Anda di halaman 1dari 5

EMMA YULIANA

200110130360
PRODUKSI SATWA HARAPAN A

BELUT
(Monopterus albus)
Ikan Belut merupakan salah satu ikan asli perairan Indonesia. Ikan ini dapat
juga ditemukan di wilayah Asia lainnya, diantaranya India, Cina, Jepang dan
Malaysia. Klasifikasi belut adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Pilum

: Chordata

Kelas

: Actinopterygii

Famili

: Synbranchiformes

Genus

: Monopterus

Spesies

: Monopterus albus
Bentuk tubuh ikan ini anguilliform dan dapat mencapai panjang maksimal 100

cm, sirip punggung, sirip anus dan sirip ekor berkurang dan membentuk lipatan
daging dan tidak memiliki sisik dan sirip dada (Rainboth, 1996). Ikan ini memiliki
kemampuan memanfaatkan oksigen dari atmosfer sehingga mampu bertahan lama
pada kondisi air yang terbatas (Tay, dkk., 2003), memiliki toleransi yang besar
terhadap temperatur dan salinitas dan mampu melewati tanah basah untuk melakukan
perpindahan tempat (Hill dan Watson, 2007). Pada lingkungan alami, belut tinggal di
dalam lumpur dan membentuk lubang di pematang kolam/sawah atau pinggir sungai.

Belut suka memakan anak-anak ikan yang masih kecil. Biasanya hidup di sawahsawah, di rawa-rawa/lumpur dan di kali-kali kecil.
Di Indonesia, pengembangan budidaya belut secara intensif belum banyak
dilakukan meskipun secara global belut dapat diterima baik sebagai komoditas
konsumsi maupun ikan hias. Keterbatasan pengembangan belut di Indonesia diduga
akibat masih relatif mudah mendapatkan belut dari hasil tangkapan alam dan belum
adanya pengembangan teknologi budidaya yang dapat diaplikasikan di masyarakat.
Kebanyakan belut yang tersedia di pasaran merupakan belut hasil tangkapan
alam. Berbagai cara tangkap dapat dilakukan, antara lain: tangkap tangan langsung,
menggunakan bubu/sosok/perangkap, menggunakan pancing, menggunakan racun
dan menggunakan arus listrik. Namun demikian, penangkapan tersebut belum
mempertimbangkan stok alami sehingga ketersediaannya dapat terancam. Selain itu,
semua teknik penangkapan hanya dapat dilakukan pada musim hujan sehingga suplai
belut tidak dapat dilakukan secara kontinyu.
Sejauh ini, upaya budidaya belut yang sudah dilakukan masih harus
menggunakan campuran lumpur dengan bahan organik lainnya sebagai media alami
habitat belut. Pada teknik budidaya seperti itu, control pertumbuhan dan
kelangsungan hidup belut sulit dilakukan karena hidup di dalam lumpur. Karena
budidaya tidak terkontrol, upaya intensifikasi budidaya belut sulit dilakukan sehingga
produksi belut relatif sulit diprediksi.
Manfaat dari budidaya belut diantaranya sebagai penyediaan sumber protein
hewani, sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari, serta dapat sebagai obat
penambah darah.
PERSYARATAN LOKASI
1)

Secara klimatologis ikan belut tidak membutuhkan kondisi iklim dan


geografis yang spesifik. Ketinggian tempat budidaya ikan belut dapat berada

di dataran rendah sampai dataran tinggi. Begitu pula dengan kelembaban dan
2)

curah hujan tidak ada batasan yang spesifik.


Kualitas air untuk pemeliharaan belut harus bersih, tidak terlalu keruh dan
tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.

3)

Kondisi tanah dasar kolam tidak beracun.


Suhu udara/temperatur optimal untuk pertumbuhan belut yaitu berkisar antara

4)

25-31OC.
Pada prinsipnya kondisi perairan adalah air yang harus bersih dan kaya akan
osigen terutama untuk bibit/benih yang masih kecil yaitu ukuran 1-2 cm.
Sedangkan untuk perkembangan selanjutnya belut dewasa tidak memilih
kualitas air dan dapat hidup di air yang keruh.

MACAM-MACAM PAKAN BELUT


Dalam usaha budidaya belut, salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan
adalah pakan. Pemberiaan pakan diatur sesuai dengan sifat hewan untuk memacu
pertumbuhan dan akhirnya memperoleh produksi yang tinggi (Antasari dan Nugroho,
2009). Agar pertumbuhan belut baik dan cepat diperlukan pakan yang cocok. Salah
satunya mencari pakan dengan kandungan protein tinggi. Menurut Muktiani (2011)
belut merupakan hewan karnivor yang membutuhkan pakan yang mengandung
protein sekitar 65-70%.
Cacing tanah salah satu contoh pakan yang dapat dijadikan sebagai sumber
protein. Cacing tanah mengandung protein 64-76%, pembiakannya pun tergolong
mudah, sehingga cocok dijadikan pakan belut (Muktiani, 2011). Sumber protein
lainnya adalah keong mas. Keong mas mengandung protein 57,76% (Kordi, 2011).
Melimpahnya keong mas diareal persawahan sangat meresahkan petani dan dianggap
sebagai hama (Muktiani, 2011). Keong mas jika dijadikan sebagai pakan belut dapat
saling menguntungkan bagi petani dan pembudidaya belut. Pelet apung dan pelet
tenggelam merupakan pakan buatan untuk ikan yang sudah banyak diperjual belikan

di pasaran. Pelet sangat mudah didapat namun untuk penyediaan pakan


menghabiskan biaya 40-50% dari biaya produksi (Kordi, 2011).
Berbagai macam pakan belut diantaranya adalah, cacing, kodok, yuyu,
bekicot, ikan-ikan kecil, belalang, belatung dan lain-lain. Bangkai juga bisa menjadi
pakan belut dengan syarat tidak dijadikan pakan utama setiap hari, karena selain
menimbulkan bau yang kurang enak dapat menggangu juga perkembangan belut itu
sendiri. Bangkai akan dimakan oleh belut setelah lama tersimpan didalam lumpur
biasanya minimal setelah 1 minggu makanya jangan heran kalo pakan utamanya
bangkai maka perkembangan belut akan lamban. Kalaupun bangkai yang menjadi
pilihan variasi pakan buat belut gunakan bangkai ayam yang sudah dikubur
sebelumnya selama 3 hari, kemudian masukan kedalam lumpur media belut.
Usahakan dibersihkan dahulu bulu-bulunya.

DAFTAR PUSTAKA
Antasari, S. dan G. S. Nugroho. 2009. Pengaruh Pemberian Jenis Pakan Terhadap
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar (Cherax
quadricarinatus). Skripsi Sarjana Universitas Lampung. Lampung.
Hill J.E., C.A. Watson. 2007. Diet of the Nonindigenous Asian Swamp Eel in Tropical
Ornamental Aquaculture Ponds in West-Central Florida. North American
Journal of Aquaculture, 69:139-146.
Kordi, K. M. G. H. 2011. Lebih Untung dengan Pembenihan Belut. Cahaya Atma
Pustaka. Yogyakarta.
Muktiani. 2011. Menggeluti Bisnis Belut (Seri Perikanan Modern). Pustaka Baru.
Yogyakarta.
Rainboth, W.J. 1996. Fishes of the Cambodian Mekong. FAO Species Identification
Field Guide for Fishery Purpose. Roma. Itali.

Ronni Hendrik S. 1999. Budidaya Belut. Penerbit Bhratara, Jakarta.


Satwono, B. 1999. Budidaya Belut dan Tidar. Penerbit Penebar Swadaya (Anggota
IKAPI). Jakarta.
Tay, A.S.L., S.F. Chew, Y.K. Ip. 2003. The Swamp Eel Monopterus albus Reduces
Endogenous Ammonia Production and Detoxifies Ammonia to Glutamine
during 144 h of Aerial Exposure. The Journal of Experimental Biology,
206:2473-2486.

Anda mungkin juga menyukai