Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PENGANTAR PENGAWETAN KIMIA

IKAN ASIN

Kelompok :1

Nama : 1. Anggi Sawitri Vebriana (06101181722006)

2. Sy. Ummu Farwah (06101281722037)

3. Tri Milka Jaya Sembiring ( 06101281722038)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
Kata Pengantar
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia maka kebutuhan akan bahan
pangan meningkat dari tahun ke tahun. Bahan pangan andalan utama masyarakat indonesia
adalah ikan. Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang mudah didapat dan
harganya murah. Protein ikan menyediakan 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang
diperlukan oleh manusia. Kandungan protein ikan relatif besar yaitu 15-25 % / 100 g daging
ikan. Selain itu, protein ikan terdiri dari asam-asam amino yang hampir semuanya diperlukan
oleh tubuh manusia (Junianto, 2003:1). Ikan selain memiliki kandungan protein yang tinggi,
juga dikenal sebagai “functional food” yang memiliki arti penting bagi kesehatan karena
mengandung asam lemak tidak jenuh berantai panjang (omega-3), vitamin, serta makro dan
mikro mineral.
Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah rusak akibat kadar air yang sangat
tinggi, pH netral, tekstur lunak, dan kandungan gizi tinggi sehingga menjadi medium yang
sangat baik untuk pertumbuhan jasad renik, terutama bakteri. Oleh sebab itu pengawetan ikan
perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan tradisional di Indonesia meliputi
pengasinan, pemindangan, pembuatan peda, terasi, dan petis. Pembuatan ikan asin
merupakan pengawetan yang paling sederhana dengan biaya yang murah (Anonymous,
2003). Salah satu metode pengawetan ikan yaitu dengan cara metode penggaraman yang
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu penggaraman kering (Dry Salting),
penggraman basah (WetSalting) dan Kench Salting. Penggaraman adalah suatu proses
pengolahan ikan dengan cara memberikan garam sehingga ikan mempunyai kandungan
garam sangat tinggi (NaCl yang jenuh pada fase masih mengandung air) yang kemudian
dikeringkan. Cara pengolahan tersebut telah lama dilakukan untuk beraneka ragam spesies
ikan.
Ikan asin merupakan makanan awetan yang diolah dengan cara penggaraman dan
pengeringan. Prinsip pengawetan dalam pembuatan ikan asin yaitu dalam jumlah yang cukup,
garam dapat mencegah terjadinya autolysis (kerusakan ikan yang disebabkan oleh enzim-
enzim yang terdapat pada ikan, dan mencegah terjadinya pembusukan oleh jasad renik).
Pengolahan ikan asin saat ini masi kurang, oleh karena itu dilakukan pengkajian mengenai
cara berbagai macam cara penggaraman ikan agar dihasilkan ikan asin yang baik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Itu Ikan Dan Apa Saja Perbedaan Ikan Segar Dan Ikan Busuk ?
2. Apa Yang Dimaksud Dengan Ikan Asin?
3. Bagaimana Prinsip Dasar Pengolahan Ikan?
4. Apa Saja Fungsi Perlakuan Dan Penambahan Bahan Pada Proses Penggaraman Ikan?
5. Bagaimana Proses Yang Terjadi Selama Proses Penggaraman?
6. Apa Saja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penggaraman?
7. Bagaimana Standar Mutu Ikan Asin Berdasarkan Standart Nasional Indonesia (SNI)?
8. Apa Saja Kerusakan Yang Teradi Pada Produk Ikan Asin?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini diantaranya adalah :
1. Mengetahui proses pembuatan ikan asin dengan berbagai metode.
2. Mengetahui fungsi perlakuan dan penambahan bahan pada proses penggaraman ikan
3. Mengetahui proses yang terjadi selama proses penggaraman.
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses penggaraman.
5. Mengetahui standar mutu ikan asin berdasarkan Standart Nasional Indonesia (SNI).
6. Mengetahui kerusakan yang teradi pada produk ikan asin.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ikan


Ikan adalah salah satu hasil komoditi yang sangat potensial, karena keberadaannya
sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, suku, dan agama.
Tubuh ikan mengandung protein dan air yang cukup tinggi serta mempunyai pH tubuh yang
mendekati netral sehingga bisa dijadikan medium yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk, karena kondisi yang demikian ikan termasuk komoditi yang
mudah rusak (Rahardi et al., 1995). Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan
mentahnya.
Tanda ikan yang sudah busuk: Tanda ikan yang masih segar:
o Mata suram dan tenggelam; o Daging kenyal;
o Sisik suram dan mudah lepas; o Mata jernih menonjol;
o Warna kulit suram dengan lendir o Sisik kuat dan mengkilat;
tebal; o Sirip kuat;
o Insang berwarna kelabu dengan o Warna keseluruhan termasuk kulit
lendir tebal; cemerlang;
o Dinding perut lembek; o Insang berwarna merah;
o Warna keseluruhan suram dan o Dinding perut kuat;
berbau busuk. o Bau ikan segar.
Ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan kandungan lemaknya rendah
sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia. Komponen
gizi ikan segar telah disajikan pada tabel 1. dibawah ini.
Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan
Komponen Kadar (%)
Kandungan Air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan Vitamin 2,52-4,50
Sumber : Rahardi et al., 1995
2.2 Ikan Asin
Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang
diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini
daging ikan yang biasanya dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu
berbulan bulan,walaupun biasanya harus ditutup rapat (Hasyim,2006).
Ikan asin adalah makanan awetan yang diolah dengan cara penggaraman
dan pengeringan. Terdapat 3 cara pembuatan ikan asin yaitu penggaraman kering
dengan pengeringan, penggaraman basah (perebusan dalam air garam) dengan
pengeringan dan penggaraman yang dikombinasikan dengan peragian (pembuatan
ikan peda). Proses pengolahan dan pengawetan ikan bertujuan untuk
mempertahankan mutu dan kesegaran ikan selama mungkin dengan cara
menghambat atau menghentikan sama sekali penyebab pembusukan (kemunduran
mutu) maupun penyebab kerusakan ikan (misalnya aktifitas enzim,
mikroorganisme, atau oksidasi oksigen) agar ikan tetap baik sampai di tangan
konsumen (Hadiwiyoto, 1993).
Proses penggaraman pada pengolahan ikan secara tradisional,
mengakibatkan hilangnya protein ikan yang dapat mencapai 5%, tergantung pada
kadar garam dan lama penggaraman (Opstvedt , 1988). Secara ringkas gambaran
nilai nutrisi pada ikan asin dan teri asin adalah seperti pada Tabel 2. Perbandingan
komposisi ikan asin dan ikan teri kering per 100 gram bahan sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi Ikan Asin dan Ikan Teri

Komponen Ikan Asin (%) Ikan Teri Kering (%)


Protein 42,00 33,40
Lemak 1,50 3,00
Fosfor 0,30 1,50
Besi 0,002 0,0036
Vitamin B1 0,01 Mg 0,15
Sumber : Direktorat Gizi (1981)
Menurut Poernomo et.al (1984) menyebutkan komposisi kimia ikan
mengandung air 42,96%, abu 18,27%, garam 14.51%, protein 33.11%, lemak
5.36%, karbohidrat 3.07% dan kalori/gram 1.52%. Sedangkan komposisi kimia
produk perikanan asin kering mengandung air 42%, abu 17.14%, garam 13.43%,
protein 35.58%, lemak 4.60%, karbohidrat 4.41% dan kalori/gram 1.61%.

2.3 Prinsip Dasar Pengolahan Ikan


Proses pengolahan dilakukan sebagai suatu usaha untuk memanfaatkan
ikan agar dapat digunakan semaksimal mungkin sebagai bahan pangan. Ikan yang
baru ditangkap dapat dipertahankan kesegarannya untuk jangka waktu yang cukup
lama, dapat diolah maupun diawetkan dalam berbagai bentuk bahan pangan.
Menurut Hadiwiyoto (1993), prinsip pengolahan dan pengawetan ikan pada
dasarnya dapat digolongkan menjadi empat golongan besar, yaitu:
a) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan memanfaatkan faktor-faktor fisikawi.
Pada metode ini yang banyak dikerjakan adalah pemanfaatan suhu tinggi atau
pun suhu rendah. Metode yang dapat digolongkan pada pengolahan ini
misalnya proses-proses pengeringan, pengasapan, sterilisasi (pengalengan),
pendinginan, pembekuan, termasuk pula proses radiasi dan pengeringan beku.
b) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan menggunakan bahan-bahan
pengawet. Tujuan penggunaan bahan pengawet antara lain :
1) Menghambat pertumbuhan mikroba.
2) Menghambat proses enzimatik.
3) Memberikan sifat fisikawi dan organoleptik (sensorik) yang khas yang dapat
memberikan nilai estetika yang tinggi.
Metode yang dapat digolongkan dalam pengolahan ini misalnya proses-
proses penggaraman, pengasaman dan penggunaan bahan-bahan pengawet atau
tambahan.
c) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan metoda gabungan kedua metode
tersebut di atas. Metode ini banyak dikerjakan untuk mencegah resiko
kerusakan lebih besar pada bahan, meningkatkan faktor keamanan dan
kesehatan, peningkatkan tingkat penerimaan (aseptabilitas) produk dengan
tidak mengurangi mutu hasil akhir.
d) Pengolahan yang bersifat merubah sifat bahan menjadi produk semi akhir
(setengah jadi) atau produk akhir. Metode ini banyak dikerjakan misalnya pada
pembuatan tepung ikan (penggilingan), pengolahan minyak ikan, pengolahan
kecap ikan, pengolahan terasi dan sosis ikan.

2.4 Bahan Baku dan Fungsi Perlakuan Pembuatan Ikan Asin


Menurut Icho (2001), untuk mendapatkan mutu ikan asin yang baik
memerlukan persyaratan bahan yang digunakan (ikan dan garam) serta cara
pengolahannya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kesegaran,
kandungan dan ketebalan ikan serta kehalusan, kemurnian dan kepekatan garam.
Hal yang paling pokok dalam mempertahankan mutu kesegaran ikan
adalah cara penanganannya. Umumnya dipergunakan es untuk menurunkan suhu
dan mempertahankan kesegaran ikan. Hal ini tergantung pada beberapa faktor
antara lain jenis ikan, umur atau kesegaran ikan sebelum di es, banyaknya es
(perbandingan ikan dan es) dan cara pengesan, mutu wadah (berinsulasi atau
tidak) dan lainlain. Menurut Junianto (2003) media yang digunakan untuk
penanganan ikan diantaranya es, es ditambah garam, es ditambah es kering, air
laut yang didinginkan dengan es, air laut yang didinginkan secara mekanis dan
udara dingin.
Pencucian setelah penerimaan bahan baku di pengolahan adalah untuk
membersihkan lagi sisa-sisa kotoran yang masih ada sekaligus mengurangi
bakteri. Wibowo (1995) menjelaskan bahwa penyiangan dan pencucian bertujuan
untuk menghilangkan kotoran, sisik dan lendir dengan membelah bagian perut
sampai dekat anus, menghilangkan sisa kotoran, darah dan lapisan dinding yang
berwarna.
Kepekatan garam dapat dikontrol dengan mengatur jumlah garam dapur
(NaCl) yang ditambahkan. Garam dapur (NaCl) yang paling umum dan paling
bayak digunakan untuk mengawetkan hasil perikanan daripada jenis-jenis bahan
pengawet atau tambahan lainnya. Menurut Moeljanto (1993), garam dapur
diketahui merupakan bahan pengawet paling tua yang digunakan sepanjang
sejarah. Garam dapur mempunyai daya pengawet tinggi karena beberapa hal,
antara lain :
1) Garam dapur dapat menyebabkan berkurangnya jumlah air dalam daging ikan
sehingga kadar air dan aktifitas airnya menjadi rendah.
2) Garam dapur dapat menyebabkab protein daging dan protein mikroba
terdenaturasi.
3) Garam dapur dapat menyebabkan sel-sel mikroba menjadi lisis karena
perubahan tekanan osmosa.
4) Ion klorida yang ada pada garam dapur mempunyai daya toksisitas yang tinggi
pada mikroba, dapat memblokir sistem respirasinya.
Setelah dilakukan proses penggaraman, sebelum ikan dijemur dilakukan
pencucian ulang dengan cara ikan ditaruh dalam keranjang lalu dicuci dengan air
bersih dengan tujuan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran, sisik-sisik ikan yang
melekat, kemudian ikan ditiriskan sebentar sebelum dijemur. Pencucian bisa
dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil ikan yang bersih.
2.5 Proses Pembuatan Ikan Asin
Cara pembuatan ikan asin sangat bervariasi tergantung pada jenis dan
ukuran ikan, hasil yang diinginkan, serta daerah produksinya. Pada jenis ikan
besar terlebih dahulu dilakukan pembelahan dan penyiangan, sedangkan jenis ikan
berukuran kecil seperti teri diasin dalam ukuran utuh.
Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) cara penggaraman dalam pembuatan ikan
asin, yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan kombinasi keduanya.
Penggaraman kering dilakukan dengan cara menaburkan atau melumurkan kristal
garam pada seluruh bagian ikan dan rongga perut. Penggaraman basah dilakukan
dengan merendam ikan dalam larutan garam jenuh, kemudian dikristalkan.
Penggaraman basah sering kali diterapkan untuk ikan yang berukuran kecil
misalnya teri (Yetti, 1983).
Bahan utama yang digunakan untuk pengasinan ikan adalah NaCl.
Kemurnian garam akan sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan.
Garam yang mengandung Cu dan Fe menyebabkan daging ikan menjadi berwarna
coklat kotor atau kuning; CaSO4 menyebabkan daging menjadi berwarna putih,
kaku dan agak pahit ( Yetti, 1983).
Margono (1993), menyatakan produk yang dihasilkan dari proses
penggaraman terdiri atas bermacam-macam tergantung proses selanjutnya.
Misalnya, setelah dilakukan penggaraman dilanjutkan dengan pengeringan, maka
hasilnya adalah ikan kering. Apabila dilanjutkan dengan perebusan maka
menghasilkan ikan pindang atau cue, dan bila diteruskan dengan proses fermentasi
diperoleh beberapa produk fermentasi seperti papeda, terasi, kecap, bekasem, dan
wadi. Pada dasarnya metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga), yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan penggaraman
campuran.
a. Pengasinan ikan menggunakan metode penggaraman kering dapat dilakukan
dengan cara :
 Melakukan penyiangan ikan yang akan diolah kemudian dicuci agar bersih
hingga bebas dari sisa-sisa kotoran.
 Menyediakan sejumlah garam kristal sesuai berat ikan, untuk ikan
berukuran besar jumlah garam yang harus disediakan berkisar 20 – 30% dari
berat ikan, untuk ikan berukuran sedang 15 – 20%, sedangkan ikan yang
berukuran kecil 5%.
 Menaburkan garam ke dalam wadah / bak setebal 1 – 5 cm, tergantung
jumlah garam dan ikan yang akan diolah. Lapisan garam ini berfungsi
sebagai alas pada saat proses penggaraman.
 Menyusun ikan di atas lapisan garam tersebut dengan cara bagian perut ikan
menghadap ke dasar bak. Selanjutnya taburkan kembali garam pada lapisan
ikan tersebut, lakukan penyusunan ikan dan garam secara berlapis-lapis
hingga lapisan teratas adalah susunan dengan lapisan lebih banyak/tebal.
 Menutup tumpukan ikan dan garam tersebut dengan keranjang /anyaman
bambu dan beri pemberat di atasnya.
 Membiarkan selama beberapa hari untuk terjadinya proses
penggaraman.Untuk ikan berukuran besar selama 2-3 hari, ikan yang
berukuran sedang dan ikan yang berukuran kecil selama 12-24 jam.
 Selanjutnya mencuci dengan air bersih dan ditiriskan, kemudian menyusun
Ikan
ikan di atas para-para penjemuran
 Pada saat penjemuran/pengering, ikan sekali-kali dibalik agar ikan cepat
Penyiangan
mengering. Diagram alir proses pembuatan ikan asin metode kering
disajikan pada gambar 1. sebagai berikut.
Pemfilletan

Pencucian

Penyusunan dalam bak dengan


pelapisan garam 1-5cm

Penyimpanan 2-3
hari

Penjemuran hingga kering

Ikan Asin

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Ikan Asin Cara Kering


b. Membuat ikan asin dengan cara penggaraman basah
 Menyiapkan larutan garam jenuh dengan konsentrasi larutan 30– 50%. Ikan
yang telah disiangi disusun di dalam wadah/bak kedap air, kemudian
tambahkan larutan garam secukupnya hingga seluruh ikan tenggelam dan
beri pemberat agar tidak terapung. Lama perendaman 1 – 2 hari, tergantung
dari ukuran / tebal ikan dan derajat keasinan yang diinginkan. Setelah
Ikan
penggaraman, dilakukan pembongkaran terhadap ikan dan dicuci dengan air
bersih. Kemudian ikan disusun di atas para-para untuk proses
Penyiangan
pengeringan/penjemuran. Diagram alir proses pembuatan ikan asin metode
basah disajikan pada gambar 2. sebagai berikut.
Pemfilletan

Pencucian

Perendaman dalam larutan


garam (30-50%) selama 1-2 hri

Penirisan

Penjemuran hingga kering

Ikan Asin

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Ikan Asin Cara Basah


c. Penggaraman campuran (Kench Salting)
Penggaraman kench pada dasarnya adalah penggaraman kering, tetapi
tidak menggunakan bak. Ikan dicampur dengan kristal garam seperti pada
penggaraman kering di atas lantai atau di atas gelada kapal. Larutan garam yang
terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Cara tersebut tidak memerlukan bak,
tetapi memerlukan lebih banyak garam untuk mengimbangi larutan garam yang
mengalir dan terbuang. Proses penggaraman kench lebih lambat. Oleh karena itu,
Ikan
pada udara yang panas seperti di Indonesia, penggaraman kench kurang cocok
karena pembusukan dapat terjadi selama penggaraman.
Penyiangan
Penggaraman kering mampu memberikan hasil yang terbaik, karena
daging ikan asin yang dihasilkan lebih padat. Pada penggaraman basah, banyak
Pemfilletan
sisik-sisik ikan yang terlepas dan menempel pada ikan sehingga menjadikan ikan
tersebut kurang menarik dan memiliki daging yang kurang padat.
Pencucian
Proses penggaraman berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi,
tetapi proses-proses lain termasuk pembusukan juga berjalan lebih cepat. Di
Pelapisan ikan dengan kristal Tahap pelapisan dan
negara dingin, penggaraman
garam dilakukan pada suhu rendah, dan ternyata
penyimpanan hasil
dilakukan
keseluruhannya lebih baik daripada yang dilakukan pada suhu berulang
tinggi.ulang hingga
Indonesia
diperoleh tingakat
merupakan negara tropis yang memiliki suhu panas, sebaiknya penggaraman
penggaraman ikan asin yang
Penyimpanan diatas lantai
dilakukan di tempat yang teduh. dikehendaki
Daya awet ikan yang digarami beragam
hingga larutan garam yang
terbentuk
tergantung pada jumlah mengalir
garam yang dan
dipakai. Semakin banyak garam yang dipakai
terbuang
semakin panjang daya awet ikan. Tetapi umumnya orang kurang suka ikan yang
Penjemuran hingga kering

Ikan Asin

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Ikan Asin Cara Campuran


sangat asin. Diagram alir proses pembuatan ikan asin metode campuran disajikan
pada gambar 3. sebagai berikut.

2.6 Proses yang Terjadi Selama Proses Penggaraman


Pada pengolahan ikan asin dan pemindangan atau pemedaan, pemakaian
garam dapur menjadi sangat penting. Kadar garam yang digunakan berkisar antara
10 – 40% tergantung metoda yang digunakan. Pada penggaraman basah, yaitu
dengan menggunakan larutan, cukup dengan menggunakan kadar garam 10 –
15%, sedangkan pada penggaraman kering digunakan jumlah garam yang lebih
banyak (Winarno dan Fardiaz, 1973).
Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip
yang berlaku, akan mempunyai daya simpan yang tinggi karena garam dapat
berfungsi menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan
membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Garam menyerap cairan
tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan
cairan bahkan akhirnya mematikan bakteri. Masing-masing organisme
mempunyai toleransi yang berbeda terhadap osmose dan larutan garam. Ragi dan
cendawan lebih toleran daripada sebagian besar bakteri, sehingga ragi dan
cendawan lebih sering ditemukan tumbuh di atas makanan yang mempunyai kadar
garam yang tinggi, seperti ikan asin (Winarno dan Fardiaz, 1973).
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1994); Moeljanto (1976), secara garis
besar selama proses penggaraman terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan
keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan ini
dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam.
Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam
memasuki tubuh ikan. Semakin lama kecepatan proses pertukaran garam dan
cairan tersebut semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar
tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Ketika
sudah terjadi keseimbangan antara konsentrasi garam di luar dan di dalam tubuh
ikan, maka pertukaran garam dan cairan tersebut akan terhenti sama sekali. Pada
saat itulah terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan
protein (denaturasi) serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya
berubah.

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penggaraman


Menurut Moeljanto (1992) beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan
penetrasi garam ke dalam tubuh ikan, selain tingkat kemurnian garam yang
digunakan, yaitu sebagai berikut :
1. Kadar lemak ikan
Kadar lemak yang tinggi (di atas 2%) akan memperlambat penetrasi garam ke
dalam daging ikan.
2. Ketebalan daging ikan
Semakin tebal daging ikan semakin lambat proses penetrasi garam dan semakin
banyak pula jumlah garam yang diperlukan. Sehingga ikan-ikan besar biasanya
dibelah-belah, dikeping atau diiris tipis sebelum diasinkan.
3. Kesegaran ikan
Pada ikan yang memiliki kesegaran rendah, proses penetrasi garam
berlangsung lebih cepat karena ikan dengan tingkat kesegaran rendah
mempunyai tubuh yang relatif lunak, cairan tubuh tidak terikat dengan kuat dan
mudah terisap oleh larutan garam yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi.
Apabila ikan kurang segar, produk ikan asin yang dihasilkan akan terlalu asin
dan kaku.
4. Temperatur ikan
Semakin tinggi temperatur tubuh ikan maka semakin cepat pula proses
penetrasi garam ke dalam tubuh ikan tersebut. Oleh karena itu, sebelum
dilakukan proses penggaraman sebaiknya ikan ditangani lebih dahulu dengan
baik agar sebagian besar bakteri yang dikandung dapat dihilangkan.
5. Jenis garam
Garam dapur murni (NaCl 95%) lebih mudah diserap dan menghasilkan ikan
asin dengan kualitas yang lebih baik. Garam rakyat mengandung unsur-unsur
lain (Mg, Ca, senyawa sulfat), kotoran, bakteri dan lain-lain yang dapat
menghambat penetrasi garam dan merusak rasa ikan.
6. Kehalusan kristal garam
Garam yang halus akan lebih cepat larut dan meresap kedalam tubuh ikan.
Tetapi penyerapan yang terlalu cepat akan mengakibatkan permukaan daging
cepat mengeras (Salt burn) dan ini akan menghambat keluarnya kandungan air
dari bagian dalam tubuh ikan.
7. Konsentrasi larutan garam
Semakin tinggi perbedaan konsentrasi antara garam dengan cairan yang
terdapat dalam tubuh ikan, semakin cepat proses penetrasi garam ke dalam
tubuh ikan. Selain itu, proses penetrasi garam akan menjadi lebih cepat lagi
apabila digunakan garam kristal. Semakin tinggi konsentrasi garam maka
semakin tinggi daya awet ikan tersebut akan tetapi ikan menjadi semakin asin
dan kurang disukai.

2.8 Standart Mutu dan Nutrisi Ikan Asin


Proses penggaraman, pada pengolahan ikan secara tradisional
mengakibatkan hilangnya protein ikan, yang dapat mencapai 5%, tergantung pada
kadar garam dan lama penggaraman (Opstvedt, 1988). Standar ini berlaku untuk
ikan teri asin kering dan tidak berlaku untuk produk yang mengalami pengolahan
lebih lanjut. Ikan teri asin kering adalah ikan teri segar yang mengalami perlakuan
pencucian, penggaraman dengan atau tanpa perebusan dan pengeringan (BSN,
1992). Persyaratan yang harus dipenuhi adalah seperti tercantum dalam Tabel 3 .

Tabel 3. Standar Mutu Ikan Teri Asin Kering (SNI 01- 2708-1992)
Jenis analisa Persyaratan Mutu
Organoleptik
- Nilai minimum 7,0
- Kapang Negatif
Mikrobiologi
- Jumlah bakteri (TPC) koloni /gr; 1 x 105
maksimum 3
- Escherichia coli (APM/gr); maksimum Negatif
- Salmonella *) Negatif
- Staphylococcus aureus *) Negatif
- Vibrio cholera *)
Kimia 40
- Air, %bobot/bobot; maksimum 15
- Garam, % bobot/bobot; maksimum 0,3
- Abu tak larut dalam asam, % bobot/bobot
Ket.: *) bila diperlukan (rekomendasi)
Sumber : BSN (1992)

2.9 Kerusakan Ikan Asin


Menurut Afrianto dan Liviawaty (1994), kerusakan yang sering terjadi
pada ikan asin adalah kerusakan mikrobiologis. Kerusakan pada ikan asin dapat
ditimbulkan oleh bakteri halofilik yang mampu mengubah tekstur maupun rupa.
Bakteri halofilik dapat tumbuh pada ikan asin dengan nilai aktifitas air 0,75.
Penggunaan peralatan dan air yang bersih saat proses pengolahan adalah
merupakan metode yang efektif untuk mengurangi kontaminasi bakteri halofilik.
Selain disebabkan oleh bakteri ini, kerusakan mikrobiologis pada ikan asin juga
dapat disebabkan oleh jamur, ragi dan beberapa serangga dalam bentuk larva.
Jamur Sporendonemia epizoum sering tumbuh pada ikan asin yang mengakibatkan
bercakbercak pada permukaan daging. Meskipun tidak semua jamur berbahaya
bagi kesehatan, kerusakan yang ditimbulkan dapat menurunkan penerimaan
konsumen.
Menurut Doe dan Olley (1990), kerusakan pada produk ikan asin secara
keseluruhan dikategorikan menjadi lima, yaitu :
1) Kerusakan fisik
2) Kerusakan autolitik
3) Kerusakan kimia
4) Kerusakan mikrobiologi
5) Kerusakan akibat serangga
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
1. Pada dasarnya metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga), yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan penggaraman
campuran.
2. Untuk mendapatkan mutu ikan asin yang baik memerlukan persyaratan bahan
yang digunakan (ikan dan garam) serta cara pengolahannya. Garam dapur
diketahui merupakan bahan pengawet paling tua yang digunakan sepanjang
sejarah. Penyiangan dan pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran,
sisik dan lendir dengan membelah bagian perut sampai dekat anus,
menghilangkan sisa kotoran, darah dan lapisan dinding yang berwarna.
3. Secara garis besar selama proses penggaraman terjadi penetrasi garam ke
dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya
perbedaan konsentrasi. Garam menyerap cairan tubuh ikan sehingga proses
metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan bahkan akhirnya
mematikan bakteri.
4. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan,
selain tingkat kemurnian garam yang digunakan, yaitu kadar lemak ikan,
ketebalan daging ikan, kesegaran ikan, temperatur ikan, jenis gara, kehalusan
kristal garam dan tingkat konsentrasi garam.
5. Proses penggaraman, pada pengolahan ikan secara tradisional mengakibatkan
hilangnya protein ikan, yang dapat mencapai 5%, tergantung pada kadar garam
dan lama penggaraman. Kadar air ikan asin yaitu 40% dari berat bahan.
6. Kerusakan pada produk ikan asin secara keseluruhan dikategorikan menjadi
lima, yaitu : kerusakan fisik, kerusakan autolitik, kerusakan kimia, kerusakan
mikrobiologi, kerusakan akibat serangga.
3.2 Saran
Sebagai warga negara indonesia hendaknya kita melestarikan pangan lokal
nusantara guna mewujudkan kemandirian pangan nasional serta mempercepat
tercapainya ketahanan pangan nasional.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1994. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit


Kanisius, Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1992. Standar Nasional Indodesia Ikan Teri
Asin Kering (SNI 01- 2708- 1992). Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu
Hasil Perikanan, Ditjen Perikanan, Jakarta.
Direktorat Gizi. 1981. Standar Nasional Indonesia (SNI) Ikan Teri Asin Kering
(SNI 01-2708). Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan,
Jakarta.
Doe, P.E. dan J. Olley. 1990. Drying and Dried Products in Z.E. Sikorski (Ed.) Sea
Food: Resources, Nutritional Composition, and Preservation . CRC
Press, Inc., Florida.
Hadiwiyoto, S. 1993.Teknologi Pengelolahan Hasil Perikanan, Fakultas
Teknologi Pertanian UGM. Liberty. Yogyakarta.
Hasyim, A . 2006. Teknologi Hasil Pengolahan Perikanan . Jilid 1. Penerbit
Liberty. Yogyakarta
Icho, 2001, Re : (balita – anda) FW : Ikan Asin, http ://www.balitaanda/wed,28
Nov 2001 03:55:56 – 0800

Anda mungkin juga menyukai