Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Iktiologi Indonesia, 16(1):91-101

Pemanfaatan tepung testis sapi sebagai hormon alami pada


penjantanan ikan cupang, Betta splendens Regan, 1910
[Cow’s testicles flour as the natural hormone masculinization of
Siamese fighting fish, Betta splendens Regan, 1910]
Andi Aliah Hidayani, Yushinta Fujaya, Dody Dharmawan Trijuno, Siti Aslamyah
Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin
KampusTamalanrea, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10, Makassar, 90245

Diterima: 27 Agustus 2015; Disetujui: 12 Januari 2016

Abstrak
Ikan Cupang, Betta splendens jantan merupakan ikan hias yang memiliki keindahan warna tubuh serta keunikan bentuk
sirip sehingga sangat diminati oleh pecinta ikan hias. Penelitian ini bertujuan melakukan pembalikan kelamin dengan
menjantankan ikan cupang yang diproduksi. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu: tahap pertama dengan meren-
dam larva ikan cupang berumur empat hari ke dalam larutan tepung testis sapi dengan dosis berbeda, dan tahap ke dua
dengan lama perendaman berbeda. Dosis testis yang diuji terdiri atas lima tingkatan yaitu 0 mg L -1, 20 mg L-1, 40 mgL-1
60 mg L-1, dan 80 mg L-1. Lama perendaman yang diuji adalah: 0 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam, dan 60 jam. Parameter
yang diukur adalah persentase ikan jantan yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase ikan berke-
lamin jantan tertinggi diperoleh pada dosis 60 mg L-1 dan lama waktu perendaman 24 jam dengan nilai persentasi ber-
turut-turut 88,5% dan 87,5%. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa teknologi penjantanan melalui peren-
daman dalam larutan testis sapi dapat dilakukan pada larva ikan cupang. Teknologi ini mudah dilakukan sehingga
pembudidaya dapat menggunakan tepung testis sapi untuk menjantankan ikan cupang produksinya.

Kata penting: ikan cupang, testis sapi, penjantanan, hormon

Abstract
Siamese fighting fish, Betta splendens male is a lovely color ornamental fish with unique shape fins that make it highly
demand by the ornamental fish lovers. This study aims to perform sex reversal with masculinization fish production.
The study was carried out in two stages i.e.: stage 1 by soaking the 4 days old fish larvae into a solution of cow testicles
flour with different doses, stage 2 with different soaking time. Testicular dose tested consists of five levels i.e.: 0 mg L-
1, 20 mg L-1, 40 mg L-1, 60 mg L-1, and 80 mg L-1. Time immersions tested were: 0 hours, 24 hours, 36 hours, 48 hours

and 60 hours. The measured parameter was the percentage of male fish produced. The results showed the highest per-
centtage of male fish obtained at a dose of 60 mg L-1 and a 24-hour soaking time with a percentage value respectively
88.5% and 87.5%. The study provided information that masculinization technology in a solution of cow testicles appli-
cable for fish larvae. This technology is easy to do so that farmers can use cow's testicles flour for masculinization for
their fish production.

Keywords: Siamese fighting fish, cow testis, masculinization, hormone

Pendahuluan dah (Dewantoro 2001). Permintaan terhadap je-


Ikan cupang (Betta splendens) jantan me- nis ikan cupang jantan semakin meningkat bela-
rupakan ikan hias yang bernilai ekonomis tinggi kangan ini sehingga perlu dicari suatu metode
karena memiliki keistimewaan seperti keindahan yang dapat menghasilkan keturunan jantan secara
warna tubuh dan keunikan bentuk sirip sehingga massal (Purwati et al. 2004).
sangat diminati oleh pencinta ikan hias. Ikan ini Salah satu teknik yang dapat digunakan
dapat digunakan sebagai ikan laga (fighting fish) untuk memproduksi benih ikan kelamin tunggal
karena sangat agresif dan memiliki kebiasaan sa- (monosex) jantan adalah melalui pembalikan ke-
ling menyerang jika ditempatkan dalam satu wa- lamin (sex reversal) (Muslim 2011), yang mene-
rapkan rekayasa hormonal untuk mengubah ka-
 Penulis korespondensi
rakter seksual betina ke jantan (maskulinisasi/
Surel: lhia_achsan@yahoo.com
penjantanan) atau dari jantan menjadi betina (fe-

Masyarakat Iktiologi Indonesia


Pemanfaatan tepung testis sapi sebagai hormon alami penjantanan ikan cupang

minisasi) (Mardiana 2009). Hormon jantan ste- kan hubungan antara dosis hormon dan lama per-
roid yang umum digunakan adalah hormon 17α- lakuan. Perendaman dengan menggunakan dosis
metiltestosterone. Namun, hormon ini merupa- tinggi membutuhkan waktu perendaman yang le-
kan salah satu steroid sintetik yang dilarang bih singkat, dan sebaliknya perendaman dengan
penggunaannya dalam kegiatan akuakultur pada menggunakan dosis yang rendah membutuhkan
hewan yang diberi perlakuan. Hormon sintetik waktu perendaman yang lama. Oleh karena itu
seperti metiltestosteron yang dapat dimanfaatkan perlu diketahui lama perendaman yang efektif
untuk penjantanan, mempunyai kelemahan yaitu agar dapat menjamin keberhasilan pengarahan
sulit terurai di dalam tubuh, bersifat karsinoge- diferensiasi kelamin ikan cupang (Purwati et al.
nik, mencemari lingkungan, dan kadang menim- 2004). Penelitian ini bertujuan untuk menganali-
bulkan efek samping yang tidak diinginkan (Ria- sis dosis hormon dan lama perlakuan tepung tes-
ni et al. 2010). Selain itu harga hormon ini relatif tis sapi terhadap proses penjantanan ikan cupang
mahal dan sulit untuk diperoleh. Melihat perma- melalui perendaman embrio.
salahan tersebut, diperlukan penggunaan bahan
alternatif lain yang aman dan ramah lingkungan Bahan dan metode
dalam proses pembalikan kelamin. Salah satu ca- Waktu dan tempat
ra yang dianggap aman adalah penggunaan ba- Penelitian ini dilaksanakan di F11 Betta
han alami seperti madu (Damayanti et al. 2013), Farm Makassar dan Hatchery Fakultas Ilmu Ke-
teripang pasir (Riani et al. 2010), ekstrak purwo- lautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin pa-
ceng (Arfah et al. 2013) atau tepung testis sapi da bulan Mei sampai Juli 2014. Pembuatan
(Muslim et al. 2011). tepung testis sapi dilakukan di laboratorium Ju-
Tepung testis sapi merupakan bahan alami rusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung
yang sering digunakan dalam proses penjantanan Pandang.
ikan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian de-
ngan menggunakan testis sapi menunjukkan tes- Rancangan percobaan
tis sapi mengandung hormon testosteron alami Penelitian ini menggunakan Rancangan
yang sangat tinggi. Selain itu tepung testis sapi Acak Lengkap (RAL) satu faktor. Faktor yang
mudah didapat, harga relatif murah dan ukuran- diuji adalah perbedaan dosis perendaman dan la-
nya besar (Muslim 2011). Pemberian hormon ma waktu perendaman dengan masing-masing
yang berasal dari testis sapi pada fase awal per- lima taraf perlakuan yaitu untuk dosis peren-
tumbuhan gonad ketika diferensiasi kelamin be- daman: 0 mg L-1 (kontrol); 20 mg L-1; 40 mg L-1;
lum terarah. Namun demikian, bila diintervensi 60 mg L-1dan 80 mg L-1; sedangkan untuk lama
dengan bahan-bahan tertentu seperti tepung testis perendaman: 0 jam (tanpa perendaman); 24 jam;
sapi maka perkembangan gonad dapat berlang- 36 jam; 48 jam, dan 60 jam. Masing-masing per-
sung berlawanan dengan seharusnya (Zairin Jr lakuan dengan tiga ulangan. Ikan uji yang digu-
2002). nakan adalah larva ikan cupang berumur empat
Faktor lain yang memengaruhi keberhasil- hari berasal dari tiga pasang induk yang dipilih
an pengarahan diferensiasi kelamin adalah dosis secara acak yang dipijahkan secara alami dalam
hormon dan lama perlakuan. Untuk memperoleh bak terkontrol. Jumlah larva per unit perlakuan
perendaman yang efektif maka perlu diperhati-

92 Jurnal Iktiologi Indonesia


Hidayani et al.

adalah 30 ekor larva sehingga diperlukan seba- temia dan kutu air dengan frekuensi 2-3 kali se-
nyak 450 ekor larva. hari. Untuk menjaga kualitas air di dalam akua-
rium tetap stabil, dilakukan penyiponan kotoran-
Pembuatan tepung testis sapi dan proses peren- kotoran ikan selama masa pemeliharaan. Penyi-
daman larva ponan sisa-sisa pakan dilakukan setiap hari diser-
Tepung testis sapi dibuat dengan cara tai penggantian air sekitar 20-30%. Pemeliharaan
menguliti testis segar, kemudian dibelah meman- anak ikan cupang dilakukan hingga berumur 45
jang, lalu dibuka kulit dalam, dicacah atau dipo- hingga 60 hari.
tong-potong kecil, setelah itu dimasukkan ke da-
lam tabung, dibekukan dalam freezer (24 jam), Identifikasi jenis kelamin ikan uji
tabung dipasang pada freeze dry selama 24 jam Identifikasi jenis kelamin anak ikan cu-
o
pada suhu -75 C dan tekanan -0,1 Mpa. Setelah pang dapat dilakukan setelah larva berumur 45-
kering testis diblender, lalu diayak dengan sa- 60 hari. Pengamatan dilakukan secara morfologis
ringan halus (0,42 mm). Tepung siap digunakan dengan melihat ciri fisik anak ikan cupang. Ikan
untuk proses pembalikan kelamin pada ikan cu- jantan dapat dikenali dengan memiliki warna
pang. yang lebih cerah, sirip anal yang lebih panjang,
Pembuatan wadah perendaman dilakukan ukuran tubuh lebih besar, dan jika diamati dari
dengan cara melarutkan tepung testis sapi dengan arah dorsal terlihat ramping. Ikan betina dicirikan
larutan metil alkohol sebanyak 50% dari total vo- dengan adanya bintik putih di sekitar anal, warna
lume ke dalam masih-masing toples yang telah kurang cerah, dan sirip anal yang lebih pendek.
diisi 1 liter air, kemudian diberi aerator agar te- Selain itu ikan jantan akan lebih terlihat agresif
pung testis sapi larut dalam air. Media perendam- dibandingkan dengan ikan betina.
an yang digunakan sebanyak 15 buah. Perendam-
an benih dalam larutan tepung testis sapi dilaku- Parameter penelitian
kan melalui dua tahap yaitu tahap pertama de- Parameter yang diamati adalah proporsi
ngan dosis perendaman 0 mg L-1 (kontrol), 20 jenis kelamin anak ikan cupang setelah diberikan
-1 -1 -1 -1
mg L , 40 mg L , 60 mg L , 80 mg L selama ekstrak tepung testis sapi. Pengamatan terhadap
24 jam; tahap kedua lama perendaman 0 jam, 24 jenis kelamin anak ikan cupang dilakukan secara
jam, 36 jam, 48 jam dan 60 jam dengan dosis 60 morfologis dengan melihat ciri fisik ikan. Persen-
-1
mg L . tase individu jantan dihitung dengan rumus:
Setelah melalui proses perendaman, benih
% Jantan = (jumlah jantan/jumlah total ikan) x
ikan cupang dipelihara masing-masing dalam
100
akuarium berukuran 50 cm x 30 cm x 25 cm se-
Kelangsungan hidup (SR) dihitung dengan
banyak 12 buah. Sebelum digunakan, akuarium
menggunakan rumus:
untuk pemeliharaan dicuci terlebih dahulu agar
bebas dari kotoran, kemudian dibilas dengan air SR (%) = (jumlah ikan yang hidup/jumlah total
bersih, kemudian pada masing-masing akuarium ikan) x 100
diisi dengan air bersih yang telah diendapkan se-
Analisis data
lama 24 jam sebelumnya. Selama masa pemeli-
Data yang diperoleh dianalisis dengan
haraan, anak ikan cupang diberi pakan naupli ar-
menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan jika

Volume 16 Nomor 1, Februari 2016 93


Pemanfaatan tepung testis sapi sebagai hormon alami penjantanan ikan cupang

ditemukan adanya pengaruh yang signifikan dila- persentase jenis kelamin ikan jantan dari hasil
kukan uji lanjut Tuckey untuk menentukan dosis perendaman embrio dengan menggunakan te-
dan lama perendaman terbaik. Penentuan dosis pung testis sapi, yaitu 40,72%; 68,86%; 83,40%;
optimum menggunakan uji analisis regresi kua- 88,50%, dan 74,38% untuk dosis perlakuan ma-
dratik (Steel & Torrie 1993). sing-masing 0 mg L-1 (kontrol), 20 mg L-1, 40 mg
L-1, 60 mg L-1 dan 80 mg L-1. Dibandingkan de-
Hasil ngan dosis lain, persentase kelamin jantan de-
Nisbah kelamin jantan ngan menggunakan dosis 60 mg L-1 yang diren-
Persentase jenis kelamin ikan jantan yang dam selama 24 jam menunjukkan hasil yang pa-
menggunakan dosis berbeda dapat dilihat pada ling tinggi (88,50%).
Gambar 1. Pada gambar tersebut diperlihatkan

100
88,55
90 83,40
Persentase Ikan Jantan (%)

80 74,38
68,86
70
60
50 40,72
40
30
20
10
0

Dosis Hormon (mg L-1)

Gambar 1. Persentase ikan cupang jantan dengan dosis berbeda yang direndam selama 24 jam

94 Jurnal Iktiologi Indonesia


Hidayani et al.

100
90 87,55 84,89

Persentase ikan jantan (%)


80
70 64,79
60
50
40,54 39,81
40
30
20
10
0
Kontrol 24 36 48 60

Waktu Perendaman (Jam)

Gambar 2. Persentase ikan cupang jantan dengan menggunakan waktu perlakuan yang berbeda dengan
menggunakan dosis 60 mg L-1.

Persentase jenis kelamin ikan jantan dengan -0,052x2 + 3,093x + 41,26 (Gambar 4). Kedua
menggunakan waktu perendaman yang berbeda kurva tersebut menunjukkan satu titik optimum
dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil perendaman yang menghasilkan persentase ikan cupang jan-
embrio menggunakan tepung testis sapi dengan tan tertinggi.
perlakuan waktu perendaman pada 0 jam (kon-
trol), 24 jam, 36 jam, 48 jam dan 60 jam meng- Tingkat kelangsungan hidup ikan cupang
hasilkan persentase jenis kelamin ikan jantan Tingkat kelangsungan hidup ikan cupang
40,54%; 87,55%; 84,89%; 64,79% dan 39,81% selama pemeliharaan dengan menggunakan dosis
berturut-turut. Persentase ikan Cupang berkela- yang berbeda didapatkan data berkisar antara
min jantan tertinggi dicapai pada perlakuan 91,11-96,67% (Gambar 5), sedangkan dengan
dengan waktu perendaman 24 jam yaitu 87,55% menggunakan waktu perendaman yang berbeda
(Gambar 2). berkisar antara 92,22-97,78% (Gambar 6). Hasil
Hasil perhitungan analisis regresi kua- ini menunjukkan bahwa di antara perlakuan dosis
dratik menunjukkan bahwa antara dosis peren- dan lama perendaman yang berbeda tidak berpe-
daman dengan tepung testis sapi terhadap per- ngaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan
sentase jantan ikan cupang membentuk suatu cupang. Tidak berpengaruhnya tepung testis sapi
kurva parabolik dengan persamaan y = -0,0168x2 terhadap kelangsungan hidup ikan cupang selama
+ 1,7771x + 40,357 (Gambar 3). Hasil perhitung- perendaman membuktikan bahwa tepung testis
an analisis regresi kuadratik antara lama waktu sapi tidak bersifat toksik (racun) pada ikan
perendaman dengan tepung testis sapi menunjuk- cupang.
kan suatu kurva parabolik dengan persamaan y =

Volume 16 Nomor 1, Februari 2016 95


Pemanfaatan tepung testis sapi sebagai hormon alami penjantanan ikan cupang

100

Persentase ikan jantan


83,40 88,50
80
74,38
68,86
60

(%)
y = -0,0168x2 + 1,7771x + 40,357
40 40.72 R² = 0,9957
20
0
0 20 40 60 80 100
Dosis hormon (mg L-1)

Gambar 3. Kurva parabolik dosis konsentrasi tepung testis sapi terhadap persentase ikan cupang jantan

Gambar 4. Kurva parabolik dosis lama perendaman tepung testis sapi terhadap persentase ikan cupang
jantan

98
96,67
% Tingkat kelangsungan hidup

97
96 95,56
95 94,44
94
92,22
93
92 91,11
91
90
89
88
0 20 40 60 80
-1
Dosis hormon (mg L )

Gambar 5. Persentase ikan cupang yang hidup dengan pemberian tepung testis sapi pada dosis yang
berbeda.

96 Jurnal Iktiologi Indonesia


Hidayani et al.

99
97,78

% Tingkat Kelangsungan Hidup


98 97,78
97
95,56 95,56
96
95
94
93 92,22
92
91
90
89
Kontrol 24 36 48 60
Waktu Perendaman (Jam)

Gambar 6. Persentase ikan cupang yang hidup dengan pemberian tepung testis sapi dengan perlakuan
waktu perendaman yang berbeda

Pembahasan dosis 30 mg L-1, lama perendaman 6 jam dan pe-


Nisbah kelamin jantan meliharaan selama 55 hari dapat menghasilkan
Berdasarkan hasil penelitian, ada kecen- ikan jantan sebesar 66,66% (Yustina et al. 2012),
derungan bahwa semakin tinggi dosis yang dibe- sedangkan pada ekstrak purwoceng dengan dosis
rikan hingga 60 mg L-1 tepung testis sapi akan se- 20 mg L-1 menghasilkan ikan jantan sebesar
makin tinggi persentase kelamin jantan yang di- 62,22% , lama perendaman 8 jam dan pemeliha-
hasilkan. Namun, jika dosis telah melebihi 60 mg raan selama 87 hari (Arfah et al. 2013).
L-1, pembentukan kelamin jantan pada ikan cu- Pemberian dosis tepung testis sapi harus
pang mulai menurun. Diduga perendaman tepung tepat dalam proses pembalikan kelamin karena
-1
testis sapi 60 mg L merupakan dosis yang opti- jika dosis yang digunakan terlalu rendah menye-
mal dibandingkan perlakuan lainnya, sehingga babkan proses pembalikan kelamin berlangsung
memberikan efek penjantanan yang maksimal di- kurang sempurna dan menyebabkan terbentuk-
bandingkan perlakuan yang lain. Hal ini terjadi nya individu interseks, namun dosis yang tinggi
karena dosis hormon steroid yang tepat pada te- juga menyebabkan efek kebalikan dari populasi
pung testis sapi mampu mempercepat pemben- yang diharapkan dan terbentuknya individu steril
tukan gonad jantan yang kemudian akan berkem- (Muslim 2011). Penggunaan dosis hormon tes-
bang menjadi testis sehingga akan menghasilkan tosterone yang berlebihan dapat menyebabkan
ikan berfenotip jantan lebih banyak dibandingkan terjadinya efek paradoxial yaitu ikan yang diberi
ikan berfenotip betina (Zairin Jr 2002). Penelitian perlakuan dengan testosteron tidak dapat
yang serupa juga dilakukan oleh Irmasari et al. meningkatkan jumlah kelamin jantan melainkan
(2012) pada ikan nila dengan dosis 3 mg L-1 de- peningkatan jenis kelamin betina (Piferrer &
ngan waktu perendaman selama 8 jam mengha- Donaldson 1989).
silkan ikan jantan sebesar 69,07%. Bahan aktif Selain faktor dosis, keberhasilan pada
lain yang umum digunakan dalam proses penjan- pengarahan kelamin juga dipengaruhi oleh waktu
tanan ikan cupang adalah tepung teripang dan pemberian hormon. Waktu pemberian hormon
ekstrak Purwoceng. Tepung teripang dengan yang tepat sangat menunjang keberhasilan pem-

Volume 16 Nomor 1, Februari 2016 97


Pemanfaatan tepung testis sapi sebagai hormon alami penjantanan ikan cupang

balikan kelamin. Ada tiga cara pemberian hor- terhadap keberhasilan penjantanan ikan. Menurut
mon yang dapat dilakukan untuk perubahan jenis Iskandar (1996), perendaman larva ikan nila di
kelamin, yaitu: melalui penyuntikan, perendam- dalam ekstrak tepung testis sapi selama 8 jam
an, dan pakan. Pandian & Sheela (1995) menya- berpengaruh nyata terhadap persentase ikan nila
takan bahwa perlakuan melalui oral dan peren- jantan yang diperoleh sebesar 85,56%.
daman untuk maskulinisasi atau feminisasi meru- Untuk memperoleh hasil yang terbaik dari
pakan metode yang terbaik dalam pemanfaatan kajian proses pembalikan kelamin yang dilaku-
hormon steroid. Pemberian hormon dengan cara kan, dosis atau konsentrasi, waktu dan lama
perendaman pada stadia larva dimulai ketika ku- perendaman merupakan faktor penting yang
ning telur sudah habis. Cara ini diyakini sangat menunjang keberhasilan pengubahan jenis
efektif karena mudah menyiapkan hormonnya kelamin pada ikan (Zairin Jr. 2002). Terdapat
dan tidak memerlukan waktu yang lama. Diduga hubungan terbalik antara tingkat dosis dan lama
bahwa stadia larva masih berada pada fase labil perendaman sehingga untuk dosis yang lebih
sehingga mudah dipengaruhi oleh rangsangan da- tinggi perendamannya lebih singkat dan untuk
ri luar, serta pada fase larva, gonad belum terdi- dosis yang lebih rendah perendamannya lebih la-
ferensiasi seks, apakah jantan atau betina (Suhen- ma (Hunter & Donaldson 1983). Masuknya hor-
dar 1997). Selain itu, stadia ini juga merupakan mon ke dalam tubuh larva diduga melalui proses
fase bintik mata yang diduga merupakan fase pa- osmosis. Dosis hormon dalam media pemelihara-
ling efektif untuk melakukan kegiatan pengarah- an lebih tinggi daripada dosis hormon di dalam
an kelamin. Karena pada fase ini perkembangan tubuh larva itu sendiri, sehingga hormon di da-
otak masih labil sehingga mudah untuk diarah- lam media masuk secara difusi ke dalam tubuh
kan (Martati 2006). Fase bintik mata embrio di- larva. Semakin lama perendaman maka semakin
anggap telah kuat untuk menerima perlakuan banyak hormon yang masuk dan memengaruhi
(Zairin Jr 2002), sehingga dapat mengurangi re- gonad (Irmasari et al. 2012). Hormon dengan
siko gagal menetas. Menurut Kwon et al. (2000), dosis yang tinggi dengan waktu perendaman le-
masa diferensiasi ikan terjadi hingga 30 hari sete- bih lama dapat menyebabkan stres pada larva dan
lah menetas. menimbulkan kematian (Purwati et al. 2004).
Perendaman embrio dengan tepung testis
sapi dosis 60 mg L-1 selama 24 jam menunjukkan Tingkat kelangsungan hidup
persentase jenis kelamin jantan yang sangat ting- Selama masa pemeliharaan tingkat kelang-
gi. Kondisi ini berarti hormon bekerja dengan ba- sungan hidup ikan cupang dalam parameter dosis
ik pada perlakuan 24 jam, dan sudah memenga- dan waktu perendaman cukup baik. Hal ini dise-
ruhi diferensiasi seks ke arah jantan. Pada perla- babkan oleh penanganan selama penelitian yang
kuan 60 jam terjadi penurunan yang sangat dras- baik, seperti pemberian ukuran pakan yang kecil
tis, diduga akibat lamanya perendamanan terjadi yang cocok dengan bukaan mulut larva ikan cu-
efek paradoxial feminization yaitu hasil yang di- pang, mengurangi goncangan pada saat pemin-
peroleh bukan peningkatan jumlah kelamin jan- dahan larva ke bak pemeliharaan sehingga tidak
tan melainkan peningkatan jumlah ikan betina menyebabkan larva mengalami stres, serta men-
(Mantau 2005). Beberapa penelitian menunjuk- jaga suhu air tetap optimal bagi ikan cupang yai-
kan bahwa lama waktu perendaman berpengaruh tu sekitar 23-25C. Peningkatan suhu yang dras-

98 Jurnal Iktiologi Indonesia


Hidayani et al.

tis dapat membuat ikan mengalami stres dan partat, alanin, glutamat, glisin, prolin, serin, sis-
mati. tein dan tirosin. Asam amino arginin, histidin,
Namun setiap perlakuan menunjukkan leusin, glutamat, glisin, prolin, serin dan tirosin
tingkat kelangsungan hidup ikan yang berbeda- sangat berguna dalam pembentukan hormon an-
beda. Perlakuan kontrol pada dosis yang berbeda, drogen yaitu testosteron yang berperan dalam pe-
tingkat kelangsungan hidup ikan cukup tinggi ningkatan libido maupun pembentukan sperma-
(95,56%), namun terjadi penurunan pada perla- tozoa.
-1 -1
kuan dosis 20 mg L (92,22%), 40 mg L Menurut Hafez (1987), asam amino seba-
-1
(94,44%), dan 80 mg L (91,11%); sedangkan gai hormon yang merangsang pembentukan hor-
pada perlakuan lama perendaman tidak terjadi mon steroid diantaranya testosteron dan merang-
perbedaan yang terlalu besar antara larva yang sang spermatogenesis, sedangkan leusin sangat
direndam tanpa larutan testis sapi dengan larva berguna dalam sintesis protein pada pembentuk-
yang direndam dalam larutan testis sapi. Perbe- an otot. Fulierton (1980) menjelaskan bahwa, se-
daan hasil yang diperoleh ini dipengaruhi oleh lain mempunyai sifat androgenik, testosteron ter-
perendaman larva dengan larutan yang mengan- nyata mempunyai sifat anabolik, yaitu dapat me-
dung alkohol yang digunakan untuk melarutkan macu pertumbuhan otot. Tepung testis sapi
tepung testis sapi dengan air pada perlakuan. Ha- mengandung hormon androgen yang sama se-
sil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang hingga memiliki sifat anabolik yang mampu me-
dilakukan oleh Yustina et al. (2012) yang men- rangsang pertumbuhan, bertanggung jawab ter-
dapatkan hasil tingkat kelangsungan hidup antara hadap penampakan karakter dan fungsi kelamin
54-58% menggunakan larutan alkohol dalam me- jantan.
larutkan ekstrak tepung teripang pada proses Hasil kelangsungan hidup akhir ikan cu-
penjantanan ikan cupang. Menurut Hakim pang dalam penelitian ini lebih tinggi dibanding-
(2008), meskipun dalam jumlah yang sangat se- kan hasil penelitian pada ikan nila yang dilaku-
dikit alkohol dapat menyebabkan kematian apa- kan Iskandar (1996) sebesar 45-68% dan Meyer
bila perendaman dilakukan dalam waktu yang et al. (2008) sebesar 40,2%, menggunakan testis
cukup lama. sapi segar; Murni (2005) sebesar 80% rnenggu-
Tingkat kelangsungan hidup yang tinggi nakan testis sapi yang dikeringkan dengan cara
pada ikan cupang diperlihatkan pada perlakuan dioven, Bombata & Somatun (2008) sebesar 65%
-1
dosis 60 mg L (96,67%) dan perlakuan lama pe- dengan menggunakan testis kambing, dan pada
rendaman 24 jam (97,78%). Kelangsungan hidup ikan cupang dengan menggunakan tepung teri-
yang tinggi ini diduga dipengaruhi oleh adanya pang (54%) (Yustina et al. 2012).
kandungan bahan lain yang terdapat di dalam te- Tingginya tingkat kelangsungan hidup se-
pung testis sapi. Tepung testis sapi mengandung telah diberikan konsentrasi tepung testis sapi di-
berbagai macam asam amino esensial dan non duga karena tingginya kandungan protein dalam
esensial serta mengandung asam lemak jenuh tepung testis sapi yaitu 76,56%. Seperti dikemu-
dan tak jenuh (Odin et al. 2011). Asam amino kakan Irmasari et al. (2012) dalam penelitiannya
tersebut antara lain arginin, histidin, isoleusin, menemukan bahwa kandungan protein dalam
leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin dan tepung testis sapi mencapai 76,26-77,08%.
valin, sedangkan non esensialnya antara lain as- Kandungan protein dalam testis sapi lebih tinggi

Volume 16 Nomor 1, Februari 2016 99


Pemanfaatan tepung testis sapi sebagai hormon alami penjantanan ikan cupang

dibandingkan testis kambing sebesar 47,33% Persantunan


(Bombata & Somatun 2008). Hal ini dapat Penulis mengucapkan terima kasih kepada
dicapai apabila pembuatan tepung testis sapi Muh. Fariz Z. Ali untuk penyediaan embrio ikan
menggunakan testis sapi dalam kondisi yang cupang dan fasilitas pemeliharaan.
segar dan langsung disimpan dalam freezer dan
dibuat tepung dalam kondisi segar dengan meng- Daftar pustaka
gunakan mesin freeze dry. Arfah H, Soelistyowati DT, Bulkini A. 2013.
Maskulinisasi ikan cupang Betta splen-
Dibandingkan dengan penggunaan hor-
dens melalui perendaman embrio dalam
mon 17α-metiltestosteron yang bersifat sintentik, ekstrak purwoceng Pimpinella alpina.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 12 (2): 145–
hormon testis sapi lebih aman digunakan karena
150.
berasal dari bahan alami. Dari penelitian Yustina
Bombata HAF, Somatun AO. 2008. The effect of
et al. (2012), penggunaan hormon 17α-metiltes- lyophilized goat testes meal as first feed
on the growth of "wesafu": an ecotype ci-
tosteron pada ikan cupang melalui metode peren-
chlid of epe-lagoon, in Lagos State, Nige-
daman menghasilkan kelangsungan hidup yang ria. Pakistan Journal of Nutrition, 7(5):
sangat rendah sebesar 14,66%. Hal ini karena 686-588.

hormon 17α-metiltestosteron yang merupakan Connell DW, Miller GJ. 2006. Kimia Pencemar-
an. Diterjemahkan oleh Y. Koestoer. Uni-
hormon sintetik memberi efek toksik terhadap versitas Indonesia. Jakarta. 444 hlm.
larva ikan cupang. Efek toksik diakibatkan oleh Damayanti AA, Sutresna W, Wildan. 2013. Apli-
dosis hormon yang terlalu tinggi maupun akibat kasi madu untuk pengarahan jenis kelamin
pada ikan nila (Oreochromis niloticus).
masuknya hormon sintetis ke dalam tubuh larva Jurnal Depik, 2(2): 82- 86.
ikan. Dewantoro GW. 2001. Fekunditas dan produksi
Selain itu, bahan sintetis yang masuk ke larva pada ikan cupang (Betta splendens
Regan) yang berbeda umur dan pakan
dalam tubuh juga dapat memberi efek biphasik alaminya. Jurnal Iktiologi Indonesia, 1(2):
terhadap sistem antibodi, yaitu pada awalnya da- 49-52.

pat merangsang pembentukan antibodi, tetapi Fulierton DS. 1980. Steroid dan Senyawa
Terapetik Sejenis. In : Buku teks Wilson
efek selanjutnya adalah menghambat reaksi dan Gisvold. Kimia Farmasi dan
imun. Pemberian bahan sintetis dalam waktu la- Medicinal Organik. Editor : Doerge R.F.
Edisi VIII, Bagian II. J.B. Lippincott
ma walaupun dalam dosis rendah, dapat meru- Company. Philadelphia – Toronto. USA.
sak kemampuan sel imun untuk memperbanyak pp. 675-754.

diri (proliferasi) (Connell & Miller 2006). Hafez ESE. 1987. Reproductive Behavior. 4th
edition. Lea and Febiger. Philadelphia.
537 p.
Simpulan Hakim RH. 2008. Optimalisasi pemberian dosis
Tepung testis sapi yang diberikan pada hormon metiltestosteron terhadap keber-
hasilan pembentukan monoseks jantan
larva uji melalui metode perendaman, efektif un- lobster air tawar (Cherax quadricarina-
tuk penjantanan ikan cupang (Betta splendens). tus). Jurnal Protein, Jurnal Ilmiah Ilmu
Peternakan-Perikanan UMM, 15(1): 1-
Tepung testis sapi dengan dosis 80 mg L-1 yang 17.
diberikan selama 24 jam mampu meningkatkan Hunter GA, Donaldson EM. 1983. Hormonal sex
ikan jantan dari 40% menjadi 88%. Pemberian control and its application to fish culture.
In: Hoar WS, Randall DJ, Donaldson EM
tepung testis sapi tidak memengaruhi tingkat ke- (Eds.). Fish Physiology. Vol. 9 Repro-
langsungan hidup ikan uji. duction, Part B Behaviour and Fertility

100 Jurnal Iktiologi Indonesia


Hidayani et al.

Control. Academic Press, New York. pp. Odin RY, Bolivar RB, Liping L, Fitzsimmons,
223-291. K. 2011. Masculinization of Nile tilapia
(Oreochromis niloticus L.) using lyophi-
Irmasari, Iskandar, Subhan U. 2012. Pengaruh
lized testes from carabao (Bubalus bubalis
ekstrak tepung testis sapi dengan konsen-
carabanesis L.), bull (Bos indicus L.) and
trasi yang berbeda terhadap keberhasilan
boar (Sus domesticus L.). In Better
maskulinisasi ikan nila merah. Jurnal
science, better fish, better life. Proceed-
Perikanan dan Kelautan, 3(4): 115-121.
ings of the Ninth International Symposium
Iskandar. 1996. Pemanfaatan testis sapi dalam on Tilapia in Aquaculture, Shanghai, Chi-
teknik pengalihan jenis kelamin (sex re- na, 22-24 April 2011. AQUAFISH Colla-
versal) ikan nila merah. Skripsi. Univer- borative Research Support Program. pp.
sitas Djuanda Bogor. 64 hlm. 105-120.
Kwon YJ, Haghpanah V, Kongson-Hurtado ML, Pandian TJ, Sheela SG. 1995. Hormonal induc-
Mc Andrew JB, Penman JD. 2000. Mas- tiore of sex reversal in fish. Aquaculture
culinization of genetic female Nile tilapia 138(1-4): 1-22.
by dietary administration of an aromatase
Piferrer F, Donaldson EM. 1989. Gonadal diffe-
inhibitor during sexual differentiation.
rentiation in coho salmon, Oncorhynchus
Journal of Experimental Zoology, 287(1):
kisutch, after a single treatment with an-
46-53.
drogen or estrogen at different stages du-
Mantau Z. 2005. Produksi benih ikan nila jantan ring ontogenesis. Aquaculture 77(2-3):
dengan rangsangan hormon metil testos- 243-250
teron dalam tepung pelet. Jurnal Litbang
Purwati S, Carman O, Zairin Jr M. 2004. Femini-
Pertanian, 24(2): 80-84.
sasi ikan betta (Betta splendens Regan)
Mardiana. 2009. Teknologi pengarahan kelamin melalui perendaman embrio dalam larutan
ikan menggunakan madu. Jurnal PENA hormon estradiol-17β dengan dosis 400
Akuatika, 1(1): 37-43. μg/L selama 6,12,18 dan 24 Jam. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 3(3): 9-13.
Martati E. 2006. Efektivitas madu terhadap nis-
bah kelamin ikan gapi (Poecilia reticulata Riani E, Sudrajat AO, Triajie H. 2010. Efek-
Peters). Skripsi. Fakultas Perikanan dan tivitas ekstrak teripang pasir yang telah
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. diformulasikan terhadap maskulinisasi
26 hlm. udang galah. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu
Hayati dan Fisik, 12(3): 142-152.
Meyer D, Guevara M, Chan W, Castillo C. 2008.
Use of fresh bull and hog testis in the sex Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prose-
reversal of Nile tilapia fry. Paper present- dur Statistika (Pendekatan Biometrik). Di-
ed at the World Aquaculture 2008, The terjemahkan oleh B. Sumantri. Gramedia
Annual International Conference and Ex- Pustaka Utama, Jakarta. 748 hlm.
position of World Aquaculture Society and
Suhendar. 1997. Pengaruh metil testosteron ter-
Korean Aquaculture Society. Busan, Ko-
hadap perubahan jenis kelamin pada benih
rea. 26p.
ikan mas berumur 25, 30, dan 31 hari.
Murni AP. 2005. Efektivitas hormon methyl tes- Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan IPB Bo-
tosteron terhadap sex reversal ikan. Risa- gor. 55 hlm.
lah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pe-
Yustina, Arnetis D, Ariani. 2012. Efektivitas te-
ngembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi.
pung teripang pasir (Holothuria scabra)
BATAN. Jakarta. 23: 164-170
terhadap maskulinisasi ikan cupang (Betta
Muslim. 2011. Maskulinisasi ikan nila (Oreo- splendens). Jurnal Biogenesis, 9(1): 67-
chromis niloticus) dengan pemberian te- 73.
pung testis sapi. Jurnal Akuakultur Indo-
Zairin Jr, M. 2002. Sex Reversal Memproduksi
nesia, 10(1): 51-58.
Benih Ikan Jantan atau Betina. Penebar
Swadaya. Jakarta. 113 hlm.

Volume 16 Nomor 1, Februari 2016 101

Anda mungkin juga menyukai