Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan.
Berbagai jenis bakteri dapat menguraikan komponen gizi ikan menjadi
senyawa-senyawa berbau busuk dan anyir. Berbagai bakteri patogen
(penyebab penyakit), seperti Salmonella, Vibrio dan Clostridum sering
mencemari produk perikanan.
Penurunan mutu ikan dapat terjadi mulai dari saat penangkapan dan terus
ber-langsung hingga ke tangan konsumen akhir (Quang, 2005).
Mempertahankan ke-segaran ikan hasil tangkapan sangat penting demi
mendapatkan mutu ikan yang baik sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.
Penanganan ini merupakan salah satu cara mengatasi pembusukan ikan,
sehingga ikan dapat disimpan lebih lama lagi sampai tiba waktunya dijadikan
bahan konsumsi (Ramli, 2009).
Pada kapal terdapat tempat penyimpanan ikan yang dilengkapi de-ngan
pendingin untuk menurunkan suhu ikan sekaligus mempertahankan
kualitasnya (Ilyas 1983). Akan tetapi umumnya nelayan Indonesia terutama
nelayan skala kecil, hanya mengguna-kan boks yang terbuat dari bahan
fibreglass sebagai tempat untuk menyimpan ikan hasil tangkapan. Ikan
disimpan di dalam boks terse-but bersama es dengan tujuan agar daging ikan
tetap terjaga kesegarannya.
Keberhasilan sis-tem pendinginan ikan yang biasa digunakan oleh
nelayan tradisional, sangat ditentukan oleh jumlah es yang dibawa dan jumlah
ikan yang akan didinginkan. Sehingga perlu diketahui ra-sio jumlah es
terhadap jumlah ikan yang efektif sehingga proses pendinginan ikan dapat
terjadi secara maksimal. Oleh karena itu, pada tahap awal perlu diketahui laju
pelelehan es dan suhu yang dihasilkan oleh es tersebut. Semakin ting-gi suhu,
semakin cepat bakteri berkembang bi-ak pada daging ikan sebagai media
sekaligus sebagai makanannya (Ilyas 1972).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan rumusan masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana tekhnik yang benar dalam penggunaan es diatas kapal
b. Berapa jumlah perbandingan rasio jumlah es dengan ikan yang akan
digunakan
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka didapatkan tujuan penelitian sebagai
berikut:
a. Mengetahui tekhnik yang benar dalam penggunaan es diatas kapal
b. Mengetahui jumlah perbandingan rasio jumlah es dengan ikan yang akan
digunakan
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan, manfaat penelitian ini adalah :
a. Dapat melakukan teknik yang benar dalam penggunaan es diatas kapal
b. Memberikan informasi jumlah perbandingan rasio jumlah es dengan ikan
yang akan digunakan
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) atau skipjack tuna menurut


taksonominya diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin 1984) :

 Phylum : Chordata
 Kelas : Pisces
 Ordo : Perciformes
 Sub Ordo : Scombroidea
 Famili : Scombroidae
 Sub Famili : Thunninae
 Genus : Katsuwonus
 Species : Katsuwonus pelamis

Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)


Ikan cakalang memiliki tubuh yang membulat atau memanjang dan garis lateral.
Ciri khas dari ikan cakalang memiliki 4-6 garis berwarna hitam yang memanjang
di samping bagian tubuh.
Ikan cakalang pada umumnya mempunyai berat sekitar 0,5 – 11,5 kg serta
panjang sekitar 30-80 cm. Ikan cakalang mempunyai ciri-ciri khusus yaitu
tubuhnya mempunyai bentuk menyerupai torpedo (fusiform), bulat dan
memanjang, serta mempunyai
gill rakers (tapis insang) sekitar 53-63 buah. Ikan cakalang memiliki dua sirip 6
punggung yang letaknya terpisah. Sirip punggung pertama terdapat 14-16 jari-jari
keras, pada sirip punggung perut diikuti oleh 7-9 finlet. Terdapat sebuah rigi-rigi
(keel) yang sangat kuat diantara dua rigi-rigi yang lebih kecil pada masing-masing
sisi dan sirip ekor (Matsumoto et al 1984).

Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Cakalang (100 g)


Komponen Komposisi Kimia (%)
Air 69,9 ± 0,71
Protein 26,0 ± 0,28
Lemak 22,0 ± 0,07
Karbohidrat 4 0,7 ± 0,42
Abu 9 1,4 ± 0,07\
Sumber : Departement of Health, Education and Walfare (1972)

2.2 Tingkat Kesegaran Ikan Cakalang

Ikan mempunyai kesegaran maksimal apabila sifat-sifatnya mendekati


dengan ikan hidup baik rupa, bau, cita rasa, maupun teksturnya. Apabila
penanganan ikan kurang baik maka mutu atau kualitasnya akan turun (Junianto
2003). Menurut Suseno (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kesegaran ikan
antara lain :

a. Pengaruh faktor alami dan biologis


 Jenis ikan, beberapa ikan ada yang mudah dan cepat busuk, umumnya
ikan yang berukuran kecil lebih cepat membusuk.
 Biologis, ikan yang ditangkap dalam keadaan kenyang (feedy fish) saat
ditangkap akan lebih cepat busuk. Feedy fish dapat terlihat dari
cepatnya isi perut dan dinding perut mengalami penguraian. Jenis
makan dalam perut berpengaruh terhadap pembusukan (Wibowo 2003)
b. Pengaruh cara penanganan (handling)
 Cara penangkapan
 Cara kematian ikan
 Cara penanganan di kapal
 Cara bongkar dan pendaratan
 Cara penanganan di darat
 Cara transportasi
 Cara distribusi
Ikan segar adalah ikan yang kondisinya dipertahankan segar dengan cara
pendinginan yang tidak membeku, sehingga kualitas masih sama atau mendekati
keadaan ikan yang baru ditangkap. Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai
membusuk dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Ciri-ciri Ikan Segar dan Ikan Busuk


Parameter Ikan Segar Ikan Busuk
Kulit  Warna kulit terang dan  Kulit berwarna suram,
jernih pucat dan berlendir
 Kulit masih kuat banyak
membungkus tubuh,  Kulit mulai terlihat
tidak mudah sobek, mengendur dibeberapa
terutama pada bagian tempat tertentu
perut  Kulit mudah sobek dan
 Warna-warna khusus warna khusus sudah
yang ada masih terlihat hilang
jelas.
Sisik  Sisik menempel kuat  Sisik mudah terlepas dari
pada tubuh sehingga tubuh
sulit dilepas.
Mata  Mata tampak terang,  Mata tampak suram,
menonjol, dan tenggelam dan berkerut.
cembung.
Insang  Insang berwarna merah  Insang berwarna cokelat
sampai merah tua, suram atau abu-abu dan
terang dan lamella lamella insang
insang terpisah. berdempetan.
 Insang tertutup oleh  Lendir insang keruh dan
lendir berwarna terang berbau asam, menusuk
dan berbau segar hidung.
seperti bau ikan.
Daging  Daging kenyal,  Daging lunak,
menandakan rigor menandakan rigor mortis
mortis masih telah selesai.
berlangsung.  Daging dan bagian tubuh
 Daging dan bagian lain mulai berbau busuk.
tubuh lain berbau segar.  Bila ditekan dengan jari
 Bila daging ditekan tampak bekas lekukan.
dengan jari tidak  Daging mudah lepas dari
tampak bekas lekukan. tulang.
 Daging melekat kuat  Daging lembek dan isi
pada tulang. peru sering keluar.
 Daging perut utuh dan  Daging berwarna kuning
kenyal. kemerah-merahan di
 Warna daging putih. sekitar tulang punggung.
Disimpan  Ikan segar akan  Ikan yang sudah sangat
tenggelam membusuk akan
Dalam Air
mengapung di
permukaan air.

Sumber : Afrianto dan Liviawaty (1989)

Menurut soekarto (1985) Bahan baku yang memiliki persyaratan mutu


harus bersih, bebas dari semua bau yang menandakan pembusukan dan bebas dari
dekomposisi yang dapat menurunkan mutu serta membahayakan kesehatan.
Secara organoleptik bahan baku harus memenuhi karakteristik kesegaran berikut:
 Kenampakan : Bersih, warna daging spesifik jenis ikan segar
 Bau : Spesifik segar menurut jenis ikannya
 Daging : Elastis, padat dan kompak
 Rasa : Netral agak manis
2.3 Pendinginan
Prinsip pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin ke suhu
serendah mungkin tetapi tidak sampai menjadi beku. Umumnya pendinginan tidak
dapat mencegah pembusukan secara total, tetapi semakin dingin suhu ikan,
semakin besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim. Dengan demikian melalui
pendinginan proses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya tertunda, tidak
dihentikan. Mendinginkan ikan seharusnya ikan diselimuti oleh medium ya lebih
dingin darinya, dapat berbentuk cair, padat, atau gas. Pendinginan ikan dapat
dilakukan dengan menggunakan refrigerasi, es, slurry ice (es cair), dan air laut
dingin (chilled sea water). Cara yang paling mudah dalam mengawetkan ikan
dengan pendinginan adalah menggunakan es sebagai bahan pengawet, baik untuk
pengawetan di atas kapal maupun setelah di daratkan, yaitu ketika di tempat
pelelangan, selama distribusi dan ketika dipasarkan. Penyimpanan ikan segar
dengan menggunakan es atau sistem pendinginan yang lain memiliki kemampuan
yang terbatas untuk menjaga kesegaran ikan, biasanya 10–14 hari (Wibowo dan
Yunizal 1998 diacu dalam Irianto dan Soesilo 2007).
Pertama yang perlu diperhatikan di dalam penyimpanan dingin ikan
dengan menggunakan es adalah berapa jumlah es yang tepat digunakan. Es
diperlukan untuk menurunkan suhu ikan, wadah dan udara sampai mendekati atau
sama dengan suhu ikan dan kemudian mempertahankan pada suhu serendah
mungkin, biasanya 0 0C. Perbandingan es dan ikan yang ideal untuk penyimpanan
dingin dengan es adalah 1 : 1. Hal lain yang juga perlu dicermati di dalam
pengawetan ikan dengan es adalah wadah yang digunakan untuk penyimpanan
harus mampu mempertahankan es selama mungkin agar tidak mencair. Wadah
peng-es-an yang ideal harus mampu mempertahankan suhu tetap dingin, kuat,
tahan lama, kedap air dan mudah dibersihkan. Untuk itu diperlukan wadah yang
memiliki daya insulasi yang baik (Wibowo dan Yunizal 1998 diacu dalam Irianto
dan Soesilo 2007).
2.4 Es
Es air tawar terus memainkan peranan utama dalam mendinginkan ikan di
atas kapal karena manfaat yang ditawarkannya. Desain dan pengoperasian ruang
ikan dan area penyimpanan di mana es digunakan tidaklah rumit. Es berkualitas
baik memberikan penyimpanan yang bersih, lembab, dan berudara untuk ikan. Es
tidak berbahaya, dapat dipindahkan, tidak mahal, dan, karena ia mencair pada
tingkat tertentu, sejumlah tingkat pengendalian dapat dipertahankan atas suhu
ikan.
Es juga memainkan peran penting dalam mencegah dehidrasi ikan selama
penyimpanan. Es mendinginkan dengan cepat tanpa banyak mempengaruhi
keadaan ikan, serta biayanya murah. Es banyak digunakan termasuk di Indonesia.
Pada umumnya, es sebagai bahan pendingin ikan yang paling banyak dipakai. Es
kebanyakan dibuat dari air tawar dan selebihnya dari air laut, yaitu pada proses
produksi es yang dilakukan di kapal ikan (Adawyah 2007). Es merupakan
medium pendingin yang paling baik bila dibandingkan dengan medium pendingin
lain karena es batu dapat menurunkan suhu tubuh ikan dengan cepat tanpa
mengubah kualitas ikan dan biaya yang diperlukan juga relatif lebih rendah bila
dibandingkan dengan penggunaan medium pendingin lain (Afrianto dan
Liviawaty 1989). Fungsi es dalam pendinginan ikan yaitu (Adawyah 2007):
a. Menurunkan suhu daging sampai mendekati 0 oC.
b. Mempertahankan suhu ikan tetap dingin.
c. Menyediakan air es untuk mencuci lendir, sisa-sisa darah, dan bakteri dari
permukaan badan ikan.
d. Mempertahankan keadaan berudara (aerobik) pada ikan, selama disimpan
di dalam palka.
2.5 Es Curai
Es curai merupakan es yang berbentuk butiran-butiran yang sangat halus
dengan diameter 2 mm dan tekstur lembek, umumnya sedikit berair. Mesin yang
digunakan berukuran kecil dan produksinya sedikit, hanya untuk ikan di sekitar
pabrik. Es ini lebih cepat meleleh sehingga proses pendinginan lebih cepat terjadi.
Tetapi, di lain pihak akan banyak jumlah es yang hilang sehingga lebih banyak
jumlah es yang diperlukan. Hal sama juga terjadi dengan es yang berukuran kecil.
Ukuran es yang semakin kecil menyebabkan ikan akan lebih cepat dalam proses
pendinginannya. Untuk mengatasi kelemahan es halus perlu disimpan dan
diangkut di dalam kotak yang berinsulasi atau jika memungkinkan dengan mesin
pendingin. Keuntungan lainnya berupa es curai lebih mudah penggunaannya,
tidak perlu dihancurkan dulu sebelum digunakan sedangkan kelemahan es curai
memerlukan ruang penyimpanan yang lebih besar, karena permukaan es lebih luas
dan banyak rongga udara, meleleh lebih cepat karena dalam proses pembuatannya
kurang dari titik beku (Adawyah 2007).
Es curai (small ice atau fragmentary ice) adalah istilah yang diberikan
pada banyak es yang dibuat dalam bentuk kepingan kecil, yang dalam
perdagangan dikenal dengan nama es keeping (flake ice), es potongan atau es
lempeng (slice ice), es tabung (tube ice), es kubus (cube ice), es pelat (plate ice),
es pita (ribbon ice) dan lain-lain (Ilyas 1998 diacu dalam Wulandari 2007). Es
dalam bentuk curah lebih efektif (cepat) dalam mendinginkan daripada bentuk es
balok (block ice) karena lebih luas permukaannya, sehingga juga lebih cepat cair.
Dengan kata lain semakin kecil ukuran butiran es semakin cepat kemampuan
mendinginkannya dan semakin mudah mencair (Martono 2007).
2.6 Es Balok
Es balok merupakan es yang berbentuk balok berukuran 12-60 kg/balok.
Sebelum dipakai es balok harus dipecahkan terlebih dahulu untuk memperkecil
ukuran. Es balok merupakan jenis es yang paling banyak atau umum untuk
digunakan dalam pendinginan ikan karena harganya murah dan mudah dalam
pengangkutannya. Es balok lebih mudah dalam pengangkutannya karena lebih
sedikit meleleh. Akan tetapi, memerlukan sarana penumbuk es atau penghancur
secara mekanis (ice crusher) sehingga es yang keluar dari pabrik sudah siap pakai
dengan ukuran 1 cm x 1 cm. Keuntungan lain dari penggunaan es balok ialah es
balok lebih lama mencair dan menghemat penggunaan tempat pada palka, es
balok ditransportasikan dan disimpan dalam bentuk balok dan dihancurkan bila
akan digunakan. Gambar es balok dapat dilihat pada gambar
(Sumber : Anonim 2010)

Es balok ini merupakan media pendingin yang banyak digunakan dalam


penanganan ikan, baik di atas kapal maupun di darat selama distribusi dan
pemasaran. Umumnya es dikatakan bagus jika padat, bening dan kering (tidak
meleleh). Es dikatakan tidak baik apabila sangat cepat mencair. Dibandingkan
hancuran es balok, es salju tidak begitu merusak pada ikan, tetapi ia cenderung
mengelompok yang meniadakan perpindahan panas dari ikan kepada es dan
menyukarkan dalam penanganan dan transformasi (Ilyas 1998 diacu dalam
Wulandari 2007).

III. METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat
dapss

Quang, N.H. 2005. Guidelines for handling and preservation of fresh fish for further
processing in Vietnam. The United Nation University Fisheries Training Programme.
Iceland. 57p.
Ramli. 2009. Analisis biaya produksi dan titik impas pengolahan ikan selai Patin. J.
kelautan dan perikanan, 14(1):1-11.

Ilyas S. 1972. Peranan Es dalam Industri Peri-kanan. Jakarta: Direktorat Jendral Peri-
kanan
Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigasi Hasil Perika-nan. Jakarta: CV. Paripurna.

Anda mungkin juga menyukai