan
alat alat dapur. Untuk terasi ikan biasanya menggunakan ikan kecil - kecil dan
sejenisnya, yang harus dibuang kepalanya terlebih dahulu sebelum diproses lebih
lanjut.
Prinsip pengolahan terasi didasarkan pada proses penguraian daging udang
atau ikan oleh enzim pemecah protein yang ada dalam tubuh udang atau ikan itu
sendiri (Yunizal 1998). Proses ini terjadi dalam suasana beragam dan dalam
kondisi tertentu sehingga diperoleh terasi udang atau ikan dengan bau, aroma dan
rasa yang sangat spesifik.
Adapun jika akan membuat terasi udang maka rebon dapat digunakan.
Dalam pembuatan terasi, garam ini mempunyai manfaat ganda yaitu :
1. Sebagai pemantap cita rasa terasi.
2. Sebagai bahan pengawet (pada konsentrasi 20 % ; 2 ons per kg bahan
baku).

Gambar 1. Udang Segar (Bahan Baku Pembuatan Terasi)

Proses pembuatan terasi menurut Winarno et.al.(1973) dalam Rahayu


et.al.(1992) dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Bagan Proses Pembuatan Terasi

a. Persiapan Bahan Baku


Bahan baku yang berupa udang kita sortasi sesuai ukurannya dan dicuci
untuk menghilangkan kotoran, lendir, dan ditiriskan. Proses pencucian
menggunakan air sumur yang sudah ditaruh dalam wadah lalu kemudian udang
dimasukkan kedalam wadah untuk dicuci.

b. Penjemuran

Proses penjemuran dilakukan dibawah terik matahari, hingga setengah


kering dan dibolak-balik. Menurut Hadiwiyoto (1983), maksud dari penjemuran
ini tidak hanya untuk mengeringkan sama sekali tetapi cukup kira-kira setengah
kering saja supaya mudah untuk digiling atau ditumbuk.

.
Gambar 3. Proses Penjemuran Udang/ikan

c. Penggilingan dan Penumbukan


Pada proses ini udang dimasukkan kedalam alat penggiling untuk
menghaluskan udang. Proses penggilingan bahan terasi ini menggunakan mesin
penggiling yang terbuat dari baja, selain itu penggilingan digunakan untuk
mendapatkan hasil yang homogen dan menghemat tenaga dan waktu. Didalam
penumbukan ditambahkan garam, air dan pewarna dengan perbandingan 1 gayung
air dan 2 kg garam serta 1 sendok pewarna untuk 5 kwintal udang. Menurut
Afrianto dan liviawaty (2005) jumlah garam yang ditambahkan tergantung selera,
maksimal 30% dari berat total ikan atau udang agar terasi yang diproduksi tidak
terlalu asin.

Gambar 4. Proses Penjemuran Pasca Penggilingan

d. Fermentasi
Terasi yang sudah dibungkus lalu kita fermentasikan didalam ruang
khusus yang terdiri dari rak-rak tempat meletakkan adonan yang sudah dibungkus.
Proses fermentasi ini dimaksudkan untuk proses penguraian senyawa-senyawa
yang kompleks dari daging udang menjadi senyawa yang sederhana. Menurut
Afrianto dan liviawaty (1989) enzim yang berperan dalam proses fermentasi pada
produk perikanan terutama didominasi oleh enzim proteolitik yang mampu
menguraikan protein. Proses pemerahan (fermentasi) ini berlangsung 3-4 minggu
dan dilakukan pada suhu kamar, jika terdapat pada inkubator pemerahan dapat
dilakukan pada suhu 20-30oC yang merupakan suhu optimum untuk fermentasi
terasi (Anonymous, 2005)

2.2 Mikroba dalam terasi


Mikroba yang tumbuh selama fermentasi sangat mempengaruhi mutu hasil
produksi hasil fermentasi. Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa mikroba
yang berperan dalam fermentasi terasi berbeda jenis dan jumlahnya. Menurut
Pedersen (1971), mikroba yang berperan dalam fermentasi terasi adalah bakteri
asam laktat, asam asetat, khamir dan jamur. Strain dari bakteri asam laktat adalah
leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cereviceae, Lactobacillus plantarum,
dan Steptococcus faecalis. Sedangkan menurut perangin angina et al. (1981).
Khamir dan kapang tidak berperan selama fermentasi pembuatan terasi. Menurut
Vong dan Jackson (1977), diacu dalam marliana (1992), mikroba dalam terasi
berasal dari genus Bacillus, Sarcina, Staphylococcus, Clostridium.
Pada produk fermentasi ikan bergaram terdapat dua jenis mikroba yaitu
bakteri obligat halofilik dan bakteri halofilik. Bakteri obligat halofilik tumbuh
pada suhu 5-50oC dan tumbuh optimum pada suhu 35-40oC, pH Antara 6-10. Pada
konsentrasi garam yang tinggi menghasilkan gas H2S dan Indol dengan warna
koloni merah muda (Shewan and Hobbs, 1967 diacu dalam Sjafi,I 1988).
Menurut Rahayu (1989) Menduga bahwa pada terasi terdapat mikroba
jenis Micrococcus, Corynebachterium, Cytophaga, Bacillus, HaloBacterium, dan
Acinobacter. Menurut Sjafi,I (1988), yang bertanggung jawab atas pembentukan
cita rasa khas yag dihasilkan produk fermentasi adalah Staphylococcus sp. Saisthi
(1967), menemukan bahwa bakteri gram positif batang yang menghasilkan aroma
asam organik yang khas, gram negatif oval batang nonmotil yang memproduksi
bau khas daging yang merangsang, dan gram positif berbentuk batang panjang,
memproduksi aroma yang berasal dari degradasi asam amino.
menggunakan enzim dehidrogenase glutamat selama proses fermentasi
(Hajep and Jinap, 2012). Rasa umami produk fermentasi tergantung pada
konsentrasi glutamat didalamnya. Terasi mengandung asam glutamate sebesar
1508 mg/ 100 g.
III METODOLOGI

3.1. Bahan

1. Udang rebon
2. Plastik
3. Garam
4. Air

3.2 Alat

1. Timbangan
2. Nampan
3. Kendi
4. Ulekan
3.3. prosedur pratikum

1. Haluskan udang rebon menggunakan ulekan


2. Siapkan garam dengan konsentrasi 2% - 10%dari berat udang
3. Setelah itu campur dengan garam sesuai porsi yang sudah ditetapkan pada
masing-masing kelompok
4. Homogenkan hingga merata dan tambahkan sedikit air
5. Bungkus menggunakan plasik
6. Lalu fermetasikan selama 7 hari dan keringkan
IV. Hasil dan pembahasan

4.1 Hasil

Nama peneliti : Muhammad noer hidayah

Tanggal : 01 juni 2019

Table 1 Penilaian organokeptik terasi udang pasta

No spesifikasi nilai
1. Penampakan Coklat kemerahan kusam 5
sedikit kotoran
2. Bau Kurang harum, sedikit bau 6
tambahan
3. Rasa - -
4. Tekstur Agak keras, kurang 6
homogen, agak kasar
5. Jamur Tidak ada 9

4.2 Pembahasan

a. Penumbukan

pada proses ini udang dimasukan dikendi untuk ditumbuk, tumbuk udang
sampai halus di dalam penumbukan di tambahkan garam, dan air. Jumlah garam
yang di tambahkan 2% dari total udang.

b. pencetakan

udang yang sudah di kasih garam dan dihaluskan lalu di cetak sesuai selera,
setelah itu di masukan di glass Tupperware yang ada tutupnya

c. fermentasi

terasi yang sudah di masukan di glass lalu kita fermentasikan, proses fermentasi
ini dimaksudkan untuk proses penguraian senyawa-senyawa yang komleks dari
daging udang yang sederhana. Menurut afrianto dan liviawaty (1989) enzim yang
berperan dalam proses fermentasi pada produk perikanan didominasikan oleh
enzim proteolitik yang mampu nguraikan protein. Frementasi ini berlangsung 1
minggu dan dilakukan pada suhu kamar.
V. Penutup

5.1 Kesimpulan

Dapat di simpulkan bahwa proses pembuatan terasi dapat mikroorganisme


yang berperan dalam proses pengolahanya yaitu bakteri lactobacillus sp dan
bakteri mesofil.Mikroorganisme tersebut dimanfaatkan untuk mengubah laktosa
menjadi asam laktat. Mikroorganisme tersebut digunakan pada saat pematangan
yaitu dalam proses pembentukan arome khas terasi.

5.2. Saran

Dalam praktikum yang telah dilaksanakan sudah baik, dan sangat


bermanfaat bagi kami, khususnya bagi kami kelompok 1 yang semua
anggotanya telah mengikuti pratikum dasar-dasar teknologi hasil perikanan
DAFTAR PUSTAKA

Aristyan, I., R. Ibrahim., dan L. Rianingsih. 2014. Pengaruh Perbedaan Kadar


Garam Terhadap Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Terasi Rebon (Acets
sp.). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol. 3 No. 2
Halaman 60-66.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Terasi Udang – Bagian 1: Spesifikasi SNI
No. 2716.1-2009. Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSNI), Jakarta.
Christanti, A. D. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Halotoleran pada Terasi.
Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan IPB,
Bogor.
Damayanthy E, mudjajanto. 1993. Teknologi makanan. Dirjen pendidikan dasar
dan menengah.direktorat pendidikan menengah kejuruan
Desroirer NW.1998.Teknologi Pangan.Penerjemah. UIpress, Jakarta.
Hajeb dan Jinap. 2012. Fermented Shrimp Products as Source of Umami in
Southeast Asia. Journal Nutrition & Food Science. ISSN: 2155-9600.
Marliana. 1992. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Gula Merah dan Garam
Terhadap Mutu Efisiensi Terasi Udang. Skripsi. Jurusan hasil perikanan IPB,
Bogor.
Pederson cs. 1963. Processing by fermentation dalam handbook of food and
agriculture, Newyork
Rahayu wp, 1992. Bahan pengajaran teknologi fermentasi produk perikanan.
Bogor:pusat antar universitas pangan dan gizi, Institute Pertanian Bogor
Rahmayati, R., P. H. Riyadi., dan L. Rianingsih. 2014. Perbedaan Konsentrasi
Garam terhadap Pembentukan Warna Terasi Udang Rebon (Acets sp.) Basah.
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol. 3 No. 1 Halaman
108-117.
Romawati, M. D., W. F. Ma’ruf., dan Romadhon. 2014. Pengaruh Kadar Garam
terhadap Kandungan Histamin, Vitamin B12 dan Nitrogen Bebas Terasi Ikan
Teri (Stolephorus sp). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Vol. 3 No. 1 Halaman 80-88.
Saitshi p. 1967. Traditional fermented fish. Asean food jurnal
Sjafii a. 1988.Mutu Mikrobioloi Beberapa Ragam Peda. IPB, Bogor.
Winarno fg fardiaz. 1980. Pengantar teknologi pangan, Bandung
Yunizal. 1998. Pengolahan terasi udang. Warta penelitian dan pengebangan
pertanian. Departemen Pertanian Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai