Oleh:
Dosen Pengajar:
FAKULTAS KEHUTANAN
BOGOR
2018
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Burung jalak Bali (Leucopsar rotschildi) adalah salah satu jenis satwa liar
yang hampir punah. Penyebab utama terancamnya keberadaan burung ini adalah
kerusakan hutan yang merupakan habitatnya dan meningkatnya intensitas
perburuan terhadap burung tersebut (Harteti dan Kusumoantono 2017). Menurut
Kemenhut (2008), jalak Bali merupakan satwa endemik Bali (khususnya daerah
bagian barat-utara) dan memiliki sebaran terbatas dengan jumlah populasi alami
yang sangat kecil. Habitat mengalami penyusutan drastis baik kualitas maupun
kuantitas. Ancaman utama terhadap populasi berasal dari perburuan. Jalak Bali
dimasukkan kedalam kategori Kritis oleh International Union for Conservation of
Nature (IUCN) dan terdaftar dalam Apendiks I Convention on International Trade
in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).
Oleh karena Jalak Bali merupakan jenis burung yang di lindungi, perburuan
liar burung ini sangat tidak dibenarkan. Sehingga, sebagai upaya implemenasi dari
kebijakan pemerintah serta upaya untuk meningkatkan populasi Jalak Bali, maka
usaha penangkaran burung Jalak Bali perlu dilakukan. Penangkaran burung ini
memerlukan perencanaan yang matang serta pengetahuan dalam usaha
penangkaran. Adanya perencanaan usaha penangkaran akan menekan resiko
buruk yang mungkin akan dihadapi, sehingga adanya analisis kelayakan usaha
penangkaran burung Jalak Bali ini menjadi sangat penting. Masalah yang akan
dikaji yaitu bagaimana kelayakan investasi usaha penangkaran burung parkit
ditinjau dari aspek kelayakan teknis, manajemen ekologi (lingungan), hukum,
lingkungan sosial dan finansial.
2. Tujuan
Data yang digunakan sebagai bahan analisis dalam melakukan analisi ini
bersumber dari data sekunder yaitu dari hasil penelitian yang telah dilakukan
orang lain dan internet.
1. Kelayakan Teknis
Usaha penangkaran burung atau satwa lainnya tidak terlepas dari limbah.
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan penangkaran Jalak Bali umunya berasal
kotoran burung dan sisa pakan. Limbah ini sebaiknya dikumpulkan dan
ditampung ke dalam sebuah tempat untuk dijadikan pupuk.
Menurut Alikodra (1987) dan Mas’ud (2010), jalak bali merupakan satwa
monogamus yang hanya memiliki satu pasangan dalam satu musim kawin,
sehingga sex rasionya adalah 1:1 dan umur mulai proses perkawinan Jalak Bali
ialah 7-9 bulan dengan jumlah telur maksimum sebanyak 3 butir dalam sekali
proses bertelur. Menurut Alikodra (1987), perkawinan jalak bali di alam terjadi
pada bulan September-Desember, sedangkan menurut Kurniasih (1997)
perkawinan jalak bali terjadi pada bulan Januari-Maret. Hal ini berdasarkan
ditemukannya jalak bali dengan sayap dan ekor yang belum sempurna pada bulan
Juni. Perkawinan jalak bali di dalam penangkaran terjadi sepanjang tahun.
Biasanya jalak bali yang telah bertelur dan menetaskan anaknya selama 14 hari
akan bertelur kembali setelah anaknya berusia sekitar 4-5 minggu atau jarak
waktu bertelur sekitar dua bulan (Mas’ud 2010). Keberhasilan suatu penangkaran
mengembangbiakan pasangan jalak yang ditangkarkan harus diikuti dengan
keberhasilan merawat dan membesarkan anak. Masa perawatan anak oleh induk
paling cepat berkisar antara 12-16 hari dan pemisahan anak lebih baik dilakukan
lebih awal agar mencegah kematian anak akibat dipatuk oleh induknya (Mas’ud
2010).
Menurut Masy’ud dan Ginoga (2016) salah satu indikator keberhasilan dari
sebuah penangkaran ialah mampu memberikan manfaat sosial dan ekonomi secara
langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat disekitar penangkaran.
Manfaat langsung yang mampu diberikan kepada masyarakat dengan adanya
suatu penangkaran diantaranya ialah menyerap tenaga kerja dari masyarakat.
Sedangkan manfaat tidak langsung dari penangkaran kepada masyarakat
diantaranya ialah dengan pemesanan pakan dari masyarakat untuk penangkaran
dan mengikuti berbagai kegiatan perkumpulan penangkar yang dapat memberikan
pengalaman kepada masyarakat terkait pengelolaan penangkaran yang baik.
3. Kelayakan Ekologis
Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah satwa langka dan endemik
yang ada di Indonesia yaitu hanya terdapat di Pulau Bali dan termasuk dalam
katagori secara global terancam punah atau status critically endangered
berdasarkan lembaga konservasi dunia atau IUCN (Gondo dan Sugiarto, 2009).
Burung Jalak Bali juga terdaftar dalam CITES sebagai satwa appendix I.
Sehingga, Jalak Bali dilarang untuk diperdagangkan.
2. Tenaga kerja juga di abaikan karena sifat usaha ini adalah sampingan/tambahan
bukan usaha pokok
3. Indukan yang dipelihara mulai dari anakan sehingga masa tunggu sampai
menghasilkan anak kurang lebih 9 bulan
B. Biaya/modal usaha:
C. Pendapatan usaha :
1. Harga Jalak Bali ialah Rp 8.000.000/pasang dan jumlah produksi anakan Jalak
Bali (tahun pertama 2 kali masa produksi satu pasang menghasilkan anak rata-rata
3 ekor; sehingga 2x3=6 ekor). Berarti 5 pasang indukan dapat menghasilkan
anakan (pada tahun pertama) 6x5 = 30 ekor (asumsikan 15 pasang) dan harga
sepasang Rp. 8.000.000,- , berarti Rp. 8.000.000 x 15 = Rp. 120.000.000,-
2. kita dapat menghasilkan anakan lagi selama 2 tahun dengan keuntungan yang
berlipat (dirata-rata pertahun sepasang parkit sekali produksi dihasilkan 3 psg
anakan dengan masa produksi 5 kali jadi 3 x 5 x 5 x Rp. 8.000.000 = Rp.
600.000.000 dikalikan 2 tahun = Rp. 1.200.000.000,-
4. Vitamin dan obat-obatan (satu tahun 200.000) untuk 2 tahun: 2 x Rp. 200.000 =
Rp. 400.000,-
D. Laba Usaha:
Alikodra, HS. 1987. Masalah pelestarian jalak bali. Media Konservasi . Volume
3(4).
Gondo dan Sugiarto. 2009. Dinamika Populasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
di Habitatnya. Bali [ID]: Taman Nasional Bali Barat
Masy’ud B, Ginoga LN. 2016. Penangkaran Satwa Liar. Bogor [ID]: IPB Press