Anda di halaman 1dari 79

HUBUNGAN STRESOR BISING DENGAN GANGGUAN TIDUR

PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JANTUNG


RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan


memperoleh derajat Sarjana Keperawatan
Universitas Gadjah Mada

Disusun oleh :

SUJIATI
07/255078/EIK/612

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2008

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadhirat Alloh SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan Skripsi yang berjudul “Hubungan Stresor Bising Dengan Gangguan

Tidur Pada Pasien Di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”.

Skripsi ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu tugas menyelesaikan

Pendidikan Sarjana Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Skripsi ini dapat selesai karena dukungan dan bimbingan dari berbagai

pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. dr. Ali Gufron Mukti, M.Sc., Ph.D, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

2. Ibu Lely Lusmilasari, S.Kp., M.Kes. selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

3. Ibu Sri Setiyarini, S.Kp., M.Kes. selaku Pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan.

4. Bapak Syahirul Alim, S.Kp. selaku Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan.

5. Ibu Heny Suseani Pangastuti, S.Kp., M.Kes. selaku Penguji yang telah

memberikan banyak masukan dan saran.

6. Ibu dr. Sri Endarini, MPH. selaku Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta.

iii
7. Ibu dr. Lucia Kris Dinarti, SpPD., SpJP(K). selaku Kepala Instalasi Rawat

Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

8. Bapak Budi Setiawan, SKM. selaku Kepala Instalasi Sanitasi Lingkungan

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

9. Bapak Subroto, S.Kep.,Ns. selaku Penanggung Jawab Pelayanan di Instalasi

Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

10. Ibu Mujiatun, AMK selaku Kepala Ruang di Instalasi Rawat Jantung RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta.

11. Rekan-rekan asisten peneliti dan semua perawat di Instalasi Rawat Jantung

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

12. Semua pihak yang turut mendukung dan membantu penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih

banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya pada kita semua. Amin.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Januari 2009

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. i

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………... iii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. v

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................... x

ABSTRACT ................................................................................................... xi

INTISARI ....................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 5

D. Manfaat Penelitian …………………………………………..... 6

E. Keaslian Penelitian ……………………………………………. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologis Tidur ……………………………………………….. 10

1. Tidur REM ………………………………………………… 11

2. Tidur NREM ………………………………………………. 12

B. Macam-macam Gangguan Tidur ……………………………… 14

1. Insomnia …………………………………………………… 15

v
2. Hipersomnia ……………………………………………….. 15

3. Parasomnia ………………………………………………… 15

4. Gangguan jadwal tidur-bangun …………………………… 15

C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Gangguan Pola Tidur 17

D. Macam-macam Penyebab Gangguan Tidur di ICU ………….. 17

1. Penyakit Medik ……………………………………………. 18

2. Nyeri ………………………………………………………. 18

3. Kebisingan ………………………………………………… 19

4. Cahaya dan Warna ………………………………………… 19

5. Stres Psikologis ……………………………………………. 20

6. Uji Diagnostik dan Aktivitas Perawatan/Pengobatan ........... 20

E. Bising Sebagai Salah Satu Penyebab Gangguan Tidur di ICU... 21

F. Kerangka Konsep ……………………………………………... 24

G. Kerangka Penelitian …………………………………………... 24

H. Hipotesis ………………………………………………………. 25

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian …………………………………………. 26

B. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………… 26

C. Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………. 26

D. Variabel Penelitian ……………………………………………. 27

E. Definisi Operasional …………………………………………... 27

1. Stresor bising ……………………………………………….. 27

2. Gangguan tidur …………………………………………........ 28

vi
3. Tempat-tempat yang berpotensi bisa menimbulkan

kebisingan................................................................................ 29

4. Sumber-sumber kebisingan ..................................................... 29

F. Instrumen Penelitian …………………………………………... 29

G. Jalannya Penelitian ……………………………………………. 31

H. Analisis Data Penelitian ………………………………………. 33

I. Kelemahan dan Hambatan Penelitian ………………………… 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian ……………………... 34

B. Analisis Deskriptif (Univariat) ………………………………… 36

C. Analisis Bivariat ………………………………………………... 37

D. Analisa Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan di beberapa

tempat di IRJAN .......................................................................... 42

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 48

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 50

LAMPIRAN

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2: Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Lampiran 3: Permohonan Menjadi Asisten Penelitian

Lampiran 4: Pernyataan Bersedia Menjadi Asisten Penelitian

Lampiran 5: Lembar Screening Karakteristik Responden

Lampiran 6: Lembar Observasi Pola Tidur-Bangun dan

Lembar Observasi Tingkat Kebisingan di Tempat Tidur Pasien

Lampiran 7: Lembar Observasi Pola/Waktu Tidur Siang Hari dan Tanda-tanda

Hipersomnia

Lampiran 8: Kuesioner Insomnia

Lampiran 9: Lembar Observasi tingkat kebisingan di beberapa tempat di IRJAN

Lampiran 10: Lembar Skala Pengukuran Tingkat Nyeri

Lampiran 11: Analisis Kebisingan dengan Gangguan Tidur

Lampiran 12: Lembar Permohonan Ethical Clearance

Lampiran 13: Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance)

Lampiran 14: Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran 15: Lembar Konfirmasi Ijin Penelitian

Lampiran 16: Lembar Pengantar Pengambilan Data Penelitian

Lampiran 17: Lembar Pernyataan Telah Selesai Menjalankan Penelitian

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian ............................................ 24

Gambar 2 Kerangka Penelitian ......................................................... 24

ix
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Daftar skala intensitas kebisingan ........................................ 23

Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian ........................................... 34

Tabel 3. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Pasien ..................... 35

Tabel 4. Analisis Univariat Variabel Penelitian ............................... 36

Tabel 5. Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Tidur ............ 38

Tabel 6. Tingkat kebisingan rata-rata per hari di beberapa tempat di 40

IRJAN ...................................................................................

Tabel 7. Tingkat kebisingan rata-rata per shift jaga di beberapa 42

tempat di IRJAN ...................................................................

x
HUBUNGAN STRESOR BISING DENGAN GANGGUAN TIDUR
PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JANTUNG
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

CORRELATION BETWEEN NOISE STRESSOR


AND SLEEP DISORDER OF PATIENTS
AT CARDIAC CARE INSTALLATION
OF DR. SARDJITO HOSPITAL

Sujiati1, Sri Setiyarini2, Syahirul Alim2


ABSTRACT

Background: Sleep disorder of patients at intensive care may be caused by noise,


acute or chronic disease, psychological stress, ignorance, frequent monitoring,
medication and treatment given. Expression of sleep disorder in general are
frequent wake ups, sleep onset exposure, being awake early, and low quality of
sleep.

Objective: This study aimed to find out correlation between noise stressor and
sleep disorder of patients and identify sources of noise and potential places of
noise at Cardiac Care Installation of Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta.

Method: The study was conducted out for 2 months (September – November
2008). It was a descriptive analytical study with cross sectional approach.
Samples were taken from the population that fulfilled inclusion criteria using total
sampling technique. This study used observation sheet for sleep pattern and
hypersomnia sleep disorder and questionnaire for insomnia. Data analysis to find
out correlation between noise stressor and sleep disorder used fisher’s exact test,
and to identify source of noise and potential places for noise used frequency and
average statistical test.

Result: There was significant correlation between noise stressor and sleep
disorder with p = 0.020; r = 0.378 (CI 1.005-1.769) and OR=1.333. Sources of
noise came from nursing activities, entry of new patients, activities of lung cardiac
resuscitation, alarm of numerous instruments used (bedside monitor, syringe
pump, DC shock, mechanical ventilation). Other noisy and restless patients
contributed to the production of noise at inpatient room. Places of potential noise
in average contributed noise intensity at medium scale.

Conclusion: There was significant correlation between noise stressor and sleep
disorder of patients.

Keywords: noise stressor, sleep disorder, intensive cardiac care

1. Intensive Cardiac Care Unit, Dr. Sardjito Hospital


2. Nursing Education Program, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University

xi
HUBUNGAN STRESOR BISING DENGAN GANGGUAN TIDUR
PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JANTUNG
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Sujiati1, Sri Setiyarini2, Syahirul Alim2


INTISARI

Latar Belakang: Gangguan tidur pada pasien di perawatan intensif disebabkan


oleh kebisingan, penyakit akut dan kronis yang diderita, stres psikologis,
ketidaktahuan, seringnya tindakan monitoring, pengobatan dan perawatan yang
dilakukan. Ungkapan gangguan tidur yang terjadi pada umumnya adalah sering
terbangun, pemanjangan onset tidur, terbangun lebih awal dan kualitas tidur yang
rendah.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan antara stresor bising dengan
gangguan tidur, mengetahui sumber-sumber kebisingan dan tempat-tempat yang
berpotensi menimbulkan kebisingan di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
Metode: Penelitian dilakukan selama 2 bulan (September - November 2008),
berupa penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel
diambil dari populasi yang memenuhi kriteri inklusi penelitian dengan
menggunakan teknik Total Sampling. Instrumen yang digunakan adalah lembar
observasi untuk pengukuran kebisingan, pola tidur dan hipersomnia serta
kuesioner tentang insomnia. Analisis data untuk mengetahui hubungan antara
stresor bising dengan gangguan tidur dilakukan dengan menggunakan rumus 1
Fisher’s Exact Test, dan untuk mengetahui sumber-sumber kebisingan serta
tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kebisingan dengan uji statistik
frekuensi dan rata-rata.
Hasil: Terdapat hubungan yang bermakna antara stresor bising dengan gangguan
tidur dengan p: 0.020; r: 0.378 (CI: 1.005-1.769) dan OR: 1.333. Sumber-sumber
kebisingan berasal dari aktivitas perawatan, penerimaan pasien baru, aktivitas
resusitasi jantung paru, alarm dari berbagai peralatan yang dipakai (bed side
monitor, syringe pump, DC Shock, dan ventilasi mekanik) dan juga dari pasien
lain yang gaduh gelisah. Hasil pengukuran kebisingan di ruang jaga perawat,
ruang rawat pasien, meja konsultasi, dan di pintu keluar-masuk rata-rata berada
dalam skala intensitas kebisingan kuat, sedangkan di ruang istirahat perawat,
ruang tindakan dan di kamar mandi umum rata-rata dalam skala intensitas
kebisingan sedang.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara stresor bising dengan
gangguan tidur pada pasien.
Kata Kunci: stresor bising, gangguan tidur, perawatan jantung intensif
__________________________________________________________________
¹ Instalasi Rawat Jantung, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
² Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada

xii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Intensif Cardiac Care Unit (ICCU)/Instalasi Rawat Jantung (IRJAN)

merupakan salah satu ruang rawat di Rumah Sakit Dr. Sardjito yang memberikan

pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan secara intensif dan berkesinambungan

sesuai dengan tingkat kekritisan penyakit jantung dan pembuluh darah. Pasien-

pasien yang dirawat di ICCU/IRJAN mempunyai kriteria-kriteria tertentu, yaitu:

a) Prioritas I, yaitu Sindrom Koroner Akut, Shock Kardiogenik, Takhi Aritmia dan

Bradi Aritmia; b) Prioritas II, yaitu CHF c.f. IV dengan Edema Paru Akut, Pasien

post PTCA, Pasien Post Operasi Jantung; c) Prioritas III, yaitu Miokarditis,

Hipertensi Krisis, dan Kasus-kasus Sosial (Prosedur Tetap Penerimaan Pasien

Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito, 2007).

Pengelolaan pasien di ruang perawatan intensif meliputi perawatan, pengobatan

dan monitoring (Depkes RI, 2006). Dengan berbagai macam diagnosa medis dan

kondisi kekritisan pasien, diperlukan berbagai macam peralatan untuk monitoring

pasien, diantaranya bed side monitor, central monitor, infuse pump, syringe pump,

defibrillator, ventilator, pesawat telepon, air phone, bel pemanggil petugas dari

tempat tidur pasien, air conditioner, dan lain-lain (Standar Peralatan IRJAN, 2007).

Suara, dengan berbagai manifestasinya, dapat menimbulkan gangguan pada

pasien, petugas, dan pengunjung pasien di rumah sakit. Kebisingan, yang dalam

berbagai literatur didefinisikan sebagai “suara yang tidak dikehendaki” bisa diartikan
2

berbeda antara pasien dan petugas kesehatan. Hal lain dari suara, isi pembicaraan

dan siapa yang menjadi pendengar, sangat penting dikomunikasikan antara pasien

dengan petugas dan antar petugas dalam rumah sakit. Penyampaian informasi penting

yang didiskusikan antara pasien dengan petugas kesehatan atau antar petugas

kesehatan di hadapan pasien, bisa dianggap mengganggu pasien yang bersangkutan

maupun pasien lain, selain itu juga hal-hal yang bersifat pribadi bisa didengar oleh

pihak lain sehingga bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien (Joseph, 2007).

Kebisingan dapat mempengaruhi kita tanpa kita sadari. Tidak seperti sistem

penglihatan kita yang dapat memilih sesuatu yang ingin kita lihat dan yang tidak

ingin kita lihat, sistem pendengaran kita tidak dapat melakukannya. Sistem

pendengaran kita tetap dalam kondisi siaga meskipun kita dalam keadaan tertidur

(Goines and Hagler, 2007). Dampak kebisingan bukan hanya gangguan pendengaran

saja, melainkan dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah. Hal ini dipicu oleh

emosi yang tidak stabil yang bisa menimbulkan stress. Jika ditambah dengan

penyempitan pembuluh darah, maka dapat memacu jantung untuk bekerja lebih keras

memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam waktu yang lama akan mengakibatkan

terjadinya hipertensi (Kurniawati, 2007).

Sumber-sumber kebisingan diantaranya adalah perawatan, berbagai alarm dan

telepon, televisi, ventilasi, dan percakapan staf. Petugas kesehatan sering tidak sadar

tentang kerasnya percakapan mereka dan gangguan yang bisa mereka timbulkan

dalam pikiran para pasien (Hudak and Gallo,1997). Hingga saat ini masalah

kebisingan tetap saja jadi tantangan. Tempat-tempat tidur yang dikelilingi oleh

mesin-mesin dan peralatan yang bising akan menakutkan bagi pasien, keluarga, dan
3

perawat baru dalam perawatan kritis. Kebisingan menjadi bahaya lingkungan yang

menciptakan ketidaknyamanan pada seorang pasien. Konsekuensi dari lingkungan

yang bising diantaranya adalah tergangggunya tidur, terhalanginya penyembuhan

luka, dan aktivasi sistem saraf simpatik. Level-level kebisingan yang moderat bisa

menghasilkan vasokonstriksi. Kondisi terbangunkan yang sering, yang disebabkan

oleh kebisingan, dapat saja terjadi selama berhari-hari bahkan sampai berminggu-

minggu untuk para pasien yang opname lama di ICU (Hudak and Gallo, 1997).

Gangguan tidur di ICU disebabkan oleh kebisingan (Freedman et al., 2001;

Cooper et al., 2001; Gabor et.al., 2003; Tamburri et al., 2004; Stanchina et al.,

2005; Stokowski, 2008), penyakit akut dan kronis, sepsis, gangguan paru-paru,

penyakit jantung, stroke, epilepsi, pembedahan (Cooper et al., 2001; Walder et al.,

2007), stres psikologis, ketidaktahuan, seringnya tindakan monitoring (diagnostic

test) yang dilakukan, tindakan pengobatan dan perawatan (Freedman et al., 2001;

Tamburri et al., 2004; Weinhouse and Schwab, 2006), umur dan jenis kelamin

(Freedman et al., 2001). Tidur merupakan bagian penting dari kehidupan manusia,

di mana pada saat tidur banyak terjadi peristiwa penting meliputi peningkatan status

imunologi, fungsi berpikir dan pemulihan fungsi-fungsi otot (Walder, et al., 2007).

Dikatakan oleh Lower and Bonsack (2002) gangguan tidur merupakan masalah

yang sering terjadi di rumah sakit. Kurang tidur dan istirahat ini mempunyai andil

besar dalam menimbulkan ketakutan dan kegelisahan pasien (Hudak and Gallo,

1997). Normalnya tidur REM (rapid eye movement) meningkatkan pemulihan

emosional, restorasi otak, dan pertumbuhan. Sedangkan tidur NREM (non rapid eye
4

movement) meningkatkan penyembuhan fisik dan pertumbuhan (Lower and Bonsack,

2002).

Gangguan tidur seperti penurunan durasi tidur dan sering terbangun merupakan

kejadian yang biasanya dialami pasien yang dirawat di lingkungan perawatan kritis

dan hal ini bisa mengakibatkan dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai

hasil yang diharapkan karena adanya penurunan fungsi kekebalan (imunitas), proses

penyembuhan luka, fungsi pikir, gangguan emosional, status fungsional dan

peningkatan tingkat stress. Faktor lingkungan seperti pencahayaan, kebisingan, dan

seringnya tindakan untuk memonitor, perawatan dan pengobatan biasanya

menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada pasien yang dirawat di lingkungan

perawatan kritis (Tamburri, et al., 2004). Pada kelompok tenaga kesehatan di ruang

perawatan kritis, 20% melaporkan adanya gangguan tidur dan pada pasien kejadian

ini menunjukkan lebih dari 50% (Walder, et al., 2007).

Angka kejadian ungkapan gangguan tidur pada perawatan akut dan perawatan

ICU antara 22% sampai 61%. Pada umumnya yang terjadi adalah sering terbangun,

pemanjangan onset untuk jatuh tertidur, terbangun lebih awal dan sebagian besar

terjadi kualitas tidur yang rendah. Pasien juga melaporkan bahwa tidur mereka di

rumah sakit lebih buruk daripada waktu mereka di rumah dan gangguan tidur ini

dirasakan sangat menimbulkan stress. Pengelolaan dari masalah gangguan tidur pada

pasien di lingkungan perawatan kritis diutamakan pada pengurangan prosedur dan

tindakan yang tidak perlu untuk mempermudah pasien memenuhi kebutuhan

tidurnya. (Tamburri, et al., 2004).


5

Pada bulan Maret-April 2008, ada 163 pasien yang dirawat di ICCU/IRJAN

(Buku Register pasien IRJAN, 2008). Dari wawancara dengan 35 pasien, didapatkan

adanya gangguan tidur meliputi berkurangnya jumlah jam tidur maupun kualitas

tidur dibandingkan dengan saat di rumah/sebelum sakit pada 20 pasien. Beberapa

faktor diungkapkan pasien yang menyebabkan gangguan tidur tersebut di antaranya

memikirkan penyakit dan biaya pengobatannya, suhu ruangan yang dingin, suasana

ruang rawat, dan kebisingan ruang rawat, yang berasal dari suara-suara peralatan,

suara pasien lain dan dari berbagai aktivitas petugas kesehatan yang ada di

sekitarnya. Dari data pengukuran kebisingan oleh petugas sanitasi RSUP DR.

Sardjito pada bulan Maret-April 2008, didapatkan tingkat kebisingan ruang IRJAN

rata-rata 56,8 dB(A) dengan tingkat kebisingan terendah 54 dB(A) dan tingkat

kebisingan tertinggi 60 dB(A).

B. Rumusan Masalah

Dengan latar belakang tersebut di atas mendorong peneliti untuk mengetahui

hubungan antara stresor bising dengan gangguan tidur pada pasien-pasien di Instalasi

Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara stresor bising dengan gangguan tidur pasien

yang dirawat di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.


6

2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui sumber-sumber kebisingan dan tempat-tempat yang

berpotensi menimbulkan kebisingan di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan evaluasi pelaksanaan pelayanan perawatan pasien dalam upaya

meningkatkan mutu pelayanan bagi pasien dengan kegawatan jantung yang dirawat

di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta di masa yang akan datang.

2. Bagi Keperawatan

Sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian asuhan keperawatan pasien

dengan gangguan kegawatan jantung, khususnya dalam memodifikasi dan

meminimalkan stressor kebisingan lingkungan ruang rawat sehingga pasien bisa

terpenuhi kebutuhan tidurnya.

3. Bagi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar terutama

mengenai tindakan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien.


7

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan penelitian tentang

stresor bising dengan gangguan tidur pada pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh:

1. Arifin (2006) berjudul “Persepsi pasien terhadap stresor di Instalasi Rawat Intensif

(IRI) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”. Metode penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). Hasil

penelitian menunjukkan adanya lima stresor utama yang dipersepsikan oleh pasien

IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta berturut-turut dari yang tertinggi adalah merasa

nyeri, terpasang selang pada hidung dan mulut, merasa haus, tidak dapat tidur, dan

berpisah dengan suami atau isteri. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang

akan dilakukan penulis adalah pada tempat penelitian, populasi dan sampel, variable

penelitian, dan analisis hasil penelitiannya.

2. Akansel and Kaymakci (2008) berjudul ”Effect of intensive care unit noise on

patients: a study on coronary artery bypass graft surgery patients”. Metode

penelitian melibatkan 35 pasien post operasi bypass graft, dan tingkat kebisingan

diukur dengan menggunakan Bruel & Kjaer 2144 Model Frequency Analyzer.

Gangguan akibat kebisingan pada masing-masing pasien didapatkan dengan

pemberian kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kebisingan antara

49-89 dB(A), rata-rata 65 dB(A). Pengukuran tingkat kebisingan di beberapa tempat

berbeda dalam lingkungan ICU tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.

Kebisingan disebabkan oleh pasien lain, pasien baru yang datang dari UGD dan dari

kamar operasi, alarm monitor, serta percakapan antar staf. Perbedaan penelitian ini
8

dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah pada lokasi penelitian,

populasi dan sampel, variabel terikatnya di mana variabel terikat pada penelitian ini

adalah semua hal yang diakibatkan oleh kebisingan sedangkan pada penelitian yang

akan dilakukan peneliti hanya gangguan tidurnya saja, dan alat ukur kebisingan yang

akan dipakai peneliti, yaitu menggunakan Tone Level Meter.

3. Kurniawati (2007) berjudul “Intensitas kebisingan dan keluhan subyektif (non

auditory effect) pada perawat di IRNA Medik RSU DR. Soetomo Surabaya”.

Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif, dengan desain cross sectional.

Hasil penelitian didapatkan data: a) Sumber kebisingan berasal dari peralatan teknis,

peralatan sound system, hiruk pikuk pasien dan keluarganya, aktivitas paramedis

yang berada di dalam ruangan dan dari background noise aktivitas pembangunan

gedung baru Diagnostic Centre; b) Jenis kebisingan adalah kebisingan kontinyu

(steady state noise) dan kebisingan terputus-putus (intermittent interrupted noise);

c) Intensitas kebisingan di lima ruangan yang diteliti masing-masing antara 55-60

dB(A), 55-64 dB(A), 55-64 dB(A), 50-60 dB(A) dan 57-65 dB(A) di mana di semua

lokasi pengukuran telah melampaui batas maksimum yang diperbolehkan menurut

Permenkes RI No. 718/Menkes/Per/XI/1987 yaitu 45 dB(A); d) Sebagian perawat

mengeluh pernah mengalami gangguan komunikasi (50%), gangguan pelaksanaan

tugas (55%), dan gangguan tidur (55%). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

yang akan dilakukan penulis adalah pada lokasi penelitian, populasi dan sampel, dan

variabel terikatnya.

4. Hedges and Redeker (2008) berjudul “Comparison of sleep and mood in patients

after on-pump coronary artery bypass surgery”. Metode penelitian dengan


9

deskriptif analisis, memperbandingkan 2 kelompok subyek penelitian, yaitu pasien

post operasi Coronary Artery Bypass dengan on-pump cardiac surgery dan off-pump

cardiac surgery. Sampel penelitian melibatkan 129 pasien, 48 dengan on-pump dan

81 dengan off-pump. Data obyektif didapat dengan rekaman actigraphs, karakteristik

tidur secara subyektif didapatkan dengan menggunakan Pittsburgh Sleep Quality

Index dan catatan harian tentang tidur, gangguan mood/perasaan dievaluasi

menggunakan kuesioner tentang status perasaan (Profile of Mood States).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pembedahan dengan system off-

pump, secara obyektif menunjukkan hasil lebih baik di mana kontinuitas tidur terjaga

(penurunan prosentase terbangun, onset dan terbangun lebih awal), tetapi tidak

terjadi pemanjangan durasi tidur. Pada kedua kelompok, tidak menunjukkan

perbedaan yang besar secara subyektif mengenai karakteristik tidur, gangguan

perasaan ataupun kualitas tidur sebelum operasi. Perbedaan penelitian ini dengan

yang akan dilakukan peneliti adalah pada tempat, metode, populasi dan sampel, serta

variabel bebas maupun variabel terikatnya, di mana variabel bebas dalam penelitian

ini menjadi variabel terikat pada penelitian yang akan dilakukan peneliti.
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologis Tidur

Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar yang orang tersebut dapat dibangunkan

dengan rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya (Guyton and Hall, 1997).

Menurut Kaplan and Sadock (1997), tidur disertai dengan berbagai perubahan

fisiologis, termasuk respirasi, fungsi jantung, tonus otot, temperatur, sekresi hormon

dan tekanan darah, sehingga tidur mempunyai fungsi restoratif, homeostatik,

termoregulasi, dan cadangan energi normal. Menurut Lanywati (2008), tidur

merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik. Dengan tidur

akan diperoleh kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan kondisi tubuh baik

secara fisiologis maupun psikis sehingga tidur merupakan perlindungan bagi tubuh

untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh yang merugikan kesehatan akibat kurang

tidur.

Pusat saraf tidur yang terletak di otak, akan mengatur fisiologis tidur yang

sangat penting bagi kesehatan. Pada saat tidur, aktivitas parasimpatis akan bertambah

dengan efek perlambatan pernapasan (bronkokonstriksi) dan turunnya kegiatan

jantung serta stimulasi aktivitas saluran pencernaan sehingga proses pengumpulan

energi dan pemulihan tenaga dalam tubuh dipercepat. Dengan demikian tidur dapat

memberikan kesegaran fisik dan psikis (Lanywati, 2008).

Dikatakan oleh Kaplan and Sadock (1997), tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

Tipe Rapid Eye Movement (REM) dan Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM).
11

1. Tidur REM

Tidur REM adalah suatu jenis tidur yang berbeda secara kualitatif yang ditandai

oleh tingkat aktivitas otak dan fisiologis yang sangat aktif yang mirip dengan

keadaan terjaga. Menurut Guyton and Hall (1997), fase tidur REM berlangsung

kurang lebih 1-2 jam setelah onset tidur dengan karakteristik otak menjadi sangat

aktif dan metabolismenya meningkat sebanyak 20%. Pada fase ini terdapat gerakan

mata yang cepat, peningkatan frekuensi pernapasan, denyut nadi dan tekanan darah.

Selain itu terdapat pula peningkatan sekresi asam lambung.

Menurut Kaplan and Sadock (1997), pola tidur berubah sepanjang kehidupan

seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total

tidur. Periode neonatal ini pola EEG berubah dari keadaan sadar masuk ke fase REM

tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga

persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan

sel-sel otak, kemudian akan masuk ke periode awal tidur yang didahului oleh fase

NREM kemudian fase REM. Pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai

berikut: NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2: 45%; stadium 3: 12%;

stadium 4:13% dan REM(25%). Distribusi ini relatif tetap sampai lanjut usia,

walaupun terjadi penurunan tidur gelombang lambat dan tidur REM pada lanjut usia.

Pola tidur normal pada lansia terdiri dari tidur selama kurang lebih 6 jam, mengalami

periode tidur REM sebanyak 20-25%, stadium 4 berkurang dan kadang-kadang tidak

ada, tidur REM pertama menjadi lebih panjang, sering terbangun di malam hari, dan

memerlukan waktu lebih lama untuk tertidur kembali.


12

2. Tidur NREM

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu

diikuti oleh fase REM. Dibandingkan dengan keadaan terjaga, sebagian fungsi

fisiologis menurun pada keadaan tidur NREM. Pada orang normal, tidur NREM

adalah keadaan tenang yang relatif terhadap terjaga. Kecepatan denyut jantung

biasanya lebih lambat 5 sampai 10 kali per menit di bawah tingkat terjaga penuh dan

sangat teratur. Respirasi mengalami hal yang sama. Tekanan darah juga cenderung

rendah, dengan sedikit variasi dari menit ke menit. Potensial otot istirahat dari otot-

otot tubuh lebih rendah pada tidur REM. Gerakan tubuh yang episodik, involunter

ditemukan pada tidur NREM. Terdapat beberapa gerakan mata yang cepat,

penurunan aliran darah ke sebagian jaringan termasuk aliran darah ke otak. Tipe

NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu: stadium 1, 2, 3, dan 4.

Tidur stadium satu: stadium ini disebut sebagai onset tidur, dimulai dengan

stadium NREM. Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini

didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola

mata ke kanan dan ke kiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali

dibangunkan, dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur. Gambaran EEG

biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta

dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle

dan kompleks K.

Tidur stadium dua: pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus

otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG

terdiri dari gelombang theta simetris voltase rendah-sedang, terlihat adanya


13

gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K. Tonus otot rendah,

nadi dan tekanan darah cenderung menurun.

Tidur stadium tiga: fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran

EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak

gelombang sleep spindle. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.

Tidur stadium empat: merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan.

Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang

sleep spindle. Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100

menit, setelah itu akan masuk ke fase REM.

Dinyatakan pula oleh Kaplan and Sadock (1997), secara normal ada dua tipe

petidur, yaitu petidur singkat (short sleeper) dan petidur lama (long sleeper). Petidur

singkat membutuhkan waktu kurang dari enam jam setiap malam untuk dapat

berfungsi secara adekuat, sedangkan petidur lama membutuhkan waktu lebih dari

sembilan jam setiap malamnya agar dapat berfungsi secara adekuat.

Seiring dengan bertambahnya usia, kebutuhan waktu untuk tidur akan

berkurang. Bayi memerlukan waktu tidur selama 16 jam, 8 jam pada usia 20 tahun,

7 jam pada usia 40 tahun, 6,5 jam pada usia 60 tahun dan 6 jam pada usia 80 tahun

(Lanywati, 2008).

Kebiasaan tidur setiap orang bervariasi tergantung pada kebiasaan yang dibawa

semasa perkembangannya menjelang dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, dan kondisi

kesehatannya. Kebutuhan tidur yang cukup selain ditentukan oleh faktor jumlah jam

tidur (kuantitas tidur), juga ditentukan oleh faktor kedalaman tidur (kualitas tidur).

Seseorang dapat tidur dengan waktu yang pendek namun dengan kedalaman yang
14

cukup, sehingga saat bangun akan terasa segar kembali dan pola tidur yang demikian

tidak akan mengganggu kesehatan (Lanywati, 2008).

B. Macam-macam Gangguan Tidur

Menurut American Sleep Disorders Association (Taylor, et al., 2008), gangguan

tidur meliputi empat kategori besar, yaitu: disomnia, parasomnia, gangguan tidur

berhubungan dengan penyakit medik atau gangguan psikiatrik, dan gangguan tidur

yang lain. Sistem klasifikasi ini, selalu berkembang dan diteliti terus, dan tidak

semua gangguan tidur ini terdefinisikan dengan jelas, sehingga secara umum,

gangguan tidur adalah disomnia dan parasomnia.

Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah, kualitas, dan waktu tidur,

terdiri dari insomnia, hipersomnia, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan

dengan pernapasan (sleep apnea), restless leg syndrome, dan disomnia yang tidak

dapat diklasifikasikan. Parasomnia dikaitkan dengan perilaku tidur atau peristiwa

fisiologis yang dikaitkan dengan tidur, stadium tidur tertentu atau perpindahan tidur-

bangun, yang terdiri dari gangguan mimpi buruk, mengigau, mengompol, bruxism

(gemeretuk gigi saat tidur), gangguan terror tidur, berjalan saat tidur

(somnambulisme), dan parasomnia yang tidak dapat diklasifikasikan (Taylor, et al.,

2008).

Menurut Kaplan and Sadock (1997), empat gejala utama yang menandai

sebagian besar gangguan tidur adalah: insomnia, hipersomnia, parasomnia, dan

gangguan jadwal tidur-bangun. Gejala-gejalanya seringkali bertumpang tindih.


15

1. Insomnia

Adalah gangguan dalam memenuhi dan atau mempertahankan tidur, sering

terbangun dan terbangun dari tidur lebih awal di pagi hari. Keadaan ini merupakan

keluhan tidur yang paling sering dialami individu, bisa bersifat sementara atau

permanen. Seseorang dengan gangguan insomnia akan melaporkan perasaan lelah,

lemas, mudah tersinggung, dan susah berkonsentrasi (Kaplan and Sadock, 1997;

Taylor, et al., 2008).

2. Hipersomnia

Adalah jumlah tidur yang berlebihan dan mengantuk (somnolent) yang

berlebihan di siang hari, diikuti dengan tanda dan gejala antara lain bisa jatuh tertidur

saat bekerja, saat makan, atau saat bercakap-cakap. Pada saat tersadar, orang tersebut

sering mengalami disorientasi, mudah tersinggung, kehilangan kekuatan, dan

mengalami perlambatan dalam berbicara dan proses berpikir (Kaplan and Sadock,

1997; Taylor, et al., 2008).

3. Parasomnia

Adalah tingkah laku pada waktu tidur yang disertai bangun singkat, fenomena

yang tidak umum dan tidak diinginkan yang tampak secara tiba-tiba selama tidur atau

yang terjadi pada stadium 3 dan 4 dan berhubungan dengan mengingat hal-hal yang

buruk (Kaplan and Sadock, 1997; Taylor, et al., 2008).

4. Gangguan jadwal tidur-bangun

Adalah ketidaksejajaran antara perilaku tidur dan bangun. Gejala yang sering

adalah individu tidak dapat tidur pada saat mereka ingin tidur, walaupun mereka

dapat tidur pada waktu yang lain. Demikian juga sebaliknya, mereka tidak dapat
16

terjaga penuh jika mereka ingin terjaga penuh, tetapi mereka mampu terjaga di waktu

yang lain (Kaplan and Sadock, 1997).

Gangguan pola tidur menurut Wilkinson (2000) adalah gangguan jumlah dan

kualitas tidur (penghentian kesadaran alami, periodik) yang dibatasi waktu dalam

jumlah dan kualitas, dengan batasan karakteristik: a) subyektif: bangun lebih awal

atau lebih lambat dari yang diinginkan, ketidakpuasan tidur, keluhan verbal tentang

kesulitan tidur, dan keluhan verbal tentang perasaan tidak dapat beristirahat dengan

baik; b) obyektif: penurunan kemampuan fungsi, penurunan proporsi tidur fase REM,

penurunan proporsi tidur tahap 3 dan 4, insomnia dini hari, perpanjangan waktu

tidur, awitan tidur lebih dari 30 menit, dan bangun ≥ 3 kali di malam hari.

Kurang tidur (insomnia) yang sering terjadi dan berkepanjangan dapat

mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Pada segi fisik, insomnia akan

menyebabkan muka pucat, mata sembab, badan lemas, daya tahan tubuh menurun

sehingga mudah terserang penyakit dan gejala alergi akan mudah muncul. Pada segi

psikis, insomnia akan mempengaruhi sistem saraf, menyebabkan timbulnya

perubahan suasana kejiwaan sehingga penderita akan menjadi lesu, lamban

menghadapai rangsang, dan sulit berkonsentrasi (Lanywati, 2008).

Gangguan tidur bisa diukur secara obyektif maupun secara subyektif. Banyak

penelitian yang menggunakan polisomnografi sebagai standar baku emas (gold

standard) untuk mengukur gangguan tidur secara obyektif pada pasien. Akan tetapi

karena pemakaian polisomnografi memerlukan biaya yang mahal dan perlu waktu

yang lama, maka alternatif lainnya untuk pengukuran gangguan tidur dengan
17

aktigrafi, monitor elektroencepalografi, dan dengan observasi serta penilaian

subyektif (Watson, 2007).

C. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Tidur

Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur, yaitu faktor

psikologis, fisiologis, lingkungan dan faktor parental. Faktor lingkungan yang bisa

mempengaruhi tidur adalah suhu, kelembaban yang berubah-ubah, stimulasi yang

berlebihan, kurangnya privasi, pencahayaan, pengobatan (depresan atau stimulan),

kegaduhan, bau yang berbahaya, perawat (yang membangunkan pasien) untuk

perawatan, pemantauan, dan test laboratorium, restrein fisik, pasangan tidur, dan

perlengkapan tidur yang asing (Wilkinson, 2000).

Faktor lingkungan seperti pencahayaan, kebisingan, dan seringnya tindakan

untuk memonitor, perawatan dan pengobatan biasanya menyebabkan terjadinya

gangguan tidur pada pasien yang dirawat di lingkungan perawatan kritis (Tamburri,

et al., 2004).

D. Macam-macam Penyebab Gangguan Tidur di Intensif Care Unit (ICU)

Penyebab gangguan tidur di ICU adalah lingkungan perawatan kritis, penyakit

medik akut maupun kronis, nyeri, stres psikologis, dan banyaknya pengobatan dan

tindakan perawatan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit kritis, kebisingan,

dan pencahayaan yang konstan ( Cooper et al., 2001; Weinhouse and Schwab 2006;

Walder et al., 2007).


18

1. Penyakit Medik

Penyakit, merupakan stresor fisiologis maupun psikologis, dapat mempengaruhi

tidur. Penyakit-penyakit tertentu, secara khusus lebih menyebabkan terganggunya

tidur daripada penyakit yang lain, seperti; Ulkus Peptikum, Infark Miokard, Epilepsi,

Gangguan Hati, Encepalitis, Hipothyroidisme, Gagal Ginjal Kronik, dan penyakit

kanker (Taylor, et all., 2008).

Salah satu penyebab terganggunya tidur pasien di unit perawatan kritis adalah

penyakit yang diderita pasien baik akut maupun kronik (Cooper, et al., 2001).

Terganggunya tidur pasien-pasien di ICU ada berbagai sebab diantaranya penyakit

medik yang diderita pasien seperti sepsis, penyakit paru akut maupun kronis,

penyakit jantung, stroke, epilepsi, paska tindakan pembedahan, terapi intervensi

seperti pemasangan ventilasi mekanik, kebisingan dari monitor, nyeri, dan

pengobatan (Walder, et al., 2007). Untuk dapat berfungsi secara optimal, setiap

orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup, namun dalam keadaan sakit, pola

tidur seseorang biasanya akan terganggu (Priharjo, 1993).

2. Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial. Tanpa melihat pola,

sifat, atau penyebabnya, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek

yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Selain

merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat

mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan

imunologik (Smeltzer and Bare, 2000).


19

3. Kebisingan

Bising adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki atau disenangi

(Gabriel, 2001; Stokowski, 2008; Goines and Hagler, 2008). Dalam penilaian bising

ini mungkin terjadi penilaian yang subyektif maupun obyektif. Hal tersebut dapat

terjadi karena dalam penilaian tergantung temperamen/watak seseorang, kondisi

psikis dan kebiasaan dalam mendengarkan bunyi (Gabriel, 2001).

Jumlah dan kualitas kebisingan menjadi faktor penghambat proses

penyembuhan pasien. Sebagai contoh, tingkat kebisingan yang tinggi meningkatkan

kebutuhan akan obat penurun nyeri, suara yang keras diantara petugas kesehatan bisa

menyebabkan rasa marah pada pasien karena egosentris normal pasien kritis

menyebabkan mereka menginterpretasikan semua percakapan di lingkungannya

tertuju padanya (Hudak and Gallo, 1997).

4. Cahaya dan warna

Di rumah sakit, cahaya buatan umumnya disediakan dengan lampu-lampu

fluoresen. Ini menciptakan jenis cahaya tajam yang menimbulkan kelelahan visual

dan sakit kepala, jika tidak terlindungi. Cahaya yang amat menyilaukan bisa terjadi

ketika cahaya memantul di atas permukaan-permukaan lingkungan seperti gelas atau

kaca, besi yang berkilat-kilat, cermin dan politur yang halus atau mengkilat. Cahaya

apa pun yang menyilaukan sangat mengganggu bagi pasien. Cahaya yang terang bisa

berlangsung selama berjam-jam di berbagai ICU, bahkan ketika tidak ada perawatan

pasien langsung yang sedang dijalankan. Kurangnya kontrol atas pencahayaan buatan

merupakan sumber frustasi bagi para pasien perawatan kritis (Hudak and Gallo,

1997). Berbagai gangguan dalam pola terang dan gelap yang normal bisa
20

mengganggu proses-proses fisiologis normal. Misalnya, cahaya buatan sedikitnya

20 menit selama siklus tidur normal menyebabkan penurunan level melatonin. Selain

itu, pencahayaan konstan dan cahaya intensitas tinggi bisa menyebabkan gangguan

konsentrasi melatonin normal. Hal ini mempunyai implikasi penting dalam

perawatan kritis karena melatonin memudahkan tidur dan mengatur level hormon

kortikosteroid dan tiroid (Hudak and Gallo, 1997). Suara gaduh, cahaya, dan

temperatur dapat mengganggu tidur, terutama pada lansia (Amir, 2007).

5. Stres Psikologis

Penyakit dan bervariasinya situasi lingkungan bisa menyebabkan stres

psikologis bahkan bisa sampai mengganggu tidur. Pada umumnya, stres psikologis

mempengaruhi tidur dalam dua cara: a) pasien mengungkapkan pengalaman stres

sebagai kesulitan mempertahankan tidur sesuai kebutuhan, b) Tidur REM menurun,

sehingga menambah kecemasan dan rasa stres (Taylor, et al., 2008).

Dukungan psikososial sangat dibutuhkan oleh pasien di unit perawatan kritis

termasuk bantuan dalam mengatasi efek perawatan di rumah sakit. Suara dan

aktivitas-aktivitas unit mengganggu pasien selama 24 jam sehari, selain itu, pasien

harus mengatasi rasa takut akan penyakitnya. Mekanisme pertahanan diri yang

normal berkurang pada semua pasien dan kemungkinan tidak ada pada pasien yang

tidak sadar. Stimulus yang berlebihan di lingkungan perawatan kritis bisa

menyebabkan masalah psikologis pada pasien (Hudak and Gallo, 1997).

6. Uji diagnostik dan aktivitas perawatan/pengobatan

Frekuensi yang sering dari monitoring/test diagnostik dan aktivitas tindakan

perawatan pada pasien di unit perawatan kritis, menyebabkan terganggunya tidur


21

pada pasien (Tamburri, et al., 2004). Kualitas tidur bisa juga dipengaruhi oleh obat-

obat tertentu. Obat yang menurunkan tidur REM diantaranya barbiturat, amfetamin,

dan antidepresan. Diuretik, anti parkinson, anti hipertensi, steroid, dekongestan,

caffein, dan beberapa obat asthma menyebabkan gangguan tidur secara umum

(Taylor, et al., 2008).

E. Bising Sebagai Salah Satu Penyebab Gangguan Tidur di ICU

Hingga saat ini masalah kebisingan dan pencahayaan yang sangat terang tetap

saja jadi tantangan. Tempat-tempat tidur yang dikelilingi oleh mesin-mesin dan

peralatan yang bising akan menakutkan bagi pasien, keluarga, dan perawat baru

dalam perawatan kritis. Kebisingan menjadi bahaya lingkungan yang menciptakan

ketidaknyamanan pada seorang pasien. Konsekuensi dari lingkungan yang bising

diantaranya adalah tergangggunya tidur, terhalanginya penyembuhan luka, dan

aktivasi sistem saraf simpatik. Level-level kebisingan yang moderat bisa

menghasilkan vasokonstriksi. Kondisi terbangunkan yang sering, yang disebabkan

oleh kebisingan, dapat saja terjadi selama berhari-hari bahkan sampai berminggu-

minggu untuk para pasien yang opname lama di ICU (Hudak and Gallo, 1997).

Sumber-sumber kebisingan diantaranya adalah perawatan, berbagai alarm dan

telepon, televisi, ventilasi, dan percakapan staf. Petugas kesehatan sering tidak sadar

tentang kerasnya percakapan mereka dan gangguan yang bisa mereka timbulkan

dalam pikiran para pasien (Hudak and Gallo, 1997). Kebisingan diukur dengan alat

pengukur bunyi, dinyatakan dalam desibel. Peningkatan 10 desibel membuat sebuah

bunyi tampak dua kali kerasnya (Kurniawati, 2007).


22

Berdasarkan Permenkes No. 718/Men.Kes/Per/XI/1987, yang disebut dengan

kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu

dan atau membahayakan kesehatan (Mukono, 2000). Dalam Permenkes tersebut

disebutkan adanya 4 zona untuk menentukan efek kebisingan terhadap kesehatan,

yaitu Zona A,B, C, dan D.

Zona A adalah zona bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan

kesehatan atau sosial dan sejenisnya dengan tingkat kebisingan maksimum yang

dianjurkan adalah 35 dB(A) dan tingkat kebisingan maksimum yang diperbolehkan

adalah 45 dB(A). Zona B adalah zona bagi tempat perumahan, tempat pendidikan,

rekreasi dan sejenisnya dengan tingkat kebisingan maksimum yang dianjurkan adalah

45 dB(A) dan tingkat kebisingan maksimum yang diperbolehkan adalah 55 dB(A).

Zona C adalah zona bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar dan sejenisnya,

dengan tingkat kebisingan maksimum yang dianjurkan adalah 50 dB(A) dan tingkat

kebisingan maksimum yang diperbolehkan adalah 60 dB(A). Zona D adalah zona

bagi industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis dan sejenisnya dengan tingkat

kebisingan maksimum yang dianjurkan adalah 60 dB(A) dan tingkat kebisingan

maksimum yang diperbolehkan adalah 70 dB(A).

Timbulnya bising yang disebabkan intensitas yang tinggi, sumber bunyi yang

beraneka ragam, ataupun bunyi yang irreguler, akan menimbulkan dampak/efek

negatif terutama pada proses pendengaran (misalnya timbul tuli sementara atau

menetap), menimbulkan kejengkelan, rasa tidak senang, mengganggu proses

komunikasi, mengganggu proses tidur, dan penurunan semangat kerja (Gabriel,

2001). Tidur terjadi di bawah 35 desibel. Environment Protection Agency (EPA)


23

merekomendasikan, kebisingan unit kurang dari 45 desibel pada siang hari dan

35 desibel pada malam hari (Hudak and Gallo, 1997).

Banyak studi yang mengukur tingkat-tingkat kebisingan di dalam ICU

menunjukkan peningkatan yang konsisten setinggi 80-90 desibel. Teknologi baru

bisa menjadi sumber kebisingan tambahan, meski beberapa pabrik berusaha

menyediakan peralatan yang menurunkan volume bunyi total unit tersebut (Hudak

and Gallo, 1997). Percakapan rutin biasanya berkisar 60 dB, pasien sering

mengeluhkan kebisingan perawatan kritis berasal dari percakapan rutin petugas dan

bukan dari mesin (Lower, et al., 2002). Adapun tingkat intensitas kebisingan dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Daftar skala intensitas kebisingan

No. Tingkat kebisingan Intensitas dB(A) Variasi bunyi


120 Halilintar
1. Menulikan Meriam
110
Mesin uap
100
Jalan hiruk pikuk
2. Sangat hiruk pikuk Perusahaan sangat gaduh
90
Peluit polisi
80 Kantor gaduh
3. Kuat Jalan pada umumnya
70 Radio
Perusahaan
60 Rumah gaduh
4. Sedang Kantor pada umumnya
50 Percakapan kuat
Radio perlahan
40
Rumah tenang
5. Tenang Kantor perorangan
30
Auditorium
Percakapan
20
Bunyi daun
6. Sangat tenang Berbisik
10
Batas dengar terendah
0
Sumber : Gabriel, J.F. (1996)
24

F. Kerangka Konsep

Prosedur diagnostik Hospitalisasi Kondisi Penyakit Cemas

Pemasangan alat invasif Nyeri

Sistem
Pasien Kritis Jantung Pulmonari dan Gangguan Tidur
Kardiovaskuler
Pencahayaan
Penurunan Melatonin

Aktivasi Sistem
Monitoring Kebisingan Saraf Simpatis

1. Aktivitas Perawatan
2. Alarm Peralatan
3. Bunyi telpon, bel pasien
4. Percakapan staf
5. Pasien lain yang gaduh gelisah

Gambar 1. Kerangka Konsep

G. Kerangka Penelitian

Pasien Kritis Monitoring Kebisingan


Jantung di IRJAN

Gangguan Tidur

Ya Tidak

Gambar 2. Kerangka Penelitian


25

H. Hipotesis

Terdapat hubungan antara stresor bising dengan gangguan tidur pada pasien di

Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.


26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang bersifat

kuantitatif, dengan menggunakan rancangan potong lintang (cross sectional study)

dengan metode deskriptif analitik.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta pada 29 September – 24 November 2008.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah pasien dengan kegawatan kardiovaskuler

yang dirawat di Instalasi Rawat Jantung (IRJAN) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Pengambilan sampel penelitian adalah dengan total sampling (Sugiyono, 2007)

dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua pasien baru (belum pernah

dirawat inap di IRJAN), bersedia menjadi responden, dan dapat berkomunikasi

dengan petugas (mempunyai orientasi baik).

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah:


27

a. Pasien yang keluar dari IRJAN sebelum 3 hari perawatan (pindah ruangan,

pulang, meninggal).

b. Pasien yang mengalami nyeri skala 5-10 (dari skala nyeri 1-10).

c. Pasien yang mendapat terapi medis sedatif secara terus menerus

(kontinyu).

d. Pasien yang terdiagnosa medis mengalami gangguan neurologis dan atau

psikologis yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif pasien, sehingga kemungkinan

akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap gangguan tidur dan stresor yang

mempengaruhinya.

D. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu stresor bising dan

variabel terikatnya adalah gangguan tidur pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta.

E. Definisi Operasional

1. Stresor Bising

Stressor bising adalah berupa suara-suara yang tidak dikehendaki di ruang

perawatan, yaitu bunyi berbagai macam peralatan medis yang ada di sekitar

responden, antara lain: (bed side monitor, syringe pump, ventilator, defibrillator),

bunyi dering telepon ruangan, percakapan petugas, dan aktivitas perawatan.

Tingkat kebisingan ruang rawat diukur dengan alat Tone Level Meter.

Dikategorikan bising sedang jika rata-rata tingkat kebisingan yang terukur 41-
28

60,9 dB(A) dan dikategorikan bising kuat jika rata-rata tingkat kebisingan yang

terukur 61-80,9 dB(A). Data yang terkumpul berupa data nominal.

2. Gangguan tidur

Gangguan tidur adalah jika terdapat salah satu atau lebih dari gangguan tidur

berupa insomnia, hipersomnia dan gangguan jadwal tidur-bangun responden selama

dirawat di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

a. Insomnia adalah suatu kumpulan gejala, yaitu pengalaman dari kualitas tidur yang

buruk atau kurang memadai yang ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:

kesulitan untuk memulai dan atau mempertahankan tidur, bangun terlalu dini di pagi

hari dan bangun tidur tidak merasa segar. Insomnia diukur dengan skor yang didapat

dari responden dengan menggunakan Insomnia Rating Scale yang disusun oleh

Kelompok Studi Psikiatrik Biologik Jakarta (KSPBJ). Responden dikategorikan

insomnia jika skor yang didapat ≥ 10 dan dikategorikan tidak insomnia jika skor

yang diperoleh < 10. Data yang diperoleh berupa data nominal.

b. Hipersomnia adalah jumlah tidur yang berlebihan dan mengantuk yang berlebihan

di siang hari, diikuti dengan tanda dan gejala antara lain bisa jatuh tertidur saat

bekerja, saat makan, atau saat bercakap-cakap. Pada saat tersadar, orang tersebut

sering mengalami disorientasi, mudah tersinggung, kehilangan kekuatan, dan

mengalami perlambatan dalam berbicara dan proses berpikir. Responden

dikategorikan hipersomnia jika mengantuk atau tertidur ≥ 6 jam di siang hari, diikuti

dengan tanda dan gejala seperti tersebut di atas dan dikategorikan tidak hipersomnia

jika tidur < 6 jam di siang hari, tidak diikuti dengan tanda dan gejala seperti tersebut

di atas. Data yang diperoleh berupa data nominal.


29

c. Gangguan jadwal tidur-bangun melibatkan pergeseran tidur dari periode sirkardian

yang diharapkan. Gejala yang sering adalah responden tidak dapat tertidur saat

mereka ingin tidur, walaupun mereka dapat tidur pada waktu lain. Demikian pula

sebaliknya, mereka tidak dapat terjaga penuh jika mereka ingin terjaga penuh, tetapi

mereka mampu untuk terjaga pada waktu yang lain. Hasil observasi pola tidur-

bangun responden dikategorikan: tidak ada gangguan jadwal tidur bangun jika jadwal

tidur-bangun di rumah sakit tidak berubah dengan sebelumnya, ada gangguan jadwal

tidur-bangun jika terjadi perubahan jadwal tidur-bangun setelah dirawat di rumah

sakit dengan sebelumnya. Data yang diperoleh berupa data nominal.

3. Tempat-tempat yang berpotensi bisa menimbulkan kebisingan

Adalah ruang perawatan pasien, ruang jaga perawat (nurse station), meja

konsultasi, ruang istirahat perawat, kamar mandi umum, ruang tindakan, dan pintu

masuk-keluar ruang IRJAN.

4. Sumber-sumber kebisingan

Adalah bunyi pintu terbuka dan atau tertutup, dering telepon, bunyi air phone,

bunyi bell pasien, alarm monitor, alarm ventilator, defibrilator, alarm syringe pump,

percakapan petugas, pasien yang gaduh gelisah, aktivitas rutin perawatan dan

aktivitas penerimaan pasien baru atau penanganan pasien yang kritis.

F. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini digunakan 6 instrumen, yaitu lembar screening responden,

berisi karakteristik responden termasuk kriteria inklusi dan eksklusi responden,

lembar screening skala nyeri, lembar observasi untuk mengobservasi jadwal/pola


30

tidur-bangun pasien, lembar kuesioner berstruktur berisi Insomnia Rating Scale

untuk mengukur variabel gangguan tidur insomnia, lembar observasi untuk menilai

ada/tidaknya hipersomnia, lembar observasi untuk pengukuran tingkat kebisingan

ruang rawat pasien dan beberapa tempat yang berpotensi menimbulkan kebisingan.

Insomnia diukur dengan skor yang didapat dari responden dengan

menggunakan kuesioner tentang gangguan tidur insomnia berdasarkan Insomnia

Rating Scale yang disusun oleh Kelompok Studi Psikiatrik Biologik Jakarta

(KSPBJ). Skala pengukuran insomnia ini tersusun atas delapan item pertanyaan yang

terdiri dari: lamanya tidur, mimpi-mimpi, kualitas tidur, masuk tidur, terbangun di

malam hari, waktu untuk tidur kembali setelah terbangun di malam hari, bangun dini

hari dan perasaan segar di pagi hari. Jumlah skor maksimum untuk Rating Scale ini

adalah 25. Seseorang dikatakan insomnia apabila skornya lebih dari atau sama

dengan 10. Instrumen ini telah diuji reliabilitasnya dengan hasil yang tinggi, baik

antar psikiater dengan psikiater (r = 0,95) maupun antar psikiater dengan dokter non-

psikiater (r = 0,94). Uji sensitifitas alat ini cukup tinggi yaitu 97,4% pada cut of point

10/25 dan spesifisitas sebesar 87,5% (Iskandar & Setyonegoro, 1985).

Hipersomnia dinilai dengan mengobservasi pola/jumlah jam tidur di siang hari

dan ada/tidaknya tanda-tanda hipersomnia yaitu antara lain bisa jatuh tertidur saat

beraktivitas, saat makan, atau saat bercakap-cakap dan pada saat tersadar, orang

tersebut sering mengalami disorientasi, mudah tersinggung, kehilangan kekuatan, dan

mengalami perlambatan dalam berbicara dan proses berpikir.

Lembar observasi untuk gangguan tidur-bangun disusun dengan mengadopsi

lembar observasi dari L. National Sleep Foundation, Sleep in America Poll Main
31

Questionnaire (2005). Responden dikaji dulu kebiasaan/pola tidur-bangun sebelum

dirawat di rumah sakit, dituliskan dalam lembar observasi, kemudian diobservasi

pola tidur-bangun responden selama 3 X 24 jam perawatan di rumah sakit.

Responden dikatakan mengalami gangguan tidur-bangun jika pola tidur-bangun di

rumah berbeda dengan pola tidur bangun selama dirawat di rumah sakit.

Lembar observasi untuk stressor bising disusun secara kontinyu dalam 24 jam

perawatan. Tingkat bising diukur setiap 1 jam dengan alat ukur Tone Level Meter.

Satuan tingkat kebisingan dalam dB(A).

Peneliti dibantu oleh 4 orang asisten peneliti sebagai observer dengan kriteria

lulusan D3 Keperawatan yang telah bekerja di IRJAN. Sebelum melakukan

observasi, dilakukan uji kesepakatan dengan cara sebagai berikut:

1. Tahap pertama adalah peneliti dan observer mendiskusikan lembar observasi yang

digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian.

2. Peneliti melakukan pelatihan dalam pengamatan untuk menyamakan persepsi dari

peneliti dan keempat observer agar diperoleh hasil pengamatan yang sama. Uji

kesepahaman observer yang digunakan adalah rumus “Kappa” (Arikunto, 2006).

Hasil uji kesepahaman observer didapatkan koefisien kesepakatan = 1. Tidak ada

perbedaan persepsi dalam pengamatan gangguan tidur pasien dan pengukuran

intensitas tingkat kebisingan.

G. Jalannya penelitian

Dilakukan screening pemilihan responden. Sampel diambil dari pasien yang

masuk rawat inap di Instalasi Rawat Jantung yang memenuhi kriteria inklusi
32

penelitian, yaitu responden merupakan pasien baru (belum pernah dirawat inap di

IRJAN sebelumnya) yang dapat diperoleh dari wawancara dengan responden atau

keluarganya dan dengan mencocokkan dengan buku register IRJAN, bersedia

menjadi responden, dan dapat berkomunikasi dengan petugas (mempunyai orientasi

baik).

Responden dikaji pola tidur-bangun sebelum dirawat di rumah sakit, dituliskan

di lembar observasi gangguan tidur-bangun. Kemudian diobservasi pola tidur-bangun

responden selama dirawat di rumah sakit selama 3 X 24 jam. Tingkat kebisingan

diukur di dekat telinga responden yang terpilih selama 3 X 24 jam (pada hari pertama

sampai hari ketiga rawat inap responden), menggunakan alat ukur Tone Level Meter.

Hasil pengukuran dituliskan dalam lembar observasi tingkat kebisingan yang telah

disediakan dengan satuan dB(A). Pada hari rawat inap keempat, diberikan kuisioner

yang telah disusun untuk mengetahui ada tidaknya gangguan tidur pada hari pertama,

kedua, dan ketiga rawat inap. Untuk membantu responden dalam menjawab

kuesioner, asisten peneliti membacakan seluruh pertanyaan yang ada dalam

kuesioner. Pengambilan data dihentikan setelah 3 X 24 jam perawatan responden

(pada awal hari rawat inap keempat).

Tingkat kebisingan di tempat-tempat yang berpotensi bisa menimbulkan

kebisingan, yaitu di ruang perawatan pasien, ruang jaga perawat (nurse station), meja

konsultasi, ruang istirahat perawat, kamar mandi umum, ruang tindakan, dan di pintu

masuk-keluar ruang IRJAN, diukur tiap jam selama 24 jam selama 5 X 24 jam.

Hasil pengukuran dituliskankan dalam lembar observasi tingkat kebisingan di

beberapa tempat di IRJAN.


33

H. Analisis Data Penelitian

Analisis data untuk menilai hubungan antara stressor bising ruang rawat

dengan ada atau tidaknya gangguan tidur pada responden dengan cara:

1. Analisis hubungan antara stressor bising dengan gangguan tidur adalah analisa

hubungan korelasional dengan data berbentuk nominal, maka diuji dengan uji

statistik Fisher’Exact Test .

2. Analisis sumber-sumber kebisingan dan tempat-tempat yang berpotensi

menimbulkan kebisingan di IRJAN diuji dengan uji statistik frekuensi dan rata-rata.

I. Kelemahan dan Hambatan Penelitian

Kelemahan dari penelitian ini adalah penilaian kualitas tidur pasien hanya

berdasarkan observasi secara visual dan dengan data subyektif dari pasien dengan

mengisi kuesioner tentang insomnia. Pengukuran kualitas tidur secara obyektif bisa

dilakukan dengan menggunakan alat canggih yang bernama polisomnografi. Akan

tetapi alat ini belum tersedia di tempat dilaksanakannya penelitian.

Hambatan penelitian yang dialami adalah terkait dengan alat pengukur

kebisingan yaitu berhubung alat kebisingan berasal dari peminjaman pada rumah

sakit tempat penelitian (dan hanya ada satu saja), pada saat pengambilan data

dilakukan, harus berhenti beberapa hari dikarenakan alat pengukur kebisingan yang

dipakai akan digunakan oleh pihak sanitasi rumah sakit untuk mengerjakan tugas

rutin mereka yaitu mengukur kebisingan di semua ruangan rumah sakit yang

bersangkutan.
34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan menggunakan

cross sectional study, dan dilaksanakan di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta. Populasi berjumlah 167 orang pasien, 104 pasien termasuk dalam

kriteria ekslusi dan 23 pasien tidak diambil datanya karena alat ukur kebisingan

sedang dipakai pihak rumah sakit untuk mengukur tingkat kebisingan di ruangan lain

sehingga sampel dalam penelitian ini hanya berjumlah 40 orang pasien yang

memenuhi kriteria inklusi, dengan karakteristik sebagai berikut:

Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian di Instalasi Rawat Jantung


RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2008 (n=40)

Frekuensi Persentase
No. Karakteristik Responden
(f) (%)
1. Umur
a. 31-40 tahun 4 10,0
b. 41-50 tahun 6 15,0
c. 51-60 tahun 16 40,0
d. 61-70 tahun 10 25,0
e. >70 tahun 4 10,0
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 23 57,5
b. Perempuan 17 42,5
3. Status Perkawinan
a. Tidak Menikah 3 7,5
b. Menikah 37 92,5
4. Pendidikan
a. SD 10 25,0
b. SLTP 8 20,0
c. SLTA 14 35,0
d. Perguruan Tinggi 8 20,0
5. Pekerjaan
a. Ibu RT/Tidak Bekerja 13 37,5
b. Pensiunan 8 20,0
c. Buruh 6 15,0
d. Swasta/Wiraswasta 6 15,0
e. PNS/Guru/Dosen 5 12,5

Sumber: Analisis Data Primer


35

Berdasarkan tabel tersebut di atas diketahui karakteristik subjek penelitian

berdasarkan umurnya, mayoritas berumur 51- 60 tahun (40,0%); berjenis kelamin

laki-laki (57,5%); dengan status perkawinan “menikah” (92,5%); berpendidikan

SLTA (35,0%); dilihat status pekerjaannya mayoritas ibu rumah tangga atau tidak

bekerja (37,5%). Sesuai dengan prevalensi penyakit kardiovaskuler, sebagian besar

pasien yang masuk ke ruang rawat jantung mempunyai faktor resiko usia di atas

35 tahun dan laki-laki lebih banyak daripada wanita.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Pasien di Instalasi Rawat Jantung


RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2008 (n=40)

Rata-rata
Tingkat Kebisingan Kategori
dB(A)
1. Hari I 60,96 Sedang
2. Hari II 60,95 Sedang
3. Hari III 60,96 Sedang
Sumber : Analisis data primer

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan rata-rata responden

pada hari pertama, kedua dan ketiga, berada dalam kategori tingkat kebisingan

intensitas sedang. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kebisingan rata-rata

60,96 dB(A). Kebisingan disebabkan oleh pasien lain, aktivitas perawatan saat

menerima pasien baru yang datang dari UGD dan dari ruangan lain, resusitasi pasien

yang kritis, alarm monitor, serta percakapan antar staf (saat visite dokter dan

perawat) dan juga saat jam kunjung keluarga.

Dalam penilaian bising ini mungkin terjadi penilaian yang subyektif maupun

obyektif. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam penilaian tergantung

temperamen/watak seseorang, kondisi psikis dan kebiasaan dalam mendengarkan

bunyi (Gabriel, 2001).


36

B. Analisis Deskriptif (Univariat)

Tabel 4. Analisis Univariat Variabel Penelitian di Instalasi Rawat Jantung


RSUP DR. Sardjito Yogyakarta, 2008 (n=40)

Frekuensi Prosentase
Variabel
(f) (%)
1. Kebisingan:
Kuat 24 60,0
Sedang 16 40,0
2. Gangguan Tidur:
Ya:
Pola Tidur 12 30,0
Hipersomnia 0 0,0
Insomnia 0 0,0
Pola tidur dan Hipersomnia 0 0,0
Pola tidur dan Insomnia 22 55,0
Pola tidur, Hipersomnia dan Insomnia 2 5,0
Hipersomnia dan Insomnia 0 0,0

Tidak 4 10,0
Sumber: Analisis Data Primer

Dari tabel tersebut di atas diketahui bahwa pada variabel stressor bising, dari

40 orang pasien; 40,0% pasien didapatkan rata-rata intensitas kebisingannya sedang;

dan 60,0% pasien didapatkan rata-rata intensitas kebisingannya kuat. Mayoritas

pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta mengalami tingkat

kebisingan pada kategori intensitas kebisingan kuat.

Menurut Akansel dan Kaymakci (2008) tingkat kebisingan di ICU sebagian

besar melebihi standar yang direkomendasikan untuk rumah sakit dan pada

umumnya berkisar antara 60-70 dB(A). Pengukuran di beberapa tempat yang berbeda

di lingkungan ICU tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kebisingan bisa

ditimbulkan oleh pasien lain, bunyi alarm monitor, percakapan staf/petugas.

Variabel ganggunan tidur diukur dari terdapatnya satu atau lebih dari gangguan

pola tidur, hipersomnia, dan insomnia. Responden yang mengalami gangguan pola
37

tidur saja ada 12 (30%), yang mengalami gangguan pola tidur dan insomnia ada 22

(55%), dan yang mengalami ketiga gejala (gangguan pola tidur, hipersomnia dan

insomnia) ada 2 (5%). Sedangkan responden yang tidak mengalami gangguan tidur

hanya ada 4 (10%) saja.

C. Analisis Bivariat

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: “terdapat hubungan antara

stresor bising dengan gangguan tidur pada pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta”. Pengujian hipotesis tersebut digunakan analisis statistik

non parametrik, dengan teknik analisis Fisher’s Exact Test.

Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Tidur

Bising adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki atau disenangi (Gabriel,

2001; Stokowski, 2008; Goines and Hagler, 2008). Dalam penilaian bising ini

mungkin terjadi penilaian yang subyektif maupun obyektif. Hal tersebut dapat terjadi

karena dalam penilaian tergantung temperamen/watak seseorang, kondisi psikis dan

kebiasaan dalam mendengarkan bunyi (Gabriel, 2001).

Tabel 5. Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Tidur Pasien


di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2008, (n=40)

Gangguan Tidur Total p r CI OR


Kebisingan
Ya Tidak f (%)
f (%) f (%) 0,020 0.378 1.005- 1.333
Kuat 24 (60,0) 0 (0,0) 24 (60,0) 1.769
Sedang 12 (30,0) 4 (10,0) 16 (40,0)
Total 36 (90) 4 (10,0) 40 (100,0)
Sumber: Hasil Analisis Data Primer

Dari 40 responden; 60,0% mengalami kebisingan yang kuat dan 40,0%

mengalami kebisingan dengan tingkat sedang. Analisis terhadap variabel gangguan


38

tidur; pada indikator gangguan tidur hampir semua responden, 36 (90,0%)

mengalami gangguan tidur dan hanya 4 (10,0%) yang tidak mengalami gangguan

tidur. Berdasarkan tabel tersebut di atas, dengan menggunakan rumus Fisher’s Exact

Test, didapatkan hasil penghitungan signifikansi atau p sebesar = 0,020. Ternyata

p < 0,05; disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara stresor bising dengan

gangguan tidur pada pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta. Dilihat dari contingency coefficient sebesar = 0,378 dapat diartikan

bahwa keeratan hubungannya rendah. Confidence Interval sebesar 1.005 -1.769 dapat

diartikan bahwa penelitian ini bermakna. Rentang CI yang sempit menunjukkan

bahwa kemaknaan penelitian ini tidak hanya bermakna secara statistik tetapi juga

secara klinis terhadap gangguan tidur. Odds Ratio sebesar 1.333 menunjukkan bahwa

pasien yang mengalami tingkat kebisingan kuat mempunyai kemungkinan terkena

gangguan tidur 1.333 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang mengalami

tingkat kebisingan sedang.

Timbulnya bising yang disebabkan intensitas yang tinggi, sumber bunyi yang

beraneka ragam, ataupun bunyi yang irreguler, akan menimbulkan dampak/efek

negatif terutama pada proses pendengaran (misalnya timbul tuli sementara atau

menetap), menimbulkan kejengkelan, rasa tidak senang, mengganggu proses

komunikasi, mengganggu proses tidur, dan penurunan semangat kerja (Gabriel,

2001). Kebisingan menjadi bahaya lingkungan yang menciptakan ketidaknyamanan

pada seorang pasien. Konsekuensi dari lingkungan yang bising diantaranya adalah

tergangggunya tidur, terhalanginya penyembuhan luka, dan aktivasi sistem saraf

simpatik. Level-level kebisingan yang moderat bisa menghasilkan vasokonstriksi.


39

Kondisi terbangunkan yang sering, yang disebabkan oleh kebisingan, dapat saja

terjadi selama berhari-hari bahkan sampai berminggu-minggu untuk para pasien yang

opname lama di ICU (Hudak and Gallo, 1997).

Penyebab gangguan tidur di ICU adalah lingkungan perawatan kritis, penyakit

medik akut maupun kronis, nyeri, stres psikologis, dan banyaknya pengobatan dan

tindakan perawatan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit kritis, kebisingan,

dan pencahayaan yang konstan ( Cooper et al., 2001; Weinhouse and Schwab 2006;

Walder et al., 2007). Dinyatakan oleh Hudak dan Gallo (1997) tempat-tempat tidur

yang dikelilingi oleh mesin-mesin dan peralatan yang bising akan menakutkan bagi

pasien, keluarga, dan perawat baru dalam perawatan kritis.

Menurut Wilkinson (2000), ada beberapa faktor yang berhubungan dengan

gangguan pola tidur, yaitu faktor psikologis, fisiologis, lingkungan dan faktor

parental. Faktor lingkungan yang bisa mempengaruhi tidur adalah suhu, kelembaban

yang berubah-ubah, stimulasi yang berlebihan, kurangnya privasi/pengendalian tidur,

pencahayaan, pengobatan (depresan atau stimulan), kegaduhan, bau yang berbahaya,

perawat (yang membangunkan pasien) untuk perawatan, pemantauan, dan test

laboratorium, restrein fisik, pasangan tidur, dan perlengkapan tidur yang asing

(Wilkinson, 2000).

Gabor et all. (2003) menyimpulkan bahwa kebisingan dan aktivitas perawatan

pasien menyebabkan gangguan tidur. Pada penelitian lain juga didapatkan bahwa

faktor-faktor non-lingkungan seperti pengobatan, nyeri, demam, dan penyakit kronis

yang mendasari juga berdampak buruk pada kualitas tidur (Freedman, et al., 1999).

Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Pola Tidur.


40

Dari 40 responden, terdapat 12 (30%) yang mengalami gangguan pola tidur.

Menurut Reishtein (2005) keteraturan tidur adalah suatu manifestasi dari irama

sirkardian, pada siklus 24 jam dari jam tubuh. Jam ini tersinkron secara harian oleh

paparan cahaya dan kejadian-kejadian yang teratur. Jam sirkardian ini bisa terganggu

oleh karena sakit, jet lag, kerja shiff atau tidur yang terus-menerus terpapar cahaya.

Karena banyak hormon, misalnya kortisol, tiroid stimulating hormon yang

disekresikan sesuai dengan irama harian, gangguan irama sirkardian dan gangguan

tidur dapat merupakan masalah pada hampir semua sistem tubuh.

Penelitian Freedman et al. (1999), menguatkan pernyataan bahwa penyebab

gangguan tidur selama di ICU bersifat multifaktorial. Pada penelitian tersebut

didapatkan bahwa walaupun secara subyektif pasien ICU mengalami kualitas tidur

yang lebih buruk daripada saat di rumah, intervensi petugas dan pemeriksaan

diagnostik lebih berperan sebagai penyebabnya dibandingkan dengan kebisingan

lingkungan perawatan.

Tidur pasien ICU pada umumnya ditandai dengan tidur tingkat 1 dan tingkat 2,

berkurang atau tidak adanya tingkat 3 dan 4, memendeknya periode tidur REM

(Rapid Eye Movement), sering terbangun dan adanya fragmentasi tidur (Freedman, et

all.,1999). Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa 40-50% total waktu tidur di

ICU terjadi pada siang hari, dan membutuhkan beberapa hari untuk menormalkannya

setelah dipindah ke ruang rawat biasa.

Hubungan Stresor Bising dengan Hipersomnia.

Dari 40 responden, hanya 2 (5,0%) yang mengalami hipersomnia dan hampir

semua responden 38 (95,0%) tidak mengalaminya. Kedua responden yang


41

mengalami hipersomnia ini, bersamaan juga mengalami gangguan pola tidur dan

gangguan insomnia. Kebisingan ruang perawatan tidak terbukti berhubungan dengan

gangguan tidur hipersomnia.

Hipersomnia adalah jumlah tidur yang berlebihan dan mengantuk

(somnolent) yang berlebihan di siang hari, diikuti dengan tanda dan gejala antara lain

bisa jatuh tertidur saat bekerja, saat makan, atau saat bercakap-cakap. Pada saat

tersadar, orang tersebut sering mengalami disorientasi, mudah tersinggung,

kehilangan kekuatan, dan mengalami perlambatan dalam berbicara dan proses

berpikir (Kaplan and Sadock, 1997; Taylor, et al., 2008).

Menurut Taylor, et all. (2008) penyebab hipersomnia bervariasi, di antaranya

adanya gangguan tidur lain (misal sleep apnea), ketergantungan obat atau alkohol,

cedera kepala atau cedera sistem saraf pusat, efek dari obat-obatan tertentu, depresi

dan obesitas.

Hubungan Stresor Bising dengan Insomnia

Dari 40 responden, terdapat 22 (55%) yang mengalami gangguan insomnia.

Responden yang mengalami insomnia ini, bersamaan juga mengalami gangguan pola

tidur. Menurut Taylor et all. (2008) insomnia sering terjadi pada usia di atas 60

tahun, wanita (terutama yang telah menopause), dan orang dengan riwayat depresi.

Gangguan tidur insomnia ini dapat juga terjadi saat periode stress, dalam situasi

lingkungan yang berbeda dengan biasanya, sesudah perjalanan yang melintasi batas

zona waktu (jet lag), dan bisa juga diakibatkan efek obat-obatan tertentu.

Menurut Hudak dan Gallo (1997) lingkungan rumah sakit seringkali

menurunkan stimulus sensori normal pasien sementara memberi mereka stimulus


42

sensori asing yang tidak ditemui di lingkungan rumah. Situasi ini, suatu kombinasi

dari penurunan sensori dan kelebihan sensori disebut fenomena rumah sakit. Bunyi

normal di rumah termasuk suara-suara orang yang dicintai, teman, radio dengan

gelombang yang disukai, bunyi telepon, suara anak-anak bermain, dan lain-lain

merupakan bunyi-bunyi yang biasa didengar.

Dukungan psikososial sangat dibutuhkan oleh pasien di unit perawatan kritis

termasuk bantuan dalam mengatasi efek perawatan di rumah sakit. Suara dan

aktivitas-aktivitas unit mengganggu pasien selama 24 jam sehari, selain itu, pasien

harus mengatasi rasa takut akan penyakitnya. Stimulus yang berlebihan di

lingkungan perawatan kritis bisa menyebabkan masalah psikologis pada pasien

(Hudak and Gallo, 1997).

Kurang tidur (insomnia) yang sering terjadi dan berkepanjangan dapat

mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Pada segi fisik, insomnia akan

menyebabkan muka pucat, mata sembab, badan lemas, daya tahan tubuh menurun

sehingga mudah terserang penyakit dan gejala alergi akan mudah muncul. Pada segi

psikis, insomnia akan mempengaruhi sistem saraf, menyebabkan timbulnya

perubahan suasana kejiwaan sehingga penderita akan menjadi lesu, lamban

menghadapai rangsang, dan sulit berkonsentrasi (Lanywati, 2008).

D. Analisa Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan di beberapa tempat di IRJAN

Hasil analisis tingkat kebisingan di IRJAN dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6. Rata-rata tingkat kebisingan per hari di beberapa tempat


di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2008
43

No. Tempat Rata-rata Intensitas


dB(A) Kebisingan
1. Ruang jaga perawat 65,72 Kuat
2. Ruang rawat pasien 66,38 Kuat
3. Ruang istirahat perawat 59,46 Sedang
4. Meja konsultasi 68,08 Kuat
5. Ruang tindakan 54,84 Sedang
6. Kamar mandi umum 60,00 Sedang
7. Pintu masuk-keluar 66,42 Kuat
Sumber: Analisis Data Primer

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat kebisingan di beberapa

tempat di IRJAN yang diukur dalam waktu 5 X 24 jam, yang dilakukan pada hari

yang tidak berturutan, rata-rata tingkat kebisingan di ruang jaga perawat berada

dalam skala intensitas kuat; di ruang istirahat perawat dalam skala sedang; di meja

konsultasi dalam skala kuat; di ruang tindakan dalam skala sedang; di kamar mandi

umum dalam skala sedang; sedangkan di pintu masuk-keluar dalam skala kuat.

Menurut Akansel dan Kaymakci (2008) tingkat kebisingan di ICU sebagian

besar melebihi standar yang direkomendasikan untuk rumah sakit dan pada

umumnya berkisar antara 60-70 dBA. Pengukuran di beberapa tempat yang berbeda

di lingkungan ICU tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kebisingan bisa

ditimbulkan oleh pasien lain, bunyi alarm monitor, percakapan staf/petugas.

Percakapan staf ini terjadi saat visite dokter dan perawat, biasanya disertai oleh

praktikan yang ada di IRJAN, antara lain mahasiwa dari Pendidikan Dokter (dokter

residen dan co ass), mahasiswa dari Pendidikan Keperawatan (Diploma III dan SI).

Saat visite ini dokter dan atau perawat, setelah memberikan penjelasan terhadap

pasien tentang kondisi kesehatan dan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan,

kadang-kadang sambil memberikan penjelasan juga terhadap praktikan (diskusi


44

kecil) di dekat pasien. Hal lain yang bisa menjadi sumber kebisingan adalah aktivitas

perawatan dan pengobatan dan monitoring yang dilakukan pada pasien, aktivitas

penerimaan pasien baru, aktivitas saat ada tindakan resusitasi jantung paru, dan juga

dari pasien yang dalam kondisi gaduh gelisah.

Tabel 7. Rata-rata tingkat kebisingan per shift jaga di beberapa tempat


di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2008

Shift Pagi Shift Sore Shift Malam


No
Tempat
. Rata-rata Intensitas Rata-rata Intensitas Rata-rata Intensitas
dB(A) dB(A) dB(A)
1. Ruang jaga 71,50 Kuat 62,64 Kuat 63,20 Kuat
perawat
Ruang rawat 69,82 Kuat 64,64 Kuat 64,76 Kuat
2. pasien
3. Meja konsultasi 73,96 Kuat 66,22 Kuat 62,36 Kuat
4. Ruang istirahat 58,90 Sedang 58,90 Sedang 59,64 Sedang
perawat
5. Ruang tindakan 58,88 Sedang 53,16 Sedang 52,48 Sedang
6. Kamar mandi 64,14 Kuat 56,58 Sedang 59,36 Sedang
umum
7. Pintu masuk- 71,48 Kuat 66,94 Kuat 62,88 Kuat
keluar

Sumber: Analisis Data Primer


Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat kebisingan per shift

jaga di beberapa tempat di IRJAN yang diukur dalam waktu 5 X 24 jam, yang

dilakukan pada hari yang tidak berturutan, rata-rata tingkat kebisingan di ruang jaga

perawat dalam 5 hari pengukuran, baik pada shift jaga Pagi, Sore maupun Malam

berada dalam skala intensitas kuat. Kebisingan di ruang jaga perawat berasal dari

suara monitor sentral, 2 buah pesawat telepon yang sering berbunyi, suara

percakapan petugas, suara bel pemanggil dari pasien dan kadang-kadang suara

vacuum cleaner saat membersihkan karpet di ruang jaga perawat. Sesuai dengan

pernyataan Hudak and Gallo (1997) sumber-sumber kebisingan diantaranya adalah

perawatan, berbagai alarm dan telepon, televisi, ventilasi, dan percakapan staf.
45

Tingkat kebisingan rata-rata di ruang rawat pasien, dalam 5 hari pengukuran,

berada dalam skala intensitas kuat baik pada saat shift jaga Pagi, Sore maupun

Malam. Hal ini dikarenakan aktivitas perawatan pada pasien di IRJAN relatif hampir

sama di semua shift jaga. Adanya aktivitas perawatan, penerimaan pasien baru,

aktivitas resusitasi jantung paru pada pasien kritis, bed side monitor di setiap pasien,

syringe pump dan kadang-kadang ada pasien yang terpasang ventilasi mekanik, atau

sering juga ada pasien yang gaduh gelisah ikut memberikan andil dalam

menimbulkan kebisingan di ruang rawat pasien. Akan tetapi angka kebisingan

tertinggi berada pada shift jaga Pagi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Christensen M. (2007) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat

kebisingan yang signifikan antara shift Pagi dengan shift Sore dan Malam, di mana

shift Pagi tingkat kebisingan lebih tinggi daripada shift Sore dan Malam dan tidak

ada perbedaan yang signifikan antara shift Sore dengan shift Malam.

Tingkat kebisingan rata-rata di ruang istirahat perawat, pada 5 hari pengukuran,

berada dalam skala intensitas sedang, baik pada shift jaga Pagi, Sore maupun Malam.

Hal ini dikarenakan perawat selalu saling bergantian untuk beristirahat sejenak di

ruang istirahat. Saat ada yang beristirahat, sebagian yang lain berjaga di ruang jaga

perawat dan di ruang perawatan pasien. Dengan demikian tingkat kebisingan yang

ditimbulkan di ruang istirahat perawat masih dalam skala sedang. Ruang istirahat

perawat ini juga digunakan sebagai ruang istirahat dokter jaga. Di samping itu juga

sebagai ruang komputer, perpustakaan perawat, serta sebagai ruang makan dan

minum bagi perawat dan dokter jaga.


46

Tingkat kebisingan rata-rata di meja konsultasi dalam 5 hari pengukuran, pada

shift jaga Pagi, Sore maupun Malam, rata-rata dalam intensitas kuat. Keadaan ini

terjadi baik pada saat ada keluarga pasien berkonsultasi maupun tidak dikarenakan

penempatan meja konsultasi sangat strategis untuk memantau pasien sehingga saat

tidak ada keluarga yang konsultasi, dipakai oleh petugas/perawat untuk duduk

menulis catatan asuhan keperawatan sambil memantau pasien. Pada shift Malam,

biasanya keluarga pasien jarang ada yang berkonsultasi, kecuali saat ada pasien yang

baru masuk, perawat yang bertugas hanya berjumlah 4 orang, dokter jaga 1-2 orang,

biasanya akan duduk berpencar di semua penjuru ruangan dalam memantau pasien

(ruang jaga perawat, ruang rawat pasien dan di meja konsultasi) sehingga tingkat

kebisingan di meja konsultasi sedikit menurun.

Tingkat kebisingan rata-rata di ruang tindakan untuk shift jaga Pagi, Sore,

maupun Malam, berada dalam intensitas sedang. Hal ini dikarenakan ruang tindakan

di IRJAN dipersiapkan untuk melakukan tindakan-tindakan invasif yang bersifat

emergensi/darurat saja, seperti pemasangan vena dalam dan pemasangan pacu

jantung sementara (Temporary Pace Maker/TPM) sedangkan untuk tindakan invasif

yang terencana dilaksanakan di ruang catheterisasi jantung di bagian Radiologi

RSUP DR. Sardjito. Selama pengambilan data penelitian, hanya ada 1 kali

pemasangan vena dalam pada tanggal 1 Oktober 2008 jam 08.00-09.00 WIB dan

4 kali tindakan pemasangan pacu jantung sementara (TPM) yaitu pada tanggal

1 Oktober 2008 jam 10.00-11.30 WIB, tanggal 20 Oktober 2008 jam 13.00-14.30

WIB, tanggal 24 Oktober 2008 jam 19.00-21.00 WIB dan tanggal 27 Oktober 2008

jam 01.00-03.00 WIB.


47

Tingkat kebisingan rata-rata di kamar mandi umum, selama 5 hari pengukuran,

untuk shift jaga Pagi berada dalam intensitas kuat, untuk shift jaga Sore rata-rata

dalam intensitas sedang, untuk shift jaga Malam didapatkan rata-rata dalam intensitas

sedang. Hal ini dikarenakan di saat shift jaga Pagi banyak kegiatan bersih-bersih

yang dilakukan, seperti menguras bak mandi, membersihkan lantai, mencuci waskom

mandi, urinal, pispot, instrumen ganti balut, dan lain-lain. Sedangkan untuk jaga Sore

dan Malam, kegiatan bersih-bersih hanya bersifat insidental saja dan khusus untuk

jaga malam, intensitas kebisingan yang kuat rata-rata pada jam 05.00 – 06.00 WIB

saat perawat mempersiapkan air mandi untuk pasien.

Di pintu masuk-keluar selama 5 hari pengukuran, di semua shift Pagi, Sore dan

Malam, rata-rata semua berada dalam skala intensitas kuat. Akan tetapi angka

kebisingan tertinggi berada pada saat shift jaga Pagi. Hal ini dikarenakan pada shift

jaga Pagi, banyak petugas yang keluar masuk dalam rangka menjalankan tugasnya

sehingga menimbulkan angka kebisingan yang tinggi di pintu masuk-keluar.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


48

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada

bab terdahulu, penelitian ini menyimpulkan: terdapat hubungan yang bermakna

antara stresor bising dengan gangguan tidur pada pasien di Instalasi Rawat Jantung

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

B. Saran

Berdasarkan beberapa kesimpulan tersebut di atas, peneliti memberikan

beberapa saran, sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit

Pengadaan berbagai macam peralatan yang dilengkapi dengan sistem alarm

dalam kriteria tidak bising tetapi masih bisa menunjukkan adanya suatu kejadian

yang perlu diwaspadai.

2. Bagi Keperawatan

a. Pertimbangkan untuk penataan ulang yang bisa meminimalkan tingkat

intensitas kebisingan, misalnya dengan mengelompokkan penempatan pasien

sesuai tingkat kekritisannya dan menyediakan ruangan khusus untuk

konsultasi pasien di tempat yang terpisah dari ruang rawat pasien.

b. Hindari pemberian aktivitas perawatan saat pasien kemungkinan tidur.

c. Kelompokkan tindakan-tindakan perawatan pasien untuk memungkinkan

tidur pasien tidak terganggu baik pada shift jaga Pagi, Sore maupun Malam.
49

d. Turunkan tingkat kebisingan ruang rawat pasien terutama saat malam hari.

Alternatif yang bisa diambil adalah dengan mengatur setting alarm peralatan

yang terpasang pada pasien bunyi monitor pada posisi off pada kondisi

fisiologis dan hanya on saat kondisi patologis saja.

e. Jaga tingkat kebisingan serendah mungkin pada siang hari, diskusi tentang

pasien dalam rangka pendidikan kepada praktikan bisa dilakukan di ruangan

tersendiri (tidak di dekat pasien), bed side teaching dan ronde keperawatan

dilakukan pada saat pasien tidak sedang butuh istirahat tidur.

f. Optimalisasi hubungan keluarga dengan pasien saat jam kunjung sehingga

tidak akan ada kunjungan keluarga di luar jam berkunjung yang telah

ditentukan.

3. Bagi Peneliti lain

Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh kebisingan ruang rawat

terhadap semua gangguan yang bisa timbul baik pada pasien maupun petugas.
50

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, edisi revisi VI.
PT Rineka Cipta Jakarta.

Akansel, N. and Kaymakci S. 2008. Effect of intensive care unit noise on patients: a
study on coronary artery bypass graft surgery patients, Journal of Crinical
Nursing, Vol.17 Issue 12 Page 1581 -1590, June 2008, diakses tgl 20-6-2008.

Amir, N. 2007. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan Penatalaksanaan,
Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007. Bagian Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta.

Arifin, S. 2006. Persepsi Pasien terhadap Stresor di Instalasi Rawat Intensif RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta, Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedoteran UGM Yogyakarta.

Cooper AB; Gabor JY; Hanly PJ, 2001, Sleep in the critically ill patient, Semin Respr
Crit Care Med. 2001;22(2):153-64.

Dep Kes RI. 1994. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Dit. Jen. PPM &
PLP dan Dit. Jen. Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.

Dep Kes RI. 1995. Petunjuk Pelaksanan Pengawasan kebisingan, Dit. Jen. PPM &
PLP Departemen Kesehatan RI.

Dep Kes RI. 2006. Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Direktorat Keperawatan
dan Keteknisan Medik, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan RI.

Freedman, NS, Gazendam J, Levan L, Pack AI, Schwab RJ. 2001. Abnormal
sleep/wake cycles and the effect of environmenttal noise on sleep disruption in
the intensive care unit, Am J Respir Crit Care Med. 2001 Feb;163(2):45-7.
Freedman NS, Kotzer N, Schwab RJ. 1999. Patient perception of sleep quality and
etiology of sleep disruption in the intensive care unit, Am J Respir Crit Care
Med. 1999 Apr; 159 (4 Pt 1): 1155-62.

Gabor JY, Cooper AB, Crombach SA, Lee B, Kadikar N, Bettger HE, et al. 2003.
Contribution of the intensive care unit environment to sleep disruption in
menhanically ventilated patients and healthy subjects, Am J Respir Crit Care
Med. 2003 Mar 1;167(5):708-15. www.atsjournals.org.

Gabriel J.F. 2001. Fisika Lingkungan, Penerbit Hipokrates, Jakarta.


51

Gabriel J.F. 1996. Fisika Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran, EGC

Goines, L.and Hagler, L. 2007. Noise Pollution: A Modern Plaque, Southern


Medical Journal, http://www.medscape.com/viewpublication/402_index.

Guyton, A. and Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, alih
bahasa, Irawati...[et al.], Penerbit Buku Kedokteran, EGC Jakarta.

Hedges, C. and Redeker N. 2008. Comparison of Sleep and Mood in Patients after
On-Pump and Off-Pump Coronary Artery Bypass Surgery, American Journal of
Critical Care, March 2008, Vol. 17, No. 2, www.ajcconline.org.

Hudak, C.M., and Gallo, B.M. 1997. Keperawatan Kritis: Penedekatan Holistik.
Alih bahasa Allenidekania, Susanto, B., Asih, Y. Editor Ester, M. EGC Jakarta.

Iskandar, Y. & Setyonegoro, R.K. 1985. Psikiatri Biologik Vol. III: Diagnosa dan
Terapi Insomnia. Yayasan Dharma Graha Jakarta.

Joseph A. 2007. Sound Control for Improved Outcomes in Healthcare Settings,


www.healthdesign.org.

Kaplan, H.I. and Sadock, B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi ke-7 Jilid 2, Alih bahasa
Dr. Wijaya Kusuma Binarupa Aksara Jakarta.

Kurniawati, D. 2007. Intensitas Kebisingan dan Keluhan Subyektif (Non Auditory


Effect) pada Perawat di IRNA Medik RSU DR. Soetomo Surabaya, Skripsi,
Bidang Penelitian dan Pengembangan RSU Dr. Soetomo Surabaya.

Lanywati, E. 2008. Insomnia Gangguan Sulit Tidur, Penerbit Kanisius (Anggota


IKAPI), Cetakan ke-7, tahun 2008.07.21.

Lower, J. and Bonsack, C. 2002. High-Tech High-Touch: Mission Possible? Creating


an environment of Healing, Dimension of Critical Care Nursing; 21(5), 201-5

Marchira, C.R., 2004. Hubungan Dukungan Sosial dengan Insomnia pada Lansia di
Poli Geriatri RS DR. Sardjito Yogyakarta, Tesis, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta.

Mukono, H.J. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Airlangga University


Press Surabaya.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, PT Rineka


Cipta Jakarta.

Novaes MA, Aronovich A, Ferraz MB, Knobel E. 1997. Stressors in ICU: patients’
evaluation, Intensive Care Med. 997 Dec ;23(12) :1282-5.
52

Priharjo, R. 1993. Perawatan Nyeri Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Penerbit


Buku Kedokteran EGC Jakarta.

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2007. Prosedur Tetap Penerimaan Pasien di ICCU:
tidak diterbitkan.

Schneider, D.L., 2002, Insomnia: Safe and Effective Therapy for Sleep Problem in
The Older Patient. Geriatrics, May, 57:24-35.

Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G., 2000. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing, 9th edition, Lippincott Raven Publishers, Philadelphia.

Stanchina, ML, Abu-Hijleh M, Chaudhry BK, Carlisle CC, Millman RP. 2005. The
Influence of white noise on sleep in subjects exposed to ICU noise, E:\data
update\ [Sleep Med_2005] Sep;6(5):423-8. Epub 2005 Mar 31.

Stokowski, L.A. 2008. The Inhospitable Hospital: No Piece, No Quiet, Medscape


Nurse, 06/3/2008, http://www.medscape.com/viewprogram/14587_authors

Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian, Revisi terbaru, cetakan keduabelas,


Penerbit IKAPI Jawa Barat.

Tamburri, L.M., Rosean D., Zozula, R., Redeker N.S. 2004. Nocturnal Care
Interactions With Patients in Critical Care Units, American Journal of Critical
Care, 04/12/2004.

Taylor, C.R., Lillis, C., LeMone, P., Lynn, P. 2008. Fundamental of Nursing The Art
and Science of Nursing Care, Sixth Edition, Wolters Kluwer, Lippincott
Williams & Wilkins.

Thelan, L.A., Davie, J.K., Urden, L.D., Lough, M.E. 1994. Critical Care Nursing:
Diagnosis and Management, 2nd edition, Mosby, St. Louis.

Walder B, Haase U, Rundshagen I, 2007. Sleep disturbances in critically ill patients,


Article in German PMID: 16953422 [PubMed – indexed for MEDLINE].

Weinhouse, G.L. and Schwab, R.J. 2006. Sleep in critically ill patient, Sleep.2006
May 1;29(5):707-16. PMID: 16774162 [PubMed – indexed for MEDLINE].

Watson, P.L. 2007. Measuring sleep in critically ill patients: beware the pitfalls, Crit
Care. 2007;11(4):226. PMID: 17850679 [Pubmed – indexed for MEDLINE].

Wilkinson, J.M. 2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Alih bahasa, Widyawati, Alim, S., Dwihapsari, E.,
Nurjannah, I., Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth........................
Di tempat

Dengan hormat,
Saya, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Program B Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta akan melakukan penelitian yang
berjudul ”Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Tidur pada Pasien di
Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara stresor bising dengan
gangguan tidur pada pasien selama dirawat di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
untuk membantu pelaksanaan penelitian ini dengan bersedia menjadi responden.
Data yang diperoleh dari Saudara akan dijamin kerahasiaannya dan hanya akan
digunakan untuk keperluan penelitian ini. Data tersebut akan bermanfaat sebagai
bahan masukan bagi upaya peningkatan pelayanan pasien di Instalasi Rawat Jantung
di masa mendatang.
Atas perhatian dan kesediaan menjadi responden penelitian ini, saya
mengucapkan terimakasih.

Hormat Saya,
SUJIATI
Lampiran 2

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:


Nama : ..................................................
Umur : ..................................................
Alamat: ..................................................
Sesungguhnya menyatakan setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian
”Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Tidur pada Pasien di Instalasi
Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”.
Saya telah mengetahui bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara stresor bising dengan
gangguan tidur pada pasien selama dirawat di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Untuk itu saya akan mengikuti prosedur penelitian ini dengan
menjawab pertanyaan dengan sebenarnya saat dilakukan wawancara.
Demikian pernyataan saya, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya,
dan terima kasih.

Yogyakarta, ...................................
Responden,

(tanda tangan & nama terang)


Lampiran 3

PERMOHONAN MENJADI ASISTEN PENELITIAN

Kepada

Yth. ...................

Di tempat

Dengan Hormat,

Saya, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Program B, Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta bermaksud mengadakan penelitian

dengan judul ”Hubungan Stresor Bising dengan Gangguan Tidur pada Pasien di

Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”.

Sehubungan dengan hal tersebut dengan ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu

untuk membantu pelaksanaan penelitian tersebut dengan bersedia menjadi asisten

penelitian.

Atas partisipasi dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi asisten penelitian tersebut

saya mengucapkan terimakasih.

Yogyakarta,

Hormat saya,

SUJIATI
Lampiran 4

PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI ASISTEN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : ............................................
Umur : .............................................
Alamat : ..............................................

Dengan ini bersedia menjadi asisten peneliti dalam penelitian sdr. Sujiati,

mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Program B Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan judul ”Hubungan Stresor Bising

dengan Gangguan Tidur pada Pasien di Instalasi Rawat Jantung RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta”.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat digunakan sebagaimana


mestinya.

Yogyakarta,

Asisten Peneliti,

(Tanda tangan & nama terang)


Lampiran 5 Kode Responden:

LEMBAR SCREENING PENJARINGAN SAMPEL PENELITIAN

Petunjuk Pengisian: Isilah data pasien dan berikan tanda X sesuai dengan data
yang ada pada pasien.

1. Inisial Pasien : ……………… No Tempat Tidur: ………..

2. Umur : ……… tahun

3. Diagnosa Medis : …………………

4. No. CM :

5. Tanggal masuk IRJAN: ………………

6. Jenis Kelamin : a) Laki-laki b) Perempuan

7. Pendidikan Terakhir :
a) Tidak Sekolah b) SD c) SMP d) SMU e) Perguruan Tinggi
8. Status Perkawinan: a) Belum Menikah b) Menikah c) Janda/duda

9. Mendapat obat tidur/penenang kontinyu :


a) Ya b) Tidak
10. Mengalami nyeri skala :
a) 1-4 b) 5-7 c) 8-10
11. Ada riwayat gangguan tidur sebelum dirawat di RS :
a) Ya b) Tidak
12. Ada Gangguan Psikologis yang mempengaruhi fungsi kognitif :
a) Ya b) Tidak
13. Ada gangguan Neurologis yang mempengaruhi fungsi kognitif :
a) Ya b) Tidak
Lampiran 6
LEMBAR OBSERVASI POLA TIDUR-BANGUN
Inisial :
No. MR :
Kode Responden :
No. TT :
Uraian Jam
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 6

Kebiasaan tidur-
bangun di rumah                                                
Dirawat hari I                                                
Dirawat hari II                                                
Dirawat hari III                                                
Dirawat hari IV                                                
Ket :
X = Tidur
√ = Bangun
LEMBAR OBSERVASI TINGKAT KEBISINGAN
Inisial :
No. MR :
Kode Responden :
No. TT :
Uraian Jam
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 6
Dirawat hari I                                                
Dirawat hari II                                                
Dirawat hari III                                                
Dirawat hari IV                                                
Ket :
Satuan kebisingan : dB(A)
Lampiran 7
LEMBAR OBSERVASI POLA/WAKTU TIDUR SIANG HARI
DAN TANDA-TANDA HIPERSOMNIA
Inisial :
No MR :
Kode Responden :
No. TT :
Petunjuk Pengisian : berikan tanda √ sesuai dengan kondisi responden

HARI
NO KARAKTERISTIK 1 2 3 4
    YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK
1 Mengantuk / tidur berlebihan di siang hari                
2 Jumlah jam tidur < 6 jam                
3 Jumlah jam tidur ≥ 6jam                
4 Tiba-tiba jatuh tertidur saat bercakap-cakap                
5 Tiba-tiba jatuh tertidur saat makan                
6 Tiba-tiba jatuh tertidur saat beraktifitas                
7 Saat terbangun terjadi disorientasi                
8 Saat terbangun mudah tersinggung                
9 Saat terbangun menjadi lemas/kehilangan kekuatan                
10 Saat terbangun terjadi perlambatan dalam bicara                
11 Saat terbangun terjadi perlambatan proses berpikir                
Lampiran 8 Kode Responden:
Kuesioner Insomnia

Petunjuk pengisian kuesioner:


1. Mohon diisi pada jawaban yang tersedia dengan memberikan tanda X sesuai
dengan pilihan Bapak/Ibu/Saudara.
2. Tidak ada jawaban yang salah pada setiap butir pertanyaan, oleh karena itu, saya
memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk menjawab kuesioner ini dengan
jujur.
I. Lamanya tidur. Berapa jam Anda tidur dalam sehari?
0 = lebih dari 6,5 jam
1 = antara 5 jam 30 menit – 6 jam 29 menit
2 = antara 4 jam 30 menit – 5 jam 29 menit
3 = kurang dari 4 jam 30 menit
II. Mimpi-mimpi. Selama Anda tidur, apakah Anda:
0 = tidak bermimpi
1 = kadang-kadang terdapat mimpi (atau mimpi yang menyenangkan)
2 = selalu bermimpi (mimpi yang mengganggu)
3 = mimpi buruk
III. Kualitas dari tidur. Bagaimana rasa tidur Anda?
0 = tidur dalam, sulit dibangunkan
1 = tidur sedang, tetapi sulit terbangun
2 = tidur sedang, tetapi mudah terbangun
3 = tidur dangkal dan mudah terbangun
IV. Masuk tidur. Bila Anda ingin tidur, berapa lama waktu yang diperlukan
untuk bisa tertidur?
0 = kurang dari 5 menit 3 = antara 29 – 44 menit
1 = antara 6 – 15 menit 4 = antara 45 – 60 menit
2 = antara 16 –28 menit 5 = lebih dari 60 menit
V. Bangun malam hari. Berapa kali Anda terbangun dalam semalam?
0 = tidak terbangun 2 = terbangun 3 - 4 kali
1 = terbangun 1 - 2 kali 3 = lebih dari 4 kali
VI. Waktu untuk tidur kembali setelah terbangun malam hari.
0 = kurang dari 5 menit 2 = antara 16 – 60 menit
1 = antara 6 – 15 menit 3 = lebih dari 60 menit
VII. Bangun dini hari. Pagi hari apakah Anda terbangun:
0 = tidak terdapat bangun dini hari (bangun pada saat terbiasa bangun)
1 = setengah jam bangun lebih awal dan tidak dapat tidur lagi
2 = 1 jam bangun lebih awal dan tidak dapat tidur lagi
3 = lebih dari 1 jam bangun lebih awal dan tidak dapt tidur lagi
VIII. Perasaan segar waktu bangun. Saat Anda bangun pagi hari, apa yang
Anda rasakan?
0 = perasaan segar
1 = tidak begitu segar
2 = perasaan tidak segar
Lampiran 9

LEMBAR OBSERVASI TINGKAT KEBISINGAN DI BEBERAPA TEMPAT DI IRJAN


Hari/tanggal:
Jam
Tempat 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 6
Ruang Jaga Perawat                                                
Ruang Rawat Pasien                                                
Ruang Istirahat Perawat                                                
Meja Konsultasi                                                
Ruang Tindakan                                                
Kamar mandi umum                                                
Pintu masuk-keluar                                                
Keterangan                                                
Ket:
Satuan kebisingan: dB(A)
Lampiran 10
No. Sampel Nama pasien Hari ke :

LEMBAR
SKALA PENGUKURAN TINGKAT NYERI

Kepada Bp / Ibu Pasien ICCU

Dengan hormat,

Pengisian skala dibawah ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah bapak atau ibu
mengalami nyeri.

Mohon kesediaan bapak / ibu untuk memberi tanda lingkaran pada nomor dibawah
ini yang menurut Bp/Ibu sesuai dengan kondisi nyeri:

Tidak (1-3) (4-6) (7-10)


ada Nyeri Ringan Nyeri sedang Nyeri berat
nyeri

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Cara pengisian:

 Nilai 0 menunjukan bahwa Bpk/Ibu tidak mengalami nyeri sama sekali

 Semakin besar nilainya berarti semakin besar nyeri yang diderita

 Nilai 10 merupakan nilai terbesar yang berarti Bpk/Ibu mengalami nyeri yang
sangat hebat sehingga tidak mampu melakukan kegiatan apapun

 Nilai 1 – 3 = Jika nyeri dirasa ringan

 Nilai 4 – 6 = Jika nyeri dirasa sedang

 Nilai 7 – 10 = Jika nyeri dirasa berat


Crosstabs
Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
For cohort
1.333 1.005 1.769
gannguan tidur = ya
N of Valid Cases 40

Bar Chart

25 gannguan tidur
tidak
ya

20

15
Count

10

0
Kuat Sedang
Tingkat kebisingan

Anda mungkin juga menyukai