Anda di halaman 1dari 18

HUKUM DAN PERATURAN PERIKANAN

RANCANGAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN

PERIKANAN TAHUN 2015 – 2019 DAN SEJARAH PERATURAN

PERIKANAN DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPU :
Ir. Ridar Hendri, M.Si
DISUSUN OLEH:

Jerri Simarsoit
1704113330

SOSIAL EKONOMI PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2019
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bidang kelautan memiliki permasalahan yang kompleks karena

keterkaitannya dengan banyak sektor dan juga sensitif terhadap interaksi terutama

dengan aspek lingkungan. Terdapat berbagai isu pengelolaan perikanan laut di

Indonesia yang berpotensi mengancam kelestarian sumber daya ikan dan

lingkungan, keberlanjutan mata pencaharian masyarakat di bidang perikanan,

ketahanan pangan, dan pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari pemanfaatan

sumber daya perikanan. Beberapa wilayah perairan laut Indonesia telah

mengalami gejala overfishing. Selain itu, praktik-praktik IUU fishing yang terjadi

di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), baik

oleh kapal-kapal perikanan Indonesia (KII) maupun oleh kapal-kapal perikanan

asing (KIA) menyebabkan kerugian baik dari aspek sosial, ekologi/lingkungan,

maupun ekonomi. Kerugian negara akibat dari IUU fishing di perairan Arafura

diperkirakan mencapai Rp 11–17 triliun (Wagey dkk, 2002). Estimasi kerugian

negara-negara di dunia akibat IUU fishing mencapai US$ 10–23,5 miliar (Agnew

dkk, 2005). Ancaman IUU Fishing dipicu kondisi sektor perikanan global, dimana

beberapa negara mengalami penurunan stok ikan, pengurangan armada kapal

penangkapan ikan akibat pembatasan pemberian izin penangkapan sedangkan

permintaan produk perikanan makin meningkat. Di sisi lain, kemampuan

pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia masih lemah.

Melihat ancaman dan tantangan tersebut, kapasitas dan kapabilitas pengawasan

sumberdaya kelautan dan perikanan perlu ditingkatkan sebagaimana amanat UU


No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan, melalui pengembangan sistem pengawasan yang terintegrasi,

penyediaan sarana dan prasarana pengawasan, pemenuhan regulasi bidang

pengawasan dan kelembagaan di tingkat daerah, pengembangan kerjasama secara

intensif dengan instansi lain, serta menggalang komitmen dan dukungan

internasional dalam penanggulangan kegiatan IUU fishing. Masalah IUU fishing

juga terkait dengan perbatasan dengan negara tetangga, khususnya terkait nelayan

tradisional yang melanggar lintas batas ke negara lain. Meskipun upaya untuk

edukasi dan peningkatan keasadaran nelayan RI mengenai batas-batas laut sudah

dilakukan namun kemungkinan nelayan tradisional untuk melintas batas dan

melakukan pelanggaran ke negara lain masih ada.

Menanggulangi hama dan penyakit, penyediaan fasilitas kolam dan air

yang baik serta permasalahan bahan baku pakan dan kestabilan harga, serta

tingginya harga pakan. Rendahnya produktifitas perikanan budidaya juga

disebabkan karena struktur pelaku usaha perikanan budidaya adalah skala

kecil/tradisional (± 80%), dengan keterbatasan aspek permodalan, jaringan

teknologi dan pasar. Disamping itu serangan hama dan penyakit ikan/udang, serta

adanya pencemaran yang mempengaruhi kualitas lingkungan perikanan budidaya.

Pemanfaatan potensi sumber daya perikanan mendorong peningkatan

kegiatan perdagangan produk kelautan dan perikanan antar negara maupun antar

area di dalam wilayah NKRI. Semakin meningkatnya kegiatan lalu lintas hasil

perikanan membawa konsekuensi meningkatnya risiko masuk dan tersebarnya

hama dan penyakit ikan berbahaya serta masuknya hasil perikanan yang dapat

merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu perlu diiringi
dengan peningkatan sistem jaminan kesehatan ikan mutu dan keamanan hasil

perikanan yang terpercaya dalam rangka mewujudkan kawasan perikanan

budidaya yang bebas hama penyakit ikan berbahaya serta terjaminnya hasil

perikanan yang aman untuk konsumsi manusia.

Globalisasi dalam kerangka perdagangan internasional, mendorong

semakin meningkatnya arus lalu lintas dan menurunnya secara bertahap hambatan

tarif (tariff barrier) dalam perdagangan hasil perikanan antar negara. Keadaan ini

memicu masing-masing negara, termasuk negara mitra dagang seperti Uni Eropa,

China, Rusia, Canada, Korea, Vietnam dan Norwegia, semakin memperketat

persyaratan jaminan kesehatan, mutu dan keamanan hasil perikanan (health,

quality and safety assurance). Sebagai anggota World Trade Organization (WTO)

Indonesia berkewajiban melaksanakan isi ketentuan dalam “Agreement of The

Application of Sanitary and Phytosanitari Measure” (perjanjian SPS) yang

memuat ketentuan tentang penerapan peraturan-peraturan teknis guna melindungi

kesehatan manusia, hewan, ikan dan tumbuhan. Konsep perjanjian Sanitary and

Phytosanitary (SPS) merupakan instrumen pengendali perdagangan internasional

berupa hambatan teknis (technical barrier to trade)/hambatan non tariff (non

tariff barrier). Untuk itu pengembangan sistem jaminan kesehatan, mutu dan

keamanan hasil perikanan harus selaras dengan persyaratan dan ketentuan

internasional sehingga mampu meningkatkan daya saing hasil perikanan dalam

era perdagangan global.

Terkait dengan permasalahan garam, selama ini kebutuhan nasional garam

dalam negeri dipenuhi dari impor. Sebagai negara yang memiliki panjang pantai

nomor dua di dunia, sudah seharusnya kebutuhan nasional garam dapat dipenuhi
dari produksi dalam negeri. Saat ini produksi garam nasional belum dapat

memenuhi kebutuhan dalam negeri baik secara kuantitas maupun kualitas, yang

antara lain dikarenakan usaha pegaraman masih tradisional, minimnya

infrastruktur, dan tata niaga garam yang belum mendukung.

Permasalahan lain yang dihadapi terkait dengan masih rendahnya

produktivitas dan daya saing usaha kelautan dan perikanan yang disebabkan oleh

struktur armada penangkapan ikan yang masih didominasi oleh kapal berukuran

kecil, belum optimalnya integrasi sistem produksi di hulu dan hilir, serta masih

terbatasnya penyediaan sarana dan prasarana secara memadai. Disamping itu,

aspek sangat mendasar yang mempengaruhi lemahnya daya saing dan

produktivitas adalah kualitas SDM dan kelembagaannya. Saat ini jumlah SDM

yang bergantung pada kegiatan usaha kelautan dan perikanan sangat besar, namun

pengetahuan, keterampilan, penguasaan teknologi dan aksesibilitas terhadap

infrastruktur dan informasi belum memadai dan belum merata di seluruh wilayah

Indonesia, terutama di wilayah kepulauan.

Dalam rangka pengembangan usaha, permasalahan utama yang dihadapi

adalah masih adanya keterbatasan dukungan permodalan usaha dari pihak

perbankan dan lembaga keuangan lainnya kepada para nelayan/pembudidaya.

Dalam kaitan ini, nelayan/pembudidaya ikan masih mengalami kesulitan

mengakses permodalan atau kredit akibat terkendala oleh pemenuhan persyaratan

prosedural perbankan.

Aktivitas pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan, baik yang

berada di daratan, wilayah pesisir, maupun lautan, tidak dapat terlepas dari

keberadaan potensi bencana alam dan dampak perubahan iklim yang dapat terjadi
di wilayah Indonesia. Bencana alam dan perubahan iklim dapat berdampak serius

terhadap kegiatan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan, seperti

kenaikan muka air laut (sea level rise) yang dapat menyebabkan tenggelamnya

pulau-pulau kecil dan sebagian wilayah/lahan budidaya di wilayah pesisir, intrusi

air laut ke daratan, peningkatan dan perubahan intensitas cuaca ekstrim (seperti

badai, siklon, banjir) yang berpengaruh terhadap kegiatan penangkapan dan

budidaya ikan, serta kerusakan sarana dan prasarana. Oleh karena itu, penyiapan

kapasitas masyarakat untuk melakukan berbagai upaya mitigasi bencana dan

adaptasi dampak perubahan iklim masih sangat diperlukan. Selain potensi

bencana alam dan perubahan iklim, wilayah pesisir juga memiliki potensi

kerusakan pesisir berupa kerusakan ekosistem, abrasi, sedimentasi, pencemaran

dan permasalahan keterbatasan lahan. Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya

rehabilitasi ekosistem, pengendalian pencemaran, dan upaya revitalisasi

diantaranya melalui reklamasi yang terkendali.

Kesejahteraan pelaku usaha perikanan (budidaya, penangkapan,

pengolahan dan pemasaran) merupakan salah satu pilar penting dalam

peningkatan daya saing bangsa di era perdagangan bebas serta penerapan MEA

(Masyarakat Ekonomi ASEAN). Namun, kondisi kesejahteraan para nelayan dan

pelaku usaha untuk dapat memenuhi kebutuhan dengan pendapatan yang

diperolehnya masih sangat terbatas. Permasalahan yang dihadapi dalam

menghadapi MEA 2015, utamanya adalah belum adanya perlindungan terhadap

pelaku usaha UMK untuk meningkatkan daya saing melalui sinergi lintas sektor

(termasuk dalam mengakses sumber pembiayaan), perlindungan terhadap pasar

domestik, dan sertifikasi produk. Isu utama pembangunan wilayah nasional adalah
masih besarnya kesenjangan antarwilayah khususnya kesenjangan antara Kawasan

Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Dalam lima tahun

mendatang (2015-2019), arah kebijakan utama pembangunan wilayah nasional

difokuskan pada upaya mempercepat pengurangan kesenjangan pembangunan

antarwilayah dengan mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan

wilayah. Sebagai negara maritim yang terdiri dari gugusan pulau-pulau

(Archipelagic State) dimana laut Indonesia lebih luas dari daratan, laut menjadi

sangat vital dalam pemerataan pembangunan nasional. Melalui visi misi Presiden,

diharapkan laut dapat menghubungkan Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan

Timur Indonesia, termasuk pulau-pulau besar dan gugusan pulau-pulau kecil

didalamnya, sekaligus sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) serta untuk mendukung percepatan pembangunan ekonomi wilayah

berbasis maritim (kelautan).


II. PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Hukum Perikanan

Pada tgl 13 Des 1957 Pemerintah Indonesia mengumumkan Lebar laut

teritorial sebesar 12 mil atau lebih dikenal dengan sebutan Deklarasi Djuanda.

Deklarasi Djuanda ini telah menjadi dasar lahirnya Wawasan Nusantara, dan ini

merupakan upaya melindungi kawasan laut kita

Mengatur perburuan dan perlindungan ikan paus (semua jenis paus

dilindungi dengan SK Menteri Pertanian no.716/1980, kecuali usaha penangkapan

paus oleh nelayan tradisional setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

sehari-hari. E. Peraturan pendaftaran kapal-kapal nelayan laut Asing (1938) •

Kapal nelayan laut asing yang berhak melakukan penangkapan ikan dalam daerah

laut Indonesia atau daerah lingkungan maritim harus didaftarkan atas nama

pemilik. • Kapal yang terdaftar diberi tanda selar dan kapal akan diberi tanda

pengenal untuk menunjukkan bahwa kapal itu berhak melakukan penangkapan

ikan di daerah laut Indonesia dan daerah-daerah lingkungan maritim.

Laut teritorial Indonesia adalah daerah laut yang membentang ke arah laut

sampai sejauh 3 mil laut dari garis air surut, pulau-pulau atau bagian pulau-pulau

yang termasuk wilayah Indonesia. Catatan: dengan adanya UU no.9 thn 1985

tentang perikanan, maka semua peraturan atau ordonansi di atas dinyatakan tidak

berlaku lagi, kecuali ketentuan-ketentuan yang menyangkut acara pelaksanaan

penegakan hukum di laut.

Peraturan perundangan yang dikeluarkan kurun waktu pasca kemerdekaan

sampai dengan keluarnya UU no.9 thn. 1985 tentang perikanan berupa: Keppres,
SK Mentan, Instruksi Mentan, maupun SK Dirjen Perikanan. Beberapa peraturan

tersebut diantaranya:

Menetapkan bahwa untuk menjaga kelestariannya maka Duyung (Dugong-

dugong) dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi. B. SK Mentan no.214/1973 •

Tentang larangan ekspor/perdagangan ke luar negeri, diantarnya: • Benih sidat

dengan diameter kurang dari 5 mm • Nener bandeng dalam segala ukuran • Ikan

hias air tawar jenis Botia dengan ukuran di atas 15 cm (calon induk) • Udang

galah dengan ukuran di bawah 8 cm

Mewajibkan kepada setiap usaha penangkapan udang untuk memanfaatkan

hasil sampingan yang diperolehnya. D. SK Mentan no.01/1975 Dalam mengelola

dan melestarikan sumber perikanan, Mentan dapat menetapkan peraturan tentang:

penutupan daerah/musim tertentu dan pengendalian kegiatan penangkapan E. SK

Mentan no.123/1975 Melarang semua kegiatan penangkapan kembung, layar,

selar, lemuru, dan ikan-ikan pelagis sejenisnya dengan menggunakan purse seine

berukuran mata jaring: -kurang dari 2 inchi pada bagian sayap, dan -kurang dari 1

inchi pada bagian kantong

Menetapkan bahwa lumba-lumba air tawar (pesut) dan lumba-lumba air

laut sebagai satwa liar yang dilindungi. G. Instruksi Mentan no. 13/1975 Dalam

rangka perlindungan hutan bakau menginstruksikan: • Pembinaan hutan bakau

dilakukan oleh Dinas Kehutanan setempat • Pembinaan perikanan yang

berhubungan dengan hutan bakau dilakukan oleh Dinas Perikanan setempat

dengan konsultasi Dinas Kehutanan setempat. Tentang jalur-jalur penangkapan

ikan , menetapkan jalur-jalur penangkapan ikan sbb: • Jalur penangkapan ikan I :

3 mil dari pantai Tertutup bagi: • Perahu/kapal perikanan dengan mesin dalam (in
board) lebih dari 5 GT • Semua jenis jaring trawl • Jaring pukat dan sejenisnya –

purse seine • Jaring pukat lingkar/hanyut • Payang, dogol dan lain-lain yang

panjangnya lebih dari 120 meter

Jalur penangkapan ikan II: 4 mil dari jalur I Tertutup bagi: •

Perahu/kapal perikanan mesin dalam (in board) lebih dari 25 GT • Jaring trawl

dasar dengan tali ris lebih dari 12 meter • Jaring trawl melayang • Jaring pukat

cincin dan sejenisnya lebih dari 300 meter

Jalur penangkapan ikan III: 5 mil dari jalur II Tertutup bagi: • Perahu

/kapal perikanan dengan mesin dalam (in board) lebih dari 100 GT • Jaring trawl

dasar atau melayang dengan tali ris lebih dari 20 meter • Pair trawl (sepasang

jaring trawl) • Jaring pukat cincin/kolor dan sejenisnya lebih dari 600 meter. 4.

Jalur penangkapan ikan IV: di luar jalur III Terbuka bagi: • Semua jenis kapal dan

alat • Pair trawl khusus di Samudera Hindia 5. Jalur khusus bagi nelayan

tradisional

Keppres no.39/1980 Tentang penghapusan trawl J. Keppres no.85/1982

Tentang penggunaan pukat udang K. Keppres no.23/1982 Tentang pengembangan

budi daya laut di perairan Indonesia L. Peraturan Pemerintah no.15 thn. 1984

tentang pengelolaan SDA hayati di ZEEI

Masa Undang-Undang Perikanan • UU no.5 thn 1983 tentang ZEE di

Indonesia • UU no.9 thn 1985 tentang perikanan mengandung konsekuensi bahwa

semua ordonansi Belanda yang bertentangan dengan UU perikanan tsb dinyatakan

tidak berlaku lagi • UU no.31 thn 2004 tentang Perikanan mengandung

konsekuensi bahwa UU no.9 thn 1985 tentang perikanan dinyatakan dicabut dan

tidak berlaku lagi


Hukum Laut untuk perlindungan Sumber Ekonomi Maritim •

UNCLOS I (1958) membagi laut dalam 2 kategori utama yaitu laut teritorial dan

laut lepas • Pada laut teritorial, negara-negara pantai mempunyai kedaulatan

penuh untuk mengatur , termasuk dasar laut dan udara di atas wilayah tsb, yg

disertai dengan kewajiban untuk menjamin hak lintas damai bagi kapal-kapal

asing. Kedaulatan ini berarti juga hak untuk menguasai sepenuhnya seluruh

sumber daya alam hayati dan nonhayati yg ada di wilayah laut teritorial tsb. •

Penguasaan kedaulatan ini merupakan suatu penambahan sumber ekonomi •

Dengan konsep Wawasan Nusantara yg telah diakui secara internasional dalam

UNCLOS III thn. 1982, maka wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan yg

tidak terpisahkan antara darat, laut dan udara.

Sumber-sumber ekonomi yg harus mendapat perlindungan •

Perlindungan thd sumber mineral laut • Perlindungan thd industri perikanan •

Perlindungan thd transportasi laut • Perlindungan thd wisata bahari • Perlindungan

thd pelabuhan

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) • 4 buah ALKI Utara-Selatan

yg telah ditetapkan dalam Rapat Kerja Nasional di Cisarua tgl 17 – 19 Januari

1995, yaitu • ALKI 1 : Selat Malaka – Laut Singapura – Laut Natuna – Laut Cina

Selatan • ALKI 2 : Selat Sunda – Selat Karimata – Laut Natuna – Laut Cina

Selatan/Laut Singapura • ALKI 3 : Selat Lombok – Selat Makasar – Laut

Sulawesi • ALKI 4 : Laut Maluku – Laut Seram – Laut banda – Selat Ombai –

Laut Sawu/Laut Timor/Laut Arafura

Potensi konflik di laut antara Indonesia dan negara lain • Dengan

Australia, Vietnam dan Philipina, mencakup masalah penetapan landas kontinen


dan penentuan batas ZEE • Dengan Malaysia, mencakup penentuan batas

teritorial, ZEE dan penentuan batas landas kontinen • Dengan Papua Nugini,

India, Thailand dan Palau, mencakup penentuan batas ZEE • Dengan Singapura,

mencakup penetapan batas territorial

Alasan utama mengapa Indonesia perlu mengubah

paradigma kehidupan negara menuju negara maritim: • Kewilayahan: Indonesia

mrp negara kepulauan terbesar di dunia, krn dua pertiga wilayahnya mrp laut.

Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.290 (minus

Timor-Timur) terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Luas wilayah perairan

5,8 juta km2, yg terdiri dari 3,1 juta km2 perairan Nusantara dan 2,7 juta km2

perairan ZEE. • Sumber daya alam: laut menyimpan potensi sumber daya alam

baik hayati maupun nonhayati serta energi gelombang laut, sedangkan di darat

sudah berkurang • Sejarah: Indonesia pernah mengalami kejayaan laut pada masa

Majapahit, Sriwijaya, Ternate dan Tidore. Itu tercermin dari kekuatan laut dalam

bentuk angkutan laut dan pelayaran niaga yg kuat.

2.2. Rancangan Awal Rpjmn Tahun 2015-2019

VISI“Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian

Berlandaskan Gotong Royong" Mewujudkan keamanan nasional yang mampu

menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan

mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia

sebagai negara kepulauan. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan

demokratis berlandaskan negara hukum. Mewujudkan politik luar negeri bebas-

aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritime. Mewujudkan kualitas

hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera. Mewujudkan bangsa
yang berdaya-saing. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang

mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. Mewujudkan

masyarakat yang berkeperibadian dalam kebudayaan.

2.3. Agenda Pembangunan Nasional Tahun 2015-2019

1.Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan

memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara 2.Membuat pemerintah tidak

absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif,

demokratis, dan terpercaya 3.Membangun Indonesia dari pinggiran dengan

memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan 4.Menolak

negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang

bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya 5.Meningkatkan kualitas hidup

manusia Indonesia 6.Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar

internasional 7.Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-

sektor strategis ekonomi domestic 8.Melakukan revolusi karakter bangsa

9.Memperteguh Ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia

2.4. Strategi Alokasi Pada Prioritas Nasional

Membangun untuk manusia dan masyarakat, Mewujudkan pertumbuhan

ekonomi, pembangunan sosial dan pembangunan ekologi yang berkelanjutan,

Memulihkan dan menjaga keseimbangan antar sektor, antar wilayah dan antar

kelas sosial dalam pembangunan, Mewujudkan perekonomian yang inklusif,

berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keunggulan sumber daya manusia

Ada 3 fokus alokasi pada prioritas nasional yaitu:

1. Pembangunan sektor unggulan kedaulatan pangan, energy, ketenaga listrikan.

Kemaritiman dan pariwisata


2. Pembangunan kebutuhan dasar pendidikan, kesehatan, dan perumahan.

3. Pengurangan kesenjangan antar kelas pendapatan, antar wilayah alokasi pada

quick wins dan program lanjutan lainnya.

2.5. Mengelola Sumberdaya Kelautan Dan Perikanan Secara Berkelanjutan

Pemberantasan IUU Fishing (Moratorium, Transhipment, penertiban

VMS, dll) Penertiban perizinan usaha perikanan, Penerapan manajemen kuota

penangkapan, Perlindungan species tertentu (ikan napoleon dan penyu), Larangan

penangkapan species tertentu (kepiting dan lobster bertelur) dan perlindungan

spawning ground, Rehabilitasi ekosistem pesisir dan pengelolaan kawasan

konservasi perairan, Pengembangan kawasan ekowisata maritime, Pengembangan

sistem karantina ikan serta Pengaturan alat tangkap ramah lingkungan dan

penertiban rumpon di ZEEI

2.6. Mengembangkan Kompetensi Sdm Dan Iptek Inovatif

Peningkatan Kapasitas SDM KP Berbasis Kompetensi, Pengembangan

SDM Baru Terampil dan Ahli, Peningkatan Keterampilan Masyarakat,

Penumbuhan dan Peningkatan Kelas Kelompok Pelaku Utama/Usaha KP,

Penguatan Kelembagaan dan Kerjasama untuk Capacity Building SDM KP,

Pengembangan road map riset KP nasional, Pengembangan kerjasama

pemanfaatan hasil riset KP, Pengembangan budaya dan wawasan bahari

(maritim), Pengembangan nelayan hebat, dan Pengembangan technopark berbasis

perikanan rakyat.

2.7. Reformasi Birokrasi

Transparansi dan Modernisasi Sistem Data dan Informasi Perikanan (open

government policy), Penerapan Balanced Scorecard (BSC) dalam manajemen


kinerja, Peningkatan kualitas pelayanan publikPenyiapan kerangka regulasi,

kerangka kelembagaan, dan kerangka pendanaan, Peningkatan koordinasi dan

sinkronisasi kebijakan antar K/L terkait, Pengembangan budaya kerja dan

kompetensi/profesionalisme ASN KKP, serta Pengelolaan penggunaan anggaran

yang efektif dan akuntabel

2.8. Quick Win Quick Win 2015-2019 Yang Ditugaskan Kepada Kkp

Membangun Gerakan Nelayan Hebat, Membangun Gerakan Kemandirian

Pembudidaya Ikan, Gerakan Cinta Laut dan Rehabilitasi Kawasan PANTURA

Jawa, Gerakan Ekonomi Kuliner Rakyat Kreatif dari Hasil Laut, Pencanangan

Pembangunan 24 Techno Park berbasis Perikanan Rakyat, Mendukung operasi

keamanan laut di perairan perbatasan, Pengembangan kawasan ekowisata

maritime, Realokasi subsidi solar menjadi LPG ke nelayan, Quick Win*)

Rancangan Awal RPJMN.

2.9. Rincian Quick WIN 2015-2019 1 2 3 Gerakan Nelayan Hebat

125 Armada penangkapan ikan > 30 GT di wilayah perbatasan sampai

2019Cold storage di 100 sentra nelayan dalam rangka SLIN sampai 2019, Sistem

Informasi Nelayan Pintar di 100 sentra nelayan sampai 2019, Jaminan pasokan

BBM untuk nelayan (berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk pasokan ke

SPDN dan relokasi BBM ke LPG), Sertifikasi Hak atas Tanah

Nelayan/Pembudidaya per tahunGerakan Nelayan hebat, Penerapan Cara

Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) pembudidaya sampai 2019, Penjaminan mutu

benih di Unit Pembenihan Rakyat (UPR) dan unit pembenihan lainnya pada 900

unit pembenihan sampai 2019, Pengembangan 100 Kebun Bibit rumput laut

dengan kultur jaringan sampai 2019, Penerapan teknologi biofloc budidaya lele
dan patin di 24 lokasi sampai 2019, Gerakan kemandirian Pembudidaya Ikan,

Penanaman mangrove 3 juta batang per tahun, Pembangunan sabuk pantai 7,5 km

sampai 2016, Pembangunan rekayasa hybrid 25 km sampai 2016, Gerakan Cinta

Laut dan Rehabilitasi Kawasan Pesisir di PANTURA Jawa1 2 3

2.10. Program Lanjutan/Prioritas 2015-2019

Meningkatkan produksi perikanan dua kali lipat menjasi juta ton pada

2019, pengembangan 100 sentra perikanan terpadu, dan penerapan best

aquaculture practices, Pengembangan sentra nelayan terpadu dan SEKAYA

MARITIM, Pengembangan KJA, mesin pellet, excavator, dan sarpras budidaya

lainnya, Peningkatan kualitas dan produksi usaha garam rakyat, Stock assesment,

pemetaan marikultur, iptekmas budidaya, Penerapan Integrated Quarantine and

Safety Control Mechanism dan Biosecurity, pemantauan HPIK, dan penerapan

HACCP, Pelatihan dan penyuluhan, Pemberantasan IUU fishing, Pengembangan

sarpras pengawasan (kapal pengawas dan sarana pengawasan lainnya), Penguatan

kelembagaan pengawas dan peningkatan pengawasan SDKP, Rehabilitasi

kerusakan lingkungan pesisir dan laut, peningkatan luas Kasawan Konservasi

Perairan, penataan ruang wilayah pesisir dan lautan, dan kesejahateraan di pulau-

pulau terdepan, Rehabilitasi ekosistem, Pengembangan kawasan konservasi

perairanPenataan ruang dan zonasi wilayah pesisir dan lautPengembangan sarana

prasarana dasar di pulau-pulau kecil.

2.11. Ruang Lingkup Kesepakatan Bersama

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan secara

berkelanjutan guna mendukung provinsi maluku sebagai lumbung ikan nasional,

pengelolaan perikanan tangkap dan perikanan budidaya guna mendukung


pengembangan Provinsi Maluku sebagai lumbung ikan nasional, Peningkatan

nilai tambah dan daya saing produk hasil perikanan; Pengembangan dan

penyelenggaraan konservasi sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil;

Peningkatan kapasitas SDM kelautan dan perikanan Penyelenggaraan penelitian,

pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di

bidang kelautan dan perikanan; Peningkatan kemampuan pengawasan

pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan; dan Pemanfaatan sarana dan

prasarana. Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (M-LIN) merupakan sebuah

pengelolaan ikan dan produknya dengan pendekatan Minapolitan dan Sistem

Logistik Ikan Nasional secara terpadu, efisien dan efektif mulai dari hulu sampai

hilir. Pengembangan M-LIN akan difokuskan pada 7 (tujuh) klaster dengan

pendekatan gugus pulau dan mengembangkan komoditas unggulan sesuai dengan

potensi daerah (sebagai quick-win).


DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideserve.com/faunia/sejarah-peraturan-perikanan-di-

indonesiahttps://slideplayer.info/slide/11946119/

http://kkp.go.id/ancomponent/media/uploadgambarpendukung/kkp/LAPORAN/R
enstra%20dan%20Renja%20KKP/RENSTRA%20Peraturan%20Menteri%2063%
20FINAL%20(5).pdf

Anda mungkin juga menyukai