Anda di halaman 1dari 8

Bahan-bahan Bersifat Racun

Akbar Tahir
 Daya Racun (toksisitas) suatu bahan tidak hanya terkait dengan jumlah
(konsentrasi)-nya di lingkungan perairan, tetapi juga terhadap tingkat
kelarutannya dalam air dan lemak yang mempengaruhi laju asupan
senyawa (dikenal dengan istilah fugacity yakni kecenderungannya
untuk terdisosiasi dari bahan yang berasosiasi dengannya serta
penyusun/konstituen lain dari lingkungan).
 Bentuk transformasinya (akan dibahas pada pertemuan lainnya) yang
bisa jadi lebih toksik dibandingkan senyawa induknya (parental
compound), serta formasi/pembentukan senyawa kompleks yang tidak
jarang mengurangi toksisitas dari suatu senyawa induknya.
 Hasil aktivitas manusia (anthropogenic) menjadi penyebab
kerusakan pada lingkungan telah disadari lebih dari 50 tahun lalu.
Termasuk fenomena perubahan iklim saat ini.
 Pencemaran perairan laut menyebabkan terganggunya sekitar 50%
proses fotosintesis yang mampu mengurangi konsentrasi CO2.
 Pencemaran perairan menyebabkan penurunan efisiensi fotosintesis
oleh tumbuhan berklorofil, sehingga dampak langsung bahan cemar
(pollutant) adalah memfasilitasi perubahan iklim dan peningkatan
derajat kemasaman air laut (ocean acidification).
Bahan Bersifat Racun di Lingkungan

1. Senyawa logam, Metalloid dan Organometalloid

Terdapat 2 jenis logam: logam esensial (misal: Zn, Cu dan Fe) yang dibutuhkan dalam jumlah kecil dalam enzim,
pigmen pengangkut oksigen (Hb, Hc), dsbnya., namun dalam konsentrasi yang tinggi dapat bersifat toksik.
Sedangkan logam non-esensial (misal: Cd, Pb dan Hg) tidak dibutuhkan, karena dapat secara langsung meracuni
organisme (biasanya merupakan logam berat).
Contoh-contoh logam: Cu, Zn, Fe, Pb, Co, Ni, Cd, Al, As, Hg…. dsbnya.

Organo-metallik: kelompok ini merupakan ancaman utama di lingkungan perairan karena


gugus organiknya menyebabkan mereka mudah larut dalam lemak (lipofilik), sehingga
kelompok organo-metallik sangat mudah terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme
dan ter-magnifikasi.

Senyawa organo-metalik yang paling menonjol dalam lingkungan perairan adalah


organic-tin dan senyawa- senyawa merkuri, demikian juga senyawa timbal organik yang
merupakan bahan aditif bahan bakar. Senyawa organic-tin, khususnya tributyl-tin (TBT)
dan triphenyl-tin (TPT) digunakan sebagai bahan racun dalam cat antifouling untuk
menjauhkan body kapal dari kolonisasi dan pertumbuhan organisme seperti algae dan
teritip (Barnacles).
2. Senyawa An-Organik: Nitrat dan Fospat yang merupakan nutrien yang dapat mendorong
timbulnya eutrofikasi. Hidrogen sulfida yang terbentuk dan terakumulasi pada bagian dasar perairan.
Sulfur-oksida dan Nitrogen-oksida yang dihasilkan dari hasil pembakaran kendaraan bermotor serta asap
dari cerobong pembakaran menggunakan batu bara yang menjadi penyebab utama hujan asam yang
kemudian menyebabkan kematian massal ikan dan punahnya beberapa jenis avertebata bercangkang
pada beberapa danau di Negara-Negara Scandinavia dan Canada.

3. Senyawa Organik: hampir seluruh senyawa yang memiliki rantai C-C (karbon-karbon)
diklasifikasikan sebagai senyawa organik, walaupun sebagian (misalnya yang terhalogenasi) tidak
dihasilkan secara alamiah. Senyawa yang termasuk golongan ini misalnya Alkana dan Alkena (dengan atau
tanpa cabang), fenol serta senyawa-senyawa dengan Imidazola, dan rantai benzene. Termasuk juga
minyak dan komponen-komponennya.
Minyak bumi tidak tersusun oleh satu atau hanya beberapa senyawa saja, namun merupakan campuran
dari berbagai komponen dengan jumlah atom karbon berbeda pada setiap molekulnya, sehingga memiliki
toksisitas yang bervariasi. Fraksi teringan adalah gas alam, kemudian juga didapatkan minyak tanah
(kerosen), bensin (petrol), diesel (solar) hingga asphalt. Minyak bumi juga diketahui sebagai penyusun
utama plastik.
4. Pestisida: termasuk di dalamnya adalah herbisida, fungisida, insektisida, molluskasida dan rodentisida
(untuk jenis-jenis pestisida: http://www.pesticideinfo.org). Hal utama yang menjadi perhatian dalam aplikasi
pestisida adalah dampaknya pada organisme non-target, yang terkadang lebih dahsyat (mematikan) daripada
organisme target. Masuknya pestisida ke dalam tubuh perairan akibat run-off atau aplikasi secara sembrono
pada target-target akuatik. Khusus pada lingkungan perairan, herbisida yang menjadi momok utama karena
berdampak pada tumbuhan yang berfotosintesis.
5. Senyawa Pengganggu Endokrin (Endocrine disruptor chemicals/EDC): senyawa-senyawa ini bekerja
melalui gangguan pada sistem hormon. Gangguan biasanya terdeteksi pada fungsi hormon thyroid. EDC terdiri
atas banyak jenis senyawa. PCB dan DDE adalah beberapa dari contoh yang diketahui.
5. Senyawa Organik Terhalogenasi: dari kelompok ini terdapat PCBs (polychlorinated biphenyls) yang
memiliki lebih dari 200 congeners. PCBs dulu banyak dipakai sebagai pemutih kertas, namun juga sangat
banyak dijumpai minyak pelumas dan transformator, namu setelah pelarangan total penggunaannya PCBs
menjadi rendah konsentrasinya di perairan. Juga dikenal TCDD (Dioxin) dan Furan.
6. Material Nano : menjadi objek penelaahan intensif pada 10 tahun terakhir. Nanomaterial adalah yang
memiliki diameter 1-100 nm. Meningkatkan kecurigaan akan dampak toksiknya pada perairan karena saat
ini > 1000 produk nanomaterial, mulai bahan makanan, kosmetik hingga solar panel. Ancaman terbesar
adalah dari mudahnya bertransformasi dan bioavailabilitasnya.
7. Radioaktif : ada 3 jenis utama emisi radioaktif: α, β, dan Ỿ. Radiasi alpha yang disebabkan oleh
transportasi inti helium memiliki energi terbesar, namuun dengan daya penetrasi rendah (misal pada
Plutonium-238). Sedangkan energi radiasi partikel beta sangat bervariasi; sangat kecil pada Tritium (H3)
dan Sulfur, namun sangat besar pada Fosfor dan Sodium. Adapun radiasi gamma memiliki energi yang kecil,
namun dengan daya penetrasi yang sangat besar/jauh. Seluruh jenis isotop ini digunakan dalam
laboratorium (biologi). Cara paling umum untuk menghindari radiasi jenis-jenis isotop adalah dengan
menggunakan pelindung yang terbuat dari plexiglass dengan ketebalan minimal 1.5 cm.

Anda mungkin juga menyukai