OLEH
JODHIE S. O. LUMAMULY
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Ikan cupang (Betta splendens) merupakan jenis ikan hias air tawar dan
merupakan komoditas ikan hias yang ada di Indonesia yang memiliki nilai
ekonomis tinggi baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor. Ikan
cupang disukai pada semua kalangan mulai dari anak-anak hingga orang
dewasa. Selain itu ikan cupang merupakan jenis ikan yang cukup mudah untuk
dibudidayakan.
Ikan cupang memiliki 3 jenis yaitu, cupang hias, cupang adu, dan
cupang liar. Cupang hias merupakan jenis cupang yang keindahannya terletak
pada bentuk ekornya saat mengembang. Walaupun termasuk ikan yang sangat
jenis adu. Ikan cupang jantan memiliki corak warna dan bentuk ekor yang lebih
pasar untuk ikan cupang jantan sangat tinggi. Sehingga untuk memenuhi
maskulinisasi.
1
seks (Arfah dkk. 2013). Pada umumnya, dalam kegiatan budidaya perairan,
digunakan dalam teknologi sex reversal adalah hormon seperti hormon 17α-
Bahan lain yang telah terbukti mampu untuk proses ini pada ikan
demikian, aromatase inhibitor termasuk obat yang tidak dijual bebas sehingga
tidak mudah diperoleh. Selain itu, penggunaan bahan perangsang steroid yang
terutama kalium.
2
kelamin (sex reversal) telah dilakukan baik melalui pakan maupun
perendaman.
Ikan cupang (Betta splendens) merupakan jenis ikan hias air tawar
dan merupakan komoditas ikan hias yang ada di Indonesia yang memiliki nilai
ekonomis tinggi baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor. Ikan
cupang jantan memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan banyak diminati
masyarakat karena memiliki variasi warna yang menarik. Salah satu cara untuk
(Huwoyon dkk., 2008). Salah satu cara untuk memproduksi populasi monoseks
adalah dengan teknologi sex reversal, yakni suatu teknologi yang mengarahkan
dilakukan pada saat gonad ikan belum terdiferensiasi menjadi jantan atau
betina. Cara yang umum dilakukan untuk memperoleh populasi ikan monoseks
3
dapat menyebabkan pencemaran dan menyebabkan kerusakan hati pada hewan
yang diuji hingga menyebabkan kematian (Djihad, 2015). Selain itu, MT juga
Bahan lain yang telah terbukti efektif untuk sex reversal pada ikan
demikian, aromatase inhibitor termasuk obat yang tidak dijual bebas sehingga
tidak mudah diperoleh. Selain itu, penggunaan bahan perangsang steroid yang
terutama kalium.
sex reversal telah dilakukan baik melalui pakan maupun perendaman. Namun
demikian konsentrasi madu yang salah pada proses maskulinisasi bisa saja
maka di rumuskanlah berapa konsentrasi madu hutan yang tepat untuk sex
4
1.3 Tujuan
untuk maskulinisasi ikan cupang dan juga tingkat kelangsungan hidup larva
1.4 Manfaat
sebagai bahan sex reversal alami dan dapat menghasilkan kelulusan hidup
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
hias cupang memiliki nama ilmiah Betta splendens (Gambar 1.). Urutan
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Percomorphoidei
Famili : Anabantidae
Genus : Betta
Ikan cupang (Betta splendens.) terkenal karena sifatnya yang agresif dan
fighting fish. Warna tubuh ikan ini berwarna-warni, sehingga menjadi daya
6
dijumpai. Warna-warna baru juga bermunculan dari kuning, putih, jingga,
setengah bulan/lingkaran (half moon), ekor pendek (plakat) dan ekor tipe
bentuk sirip dan warna sangat menentukan nilai estetika dan nilai komersial
satu kali proses pemijahan. Cupang jantan akan menjaga sarang, merawat
telur, dan larva yang menetas sekitar dua hari kemudian. Pada habitat aslinya,
yang hidup mencapai 60% betina dan 40% jantan. Padahal cupang hias yang
laku di pasaran hanya yang berjenis kelamin jantan, kecuali untuk tujuan
7
2.3 Habitat Ikan Cupang
Asia sampai Afrika. Habitat asalnya berupa perairan dangkal berair jernih,
270C dengan kisaran pH 6,2 – 7,5 serta tingkat kandungan mineral terlarut
dalam air atau kesadahan (hardnees) berkisar 5 – 12 dH. Pada umumnya ikan
cupang sanggup bertahan hidup dan berkembang biak dengan baik pada
kisaran pH 6,5 – 7,2 dan hardnees berkisar 8,5 – 10 dH. Akan tetapi saat ini
ikan cupang sudah banyak dibudidayakan dalam wadah atau lingkungan yang
sarang gelembung yang telah dibuat oleh ikan jantan. (Linke, 1994;
Sanford,1995).
gonad ikan berkembang menjadi suatu jaringan yang definitif dan jenis
dkk. 2000). Secara genetik, jenis kelamin ditentukan oleh kromosom yang
diferensiasi terjadi, ikan mengalami fase labil karena PGC masih belum
8
terdiferensiasi menjadi oogonia atau spermatogonia. Faktor lingkungan
dengan bahan-bahan seperti hormon androgen atau estrogen, maka hal itu
berlawanan dengan yang seharusnya (Park dkk. 2004). Pada kondisi ini
terjadi pengarahan morfologi jenis kelamin ikan, tingkah laku, serta fungsi
pada saat periode kritis, di mana otak embrio yang telah terbentuk masih
penyerapan kuning telur, atau 37 hari setelah menetas (Kwon dkk. 2000).
perkembangan kelamin ikan menjadi betina atau jantan. Cara ini dilakukan
pada waktu gonad ikan belum berdiferensiasi secara jelas menjadi jantan atau
9
dilakukan sebelum proses diferensiasi kelamin, dan berlanjut sampai
diferensiasi kelamin terjadi. Tujuan utama dari penerapan teknik sex reversal
Pada dasarnya ada dua metode yang digunakan untuk mendapatkan atau
dan cara tidak langsung atau rekayasa kromosom. Pada terapi langsung,
ikan adalah karena ikan betina, umumnya sudah bereproduksi pada ukuran
relatif lebih cepat disbanding ikan betina dan lebih disukai untuk budidaya
10
Mengingat adanya permasalahan dalam penggunaan hormon sintetik,
maka diperlukan adanya bahan lain dalam sex reversal. Salah satu cara yang
lingkungan, antara lain adalah dengan madu lebah hutan (Sukmara 2007,
Utomo 2008). Perlakuan madu dalam sex reversal dapat dilakukan dengan
beberapa cara, misalnya dengan perendaman induk atau larva (Martati 2006,
Sukmara 2007), atau dengan pemberian pakan yang telah dicampur madu
ke alam).
11
(maskulinisasi). Sedangkan ikan yang seharusnya menjadi jantan dibelokkan
2.6 Madu
Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang
dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar), bagian
lain dari tanaman (ekstra floral nektar), atau ekskresi serangga (Anonim
2004). Karbohidrat merupakan fraksi terbesar dari madu, yakni kurang lebih
Protein dalam madu berasal dari sisa-sisa larva, polen dan dari lebah
itu sendiri. Protein madu terdapat dalam bentuk albumin, globulin, protease,
signifikan secara nutrisi bila dihubungkan dengan jumlah madu yang biasa
12
hidup kromosom X dan Y, sesuai dengan sifat kromosom X dan Y.
tidak dapat bertahan lama, sehingga pada saat spermiasi, jumlah kromosom Y
yang dihasilkan induk jantan lebih banyak dari pada kromosom X (Toelihere
13% dari total flavonoid (Ferreres et al. 2006). Senyawa kimia yang
bisa menekan biosintesis estrogen dalam sel (Eng dkk. 2001). Tindakan
Kenelly 2003). Zat chrysin merupakan salah satu jenis flavonoid yang diakui
sebagai salah satu penghambat enzim aromatase atau lebih dikenal sebagai
13
reseptor. Akibatnya, mereka dapat bertindak sebagai anti estrogen atau
karena afinitas mereka lebih rendah untuk diterima oleh reseptor estrogen.
14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akang berlangsung selama bulan April 2019 hingga Juni
Ambon.
.
1. Akuarium 1 Wadah adaptasi (aklimatisasi)
2. Toples 10 Wadah perlakuan dan pemeliharaan
3. Stopwatch 1 Untuk menghitung lama perendaman
4. Sendok plastik 1 Untuk memindahkan larva
5. Termometer 1 Untuk mengukur suhu air
6. Pipet tetes 3 Untuk mengambil dan memindahkan
larutan
7. Gelas ukur 1 Untuk mengukur volume larutan
8. Spatula 1 Untuk mengaduk larutan dalam air
9. Botol sampel 3 Untuk menyimpan sampel
11. Laptop 1 Untuk pengolahan data
12. Alat tulis 1 Mencatat data
13. Kamera 1 Untuk dokumentasi
14. Mikroskop 1 Untuk pengamatan jenis kelamin
15. Kaca objek 3 Wadah pengamatan
16. Cover glass 3 Sebagai penutup wadah pengamatan
15
.
1. Indukan ikan 10 Untuk dikawinkan dan dipijahkan
cupang
2. Larva ikan cupang 300 Biota yang diamati
3. Air tawar - Media hidup ikan cupang
4. Kuning telur, - Pakan untuk pemeliharaan larva
PERSIAPAN
SARANA DAN
PRASARANA
PERENDAMAN LARVA
DENGAN MADU
BERBEDA
16
PEMELIHARAAN LARVA
PENGAMATAN ORGAN
KELAMIN
ikan cupang setelah berumur 7 hari dengan lama waktu perendaman selama 12
pemberian pakan secara satiasi dimungkinkan lebih sesuai dan cukup efisien
17
Pemangamatan jenis kelamin larva ikan cupang dilakukan secara
kelamin jantan, tingkat kelangsungan hidup larva setelah perendaman dan akhir
penelitian.
C1 C2 C3
B1 B2 B3
18
K A1 A2 A3
Keterangan :
19
KH : Kelangsungan Hidup
Dalam penulisan skripsi ini analisis data yang digunakan adalah bersifat
deskriptif dengan mendeskripsikan kondisi/ karakteristik/ keadaan/ kejadian
tertentu. Penulis juga menggunakan acuan data primer (secara langsung
mengamati kejadian-kejadian di lapangan), Wawancara, dan meggunakan
data sekunder melalui buku, artikel, jurnal, skripsi/disertasi. Untuk
menganalisa data yang diperoleh dari skripsi ini penulis menggunakan
metode analisis statistik deskriptif. Data kelulusan hidup dan presentase jenis
kelamin disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
BAB IV
20
120
100 100 100 100
100
Presentase (%)
80
Konsentrasi 5ml
60
Konsentrasi 6ml
40 Konsentrasi 7ml
Kontrol
20
0
Perlakuan Perendaman Madu Konsentrasi Berbeda
21
31.00
30.00
30.00
28.88
29.00
Presentase (%) 28.0027.77
Konsentrasi 5ml
27.00
Konsentrasi 6ml
26.00 25.55 Konsentrasi 7ml
25.00 Kontrol
24.00
23.00
Perlakuan Perendaman Madu Konsentrasi Berbeda
22
Persentase jenis kelamin larva ikan cupang pada perendaman dengan
konsentrasi 0ml madu menghasilkan jantan 25 % dan betina 75 %. (Gambar 6)
75
Rata - Rata
25
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Presentase Jenis Kelamin (%)
Jantan Betina
15
Rata-Rata
85
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Presentase Jenis Kelamin (%)
Jantan Betina
4.5 Jenis Kelamin Larva Ikan Cupang (Betta splendens) Pada Perendaman
Dengan Konsentrasi 6ml Madu
23
Persentase jenis kelamin larva ikan cupang pada perendaman dengan
konsentrasi 6ml madu menghasilkan jantan 95,24 % dan betina 4,76 %. (Gambar
8)
4.76
Rata - Rata
95.24
Jantan Betina
4.6 Jenis Kelamin Larva Ikan Cupang (Betta splendens) Pada Perendaman
Dengan Konsentrasi 7ml Madu
0
Rata - Rata
100
0 20 40 60 80 100 120
Presentase Jenis Kelamin (%)
Jantan Betina
24
Persentase rata – rata tertinggi jenis kelamin jantan larva ikan cupang yakni
pada perendaman madu dengan konsentrasi 7ml yaitu 33 %. (Gambar 9)
8%
31%
Gambar 10. Persentase Jenis Kelamin Jantan Larva Ikan Cupang (Betta
splendens)
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi madu maka semakin
tinggi pengaruh tingkat efektifitas senyawa chrysin yang terkandung didalam
madu terhadap perubahan jenis kelamin jantan ikan cupang. Penelitian ini
didukung oleh (IJEACCM, 2006) yang melaporkan bahwa madu mengandung
senyawa chrysin yang berfungsi sebagai aromatase inhibitor alami.
Ballthazart dan Ball (1989) dalam Server dkk. (1999), melaporkan bahwa
aromatase inhibitor mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen
yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase. Penurunan
konsentrasi estrogen, mengakibatkan banyaknya hormon testosteron yang
kemudian akan mengarahkan kelamin menjadi jantan. Server dkk. (1999),
menambahkan bahwa larva yang mengalami aktivitas aromatase rendah akan
mengarah pada terbentuknya testis, sebaliknya larva yang mengalami aktivitas
aromatase tinggi akan mengarah pada terbentuknya ovari. Dengan demikian,
dibutuhkan dosis yang efektif untuk proses maskulinisasi, karna dosis efektif
yang dibutuhkan tidak sama pada semua ikan. Menurut Piferrer dan Donaldson
(1989) dalam Fariz (2014) bahwa dosis yang tinggi dan waktu perendaman yang
25
terlalu lama juga akan bersifat paradoksial yaitu hasil yang diperoleh bukanlah
peningkatan jumlah ikan jantan akan tetapi akan meningkatkan jumlah ikan
betina.
26
Matty (1985) diferensiasi kelamin pada ikan merupakan proses yang relatif labil
dibandingkan vertebrata yang lebih tinggi, dan kondisi ini memungkinkan untuk
dilakukan rekayasa kelamin. Peningkatan persentase ikan cupang kelamin jantan
hasil perendaman dengan madu menunjukkan bahwa bahan tersebut berperan
penting dalam pengubahan arah diferensiasi kelamin ikan cupang.
Suatu individu akan menjadi jantan atau betina tergantung pada ada atau
tidaknya hormon testosteron pada awal perkembangannya. Bila ada hormon
testosteron maka gonad akan berdiferensiasi menjadi testis dan sebaliknya, bila
tidak ada hormon testosteron maka gonad akan berkembang menjadi ovarium
(Scholz dan Gutzeit, 2000).
27
efektivitas madu dalam maskulinisasi juga dipengaruhi oleh dosis, jenis madu,
lama waktu perendaman, suhu perlakuan dan lama waktu perlakuan (Brodie,
1991).
BAB V
28
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
29
Contreras-Shanchez WM, Fitzpatrick MS. 2001. Fate of methyltestosteron in the
pond environtment: Impact of Mt-contaminated soil on tilapia sex
differentiation. Effluents and Pollution Research 2c (9er2c). Department of
Fisheries and Wildlife. Oregon State University, USA
Daelami D. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Dean W. 2004. Chrysin: is it an effective aromatase inhibitor? Vitamin Research
Products News. Volume 18. Http://Vrp.Com/Art/1208.Asp.Htm. [12 Juli
2018].
Djihad NA. 2015. Pengaruh Lama Perendaman Larva Ikan Cupang (Betta
splendens) Pada Larutan Tepung Testis Sapi Terhadap Nisbah Kelamin.
Skripsi . Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Makassar.
(DKP) Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Surat Keputusan Menteri No:
Kep. 20/Men/2003 tentang Larangan Penggunaan 17α-Methyl Testosterone
(Mt). DKP.
Eng ET, Williams D, Mandava U, Kirma U, Tekmal RR, Chen S. 2001.
Suppression of aromatase (estrogen synthetase) by red wine
phytochemicals. Breast Cancer Research andTreatment 67:133-146.
Fahmi AU. 2018. Pengaruh Penggunaan Madu Terhadap Maskulinisasi Larva
Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Secara Fenotip
Ferreres JR, Marcoval J, Bordas X, Moreno A, Muniesa C, Prat C, Peyri J. 2006.
Calciphylaxis associated with alcoholic cirrhosis
Hanafiah, K.A. 2000. Rancangan Percobaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Heriyati E. 2012. Sex Reversal Ikan Nila Menggunakan Madu Dan Analisis
Ekspresi Gen Aromatase. [Tesis] Bogor : Program Studi Mayor Ilmu
Akuakultur. Institut Pertanian Bogor
Hines GA, Watts SA. 1995. Nonsteroidal chemical sex manipulation of tilapia.
J World Aquacul Soc 26: 98-102.
Howell WM, Hunsinger RN, Blanchard PD. 1994. Paradoxical masculinization of
female mosquito fish during exposure to spironolactone. The Progressive
Fish-Culturist 56: 51-55
Huwoyon, G.H., Rustidija, R. Gustiano. 2008. Pengaruh Pemberian Hormon
Methyltestoterone Pada Larva Ikan Guppy (Poecilia reticulate) Terhadap
Perubahan Jenis Kelamin
Irawan D. 2000. Pemisahan sel spermatozoa sapi madura kromosom X dan Y
dengan teknik sentrifugasi menggunakan kolom percoll. [Skripsi].
Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Erlangga.
KrazeisenA, Breitling R, Moller G, Adamski J. 2000. Human 17βhydroxysteroid
dehydrogenase type 5 is inhibited by dietary flavonoids. In: Buslig S and
Manthey J (Eds). Flavonoids in cell function. Kluwer Acad Press. USA.
p151-160.
Kwon YJ, Haghpanah V, Kogson-Hurtado LM, McAndrew BJ, Penman DJ. 2000.
Masculinization of genetic female Nile tilapia (Oreochromis niloticus) by
dietry administration of an aromatase inhibitor during sexual
differentiation. The Journal of Experimental Zoology 287: 46-53.
30
Le Bail JC, Laroche T, Marre-Fournier F, Habrioux G. 1998. Aromatase and
17βhydroxysteroid dehydrogenase inhibition by flavonoids. Cancer Let-
ters 133: 101-106.
Linke H. 1994. Eksplorasi Ikan Cupang di Kalimantan. Trubus. No.297. Agustus.
H.86-89.
Marhiyanto B. 1999. Peluang Bisnis Beternak Lebah Madu. Gitamedia.
Surabaya. Hal. 95.
Martati E. 2006. Efektivitas madu terhadap nisbah kelamin ikan gapi (Poecilia
reticulata Peters). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Matty AJ. 1985. Fish endocrinology. Timber Press Portland. USA
Miyahara M, Ishibashi H, Inudo M, Nishijima H, Iguchi T, Guillette LJ, K.
Arizono, 2003. Estrogenic activity of a diet to estrogen receptors -alpha and
-beta in an experimental animal. Journal of Health Science 49:481491.
Ososki AL, Kennelly EJ. 2003. Phytoestrogens: a review of the present state of
research. Phytotherapy Research 17: 845-869.
Park IS, Kim JH, Cho SH, Kim DS. 2004. Sex differentiation and hormonal sex
reversal in the bagrid catfish (Pseudobagrus fulvidraco Richardson).
Aquaculture 232: 183-193
Perkasa, B.E. 2001. Budidaya Cupang Hias dan Adu. Jakarta: Penebar Swadaya.
Perkasa, B.E. dan Hendry G, 2002. Solusi Permasalahan Cupang. Jakarta.
Penebar Swadaya
Sanford G. 1995. An Illustrated Encylopedia of Aquarium Fish. Apple Press.
London. H.86.
Silverin B, Baillien M, Foidart A, Balthazart J. 2000. Distribution of aromatase
activity in the brain and peripheral tissues of passerine and nonpasserine
avian species. General and Comparative Endocrinology 117: 34-53
Siregar HC. 2002. Pengaruh metode penurunan kadar air, suhu dan lama
penyimpanan terhadap kualitas madu. [Tesis]. Bogor: Program Studi Ilmu
Ternak. Institut Pertanian Bogor.
Sudradjat. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Cupang Hias. Yogyakarta.
Kanisius..
Sukmara. 2007. Sex reversal pada ikan gapi (Poecilia reticulata Peters) secara
perendaman larva dalam larutan madu 5ml/l. [Skripsi]. Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Syaifuddin A. 2004.Pengaruh pemberian suplemen madu pada pakan larva ikan
nila (Oreochromis niloticus) GIFT terhadap rasio jenis kelaminnya.
[Skripsi]. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya.
Utomo B. 2008. Efektifitas Penggunaan Aromatase Inhibitor dan Madu Terhadap
Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata), Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ukhroy N.U. 2008. Efektifitas Penggunaan Propolis Terhadap Nisbah Kelamin
Ikan Guppy (Poecilia reticulata), Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Van Winkoop A, Timmermans LPM. 1992. Phenotypic changes in germ cells
during gonadal development of the common carp Cyprinus carpio and
31
immunohistochemical study with anti-carp spermatogonia
monoclonalantibodies. Histochemistry 98: 289– 298.
Yamamoto T. 1969. Dalam Heriyati E. 2012. Sex Reversal Ikan Nila
Menggunakan Madu Dan Analisis Ekspresi Gen Aromatase. [Tesis]
Bogor : Program Studi Mayor Ilmu Akuakultur. Institut Pertanian Bogor
Yustina, Arnentis dan Darmawati. 2003. Daya Tetas dan Laju Pertumbuhan Larva
Ikan Betta splendens di Habitat Buatan. Jurnal Bionatur. Bandung.
Zairin MJr. 2002. Sex reversal memproduksi benih ikan jantan atau betina.
Jakarta: Penebar Swadaya
32