SURAT KETERANGAN
i
PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT PADI
DENGAN SISTIM PHT
OLEH :
Ir. Adriana Bura
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku yang pengendalian hama penyakit padi dengan sistim PHT
Buku ini disusun berdasarkan pertimbangan bahwa Pengetahuan petani tentang
hama penyakit padi dan pengendaliannya dengan sistim PHT masih sangat kurang di
Wilayah Binaan Desa Sadar Kecamatan Bone-Bone.
Harapan dengan tersusunnya buku ini dapat membantu para pelaku usaha tani
dalam mengatasi hama dan penyakit pada tanaman padi, khususnya pada Wilayah
Binaan Penyuluh
Akhir kata terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam bentuk
saran dan kritik dalam penyaduran ini, semoga dapat bermanfaat.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN …………………………………………………..…………………… 1
I. HAMA
A. Tikus Sawah ………………………………………………………………………. 2
B. Wereng Hijau ………….....................................………..………………………… 5
C. Wereng Coklat ……………..............………….………………………………….. 6
D. Wereng Punggung Putih ………………..........…....………………………………… 8
E. Hama putih penggulung daun ……………..…………..………………………… 9
F. Hama putih palsu …………………......……………………….…..……………… 10
G. Ulat grayak ………………………………………………………………………. 13
H. Walang sangit ……………………..……………………………………………. 15
I. Ganjur ……………………………..………...............……………………………. 17
J. Kepinding tanah …………………..…...........……………………………………. 20
K. Lalat pucuk ………………………………………………………………………… 21
L. Uret / Lundi …………………........……………………………………………….. 23
M. Belalang kembara ………..................…………………………………………….. 25
N. Penggerek batang padi kuning ……………………………………………………. 27
O. Penggerek batang padi putih …………......………………………………………….. 30
P. Penggerek batang padi bergaris ………........……………………………………… 32
Q. Penggerek batang padi merah jambu ........................................................................ 34
R. Penggerek batang padi kepala hitam .................................................................... 36
S. Keong Mas ............................................................................................................. 37
II. PENYAKIT
1. Tungro …………………………………………………………………………….. 40
2. Blas ………………………………………………………………………………… 42
3. Hawar Daun Bakteri / Bacterial Leaf Blight ………………………………………. 44
iv
4. Hawar Pelepah ……………………………………………………………………. 45
5. Hawar Daun Jingga ………………………………………………………………. 46
6. Bercak Daun Coklat ………………………………………………………………. 47
7. Bercak Daun Coklat Bergaris ……………………………………………………… 48
8. Kerdil Hampa ………………………………………………………………………. 49
9. Kerdil Rumput ……………………………………..……………………………… 50
10. Busuk Batang ………………………………………………………………………. 51
11. Busuk Pelepah Daun Bendera ……………………………………………………… 52
12. Gosong Palsu ...................................................................................................... 55
v
I. PENDAHULUAN
Desa Sadar merupakan salah satu Desa penghasil Komoditi padi di Kecamatan
Bone-Bone, yang menjadi masalah di Wilayah Binaan Penyuluh Desa Sadar pada
komoditi tanaman padi adalah Hama dan penyakit adalah salah satu faktor penyebab
yang menjadi permasalahn ditingkat petani, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan
petani tentang pengendalian hama penyakit padi dengan metode PHT. Hal ini dapat
dilihat dengan tingkat penggunaan pestisida di kalangan petani desa Sadar. Melalui
Program Kegiatan SLPTT yang pernah ada, metode PHT mulai diterapkan.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit, seperti pola
PHT (Pengendalian Hama Terpadu) adalah suatu cara pendekatan atau cara berpikir
tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan ekonomi
melalui pengelolaam agroekosistem yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
Sasaran PHT adalah produktivitas pertanian mantap, penghasilan dan
kesejahteraan petani meningkat, populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap berada
pada aras yang secara ekonomis tidak merugikan dan pengurangan resiko pencemaran
lingkungan akibat penggunaan pestisida
Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (PHT) atau Integrated Pest
Management (IPM) merupakan komponen integral dari Sistem Pertanian Berkelanjutan.
PHT bertujuan tidak hanya mengendalikan populasi hama tetapi juga meningkatkan
produksi dan kualitas produksi serta meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan
petani. Cara dan metode yang digunakan adalah dengan memadukan teknik-teknik
pengendalian hama secara kompatibel serta tidak membahayakan kesehatan manusia
dan lingkungan hidup
Tehnik atau metode yang dapat digunakan dalam Pengendalian Penyakit secara
terpadu adalah sebagai berikut :
a. Pemamfaatan pengendalian alami dengan mengurangi tindakan – tindakan yang
dapat merugikan atau mematikan musuh alami.
b. Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam, bertujuan untuk membuat
lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi perkembangan OPT serta
mendorong berfungsinya agens hayati. Beberapa tehnik bercocok tanam antara lain :
Penanaman varietas tahan
6
Penanaman benih sehat dan bermutu
Penrgiliran varietas
Sanitasi lingkungan
Pengaturan waktu tanam
Tanam serempak
Pemamfaatan musuh alami
Pengaturan jarak tanam
Tumpang sari
Pengelolaan tanah dan air
Pemupukan berimbang (sesuai dengan kebutuhan tanaman)
c. Pengendalian fisik dan mekanik, tujuannya adalah mengurangi populasi OPT,
memanipulasi lingkungan fisik sehingga kurang sesuai bagi perkembangan OPT
d. Pengunaan pestisida secara bijaksana dengan melaksanakan prinsip tepat jenis,
mutu, cara, sasaran, dosis dan konsentrasi
I. HAMA
A. TIKUS
Bioekologi
7
Kepadatan populasi tikus berkaitan dengan fase pertumbuhan tanaman padi.
Serangan tikus terjadi dari persemaian sampai pasca panen. dipersemaian sampai
tanaman fase vegetatif, populasi tikus rendah dan meningkat pada fase generatif
Pada tanaman fase vegetatif kebutuhan gizi tikus jantan belum terpenuhi
untuk membuahi tikus betina. Perkembangbiakannya mulai terjadi pada saat
primordia dan terus berlangsung pada fase generatif. Tikus jantan siap kawin
pada umur 60 hari, sedangkan tikus betina siap kawin pada umur 28 hari. Masa
bunting berlangsung 19 – 23 hari. Dua hari setelah kawin tikus betina mampu
kawin lagi. Jumlah anak berkisar 2 – 18 ekor/induk/kelahiran
Kelahiran I : 6 – 18 ekor/induk
Kelahiran II s/d VI : 6 – 8 ekor/induk
Kelahiran VII dst : 2 – 6 ekor/induk
Secara teoritis dari 1 pasang tikus dapat menjadi ± 2.000 ekor dalam 1
tahun. Pada awal masa perkembangbiakan, tikus hidup secara sendiri – sendiri
tetapi pada masa perkembangbiakan tikus hidup berpasangan dan hidup dalam
satu liang.
Luas jelajah tikus pada saat tanaman pada fase generatif (makanan
melimpah) jelajahannya pendek (15 – 125 m), dan pada fase pengolahan tanah
sampai akhir vegetatif jelajah harian tikus panjang (100 – 200 m). migrasi tikus
bisa mencapai 1 – 2 Km, tetapi bila daya dukung lahan menjamin tikus tidak
akan bermigrasi
Pengendalian
Pengendalian tikus sebaiknya mulai dilakukan pada saat dipersemaian. Cara
yang biasa dilakukan adalah :
1. Tanam serempak
2. Minimalisasi ukuran pematang & tanggul
Pematang yang sempit akan mengurangi kesempatan tikus untuk
membuat liang. Semakin lebar pematang akan semakin banyak dijumpai
liang tikus
3. Sanitasi lingkungan
Lingkungan yang rimbun semak dan rerumputan dapat menjadi tempat
persembunyian tikus. Pada saat panen hindari terjadinya penumpukan jerami
8
karena tumpukan tersebut akan menjadi tempat persembunyian dan liang
tikus. Berdasarkan pengamatan dilapangan puncak populasi tikus terjadi
pada saat 2 – 5 minggu setelah panen
4. Pemamfaatan musuh alami
Tindakan yang dilakukan dengan menjaga kelestarian jenis – jenis
musuh alami seperti : kucing, anjing, ular sawah, burung elang dan burung
hantu.
5. Cara fisik dan mekanik
- Penggenangan lahan
Pengenangan lahan bertujuan agar liang – liang aktif tikus terndam
sehingga anak – anak tikus yang ada didalamnya mati
- Goproyokan
Membongkar liang tikus, menangkap/mematikan tikus. Goproyokan
akan lebih efektif dilakukan berkelompok dengan bantuan anjing dan
tikus. Agar tidak merusak pertanaman sebaiknya dilakukan saat sebelum
pertanaman
- Pemasangan perangkap
Bambu dapat digunakan sebagai perangkap, sesuai dengan sifat tikus
yang suka bersembunyi maka tikus akan masuk kedalam perangkap
6. Fumigasi /pengemposan dengan asap beracun
Dilakukan dengan cara menghembuskan asap beracun kedalam liang dan
menutupi liang tersebut sehingga tikus yang berada didalamnya akan mati.
Pengemposan paling efektif pada saat stadia keluar malai dan pemasakan
karena pada saat itu tikus sedang dalam masa berkembang biak dan lebih
banyak tinggal didalam lubang dari pada diluar liang
7. Pengumpanan beracun
Pengumpanan dilakukan dengan mencampur umpan dan racun, sesuai
dengan sifat tikus yang sensitif atau peka sebaiknya saat memberikan umpan
memakai kaos tangan, karean tikus sangat sensitif dengan aroma manusia.
9
Gambar : Hama wereng hijau
Bioekologi
Telur :
Berbentuk lonjong diletakkan dalam jaringan pelepah daun dan tersusun
berderet seperti sisir pisang
Telur menetas 4 – 8 hari
Imago :
Serangga dewasa berwarna hijau berukuran 4 – 6 mm
Pada sayap bagian ujung berwarna hitam
Serangga dewasa aktif pada malam hari dan tertarik cahaya
Nimpa dan serangga dewasa menghisap cairan daun
Selain pada padi, wereng hijau dapat hidup pada rumput antara lain Cynodon
sp (suket grinting) dan Echinocola sp (jajagoan). N. verescens dapat berperan
sebagi vektor penyakit yang disebabkan oleh virus tungro. Adanya serangga
pada tanaman dapat dilihat dari banyaknya kulit larva berwarna putih pada daun.
10
Gambar : Serangan hama wereng hijau
Cara pengendalian :
a. Pola tanam, (Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi)
b. Penanaman varietas tahan serta Sanitasi terhadap tanaman inang
11
Gambar : Serangan hama wereng Coklat
Bioekologi
Telur :
Berwarna putih bentuknya seperti pisang
Diletakkan secara berkelompok 8-16 butir/kelompok dalam jaringan
pelepah daun
Jumlah telur 100 - 600/ekor serangga betina
Stadium telur 7 - 10 hari.
Nimfa
Mengalami 5 instar
Maing-masing dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan bentuk bakal
sayap
Nimfa muda umumnya berwarna putih, semakin tua semakin coklat
Stadium nimfa 12 - 15 hari
12
Instar 4 & 5 dibedakan berdasar ada tidaknya bintik hitam di sayap/bakal
sayap
Sayap brakhiptera transparan dan tulang sayap (vena) nampak jelas,
sedangkan bakal sayap nimfa berwarna coklat tidak transparan.
Imago :
Dewasa berwarna coklat muda atau coklat tua
Panjang serangga jantan 2 - 3 mm
Bentuk sayap dewasa terdiri dari dua bentuk, bersayap panjang
(makroptera) dan bersayap pendek (brakhiptera), terjadi karena pengaruh
lingkungan (kondisi tanaman, kepadatan populasi, dan genetik)
Warna sayap berbintik-bintik pada bagian pertemuan sayap depan
Bentuk makrotera berfungsi untuk berpindah tempat, sangat tertarik
cahaya lampu
Umur serangga dewasa 18 - 28 hari, Siklus hidup berlangsung sekitar 25
hari
Cara pengendalian :
- Pengaturan pola tanam
- Penggunaan varietas tahan
- Pengendalian hayati ( memanfaatkan patogen serangga Beauveria bassiana,
Metarrizium anisopliae, Hirsutella citriformis)
- Eradikasi (bila ditemukan serangan kerdil rumput dan kerdil hampa dengan
pencabutan dan pemusnahan)
- Penggunaan insektisida : bila dijumpai WBC 10ekor/rumpun pada tanaman
berumur < 40 hst atau 20 ekor/rumpun pada tanaman > 40 hst. Insektisida
yang dipilih bersifat selektif, efektif dan diizinkan untuk digunakan pada
tanaman padi
13
Gambar : Wereng punggung putih
Biotipe
Telur
Dipelepah daun secara berkelompok, berbentuk seperti sisir pisang
Menetas setelah 4 – 8 hari
Nimfa
Berwarna pucat sampai coklat muda
Imago
Warna dasar coklat tua pada punggungnya terdapat pita putih
Ukuran 3,5 – 4,5 mm
Nimfa dan dewasa menghisap cairan batang padi
Pada umunya serangan berat terjadi pada fase vegetatif . tanaman yang
terserang menunjukkan gejala kekuningan hingga kering.
Cara pengendalian :
Pola tanam
Tanam serentak meliputi minimal satu petak tersier atau satu wilayah
kelompok Penanam varietas tahan
14
Gambar : hama putih penggulung daun dan kerusakan yang ditimbulkan
Biokelogi
Telur :
Berwarna kuning muda
Menghasilkan 50 butir telur
Diletakkan pada permukaan daun bagian pelepah daun dekat permukaan
air
Kelompok telur terdiri atas 10 – 20 butir Stadium telur 2 – 6 hari
Larva :
Instar 1 berwarna krem
Panjang 1,2 mm, lebar 0,2 mm
Kepala berwarna kuning
Instar 2 berwarna hijau
Pertumbuhan maksimal panjang 14 mm, lebar 1,6 mm
Membuat gulungan dari daun yang dipotong
Stadia larva 20 hari
Mengalami 5 instar
Pupa :
Berwarna krem
Pupa terbentuk dalam gulungan daun (tabung)
Stadium pupa 7 hari
Imago/ngengat :
15
Ngengat muncul dengan cara terbang, ngengat aktif pada malam hari dan
sangat tertarik pada cahaya lampu yang ada, pada daerah lampu disekitar
persawahan nampak muncul kumpulan ngengat yang mengelilingi lampu
Ngenagt Berwarna putih, setiap ngengat mampu menghasilkan 50 butir
telur
Panjang sayap 6 mm
Rentang sayap 15 mm
Daur hidup 29 – 33 hari
Inang hama putih adalah padi, rumput lempuyang dan asinan. Parasitoid
pupa (Tetrastichus sp. Dan Apsilops cintroticus) dengan tingakat parasitasi
masing – masing 52 % dan 14%.
Kerusakan terjadi sampai tanaman berumur < 6 minggu. Akibat serangan
daun berwarna putih kering. Pada pucuk daun terlihat bekas terpotong
Cara pengendalian :i
Pengeringan air di petakan sawah selama beberapa hari, tujuan dari pengeringan
tersebut adalah larva yang ada dalam gulungan daun tanaman padi mati, karena
larva tidak dapat bertahan hidup tanpa air
16
Gambar : Hama Putih Palsu dan Kerusakan yang ditimbulkan pada padi
Telur :
Berwarna kuning muda, dengan permukaan cembung
Menghasilkan 3000 butir telur selama hidupnya
Berbentuk lonjong
Diletakkan 1- 2 hari setelah kawin secara berkelompok pada permukaan
atas atau bawah daun bendera
Peletakan telur terjadi pada malai padi ke 4 – 7 dari kemunculan ngengat
Stadium telur 4 – 6 hari
Larva :
Panjang 1,4 mm dan lebar 2,0 mm
17
Perut berwarna putih
Kepala berwarna coklat
Setelah makan daun, larva berwarna hijau
Pada pertumbuhan maksimal larva berwarna hijau muda, kepala coklat
tua, panjang 20 – 24 mm
Instar 2, mampu melipat daun
Instar 6 (terakhir) akan tetap berada dalam lipatan daun hingga larva
berubah menjadi pupa
Daur hidup 33 – 34 hari
Mengalami 6 instar
Pupa :
Berwarna kuning
Stadium pupa 6 – 8 hari
Imago :
Berwarna coklat muda
Panjang 10 – 12 mm
Sayap depan terdapat 2 – 3 garis hitam vertical
Aktif pada malam hari
Inangnya adalah padi, jagung, sorgum, rumput Echinocloa dan tebu. Larva
cocok hidup dipadi dimusim hujan, dimusim kering lebih cocok hidup pada
jagung
Parasitoid larva antara lain Apanteles sp., Euteromolusparnarae,
pentalitomastix nacoleidea. Peradatornya antara lain : laba – laba, capung kecil
(cocopet dari ordo Dermaptera)
Cara pengendalian :
a. Pengaturan air irigasi
Pengaturan air irigasi dilakukan dengan cara mengeringkan air pada
persemaian padi dan persawahan yang terserang dalam waktu pendek (5 – 7
hari) untuk mencegah perpindahan larva sehingga larva mati, karena larva
hanya bertahan hidup bila ada air
18
b. Penggunaan insektisida
Mengingat hama putih hanya menyerang tanaman muda, dan banyaknya
parasitoid dan predator dilapangan, maka pengendalian secara kimiawi perlu
dipertimbangkan secara cermat. Tanaman padi yang terserang dengan cepat
tumbuh daun baru terlebih jika dilakukan pemepukan yang tepat, karena
tanaman padi yang terserang masih dalam fase vegetatif
Penyemprotan tanaman padi dengan insektisida yang efektif dan
diijinkan dengan berdasarkan ambang ekonomi yaitu apabila ditemukan
intensitas serangan hama putih palsu pada daun bendera 15% atau rata – rata
intensitas serangan pada seluruh areal sudah mencapai ≥ 25%
19
Gambar : Ulat Grayak
Bioekologi
Telur
Diletakkan secara berkelompokm pada permukaan bawah daun padi atau
rerumputan rata – rata 100 butir, ditutupi sisik warna kelabu
Larva
Larva yang baru muncul sangat aktif bergerak sambil makan dengan cara
meraut bagian hijau daun pada ujung daun dan beristirahat pada tepi daun
muda yang digulung Selain makan daun, larva juga memotong pangkal
batang tanaman muda
Rusak berat terjadi setelah periode musim kering yang cukup lama
diikuti musim hujan yang besar
Larva menggulung diri pada tanaman dengan benang sutra
Dalam keadaan istirahat larca berbentuk huruf C
Stadium larva 22 hari
Terdiri 5 instar
20
Pupa
Pupa terbentuk dalam tanah, dilahan sawah lembab atau direrumputan
Imago
Berwarna hitam kelabu
Sayap depan berwarna coklat kelabu dilengkap bercak coklat gelap dan
kuning gelap dan satu garis kelabu dekat pinggir bercak
Cara pengendalian :
a. Lokasi persemaian harus jauh dari areal yang banyak rerumputan
b. Sanitasi persemaian
c. Penggenangan persemaian
d. Persemaian yang sudah terserang sebaiknya digenangi air
21
Gambar : Hama walang sangit
Bioekologi
Telur
Pipih lonjong
Panjang 1 mm
22
Menjelang menetas berwarna coklat tua atau agak hitam (semula putih)
Siklus hidup 35 – 56 hari
Bertelur 200 – 300 butir
Diletakkan secara berkelompok, asatu persatu atau berbaris dalam
kelompok sebanyak 10 -12 butir dibagian tepi daun bendera bagian atas
Nimfa
Nimfa dan imago menghisap bulir padi yang sedang matang susu
Ramping
Sayap belum berkembang penuh
Berwarna hijau terang, berubah coklat abu – abu
Imago
Panjang 14 – 17
Bersayap
Berwarna coklat
Menghisap bulir padi yang sedang matang susu
Aktif sore dan malam hari
Siang hari saat panas imago bersembunyi dibagian bawah tanaman padi
atau rerumputan
Mengeluarkan bau khas apabila terganggu
Cara pengendalian :
a. Pola tanam
Tanam serempak dalam hamparan sawah yang cukup luas dengan
perbedaan waktu tanam paling lama 2 minggu. Keserentakan tanam disini
diartikan sebagai keserentakan memasuki fase masak susu. Dengan demikian
periode waktu yang cocok bagi penyerangan walang sangit berlangsung
pendek
b. Sanitasi
Dilakukan sanitasi atau pembersihan tanaman inang dan tanam –
tanaman yang digunakan sebagai tempat bersembunyi disekitar pertanaman
padi yang diusahakan
c. Cara mekanik
23
Dilakukan pengumpulan serangga dengan menggunakan alat perangkap
kemudian dimusnahkan. Sebagai alat perangkap dapat digunakan perangkap
berupa bangkai kepiting, ketam, tulang – tulang dan sebagainya yang
dipasang disawah. Dapat pula dilakukan dengan membakar jerami atau
memasang lampu perangkap
d. Penggunaan insektisida
Penyemprotan dengan insektisida yang efektif dan diijinkan apabila
ditemukan walang sangit rata – rata ≥10 ekor/m2 pada stadia setelah
berbunga
I. GANJUR (ORSEOLIA ORYZAE WOOD – MASON)
24
Dibeberapa daerah dikenal dengan nama hama pentil, hama bawang dan
hama mendong. Larva serangga ganjur memakan tanaman padi pada titik
tumbuh yang menyebabkan daun tumbuh berbentuk gulungan seperti daun
bawang (puru). Timbulnya puru diduga disebabkan oleh senyawa kimia yang
dihasilkan oleh larva pada saat memakan titik tumbuh. Puru mulai tampak 3 – 7
hari setelah larva mencapai titik tumbuh. Puru yang telah berkembang sempurna
diameter 1 – 2 mm dan panjang 10 – 30 cm.
Larva :
Berwarna orange
Panjang 1,3 mm
25
Setelah menetas larva merayap menuju titik tumbuh melalui celah
diantara pelepah daun dan masuk jaringan titik tumbuh dan membentuk
rongga
Satu tunas dijumpai 1 larva
Pupa :
Pucat, menjelang imago merah jingga
Terdapat duri – duri
Panjang 2,5 mm
Pra pupa bergerak keujung puru menggunakan deretan duri tubuhnya
Imago :
Merah cerah – merah kusam
Ukuran seperti nyamuk
Siklus hidup 26 – 35 hari
Aktif malam hari, tertarik cahaya lampu dan hidup dengan menghisap
embun yang terdapat pada permukaan daun
Nisbah kelamin jantan/betina adalah 4 : 1
Betina hanya kawin sekali
Serangga ganjur menyerang tanaman pada fase vegetatif
Akibat serangan daun menjadi puru dan tidak menghasilkan malai
Serangga dewasa muncul pada awal musim hujan
Sebelum berkembang biak pada tanaman padi, serangga ganjur sudah
melalui 1 atau 2 generasi pada rerumputan (1 musim dapat mencapai 3 –
4 generasi)
26
Inang serangga ganjur antara lain Leersia hexandra, kakawatan (Paspalum
distichum), dan lempuyang (Panicum stagnimum).
Cara pengendalian :
a). Waktu tanam
Waktu tanam dilakukan lebih awal, yaitu 1,5 bulan sebelum puncak curah
hujan tertinggi, sehingga pada saat kelembaban tinggi, tanaman sudah
mencapai fase generatif. Usaha penanaman dini perlu dilakukan secara
serentak
b). Jarak tanam
Jarak tanam yang terlalu rapat akan menguntungkan bagi perkembangan
hama ganjur. Oleh karena itu dianjurkan untuk menanam dengan jarak tanam
20 – 25 cm dengan jumlah bibit 2 – 3 bibit.
c). Penyiangan
Perlu dilakukan untuk menekan perkembangan hama ganjur terutama gulma
yang merupakan inang hama ganjur yang hidup dipertanaman
d). Penggunaan Insektisida
Penggunaan insektisida butiran/cairan dengan dosis 0,5 – 1,0 kg bahan aktif /
ha apabila ditemukan puru ≥ 2,5% atau intensitas serangan hasil
pembelahan ≥ 5%, dengan parasitasi 50% pada tanaman berumur ≤ 40 HST.
27
Gambar : Hama Kepinding tanah
Bioekologi
Telur :
Bertelur 12 – 17 hari setelah kawin
Berbentuk lonjong
Warna merah jambu kehijau – hijauan
Diletakkan berkelompok pada pangkal rumpun padi
Stadium 4 – 7 hari
Nimfa
Berwarna coklat dan kuning dengan tanda hitam ditubuhnya, tidak
bersayap.
Stadium 20 – 30 hari
Imago
Warna coklat kehitaman
Umur 4 – 7 bulan
Dipengaruhi oleh umur tanaman inang
Makin tua tanaman, serangga berkembang biak dengan baik.
Hidup dan berkembang biak 1 – 2 musim
Musim kemarau mengalami dormansi dan senang keadaan yang lembab
Tertarik cahaya yang tinggi dan mudah ditangkap pada saat bulan
purnama.
28
Tanaman inangnya adalah Panicum sp., jagung, Sceleria sp., Scirphus sp.,
dan padi liar. Kepinding tanah menghisap cairan pelepah dan batang yang
menyebabkan warna coklat disekitar bagian yang dihisap. Serangan berat
mengakibatkan tanaman tumbuh terhambat, berubah warna kekuning –
kuningan, kering akhirnya mati.
Cara pengendalian :
a). Cara bercocok tanam
lakukan pengolahan tanah setelah panen untuk mematikan telur, nimfa
dan serangga dewasa yang tinggal pada pangkal tanaman padi. Pengeringan
lahan dapat menghambat perkembangan kepinding tanah. Pemupukan pada
saat terserang ringan agar tanaman mampu mengkompensasi serangan
b). Sanitasi
Sanitasi lahan dan lingkungan dari tumbuhan inang lainnya misalnya
rumput – rumputan, dapat menghambat perkembangan kepinding tanah
c). Penggunaan insektisida
Penggunaan insektisida yang efektif dan diijinkan apabila ditemukan
kepinding tanah rata – rata ≥ 5 ekor/rumpun pada tanaman berumur ≥ 30
HST.
29
Gambar : Serangan hama lalat pucuk
Bioekologi :
Telur
Telur diletakkan satu persatu dipermukaan atas atau permukaan bawah
daun
Berbentuk lonjong
Berwarna keputih – putihan
Panjang 0,72 – 0, 20 mm dan Lebar 0, 17 – 0, 20 mm
Umur 2 – 6 hari
Larva
Larva awalnya tampak transparan berubah warna kekuningan setelah
makan
Larva yang baru menetas segera bergerak menuju daun pucuk yang
belum membuka dan tinggal ditempat itu selama hidupnya
Larva berumur lanjut berbentuk lonjong, bagian belakang tubuh pipih
dengan sepasang lubang nafas yang meruncing
Berukuran panjang 6,5 mm
Umur larva 10 – 12 hari
Pupa
Larva menjadi pupa pada bagian luar tunas yang terserang
30
Ukuran panjang 4,83 mm
Warna coklat pucat hingga gelap
Umur pupa 7 – 10 hari
Imago
Seperti lalat rumah, berwarna abu – abu hitam/coklat kusam
Betina berukuran 1,8 – 2,3 mm, jantan berukuran lebih kecil
Serangga betina mulai meletakkan telur setelah padi ditanaman sampai
berumur 30 hari
Siklus hidup berangsung 26 – 28 hari
Cara pengendalian :
Pengaturan air dengan cara pengeringan secara berselang 3 – 4 hari (1 – 30
HST). Pengguanaan bibit berumur tua khusus untuk daerah serangan berat
31
Gambar : Hama uret / Lundi
Bioekologi :
Telur
Berwarna putih
Berbentuk bulat panjang
Panjang 2 mm, lebar 1 mm
Menjelang menetas telur berwarna kekuning – kuningan
Telur diletakkan dalam tanah satu persatu kedalamnya antara 5 – 15cm
Telur berumur 10 – 11 hari
Kumbang betina mampu bertelur ± 46 butir
Larva
Larva berwarna putih
Kepala berwarna kemerah – merahan
Larva tua berukuran 28 – 32 mm
Berbentuk melengkung
Kaki lemah berwarna kuning gading
32
Larva baru muncul memakan humus, selanjutnya larva hidup dengan
memakan akar rerumputan dan tanaman pada musim hujan
Terdiri dari 3 instar
Hidup selama 5 – 7 bulan didalam tanah
Diakhir musim hujan larva beristirahat 40 hari dan menjadi pupa ± 2
bulan
Pupa
Berwarna putih kekuning – kuningan kemudian kemerah – merahan
Panjang 13–15 mm, lebar 8–10 mm, larva tua masuk ditanah untuk
menjadi pupa
Imago
Kumbang berwarna coklat kemerah – merahan
Panjang 12 – 16 mm, lebar 5 – 7 mm
Sayap depan (perisai), kaki berwarna merah muda dan perut berwarna
lebih muda
Kumbang muncul dari dalam setelah hujan lebat pertama pada musim
penghujan dan lahan cukup lembab
Sore hari kumbang muncul lalu kawin
Kumbang jantan mampu terbang ± 100 mm dan betina 11 mm
Cara pengendalian :
33
Pengaturan bercocok tanam
Dilakukan pengolahan tanah yang baik
Pengumpulan kumbang pada awal musim hujan
M. BELALANG KEMBARA (LOCUSTA MIGRATORIA MANILENSIS)
Bioekologi:
Telur
Berwarna keputih – putihan
Berbentuk buah pisang, tersusun rapi dalam tanah sedalam ± 10 cm
Seekor betina mampu menghasilkan telur ± 270 butir
Nimfa
34
Mengalami 5 instar (5 kali ganti kulit)
Instar 1 berwarna hitam
Instar 2 berwarna kuning keputih – putihan
Instar 3 bagian samping dan bawah berwarna kuning dengan punggung
hitam, disertai calon sayap kecil mengarah kebawah
Instar 4 bagian samping dan bawah berwarna jingga dengan punggung
hitam serta calon sayap mengarah keatas
Instar 5 berwarna jingga kemerahan, punggung hitam dan calon sayap
memanjang sampai ruas abdomen keempat, pangkalnya berwarna jingga
Imago
Berwaran coklat kekuning – kuningan (betina)
Berwarna kuning mengkilat (jantan)
Siklus hidup rata – rata 76 hari terdiri dari :
- Stadia dewasa : 17 hari
- Nimfa : 38 hari
- Dewasa : 11 hari
- Masa praoviposisi (kawin sampai bertelur pertama) : 10 hari
Menghasilkan 6 – 7 paket telur (1 paket : 40 butir)
35
Belalang kembara fase gregaria aktif terbang pada siang hari dalam
kelompok – kelompok besar. Pada senja hari, kelompok belalang hinggap pada
suatu lokasi, biasanya untuk bertelur pada lahan – lahan kosong, berpasir, makan
tanaman yang dihinggapi dan kawin. Pada pagi harinya, kelompok belalang
terbang untuk berputar – putar atau pindah lokasi. Pertanaman yang dihinggapi
pada malam hari tersebut biasanya dimakan sampai habis. Sedangkan kelompok
besar nimfa (belalang muda) biasanya berpindah tempat dengan berjalan secara
berkelompok.
Tanaman yang paling disukai belalang kembara adalah kelompok
“Graminae” yaitu padi, jagung, sorgum, tebu, alang – alang, gelagah dan
berbagai jenis rumput. Selain itu, belalang dapat makan daun kelapa, bambu,
kacang tanah, petsai, sawi, kubis daun. Tanaman yang tidak disukai antara lain
kacang hijau, kedelai, kacang panjang, ubi kayu, tomat, ubi jalar dan kapas.
Cara pengendalian :
a. Pola tanam
Dilahan pertanian tanaman pangan yang menjadi ancaman hama belalang
kembara perlu dipertimbangkan untuk mengatur pola tanam dengan tanaman
alternatif yang tidak disukai dan kurang disukai belalang kembara dengan
penanaman tumpangsari atau diversifikasi
b. Pengendalian secara mekanis
Melakukan gerakan massal pengendalian mekanis sesuai stadia populasi :
- Stadia telur
Untuk mengetahui adanya lokasi telur maka harus melakukan
pemantauan lokasi dan waktu hinggap kelompok belalang dewasa
secara intensif.
Pada areal tersebut atau lokasi bekas serangan yang diketahui
terdapat populasi telur , dilakukan kegiatan pengumpulan kelompok
telur yaitu dengan melakukan kegiatan pengolahan tanah sedalam 10
cm. kelompok telur diambil dan dimusnahkan, kemudian lahannya
segera ditanami kembali dengan tanaman yang tidak disukai
belalang.
- Stadia nimfa
36
Setelah 2 minggu sejak hinggapnya kelompok belalang kembara mulai
dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan adanya nimfa yang
muncul. Pengendalian nimfa dengan cara mencangkul, menjaring,
membakar atau perangkap lainnya. Pengendalian pada saat nimfa adalah
kunci penting. Pengendalian dapat dilakukan dengan memukul – mukul
atau menjaring. Menghalau nimfa kesuatu tempat yang sudah disiapkan
ditempat terbuka untuk kemudian dimatikan. Nimfa yang ada ditempat
terbuka apabila memungkinkan dapat juga dilakukan pembakaran
dengan hati - hati
c. Pemamfaatan agens hayati
d. Penggunaan insektisida
N. PENGGEREK BATANG PADI KUNING
37
Bioekologi
Telur
Jumlah telur 50 – 150 butir/kelompok
Ditutupi rambut halus berwarna coklat kekuningan
Diletakkan malam (19.00–22.00) selama 3 – 5 malam sejak malam
pertama
Keperidian 100 – 600 butir tiap betina
Stadium telur 6 – 7 hari
Larva
Putih kekuningan sampai kehijauan
Panjang maksimum 25 mm
Stadium larva 28 – 35 hari
Terdiri atas 5 -7 instar
Pupa
Kekuning – kuningan atau agak putih
Kokon berupa selaput benang, berwarna putih
Panjang 12 – 15 mm
Stadium pupa 6 – 23 hari
Imago/ngengat
Ngengat jantan mempunyai bintik – bintik gelap pada sayap depan
Ngengat betina berwarna kuning bintik hitam dibagian tengah sayap
depan
Panjang ngengat jantan 14 mm dan betina 17 mm
Ngengat aktif pada malam hari dan tertarik cahaya
Jangkauan terbang dapat mencapai 6 – 10 Km
Lama hidup ngengat 5 – 10 hari dengan siklus hidup 39 – 58 hari
Larva keluar melalui 2 – 3 lubang yang dibuat pada bagian bawah telur
menembus permukaan daun. Larva yang baru muncul (instar 1) biasanya menuju
ujung daun dan menggantung dengan menggunakan benang halus atau membuat
tabung kecil, terayun oleh angin dan kemudian jatuh pada bagian tanaman lain
38
atau diatas permukaan air. Larva kemudian menggerek tanaman melalui celah
antara pelepah dan batang atau pelepah
Selama hidup larva dapat berpindah dari satu ke tunas yang lain, dengan
cara membuat gulungan ujung daun, menjatuhkan diri kepermukaan air dan
memencar kerumpun lain.
Larva instar akhir tinggal didalam batang sampai stadium pupa. Sebelum
menjadi pupa larva membuat lubang keluar pada pangkal batang dekat
permukaan air atau tanah, yang ditutupi membrane tipis untuk jalan keluar
setelah menjadi imago
Penggerek batang padi kuning mempunyai Karakteristik atau ciri untuk
membedakannya dengan Penggerek batang padi yang lain:
a. Kelompok telur diletakkan pada ujung daun
b. Hanya seekor larva dalam satu tunas
c. Pupa berada didalam pangkal tunas dibawah permukaan tanah
d. Tanaman inang utama adalah padi dan tanaman padi liar
Perubahan kepadatan populasi penggerek batang padi kuning dipengaruhi
oleh keadaan iklim (curah hujan, suhu, kelembaban, varietas padi yang ditanam,
dan musuh alami yaitu parasitoid, predator dan patogen)
Musuh alami penggerek batang padi kuning yang terdapat di Indonesia
adalah parasitoid telur Tetrastichus schoenobii, Telenomus rowani, T.dignus dan
Trichogramma spp. Diantara yang paling dominan dan efektif adalah T.
schoenobii.
Parasitoid larva cukup banyak ditemukan dilapangan, walaupun
parasitasinya rendah. Beberapa jenis parasitoid larva antara lain : Apantheles
spp., Stenobracon nicevillei, Amautomorpha acepta, metathoracia, Temelucha
sp., Isotima javensis, Goryphus sp. Predator telur yang cukup penting adalah
Conocephalus longipennis. Parasit pupa antara lain : Brachymeria app.,
Xanthopimpla sp., dan Tetrastichus israelli.
39
Gambar : Ngengat penggerek batang padi putih
Bioekologi
Telur
Jumlah telur 170 – 260 butir/kelompok
Dipermukaan atas daun atau pelepah
Mirip telur PBPK
Ditutupi rambut halus, berwarna coklat kekuning – kuningan
Stadium telur 4 – 9 hari
40
Larva
Mirip larva penggerek batang padi kuning
Panjang maksimal 21 mm
Putih kekuning – kuningan
Stadium larva 19 – 31 hari (kalau mengalami diapause dapat berlangsung
3 bulan)
Pupa
Stadium pupa 6 – 12 hari
Imago/ngengat
Warna putih
Panjang betina 13 mm dan jantan 11 mm
Tertarik cahaya
Pada musim kemarau larva instar akhir tidak langsung menjadi pupa, tetapi
mengalami istirahat (diapause) dalam pangkal batang singgang atau tunggul. Hal
ini biasanya terjadi didaerah tropis yang memiliki perbedaan musim hujan dan
kemarau yang jelas. Lamanya diaupase tergantung pada lamanya musim
kemarau.
Setelah turun hujan dan tanah lembab, larva yang berdiaupase akan menjadi
pupa dan selanjutnya menjadi ngengat. Ngengat keluar dari pupa dalam periode
waktu yang relatif bersamaan dan meletakkan telur di persemaian
Karakterisitik Penggerek batang padi putih adalah :
- Kelompok telur, larva dan pupa mirip penggerek batang padi kuning
- Larva mampu berdiaupase dimusim kemarau dipangkal batang
singgang/tunggul.
- Masa terbang ngengat pada awal musim hujan terjadi hampir bersamaan
Dinamika populasi Penggerek batang padi putih sangat dipengaruhi oleh
perubahan lingkungan terutama faktor iiklim (curah hujan), irigasi, dan musuh
alami. Parasitoid telur yang sudah dikenal yaitu : Trichoramma spp.,
Tetrastichus schoenobii, Telenomus rowani dan T. dignus.
Dalam satu kelompok telur sering muncul dua atau tiga jenis parasitoid
secara bersamaan. Jenis parasitoid larva dan pupa umumnya sama dengan yang
41
menyerang penggerek batang padi kuning. Demikian juga predator telur, larva,
pupa dan ngengat. Inang PBPP adalah padi, padi liar, beberapa jenis rumput,
tebu. Parasitoid pupa yang sering ditemukan adalah dari genus Brachymeria
(Chalcididae)
Pengendalian :
Penyabitan tanaman serendah mungkin sampai permukaan tanah pada saat
panen
Cara mekanik dapat dilakukan dengan mengumpulkan kelompok telur
penggerek batang padi di persemaian 3 . Pengendalian Hayati
Pemanfaatan musuh alami baik parasitoid.
Konservasi musuh alami dengan cara menghindari aplikasi insektisida secara
semprotan. kelompok telur yang diambil dari tanaman dikumpulkan pada
satu wadah terbuka dan dibiarkan menetas, sehingga kalau ada parasitoid
telur bisa lepas ke lapangan sebagai bagian dari konservasi.
Penggunaan insektisida butiran ialah yang mengandung karbofuran dengan
nama dagang, Dharmafur 3G, Curaterr 3G, Indofuran 3G, Tomafur 3G,
Taburan 3G, Petrofur 3G, Hidrofur 3G, insektisida yang mengandung bahan
aktif fipronil yaitu Regent 0,3 G. Insektisida cair yaitu yang mengandung
fipronil dengan nama dagang Regent 50SC dan Rope 25 EC, insektisida
yang mengandung bahan aktif dimehipo, Bisultaf, Monosultaf dengan nama
dagang Stopgrek(SHS) Stuntman 500 ml, bensultaf dengan nama dagang
Bancol 50 WP, 5. Penggunaan Seks Feromon
42
Gambar : Ngengat penggerek batang padi bergaris.
Bioekologi
Telur
Jumlah telur 20 -150 butir/kelompok
Telur penggerek batang padi kuning diletakkan pada permukaan bawah
daun bagian pangkal atau pelepah
Seperti sisik
Warna putih, tidak ditutpi rambut
Stadium telur 4 – 7 hari
Larva
Larva berwarna abu – abu dengan bagian kepala coklat dengan 5 garis
coklat sepanjang tubuhnya
Panjang maksimal 26 mm
Beberapa larva dalam tiap tunas
Stadium larva 33 hari
Pupa
Coklat tua
Stadium pupa 6 hari
Imago/ngengat
Kepala berwarna coklat muda
Warna sayap depan coklat tua
43
Vena sayap nampak jelas
Panjang 1,3 mm
Larva
Kepala merah jambu
Panjang maksimal 35 mm
44
Beberapa larva tiap tunas
Stadium larva 28 – 56 hari
Pupa
Coklat tua
Panjang 18 mm
Pada pelepah atau batang
Stadium pupa 8 – 11 hari
Imago/ngengat
Coklat
Sayap depan bergaris coklat tua memanjang dan sayap belakang pitih
Panjang 14 – 17 mm
Kurang tertarik cahaya
Cara pengendalian :
Untuk daerah serangan endemik :
a). Pengaturan pola tanam
- Penanaman serentak, sehingga persediaan makanan penggerek
batang padi dapat dibatasi
- Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi sehingga siklus
hidup hama terputus. Pergiliran tanaman pada daerah kronis serangan
penggerek hendaknya diikuti pergiliran varietas padi dengan jenis
yang lebih toleran. Tujuannya untuk menekan populasi penggerek
batang padi agar tetap rendah
45
- Pengelompokkan persemaian dimaksudkan untuk memudahkan
upaya pegumpulan telur penggerek secara massal.
b). Pengendalian cara fisik dan mekanik
- Cara fisik yaitu dengan penyabitan tanaman serendah mungkin
sampai permukaan tanah pada saat panen. Usaha itu dapat diikuti
penggenangan air setinggi ± 10 cm agar jerami atau pangkal jerami
cepat membusuk sehingga larva atau pupa mati.
- Cara mekanik dapat dilakuakn dengan mengumpulkan kelompok
telur penggerek batang padi di persemaian dan pertanaman. Telur –
telur yang terkumpul dipelihara (antara lain dalam bumbung bambu)
dan apabila keluar parasitoid, dilepaskan kembali kepertanaman
c). Pengendalian hayati
- Pemamfaatan musuh alami dilakukan dengan jalan pengumpulan
kelompok telur dan pelepasan kembali parasitoid
- Pengembangbiakan parasitoid Trichogramma sp. pd telur Corccyra
sp.
- Konservasi musuh alami dengan menghindari penggunaan
insektisida
d). Penggunaan insektisida
Apabila diperlukan sebagai alternatif pada fase vegetatif
penggunaan pestisida dapat dilakukan pada saat ditemukan kelompok
telur rata – rata ≥ 1 kelompok telur/3m2 atau intensitas serangan rata –
rata ≥ 6%. Kalau tingkat parasitasi kelompok telur pada fase awal
vegetatif ≥ 50% tidak perlu ada aplikasi insektisida.
Penggunaan insektisida butiran dipersemaian dengan dosis 5
Kg/500 m2 bila dijumpai kelompok telur aplikasi insektisida butiran
paling akhir atau selambat – lambatnya tiga minggu sebelum panen.
Daerah serangan sporadik
Cara pengendalian selain menggunakan insektisida yang dapat
diterapkan sesuai dengan keadaan setempat.
Penyemprotan dengan insektisida berdasarkan hasil pengamatan, yaitu
apabila ditemukan rata – rata ≥ 1 kelompok telur/3m2 atau intensitas
46
serangan penggerek batang padi (sundep) rata – rata ≥6% dan beluk rata –
rata 10% selambat – lambatnya tingga minggu sebelum panen.
Pupa
Coklat tua
Stadium pupa 6 hari
Imago/ngengat
Kepala hitam
Sayap depan bersisik, bagian tengah keperakan
47
Sayap belakang kuning muda
Panjang 10 – 13 mm
Keong mas memakan tanaman padi muda yang baru ditanam serta dapat
menghancurkan tanaman pada saat pertumbuhan awal. Serangan keong mas
yang parah dapat mengakibatkan tanaman padi yang baru di tanam habis total.
Saat-saat penting untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama
untuk padi tanam pindah dan sebelum tanaman berumur 21 hari pada sistem
tabela (tanam benih secara langsung). Setelah umur tersebut, tingkat
pertumbuhan tanaman biasanya lebih tinggi daripada tingkat kerusakan akibat
keong.
Siklus hidup :
1. Telur :
- Masa bertelur sampai menetas 7-14 hari
2. Masa Pertumbuhan :
- Pertumbuhan awal 15-25 hari
- Pertumbuhan lanjut 26-59 hari
3. Dewasa :
- Masa berkembangbiak 60 hari sampai 3 bulan
48
Biologi :
- Hidup di air
- Dapat bertahan hidup 6 bulan didalam tanah kering selama musim kemarau
dan aktif kembali pada musim hujan.
- Keong Mas dewasa dapat bertahan hidup lebih dari 3 tahun
- Setiap bulan Keong Mas dapat menghasilkan 1000 butir telur
- Keong Mas merusak tanaman padi umur 1 -3 minggu setelah tanam
Pengendalian :
- Memasang pagar plastic
- Menanam bibit berumur tua untuk IR 64 : 25 hari ; Cisadane : 30 hari (
menanam bibit terlalu tua jumlah anakan sedikit)
- Menanam bibit 3-7 tunas per rumpun
- Memasang saringan di saluran irigasi
- Menancapkan bambu untuk bertelur (setelah terkumpul dimusnahkan)
- Membuat parit agar keong mas berkumpul
- Memasukkan bebek kesawah setelah umur padi mencapai 35 hari
- Menaburkan daun kencur di lokasi yg terserang keong mas
49
II. PENYAKIT
1. TUNGRO
50
A. Epidemologi
Gejala serangan tungro berupa pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil
dan jumlah anakan berkurang. Daun mengalami perubahan warna, kuning
sampai jingga dari mulai pucuk kearah pangkal.
Dilapangan Virus penyebab tungro ditularkan oleh beberapa jenis
wereng daun diantaranya wereng hijau dengan efisiensi penularan berbeda.
Tanaman yang terinfeksi biasanya hidup hingga fase pemasakan.
Pembungaan yang terlambat bisa menyebabkan tertundanya panen. Malai
menjadi kecil dan tidak sempurna. Bercak cokelat gelap menutupi bulir –
bulir, sehingga bobot bulir menjadi lebih rendah. Tanaman tua yang
terinfeksi bisa tidak memperlihatkan gejala serangan sebelum panen, tetapi
singgang yang tumbuh bisa memperliahtkan gejala serangan dan menjadi
sumber inokoliun.
Stadia pertumbuhan tanaman yang paling rentan adalah dari pembibitan
sampai tanaman menjadi bunting. Kehilangan hasil dapat mencapai 68%
ketika tanaman ketika tanaman yang terinfeksi baru berumur 10-20 hari hss
(hari setelah sebar), 30% apabila tanaman yang terinfeksi sudah berumur
antar 40 – 50 hss, dan hanay 5% jika tanaman sudah berumur 70-80 hss.
B. Pengendalian :
a. Waktu tanam secara tepat
Singgang merupakan sumber inokolum virius tungro. Agar terhindar
dari infeksi virus tungro yg berasal dari singgang, maka persemaian
dilakukan paling tidak 5 hari setelah pengolahan tanah selesai.
Tanaman diupayakan seawal mungkin sehingga pada saat populasi
wereng hijau mencapai puncak. Tanaman padi sudah berumur > 60
HST & lebih tahan tungro
Waktu tanam yg tepat dapat ditentukan dengan memperhatikan
fluktuasi populasi wereng hijau dan keberadaan tungro tahunan.
Waktu tanam tepat adalah saat tanam yang dapat menghindarkan
tanaman pada fase peka (30 HST) tidak bertepatan dengan tekanan
tungro tinggi (populasi wereng hijau & keberadaan tungro tinggi)
b. Tanam serempak
51
Untuk membatasi ketersediaan umur tanaman yang sesuai bagi
perkembangan dan penularan virus tungro perlu diupayakan tanam
serempak
c. Pergiliran tanam
Dilakukan pergiliran tanaman yang bukan inang virus tungro hal ini
dilakukan agar siklus hidup tungro dapat terputus
d. Pergiliran varietas tahan
Penanaman varietas tahan yang sama secara terus menerus diareal
yang luas justru akan memberikan tekanan seleksi yang tinggi bagi
vektor dan virus. Hal ini akan memunculkan strain/koloni baru yang
dapat mematahkan varietas tahan. Wereng hijau yang dikenal sangat
cepat beradaptasi terhadap varietas tahan, dengan demikian melakukan
pergiliran varietas tahan dapat mencegah atau menunda munculnya
strain/koloni baru
e. Eradikasi
Eradikasi dilakuan untuk menghilangkan atau menekan jumlah
sumber tungro dan sekaligus menekan terjadinya penularan virus tungro
lebih lanjut. Sanitasi dilakukan terhadap tanaman yg terserang, tempat
tempat seperti rumput yang menjadi inang. Eradikasi/sanitasi dilakukan
dengan mencabut dan membenamkannya
52
Gambar : Tanaman padi yang terserang Blast
A. Epidemologi
Pada daun timbul bercak oval atau elips, kedua ujung – ujungnya
meruncing mirip belah ketupat. Gejala dapat pula muncul pada buku, malai
dan gabah. Leher malai yang terinfeksi berubah menjadi kehitam – hitaman
dan patah, mirip gejala beluk yang yang disebabkan oleh penggerek batang.
Apabila blas leher terjadi, hanya sedikit malai yang berisi atau bahkan hampa
Penyakit Blas menginfeksi tanaman pada fase pertumbuhan, Satadia kritis
tanaman terjadi mulai umur 1 bulan (padi gogo), anakan maksimum, bunting
dan awal berbunga
Pembentukan konidia selama 14 hari, puncaknya pada 3 – 8 hari setelah
bercak muncul. Pembentukan spora pada kelembaban 89 – 90%. Spora dapat
bertahan pada sisa jerami dan gabah ± 1 tahun dan miselia 3 tahun pada suhu
kamar
53
B. Pengendalian
a. Penanaman varietas tahan.
b. Pembenaman jerami sakit sebagai kompos,
c. Pemakaian pupuk nitrogen secara optimal. Untuk daerah serangan endemis
paling tinggi 90 Kg N/Ha.
d. Penggunaan benih sehat/bermutu, perlakuan benih dengan fungisida (seed
treatment) pada daerah endemis,
e. Pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan padi (tanaman yang tidak
menjadi inang)
f. Pengendalian secara kimiawi dengan dengan menggunakan fungisida yang
berbahan aktif metil tiofanat atau fosdifen dan kasugamisin
54
Gambar : Tanaman yang terserang hawar daun bakteri
A. Epidemiologi
Penyakit hawar daun bakteri (BLB) yang biasa menyerang tanaman padi
atau yang biasa juga disebut oleh petani dengan istilah penyakit kresek
umumnya berkembang lebih baik dimusim hujan dibandingkan dengan pada
saat tidak musim hujan. Pada musim hujan, BLB berkembang sangat baik
pada hampir semua jenis varietas, kecuali Cisadane. Penyakit BLB
menyebar terbawa air, angin, benih dan infeksi terjadi melalui stomata pada
daun tanaman.
Perkembangan penyakit BLB sangat dipengaruhi oleh kelembaban tinggi
dan suhu rendah (20 – 220C). itu sebabnya pada musim hujan yang hari –
harinya tertutup awan, penyakit berkembang cepat.
Penanaman varietas peka dengan jarak tanam yang rapat, pemakaian
pupuk N (urea,za) yang digunakan secara berlebihan berlebihan yaitu ≥ 300
Kg Urea/Ha, pemakaian N yang tanpai disertai dengan pemberian unsur
fosfor dan atau Kalium akan mendorong perkembangan patogen tersebut
55
B. Cara pengendalian
a. Penggunaan varietas tahan seperti varietas conde dan varietas angke
adalah cara yang paling efektif
b. Sanitasi seperti membersihkan tunggul – tunggul dan jerami – jerami
atau gulma yang ada dilokasi sawah
c. Gunakan benih atau bibit yang bebas dari hawar daun bakteri (benih
sehat/benih berlabel)
d. Pemupukan secara berimbang, terutama pupuk Nitrogen seperti urea
sesuai dengan dosis jangan berlebihan.
e. Penanaman yang tidak terlalu rapat atau sistim larikan, sanitasi terhadap
sumber inokolum.
f. Aplikasi atau penggunaan fungisida efektif dan diijinkan bila dijumpai
gejala serangan penyakit BLB.
A. Epidemiologi
Gejala penyakit Hawar Pelepah ditandai dengan munculnya Bercak
berbentuk lonjong, pada pelepah padi yang berwarna kelabu, dengan ukuran
mulai 10 mm sampai 3 cm. menyebar dengan bantuan sklerotia yang
berbentuk bulat berwarna putih sampai coklat. Stadia kritis tanaman dimulai
dari persemaian sampai menjelang panen. Sklerotia bertahan hidup antara
56
waktu1 - 2 tahun dalam tanah atau 3 tahun pada jerami. Miselia tumbuh
didalam maupun dibagian luar jaringan. Infeksi melalui stomata atau kutikula
dengan miselia khusus.
Sumber infeksi/penuluran penyakit Hawar Pelepah adalah sisa - sisa
tanaman yang sakit, singgang. Sedangkan inangnya Hawar Pelepah adalah
gulma, bayam – bayaman (Amaranthus spp.), kacang tanah, kacang panjang,
kubis, cabai, tomat, kacang hijau, jagung dan lain – lain.
B. Cara pengendalian :
a. Pengaturan jarak tanam agar tidak terlalu rapat
Dengan cara larikan atau tandur jajar agar tidak terlalu rapat, yang mana
pada jarak tanam yang terlalu rapat sirkulasi udara tidak lancar dan hal ini
dapat menyebabkan penyakit ini
b. Keringkan sawah beberapa hari pada saat anakan maksimum
c. Pengolahan tanah yang baik
Bajak yang dalam untuk sisa – sisa tanaman/jerami padi dan beberapa jenis
gulma yang yang terinfeksi terbenam
d. Rotasi tanaman
dengan menanam tanaman yang bukan tanaman inang untuk memutus
siklus Penyakit hawar pelepah.
e. Sanitasi
Buang gulma yang sakit dan tanaman yang sakit dari sawah
f. Gunakan sungisida yang berbahan aktif heksakonazo
57
Gambar : Tanaman yang terserang hawar daun jingga
A. Epidemiologi
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui secara pasti.
Gejala awal pada tanaman padi yang disebabkan penyakit ini dapat ditemukan
pada daun dan pelepah daun. Gejala mulai terlihat sejak pertanaman padi
memasuki fase generatif yaitu 50 – 60 hst untuk varietas umur sedang. Gejala
juga dapat terlihatpada stadia tanaman padi mulai berbunga sampai
pemasakan.
Gejala awal berupa ditandai dengan munculnya bercak pada daun padi
yang berwarna hijau kuning terang dan selanjutnya akan berkembang menuju
ujung daun, bercak lama – lama menjadi nekrotik dan menyatu menyerupai
gejala hawar daun. Penyakit ini dapat menurunkan hasil secara nyata
B. Cara pengendalian
Cara Pengendalian yang tepat untuk penyakit ini juga sampai saat ini
belum juga ditemukan. Dan para ahli masih terus melakukan penelitian
penyebab penyakit hawar daun jingga
58
Dari hasil penelitian di Vietnam dan Indonesia, aplikasi fungisida yang
berbahan aktif Carbendazim dan Benomil yang disemprotkan pada daun
dapat menekan munculnya gejala hawar daun jingga.
Pengairan berselang ketika tanaman sudah mencapai pembentukan malai.
Pengaturan jarak tanam
Dilakukan dengan cara larikan atau sistim tandur jajur sehingga jarak
tanam teratur dan tidak terllau rapat
Pemupukan secara berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman, jangan
melakukan pemupukan secara berlebihan
59
A. Epidemiologi
Penyakit ini umumnya dilahan marginal, kurang subur, atau defisiensi
unsur hara seperti kalium. Menyebar dengan konidia yang dibentuk dalam
jaringan sakit.
Bercak coklat muncul pada daun atau dapat juga pada tangkai malai,
pelepah dan gabah, berbentuk oval 0,5 – 5 mm, berwarna coklat.
Stadia kritis tanaman terjadi mulai persemaian (dari gabah terinfeksi berat)
sampai menjelang panen.
Cendawan dapat bertahan hidup pada jaringan tanaman sampai 3 tahun.
Cendawan menginfeksi daun melalui stomata.
Sumber infeksi dapat berupa sisa tanaman sakit. Tanaman inang adalah
gulma kawatan (Cynodon dactylon), Genjoran (Digitaria sangunalis),
kalamenta (leersia hexandra), suket balungan (Panicum colonum), juwawut,
jagung, barley dan sorgum.
B. Cara pengendalian :
a. Penanaman varietas tahan
b. Penggunan benih yang sehat dan bertifikat.
c. Perbaikan pengairan sehingga aerasi terjamin.
d. Pemakaian pupuk yang berimbang
e. Sanitasi sisa – sisa tanaman terserang cara pengendalian lainnya yang
dapat diterapkan sesuai dengan keadaan setempat.
60
Gambar : Tanaman yang terserang penyakit daun coklat bergaris
A. Epidemiologi
Gejala pada daun timbul bercak sempit dan berwarna coklat kemerah –
merahan yang sejajar dengan tulang daun. Bercak tersebut semakin makin
ketepi daun warna makin pucat. Pada varietas rentan, warna daun makin pucat,
dan bercak lebih besar dengan pusat bercak yang lebih kecil dan berwarna
terang
B. Cara pengendalian
a. Penanaman varietas tahan
b. Penggunaan benih yang sehat dan tidak terinfeksi
c. Pemupukan berimbang
d. Rotasi tanaman
61
Gambar : Wereng coklat dan tanaman yang terserang kerdil hampa
A. Epidemiologi
Pada fase vegetatif, tanaman yang terinfeksi menjadi kerdil, sedangkan
kalau infeksi terjadi pada fase reproduktif, daun bendera terpuntir, robek atau
berombak – ombak (gall) sepanjang pembuluh
Pada tanaman fase vegetatif akhir, anakan bercabang – cabang,
pembuangan terlambat, pertumbuhan malai tidak sempurna dan hampa.
Virus ditularkan oleh wereng coklat. Pada daerah endemis 40% serangga
vektor dapat menularkan virus
Diperlukan waktu 9 hari saat serangga mendapatkan virus dari tanaman
terinfeksi untuk dapat menularkan virus dan dan setelah itu menularkan virus
secara terus – menerus selama 35 hari (merata 15 hari).
62
Vektor tidak kehilangan kemampuan menularkan virus meskipun ganti
kulit. Virus tidak dapat ditularkan melalui telur, tanah dan gabah. Sumber
virus berasal dari padi – padian seperti Oryza latifolis, O. nivara.
B. Cara pengendalian
a. Eradikasi selektif terhadap tanaman sakit pada stadia tanaman vegetatif
pada stadia generatif.
b. Penyakit ini ditularkan oleh wereng coklat oleh karena itu pengendalian
yang paling efektif adalah dengan Pengendalian vektor wereng coklat
untuk menekan penularan penyakit ini. Sanitasi lingkungan.
9. KERDIL RUMPUT
Gambar : Wereng Coklat & tanaman padi yang terserang kerdil rumput
63
A. Epidemiologi
Gejala kerdil rumput adalah tanaman kerdil, jumlah anakan lebih banyak
akan tetapi tidak produktif, tumbuh tegak, daun bendera pendek dan tidak
produktif dan sempit, berwarna kekuning – kuningan dengan bercak – bercak
coklat. Kehilangan hasil makin tinggi bila tanaman terinfeksi pada umur
kurang 60 HST. Infeksi pada tanaman ≥ 60 HST tidak mempengaruhi hasil
Virus ditularkan oleh wereng coklat, persentase populasi wereng coklat
yang dapat menularkan virus antara 20 – 40% dari populasi yang ada
dilapangan. Semakin lama populasi serangga menghisap pada tanaman sakit
semakin banyak persentase serangga yang terkena virus.
Serangga terinveksi virus setelah menghisap tanaman sakit 5 – 7 menit.
Diperlukan waktu 10 hari dari saat serangga terinveksi virus sampai bisa
menularkan virus yang telah didapat, virus bertahan selama masa hidup
serangga
Serangga vector tidak kehilangan kemampuan menularkan virus mesti
vektor telah berganti kulit. Virus kerdil rumpu pada tanaman tidak dapat
ditularkan melalui telur serangga vektor dan atau gabah. Sumber virus berasal
dari tanaman padi, padi liar dan singgang terinfeksi
B. Cara pengendalian
Oleh karena penyakit ini ditularkan oleh wereng coklat, maka
pengendalian yang paling tepat dan paling efektif adalah dengan
mengendalikan vektornya yaitu hama wereng coklat untuk menekan
penularan ini
Eradikasi tanaman terserang
Dengan mencabut tanaman yang terserang, kemudian membakarnya
Sanitasi lingkungan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan seperti
gulma yang dapat menjadi tanaman inang wereng coklat
Rotasi tanaman dengan bukan tanaman inang, yaitu pergiliran tanaman
yang bukan menjadi tanaman inang wereng coklat.
64
Gambar : Tanaman yang terserang busuk batang
A. Epidemiologi
Gejala busuk batang, pada awalnya muncul bercak berwarna kehitam –
hitaman, bentuknya tidak teratur pada sisi uar pelepah daun dan secara
bertahap membesar.
Infeksi penyakit ini terjadi terjadi pada batang yang dekat dengan
permukaan air, masuk melalui pembengkakan dan kerusakan. Stadium
tanaman yang paling rentan adalah pada fase anakan sampai stadia matang
susu.
B. Cara pengendalian
Tanggul – tanggul padi sesudah panen dibakar atau didekomposisi
sehingga dapat digunakan sebagai pupuk.
Keringkan petakan sawah sampai benar – benar kering dan biarkan tanah
sampai retak sebelum diari lagi.
Gunakan pemupukan berimbang : pupuk nitrogen sesuai dengan anjuran
dan pemupukan dengan K cenderung dapat menurunkan infeksi penyakit
pada padi.
Bila diperlukan menggunakan fungisida berbahan aktif
belerang/difenokonazol
65
Gambar : tanaman yang terserang busuk pelepah
A. Epidemiologi
Gejala awalnya Penyakit busuk pelepah daun bendera ditandai dengan
adanya noda pada daun padi berbentuk bulat memanjang hingga tidak teratur
dengan panjang 0,5 – 1,5 cm, warna abu – abu ditengahnya dan warna cokelat
atau coklat abu – abu pada bagian pinggir daun. Bercak kemudia membesar,
sering bersambung dan bisa menutupi seluruh pelepah daun.
Infeksi berat pada tanaman padi menyebabkan malai tanaman padi hanya
tumbuh sebagian (tidak berkembang) dan mengerut. Malai yang muncul
sebagian hanya dapat menghasilkan sedikit bulir yang berisi.
Penyakit busuk daun Pelepah menyerang tanaman padi pada Stadia
tanaman yang palin rentan adalah pada saat tanaman mengeluarkan malai
sampai matang susu. Olehnya pada saat stadia demikian perlunya pengawasan.
66
B. Cara pengendalian
Tanggul – tanggul padi dan gulma yang ada, bisa menjadi sumber
penyakit, karena itu pada saat setelah selesai panen, dibakar untuk
mengurangi dari pada inokolium.
Pengaturan jarak tanam dengan sistim tandur jajar yang tidak terlalu dapat
sehingga keaadan sirkulasi pada tanaman menjadi lebih baik
Pemberian pupuk dengan unsur K pada fase anakan
Penyemprotan fungisida pada daun, dilakukan jika diperlukan pada fase
bunting.
Perlakuan benih dengan fungisida yang berbahan aktif karbendazim atau
mankozep
Penyemprotan dengan fungisida jika diperlukan yang berbahan aktif
benomil juga efektif untuk menekan infeksi penyakit.
67
Gambar : Penggerek batang penyebab penyakit sundep dan beluk
A. Epidemiologi
Tanda-tanda hama ini dimulai dengan melakukan invasi (terbangnya
ribuan kupu-kupu keell berwarna putih pada sore dan malam hari) setelah 35
hari masa hujan. Kupu-kupu ini melakukan terbang sekitar dua minggu,
menuju daerah-daerah persemaian tanamaan padi. Selanjutnya telur-telur (170-
240 telur) diletakkan dibawah daun padi yang masih muda dan akan menetes
menjadi ulat perusak tanaman padi setelah seminggu. Ulat S.Innotata selain
mampu mewujudkan serangan hama sundep, mampu pula mewujudkan
serangan hama beluk. Penyerangan ini dikenal dengan nama "Hama Sundep"
dan "Hama Beluk".
Penyakit sundep dan beluk pada tanaman padi adalah penyakit yang sama –
sama ditularkan oleh penggerek batang. Perbedaan antara penyakit sundep dan
beluk yang paling pokok terletak pada umur padi.
Serangan Sundep terjadi pada fase vegetatif dimana daun tengah atau pucuk
tanaman mati karena titik tumbuh dimakan. Pucuk yang mati akan berwarna
68
coklat dan mudah dicabut. Gejala serangan Beluk terjadi pada fase generatif,
hal ini bisa dilihat malai akan mati karena pangkalnya dikerat oleh larva. Malai
yang mati akan tetap tegak berwarna abu-abu putih dan bulirnya hampa. Malai
ini mudah dicabut dan pangkalnya terdapat bekas gigitan larva
B. Cara pengendalian
Petani menyebarkan bibit-bibit tanaman padi di persemaian setelah tahu
jadwal invasi serangan ulat-ulat ini diperkirakan telah selesai.
Penanaman padi yang memiliki daya regenerasi yang tinggi.
Menghancurkan telur-telur S. innotata yang teradapat dilingkungan
persemaian dan membunuh larva-larva yang baru menetas.
Penyemprotan persemaian menggunakan insektisida yang resistensi.
Bibit-bibit tanaman padi yang akan disemai dicelupkan dalam herhisida.
Setelah invasi S. innotata dilakukan penyemprotan insektisida yang
mematikan telur dan larva.
Crop rotation (pergiliran tanaman), setelah penanaman padi batang atau
jeraminya harus dibenamkan kedalam tanah/lumpur.
Menarik perhatian S. innotata menggunakan perangkap jebak berwarna
atau lampu petromaks
Ketika terlihat banyak kupu-kupu yang bertebaran disawah, siapkan
petromaks.
Siapkan pula nampan seng sebagai tempat petromaks.
Cari oli bekas, yang baru beli juga boleh. Nggak tergantung merk.
Nyalakan lampu petromax. Harus malam hari. Tidak bisa siang hari.
Letakkan lampu diatas nampan yang telah diberi oli bekas.
Kupu-kupu sundep yang cuma muncul dimalam hari akan tertarik pada
cahaya lampu, dan akan menempel pada lapisan oli di nampan seng.
Penyebab :
Ustilaginoidea virens (Cendawan)
69
Biologi :
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Ascomycetes
Subclass : Incertae sedis
Order : Incertae sedis
Family : Incertae sedis
Genus : Ustilaginoidea
Species : U. virens
Tumbuhan Inang :
Padi (Oryza sativa)
Cara menyerang :
Cendawan ini selain inang dapat pula menyebar memalui bantuan angina / udara.
Ustilaginoidea virens merusak pada kondisi yang lembab, banyak hujan, mendung
pada masa pembungaan, dan pupuk N yang berlebih.
70
Padi dapat terinfeksi pada tahap awal pembungaan sampai dengan tahap bulir
matang. Di negara subtropik cendawan Ustilagionidea virens ini bertahan di
musim dingin sebagai struktur sklerotia dan klamidospora. Inokulum primer
untuk infeksi di awal musim terutama berasal dari sklerotia yang berkecambah dan
membentuk stromata. Askospora dapat dibentuk cendawan ini dalam struktur
peritesium dalam stromata. Cendawan ini dapat dipencarkan oleh angin untuk
sampai ke pembungaan padi. Bulir-bulir padi berubah menjadi bola-bola spora
yang di dalamnya dapat terbentuk 1-4 sklerotia. Infeksi sekunder terjadi oleh
klamidospora yang dibentuk pada bola spora tersebut. Klamidospora
berkecambah membentuk tabung kecambah yang di atasnya dibentuk
konidia. Perkecambahan optimum terjadi pada suhu 28 C. Perkembangan
penyakit sangat didukung kondisi lingkungan yang lembab.
PRINSIP PENGELOLAAN
Penyakit ini dilaporkan tidak terlalu penting dan tidak menimbulkan kerugian
yang besar. Namun, jika diperlukan pengendalian dapat dengan cara aplikasi
fungisida foliar beberapa hari sebelum tahap pembentukan malai.
Cara pengendaliannya :
- pemupukan yang berimbang agar padi mempunyai ketahanan yang cukup
- Menjaga kebersihan pertanaman, karena penyakit ini disebabkan oleh cendawan
- Mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat
-.Gunakan fungisida Magenta 50WP (0,5-1 gr/L).
71
II. GANGGUAN AKIBAT UNSUR HARA
Keterangan Gambar :
(a). Daun tanaman berwarna hijau muda, sempit dan lebih kecil (N tidak tercukupi/KAHAT N)
(b). Jumlah anakan berkurang dan berwarna kekuningan secara merata (N tidak tercukupi/
KAHAT N)
(c). Jumlah anakan meningkat dan berwarna hijau (N tercukupi)
a. Gejala Kahat N :
Daun tua atau kadang semua tanaman menjadi hijau muda dan klorotik
dipucuknya. Daun mati dalam keadaan stress N berat. Kecuali untuk daun
muda, yang lebih hijau, daun sempit, pendek, tegak, berwarna hijau
kekuningan. Seluruh pertanaman bisa tampak kekuningan. Kahat N muncul
pada tahap pertumbuhan anakan dan primordia
72
- Bila kahat N parah, daun jadi kering, dimulai dari bawah terus ke bagian
atas
c. Penyebab Kahat N
- Rendahnya daya pasok N dalam tanah dan pemberian kadar N yang kurang
- Kandungan organic tanah yang amat rendah
- Cara pemupukan yang salah, Contoh : Pemupukan yang dilakukan dengan
cara ditebar diatas tanah, akibatnya unsur N banyak yang tidak terserap
karena menguap
e. Pengendalian Kahat N :
Perbaikan tanaman kahat N mudah karena tanggap tanaman pada unsur hara N
cepat, bisa terlihat dalam 2-3 hari (warna lebih hijau, pertumbuhan vegetatif
lebih cepat)
Keterangan Gambar :
(a). Jumlah anakan berkurang bila tanaman KAHAT P
(b). Batang tanaman menjadi ramping, pipih dan pertumbuhan terhambat bila KAHAT P
(c). Tanaman kerdil, kecil dan tegak dibanding tanaman normal bila tanaman KAHAT P
(d). Jumlah anakan meningkat/banyak bila P tercukupi
73
a. Gejala Kahat P:
Tanaman kerdil, anakan kurang. Daun sempit, pendek, sangat tegak, dan hijau
tua “kotor”. Batang ramping, pipih dan pertumbuhan terhambat. Jumlah daun,
malai, dan bulir/malai juga berkurang. Daun muda tampak sehat, tetapi daun
tua menjadi coklat lalu mati. Pemasakan tertunda (sering hingga 1 minggu atau
lebih). Bila kahat P berat maka tanaman tidak akan berbunga sama sekali.
b. Pengaruh kahat P pada pertumbuhan:
- Terhambatnya pertumbuhan sistem perakaran, batang dan daun
- Warna daun seluruhnya berubah menjadi hijau tua/keabu-abuan,
mengkilap, sering pula terdapat pigmen merah pada daun bagian bawah,
selanjutnya mati.
- Bunga, buah maupun biji merosot. Buahnya kerdil, nampak jelek dan lekas
matang
c. Penyebab Kahat P
- Rendahnya daya pasok P pada tanah
- Kurangnya pemberian pupuk P anorganic
e. Pengendalian Kahat P:
Dalam pengelolaan P diperlukan strategi jangka panjang. Pupuk P
memberikan efek residu yang dapat bertahan beberapa tahun
74
Keterangan Gambar :
(a) (b), (c) tanaman kahat ujung dan tepi daun menjadi coklat kekuningan dan mengering
(d). Tanaman menjadi lebih peka terhadap serangan hama dan dapat menyebabkan infeksi
penyakit
(e). Daun menggulung
(f). padi hibrida menghasilkan lebih banyak biomassa. Oleh karena padi hibrida membutuhkan
lebih banyak K daripada Inbrida, maka kahat K dapat muncul lebih awal pada padi hibrida
(kiri) dari pada padi inbrida (kanan)
(g). Dalam keadaan tanpa K pertumbuhan tanaman terhambat
a. Gejala Kahat K:
Jika tanaman kahat K parah, ujung daun berwarna coklat kekuningan. Gejala
awal muncul pada daun tua, lalu sepanjang tepi daun dan terakhir pada
pangkal daun. Daun bagian atas pendek, terkulai dan hijau tua “kotor”. Daun
tua berubah dari kuning menjadi coklat dan bila kahat tidak diatasi, perubahan
warna secara bertahap pada daun – daun muda. Ujung dan tepi daun dapat
mengering. Garis – garis kuning dapat muncul diantara tulang daun dan daun
bagian bawah jadi terkulai. Gejala daun kahat K (terutama warna coklat
kekuningan di bagian tepi daun) serupa dengan gejala penyakit tungro, tetapi
tidak seperti kahat K gejala tungro muncul tidak merata dilapangan karena
tertular rumpun per rumpun buka seluruh pertanaman.
75
- Penyakit (bercak daun coklatm bercak Cecospora, hawar daun bakteri,
hawae pelepah, busuk pelepah, busuk batang, dan blas) lebih mungkin
muncul bila unsur N diberikan terlalu banyak tanpa diimbangi kecukupan
unsur K.
- Batang tanaman padi yang kekurangan Kalium akan tumbuh pendek dan
kurus. Dan kebanyakan varietas-varietas padi yang kekurangan Kalium
lebih mudah rebah
- Pertumbuhannya pendek dan umumnya mempunyai persentase kehampaan
buah yang tinggi. Sedang jumlah bulir yang berisi untuk setiap helainya
akan rendah, bulir padi berukuran kecil dan tidak teratur bentuknya, mutu
dan berat 1.000 bulir berkurang, persentase bulir yang tidak berkembang
dan tidak dewasa bertamba
c. Penyebab Kahat K
- Rendahnya daya pasok K tanah
- penanaman varietas padi Hibrida tanpa pemberian unsur K yang cukup,
karena padi hibria memang membutuhkan banyak K
- Rendahnya efisiensi penyerapan pupuk K yang diberikan karena tingginya
kapasitas pengikatan atau pencucian K
- Kelebihan jumlah bahan – bahan reduksi dalam tanah dengan drainase
yang buruk (misalnya : H2S, asam – asam organic, Fe) menyebabkan
pertumbuhan akar dan penyerapan K terhambat
- Tanah sawah tekstur liat dengan pengikatan unsur K yang tinggi karena
adanya banyak mineral liat tipe 2:1
d. Fungsi dan mobilitas K
Kalium mempunyai fungsi sangat penting dalam sel tanaman dan diperlukan
untuk memindahkan produk fotosintesis dalam tanaman. K memperkuat
dinding sel dan mendukung foto sintesis dan pertumbuhan tanaman tidak
seperti unsur N dan P, unsur K tidak mempunyai pengaruh yang jelas pada
pembentukan anakan. Unsur K meningkatkan jumlah bulir permalai,
persentase gabah isi, dan bobot 1.000 gabah.
e. Pengendalian :
76
Pengelolaan K perlu dipertimbangkan sebagai bagian dari pengelolaan
kesuburan tanah jangka panjang. Itu karena unsur K tidak mudah
hilang/ditambahkan dari/kedaerah perakaran melalui proses hayati dan
kimiawi dalam jangka pendek. Pemberian unsur K dilakukan sejak tanaman
dalam keadaan membtuhkan unsur kalium
Keterangan Gambar :
(a) (b) tajuk daun tampak kuning pucat karena penguningan daun termuda. Tinggi tanaman dan
anakan berkurang
(c) (d) klorosis lebih terlihat pada daun muda dimana ujung daun menjadi klorotik.
a. Gejala Kahat S :
Kebalikan dengan kahat N dimana gejala awal muncul pada daun tua,, Kahat S
menyebabkan penguningan seluruh tanaman dan klorosis lebih tampak pada
daun muda yang ujungnya menjadi nekrotik. Tidak ada nekrosis pada daun
bagian bawah seperti yang terjadi pada kahat N. juga dibandingkan dengan
kahat N daun lebih kuning pucat pada tanaman kahat S. karena pengaruh kahat
S pada lebih nyata selama pertumbuhan vegetatif. Kahat S sering tidak
terdeteksi dengan benar karena gejalanya pada daun mirip dengan kahat N
77
- Pertumbuhan dan pemasakan tertunda dari yang seharusnya (lama waktu
penundaan (1-2 minggu)
- Perubahan warna daun dapat pula menjadi kuning sama sekali, sehingga
tanaman tampak berdaun kuning dan hijau.
- Daun muda mengalami klorosis (menjadi kuning), perubahan warna
umumnya terjadi diseluruh daun muda, kadang mengkilap keputih-putihan
dan kadang perubahannya tidak merata tetapi berlangsung pada bagian
daun selengkapnya
c. Penyebab Kahat S
- Rendahnya kandungan S tersedia dalam tanah
- Pengurasan S tanah karena pertanaman intensif
- Pemakaian pupuk tanpa S (missal : substitusi ammonium sulfat dengan
urea, substitusi SSP/Single Super Phosfate dengan TSP/Triple Super
Phosfate, dan Substitusi kalium Sulfat dengan Kalium Khlorida)
- Kandungan unsur S dalam sisa bahan organic hilang karena proses
pembakaran
78
Keterangan Gambar :
(a) (b) Gejala muncul hanya bila kahat Ca parah, ketika ujung daun termuda menjadi putih
klorotik
c. Penyebab Kahat Ca
- Pemberian pupuk P berlebihan yang dapat menekan ketersediaan Ca
(karena pembentukan Ca fospat dalam tanah – tanah alkalin).
- Sedikitnya Ca yang tersedia dalam tanah
79
- Pemberian pupuk N dan K secara berlebihan, menyebabkan nisbah NH4-
Ca atau nisbah K:Ca yang besar dan menurunkan penyerapan Ca
e. Pengendalian :
- Pemberian pupuk kandang atau jerami (dibenamkan/dibakar) untuk
mengimbangi pengangkutan unsur Ca dari tanah yang mengandung sedikit
konsentrasi Ca.
- Memakai pupuk SSP (13-20% Ca) atau TSP 9 – 14% Ca).
Keterangan Gambar :
(a) Klorosis kuning kemerahan antar tukang daun biasanya muncul awal pada daun tua
(b) Klorosis juga dapat muncul pada daun bendera
(c) Kahat Mg pun bisa disebabkan pemberian pupuk K dalam jumlah besar ditanah dengan status
Mg rendah
80
- Jumlah bulir dan bobot 1.000 butir gabah berkurang.
- Mutu gabah (% beras giling protein dan kandungan pati menurun
- Keracunan Fe bisa lebih parah bila Mg merupakan bagian dari stress kahat
sejumlah hara (K, P, Ca dan Mg)
c. Penyebab Kahat Mg
- Rendahnya ketersediaan Mg tanah
- Menurunnya penyerapan Mg karena nisbah antara K yang dapat
dipertukarkan dengan Mg (yakni > 1:1).
e. Pengendalian :
- Pemberian pupuk Mg, pupuk kandang atau bahan – bahan lain untuk
menimbangi pengangkutan Mg keluar melalui produk tanaman dan jerami.
- Meminimalkan tingkat perkolasi (kehilangan karena pencucian) ditanah
bertekstur kasar dengan memadatkan lapisan bawah tanah saat penyiapan
lahan.
Keterangan Gambar :
(a) Kahat Fe terutama menjadi masalah pada lahan tegalan
(b) Penguningan antar tulang – tulang daun musa
(c) 2 tanaman anatara yang kahat (pendek) dan yang tdak kahat Fe (tinggi/subur)
81
a. Gejala Kahat unsur Fe :
- Penguningan antar tulang – tulang daun
- Daun berguguran dan mati pucuk
- Seluruh daun menjadi klorotik dan sangat pucat.
- Pertumbuhan seolah – olah terhenti
c. Penyebab Kahat Fe
- Konsentrasi rendah Fe terlarur ditanah tegalan
- pH tinggi pada tanah alkalin atau berkapur setelah penggenangan
(menurunnya kelarutan dan penyerapan unsur Fe karena tingginya pasokan
konsentrasi bikarbonat)
- reduksi tanah yang tidak cukup dalam kondisi tergenang (misalnya : tanah
dengan status bahan organic yang rendah)
e. Pengendalian :
- Pemberian pupuk Organik
- Pemberian pupuk yang memberi kemasaman pada tanah dengan pH tinggi
(misalnya : ammonium sulfat lebih baik disbanding urea)
- Menggunakan pupuk mengandung Fe sebagai hara mikro.
82
Keterangan Gambar :
Terlihat perbedaan antara yang kahat Boron dan tidak, terutama dalam hal buah
a. Gejala Kahat unsur Bo :
Tepi daun mengalami klorosis mulai dari bawah kemudian mengering dan
akhirnya mati. ruas tanaman memendek, batang keropos, pembentukan cabang
tumbuh sejajar berdampingan. Tanaman lambat mengeluarkan bunga, mutu
buah jelek
c. Penyebab Kahat Bo
- Tanah terlapuk berat, tanah merah masam dan berpasir
- Tanah dengan bahan organic yang terlalu tinggi
e. Pengendalian :
- Pengelolaan air : hindarkan pencucian (perkolasi) berlebihan. B sangat
mobil dalam keadaan tanah sawah tergenang
- Pada tanah kahat B, berik B yg bereaksi lambat (misal : kolemanit) tiap 2-3
tahun.
I. KAHAT UNSUR TEMBAGA (Cu)
83
Keterangan Gambar :
(a). Kahat di daerah tanah organic tinggi
(b). Garis – garis klorotik dan lubang – lubang nekrotik coklat tua muncul pada ujung daun muda
(c). Daun baru bisa tampil seperti jarum
c. Penyebab Kahat Cu
- Sedikitnya Cu yang tersedia didalam tanah
- Pemberian kapur yang secara berlebihan di tanah masam
- Kelebihan unsur Zn didalam tanah akan memnghambat penyerapan unsur
Cu
84
e. Pengendalian :
- Pencelupan akar bibit dalam suspensi 1%cuSo, selama 1 bulan sebelum
tanam
- Pemberian CuO atau cuSO (5-10 Kg) ditanah kahat Cu dengan selang
5 tahun.
Keterangan Gambar :
(a). Kahat Mn menjadi masalah pada padi gogo yang ditanam ditanah organic dengan status Mn
rendah
(b). (c) klorosis antar tulang daun muncul pada ujung daun muda
(c). Daun baru bisa tampil seperti jarum
c. Penyebab Kahat Mn
- Sedikitnya Mn yang tersedia didalam tanah
- Pemberian kapur yang secara berlebihan di tanah masam
85
- Turunnya penyerapan Mn karena tingginya konsentrasi Fe dalam tanah.
- Turunnya penyerapan karena akumulasi hydrogen sulfida
e. Pengendalian :
- Berikan pupuk kandang atau jerami (dibenamkan / dibakar)
- Gunakan pupuk yang membentuk asam, (Misal : ammonium sulfat (Za)
tetapi bukan urea.
Keterangan Gambar :
(a). Pertumbuhan tanaman tidak merata dan tanaman kerdil (latar depan)
(b). Anakan berkurang daun terkulai dan mengering
(c). (d) Munculnya bercak – bercak dan garis – garis coklat kotor
86
- bagian tulang tengah daun, terutama yang dekat pangkal daun muda
menjadi klorotik.
- Selain hal diatas, garis putih juga kadang – kadang muncul disepanjang
tulang tengah daun
c. Penyebab Kahat Zn
- Sedikitnya Zn yang tersedia didalam tanah
- Varietas tanaman yang peka terhadap kahat Zn )misalnya : IR26)
- Tinggi pH (> 7 dalam kondisi anaerob).
- Pengapuran yang berlebihan
- Penyerapan Zn yang tertekan karena meningkatnya ketersediaan Fe, Ca,
Mg, Cu, Mn setelah penggenangan)
e. Pengendalian :
- Celupkan akar atau rendam benih sebelum tanam, dalam larutan ZnO 2-
4% (misalnya : 20- 40 g ZnO/liter air)
- Drainase secara berkala lahan yang ditanami 3 kali setahun. Jangan
gunakan air ber Ph tinggi (. 8) untuk irigasi
- Bila kahat Zn terlihat dilapang, taburkan 10-25 kg ZnSO4
- Berikan pupuk organic, dan berikan 5-10 Kg Zn/Ha dalam bentuk Zn
sulfat, Zn oksida, Zn klorida sebagai profilaktik.
87
L. KERACUNAN BESI (Fe)
Keterangan Gambar :
(a). Bercak – bercak coklat kecil terbentuk pada ujung daun, lalu menyebar kea rah pangkal daun
(b). Daun berubah coklat kemerahan dan mati
(c). Gejala awal muncul pada daun tua
(a). (d) dalam keadaan keracunan Fe yang berat, seluruh permukaan daun terserang
(e) Daun berwarna perunggu (kiri) dibanding daun sehat (kanan)
b. Penyebab Keracunan Fe
- Tingginya konsentrasi Fe dalam tanah karena kondisi reduksi yang kuat
dalam tanah atau pH rendah.
- Drainase yang sangat buruk
- Pemberian bahan organic yang belum terurai dalam jumlah banyak
c. Pengendalian :
- Penggunaan varietas padi yang toleran keracunan Fe (misalnya :
Banyuasin, Lambur dan mandawak)
88
- Jangan menanam setelah penggenangan, tunggu hingga 10 hari baru tanam
agar Fe yang tinggi kadarnya selama proses penggenangan sawah menjadi
berkurang
- Gunakan airigasi berselang hindari penggenangan secara terus menerus.
- Lakukan pengeringan tanah sawah setelah panen selama masa bera
- Jangan memberikan organic secara berlebihan ke tanah yang mengandung
Fe
Keterangan Gambar :
(a). Ujung daun kecoklatan merupakan cirri khas keracunan Bo, muncul pertama sebagai klorosis
tepi ujung daun tua
(b). (c) (d) dua hingga empat minggu kemudian, bercak – bercak elips coklat terbentuk diatas
bidang – bidang klorosis itu.
b. Penyebab Keracunan Bo
- Tingginya konsentrasi Bo dalam larutan tanah karena pemakaian air tanah
kaya Bo dan suhu tinggi
89
- Tingginya Konsentrasi Bo dalam larutan tanah karena bahan induk kaya
Bo.
- Pemakaian boraks atau sampah kota secara berlebihan
c. Pengendalian :
- Penggunaan varietas padi yang toleran keracunan Bo (misalnya : IR42,
IR46, IR48 dan IR54)
- Bajak tanah ketika kering sehingga Bo terakumulasi dilapisan tanah atas.
Lalu cuci dengan air yang mengandung sedikit Bo
Keterangan Gambar :
(a). (b) (c) bercak bercak coklat kekuningan diantara tulang daun terbentuk pada helai dan
pelepah daun bagian bawah
a. Gejala keracunan unsur Mn :
Bercak coklat terbentuk pada tulang tulang dan pelepah daun bagian bawah.
Ujung daun mati 8 minggu setelah tanam. Terjadi klorosis daun yang lebih
muda dengan gejala serupa dengan klorosis unsur Fe. Tanaman kerdil dan
anakan berkurang sterilitas (kemandulan) menyebabkan berkurangnya hasil
gabah. Penyerapan Mn yang berlebihan menurunkan penyerapan S, P dan Fe
serta translokasi P ke malai..
b. Penyebab Keracunan Mn
- Konsentrasi tinggi unsur Mn dalam larutan tanah karena rendahnya pH
tanah (<5,5) dan/atau rendahnya redoks potensial.
- Status hara tanaman miskin dan tidak berimbang.
c. Pengendalian :
90
- Perlakuan benih padi : lapisi benih padi dengan oksidan )misalnya : Ca
peroksida) untuk memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan bibit
dengan meningkatkan pasokan O2
- Seimbangkan penggunaan pupuk (NPK + kapur) guna menghindarkan
stress hara sebagai sumber keracunan Mn. Berikan kapir pada tanah
masam untuk mengurangi konsentrasi Mn aktif.
- Jangan memberikan bahan organic (pupuk hijau, jerami) secara berlebihan
ketanah yang mengandung konsentrasi tinggi Mn dan bahan organic serta
pada tanah yang berdrainase buruk.
91
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hasanuddin, 2003. Masalah Lapang Hama Penyakit Hara Pada Padi. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jakarta.
Kartasapoetra, AG. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara.
Jakarta
92