Anda di halaman 1dari 6

1.

Permasalahan Dalam Kegiatan Akuakultur Rumput Laut Di Indonesia

Produktivitas Rumput Laut di Indonesia yang Masih Relatif Rendah Dalam

periode tahun 2000-2010, produksi rumput laut dunia masih didominasi oleh lima

negara penghasil utama dengan kontribusi total yang mencapai 99,9% pada tahun

2000 dan sedikit menurun kontribusinya menjadi 99,6% pada tahun 2010. Tahun

2000, kelima negara penghasil rumput laut di dunia tersebut adalah Filipina,

Indonesia, Republik Tanzania, Kiribati dan Fiji dengan kontribusi masing-masing

sebesar 71,9%, 20,9%, 5,4%, 1,2% dan 0,6% (ITC, 2015). Namun tahun 2010

Indonesia berhasil menggeser posisi Filipina dengan kontribusi sebesar 60,5% dan

menempatkan Filipina di urutan ke dua dengan kontribusi sebesar 31,9%. Malaysia,

Republik Tanzania, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) masing-masing berada

pada posisi ke 3, 4, dan 5 dengan kontribusi masing-masing sebesar 3,7%, 2,3% dan

1,1%. Meskipun merupakan produsen utama rumput laut di dunia, ternyata rumput

laut Indonesia belum diproduksi dalam kondisi yang maksimal yang ditunjukkan oleh

produktivitas yang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain.

Rendahnya produktivitas rumput laut ini juga merupakan permasalahan utama

produksi rumput laut di Indonesia. Menurut Valderrama et al. (2013), produktivitas

rumput laut kering di Indonesia hanya sebesar 1,14 ton/km yang merupakan angka

terendah dibanding produktivitas di negara lain yang bisa mencapai 4,55 ton/km di

kepulauan Solomon. Sementara itu Tanzania, India, dan Filipina mencapai masing-

masing 2,35 ton/km, 1,665 ton/km dan Filipina 1,61 ton/km. Beberapa faktor yang

diduga berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas ini adalah kurangnya


pengetahuan dan keterampilan pelaku usaha di bidang rumput laut serta rendahnya

dukungan pemerintah terkait dengan infrastruktur dan kebijakan (Wahyudin, 2013

dalam Nugraha. 2020). Permasalahan utama dalam produksi rumput laut yang

dihadapi Indonesia seperti produktivitas yang rendah dikarenakan kurangnya

pembinaan dikalangan petani dan sulitnya akses pendanaan, minimnya teknologi

pengolahan di dalam negeri, serta rendahnya nilai tambah dari produk yang

dihasilkan harus segera dapat diatasi melalui berbagai strategi yang tepat. perlunya

upaya seperti penerapan kawasan minapolitan dan pembinaan oleh Kementerian

Kelautan dan Perikanan, kerjasama dengan produsen utama rumput laut di luar negeri

dalam bentuk penanaman modal asing untuk membangun pabrik produksi industri

rumput laut di Indonesia,serta menjalin hubungan kerjasama dengan negara produsen

dalam rangka koordinasi dan peningkatan rantai nilai dapat dilakukan untuk

mengatasi permasalahan tersebut.

2. Permasalahan Pengelolahan Perikanan Tuna Papua

Terdapat 5 fokus permasalahan penangkapan dan pengolahan perikanan tuna

Papua (P4TP), antara lain: (1) Maraknya illegal fishing dan illegal trans-shiping, telah

menyebabkan penurunan produksi perikanan tuna daerah, dan negara mengalami

kerugian sebesar 2 triliun per tahun (Wahyu, 2012) dari perairan Papua. (2) Kapasitas

dan kapabilitas Sumber Daya Perikanan Tuna atau SDPT belum memadai: sarana

pengawasan dan alat tangkap nelayan, Prasarana pelabuhan pendaratan

ikan/pelabuhan lapor, kuantitas dan kualitas SDM aparatur dan pelaku usaha.

Permasalahan ini menyebabkan aktifitas perikanan tuna tidak terkontrol, produksi


perikanan tidak berkembang. Untuk itu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) dan

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) harus dibangun di Jayapura, Biak, dan

Merauke. (3) Penanganan mutu ikan tuna segar dan produk olahan yang belum sesuai

Standart Operasional Prosedur. Penanganan ikan yang salah akan menurunkan mutu

ikan sebesar 30-40% (Huseini, 2007) (4) Tata niaga pemasaran yang belum efektif

dan terintegrasi lintas sektor dan masih berorientasi pada pasar lokal (Sunoto, 2010),

(5) Data statistic SDPT yang belum optimal dan memadai. Penanggulangan

permasalahan perikanan tuna yang berkelanjutan Papua, berdasarkan konsep ekonomi

kelautan dan perikanan Papua yang terintegrasi, efesien, berkualitas, dan

berkelanjutan adalah (1) Penguatan dan penegakan hukum serta monitoring, (2)

meningkatkan pelacakan kasus illegal fishing dan illegal trans-shiping, (3)

meningkatkan koordinasi antara lembaga, (4) mendorong keterlibatan

masyarakat,lebih khusus nelayan kecil, (5) Mendorong industri perikanan tuna lokal

menjadi internasional, serta perbaikan mutu produksi, (6) Perbaikan data base dan

sistim informasi SDPT, yang disebut Sistim Informasi Usaha Penangkapan Ikan

Tuna/SIUPIT (Adhitya et al 2012), (7) Peningkatan Kapasitas dan kapabilitas SDPT

dengan membangun pelabuhan perikanan (8) Penelitian dan pengembangan SDPT

yang berkelanjutan.

3. Permasalahan Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan

Permasalahan umum nelayan di Indone-sia meliputi rendahnya akses modal finansial,

adanya tekanan dari pemberi pinjaman modal, ketidakadilan dalam aturan bagi hasil,

sistem pelelangan ikan yang belum transparan dan pihak pemerintah yang masih
belum mampu menegakkan aturan (Retnowati 2011; Widodo 2011). Permasalahan ini

disebabkan karena usaha yang dijalankan lebih bersifat subsisten dan merupakan

pekerjaan turun-temurun se-hingga sedikit atau bahkan tidak ada usaha ne-layan

untuk mengadopsi inovasi terbaru dalam perbaikan kualitas hidup (Asmawati dan

Naza-muddin 2013). Permasalahan tersebut juga terjadi di sektor perikanan di

Kabupaten Kubu Raya, dimana karakteristik nelayan bersifat tra-disional dan

subsisten, minimnya armada per-ikanan dan jenis alat tangkapan ikan, minimnya

adopsi ilmu pengetahuan dan teknologi teruta-ma dalam proses penangkapan ikan

dan pe-ngolahan hasil perikanan, informasi perikanan yang tidak lengkap.

Permasalahan ini jika di-biarkan, dikhawatirkan akan menjadi kendala dalam

pengembangan di sektor perikanan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu

dilakukan perumusan strategi yang kede-pannya diharapkan dapat dijadikan pedoman

dalam pengelolaan sektor perikanan serta mampu menarik investor untuk

bekerjasama dan memberikan pembiayaan dalam kegiatan usaha. Oleh karena itu,

penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengelolaan sektor perikanan

secara berkelanjutan di Kabupaten Kubu Raya melalui penjabaran faktor internal dan

eksternal yang mempengaruhi pengelolaan sektor perikanan di wilayah tersebut.

4. Permasalahan Perikanan yang Dihadapi Indonesia

Masalah yang tejadi di perairan Indonesia adalah terkait perbatasan negara

dengan negara-negara lain, kerusakan ekosistem laut akibat prilaku manusia,

hilangnya pulau-pulau kecil terluar, perencanaan tata ruang yang masih berbasis

daratan, dan lain-lain. Hal ini perlu diatasi oleh pemerintah serta partisipasi
masyarakat untuk mencapai Indonesia yang utuh dan berdaulat sebagai Negara

Maritim di Mata Internasional. Persoalan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan

masyarakat pesisir masih menjadi fakta menyedihkan dalam perkembangan

pembangunan ekonomi nasional. Kendati perekonomian terus bertumbuh setiap

tahun, masih ada persoalan masyarakat pesisir yang belum tuntas benar. Maka itu,

dalam rencana strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan, ada dua hal yang ingin

dicapai yakni mengerek Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan

dari 40,5 pada tahun 2015 menjadi 51 pada tahun 2019. Sasaran kedua, pertumbuhan

PDB Perikanan naik dari 7% pada 2015 menjadi 12% pada 2019. Upaya

merealisasikan ini di antaranya dengan meningkatkan pengawasan pengelolaan

sumber daya kelautan dan perikanan, pemanfaatan sumber daya kelautan untuk

pembangunan ekonomi dan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir.

5. Potensi Dan Permasalahan Sosial Ekonomi Masyarakat Perikanan

Kebanyakan permasalahan ekonomi masyarakat pesisir ialah kurang perhatian

dari pemerintah terhadap masyarakat(sasaran) yang akan dicapai melalui

industrialisasi kelautan dan perikanan. Permasalahan sosial ekonomi dalam teknologi

dan sistem produksi Permasalahannya adalah ketersediaan benih bermutu tinggi

masih terbatas, akses terhadap teknologi terbatas, umumnya masih menerapkan

sistem tradisional dan atau sistem semi intensive


DAFTAR PUSTAKA

Imelda., Kusrini, N., dan Hidayat, R. 2019. Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap
Berkelelanjutan di Wilayah Pesisir Kabupaten Kubu Raya. Vol 10(1) :
60-61.

Kalor, D, J., Dimara, L., dan Tuhumury, R. 2015. Permasalahan Pengelolahan


Perikanan Tuna Berkelanjutan di Perairan Pesir Utara Provinsi Papua.
Vol 1(2) : 40-41.

Nugraha, S. 2020. Permasalahan Kegiatan Akuakultur Rumput Laut di Indonesia.


Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Mariti, Raja Ali Haji. Hal 3-4.

Nurlaili, Cornelia, M.W dan Zamroni, A, 2014. Potensi Dan Permasalahan Sosial
Ekonomi Masyarakat Perikanan Kabupaten Lombok Timur Dalam
Mendukung Industrialisasi. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi
Kelautan Dan Perikanan. Vol. 9(2).

Pangestu, E, S., Leonarda, C., Retalia, N., Putri, F, R., Ardiani, L., dan Irawan, H.
2019. Masalah Perikanan yang Dihadapi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai