Anda di halaman 1dari 8

MATA KULIAH : BIOTENOLOGI BUDIDAYA PERIKANAN

KOMPOTENSI : PENDEKATAN GENETIKA


SUB. KOMPOTENSI : 1. Sex Reversal
2. Manipulasi Kromosom dan genetika Molekuler
KOMPOTENSI : TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN
SUB KOMPOTENSI : 1. Seleksi Tallus
2. Pemotongan Tallus
3. Sterilisasi Eksplan
4. kultur Di Laboratorium
5. Aklimatisasi di Tambak dan KJA
6. Metode Budidaya Rumput Laut
DOSEN : Ir. Yip REGAN, M.P
================================================================

1. Sex Reversal

Menurut Junior (2002), sex reversal merupakan suatu teknologi yang


digunakan utuk mengarahkan perkembangan kelamin menjadi berlawanan secara
buatan dengan cara merubah fenotipe jantan kebetina atau sebaliknya. Teknik ini
dilakukan pada saat terdiferensiasi gonad ikan secara jelas antara jatan dan betina
pada waktu menetas. Beberapa metode yang sering digunakan dalam sex reversal
adalah dengan cara penyuntikan, perendaman, melalui pakan (secara oral), dan
bioenkapsulasi (pakan alami dan perendaman).

Sex reversal atau pembalikan seks atau pengalihan seks merupakan salah


satu bioteknologi akuakultur yang telah banyak dikembangkan dan diaplikasikan
dalam peningkatan produksi akuakultur, khususnya ikan. Sex reversal terdiri atas
dua macam, yaitu maskulinisasi dan feminisasi. Maskulinisasi adalah proses sex
reversal pada ikan menjadi jantan, sedangkan feminisasi adalah kebalikannya, yaitu
proses sex reversal pada ikan menjadi betina. Secara umum, sex reversal bersifat
fisiologis bukan genetik, artinya perubahan seks (jenis kelamin) hanya bersifat
fisiologi (produksi gamet, sperma atau oosit) tanpa mengubah genetik ikan. Ikan
dengan genetik betina dapat berubah secara fisiologis menjadi jantan dan
menghasilkan   sperma (maskulinisasi), sebaliknya ikan dengan genetik jantan
berubah secara fisiologis menjadi betina dan memproduksi oosit atau sel telur
(feminisasi).
Teknik sex reversal pada ikan nila banyak dilakukan pada penambahan
hormon sintetik 17α-methyltestoterone (17α-mt), 17α-metildihydrotestoteron
(MHDT), dan trembolon acetate. Namun, seiring dengan perkembangannya,
penggunaan hormon sintetik dikhawatirkan memberikan dampak negatif terhadap
keamanan pangan dan kelestarian lingkungan (Bartet et al 2003). Senyawa sintetik
memilki beberapa kelemahan diantaranya sulit untuk terurai dalam tubuh, bersifat
karsinogenik, mencemari lingkungan dan seringkali menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan, bahkan saat ini peredaraanya sudah dibatasi oleh pemerintah dan
harga yang relatif mahal ( Adel et al 2006).
Hines dan Watts (1995) dalam Zairin (2002) telah brhasil melakukan
maskulinisasi ikan nila hingga 100% dengan pemberian pakan yang mengandung
17α-methyltestoterone sebanyak 50 mg/kg selama 42 hari. Namun, penggunaan
hormon 17α-methyltestoterone relatif mahal dan bersifat karsinogenik, diperlukan
penggunaan bahan alternatif lain yang aman dan ramah lingkungan. Salah satu cara
yang digunakan adalah menggunakan bahan alami. Madu adalah bahan alami yang
aman dan ramah lingkungan yang berpotensi mangarahkan kelamin ikan menjadi
dominan ikan jantan (Syarifuddin 2004). Madu dipilih karena mengandung kalium
yang dapat merubah lemak menjadi prenegnolon, kemmudian mengubah estrogen
menjadi progesteron. Ballthazart dan Ball (1998) dalam Server et al (1999) dan
IJEACCM (2006), mengatakan bahwa madu mengandung senyawa chrysinyang
berfungsi sebagai aromatase inhibitor alami yang mengakibatkan produksi hormon
testoteron meningkat sehingga sifat-sifat jantan menjadi lebih dominan.
Dalam budidaya perikanan, kontrol jenis kelamin penting karena peran seks
dalam pertumbuhan dan reproduksi. Pada ikan, tingkat pertumbuhan bisa berbeda
antar jenis kelamin. Perbedaan tersebut dapat mempengaruhi nilai ekonomisnya. 
Memproduksi populasi ikan monoseks dapat meningkatkan kualitas produk dan
karenanya menghasilkan keuntungan finansial yang lebih tinggi. 
Pembalikan jenis kelamin yang diinduksi hormon adalah metode yang paling
sering digunakan dalam akuakultur. Ini terdiri dari mengekspos ikan yang tidak
dibedakan secara seksual.  Ada metode lain untuk menginduksi pembalikan jenis
kelamin pada ikan seperti manipulasi kromosom/genetik, hibridisasi, atau perawatan
yang mempengaruhi penentuan jenis kelamin atau diferensiasi gonad (misalnya
suhu, kepadatan populasi, pH, faktor sosial). 
Pada kegiatan akuakultur atau budidaya ikan, sex reversal umumnya dikenal
dalam upaya budidaya monoseks yang tergantung pada kelebihan masing-masing
spesies (ikan) yang dibudidayakan. Salah satu contoh adalah ikan nila. Ikan nila
jantan memiliki pertumbuhan lebih cepat dan ukuran tubuhnya lebih besar daripada
ikan nila betina, sehingga aplikasi sex reversal yang sesuai adalah maskulinisasi
untuk memproduksi ikan nila monoseks jantan.
Aplikasi sex reversal pada ikan dapat dilakukan menggunakan perlakuan fisik
seperti tekanan dan suhu air serta bahan kimiawi, yaitu hormon steroid, baik alami
maupun sintetik. Hormon steroid sintetik yang sering digunakan adalah 17α-
metiltestosteron (17α-MT) untuk maskulinisasi dan 17β-estradiol untuk
feminisasi. Penggunaan hormon sintetik masih banyak digunakan karena
keberhasilan sex reversal yang sangat tinggi (dapat mencapai 97-100%) bila
dibandingkan dengan perlakuan fisik. Akan tetapi, penggunaan hormon steroid
sintetik masih menjadi perdebatan, pro dan kontra terkait keamanan pangan, dalam
hal ini adalah residu yang dikhawatirkan masih tersimpan di dalam tubuh ikan
(daging). Meskipun, beberapa peneliti menyatakan bahwa penambahan hormon
pada ikan dampak residunya berbeda pada hewan atau ternak. Pada ikan, residu
hormon diduga hanya bertahan sebelum lima bulan pemeliharaan. Residu hormon
pada ikan akan berkurang atau bahkan hilang setelah ikan dipelihara lima bulan atau
lebih, khususnya pada ikan nila.
Berdasarkan beberapa asumsi dan kekhawatiran serta pembuktian dampak
penggunaan hormon sintetik 17α-MT dalam aplikasi sex reversal terhadap
kandungan residu pada tubuh ikan (serum darah dan daging), maka penelitian telah
dilakukan pada ikan nila. Mengapa ikan nila? Hal ini menjadi penting, karena ikan
nila merupakan salah satu produk perikanan budidaya yang menjadi produk
unggulan ekspor penting Indonesia. Selain itu, hormon sintetik 17α-MT masih umum
digunakan dalam maskulinisasi produksi ikan nila monoseks di beberapa negara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi residu MT dalam tubuh ikan
nila (serum darah maupun daging) relatif tidak berbeda nyata (p<0,05) antara
perlakuan hormon sintetik 17α-MT, baik secara oral maupun perendaman dengan
kontrol, bahkan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol pada bulan
ke-4 dan ke-5 budidaya. Pada serum darah ikan nila hasil perlakuan sex
reversal menunjukkan konsentrasi residu hormon MT masih di bawah batas toleransi
5 µg/L yang disarankan bagi keamanan pangan dan lingkungan oleh para peneliti
dunia sebelumnya.
Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan hormon
steroid sintetik, khususnya 17α-MT dalam dosis tertentu (tidak berlebihan) untuk
metode sex`reversal (maskulinisasi) pada ikan masih dirasa aman, meskipun perlu
penelitian lebih lanjut terkait bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai
pengganti hormon steroid sintetik untuk memproduksi ikan monoseks, baik jantan
maupun betina.
Manfaat Sex Reversal Pada Ikan.
Sex reversal merupakan cara pembalikan arah perkembangan kelamin ikan
yang seharusnya berkelamin jantan diarahkan perkembangan gonadnya menjadi
betina atau sebaliknya. Tekni ini dilakukan pada saat belum terdefrensisinya gonad
ikan secara jelas antara jantan dan betina pada waktu menetas. Sex reversal
merubah fenotip ikan tetapi tidak merubah genotipnya. Teknik sex reversal mulai
dikenal pada tahun 1937 ketika estradiol 17 disintesis untuk pertama kalinya di
Amerika Serikat. Pada mulanya teknik ini diterapkan pada ikan guppy
(Poeciliareticulata). Kemudian dikembangkan oleh Yamamoto di Jepang pada ikan
medaka (Oryzias latipes). Ikan medaka betina yang diberikan metiltestosteron akan
berubah menjadi jantan. Setelah melalui berbagai penelitian teknik ini menyebar ke
berbagai negara lain dan diterapkan pada berbagai jenis ikan. Awalnya diyakini
bahwa saat yang baik untuk melakukan sex reversal adalah beberapa hari sebelum
menetas (gonad belum dideferensiasikan). Teori inipun berkembang karena adanya
fakta yang menunjukkan bahwa sex reversal dapat diterapkan melalui embrio dan
induk yang sedang matang gonad.
Manfaat penerapan sex reversal dapat menghasilkan populasi monosex
(kelamin tunggal). Kegiatan budidaya secara monosex akan bermanfaat dalam
mempercepat pertumbuhan ikan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat
pertumbuhan antara ikan berjenis jantan dengan betina. Beberapa jenis ikan yang
berkelamin jantan dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang
berkelamin betina seperti ikan nila, ikan mujair serta ikan lele Amerika. Untuk
mencegah pemijahan liar dapat dilakukan melalui teknik ini. Pemijahan liar yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan kolam cepat penuh dengan berbagai ukuran
ikan. Total biomassa ikan tinggi namun kualitasnya rendah. Pemeliharaan ikan
secara monoseks akan mencegah pemijahan liar sehingga pemeliharaan ikan dapat
dikontrol. Selain itu ikan yang dihasilkan mempunyai ukuran yang besar dan
seragam. Contoh ikan yang cepat berkembang biak adalah ikan nila dan mujair.
Pada beberapa jenis ikan hias seperti cuppang, guppi, kongo dan rainbow,
jantannnya mempunyai penampilan yang lebih baik dibandingkan betinanya.
Sehingga dengan demikian, nilai jual ikan jantannnya akan lebih baik dibandingkan
betinanya.
Sex reversal juga dapat dimanfaatkan untuk teknik pemurnian ras ikan. Telah
lama diketahui ikan dapat dimurnikan dengan teknik ginogenesis yang produknya
adalah semua betina. Menjelang deferensiasi gonad sebagian dari populasi betina
tersebut diambil dan diberi hormon androgen berupa metiltestosteron sehingga
menjadi ikan jantan. Selanjutnya ikan ini dikawinkan dengan saudaranya dan
diulangi beberapa kali sampai diperolah ikan dengan ras murni.
Berbenda dengan kasus hermaprodit dimana hormon yang diberikan hanya
akan mempercepat proses perubahan, sedangkan pada sex reversal,
perubahannnya benar-benar dipaksakan dimana ikan yang seharusnya berkembang
menjadi betina dirubah perkembangnannya menjadi jantan melalui proses
penjantanan (maskulinisasi), sedangkan ikan yang seharusnya menjadi jantan
dirubah perkembangannnya menjadi betina melalui proses pembetinaan
(feminisasi).
Sex mreversal dapat dilakukan melalui terapi hormon (cara langsung) dan
melalui rekaya kromosom (cara tidak langsung). Pada terapi langsung, hormon
androgen dan astrogen mempengaruhi fenotip tetapi tidak mepengaruhi genotip.
Metode langsung dapat diterapkan pada semua jenis ikan apapun sex
kromosomnya. Cara langsung dapat meminimalisasi kematian ikan. Kelemahan dari
cara ini adalah hasilnya tidak bisa seragam dikarenakan perbandingan alamiah
kelamin yang tidak selalu sama. Contohnya ikan hias, pada pemijahan pertama,
perbandingan jantan betina 50% : 50%, namun pada pemijahan berikutnya menjadi
30% jantan berbanding 70% Betina.
2. Manipulasi kromosom dan genetika molekuler

Rekayasa genetika, juga disebut modifikasi genetika, adalah manipulasi


langsung gen suatu organisme menggunakan bioteknologi. Hal ini merupakan satu
set teknologi yang digunakan untuk mengubah susunan genetik dari sel, termasuk
transfer gen-gen yang berada dan melintasi batas-batas spesies untuk
menghasilkan organisme yang meningkat. 

DNA baru diperoleh dengan mengisolasi dan menyalin materi genetik dari


induk menggunakan metode DNA rekombinan atau sintesa DNA buatan. Sebuah
vektor biasanya diciptakan dan digunakan untuk menyisipkan DNA ini ke organisme
inang. Molekul DNA rekombinan pertama dibuat oleh Paul Berg pada tahun 1972
dengan menggabungkan DNA virus monyet SV40 dengan virus lambda.[1] Selain
memasukkan gen, proses ini dapat digunakan untuk menghapus gen. DNA baru
dapat dimasukkan secara acak, atau ditargetkan ke bagian tertentu dari genom.

Suatu organisme yang dihasilkan melalui rekayasa genetika dianggap


dimodifikasi secara genetik dan entitas yang dihasilkan disebut genetically modified
organism (GMO). Organisme transgenik pertama adalah bakteri yang dihasilkan
oleh Herbert Boyer dan Stanley Cohen pada tahun 1973.

Rudolf Jaenisch menciptakan hewan transgenik pertama ketika dia


memasukkan DNA asing dalam tikus pada tahun 1974. Perusahaan pertama yang
berfokus pada rekayasa genetika, Genentech, didirikan pada tahun 1976 dan mulai
memproduksi protein manusia. Insulin manusia pertama dari rekayasa genetika
diproduksi pada tahun 1978 dan bakteri yang menghasilkan insulin
dikomersialisasikan pada tahun 1982. Makanan yang dimodifikasi secara
genetik telah dijual sejak tahun 1994, dengan munculnya tomat dari Flavr Savr. Flavr
Savr direkayasa untuk memiliki umur simpan lebih lama, tapi tanaman transgenik
saat ini dimodifikasi paling banyak untuk meningkatkan ketahanan terhadap
serangga dan herbisida. GloFish, hewan transgenik pertama, dijual di Amerika
Serikat pada bulan Desember 2003. Pada tahun 2016, sudah ada salmon yang telah
dimodifikasi dengan hormon pertumbuhan.

Rekayasa genetika telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang,


termasuk penelitian, obat-obatan, bioteknologi industri dan pertanian.
Munculnya tanaman rekayasa genetika yang dikomersialisasi telah memberikan
manfaat ekonomi kepada para petani di berbagai negara, tetapi juga menjadi
sumber kontroversi. Hal ini sudah muncul sejak awal kehadirannya, ladang
percobaan uji pertamanya dihancurkan oleh aktivis anti-transgenik. Meskipun
ada konsensus ilmiah yang menyatakan bahwa makanan yang berasal dari tanaman
transgenik tidak menimbulkan risiko yang lebih besar untuk kesehatan manusia
daripada makanan konvensional, keamanan pangan transgenik tetap menjadi pusat
kritikan. Aliran gen, dampak pada organisme non-target, kontrol pasokan makanan
dan hak-hak kekayaan intelektual juga menjadi perdebatan. Adanya masalah ini
mengakibatkan munculnya pengembangan kerangka peraturan, yang dimulai pada
tahun 1975. Perjanjian internasionalnya juga telah disepakati pada tahun 2000
yaitu Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati. Masing-masing negara telah
mengembangkan sendiri sistem regulasi mengenai transgenik, ditandai perbedaan

yang terjadi antara Amerika Serikat dan Eropa

Rekayasa genetika adalah suatu proses yang mengubah susunan genetik dari
suatu organisme dengan menghapus atau memasukkan DNA. Tidak seperti
pengembangbiakan hewan dan pemuliaan tanaman secara tradisional, yang
melibatkan beberapa persilangan dan kemudian organisme terpilih
dengan fenotip tertentu, rekayasa genetika mengambil gen secara langsung dari
satu organisme dan memasukkan ke organisme lain. Proses ini jauh lebih cepat,
dapat digunakan untuk menyisipkan gen-gen dari organisme apapun (bahkan
organisme dari berbagai domain) dan mencegah agar gen yang tidak diinginkan
tidak ikut ditambahkan.

Rekayasa genetika berpotensi memperbaiki kelainan genetik pada manusia


dengan mengganti gen yang rusak dengan gen yang baik. Proses ini menjadi
sebuah alat yang penting dalam penelitian yang memungkinkan fungsi spesifik suatu
gen menjadi bahan penelitian. Tanaman transgenik yang telah dikembangkan saat
ini membantu keamanan pangan dengan meningkatkan hasil, nilai gizi dan toleransi
terhadap tekanan lingkungan.

DNA dapat dimasukkan secara langsung ke organisme inang atau ke dalam sel
yang kemudian menyatu atau dihibridisasi dengan tuan rumah.[7] Proses ini
bergantung pada teknik rekombinan asam nukleat untuk membentuk kombinasi baru
dari materi genetik yang dapat diwariskan diikuti oleh penggabungan dari materi baik
secara tidak langsung melalui sistem vektor atau langsung melalui mikro-
injeksi, makro-injeksi atau mikro-enkapsulasi.[8]

Rekayasa genetika biasanya tidak mencakup peranakan tradisional, fertilisasi in


vitro, induksi poliploida, mutagenesis dan teknik sel fusi yang tidak menggunakan
rekombinan asam nukleat atau organisme yang dimodifikasi secara genetik dalam
prosesnya. Namun, beberapa definisi luas dari rekayasa genetika
mencakup pembiakan selektif. Penelitian kloning dan sel induk, meskipun tidak
dianggap sebagai rekayasa genetika, [9] masih terkait erat dan rekayasa genetika
dapat digunakan bersamaan dengan proses ini. [10] Biologi sintesis adalah bidang ilmu
yang sedang berkembang yang membuat rekayasa genetika semakin maju lagi
dengan memperkenalkan bahan yang disintesis artifisial ke dalam suatu organisme.
[11]

Tanaman, hewan atau mikro organisme yang telah diubah melalui rekayasa genetik
yang disebut organisme hasil rekayasa genetika.[12] Jika materi genetik dari spesies
lain yang ditambahkan ke inang, organisme yang dihasilkan disebut transgenik. Jika
materi genetik dari spesies yang sama atau spesies yang dapat berkembang biak
secara alami dengan inang maka organisme yang dihasilkan disebut cisgenesis.
Jika rekayasa genetika digunakan untuk mengeluarkan materi genetik dari target
maka organisme yang dihasilkan disebut organisme knockout. Di Eropa modifikasi
genetika identik dengan rekayasa genetika, sedangkan di Amerika Serikat dan
Kanada modifikasi genetika juga digunakan untuk merujuk ke metode
pengembangbiakan konvensional.

Manipulasi kromosom pada ikan merupakan salah satu strategi yang diharapkan dapat
digunakan untuk memproduksi keturunan dengan sifat unggul dan kualitas genetiknya baik,
seperti memiliki pertumbuhan relatif cepat, tahan terhadap penyakit, kelangsungan hidup
tinggi, toleran terhadap perubahan lingkungan dan mudah

Anda mungkin juga menyukai