SKRIPSI
Disusun oleh :
SUJIATI
07/255078/EIK/612
i
ii
KATA PENGANTAR
Tidur Pada Pasien Di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”.
Skripsi ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu tugas menyelesaikan
Skripsi ini dapat selesai karena dukungan dan bimbingan dari berbagai
1. Bapak Prof. dr. Ali Gufron Mukti, M.Sc., Ph.D, selaku Dekan Fakultas
2. Ibu Lely Lusmilasari, S.Kp., M.Kes. selaku Ketua Program Studi Ilmu
3. Ibu Sri Setiyarini, S.Kp., M.Kes. selaku Pembimbing I yang telah banyak
5. Ibu Heny Suseani Pangastuti, S.Kp., M.Kes. selaku Penguji yang telah
6. Ibu dr. Sri Endarini, MPH. selaku Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
iii
7. Ibu dr. Lucia Kris Dinarti, SpPD., SpJP(K). selaku Kepala Instalasi Rawat
10. Ibu Mujiatun, AMK selaku Kepala Ruang di Instalasi Rawat Jantung RSUP
11. Rekan-rekan asisten peneliti dan semua perawat di Instalasi Rawat Jantung
12. Semua pihak yang turut mendukung dan membantu penyusunan skripsi ini.
banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1. Insomnia …………………………………………………… 15
v
2. Hipersomnia ……………………………………………….. 15
3. Parasomnia ………………………………………………… 15
2. Nyeri ………………………………………………………. 18
3. Kebisingan ………………………………………………… 19
H. Hipotesis ………………………………………………………. 25
vi
3. Tempat-tempat yang berpotensi bisa menimbulkan
kebisingan................................................................................ 29
LAMPIRAN
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Hipersomnia
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
IRJAN ...................................................................................
x
HUBUNGAN STRESOR BISING DENGAN GANGGUAN TIDUR
PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JANTUNG
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
Objective: This study aimed to find out correlation between noise stressor and
sleep disorder of patients and identify sources of noise and potential places of
noise at Cardiac Care Installation of Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta.
Method: The study was conducted out for 2 months (September – November
2008). It was a descriptive analytical study with cross sectional approach.
Samples were taken from the population that fulfilled inclusion criteria using total
sampling technique. This study used observation sheet for sleep pattern and
hypersomnia sleep disorder and questionnaire for insomnia. Data analysis to find
out correlation between noise stressor and sleep disorder used fisher’s exact test,
and to identify source of noise and potential places for noise used frequency and
average statistical test.
Result: There was significant correlation between noise stressor and sleep
disorder with p = 0.020; r = 0.378 (CI 1.005-1.769) and OR=1.333. Sources of
noise came from nursing activities, entry of new patients, activities of lung cardiac
resuscitation, alarm of numerous instruments used (bedside monitor, syringe
pump, DC shock, mechanical ventilation). Other noisy and restless patients
contributed to the production of noise at inpatient room. Places of potential noise
in average contributed noise intensity at medium scale.
Conclusion: There was significant correlation between noise stressor and sleep
disorder of patients.
xi
HUBUNGAN STRESOR BISING DENGAN GANGGUAN TIDUR
PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JANTUNG
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
merupakan salah satu ruang rawat di Rumah Sakit Dr. Sardjito yang memberikan
sesuai dengan tingkat kekritisan penyakit jantung dan pembuluh darah. Pasien-
a) Prioritas I, yaitu Sindrom Koroner Akut, Shock Kardiogenik, Takhi Aritmia dan
Bradi Aritmia; b) Prioritas II, yaitu CHF c.f. IV dengan Edema Paru Akut, Pasien
post PTCA, Pasien Post Operasi Jantung; c) Prioritas III, yaitu Miokarditis,
dan monitoring (Depkes RI, 2006). Dengan berbagai macam diagnosa medis dan
pasien, diantaranya bed side monitor, central monitor, infuse pump, syringe pump,
defibrillator, ventilator, pesawat telepon, air phone, bel pemanggil petugas dari
tempat tidur pasien, air conditioner, dan lain-lain (Standar Peralatan IRJAN, 2007).
pasien, petugas, dan pengunjung pasien di rumah sakit. Kebisingan, yang dalam
berbagai literatur didefinisikan sebagai “suara yang tidak dikehendaki” bisa diartikan
2
berbeda antara pasien dan petugas kesehatan. Hal lain dari suara, isi pembicaraan
dan siapa yang menjadi pendengar, sangat penting dikomunikasikan antara pasien
dengan petugas dan antar petugas dalam rumah sakit. Penyampaian informasi penting
yang didiskusikan antara pasien dengan petugas kesehatan atau antar petugas
maupun pasien lain, selain itu juga hal-hal yang bersifat pribadi bisa didengar oleh
pihak lain sehingga bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien (Joseph, 2007).
Kebisingan dapat mempengaruhi kita tanpa kita sadari. Tidak seperti sistem
penglihatan kita yang dapat memilih sesuatu yang ingin kita lihat dan yang tidak
ingin kita lihat, sistem pendengaran kita tidak dapat melakukannya. Sistem
pendengaran kita tetap dalam kondisi siaga meskipun kita dalam keadaan tertidur
(Goines and Hagler, 2007). Dampak kebisingan bukan hanya gangguan pendengaran
saja, melainkan dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah. Hal ini dipicu oleh
emosi yang tidak stabil yang bisa menimbulkan stress. Jika ditambah dengan
penyempitan pembuluh darah, maka dapat memacu jantung untuk bekerja lebih keras
memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam waktu yang lama akan mengakibatkan
telepon, televisi, ventilasi, dan percakapan staf. Petugas kesehatan sering tidak sadar
tentang kerasnya percakapan mereka dan gangguan yang bisa mereka timbulkan
dalam pikiran para pasien (Hudak and Gallo,1997). Hingga saat ini masalah
kebisingan tetap saja jadi tantangan. Tempat-tempat tidur yang dikelilingi oleh
mesin-mesin dan peralatan yang bising akan menakutkan bagi pasien, keluarga, dan
3
perawat baru dalam perawatan kritis. Kebisingan menjadi bahaya lingkungan yang
luka, dan aktivasi sistem saraf simpatik. Level-level kebisingan yang moderat bisa
oleh kebisingan, dapat saja terjadi selama berhari-hari bahkan sampai berminggu-
minggu untuk para pasien yang opname lama di ICU (Hudak and Gallo, 1997).
Cooper et al., 2001; Gabor et.al., 2003; Tamburri et al., 2004; Stanchina et al.,
2005; Stokowski, 2008), penyakit akut dan kronis, sepsis, gangguan paru-paru,
penyakit jantung, stroke, epilepsi, pembedahan (Cooper et al., 2001; Walder et al.,
test) yang dilakukan, tindakan pengobatan dan perawatan (Freedman et al., 2001;
Tamburri et al., 2004; Weinhouse and Schwab, 2006), umur dan jenis kelamin
(Freedman et al., 2001). Tidur merupakan bagian penting dari kehidupan manusia,
di mana pada saat tidur banyak terjadi peristiwa penting meliputi peningkatan status
imunologi, fungsi berpikir dan pemulihan fungsi-fungsi otot (Walder, et al., 2007).
Dikatakan oleh Lower and Bonsack (2002) gangguan tidur merupakan masalah
yang sering terjadi di rumah sakit. Kurang tidur dan istirahat ini mempunyai andil
besar dalam menimbulkan ketakutan dan kegelisahan pasien (Hudak and Gallo,
emosional, restorasi otak, dan pertumbuhan. Sedangkan tidur NREM (non rapid eye
4
2002).
Gangguan tidur seperti penurunan durasi tidur dan sering terbangun merupakan
kejadian yang biasanya dialami pasien yang dirawat di lingkungan perawatan kritis
dan hal ini bisa mengakibatkan dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai
hasil yang diharapkan karena adanya penurunan fungsi kekebalan (imunitas), proses
perawatan kritis (Tamburri, et al., 2004). Pada kelompok tenaga kesehatan di ruang
perawatan kritis, 20% melaporkan adanya gangguan tidur dan pada pasien kejadian
Angka kejadian ungkapan gangguan tidur pada perawatan akut dan perawatan
ICU antara 22% sampai 61%. Pada umumnya yang terjadi adalah sering terbangun,
pemanjangan onset untuk jatuh tertidur, terbangun lebih awal dan sebagian besar
terjadi kualitas tidur yang rendah. Pasien juga melaporkan bahwa tidur mereka di
rumah sakit lebih buruk daripada waktu mereka di rumah dan gangguan tidur ini
dirasakan sangat menimbulkan stress. Pengelolaan dari masalah gangguan tidur pada
Pada bulan Maret-April 2008, ada 163 pasien yang dirawat di ICCU/IRJAN
(Buku Register pasien IRJAN, 2008). Dari wawancara dengan 35 pasien, didapatkan
adanya gangguan tidur meliputi berkurangnya jumlah jam tidur maupun kualitas
memikirkan penyakit dan biaya pengobatannya, suhu ruangan yang dingin, suasana
ruang rawat, dan kebisingan ruang rawat, yang berasal dari suara-suara peralatan,
suara pasien lain dan dari berbagai aktivitas petugas kesehatan yang ada di
sekitarnya. Dari data pengukuran kebisingan oleh petugas sanitasi RSUP DR.
Sardjito pada bulan Maret-April 2008, didapatkan tingkat kebisingan ruang IRJAN
rata-rata 56,8 dB(A) dengan tingkat kebisingan terendah 54 dB(A) dan tingkat
B. Rumusan Masalah
hubungan antara stresor bising dengan gangguan tidur pada pasien-pasien di Instalasi
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara stresor bising dengan gangguan tidur pasien
2. Tujuan khusus
Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
meningkatkan mutu pelayanan bagi pasien dengan kegawatan jantung yang dirawat
di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta di masa yang akan datang.
2. Bagi Keperawatan
3. Bagi Pendidikan
E. Keaslian Penelitian
stresor bising dengan gangguan tidur pada pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP
1. Arifin (2006) berjudul “Persepsi pasien terhadap stresor di Instalasi Rawat Intensif
(IRI) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian menunjukkan adanya lima stresor utama yang dipersepsikan oleh pasien
IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta berturut-turut dari yang tertinggi adalah merasa
nyeri, terpasang selang pada hidung dan mulut, merasa haus, tidak dapat tidur, dan
berpisah dengan suami atau isteri. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
akan dilakukan penulis adalah pada tempat penelitian, populasi dan sampel, variable
2. Akansel and Kaymakci (2008) berjudul ”Effect of intensive care unit noise on
penelitian melibatkan 35 pasien post operasi bypass graft, dan tingkat kebisingan
diukur dengan menggunakan Bruel & Kjaer 2144 Model Frequency Analyzer.
Kebisingan disebabkan oleh pasien lain, pasien baru yang datang dari UGD dan dari
kamar operasi, alarm monitor, serta percakapan antar staf. Perbedaan penelitian ini
8
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah pada lokasi penelitian,
populasi dan sampel, variabel terikatnya di mana variabel terikat pada penelitian ini
adalah semua hal yang diakibatkan oleh kebisingan sedangkan pada penelitian yang
akan dilakukan peneliti hanya gangguan tidurnya saja, dan alat ukur kebisingan yang
auditory effect) pada perawat di IRNA Medik RSU DR. Soetomo Surabaya”.
Hasil penelitian didapatkan data: a) Sumber kebisingan berasal dari peralatan teknis,
peralatan sound system, hiruk pikuk pasien dan keluarganya, aktivitas paramedis
yang berada di dalam ruangan dan dari background noise aktivitas pembangunan
dB(A), 55-64 dB(A), 55-64 dB(A), 50-60 dB(A) dan 57-65 dB(A) di mana di semua
tugas (55%), dan gangguan tidur (55%). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
yang akan dilakukan penulis adalah pada lokasi penelitian, populasi dan sampel, dan
variabel terikatnya.
4. Hedges and Redeker (2008) berjudul “Comparison of sleep and mood in patients
post operasi Coronary Artery Bypass dengan on-pump cardiac surgery dan off-pump
cardiac surgery. Sampel penelitian melibatkan 129 pasien, 48 dengan on-pump dan
pump, secara obyektif menunjukkan hasil lebih baik di mana kontinuitas tidur terjaga
(penurunan prosentase terbangun, onset dan terbangun lebih awal), tetapi tidak
perasaan ataupun kualitas tidur sebelum operasi. Perbedaan penelitian ini dengan
yang akan dilakukan peneliti adalah pada tempat, metode, populasi dan sampel, serta
variabel bebas maupun variabel terikatnya, di mana variabel bebas dalam penelitian
ini menjadi variabel terikat pada penelitian yang akan dilakukan peneliti.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fisiologis Tidur
Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar yang orang tersebut dapat dibangunkan
dengan rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya (Guyton and Hall, 1997).
Menurut Kaplan and Sadock (1997), tidur disertai dengan berbagai perubahan
fisiologis, termasuk respirasi, fungsi jantung, tonus otot, temperatur, sekresi hormon
merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik. Dengan tidur
akan diperoleh kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan kondisi tubuh baik
secara fisiologis maupun psikis sehingga tidur merupakan perlindungan bagi tubuh
tidur.
Pusat saraf tidur yang terletak di otak, akan mengatur fisiologis tidur yang
sangat penting bagi kesehatan. Pada saat tidur, aktivitas parasimpatis akan bertambah
energi dan pemulihan tenaga dalam tubuh dipercepat. Dengan demikian tidur dapat
Dikatakan oleh Kaplan and Sadock (1997), tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
Tipe Rapid Eye Movement (REM) dan Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM).
11
1. Tidur REM
Tidur REM adalah suatu jenis tidur yang berbeda secara kualitatif yang ditandai
oleh tingkat aktivitas otak dan fisiologis yang sangat aktif yang mirip dengan
keadaan terjaga. Menurut Guyton and Hall (1997), fase tidur REM berlangsung
kurang lebih 1-2 jam setelah onset tidur dengan karakteristik otak menjadi sangat
aktif dan metabolismenya meningkat sebanyak 20%. Pada fase ini terdapat gerakan
mata yang cepat, peningkatan frekuensi pernapasan, denyut nadi dan tekanan darah.
Menurut Kaplan and Sadock (1997), pola tidur berubah sepanjang kehidupan
seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total
tidur. Periode neonatal ini pola EEG berubah dari keadaan sadar masuk ke fase REM
tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga
persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan
sel-sel otak, kemudian akan masuk ke periode awal tidur yang didahului oleh fase
NREM kemudian fase REM. Pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai
berikut: NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2: 45%; stadium 3: 12%;
stadium 4:13% dan REM(25%). Distribusi ini relatif tetap sampai lanjut usia,
walaupun terjadi penurunan tidur gelombang lambat dan tidur REM pada lanjut usia.
Pola tidur normal pada lansia terdiri dari tidur selama kurang lebih 6 jam, mengalami
periode tidur REM sebanyak 20-25%, stadium 4 berkurang dan kadang-kadang tidak
ada, tidur REM pertama menjadi lebih panjang, sering terbangun di malam hari, dan
2. Tidur NREM
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Dibandingkan dengan keadaan terjaga, sebagian fungsi
fisiologis menurun pada keadaan tidur NREM. Pada orang normal, tidur NREM
adalah keadaan tenang yang relatif terhadap terjaga. Kecepatan denyut jantung
biasanya lebih lambat 5 sampai 10 kali per menit di bawah tingkat terjaga penuh dan
sangat teratur. Respirasi mengalami hal yang sama. Tekanan darah juga cenderung
rendah, dengan sedikit variasi dari menit ke menit. Potensial otot istirahat dari otot-
otot tubuh lebih rendah pada tidur REM. Gerakan tubuh yang episodik, involunter
ditemukan pada tidur NREM. Terdapat beberapa gerakan mata yang cepat,
penurunan aliran darah ke sebagian jaringan termasuk aliran darah ke otak. Tipe
Tidur stadium satu: stadium ini disebut sebagai onset tidur, dimulai dengan
stadium NREM. Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini
didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola
mata ke kanan dan ke kiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali
dibangunkan, dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur. Gambaran EEG
biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta
dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle
dan kompleks K.
Tidur stadium dua: pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus
otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG
gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K. Tonus otot rendah,
Tidur stadium tiga: fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran
EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak
gelombang sleep spindle. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.
Tidur stadium empat: merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan.
Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang
sleep spindle. Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100
Dinyatakan pula oleh Kaplan and Sadock (1997), secara normal ada dua tipe
petidur, yaitu petidur singkat (short sleeper) dan petidur lama (long sleeper). Petidur
singkat membutuhkan waktu kurang dari enam jam setiap malam untuk dapat
berfungsi secara adekuat, sedangkan petidur lama membutuhkan waktu lebih dari
berkurang. Bayi memerlukan waktu tidur selama 16 jam, 8 jam pada usia 20 tahun,
7 jam pada usia 40 tahun, 6,5 jam pada usia 60 tahun dan 6 jam pada usia 80 tahun
(Lanywati, 2008).
Kebiasaan tidur setiap orang bervariasi tergantung pada kebiasaan yang dibawa
kesehatannya. Kebutuhan tidur yang cukup selain ditentukan oleh faktor jumlah jam
tidur (kuantitas tidur), juga ditentukan oleh faktor kedalaman tidur (kualitas tidur).
Seseorang dapat tidur dengan waktu yang pendek namun dengan kedalaman yang
14
cukup, sehingga saat bangun akan terasa segar kembali dan pola tidur yang demikian
tidur meliputi empat kategori besar, yaitu: disomnia, parasomnia, gangguan tidur
berhubungan dengan penyakit medik atau gangguan psikiatrik, dan gangguan tidur
yang lain. Sistem klasifikasi ini, selalu berkembang dan diteliti terus, dan tidak
semua gangguan tidur ini terdefinisikan dengan jelas, sehingga secara umum,
Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah, kualitas, dan waktu tidur,
dengan pernapasan (sleep apnea), restless leg syndrome, dan disomnia yang tidak
fisiologis yang dikaitkan dengan tidur, stadium tidur tertentu atau perpindahan tidur-
bangun, yang terdiri dari gangguan mimpi buruk, mengigau, mengompol, bruxism
(gemeretuk gigi saat tidur), gangguan terror tidur, berjalan saat tidur
2008).
Menurut Kaplan and Sadock (1997), empat gejala utama yang menandai
1. Insomnia
terbangun dan terbangun dari tidur lebih awal di pagi hari. Keadaan ini merupakan
keluhan tidur yang paling sering dialami individu, bisa bersifat sementara atau
lemas, mudah tersinggung, dan susah berkonsentrasi (Kaplan and Sadock, 1997;
2. Hipersomnia
berlebihan di siang hari, diikuti dengan tanda dan gejala antara lain bisa jatuh tertidur
saat bekerja, saat makan, atau saat bercakap-cakap. Pada saat tersadar, orang tersebut
mengalami perlambatan dalam berbicara dan proses berpikir (Kaplan and Sadock,
3. Parasomnia
Adalah tingkah laku pada waktu tidur yang disertai bangun singkat, fenomena
yang tidak umum dan tidak diinginkan yang tampak secara tiba-tiba selama tidur atau
yang terjadi pada stadium 3 dan 4 dan berhubungan dengan mengingat hal-hal yang
Adalah ketidaksejajaran antara perilaku tidur dan bangun. Gejala yang sering
adalah individu tidak dapat tidur pada saat mereka ingin tidur, walaupun mereka
dapat tidur pada waktu yang lain. Demikian juga sebaliknya, mereka tidak dapat
16
terjaga penuh jika mereka ingin terjaga penuh, tetapi mereka mampu terjaga di waktu
Gangguan pola tidur menurut Wilkinson (2000) adalah gangguan jumlah dan
kualitas tidur (penghentian kesadaran alami, periodik) yang dibatasi waktu dalam
jumlah dan kualitas, dengan batasan karakteristik: a) subyektif: bangun lebih awal
atau lebih lambat dari yang diinginkan, ketidakpuasan tidur, keluhan verbal tentang
kesulitan tidur, dan keluhan verbal tentang perasaan tidak dapat beristirahat dengan
baik; b) obyektif: penurunan kemampuan fungsi, penurunan proporsi tidur fase REM,
penurunan proporsi tidur tahap 3 dan 4, insomnia dini hari, perpanjangan waktu
tidur, awitan tidur lebih dari 30 menit, dan bangun ≥ 3 kali di malam hari.
mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Pada segi fisik, insomnia akan
menyebabkan muka pucat, mata sembab, badan lemas, daya tahan tubuh menurun
sehingga mudah terserang penyakit dan gejala alergi akan mudah muncul. Pada segi
Gangguan tidur bisa diukur secara obyektif maupun secara subyektif. Banyak
standard) untuk mengukur gangguan tidur secara obyektif pada pasien. Akan tetapi
karena pemakaian polisomnografi memerlukan biaya yang mahal dan perlu waktu
yang lama, maka alternatif lainnya untuk pengukuran gangguan tidur dengan
17
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur, yaitu faktor
psikologis, fisiologis, lingkungan dan faktor parental. Faktor lingkungan yang bisa
perawatan, pemantauan, dan test laboratorium, restrein fisik, pasangan tidur, dan
gangguan tidur pada pasien yang dirawat di lingkungan perawatan kritis (Tamburri,
et al., 2004).
medik akut maupun kronis, nyeri, stres psikologis, dan banyaknya pengobatan dan
tindakan perawatan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit kritis, kebisingan,
dan pencahayaan yang konstan ( Cooper et al., 2001; Weinhouse and Schwab 2006;
1. Penyakit Medik
tidur daripada penyakit yang lain, seperti; Ulkus Peptikum, Infark Miokard, Epilepsi,
Salah satu penyebab terganggunya tidur pasien di unit perawatan kritis adalah
penyakit yang diderita pasien baik akut maupun kronik (Cooper, et al., 2001).
medik yang diderita pasien seperti sepsis, penyakit paru akut maupun kronis,
pengobatan (Walder, et al., 2007). Untuk dapat berfungsi secara optimal, setiap
orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup, namun dalam keadaan sakit, pola
2. Nyeri
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial. Tanpa melihat pola,
sifat, atau penyebabnya, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek
merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat
3. Kebisingan
Bising adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki atau disenangi
(Gabriel, 2001; Stokowski, 2008; Goines and Hagler, 2008). Dalam penilaian bising
ini mungkin terjadi penilaian yang subyektif maupun obyektif. Hal tersebut dapat
kebutuhan akan obat penurun nyeri, suara yang keras diantara petugas kesehatan bisa
menyebabkan rasa marah pada pasien karena egosentris normal pasien kritis
fluoresen. Ini menciptakan jenis cahaya tajam yang menimbulkan kelelahan visual
dan sakit kepala, jika tidak terlindungi. Cahaya yang amat menyilaukan bisa terjadi
kaca, besi yang berkilat-kilat, cermin dan politur yang halus atau mengkilat. Cahaya
apa pun yang menyilaukan sangat mengganggu bagi pasien. Cahaya yang terang bisa
berlangsung selama berjam-jam di berbagai ICU, bahkan ketika tidak ada perawatan
pasien langsung yang sedang dijalankan. Kurangnya kontrol atas pencahayaan buatan
merupakan sumber frustasi bagi para pasien perawatan kritis (Hudak and Gallo,
1997). Berbagai gangguan dalam pola terang dan gelap yang normal bisa
20
20 menit selama siklus tidur normal menyebabkan penurunan level melatonin. Selain
itu, pencahayaan konstan dan cahaya intensitas tinggi bisa menyebabkan gangguan
perawatan kritis karena melatonin memudahkan tidur dan mengatur level hormon
kortikosteroid dan tiroid (Hudak and Gallo, 1997). Suara gaduh, cahaya, dan
5. Stres Psikologis
psikologis bahkan bisa sampai mengganggu tidur. Pada umumnya, stres psikologis
termasuk bantuan dalam mengatasi efek perawatan di rumah sakit. Suara dan
aktivitas-aktivitas unit mengganggu pasien selama 24 jam sehari, selain itu, pasien
harus mengatasi rasa takut akan penyakitnya. Mekanisme pertahanan diri yang
normal berkurang pada semua pasien dan kemungkinan tidak ada pada pasien yang
pada pasien (Tamburri, et al., 2004). Kualitas tidur bisa juga dipengaruhi oleh obat-
obat tertentu. Obat yang menurunkan tidur REM diantaranya barbiturat, amfetamin,
caffein, dan beberapa obat asthma menyebabkan gangguan tidur secara umum
Hingga saat ini masalah kebisingan dan pencahayaan yang sangat terang tetap
saja jadi tantangan. Tempat-tempat tidur yang dikelilingi oleh mesin-mesin dan
peralatan yang bising akan menakutkan bagi pasien, keluarga, dan perawat baru
oleh kebisingan, dapat saja terjadi selama berhari-hari bahkan sampai berminggu-
minggu untuk para pasien yang opname lama di ICU (Hudak and Gallo, 1997).
telepon, televisi, ventilasi, dan percakapan staf. Petugas kesehatan sering tidak sadar
tentang kerasnya percakapan mereka dan gangguan yang bisa mereka timbulkan
dalam pikiran para pasien (Hudak and Gallo, 1997). Kebisingan diukur dengan alat
Zona A adalah zona bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan
kesehatan atau sosial dan sejenisnya dengan tingkat kebisingan maksimum yang
adalah 45 dB(A). Zona B adalah zona bagi tempat perumahan, tempat pendidikan,
rekreasi dan sejenisnya dengan tingkat kebisingan maksimum yang dianjurkan adalah
Zona C adalah zona bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar dan sejenisnya,
dengan tingkat kebisingan maksimum yang dianjurkan adalah 50 dB(A) dan tingkat
bagi industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis dan sejenisnya dengan tingkat
Timbulnya bising yang disebabkan intensitas yang tinggi, sumber bunyi yang
negatif terutama pada proses pendengaran (misalnya timbul tuli sementara atau
merekomendasikan, kebisingan unit kurang dari 45 desibel pada siang hari dan
menyediakan peralatan yang menurunkan volume bunyi total unit tersebut (Hudak
and Gallo, 1997). Percakapan rutin biasanya berkisar 60 dB, pasien sering
mengeluhkan kebisingan perawatan kritis berasal dari percakapan rutin petugas dan
bukan dari mesin (Lower, et al., 2002). Adapun tingkat intensitas kebisingan dapat
F. Kerangka Konsep
Sistem
Pasien Kritis Jantung Pulmonari dan Gangguan Tidur
Kardiovaskuler
Pencahayaan
Penurunan Melatonin
Aktivasi Sistem
Monitoring Kebisingan Saraf Simpatis
1. Aktivitas Perawatan
2. Alarm Peralatan
3. Bunyi telpon, bel pasien
4. Percakapan staf
5. Pasien lain yang gaduh gelisah
G. Kerangka Penelitian
Gangguan Tidur
Ya Tidak
H. Hipotesis
Terdapat hubungan antara stresor bising dengan gangguan tidur pada pasien di
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
yang dirawat di Instalasi Rawat Jantung (IRJAN) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua pasien baru (belum pernah
2. Kriteria eksklusi
a. Pasien yang keluar dari IRJAN sebelum 3 hari perawatan (pindah ruangan,
pulang, meninggal).
b. Pasien yang mengalami nyeri skala 5-10 (dari skala nyeri 1-10).
(kontinyu).
akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap gangguan tidur dan stresor yang
mempengaruhinya.
D. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu stresor bising dan
variabel terikatnya adalah gangguan tidur pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP
E. Definisi Operasional
1. Stresor Bising
perawatan, yaitu bunyi berbagai macam peralatan medis yang ada di sekitar
responden, antara lain: (bed side monitor, syringe pump, ventilator, defibrillator),
Tingkat kebisingan ruang rawat diukur dengan alat Tone Level Meter.
Dikategorikan bising sedang jika rata-rata tingkat kebisingan yang terukur 41-
28
60,9 dB(A) dan dikategorikan bising kuat jika rata-rata tingkat kebisingan yang
2. Gangguan tidur
Gangguan tidur adalah jika terdapat salah satu atau lebih dari gangguan tidur
a. Insomnia adalah suatu kumpulan gejala, yaitu pengalaman dari kualitas tidur yang
buruk atau kurang memadai yang ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:
kesulitan untuk memulai dan atau mempertahankan tidur, bangun terlalu dini di pagi
hari dan bangun tidur tidak merasa segar. Insomnia diukur dengan skor yang didapat
dari responden dengan menggunakan Insomnia Rating Scale yang disusun oleh
insomnia jika skor yang didapat ≥ 10 dan dikategorikan tidak insomnia jika skor
yang diperoleh < 10. Data yang diperoleh berupa data nominal.
b. Hipersomnia adalah jumlah tidur yang berlebihan dan mengantuk yang berlebihan
di siang hari, diikuti dengan tanda dan gejala antara lain bisa jatuh tertidur saat
bekerja, saat makan, atau saat bercakap-cakap. Pada saat tersadar, orang tersebut
dikategorikan hipersomnia jika mengantuk atau tertidur ≥ 6 jam di siang hari, diikuti
dengan tanda dan gejala seperti tersebut di atas dan dikategorikan tidak hipersomnia
jika tidur < 6 jam di siang hari, tidak diikuti dengan tanda dan gejala seperti tersebut
yang diharapkan. Gejala yang sering adalah responden tidak dapat tertidur saat
mereka ingin tidur, walaupun mereka dapat tidur pada waktu lain. Demikian pula
sebaliknya, mereka tidak dapat terjaga penuh jika mereka ingin terjaga penuh, tetapi
mereka mampu untuk terjaga pada waktu yang lain. Hasil observasi pola tidur-
bangun responden dikategorikan: tidak ada gangguan jadwal tidur bangun jika jadwal
tidur-bangun di rumah sakit tidak berubah dengan sebelumnya, ada gangguan jadwal
Adalah ruang perawatan pasien, ruang jaga perawat (nurse station), meja
konsultasi, ruang istirahat perawat, kamar mandi umum, ruang tindakan, dan pintu
4. Sumber-sumber kebisingan
Adalah bunyi pintu terbuka dan atau tertutup, dering telepon, bunyi air phone,
bunyi bell pasien, alarm monitor, alarm ventilator, defibrilator, alarm syringe pump,
percakapan petugas, pasien yang gaduh gelisah, aktivitas rutin perawatan dan
F. Instrumen Penelitian
untuk mengukur variabel gangguan tidur insomnia, lembar observasi untuk menilai
ruang rawat pasien dan beberapa tempat yang berpotensi menimbulkan kebisingan.
Rating Scale yang disusun oleh Kelompok Studi Psikiatrik Biologik Jakarta
(KSPBJ). Skala pengukuran insomnia ini tersusun atas delapan item pertanyaan yang
terdiri dari: lamanya tidur, mimpi-mimpi, kualitas tidur, masuk tidur, terbangun di
malam hari, waktu untuk tidur kembali setelah terbangun di malam hari, bangun dini
hari dan perasaan segar di pagi hari. Jumlah skor maksimum untuk Rating Scale ini
adalah 25. Seseorang dikatakan insomnia apabila skornya lebih dari atau sama
dengan 10. Instrumen ini telah diuji reliabilitasnya dengan hasil yang tinggi, baik
antar psikiater dengan psikiater (r = 0,95) maupun antar psikiater dengan dokter non-
psikiater (r = 0,94). Uji sensitifitas alat ini cukup tinggi yaitu 97,4% pada cut of point
dan ada/tidaknya tanda-tanda hipersomnia yaitu antara lain bisa jatuh tertidur saat
beraktivitas, saat makan, atau saat bercakap-cakap dan pada saat tersadar, orang
lembar observasi dari L. National Sleep Foundation, Sleep in America Poll Main
31
rumah berbeda dengan pola tidur bangun selama dirawat di rumah sakit.
Lembar observasi untuk stressor bising disusun secara kontinyu dalam 24 jam
perawatan. Tingkat bising diukur setiap 1 jam dengan alat ukur Tone Level Meter.
Peneliti dibantu oleh 4 orang asisten peneliti sebagai observer dengan kriteria
1. Tahap pertama adalah peneliti dan observer mendiskusikan lembar observasi yang
peneliti dan keempat observer agar diperoleh hasil pengamatan yang sama. Uji
G. Jalannya penelitian
masuk rawat inap di Instalasi Rawat Jantung yang memenuhi kriteria inklusi
32
penelitian, yaitu responden merupakan pasien baru (belum pernah dirawat inap di
IRJAN sebelumnya) yang dapat diperoleh dari wawancara dengan responden atau
baik).
diukur di dekat telinga responden yang terpilih selama 3 X 24 jam (pada hari pertama
sampai hari ketiga rawat inap responden), menggunakan alat ukur Tone Level Meter.
Hasil pengukuran dituliskan dalam lembar observasi tingkat kebisingan yang telah
disediakan dengan satuan dB(A). Pada hari rawat inap keempat, diberikan kuisioner
yang telah disusun untuk mengetahui ada tidaknya gangguan tidur pada hari pertama,
kedua, dan ketiga rawat inap. Untuk membantu responden dalam menjawab
kebisingan, yaitu di ruang perawatan pasien, ruang jaga perawat (nurse station), meja
konsultasi, ruang istirahat perawat, kamar mandi umum, ruang tindakan, dan di pintu
masuk-keluar ruang IRJAN, diukur tiap jam selama 24 jam selama 5 X 24 jam.
Analisis data untuk menilai hubungan antara stressor bising ruang rawat
dengan ada atau tidaknya gangguan tidur pada responden dengan cara:
1. Analisis hubungan antara stressor bising dengan gangguan tidur adalah analisa
hubungan korelasional dengan data berbentuk nominal, maka diuji dengan uji
menimbulkan kebisingan di IRJAN diuji dengan uji statistik frekuensi dan rata-rata.
Kelemahan dari penelitian ini adalah penilaian kualitas tidur pasien hanya
berdasarkan observasi secara visual dan dengan data subyektif dari pasien dengan
mengisi kuesioner tentang insomnia. Pengukuran kualitas tidur secara obyektif bisa
kebisingan yaitu berhubung alat kebisingan berasal dari peminjaman pada rumah
sakit tempat penelitian (dan hanya ada satu saja), pada saat pengambilan data
dilakukan, harus berhenti beberapa hari dikarenakan alat pengukur kebisingan yang
dipakai akan digunakan oleh pihak sanitasi rumah sakit untuk mengerjakan tugas
rutin mereka yaitu mengukur kebisingan di semua ruangan rumah sakit yang
bersangkutan.
34
BAB IV
cross sectional study, dan dilaksanakan di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Populasi berjumlah 167 orang pasien, 104 pasien termasuk dalam
kriteria ekslusi dan 23 pasien tidak diambil datanya karena alat ukur kebisingan
sedang dipakai pihak rumah sakit untuk mengukur tingkat kebisingan di ruangan lain
sehingga sampel dalam penelitian ini hanya berjumlah 40 orang pasien yang
Frekuensi Persentase
No. Karakteristik Responden
(f) (%)
1. Umur
a. 31-40 tahun 4 10,0
b. 41-50 tahun 6 15,0
c. 51-60 tahun 16 40,0
d. 61-70 tahun 10 25,0
e. >70 tahun 4 10,0
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 23 57,5
b. Perempuan 17 42,5
3. Status Perkawinan
a. Tidak Menikah 3 7,5
b. Menikah 37 92,5
4. Pendidikan
a. SD 10 25,0
b. SLTP 8 20,0
c. SLTA 14 35,0
d. Perguruan Tinggi 8 20,0
5. Pekerjaan
a. Ibu RT/Tidak Bekerja 13 37,5
b. Pensiunan 8 20,0
c. Buruh 6 15,0
d. Swasta/Wiraswasta 6 15,0
e. PNS/Guru/Dosen 5 12,5
SLTA (35,0%); dilihat status pekerjaannya mayoritas ibu rumah tangga atau tidak
pasien yang masuk ke ruang rawat jantung mempunyai faktor resiko usia di atas
Rata-rata
Tingkat Kebisingan Kategori
dB(A)
1. Hari I 60,96 Sedang
2. Hari II 60,95 Sedang
3. Hari III 60,96 Sedang
Sumber : Analisis data primer
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan rata-rata responden
pada hari pertama, kedua dan ketiga, berada dalam kategori tingkat kebisingan
60,96 dB(A). Kebisingan disebabkan oleh pasien lain, aktivitas perawatan saat
menerima pasien baru yang datang dari UGD dan dari ruangan lain, resusitasi pasien
yang kritis, alarm monitor, serta percakapan antar staf (saat visite dokter dan
Dalam penilaian bising ini mungkin terjadi penilaian yang subyektif maupun
Frekuensi Prosentase
Variabel
(f) (%)
1. Kebisingan:
Kuat 24 60,0
Sedang 16 40,0
2. Gangguan Tidur:
Ya:
Pola Tidur 12 30,0
Hipersomnia 0 0,0
Insomnia 0 0,0
Pola tidur dan Hipersomnia 0 0,0
Pola tidur dan Insomnia 22 55,0
Pola tidur, Hipersomnia dan Insomnia 2 5,0
Hipersomnia dan Insomnia 0 0,0
Tidak 4 10,0
Sumber: Analisis Data Primer
Dari tabel tersebut di atas diketahui bahwa pada variabel stressor bising, dari
pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta mengalami tingkat
besar melebihi standar yang direkomendasikan untuk rumah sakit dan pada
umumnya berkisar antara 60-70 dB(A). Pengukuran di beberapa tempat yang berbeda
Variabel ganggunan tidur diukur dari terdapatnya satu atau lebih dari gangguan
pola tidur, hipersomnia, dan insomnia. Responden yang mengalami gangguan pola
37
tidur saja ada 12 (30%), yang mengalami gangguan pola tidur dan insomnia ada 22
(55%), dan yang mengalami ketiga gejala (gangguan pola tidur, hipersomnia dan
insomnia) ada 2 (5%). Sedangkan responden yang tidak mengalami gangguan tidur
C. Analisis Bivariat
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: “terdapat hubungan antara
stresor bising dengan gangguan tidur pada pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP
Bising adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki atau disenangi (Gabriel,
2001; Stokowski, 2008; Goines and Hagler, 2008). Dalam penilaian bising ini
mungkin terjadi penilaian yang subyektif maupun obyektif. Hal tersebut dapat terjadi
mengalami gangguan tidur dan hanya 4 (10,0%) yang tidak mengalami gangguan
tidur. Berdasarkan tabel tersebut di atas, dengan menggunakan rumus Fisher’s Exact
p < 0,05; disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara stresor bising dengan
gangguan tidur pada pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito
bahwa keeratan hubungannya rendah. Confidence Interval sebesar 1.005 -1.769 dapat
bahwa kemaknaan penelitian ini tidak hanya bermakna secara statistik tetapi juga
secara klinis terhadap gangguan tidur. Odds Ratio sebesar 1.333 menunjukkan bahwa
gangguan tidur 1.333 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang mengalami
Timbulnya bising yang disebabkan intensitas yang tinggi, sumber bunyi yang
negatif terutama pada proses pendengaran (misalnya timbul tuli sementara atau
pada seorang pasien. Konsekuensi dari lingkungan yang bising diantaranya adalah
Kondisi terbangunkan yang sering, yang disebabkan oleh kebisingan, dapat saja
terjadi selama berhari-hari bahkan sampai berminggu-minggu untuk para pasien yang
medik akut maupun kronis, nyeri, stres psikologis, dan banyaknya pengobatan dan
tindakan perawatan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit kritis, kebisingan,
dan pencahayaan yang konstan ( Cooper et al., 2001; Weinhouse and Schwab 2006;
Walder et al., 2007). Dinyatakan oleh Hudak dan Gallo (1997) tempat-tempat tidur
yang dikelilingi oleh mesin-mesin dan peralatan yang bising akan menakutkan bagi
gangguan pola tidur, yaitu faktor psikologis, fisiologis, lingkungan dan faktor
parental. Faktor lingkungan yang bisa mempengaruhi tidur adalah suhu, kelembaban
laboratorium, restrein fisik, pasangan tidur, dan perlengkapan tidur yang asing
(Wilkinson, 2000).
pasien menyebabkan gangguan tidur. Pada penelitian lain juga didapatkan bahwa
yang mendasari juga berdampak buruk pada kualitas tidur (Freedman, et al., 1999).
Menurut Reishtein (2005) keteraturan tidur adalah suatu manifestasi dari irama
sirkardian, pada siklus 24 jam dari jam tubuh. Jam ini tersinkron secara harian oleh
paparan cahaya dan kejadian-kejadian yang teratur. Jam sirkardian ini bisa terganggu
oleh karena sakit, jet lag, kerja shiff atau tidur yang terus-menerus terpapar cahaya.
disekresikan sesuai dengan irama harian, gangguan irama sirkardian dan gangguan
didapatkan bahwa walaupun secara subyektif pasien ICU mengalami kualitas tidur
yang lebih buruk daripada saat di rumah, intervensi petugas dan pemeriksaan
lingkungan perawatan.
Tidur pasien ICU pada umumnya ditandai dengan tidur tingkat 1 dan tingkat 2,
berkurang atau tidak adanya tingkat 3 dan 4, memendeknya periode tidur REM
(Rapid Eye Movement), sering terbangun dan adanya fragmentasi tidur (Freedman, et
all.,1999). Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa 40-50% total waktu tidur di
ICU terjadi pada siang hari, dan membutuhkan beberapa hari untuk menormalkannya
mengalami hipersomnia ini, bersamaan juga mengalami gangguan pola tidur dan
(somnolent) yang berlebihan di siang hari, diikuti dengan tanda dan gejala antara lain
bisa jatuh tertidur saat bekerja, saat makan, atau saat bercakap-cakap. Pada saat
adanya gangguan tidur lain (misal sleep apnea), ketergantungan obat atau alkohol,
cedera kepala atau cedera sistem saraf pusat, efek dari obat-obatan tertentu, depresi
dan obesitas.
Responden yang mengalami insomnia ini, bersamaan juga mengalami gangguan pola
tidur. Menurut Taylor et all. (2008) insomnia sering terjadi pada usia di atas 60
tahun, wanita (terutama yang telah menopause), dan orang dengan riwayat depresi.
Gangguan tidur insomnia ini dapat juga terjadi saat periode stress, dalam situasi
lingkungan yang berbeda dengan biasanya, sesudah perjalanan yang melintasi batas
zona waktu (jet lag), dan bisa juga diakibatkan efek obat-obatan tertentu.
sensori asing yang tidak ditemui di lingkungan rumah. Situasi ini, suatu kombinasi
dari penurunan sensori dan kelebihan sensori disebut fenomena rumah sakit. Bunyi
normal di rumah termasuk suara-suara orang yang dicintai, teman, radio dengan
gelombang yang disukai, bunyi telepon, suara anak-anak bermain, dan lain-lain
termasuk bantuan dalam mengatasi efek perawatan di rumah sakit. Suara dan
aktivitas-aktivitas unit mengganggu pasien selama 24 jam sehari, selain itu, pasien
mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Pada segi fisik, insomnia akan
menyebabkan muka pucat, mata sembab, badan lemas, daya tahan tubuh menurun
sehingga mudah terserang penyakit dan gejala alergi akan mudah muncul. Pada segi
Hasil analisis tingkat kebisingan di IRJAN dapat dilihat pada tabel berikut:
tempat di IRJAN yang diukur dalam waktu 5 X 24 jam, yang dilakukan pada hari
yang tidak berturutan, rata-rata tingkat kebisingan di ruang jaga perawat berada
dalam skala intensitas kuat; di ruang istirahat perawat dalam skala sedang; di meja
konsultasi dalam skala kuat; di ruang tindakan dalam skala sedang; di kamar mandi
umum dalam skala sedang; sedangkan di pintu masuk-keluar dalam skala kuat.
besar melebihi standar yang direkomendasikan untuk rumah sakit dan pada
umumnya berkisar antara 60-70 dBA. Pengukuran di beberapa tempat yang berbeda
Percakapan staf ini terjadi saat visite dokter dan perawat, biasanya disertai oleh
praktikan yang ada di IRJAN, antara lain mahasiwa dari Pendidikan Dokter (dokter
residen dan co ass), mahasiswa dari Pendidikan Keperawatan (Diploma III dan SI).
Saat visite ini dokter dan atau perawat, setelah memberikan penjelasan terhadap
pasien tentang kondisi kesehatan dan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan,
kecil) di dekat pasien. Hal lain yang bisa menjadi sumber kebisingan adalah aktivitas
perawatan dan pengobatan dan monitoring yang dilakukan pada pasien, aktivitas
penerimaan pasien baru, aktivitas saat ada tindakan resusitasi jantung paru, dan juga
jaga di beberapa tempat di IRJAN yang diukur dalam waktu 5 X 24 jam, yang
dilakukan pada hari yang tidak berturutan, rata-rata tingkat kebisingan di ruang jaga
perawat dalam 5 hari pengukuran, baik pada shift jaga Pagi, Sore maupun Malam
berada dalam skala intensitas kuat. Kebisingan di ruang jaga perawat berasal dari
suara monitor sentral, 2 buah pesawat telepon yang sering berbunyi, suara
percakapan petugas, suara bel pemanggil dari pasien dan kadang-kadang suara
vacuum cleaner saat membersihkan karpet di ruang jaga perawat. Sesuai dengan
perawatan, berbagai alarm dan telepon, televisi, ventilasi, dan percakapan staf.
45
berada dalam skala intensitas kuat baik pada saat shift jaga Pagi, Sore maupun
Malam. Hal ini dikarenakan aktivitas perawatan pada pasien di IRJAN relatif hampir
sama di semua shift jaga. Adanya aktivitas perawatan, penerimaan pasien baru,
aktivitas resusitasi jantung paru pada pasien kritis, bed side monitor di setiap pasien,
syringe pump dan kadang-kadang ada pasien yang terpasang ventilasi mekanik, atau
sering juga ada pasien yang gaduh gelisah ikut memberikan andil dalam
tertinggi berada pada shift jaga Pagi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
kebisingan yang signifikan antara shift Pagi dengan shift Sore dan Malam, di mana
shift Pagi tingkat kebisingan lebih tinggi daripada shift Sore dan Malam dan tidak
ada perbedaan yang signifikan antara shift Sore dengan shift Malam.
berada dalam skala intensitas sedang, baik pada shift jaga Pagi, Sore maupun Malam.
Hal ini dikarenakan perawat selalu saling bergantian untuk beristirahat sejenak di
ruang istirahat. Saat ada yang beristirahat, sebagian yang lain berjaga di ruang jaga
perawat dan di ruang perawatan pasien. Dengan demikian tingkat kebisingan yang
ditimbulkan di ruang istirahat perawat masih dalam skala sedang. Ruang istirahat
perawat ini juga digunakan sebagai ruang istirahat dokter jaga. Di samping itu juga
sebagai ruang komputer, perpustakaan perawat, serta sebagai ruang makan dan
shift jaga Pagi, Sore maupun Malam, rata-rata dalam intensitas kuat. Keadaan ini
terjadi baik pada saat ada keluarga pasien berkonsultasi maupun tidak dikarenakan
penempatan meja konsultasi sangat strategis untuk memantau pasien sehingga saat
tidak ada keluarga yang konsultasi, dipakai oleh petugas/perawat untuk duduk
menulis catatan asuhan keperawatan sambil memantau pasien. Pada shift Malam,
biasanya keluarga pasien jarang ada yang berkonsultasi, kecuali saat ada pasien yang
baru masuk, perawat yang bertugas hanya berjumlah 4 orang, dokter jaga 1-2 orang,
biasanya akan duduk berpencar di semua penjuru ruangan dalam memantau pasien
(ruang jaga perawat, ruang rawat pasien dan di meja konsultasi) sehingga tingkat
Tingkat kebisingan rata-rata di ruang tindakan untuk shift jaga Pagi, Sore,
maupun Malam, berada dalam intensitas sedang. Hal ini dikarenakan ruang tindakan
RSUP DR. Sardjito. Selama pengambilan data penelitian, hanya ada 1 kali
pemasangan vena dalam pada tanggal 1 Oktober 2008 jam 08.00-09.00 WIB dan
4 kali tindakan pemasangan pacu jantung sementara (TPM) yaitu pada tanggal
1 Oktober 2008 jam 10.00-11.30 WIB, tanggal 20 Oktober 2008 jam 13.00-14.30
WIB, tanggal 24 Oktober 2008 jam 19.00-21.00 WIB dan tanggal 27 Oktober 2008
untuk shift jaga Pagi berada dalam intensitas kuat, untuk shift jaga Sore rata-rata
dalam intensitas sedang, untuk shift jaga Malam didapatkan rata-rata dalam intensitas
sedang. Hal ini dikarenakan di saat shift jaga Pagi banyak kegiatan bersih-bersih
yang dilakukan, seperti menguras bak mandi, membersihkan lantai, mencuci waskom
mandi, urinal, pispot, instrumen ganti balut, dan lain-lain. Sedangkan untuk jaga Sore
dan Malam, kegiatan bersih-bersih hanya bersifat insidental saja dan khusus untuk
jaga malam, intensitas kebisingan yang kuat rata-rata pada jam 05.00 – 06.00 WIB
Di pintu masuk-keluar selama 5 hari pengukuran, di semua shift Pagi, Sore dan
Malam, rata-rata semua berada dalam skala intensitas kuat. Akan tetapi angka
kebisingan tertinggi berada pada saat shift jaga Pagi. Hal ini dikarenakan pada shift
jaga Pagi, banyak petugas yang keluar masuk dalam rangka menjalankan tugasnya
BAB V
A. Kesimpulan
antara stresor bising dengan gangguan tidur pada pasien di Instalasi Rawat Jantung
B. Saran
dalam kriteria tidak bising tetapi masih bisa menunjukkan adanya suatu kejadian
2. Bagi Keperawatan
tidur pasien tidak terganggu baik pada shift jaga Pagi, Sore maupun Malam.
49
d. Turunkan tingkat kebisingan ruang rawat pasien terutama saat malam hari.
Alternatif yang bisa diambil adalah dengan mengatur setting alarm peralatan
yang terpasang pada pasien bunyi monitor pada posisi off pada kondisi
e. Jaga tingkat kebisingan serendah mungkin pada siang hari, diskusi tentang
tersendiri (tidak di dekat pasien), bed side teaching dan ronde keperawatan
tidak akan ada kunjungan keluarga di luar jam berkunjung yang telah
ditentukan.
terhadap semua gangguan yang bisa timbul baik pada pasien maupun petugas.
50
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, edisi revisi VI.
PT Rineka Cipta Jakarta.
Akansel, N. and Kaymakci S. 2008. Effect of intensive care unit noise on patients: a
study on coronary artery bypass graft surgery patients, Journal of Crinical
Nursing, Vol.17 Issue 12 Page 1581 -1590, June 2008, diakses tgl 20-6-2008.
Amir, N. 2007. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan Penatalaksanaan,
Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007. Bagian Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta.
Arifin, S. 2006. Persepsi Pasien terhadap Stresor di Instalasi Rawat Intensif RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta, Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedoteran UGM Yogyakarta.
Cooper AB; Gabor JY; Hanly PJ, 2001, Sleep in the critically ill patient, Semin Respr
Crit Care Med. 2001;22(2):153-64.
Dep Kes RI. 1994. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Dit. Jen. PPM &
PLP dan Dit. Jen. Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.
Dep Kes RI. 1995. Petunjuk Pelaksanan Pengawasan kebisingan, Dit. Jen. PPM &
PLP Departemen Kesehatan RI.
Dep Kes RI. 2006. Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Direktorat Keperawatan
dan Keteknisan Medik, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan RI.
Freedman, NS, Gazendam J, Levan L, Pack AI, Schwab RJ. 2001. Abnormal
sleep/wake cycles and the effect of environmenttal noise on sleep disruption in
the intensive care unit, Am J Respir Crit Care Med. 2001 Feb;163(2):45-7.
Freedman NS, Kotzer N, Schwab RJ. 1999. Patient perception of sleep quality and
etiology of sleep disruption in the intensive care unit, Am J Respir Crit Care
Med. 1999 Apr; 159 (4 Pt 1): 1155-62.
Gabor JY, Cooper AB, Crombach SA, Lee B, Kadikar N, Bettger HE, et al. 2003.
Contribution of the intensive care unit environment to sleep disruption in
menhanically ventilated patients and healthy subjects, Am J Respir Crit Care
Med. 2003 Mar 1;167(5):708-15. www.atsjournals.org.
Guyton, A. and Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, alih
bahasa, Irawati...[et al.], Penerbit Buku Kedokteran, EGC Jakarta.
Hedges, C. and Redeker N. 2008. Comparison of Sleep and Mood in Patients after
On-Pump and Off-Pump Coronary Artery Bypass Surgery, American Journal of
Critical Care, March 2008, Vol. 17, No. 2, www.ajcconline.org.
Hudak, C.M., and Gallo, B.M. 1997. Keperawatan Kritis: Penedekatan Holistik.
Alih bahasa Allenidekania, Susanto, B., Asih, Y. Editor Ester, M. EGC Jakarta.
Iskandar, Y. & Setyonegoro, R.K. 1985. Psikiatri Biologik Vol. III: Diagnosa dan
Terapi Insomnia. Yayasan Dharma Graha Jakarta.
Kaplan, H.I. and Sadock, B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi ke-7 Jilid 2, Alih bahasa
Dr. Wijaya Kusuma Binarupa Aksara Jakarta.
Marchira, C.R., 2004. Hubungan Dukungan Sosial dengan Insomnia pada Lansia di
Poli Geriatri RS DR. Sardjito Yogyakarta, Tesis, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta.
Novaes MA, Aronovich A, Ferraz MB, Knobel E. 1997. Stressors in ICU: patients’
evaluation, Intensive Care Med. 997 Dec ;23(12) :1282-5.
52
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2007. Prosedur Tetap Penerimaan Pasien di ICCU:
tidak diterbitkan.
Schneider, D.L., 2002, Insomnia: Safe and Effective Therapy for Sleep Problem in
The Older Patient. Geriatrics, May, 57:24-35.
Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G., 2000. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing, 9th edition, Lippincott Raven Publishers, Philadelphia.
Stanchina, ML, Abu-Hijleh M, Chaudhry BK, Carlisle CC, Millman RP. 2005. The
Influence of white noise on sleep in subjects exposed to ICU noise, E:\data
update\ [Sleep Med_2005] Sep;6(5):423-8. Epub 2005 Mar 31.
Tamburri, L.M., Rosean D., Zozula, R., Redeker N.S. 2004. Nocturnal Care
Interactions With Patients in Critical Care Units, American Journal of Critical
Care, 04/12/2004.
Taylor, C.R., Lillis, C., LeMone, P., Lynn, P. 2008. Fundamental of Nursing The Art
and Science of Nursing Care, Sixth Edition, Wolters Kluwer, Lippincott
Williams & Wilkins.
Thelan, L.A., Davie, J.K., Urden, L.D., Lough, M.E. 1994. Critical Care Nursing:
Diagnosis and Management, 2nd edition, Mosby, St. Louis.
Weinhouse, G.L. and Schwab, R.J. 2006. Sleep in critically ill patient, Sleep.2006
May 1;29(5):707-16. PMID: 16774162 [PubMed – indexed for MEDLINE].
Watson, P.L. 2007. Measuring sleep in critically ill patients: beware the pitfalls, Crit
Care. 2007;11(4):226. PMID: 17850679 [Pubmed – indexed for MEDLINE].
Wilkinson, J.M. 2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Alih bahasa, Widyawati, Alim, S., Dwihapsari, E.,
Nurjannah, I., Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada
Yth........................
Di tempat
Dengan hormat,
Saya, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Program B Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta akan melakukan penelitian yang
berjudul ”Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Tidur pada Pasien di
Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara stresor bising dengan
gangguan tidur pada pasien selama dirawat di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
untuk membantu pelaksanaan penelitian ini dengan bersedia menjadi responden.
Data yang diperoleh dari Saudara akan dijamin kerahasiaannya dan hanya akan
digunakan untuk keperluan penelitian ini. Data tersebut akan bermanfaat sebagai
bahan masukan bagi upaya peningkatan pelayanan pasien di Instalasi Rawat Jantung
di masa mendatang.
Atas perhatian dan kesediaan menjadi responden penelitian ini, saya
mengucapkan terimakasih.
Hormat Saya,
SUJIATI
Lampiran 2
Yogyakarta, ...................................
Responden,
Kepada
Yth. ...................
Di tempat
Dengan Hormat,
dengan judul ”Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Tidur pada Pasien di
Sehubungan dengan hal tersebut dengan ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu
penelitian.
Yogyakarta,
Hormat saya,
SUJIATI
Lampiran 4
Dengan ini bersedia menjadi asisten peneliti dalam penelitian sdr. Sujiati,
dengan Gangguan Tidur pada Pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta”.
Yogyakarta,
Asisten Peneliti,
Petunjuk Pengisian: Isilah data pasien dan berikan tanda X sesuai dengan data
yang ada pada pasien.
4. No. CM :
7. Pendidikan Terakhir :
a) Tidak Sekolah b) SD c) SMP d) SMU e) Perguruan Tinggi
8. Status Perkawinan: a) Belum Menikah b) Menikah c) Janda/duda
Kebiasaan tidur-
bangun di rumah
Dirawat hari I
Dirawat hari II
Dirawat hari III
Dirawat hari IV
Ket :
X = Tidur
√ = Bangun
LEMBAR OBSERVASI TINGKAT KEBISINGAN
Inisial :
No. MR :
Kode Responden :
No. TT :
Uraian Jam
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 6
Dirawat hari I
Dirawat hari II
Dirawat hari III
Dirawat hari IV
Ket :
Satuan kebisingan : dB(A)
Lampiran 7
LEMBAR OBSERVASI POLA/WAKTU TIDUR SIANG HARI
DAN TANDA-TANDA HIPERSOMNIA
Inisial :
No MR :
Kode Responden :
No. TT :
Petunjuk Pengisian : berikan tanda √ sesuai dengan kondisi responden
HARI
NO KARAKTERISTIK 1 2 3 4
YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK
1 Mengantuk / tidur berlebihan di siang hari
2 Jumlah jam tidur < 6 jam
3 Jumlah jam tidur ≥ 6jam
4 Tiba-tiba jatuh tertidur saat bercakap-cakap
5 Tiba-tiba jatuh tertidur saat makan
6 Tiba-tiba jatuh tertidur saat beraktifitas
7 Saat terbangun terjadi disorientasi
8 Saat terbangun mudah tersinggung
9 Saat terbangun menjadi lemas/kehilangan kekuatan
10 Saat terbangun terjadi perlambatan dalam bicara
11 Saat terbangun terjadi perlambatan proses berpikir
Lampiran 8 Kode Responden:
Kuesioner Insomnia
LEMBAR
SKALA PENGUKURAN TINGKAT NYERI
Dengan hormat,
Pengisian skala dibawah ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah bapak atau ibu
mengalami nyeri.
Mohon kesediaan bapak / ibu untuk memberi tanda lingkaran pada nomor dibawah
ini yang menurut Bp/Ibu sesuai dengan kondisi nyeri:
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Cara pengisian:
Nilai 10 merupakan nilai terbesar yang berarti Bpk/Ibu mengalami nyeri yang
sangat hebat sehingga tidak mampu melakukan kegiatan apapun
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
For cohort
1.333 1.005 1.769
gannguan tidur = ya
N of Valid Cases 40
Bar Chart
25 gannguan tidur
tidak
ya
20
15
Count
10
0
Kuat Sedang
Tingkat kebisingan