Anda di halaman 1dari 20

17

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Mei 2012 di
Laboratorium Preservasi dan Pengolahan, Laboratorium Mikrobiologi,
Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan dan Laboratorium Organoleptik
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Terpadu IPB; Laboratorium SEAFAST
Center; Laboratorium Kimia Terpadu Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
IPB; Laboratorium Pengolahan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Pattimura Ambon dan Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan Tual.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi bahan untuk pengolahan
enbal ikan dan bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan dalam pengolahan
enbal ikan adalah bahan baku ikan layang dan singkong. Berat rata-rata ikan
layang 350-500 gram/ekor dan berasal dari desa nelayan Waai Kecamatan
Salahutu, Maluku Tengah sedangkan singkong yang kemudian diolah menjadi
tepung enbal diperoleh dari perkebunan singkong masyarakat Desa Ngilngof,
Kabupaten Maluku Tenggara.
Bahan yang digunakan untuk analisis kimia meliputi bahan untuk analisis
proksimat, serat kasar, asam amino, asam lemak, karbohidrat, aktivitas air (Aw),
jumlah energi, nilai TBA dan analisis mikrobiologi. Bahan untuk analisis
proksimat pada penetapan kadar protein: H2SO4 pa, NaOH 30-33%, H3BO3 3%,
HCl 0,1M, larutan bromcresol green, indikator metal merah, akuades; uji kadar
lemak: heksana; kadar karbohidrat: CaCO3, alkohol 80%; penetapan asam amino:
HCl 6 N, metanol, es kering, aseton, n-oktil alkohol, kalium borat, ortoftalaldehid
(OPA), Na-asetat, Na-EDTA, metanol, tetra hidro furan; penetapan asam lemak:
asam lemak margarat, NaOH metanolik 0,5 N, N2BF3 metanol, isooktana, NaCl,
Na2SO4 anhidrous; penetapan (TBA): HCl 4 M, pereaksi TBA, akuades;
pengamatan mikrobiologi dengan metode (TPC) dan kapang: nutrient agar,
akuades, larutan bufferfield phosphate buffered, (PCA) dan (PDA).
18

Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan: meat separator, panci
kukus, blender, plastik Polyethylene (PE), timbangan, oven, loyang almunium.;
pembuatan tepung enbal: ayakan, mesin parut.
Alat yang digunakan untuk analisis kimia dan fisika adalah pH meter
(Orion), stirrer, oven, alat destilasi, aw meter (Shibaura), alat Bom Kalorimeter
(Parr 6200 Calorimeter), High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
merk Shimadzu dengan tipe LC- 20AB dan kromatografi gas (Shimadzu). Alat
yang digunakan untuk analisis mikrobiologi: inkubator (Binder), oven. Alat yang
digunakan untuk analisis organoleptik: piring kertas dan format uji.

3.3 Prosedur Penelitian


Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap percobaan. Penelitian tahap I
merupakan penelitian pendahuluan. Pada tahap ini dilakukan karakterisasi bahan
baku ikan layang dan singkong, pembuatan tepung ikan layang yang akan
ditambahkan dengan enbal. Tahap ini dilakukan uji proksimat, analisis TPC,
analisis TVB dan perhitungan rendemen terhadap ikan layang segar, pengujian
proksimat dan analisis TPC terhadap tepung ikan layang serta pada tepung enbal,
dilakukan analisis proksimat, HCN dan perhitungan rendemen tepung enbal.
Penelitian tahap II adalah pembuatan enbal ikan dengan menambahkan
tepung ikan layang dengan konsentrasi 0% (A kontrol), 5% (B), 10% (C),
15% (D) dan 20% (E). Pada tahap ini dilakukan uji proksimat, serat kasar serta
organoleptik untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap produk sedangkan
penentuan perlakuan terbaik, dilakukan dengan metode Bayes dan hasilnya
dilanjutkan pada penelitian di tahap III.
Pada penelitian tahap III, perlakuan terpilih tahap ke II diuji analisis kimia,
fisik dan mikrobiologis meliputi analisis karbohidrat, HCN, total energi,
karakteristik asam amino, karakteristik asam lemak, TBA, kerenyahan, TPC,
kapang dan dilakukan uji daya simpan produk terbaik menggunakan
desain percobaan metode Accelerated Shelf Life Testing ( ASLT ) dengan
model Arrhenius.
19

Penelitian Tahap I
Penelitian tahap I diawali dengan pembuatan tepung ikan yang mengacu
pada modifikasi metode penelitian Dullah et al. (1985). Pembuatan tepung ikan
diawali dengan proses penimbangan ikan untuk mengetahui berat awal ikan yang
akan digunakan untuk menghitung rendemen fillet. Tahap selanjutnya dilakukan
pencucian dengan air dingin untuk membuang kotoran, lendir dan benda-benda
asing yang melekat pada tubuh ikan.
Ikan dibuat fillet kemudian dilumatkan dengan alat meat separator.
Langkah selanjutnya adalah daging ikan layang lumat dikukus dengan air yang
mendidih selama 30 menit kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50⁰C.
Daging lumat yang telah kering tersebut digiling dan diayak menggunakan ayakan
ukuran 100 mesh hingga dihasilkan tepung ikan layang. Tepung ikan yang
dihasilkan dianalisa kadar protein, air, lemak dan abu. Diagram alir tahapan
pembuatan tepung ikan dapat dilihat pada Gambar 4.

Ikan layang

Sortasi

Penyiangan

Pencucian

Pelumatan *

Pengukusan (30 menit)setelah air


mendidih*

Pengeringan

Penggilingan kering

Tepung ikan
layang
Gambar 4 Tahapan pembuatan tepung ikan.(* modifikasi Dullah et al. 1985).
20

Pembuatan tepung enbal dilakukan menggunakan prosedur yang sering


dilakukan oleh masyarakat setempat yang biasanya mengolah tepung enbal. Pada
tahap awal, dilakukan pengupasan singkong dan pemarutan. Langkah
selanjutnya, dilakukan pengepresan dengan papan penjepit kemudian dilakukan
pengeringan selama 4 jam di bawah sinar matahari. Enbal yang telah dijemur
kemudian diayak dengan ayakan ukuran 70 mesh. Tahapan pembuatan tepung
enbal dapat dilihat pada Gambar 5.

Singkong segar

Pemarutan tangan

Pengepresan dengan
papan penjepit

Pengeringan

Pengayakan

Tepung enbal

Gambar 5 Tahapan pembuatan tepung enbal cara tradisional.


(Komunikasi pribadi).

Penelitian Tahap II
Pada penelitian tahap II, dilakukan pembuatan enbal ikan dengan berbagai
tingkat penambahan tepung ikan pada tepung enbal, yaitu 0% (tipe A), 5% (tipe
B), 10% (tipe C), 15% (tipe D) dan 20% (tipe E) kemudian dicampur sampai
homogen dan diletakan dalam cetakan yang terbuat dari alumunium. Cetakan
yang telah berisi adonan tepung enbal dengan tepung ikan kemudian dibakar di
atas tungku perapian selama 15 menit dengan cetakan yang tertutup agar proses
pembakaran berjalan sempurna dan adonan matang secara merata. Tahapan
pembuatan enbal ikan layang pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
21

Pada produk enbal yang dihasilkan dengan masing – masing tipe tersebut,
dilakukan uji proksimat dan serat kasar serta organoleptik meliputi warna, rasa,
kerenyahan, aroma dan tekstur. Penentuan perlakuan terbaik pada tahap ke-2
dilakukan dengan metode Buyes dan hasilnya digunakan sebagai formula pada
pembuatan enbal ikan di tahap III.

Tepung enbal Pencampuran Tepung ikan

Tepung ikan di campurkan dengan enbal


dengan perbandingan tertentu sesuai
perlakuan 0%, 5%, 10%, 15%, 20%

Pencetakan

Pemanggangan selama Pengeringan oven dengan suhu sedang


15 menit + 35-600C hingga produk benar-benar
kering
rr kering

Produk Enbal Ikan

Enbal Enbal Enbal Enbal Enbal


tipe A tipe B tipe C tipe D tipe E

Analisis Proksimat, serat kasar dan uji Enbal ikan terpilih dilakukan
organoleptik. formulasi enbal ikan pendugaan umur simpan
terpilih dengan metode Bayes dilakukan dengan model Arrhenius pada
analisis kimia, fisik dan mikrobiologis suhu 30 ⁰C, 35 ⁰C dan 45 ⁰C.
meliputi analisis karbohidrat, HCN, total
energi, karakteristik asam amino,
karakteristik asam lemak, TBA,
kerenyahan, TPC dan kapang

Gambar 6 Skema metode penelitian pembuatan enbal dengan penambahan tepung


ikan layang.
22

Penelitian Tahap III


Pada konsentrasi penambahan tepung ikan terbaik yang diperoleh pada
tahap ke II dilakukan pengujian berupa analisis kimia, fisik dan mikrobiologis
yang meliputi analisis karbohidrat, total energi, karakteristik asam amino,
karakteristik asam lemak, TBA, kerenyahan, TPC, kapang dan pendugaan umur
simpan produk dengan menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing
(ASLT) dengan model Arrhenius. Penentuan faktor kritis merupakan tahap
pendahaluan yang dilakukan untuk mengetahui parameter yang sangat
berpengaruh terhadap kualitas produk enbal ikan layang selama penyimpanan
suhu ekstrim. Suhu yang digunakan pada penentuan faktor kritis yaitu suhu
ruangan. Parameter yang digunakan adalah parameter kimia meliputi kadar air,
TPC, dan organoleptik. Setiap parameter diamati dan diuji setiap 3 hari.
Parameter yang paling cepat melebihi standar (untuk TPC dan kadar air) atau
yang paling cepat ditolak oleh panelis (skor sensori = 3 atau tidak suka) akan
menjadi faktor kritis yang akan digunakan untuk pendugaan umur simpan.
Parameter kritis yang diperoleh kemudian digunakan untuk menentukan
daya simpan enbal ikan layang yang dikemas pada kemasan polyethylene dengan
menggunakan 3 perlakuan suhu ekstrim, yaitu 30⁰C, 35⁰C dan 45⁰C. Pengamatan
terhadap nilai TPC, kadar air dan organoleptik dilakukan setiap 7 hari dari hari
ke-0 sampai hari ke-30. Data kemudian diplotkan dan kurva yang terbentuk
dimasukkan dalam persamaan Arrhenius untuk menduga umur simpan enbal
kontrol dan enbal ikan layang. Diagram alir keseluruhan penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 7.
23

Tahap I Preparasi singkong


Karakterisasi bahan baku
singkong Pencucian dan pemarutan

Enbal gepe/mentah

Analisis proksimat dan HCN

Karakterisasi bahan baku Ikan layang segar analisis proksimat


ikan layang

Pencucian dan penghalusan dengan


menggunakan grinder

Pengukusan dan pengeringan

Tepung ikan layang

Analisis proksimat, TPC


Tahap II
Penentuan formulasi enbal Pencampuran formulasi enbal ikan
ikan
Perlakuan 0%, 5%, 10%, 15% dan
20% tepung ikan terhadap enbal

Pencetakan, pembakaran dan


pengeringan

Uji organoleptik, proksimat, serat


kasar

Formulasi terbaik tahap II Analisis


Tahap III karbohidrat, HCN, jumlah energi,
Pendugaan umur simpan TBA, asam amino, asam lemak,
kerenyahan , TPC dan kapang

Pendugaan umur simpan dengan model


Arrhenius pada suhu 30, 35, dan 45 °C.

Gambar 7 Tahap penelitian.


24

3.4 Prosedur Analisis


3.4.1 Analisis kadar air (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam.
Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan
dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali
hingga beratnya konstan, sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan
tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam.
Setelah selesai proses, cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan
dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.

Perhitungan kadar air:

Kehilangan berat (g) = berat sampel awal (g) – berat setelah dikeringkan (g)

kehilangan berat (g)


Kadar air (berat basah) = X 100%
berat sampel awal (g)

3.4.2 Analisis kadar abu (AOAC 2005)


Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 1
jam kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke
dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak
berasap lagi. Setelah itu, cawan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan pada suhu
400 oC selama 1 jam kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.
Kadar abu ditentukan dengan rumus:

Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) – cawan kosong (g)

berat abu (g)


% Kadar abu = X 100%
berat contoh (g)

3.4.3 Analisis kadar protein (AOAC 2005)


Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap,
yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan
metode Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan ke
25

dalam labu Kjeldahl 50 mL lalu ditambahkan 7 g K2SO4, kjeltab 0,005 g jenis


HgO, 15 mL H2SO4 pekat dan 10 mL H2O2 ditambahkan secara perlahan ke dalam
labu dan didiamkan selama 10 menit di ruang asam. Contoh didestruksi pada
suhu 410 ⁰C selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening.
Labu kjeldahl dicuci dengan akuades 50 hingga 75 mL kemudian air tersebut
dimasukkan ke dalam alat destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer
125 mL yang berisi 25 mL asam borat (H3BO3) 4% yang mengandung indikator
bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% dengan perbandingan 2:1.
Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 mL larutan NaOH-Na2S2O3 ke
dalam alat destilasi hingga tertampung 100-150 mL destilat di dalam erlenmeyer
dengan hasil destilat berwarna hijau. Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N sampai
terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Volume titran dibaca
dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh.
Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :
(mL HCl-mL blanko ) x N HCl x 14,007 x 100%
%N=
Mg contoh (g)
Hitungan:
% Protein = % N x faktor konversi*
*) FK = 6,25
3.4.4 Kadar lemak (AOAC 2005)
Contoh seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua
ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke
dalam selongsong lemak kemudian sampel yang telah dibungkus, dimasukkan ke
dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan
dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor
tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (benzena) kemudian dilakukan
refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga
semua pelarut lemak menguap.
Pada saat destilasi, pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor dan
dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Labu lemak
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ⁰C dan setelah itu, labu didinginkan dalam
desikator sampai beratnya konstan (W3).
26

Perhitungan kadar lemak pada daging ikan layang :

% Kadar lemak =

Keterangan : W1 = Berat ikan layang (gram)


W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
3.4.5 Kadar serat kasar (AOAC 1995)
Sampel sebanyak 1g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 mL,
kemudian ditambah dengan 100 mL H2SO4 0,3 N dan dididihkan di bawah
pendingin, balik selama 30 menit. Setelah mendidih, ditambahkan 50 mL NaOH
1,5 N dan disaring kembali selama 30 menit. Cairan di dalam labu erlenmeyer
disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Penyaringan
dilakukan menggunakan pompa vakum dan selanjutnya, dicuci dengan pompa
vakum. Pencucian berturut-turut dengan 50 mL air panas dan 25 mL aseton.
Residu beserta kertas saring dikeringkan sampai bobotnya konstan lalu dihitung
dengan ditimbang:

Keterangan : A = bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (g)
B = bobot kertas saring kosong (g)
W = bobot sampel (g)
3.4.6 Metode HCN (AOAC 1995)
Sampel sebanyak 20 g dan 100 mL air ditambahkan ke dalam labu kjedhal
kemudian dibiarkan selama semalam. Sampel yang telah dibiarkan selama
semalam ditambahkan 100 mL aquades dan dididihkan dan kemudian uapnya
disuling. Uap hasil sulingan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi larutan
NaOH 2,5%. Destilat dititrasi dengan larutan AgNO3 0,02N dan indikator KI
kemudian dilakukan titrasi sampai terbentuk warna kuning. Perhitungan HCN
dihitung dengan rumus:
HCN (%) ={ 2,7 ( ml blanko – ml sampel) AgNO3} /berat sampel
3.4.7 Kadar karbohidrat (AOAC 1995)
Sebanyak 20-30 gram contoh ditambahkan alkohol 80% dengan
perbandingan 1:1. Contoh kemudian dihancurkan menggunakan waring blender
sampai semua gula terekstrak. Contoh yang telah dihancurkan, dipindahkan
27

dalam gelas piala dan disaring menggunakan kapas. Sisa padatan kemudian
dicuci dengan alkohol 80% sampai seluruh gula-gula terlarut dalam filtrat. Nilai
pH contoh kemudian diukur. Bila asam maka ditambahkan CaCO3 sampai cukup
basa dan dipanaskan pada penangas pada suhu 1000C selama 30 menit. Larutan
yang sudah dingin disaring dengan kertas Whatman No. 2. Alkohol kemudian
dihilangkan dengan memanaskan filtrat pada penangas air 85 ⁰C atau dengan
bantuan vakum. Saat filtrat yang dihasilkan jernih, volume larutan ditempatkan
sampai volume tertentu dengan air kemudian dikocok sampai tercampur merata
dan siap digunakan untuk penetapan gula dengan metode spektrofotometer.
3.4.8 Jumlah energi ( Alat Bom Kalorimeter)
Prinsip dari analisis alat Bom Kalorimeter yaitu contoh dibakar
menggunakan aliran listrik di bawah tekanan oksigen. Jumlah panas yang
dihasilkan diukur dengan termometer. Peningkatan suhu yang diukur dengan
thermometer dari contoh yang dibakar, dapat dihitung jumlah energi bruto (Gross
Energy)yang dihasilkan.
Prosedur kerja alat Bom Kalorimeter yaitu piring yang dipakai untuk
menyimpan contoh dibersihkan kemudian dikeringkan dalam lemari pengering
dan disimpan dalam eksikator hingga dingin dan selanjutnya ditimbang. Bahan
makanan enbal yang dibuat akan ditentukan energi brutonya dengan berat antara
0,5–1,0 gram tergantung kandungan energinya kemudian disimpan dalam piring.
Piring yang telah diisi contoh ini diletakkan dalam elektroda pada tutup bomb.
Kawat platina di ikat diantara elektroda dengan disentuhkan pada contoh tersebut.
Air destilasi diteteskan ke dasar bomb. Tutup bomb ditempatkan dalam bomb dan
ditutup rapat bomb tersebut tapi hati-hati agar contoh tidak bergeser atau berubah
maka bomb diisi dengan oksigen hingga 25 atmosfer. Air destilasi dimasukkan
sebanyak 2 liter ke dalam bucket dan ditempatkan dalam jacket. Kalorimeter
ditutup dan diturunkan thermometer. Air panas dimasukkan dan didinginkan
hingga temperatur dalam bucket dan jacket sama dan di biarkan selama 5 menit
hingga temperatur tetap kemudian dibaca temperatur hingga 0,0005 ⁰F. Pada saat
temperatur dalam bucket naik harus diimbangi dengan pengaliran air panas agar
temperatur dalam jacket mengikuti kenaikan suhu dalam temperatur bucket
hingga temperatur tetap dalam bucket. Setelah tetap, catat temperatur akhir dan
28

calorimeter dibuka kemudian bomb dikeluarkan dan dilepaskan oksigen dari


bomb. Bomb dicuci di bagian dalam tutup bomb dan piring dengan air yang telah
diberi metil orange sehingga cucian tidak berwarna merah lagi tetapi jernih
kekuning-kuningan maka pencucian di hentikan. Air cucian dikumpulkan dengan
gelas piala kemudian dititrasi dengan standar larutan Na2CO3 hingga warna jernih
kekuning-kuningan. Kawat yang terbakar diukur dengan membandingkan
panjang kawat sebelum terbakar dengan sisa kawat yang tidak terbakar.
Perhitungan
(ta-tm) x W-e1-e2-e3
Energi bruto (kalori/gram) = X

Keterangan:
ta = temperatur akhir ( ⁰F/ ⁰C )
tm = temperatur mula-mula
W = water equvalent
el = koreksi asam yaitu jumlah larutan Na2CO3 yang digunakan (kalori)
e2 = koreksi kawat yang terbakar (kalori)
e3 = koreksi sulfur bila kandungan S > 0,1 persen (kalori)
X = jumlah sampel yang digunakan (gram)
Water equivalent didapat pada waktu bomb calorimeter distandarisasi.
Standarisasi bomb calorimeter – asam bensoat yang sudah diketahui energi
brutonya. (EB) = 6.318 kalori dibakar dengan bomb calorimeter tersebut.
W = Hm + e1+e2
Keterangan:
W = Water equivalent kal/ ⁰F atau kal/ ⁰C
H = Panas pembakaran asam bensoat (kal/g)
M = Berat asam bensoat (g)
e2 = Koreksi panas kawat terbakar (kalori)
t = Kenaikan suhu ( ⁰F/ ⁰C)
3.4.9 Analisis asam amino (AACC 1994)
Komposisi asam amino ditentukan dengan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) merk Shimadzu dengan tipe LC- 20AB. Sebelum
digunakan, perangkat HPLC harus dibilas dulu dengan eluen yang akan
digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula dengan syringe yang akan digunakan,
juga harus dibilas dengan akuades. Analisis asam amino menggunakan HPLC
terdiri atas 4 tahap, yaitu (1) tahap pembuatan hidrolisat protein; (2) tahap
pengeringan; (3) tahap derivatisasi; dan (4) tahap injeksi serta analisis asam
amino.
29

1) Tahap pembuatan hidrolisat protein


Tahap preparasi sampel adalah pembuatan hidrolisat protein. Prosedurnya
sebagai berikut: sampel ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dihancurkan. Sampel
yang telah hancur ditambahkan dengan HCl 6 N sebanyak 5-10 mL kemudian
dipanaskan dalam oven pada suhu 100 ⁰C selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu
kromatogram yang dihasilkan. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi
hidrolisis dan jika pemanasan selesai, hidrolisat protein disaring dengan milipore
berukuran 45 mikron.
2) Tahap pengeringan
Hasil saringan diambil sebanyak 30 μL larutan pengering. Larutan
pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat dan trietilamim
dengan perbandingan 2:2:1. Setelah ditambahkan dengan larutan pengering,
dilakukan pengeringan dengan gas nitrogen untuk mempercepat pengeringan dan
mencegah oksidasi.
3) Tahap derivatisasi
Larutan derivatisasi sebanyak 30 μL ditambahkan pada hasil pengeringan.
Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antara larutan metanol, pikoiotisianat,
dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar
detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Selanjutnya,
dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 10 ml asetonitil 60% atau
bufer fosfat 0,1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring
kembali menggunakan milipore berukuran 0,45 mikron.
4) Injeksi ke HPLC
Hasil saringan diambil sebanyak 20 μl untuk diinjeksikan ke dalam HPLC.
Penghitungan konsentrasi asam amino dilakukan dengan cara membandingkan
kromatogram sampel dengan standar. Pembuatan kromatogram standar
menggunakan asam amino yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel.
Kandungan masing-masing asam amino pada bahan dapat dihitung dengan
rumus:
30

Keterangan :
Kons stand = konsentrasi standar asam amino (0,5 μmol)
Volume tera = faktor pengenceran (10 mL)
BM = bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol)
3.4.10 Analisis asam lemak (AOAC 1995 )
Sebanyak 20-30 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel
kemudian ditambah dengan 1 mL larutan standar internal (SI) (asam lemak
margarat/C17:0) dan 1 mL NaOH metanolik 0,5 N. Tabung diisi dengan N2 lalu
ditutup rapat dan divorteks. Tabung dipanaskan dalam penangas bersuhu
80-100 ⁰C selama 5 menit kemudian didinginkan. Sebanyak 2 mL BF3 metanol
(20% b/v) ditambahkan ke dalam tabung kemudian tabung diisi dengan N2 dan
ditutup rapat. Tabung dipanaskan kembali pada suhu 80-100 ⁰C selama 30 menit
dan selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Isooktana sebanyak
1 mL ditambahkan ke dalam tabung dan divorteks kemudian ditambah 2 mL
larutan NaCl jenuh dengan segera lalu dikocok. Lapisan heksana dipisahkan dan
ditambah dengan Na2SO4 anhidrous dan dibiarkan selama 15 menit.
Sampel disuntikkan ke dalam alat GLC dengan suhu injektor 220 ⁰C dan
suhu detektor 240 ⁰C. Kolom yang digunakan adalah cyanoprofil methyl sil
(capillary column).
Suhu kolom diatur secara gradient yaitu suhu awal kolom 125 ⁰C kemudian
dipertahankan selama 5 menit, peningkatan suhu kolom 10 ⁰C/menit hingga
mencapai suhu 185 ⁰C dan dipertahankan selama 5 menit, 5 ⁰C/menit hingga
mencapai suhu 205 ⁰C dan dipertahankan selama 10 menit dan 3 ⁰C/menit hingga
mencapai suhu 225 ⁰C dan dipertahankan selama 7 menit. Asam lemak standar
digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi asam lemak sampel.
Pelarut sebanyak 1 µL diinjeksikan ke dalam kolom. Bila aliran gas
pembawa dan sistem pemanasan sempurna, puncak pelarut akan tampak dalam
waktu kurang dari 15 menit. Waktu retensi dan puncak masing-masing komponen
diukur dan dibandingkan dengan waktu retensi standar untuk mendapatkan
31

informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh. Perhitungan


jumlah asam lemak (g asam lemak / 100g) dapat dilakukan dengan rumus:

Keterangan :
RF : Faktor retensi
Area : Area asam lemak yang terdapat pada kromatogram GC
Area SI: Area standar internal
Mg SI : Miligram standar internal yang ditambahkan waktu persiapan sampel
sebelum analisis GC

3.4.11 Penetapan bilangan thiobarbituric acid (TBA) (AOAC 1995)


Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan ke waring blender, ditambahkan
50 mL aquades kemudian dihancurkan selama 2 menit. Sampel dipindahkan ke
dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 akuades dan ditambah ± 2,5 mL
HCl 4M sampai pH menjadi 1,5 dan kemudian tambahkan batu didih dan
pencegah buih (anti foaming agent) secukupnya dan sekaligus menyiapkan labu
destilasi pada alat destilasi. Jika perlu menggunakan electric mantle heater
kemudian sampel didestilasi dengan suhu tinggi selama 10 menit pemanasan
hingga diperoleh 50 mL destilat. Destilat yang diperoleh diaduk merata, memipet
5 mL destilat ke dalam tabung reaksi tertutup kemudian menambahkan
5 ml pereaksi TBA dan 5 mL akuades dan setelah itu dipanaskan selama 35 menit
dalam air mendidih.
Blanko disiapkan menggunakan 5 mL akuades dan 5 mL pereaksi,
dilakukan seperti penetapan sampel. Tabung reaksi didinginkan dengan air
pendingin selama ± 10 menit kemudian diukur absorbansinya (D) pada panjang
gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Perhitungan bilangan
TBA dinyatakan dalam mg malonaldehid per kg sampel. Bilangan TBA = 7,8 D.
3.4.12 Penetapan total volatile base (TVB) (AOAC 1995)
Penetapan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawa-
senyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip analisis
TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (ammonia, mono-, di-,
dan trimetilamin) yang terdapat dalam ekstrak sampel. Senyawa tersebut diikat
oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan asam klorida.
32

Sampel sebanyak 25 gram ditambahkan 75 mL larutan TCA 7% (W/V)


kemudian diblender selama 1 menit dan disaring dengan kertas saring sehingga
filtrat yang diperoleh berwarna jernih. Larutan asam borat 1 mL dimasukkan ke
dalam inner chamber cawan conway lalu diletakkan tutup cawan dengan posisi
hampir menutupi cawan.
Filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber disebelah kiri menggunakan
pipet ukuran 1 mL yang lain, kemudian ditambahkan 1 mL larutan K2CO3 jenuh
ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak
tercampur. Cawan segera ditutup yang sebelumnya telah diberi vaselin, kemudian
digerakkan memutar sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur. Selain
itu, blanko dikerjakan dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan
larutan TCA 5%.
Kedua cawan conway tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu 37 ⁰C
selama 24 jam. Setelah disimpan, larutan asam borat dalam inner chamber cawan
conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N (Vo) dengan
menggunakan magnetic stirrer diaduk sehingga berubah warna menjadi merah
muda. Cawan conway yang berisi sampel dititrasi dengan larutan yang sama
sehingga berubah menjadi warna merah muda yang sama dengan blanko (V1).
-
TVB ( )- x

Keterangan:
V1 = Volume NaOH 0,01 M yang dibutuhkan untuk titrasi
Vo = Volume titrasi blanko
M = Berat sampel
W = Jumlah kadar air dalam bahan
14 = Bobot atom N
3.4.13 Total plate count ( TPC ) dan kapang (BAM 2003).
Pembuatan media agar dengan cara mencampurkan 23 gram nutrient agar
ke dalam 1 liter akuades dalam gelas piala. Larutan yang terbentuk dipanaskan
sambil diaduk sampai mendidih sehingga semua agar terlarut. Sterilisasi (121 ⁰C,
1 atm) dilakukan terhadap larutan agar beserta peralatan lain yang akan digunakan
seperti pipet dan blender dalam otoklaf selama 15 menit. Larutan agar disimpan
dalam pemanas air bersuhu 45 ⁰C. Pembuatan larutan pengencer dengan
33

pencampuran 8,5 gram NaCl ke dalam 1000 mL akuades. Larutan pengencer


kemudian disterilisasi.
Pembuatan larutan sampel dengan mencampurkan 1 gram bahan dan
dihancurkan bersama larutan pengencer sebanyak 9 mL sampai larutan menjadi
homogen. Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 mL larutan sampel yang
sudah homogen tersebut menggunakan pipet steril kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi berisi 9 mL larutan pengencer sehingga terbentuk
pengenceran 10-1 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen.
Pengenceran dilakukan menurut kebutuhan penelitian. Pemipetan dilakukan dari
masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 mL larutan sampel dan
dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril.
Media agar ditambahkan ke dalam cawan petri dengan metode tuang
sebanyak 20 mL dan digoyangkan sampai merata. Cawan petri (agar yang sudah
membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik selama 48 jam dalam inkubator
bersuhu 37 ⁰C. Perhitungan koloni bakteri pada cawan yang telah diinkubasi
dihitung berdasarkan jumlah yang layak dihitung yaitu 30-300 koloni.
Perhitungan jumlah bakteri total/gram dapat dihitung dengan memperhitungkan
jumlah pada tingkat pengenceran dan pada cawan petri menggunakan coloni
counter atau hand counter.
Pengujian kapang mempunyai prosedur kerja sama dengan uji TPC, tapi
medianya digunakan diganti dengan potato dextrose agar (PDA).
3.4.14 Pengujian Sifat Fisik: Uji kekerasan dengan alat Rheonar (RE-3305)
Pengukuran kekerasan berhubungan dengan kerenyahan enbal ikan, yaitu
mudah tidaknya enbal ikan menjadi remuk. Kekerasan enbal ikan ditentukan
secara obyektif menggunakan instrumen. Instrumen yang digunakan pada
penelitian kali ini adalah Texture Profile Analysis (TPA) tipe TA-XT2i. dengan
satuan gr force.
Langkah pertama yang dilakukan adalah penetapan blanko. Blanko
diperlukan untuk melihat pengaruh gesekan antara probe dengan wadah terhadap
gaya yang dihasilkan. Blanko yang diharapkan adalah blanko yang kecil/tidak
signifikan sehingga pengaruhnya terhadap hasil pengukuran dianggap nol (0).
Pengukuran kerenyahan enbal dilakukan dengan memasukkan enbal ke dalam
34

wadah yang telah dirangkaikan pada landasan texture analyzer hingga wadah
terisi separuhnya. Alat setelah di kalibrasi, dilakukan pengukuran hingga
dihasilkan grafik. Tingkat kekerasan dinyatakan dengan kg force (kgf).
3.4.15 Uji sensori (Soekarto 1985)
Uji sensori melalui uji hedonik bertujuan untuk mengetahui tanggapan
panelis terhadap produk. Pelaksanaan uji hedonik ini adalah dengan menyajikan
enbal ikan yang telah diberi kode sesuai dengan perlakuannya dan panelis diminta
untuk memberikan penilaian pada score sheet yang telah disediakan (Lampiran 1).
Penilaian dilakukan oleh 30 panelis. Skala hedonik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skala 1-5 dengan tingkat kesukaan sangat tidak suka, tidak
suka, biasa, suka dan sangat suka. Parameter yang diuji untuk penentuan
konsentrasi terbaik, meliputi kesukaan terhadap warna, rasa, tekstur, aroma dan
kerenyahan. Parameter organoleptik untuk penentuan umur simpan digunakan
parameter tekstur, rasa, warna, aroma dan kerenyahan.
3.4.16 Prosedur uji Buyes (Marimin 2004)
Prosedur uji Buyes dilakukan dengan beberapa tahap uji yaitu pengujian
kepentingan yang dilakukan oleh panelis terlatih kemudian tahap berikutnya yaitu
dilakukkan pengujian berpasangan dengan cara panelis dapat memboboti tiap
parameter organoleptik secara keseluruhan dan mendapatkan penentuan bobot
terpilih sehingga dengan sendirinya dapat dilakukan penentuan perangkingan
untuk mendapatkan nilai ranking yang tertinggi

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data


Perhitungan uji organoleptik dilakukan menggunakan analisis non
parametrik, yaitu uji Kruskal Wallis (Steel dan Torrie 1995) dengan rumus
sebagai berikut:

H= Pembagi = 1-

H‟ =

Keterangan :
Ri : jumlah ranking dalam contoh ke-i
ni : jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i
H : kriteria yang akan diuji
35

T : jumlah data yang sama


H‟ : H terkoreksi

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS. Jika hasil uji
menunjukan hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan uji lanjut multiple
comparison (uji Dunn),dengan rumus sebagai berikut (Daniel 1990):
[ Ri – Rj ]≤ Z{1-α/k(k-1)}
Keterangan :
Ri : rata-rata nilai ranking perlakuan ke-i
Rj : rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j
N : banyaknya data
Z : peubah acak
K : perlakuan
Α : selang kepercayaan
Tahap penelitian II yaitu penentuan konsentrasi penambahan tepung ikan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan yaitu
perlakuan penambahan konsentrasi tepung ikan (0%, 5%, 10%, 15% dan 20%)
dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Model persamaan yang
digunakan :
Yij = µ + αi + εij

Di mana :
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan perbandingan konsentrasi tepung
ikan dan tepung enbal pada taraf ke-i dan ulangan ke- j
µ = Rataan (nilai tengah umum)
αi = Pengaruh perlakuan perbandingan konsentrasi tepung ikan dan tepung
enbal pada taraf ke-i (i= 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% )
Εij = Pengaruh acak pada perlakuan perbandingan konsentrasi tepung ikan
dan tepung enbal pada taraf ke-i pada ulangan ke-j

dengan hipotesis:
H0 : tidak terdapat pengaruh perbandingan konsentrasi tepung ikan dan
tepung enbal dengan nilai organoleptik dan gizi enbal ikan
H1 : terdapat pengaruh perbandingan konsentrasi tepung ikan dan tepung
enbal dengan nilai organoleptik dan gizi enbal ikan.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam


(ANOVA). Jika analisisnya berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% maka
dilanjutkan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan (Steel dan Torrie 1995).
36

Penentuan perlakuan terpilih pada tahap perbandingan konsentrasi


penambahan tepung ikan dan enbal menggunakan metode Buyes (Marimin 2004)
dengan persamaan :
Total Nilai i
Keterangan :
Total Nilai = total nilai akhir dari alternative ke-i
Nilai ij = nilai dari alternatif ke-I pada kriteria ke-j
Kriteria j = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j
i = 1,2,3,…n;n =jumlah alternatif
j = 1,2,3,…m;m =jumlah kriteria

Pada tahap penentuan umur simpan produk, digunakan metode akselerasi


dengan model atau persamaan Arrhenius (Singh 1994). Umur simpan pada suhu
tertentu dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai K pada suhu yang
diinginkan. Nilai K dihubungkan dengan suhu menggunakan persamaan
Arrhenius:
K = koe-(Ea/RT)
Berdasarkan persamaan Arrhenius, dapat diketahui umur simpan pada suhu
yang dikehendaki dengan persamaan :
Umur simpan ordo nol :

Umur simpan ordo 1 :

Keterangan :
T = umur simpan ( hari )
Ao = nilai mutu awal/ konsentrasi mula-mula
At = nilai mutu akhir/ konsentrasi pada titik batas kadaluarsa (titik kritis)
K = konstanta ( laju reaksi)
Ea = energi aktifasi
T = suhu mutlak (K)
R = konstanta gas (1,986 kal/mol)

Suhu yang dipilih pada perlakuan penyimpanan untuk pendugaan umur


simpan adalah suhu 30, 35, dan 45 ⁰C dengan selang waktu pengamatan 7 hari.

Anda mungkin juga menyukai