Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM MANAJEMEN KUALITAS AIR


PENGARUH KAPUR DOLOMIT DAN DOSIS PUPUK
ORGANIK YANG BERBEDA TERHADAP PENINGKATAN
pH AIR RAWA LEBAK PADA IKAN LELE (Clarias batrachus)
THE EFFECT OF DOLOMITE LIFESTYLE AND DIFFERENT
ORGANIC FERTILIZER TOWARDS INCREASING RAW
WATER pH IN CATFISH (Clarias batrachus)

Kelompok 3
Muhammad Soleh 05051181924006
Ingka Selviana 05051181924012
Dyah Ayu Banowati 05051281924025
M. Azhari 05051281924062
Ainun Mardhiyyah 05051281924070
Arafsanjani Arif 05051381924054

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Akuakultur merupakan suatu kegiatan produksi biota akuatik untuk tujuan
komersial yang melibatkan aktivitas pembenihan, pendederan, pembesaran,
pemanenan, handling dan transportasi, serta pemasaran. Dalam prosesnya,
akuakultur memiliki beberapa komponen penting sebagai suatu kegiatan
engineering yang terdiri dari organisme budidaya, air, wadah dan pakan, serta
hubungan antar komponen, prinsip-prinsip yang mendasari peningkatan
produktivitas perairan dan pengelolaan komponen akuakultur yang berorientasi
kepada keuntungan dan keberlanjutan, mulai dari skala unit terkecil hingga
kawasan akuakultur. Sebagai kegiatan pemeliharaan organisme dalam kolam.
Kegiatan budidaya ditentukan oleh manajemen komponen budidaya sebagai
faktor penentu tinggi rendahnya produktivitas lingkungan. Salah satu komponen
manajemen lingkungan perairan akuakultur adalah kualitas air. Parameter dalam
kualitas air sangat memegang peranan penting dalam penyesuaian kondisi dari
organisme yang dibudidayakan, fluktuasi dan perubahan secara berangsur-angsur
akan menimbulkan dampak negatif bagi pertumbuhan organisme (Idris, 2013).
Manajemen kualitas air mempunyai peran yang sangat penting pada
keberhasilan budidaya perairan. Air sebagai media hidup ikan, berpengaruh
langsung terhadap kesehatan dan pertumbuhannya. Kualitas air menentukan
keberadaan berbagai jenis organisme yang ada dalam ekosistem tambak, baik
terhadap kultivan yang dibudidayakan maupun biota lainnya sebagai penyusun
ekosistem tambak tersebut. Kualitas air yang baik merupakan syarat mutlak
berlangsungnya budidaya untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi. Dilihat
dari segi fisika, kimia, dan biologi, air mempunyai beberapa fungsi dalam
menunjang kehidupan ikan dan udang serta pakan alaminya. Dari segi fisika, air
merupakan tempat hidup dan menyediakan ruang gerak bagi ikan atau udang, dari
segi kimia sebagai pembawa unsur-unsur hara, vitamin maupun gas-gas terlarut
lainnya, dari segi biologi merupakan media yang baik untuk kegiatan biologis
serta pembentukkan dan penguraian bahan organik (Effendi, 2003).

1 Universitas Sriwijaya
2

Pengendalian kondisi lingkungan budidaya agar tetap stabil dan optimal bagi
organisme perairan termasuk ikan sebagai hewan budidaya menjadi sangat perlu
dilakukan. Sehingga secara khusus pengelolahan dan air sebagai tempat budidaya
perlu dilakukan, sehingga banyak manajemen kualitas air yang dilakukan baik
secara fisika, kimia, dan biologi. Kapur dolomit [CaMg(CO3)2] merupakan
material kapur yang biasa digunakan dalam pertanian untuk mengurangi
kemasaman tanah serta menambah unsur kalsium dan magnesium sebagai unsur
hara tanaman. Jumlah kapur yang ditambahkan pada lahan potensial berkisar 5
ton/ha, sedangkan pada lahan sulfat masam 10 ton/ha. Penggunaan kapur dolomit
9 ton/ha setara CaCO3 pada dasar kolam rawa lebak sudah mampu meningkatkan
pH air maksimal 7,7 hingga hari ke 25. Sedangkan untuk pertumbuhan bobot
mutlak tertinggi diperoleh pada pemberian kapur dolomit dengan dosis 15 ton/ha
yang menghasilkan pertumbuhan bobot mutlak 9,55 g, namun tidak berbeda nyata
dengan pemberian kapur dolomit dengan dosis 12 ton/ha. Penggunaan kapur
dolomit 12 ton/ha setara CaCO3 pada dasar kolam sulfat masam menghasilkan
pertumbuhan panjang mutlak sebesar 3,5 cm, bobot mutlak 7,91 g, kelangsungan
hidup 96,6%, efisiensi pakan sebesar 106,77% dan meningkatkan pH dari 2,85
menjadi 6,77 (Ummari, 2017).
Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo
Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Jenis ikan lele jawa
(Clarias Batrachus) juga dalam tingkatan produktifitasnya sangat tinggi yang
sudah dibudidayakan secara luas di negara Indonesia ini. Lele mempunyai alat
pernapasan tambahan yang disebut arborecent organ, yaitu alat pernapasan
tambahan yang berlipat-lipat penuh dengan kapiler darah, yang terletak di bagian
atas lengkung insang kedua dan ketiga, serta berbentuk mirip dengan pohon atau
bunga-bunga. Oleh karena itu, lele dapat mengambil oksigen langsung dari udara
dengan cara menyembul ke permukaan air. Kualitas air yang dianggap baik untuk
kehidupan lele adalah suhu yang berkisar antara 20-30°C, akan tetapi suhu
optimalnya adalah 27°C, kandungan oksigen terlarut > 3 ppm, pH 6.5-8 dan NH3
sebesar 0.05 ppm. Faktor yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan lele
yang perlu diperhatikan adalah padat tebar, pemberian pakan, penyakit, dan
kualitas air. (Khairuman dan Amri, 2002).

2 Universitas Sriwijaya
3

1.2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan praktikum mata kuliah Manajemen Kualitas Air ini
adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai materi yang diperoleh pada
perkuliahan
2. Memberikan pengalaman lapangan sehingga dapat meningkatkan wawasan
mahasiswa dalam bidang manajemen kualitas air
1.3. Manfaat
Manfaat dari kegiatan praktikum ini adalah mahasiswa memperoleh
pengalaman lapangan untuk memperkuat teori yang diperoleh pada perkuliahan
sehingga mereka bisa mempraktikkan tahap-tahap pengelolaan kualitas air.

3 Universitas Sriwijaya
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele


Klasifikasi ikan lele berdasarkan Saanin (1984) dalam Hilwa (2004) yaitu
sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Pisces
ordo : Ostariophysi
famili : Clariidae
genus : Clarias
spesies : Clarias batrachus

Gambar 2.1.1. Ikan Lele (Clarias batracus)


Ikan lele lokal (Clarias Batrachus) ini memiliki morfologi yang mirip dengan
ikan lele dumbo. Bentuk tubuh memanjang, bulat, kepala yang agak melebar,
tidak memiliki sisik, memiliki kulit yang licin, warna kulit terdapat bercak–bercak
berwarna keputihan hingga kecoklatan abu–abu. Tengah badanya mempunyai
potongan membulat, dengan kepala pipih kebawah sedangkan bagian belakang
tubuhnya berbentuk pipih kesamping. Kepala bagian atas dan bawah tertutup oleh
pelat tulang. Pelat ini membentuk ruangan rongga diatas insang. Mulut berada
diujung terminal, dengan 4 pasang sungut. Lubang hidung yang depan merupakan
tabung pendek berada dibelakang bibir atas. Mata berbentuk kecil dengan tepi
orbital yang bebas. Sirip ekor membulat, tidak bergabung dengan sirip punggung
maupun sirip anal. Sirip perut berbentuk membulat dan panjangnya mencapai
sirip anal. Sirip dada dilengkapi sepasang duri tajam yang memiliki panjang.

4 Universitas Sriwijaya
5

2.2. Habitat dan Penyebaran Ikan Lele


Habitat ikan lele adalah semua perairan air tawar, misalnya di sungai yang
airnya tidak terlalu deras atau di perairan yang tenang dan genangan-genangan air
lainnya (kolam dan air comberan). Lele tidak pernah ditemukan di air
payau atau air asin, kecuali lele laut yang tergolong kedalam marga dan suku yang
berbeda (Ariidae). Di sungai, ikan lele ini lebih banyak dijumpai pada tempat-
tempat yang alirannya tidak terlalu deras. Pada tempat kelokan aliran sungai yang
arusnya lambat, ikan lele seringkali tertangkap. Ikan ini tidak menyukai tempat-
tempat yang tertutup rapat oleh tanaman air, tetapi lebih menyukai tempat yang
terbuka. Ini mungkin berhubungan dengan sifatnya yang sewaktu-waktu dapat
mengambil oksigen langsung dari udara. Lele mempunyai alat pernapasan
tambahan yang disebut arborecent organ, yaitu alat pernapasan tambahan yang
berlipat-lipat penuh dengan kapiler darah, yang terletak di bagian atas lengkung
insang kedua dan ketiga, serta berbentuk mirip dengan pohon atau bunga-bunga.
Oleh karena itu, lele dapat mengambil oksigen langsung dari udara dengan cara
menyembul ke permukaan air. Kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan
lele adalah suhu yang berkisar antara 20-30oC, akan tetapi pada suhu optimalnya
adalah 27oC, kandungan oksigen terlarut > 3 ppm, pH 6.5-8 dan NH3 sebesar
0.05 ppm (Khairuman dan Amri, 2002).
Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada
malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-
tempat gelap. Di alam, ikan lele memijah pada musim penghujan. Walaupun
biasanya lele lebih kecil daripada gurami umumnya, namun ada beberapa jenis
lele yang bisa mencapai panjang 1-1,5 m dan beratnya bisa mencapai lebih dari
2 kg. Faktor yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan lele yang perlu
diperhatikan adalah padat tebar, pemberian pakan, penyakit, dan kualitas air.
Meskipun ikan lele bisa bertahan pada kolam yang sempit dengan padat tebar
yang tinggi tapi dengan batas tertentu. Begitu juga pakan yang diberikan
kualitasnya harus memenuhi kebutuhan nutrisi ikan dan kuantitasnya disesuaikan
dengan jumlah ikan yang ditebar. Penyakit yang menyerang biasanya berkaitan
dengan kualitas dari lingkungan atau air sehingga kualitas air yang baik akan

5 Universitas Sriwijaya
6

mengurangi resiko ikan dapat terserang oleh penyakit dan ikan dapat bertahan
hidup (Khairuman dan Amri, 2012).
2.3. Lahan Rawa
Lahan rawa merupakan salah satu ekosistem yang sangat potensial untuk
pengembangan pertanian. Luas lahan ini, diperkirakan sekitar 33,4 juta ha, yang
terdiri atas lahan pasang surut sekitar 20 juta ha dan rawa lebak 13 juta ha. Namun
demikian, ekosistem rawa, secara alami bersifat rapuh oleh sebab itu dalam
memanfaatkan lahan rawa dengan produktivitas optimal dan berkelanjutan,
diperlukan teknologi pengelolaan lahan yang tepat dan terpadu. Lahan rawa
sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara sistem
daratan dan sistem perairan, yaitu antara daratan dan laut, atau di daratan sendiri,
antara wilayah lahan kering dan sungai atau danau. Karena menempati posisi
peralihan antara perairan dan daratan, maka lahan ini sepanjang tahun, atau dalam
beberapa bulan tergenang dangkal, selalu jenuh air, atau mempunyai air tanah
dangkal. Dalam kondisi alami, sebelum dibuka untuk lahan pertanian, lahan rawa
ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan (reeds, sedges,
dan rushes), vegetasi semak maupun hutan, tanahnya jenuh air atau mempunyai
permukaan air tanah dangkal, atau bahkan tergenang dangkal (Pratiwi et al.,
2010).
Lahan rawa yang berada di daratan dan menempati posisi peralihan antara
sungai atau danau dan tanah darat ditemukan di depresi, dan cekungan-cekungan
di bagian terendah pelembahan sungai, di dataran banjir sungai-sungai besar, dan
di wilayah pinggiran danau. Mereka tersebar di dataran rendah, dataran
berketinggian sedang dan dataran tinggi. Lahan rawa yang tersebar di dataran
berketinggian sedang dan dataran tinggi, umumnya sempit dan terdapat setempat-
setempat. Lahan rawa yang terdapat di dataran rendah, baik yang menempati
dataran banjir sungai maupun yang menempati wilayah dataran pantai, khususnya
di sekitar muara sungai-sungai besar dan pulau-pulau deltanya adalah yang
dominan. Pada kedua wilayah terakhir ini, karena posisinya bersambungan
dengan laut terbuka, pengaruh pasang surut laut sangat dominan. Di bagian muara
sungai dekat laut, pengaruh pasang surut sangat dominan, dan ke arah hulu atau
daratan, pengaruhnya semakin berkurang sejalan dengan semakin jauhnya jarak

6 Universitas Sriwijaya
7

dari laut. Rawa merupakan sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang
penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh
tumbuhan (vegetasi). Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi
(Pratiwi et al., 2010).
2.4. Pengapuran
Pengapuran adalah pemberian pemberian kapur untuk meningkatkan pH
tanah yang bereaksi masam menjadi mendekati netral yaitu sekitar ph 6, ph 5-7.
Salah satu faktor penghambat meningkatnya produksi tanaman adalah karena
adanya masalah keasaman tanah. Tanah asam memberikan pengaruh yang buruk
pada pertumbuhan tanaman hingga hasil yang dicapai rendah. Untuk mengatasi
keasaman tanah perlu di lakukan usaha pemberian kapur kedalam tanah. Batu
kapur yang terdapat di alam sangat beragam macam atau jenisnya antara
lain kalsit (CaCO3), dolomit (CaCO3.MgCO3), magnesit (MgCO3), siderit
(FeCO3), ankerit [Ca2Fe(CO3)4], dan aragonit (CaCO3) yang berkomposisi
kimia sama dengan kalsit tetapi berbeda dalam struktur kristalnya. Beberapa yang
sudah di produksi dan mudah tersedia di pasaran adalah jenis dolomit dan kaptan
hanya bedanya kaptan cuma mengandung unsur CA bentuk CACO3 (Khairuman
dan Amri, 2002).
Dolomit merupakan batuan sedimen laut yang terangkat ke permukaan yang
lebih sering di sebut batu gamping yang umum berwarna putih.Sedangkan untuk
keperluan tanah pertanian batu gamping tersebut harus di haluskan terlebih dahulu
serta memiliki unsur campuran CACO3 dan MGO3 dimana kadar caco3 nya lebih
banyak. Pada dasarnya keterjadian dolomit dengan rumus kimianya CaMg(CO3)2
disebabkan proses leaching atauperesapan unsur magnesium dari air laut ke dalam
batu gamping. Proses berubahnya mineral mejadi dolomit disebut dolomitisasi.
Dan ada juga dolomit yang di endapkan dengan tersendiri sbagaievaporit. Dan
secara jenis batuan dolomite merupakan batuan sedimen. Dolomit adalah pupuk
yang memiliki kandungan hara Kalsium (CaO) dan Magnesium (MgO) tinggi dan
sangat bermanfaat untuk pengapuran tanah masam dan dan juga srbagai pupuk
bagi tanah dan tanamanyang berfungsi menyuplai unsur Kalsium (CaO) dan
Magnesium (MgO) untuk kebutuhan tanaman. Manfaat pengapuran adalah untuk
menaikkan pH tanah, menambah unsur–unsur Ca dan Mg, menambah

7 Universitas Sriwijaya
8

ketersediaan unsur-unsur P dan Mo, mengurangi keracunan Fe, Mn, dan Al dan
memperbaiki kehidupan mikroorganisme dan memperbaiki pembentukan bintil-
bintil akar. Kebanyakan petani hanya mengetahui fungsi dolomit adalah untuk
menetralkan pH tanah, dengan beberapa manfaatnya sehingga jika kekurangan
kedua hara tersebut akan mengakibatkan beberapaefek bagi tanaman (Khairuman
dan Amri, 2002).
2.5. Pemupukan
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman
untuk mencukupi. Pupuk dapat berfungsi sebagai sumber nutrisi fitoplankton,
pupuk tersebut dapat diuraikan oleh bakteri menjadi bahan-bahan organik untuk
merangsang pertumbuhan fitoplankton. Fitoplankton merupakan produsen atau
sumber daya pakan bagi ikan. Pupuk hayati (biofertilizer) adalah suatu bahan
yang berasal dari jasad hidup, khususnya mikrobia, yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas media tanam dan tanaman. Dalam hal ini
yang dimaksud dengan pupuk hayati cair yaitu berasal dari jasad hidup dan
mengacu pada hasil proses mikrobiologis. Kegiatan pemupukan dalam bidang
perikanan dilakukan untuk membantu media pemeliharaan seperti kolam tanah
dalam menyediakan nutrien secara langsung bagi kesuburan kolam. Nutrien hara
makro yang terkandung dalam pupuk hayati cair adalah N : 0,30%, P : 0,002 %, K
: 0,93 dan C-organik 1,52% ( Pratiwi et al., 2010).
Pupuk terbagi atas 2 jenis, yaitu pupuk kimia dan pupuk organik. Seringkali,
pupuk kimia digunakan secara berlebihan karena dapat menyediakan unsur hara
lebih cepat bagi tanaman. Namun, efek samping yang diberikan kepada tanah dan
lingkungan seringkali dilupakan. Indikator pemupukan kimia yang tidak
seimbang, efisien dan berlanjut seperti tanah sakit karena kesuburan tanah
menurun drastis, produksi menurun hingga pemborosan biaya produksi karena
tanah tidak dapat menyerap unsur hara dari pupuk dengan baik. Pupuk telah lama
dikenal sebagai salah satu faktor penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Hal ini terkait dengan fungsi utama pupuk yaitu sebagai penyedia unsur
hara yang dibutuhkan tanaman, yang akan semakin sedikit tersedia di alam karena
diserap tanaman. Kebutuhan unsur hara dan ketersediaannya yang tidak seimbang
di alam, membuat pupuk menjadi solusi atas masalah kecukupan kebutuhan unsur

8 Universitas Sriwijaya
9

hara tanaman yang dibudidayakan. Pupuk hayati ada yang terdiri dari satu jenis
mikroba dan ada juga yang mengandung bermacam-macam jenis mikroba. Salah
satu mikroba aktif yang terdapat dalam pupuk hayati cair adalah Bacillus sp, salah
satu jenis bakteri gram positif berbentuk batangdan pada umumnya bakteri
Bacillus sp dapat ditemukan pada tanah, air, udara dan materi tumbuhan yang
terdekomposisi dan mampu membentuk endospora (Rao, 2013).
2.6. Kualitas air
Air adalah merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup
orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu sumber daya
air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta
makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus
dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan generasi sekarang maupun
generasi yang akan datang. Masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air
meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus
meningkat dan kualitas air domestik semakin menurun. Air adalah semua air yang
terdapat pada di atas maupun di bawah permukaan tanah termasuk dalam
pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang dimanfaat di
darat (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001). Pedoman
Penentuan Status Kualitas Air, definisi kualitas Mutu Air adalah tingkat kondisi
kualitas air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber
air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang
ditetapkan (Menteri Negara Lingkungan Hidup No : 115 Tahun 2003).
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, Sungai, rawa, danau, situ,
waduk, dan muara. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelas air adalah peringkat kualitas
air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Baku
mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang
menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu

9 Universitas Sriwijaya
10

tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.


Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Air limbah adalah sisa dari suatu usaha
dan atau kegiatan yang berwujud cair (PPRI Nomor 82 Tahun 2001).
2.6.1. Suhu
Pada dasarnya, suhu digunakan untuk menyatakan tingkatan panas suatu
benda secara akurat. Untuk mengukur suhu, diperlukan sebuah alat ukur yang
bernama thermometer. Dengan menggunakan thermometer, kita dapat mengetahui
suhu sebuah benda secara akurat. Pembacaan suhu memiliki beberapa jenis di
berbagai daerah. Seperti di Indonesia sendiri, umumnya masyarakat menggunakan
skala celcius untuk mendeskripsikan suhu. Namun, di berbagai daerah seperti
Amerika Serikat menggunakan skala yang lain seperti fahrenheit untuk
mendeskripsikan suhu. Selain itu, masih ada beberapa jenis skala yang lain untuk
mendeskripsikan parameter suhu.
2.6.2. pH
pH merupakan indikator tingkat asam atau basa pada air yang dinilai dengan
skala 0-14. Air yang netral alias tidak basa maupun asam memiliki kandungan pH
sebesar 7. Air asam memiliki pH kurang dari 7 dan air basa lebih dari 7. Setiap
angka ini menggambarkan perubahan derajat asam/basa sebesar 10-kali lipat. Jadi
air dengan pH lima sepuluh kali lipat lebih asam daripada air dengan pH enam.
Kadar pH dalam air sangat dipengaruhi oleh kandungan kimia di dalamnya. Oleh
karenanya, pH sering digunakan sebagai indikator apakah air tersebut mengalami
perubahan kimiawi atau tidak. Air dengan pH yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah, masing-masing memiliki efek samping. Air yang sangat asam dapat
menimbulkan korosi atau bahkan menghancurkan logam. Sedangkan air yang
terlalu basa biasanya terasa pahit dan dapat menimbulkan endapan yang melapisi
pipa dan alat perkakas.
2.6.3. Alkalinitas
Alkalinitas merupakan penyangga (buffer) perubahan pH air dan indikasi
kesuburan yang diukur dengan kandungan karbonat. Alkalinitas adalah kapasitas

10 Universitas Sriwijaya
11

air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan.


Alkalinitas mampu menetralisir keasaman di dalam air, Secara khusus alkalinitas
sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan dari ion
bikarbonat, dan tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion
tersebut dalam air akan bereaksi dengan ion hydrogen sehingga menurunkan
kemasaman dan menaikkan pH. Alkalinitas optimal pada nilai 90-150 ppm.
Alkalinitas rendah diatasi dengan pengapuran dosis 5 ppm.
2.6.4. Amonia
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini
didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Meskipun
amonia memberikan kontribusi penting bagi keberadaan nutrisi di Bumi, amonia
itu sendiri adalah senyawa korosif (yang merusak kulit dan menyebabkan iritasi),
yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan. Amonia adalah senyawa nitrogen
dan hidrogen yang mempunyai aroma yang menyenagat dan aromanya sangat
khas. Pembentukan molekul amonia terjadi dari ion nitrogen bermuatan negatif
dan tiga ion hidrogen bermuatan positif, itulah sebabnya mengapa secara kimia
direpresentasikan sebagai NH3. Amonia dapat terjadi secara alami atau bahkan
diproduksi. Amonia tersedia dalam bentuk gas dan cair dengan bau yang kuat.
Amonia dapat dihasilkan dari proses pembusukan hewan nitrogen dan materi
sayuran. Amonia serta amonium garam juga dapat ditemukan dalam julah kecil
pada air hujan. Sementara amonium sulfat dan amonium klorida atau garam
amonium ditemukan di daerah vulkanik. Kemudian, kristal amonium bikarbonat
ditemukan di Patagonia guano. Ginjal mengekskresikan NH3 sehingga kelebihan
asam dapat dinetralkan. Garam amonium juga dapat ditemukan dan
didistribusikan di tanah dan air laut yang subur.
2.6.5. DO
Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan,
proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi
untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan
untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber
utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara

11 Universitas Sriwijaya
12

bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut
(Salmin, 2000).
Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti
kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus,
gelombang dan pasang surut. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah
dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya
salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya
proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis.
Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen
terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada
banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan
anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung
pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam
keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat
bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen
dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang
kekurangan oksigen terlarut. Kandungan DO minimum adalah 2 ppm dalam
keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Kandungan oksigen
terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organism. Idealnya,
kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam
dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %. KLH menetapkan bahwa
kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan
biota laut (Salmin, 2000).
Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan
organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya
dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang
dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana
dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka
peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban
pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang
ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga.
Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan

12 Universitas Sriwijaya
13

pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan
tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme,
sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain
yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Air buangan industri dan limbah sebelum
dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya
(Salmin, 2000).

BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di kolam belakang Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya, Maret-Mei 2021
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Adapun alat dalam praktikum manajemen kualitas air ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1. Alat
No Alat Jumlah
1 Ember/baskom 5
2 Pipa Seperlunya
3 Kabel panjang 8
4 Selang air Seperlunya
5 Pompa air 1
6 Timbangan 2
7 Penggaris 2
8 Alat tulis 1

3.2.2. Bahan
Adapun bahan dalam praktikum manajemen kualitas air ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.2. Bahan
No Bahan Jumlah
1. Ikan lele 120 ekor
2. Kapur dolomit Secukupnya

13 Universitas Sriwijaya
14

3.3. Cara Kerja


Adapun cara kerja dalam praktikum manajemen kualitas air ini adalah
sebagai berikut:
3.3.1. Persiapan Kolam
Kolam yang digunakan adalah kolam berbentuk segi empat terbuat dari
semen, dengan tinggi 1 x 1 meter. Kolam semen tersebut dipilih karena dinilai
praktis dan dapat menghemat tempat, mudah mengontrol kualitas dan kuantitas
air, lebih mudah pengeringan dan pembersihan air, serta lebih mudah pada saat
panen. Sebelum pengisian air kolam dibersihkan terlebih dahulu.
3.3.2. Pengisian Air
Ketinggian air yang digunakan dalam pemeliharaan ikan lele pada
praktikum ini adalah 50 cm. Kemudian air kolam didiamkan kurang lebih selama
beberapa hari sampai air kolam berwarna kehijauan. Warna air yang terbaik bagi
ikan lele berwarna hijau menunjukkan bahwa kualitas air yang baik untuk ikan
lele
3.3.3. Pengapuran
Pengapuran dilakukan setelah pengisian air. Pengapuran dilakukan untuk
menaikkan pH, membunuh bibit penyakit dan menambah kekerasan atau
kepadatan tanah. Kapur yang digunakan adalah kapur dolomit. Pengapuran
dilakukan dengan cara menebar kapur secara merata pada dasar tambak dengan
ketebalan berbeda pada tiap permukaan tanah.
3.3.4. Penambahan Probiotik
Probiotik merupakan mikroba yang dapat menyeimbangkan bakteri
patogen dan dapat memperbaiki kualitas air serta menguntungkan bagi inangnya.
Aplikasi probiotik melalui media pemeliharaan bertujuan memperbaiki kualitas
air melalui proses biodegradasi, menjaga keseimbangan mikroba dan
mengendalikan bakteri patogen. Pemberian probiotik pada media pemeliharaan
diharapkan dapat memperbaiki kualitas air dengan mengurai sisa pakan yang
mengendap dan feses ikan pada dasar perairan. Selain itu, probiotik dapat
menguntungkan inang yang mengkonsumsinya.
3.3.5. Pemeliharaan ikan

14 Universitas Sriwijaya
15

Penebaran benih yang dilakukan ditempat penelitian dilakukan pada pagi


hari Jumlah benih lele yang akan ditebarkan disesuaikan dengan ukuran ikan dan
luas kolam. Rata – rata menebarkan benih lele dengan ukuran 4 – 6 cm dan padat
penebarannya 20 ekor. Setelah ditebar ikan lele diberi pakan pada saat pagi siang
dan sore hingga 30 hari pemeliharaan.

15 Universitas Sriwijaya
16

DAFTAR PUSTAKA

Akbar Asfihan. 2021. Amonia adalah : Sifat, Manfaat, Fungsi dan Bahaya Amo
nia. (Online). https://adalah.co.id/amonia/. (Diakses pada tanggal 15 Mei
2021).
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta. Kanasius.
Idris, M. 2013. Diktat Kuliah Manajemen Kualitas Air. Jurursan Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : 115 Tahun 2003 tentang Pedo
man Penentuan Status Kualitas Air.
Khairuman, K.A. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka : Ja
karta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelola
an Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. PPRI Nomor 82 Tahun
2001 tentang Definisi Kualitas Air.
Pramudyanti, R, I., Purwoko., Pangastuti. 2004. Pengaruh Pengaturan pH de
ngan CaCO3 terhadap Produksi Asam Laktat dari Glukosa oleh Rhizopus
oryzae. Bioteknologi. 1 (1): 19-24.
Pratiwi NTM, Ayu IP dan Frandy YHE. 2010. Keberadaan komunitas plankton di
kolam pemeliharaan larva ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.). Prosiding
Seminar Nasional Limnologi V.
Rana Farassati. 2018. Pemupukan Berimbang Kunci Menjaga Kasuburan Tanah.
(Online). https://agrodite.com/wp-content/uploads/2018/11/Pemupukan-
berimbang-kunci-menjaga-kesuburan-tanah.pdf. (Diakses pada tanggal 15
Mei 2021).
Rao NS. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing Co, New
Delhi.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1. Bandung : Bina
Cipta.
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara
Karang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator
Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang
(Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S. Hadi Riyono, eds.) P3O - LIPI
hal 42 – 46.
Ummari, Z., 2017. Penggunaan Kapur Dolomit [CaMg(CO3)2] pada Dasar
Kolam Tanah Sulfat Masam Untuk Perbaikan Kualitas Air pada
Pemeliharaan Benih Ikan Patin (Pangasius sp.). Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya.

16 Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai