Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN

INVENTARISASI ZONA TRADISIONAL YANG


DIMANFAATKAN DI WILAYAH RESORT JOBEN
SEKSI PENGELOLAAN WILAYAH II
TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

LAPORAN

INVENTARISASI ZONA TRADISIONAL


YANG DIMANFAATKAN DI WILAYAH
RESORT JOBEN, SPW II
TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

MATARAM, MARET 2019 1


Document Name
Your Company Name (C) Copyright (Print Date) All Rights Reserved
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI
Jalan Dr. Soedjono, Lingkar Selatan Mataram.
Telp/Fax ( 0370 ) 641155
Booking Online : www.erinjani.id
Hotline number : +6281 128 3939
Mataram, Maret 2019
2
Document Name
Your Company Name (C) Copyright (Print Date) All Rights Reserved
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN
INVENTARISASI ZONA TRADISIONAL YANG
DIMANFAATKAN DI WILAYAH RESORT JOBEN
SEKSI PENGELOLAAN WILAYAH II
TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

1. Dasar Pelaksanaan : Surat Perintah Tugas Kepala Balai Taman


Nasional Gunung Rinjani Nomor :
ST. 358 /T.39/TU/PEG/03/2019
Tanggal 19 Maret 2019

2. Waktu Pelaksanaan : Tanggal 22 Maret s.d 27 Maret 2019

3. Lokasi kegiatan : Resort Joben, SPW II

Menyetujui, Mataram, Maret 2019


Kepala Seksi Ketua Tim Pelaksana,

Benediktus Rio Wibawanto, S.Hut, M.Sc Kenny Aprilliani, S.Hut


NIP. 19760322 200003 1 002 NIP. 19910418 201502 2 001

Mengetahui / Mengesahkan :
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani,

Ir. Sudiyono, M.Si


NIP. 19610901 199203 1 003

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II i
Taman Nasional Gunung Rinjani
KATA PENGANTAR

Pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan dan


peningkatan pelayanan dasar adalah salah satu program prioritas nasional
yang dirumuskan oleh Pemerintah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
telah menyusun kegiatan prioritas untuk mendukung program tersebut
yaitu dengan kegiatan prioritas berupa pengelolaan sumberdaya alam
melalui perhutanan sosial. Output dari kegiatan prioritas ini adalah
“penyiapan prakondisi dan pengelolaan kolaboratif hutan konservasi
bersama masyarakat seluas 25.839 hektar.
Inventarisasi zona tradisional yang dimanfaatkan merupakan
tahapan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai output yang telah
ditetapkan tersebut. Laporan ini adalah bentuk pertanggungjawaban
pelaksanaan kegiatan inventarisasi zona tradisional yang telah
dilaksanakan di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani khususnya di
wilayah Resort Joben, SPW II. Hal penting yang dijelaskan pada laporan
ini meliputi deskripsi zona tradisional, potensi hasil hutan bukan kayu, luas
zona tradisional yang dimanfaatkan hingga bentuk pemanfaatan oleh
masyarakat dan permasalahan yang timbul serta rekomendasi tindak
lanjut.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi membantu dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan
hingga penyusunan laporan ini. Kritik dan saran sangat diharapkan demi
kemajuan kegiatan ini di masa mendatang.

Mataram, Maret 2019


Tim Penyusun,

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II ii
Taman Nasional Gunung Rinjani
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 3
1.3 Keluaran 3
BAB II. BATASAN PENGERTIAN 4
BAB III. PELAKSANAAN 6
3.1 Dasar Pelaksanaan 6
3.2 Tim Pelaksana 6
3.3 Waktu dan Lokasi 7
3.4 Biaya 7
3.5 Alat dan Bahan 7
3.6 Metode 7
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 12
4.1 Inventarisasi Zona Tradisional 12
4.2 Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu 17
4.3 Identifikasi Masyarakat Pemanfaat 22
4.4 Pengetahuan Masyarakat 25
4.5 Tujuan Pemanfaatan 25
4.6 Permasalahan Pemanfaatan HHBK 30
BAB V. PENUTUP 33
5.1 Kesimpulan 33
5.2 Rekomendasi 34
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 38

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II iii
Taman Nasional Gunung Rinjani
DAFTAR TABEL
halaman
1. Rekapitulasi jenis vegetasi dan kemunculannya pada tiap 14
tingkat regenerasi di zona tradisional Resort Joben
2. Rekapitulasi 5 (lima) spesies dengan nilai INP tertinggi dan 16
terendah
3. Karakteristik masyarakat berdasarkan Peraturan Direktur 23
Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor
P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis
Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam.
4. Kategori motivasi masyarakat pemanfaatan HHBK di zona 25
tradisional wilayah kerja Resort Joben, SPW II

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II iv
Taman Nasional Gunung Rinjani
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1. Metode jalur berpetak untuk kegiatan inventarisasi flora 8
Gambar 2. Zona Tradisional Wilayah Kerja Resort Joben 12
Gambar 3. Jumlah individu tiap jenis pada tiap tingkat pertumbuhan 15
Gambar 4. Potensi HHBK rumput 19
Gambar 5. Objek Wisata Alam Telaga Biru 20
Gambar 6. Objek Wisata Alam Air Terjun 21
Gambar 7. Pipa distribusi air dan bak penampung 22
Gambar 8. Pemanfaatan rumput di zona tradisional Resort Joben 26
Gambar 9. Fasilitas wisata di zona tradisional Resort Joben 28
Gambar 10. Pemanfaatan Pakis 29
Gambar 11. Zona tradisional yang dimanfaatkan oleh masyarakat 30

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II v
Taman Nasional Gunung Rinjani
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan kawasan konservasi tidak dapat dilepaskan begitu saja
dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Interaksi antara keduanya telah
terjalin sejak lama. Wiratno (2018), menyatakan bahwa kawasan
konservasi tidak bisa dipandang sebagai “kertas putih” tanpa
keterhubungan dengan sejarah hidup dan kehidupan manusia sejak
dahulu kala.
Segala bentuk interaksi yang terjalin antara masyarakat setempat
dengan kawasan konservasi sebagian besar didorong untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Bentuk interaksi yang terjalin antara lain
pemungutan kayu bakar, penggembalaan ternak, perburuan, pemungutan
hasil hutan bukan kayu dan tanaman obat, budidaya/bercocok tanam
serta menangkap ikan.
Salah satu fungsi kawasan konservasi adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat disekitarnya atau sering disebut sebagai fungsi
sosial kawasan konservasi. Hermawan, dkk (2014) menyatakan fungsi
sosial kawasan konservasi ialah terwujudnya hubungan yang harmonis
antara pengelolaan kawasan konservasi dan pengembangan masyarakat
disekitarnya. International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources (IUCN), secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan
pengelolaan kawasan konservasi adalah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat lokal disekitar kawasan konservasi.
Dalam konteks pengelolaan taman nasional, wilayah yang
mengakomodir fungsi sosial masyarakat sekitar tersebut berada di zona
tradisional. Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang
ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat
yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber
daya alam (Permenhut No. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi
Taman Nasional).
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 1
Taman Nasional Gunung Rinjani
Taman Nasional Gunung Rinjani memiliki zona tradisional seluas
1,408.69 Ha atau sekitar 3,41% dari luasan kawasan Taman Nasional
Gunung Rinjani. Zona tradisional terletak diantara 8°18’18”S, 116°21’30“E
dan 8°32’ 19”S, 116°34’15“E dengan sebaran area di sebagian Anyar
wilayah kerja Resort Anyar, sebagian Torean wilayah kerja Resort Senaru,
Seksi Pengelolaan Wilayah I Lombok Utara; sebagian Aikmel wilayah kerja
Resort Aikmel, sebagian Sembalun wilayah kerja Resort Sembalun dan
sebagian Joben wilayah kerja Resort Joben Seksi Pengelolaan Wilayah II
Lombok Timur.
Konsep fungsi sosial kawasan konservasi bagi masyarakat sekitar
juga telah tertuang dalam beberapa peraturan dan kebijakan yang
berlaku, antara lain :
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam.
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor 83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang
Perhutanan Sosial.
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor 43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang
Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam.
Dalam rangka menjalankan amanah peraturan-peraturan diatas dan
mempertimbangkan kondisi dan fakta dilapangan terkini, Direktorat
Jenderal KSDAE telah menetapkan Rencana Strategis pengelolaan zona
tradisional di kawasan konservasi melalui kemitraan bersama masyarakat
dengan target seluas 100.000 hektar (Renstra DJ KSDAE Tahun
2015/2019).
Mekanisme pelaksanaan kemitraan diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 2
Taman Nasional Gunung Rinjani
P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan
Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Tahapan awal pelaksanaan Kemitraan Konservasi terdiri dari
tahapan persiapan yang dilakukan melalui inventarisasi dan identifikasi
karakteristik lokasi. Inventarisasi dan identifikasi dilaksanakan untuk
menentukan kelayakan zona tradisional dan masyarakat setempat yang
akan melakukan kerjasama.
Inventarisasi dan identifikasi dilaksanakan terhadap : 1) Masyarakat
yang melakukan pemanfaatan zona tradisional; 2) Potensi flora, fauna,
sumberdaya perairan dan jasa lingkungan dan 3) Pemanfaatan
sumberdaya hutan dan perairan (Pasal 15,16 dan 17 Perdirjen No. 6
Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam).

1.2 Tujuan
Tujuan kegiatan Inventarisasi Zona Tradisional yang dimanfaatkan
masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui potensi jenis hasil hutan bukan kayu dan sumberdaya
lainnya yang dimanfaatkan di zona tradisional.
2. Mengetahui luasan zona tradisional yang dimanfaatkan oleh
masyarakat.
3. Mengetahui kegiatan pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat.
4. Mengetahui masyarakat pemanfaat zona tradisional.
5. Mengetahui permasalahan dalam kegiatan pemanfaatan zona
tradisional.

1.3 Keluaran
Tersedianya data luasan dan jenis hasil hutan bukan kayu di zona
tradisional yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai data pendukung
pelaksanaan kemitraan konservasi di kawasan Taman Nasional Gunung
Rinjani.
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 3
Taman Nasional Gunung Rinjani
BAB II
BATASAN PENGERTIAN

Batasan pengertian terkait pemanfaatan zona tradisional mengacu


pada Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis
Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam :
1. Zona atau blok tradisional adalah bagian dari KPA yang ditetapkan
sebagai areal untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh
masyarakat yang secara turun temurun mempunyai ketergantungan
dengan sumberdaya alam.
2. Masyarakat adalah orang perseorangan atau kelompok orang
termasuk masyarakat hukum adat yang tinggal disekitar dan/atau
didalam KSA/KPA atau yang kehidupannya memiliki keterkaitan dan
ketergantungan pada potensi dan sumberdaya alam di KSA/KPA.
3. Masyarakat setempat adalah penduduk yang secara turun temurun
mempunyai ketergantungan terhadap sumberdaya alam di zona
tradisional untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari dan
tinggal didesa setempat yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP atau
bukti kependudukan lainnya.
4. Kemitraan kehutanan didalam kawasan konservasi yang selanjutnya
disebut kemitraan konservasi adalah kerjasama antara kepala unit
pengelola kawasan atau pemegang izin pada kawasan konservasi
dengan masyarakat setempat berdasarkan prinsip saling menghargai,
saling percaya dan saling menguntungkan.
5. Mitra konservasi adalah masyarakat setempat yang tinggal disekitar
kawasan konservasi yang melakukan kerjasama dengan kepala unit
pengelola kawasan atau pemegang izin dalam rangka pemberdayaan
masyarakat dan atau pemulihan ekosistem.

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 4
Taman Nasional Gunung Rinjani
6. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola
lingkungan hidup secara lestari.
7. Kelompok masyarakat setempat adalah kumpulan dari sejumlah
individu baik perempuan dan laki-laki yang berasal dari masyarakat
setempat.
8. Pemungutan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk
mengambil hasil hutan bukan kayu dengan batasan waktu, luas, alat
dan/atau volume tertentu.

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 5
Taman Nasional Gunung Rinjani
BAB III
PELAKSANAAN

3.1 Dasar Pelaksanaan


1. Peraturan Pemerintah Nomor. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor 83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang
Perhutanan Sosial.
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 Tentang
Pemberdayaan Masyarakat di sekitar Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam.
4. Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk
Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam.
5. Surat Tugas Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Nomor :
ST. 358/T.39/TU/PEG/3/2019 Tanggal 19 Maret Tahun 2019.

3.2 Tim Pelaksana


1. Kenny Aprilliani, S.Hut/NIP. 199104182015022001
Jabatan : PEH Pertama
2. Wasmat, A.Md/NIP. 196603071989031005
Jabatan : PEH Penyelia
3. Heri Sasongko/NIP. 198007252001121001
Jabatan : PEH Pelaksana
4. Kusumayadi Sulistyo/NIP. 196212261986031003
Jabatan : TPHL

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 6
Taman Nasional Gunung Rinjani
3.3 Waktu dan Lokasi
Kegiatan inventarisasi zona tradisional dilaksanakan selama 6
(enam) hari mulai tanggal 22 s.d 27 Maret 2019 di zona tradisional
wilayah kerja Resort Joben, Seksi Pengelolaan Wilayah II Lombok Timur.

3.4 Biaya
Pelaksanaan kegiatan dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) KSDAE Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Tahun
2019.

3.5 Alat dan bahan


1. Kamera
2. GPS
3. Tally sheet
4. Kuesioner
5. Tali tambang
6. Meteran
7. Alat tulis

3.6 Metode
3.6.1 Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan untuk pengambilan data pada kegiatan
inventarisasi zona tradisional antara lain :
1. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada
responden untuk mengetahui kegiatan pemanfaatan yang dilakukan,
masyarakat pemanfaat dan permasalahan pemanfaatan. Responden
merupakan masyarakat yang ditemukan sedang melakukan kegiatan
pemanfaatan di lokasi kegiatan dengan jumlah 30 orang.

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 7
Taman Nasional Gunung Rinjani
2. Eksplorasi
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui luasan zona tradisional
yang dimanfaatkan dan mengidentifikasi potensi jenis hasil hutan bukan
kayu dan sumberdaya lainnya yang dimanfaatkan masyarakat.
3. Inventarisasi flora.
Pengumpulan data menggunakan sampling mengingat komunitas
tumbuhan sangat luas dan kompleks, tipe vegetasi yang heterogen,
ketinggian tempat yang bervariasi dan sumberdaya pengamat yang
terbatas (Kusmana 1995). Teknik sampling yang digunakan yaitu
sistematis sampling dengan metode jalur berpetak (Gambar 1). Jalur
dibuat tegak lurus kontur menggunakan jalan setapak yang sudah ada
dengan alasan keamanan kawasan dikemudian hari serta untuk
mengurangi dampak negatif aktivitas manusia terhadap ekosistem karena
pembuatan jalur baru (Kusmana 1995).

Gambar 1. Metode jalur berpetak untuk kegiatan inventarisasi flora.


Keterangan :
A = pengamatan tingkat semai (2 m x 2m)
B = pengamatan tingkat pancang (5 m x 5m)
C = pengamatan tingkat tiang (10 m x 10 m)
D = pengamatan tingkat pohon (20 m x 20 m)

Perhitungan jumlah plot berdasarkan intensitas sampling (IS)


sebesar 0,3% sesuai IHMB Kementerian Kehutanan. Dengan hasil
perhitungan berdasar luas resort tersebut dalam kondisi ini IS tersebut
tidak bisa dipergunakan mengingat tidak ada data seberapa luas tutupan
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 8
Taman Nasional Gunung Rinjani
hutan masing-masing resort dan tidak semua wilayah tertutup hutan.
Batasan waktu pengamatan juga menjadi kendala dikaitkan dengan
kemampuan regu melakukan pengukuran.
Berdasarkan pengalaman, 1 regu dengan 7 personel (penerabas,
pencatat, pengidentifikasi) mampu membuat plot 20 m x 20 m dan
mendata sekitar 15-20 plot per hari tergantung kondisi topografi.
Sehingga dalam waktu 3 hari paling tidak ada data pohon dari 45-60 plot.
Panjang rata-rata jalur dari batas kawasan sampai ketinggian di atasnya
(batas vegetasi berkayu) sekitar 5-6 km. Jarak antar plot 50 m, sehingga
panjang jalur sampling adalah 1,8 km + 4,5 km, atau sekitar 5,3 km
(Rianto 2014).
Penentuan sebaran tumbuhan menggunakan dominasi spesies
perpetak ukur. Setelah melakukan inventarisasi dengan petak ukur dapat
dilihat populasi jenis apa yang mendominasi tiap petak ukur sehingga
terdapat klasifikasi penggolongan dominansi spesies di tiap-tiap zona
tradsional.
Pemetaan luasan areal zona tradsional yang dimanfaatkan oleh
masyarakat menjadi acuan dalam melakukan pengendalian areal yang
dapat dimanfaatkan pada zona tradisional yang tersedia. Keberadaannya
dapat diketahui melalui terestrial survey, yaitu dengan metode marking
koordinat dilapangan menggunakan GPS dan kompas serta identifikasi
citra satelit. Dari keseluruhan data yang didapat kemudian dianalisis
menggunakan SIG yang kemudian menghasilkan output peta yang
diharapkan dapat menjadi acuan kegiatan berikutnya.

3.6.2 Metode Analisis Data


Analisis data dilakukan setelah kegiatan pengambilan data selesai.
Data yang telah diperoleh akan dilakukan analisis untuk menjawab tujuan.
Adapun metode analisis data yang digunakan berupa :

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 9
Taman Nasional Gunung Rinjani
1. Analisis Vegetasi
Struktur dan komposisi vegetasi dapat dinilai melalui parameter
kelimpahan spesies. Salah satu parameter kelimpahan yang sering
digunakan adalah Indeks Nilai Penting (INP). INP merupakan hasil
penjumlahan kerapatan, frekuensi dan dominansi spesies. Menurut
Sutisna (1981) suatu jenis pohon dapat dikatakan berperan jika
mempunyai INP lebih dari 15% dan 10% untuk tingkat semai dan
pancang. Rumus-rumus yang digunakan untuk analisis vegetasi sebagai
berikut :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐾 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝐾𝑅 = 𝑥100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢𝑕 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐵𝑎𝑠𝑎𝑙 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 (𝐿𝑏𝑑𝑠)
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 (𝐷) =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝐷𝑅 = 𝑥100%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢𝑕 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 (𝐹) =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝐹𝑅 = 𝑥100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢𝑕 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔 (𝐼𝑁𝑃) = 𝐾𝑅 + 𝐷𝑅 + 𝐹𝑅

Satuan K adalah individu/ha, KR adalah %, D adalah m2/ha,


DR adalah %, FR adalah %. Indeks Shannon-Wiener (H’) digunakan
untuk mengetahui tingkat keanekaragaman komunitas. Perhitungan
indeks keanekaragaman Shannon-Wiener sebagai berikut :
𝑠

H’ = − (𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖)
𝑖=1

H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)


S = jumlah jenis
Pi = proporsi jumlah individu ke-i (ni/N)
H’<1 = keanekaragaman rendah
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 10
Taman Nasional Gunung Rinjani
1≤H’≤3 = keanekaragaman sedang
H>3 = keanekaragaman tinggi

2. Analisis Deskripsi
Analisis deksripsi digunakan pada data yang diperoleh dari hasil
kuisioner dan analisis vegetasi. Hasil olahan data akan dijelaskan secara
jelas dan ditambahkan referensi atau literatur untuk menguatkan
pernyataan dan hasil dugaan. Data yang telah dianalisis akan disajikan
melalui tabel dan grafik serta dilampirkan dokumentasi/gambar.

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 11
Taman Nasional Gunung Rinjani
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Inventarisasi Zona Tradisional


Zona tradisional di wilayah kerja Resort Joben berada pada
koordinat 116o22’44,25”-116o23’50,94” BT dan 8o30’46,98”-8o32’48,44” LU
dengan luas 415,69 hektar (Gambar 2) serta berbatasan langsung dengan
wilayah desa maupun kawasan hutan. Sebelah utara berbatasan dengan
zona rimba, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Perian, sebelah
timur berbatasan dengan zona pemanfaatan dan sebelah barat berbatasan
dengan kawasan hutan lindung dan zona rehabilitasi wilayah kerja Resort
Setiling. Akses terdekat menuju zona tradisional adalah melalui Dusun
Gunung Paok dan Dusun Srijata, Desa Perian.

Gambar 2 Zona Tradisional Wilayah Kerja Resort Joben


Analisis vegetasi dilakukan pada zona tradisional resort Joben
dengan membuat 3 jalur. Tiap jalur terdiri dari 15 plot sehingga total plot
adalah 45 plot. Hal ini sesuai dengan asumsi bahwa 1 regu dengan 7
personel (penerabas, pencatat, pengidentifikasi) mampu membuat plot 20
m x 20 m dan mendata sekitar 15-20 plot per hari tergantung kondisi
topografi sehingga dalam waktu 3 hari paling tidak ada data pohon dari
45-60 plot.
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 12
Taman Nasional Gunung Rinjani
Zona tradisional resort Joben tersusun atas 33 jenis tumbuhan yang
berasal dari 21 famili dengan jumlah total individu sebanyak 1.246
individu. Komposisi jenis tiap tingkatan regenerasi pohon antara lain semai
21 jenis, pancang 16 jenis, tiang 12 jenis, dan pohon 16 jenis. Adapun
rekapitulasi jenis vegetasi dan kemunculannya pada tiap tingkat
regenerasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rekapitulasi jenis vegetasi dan kemunculannya pada tiap tingkat


regenerasi di zona tradisional Resort Joben
No Nama Lokal Nama Latin Famili Semai Pancang Tiang Pohon
1 Alpukat Persea Americana Lauraceae *
2 Ara Ficus carica Moraceae *
3 Aren Arenga pinnata Merr. Arecaceae *
4 Bajur Pterospermum javanicum Malvaceae * * * *
5 Bak-Bakan Engelhardtia slicata Junglandaceae * *
6 Bile Aegle marmelos Rutaceae *
7 Cempaka Michelia campaca Magnoliaceae * * * *
8 Durian Durio zibethinus Malvaceae * * * *
9 Goak Ficus variegate Moraceae *
10 Gumitri Elaocarpus sp Elaocarpaceae *
11 Jambu Batu Psidium guajava Myrtaceae * *
12 Jelateng Dendrocnide laportea Urticaceae * * *
13 Johar Senna siamea Fabaceae *
14 Kaliadem Syzigium polycephalum Myrtaceae * *
15 Kemulandingan/Lamtoro Leucaena leucocephala Fabaceae *
Baccaurea racemosa
*
16 Kepundung Reinw. Euphorbiaceae
Dysoxylum
*
17 Ketai gaudichaudianum Meliaceae
Glochidion philippicum
* *
18 Ketibango C.B. Rob. Euphorbiaceae
19 Kluih Artocarpus camansi Moraceae * *
20 Kopi Coffea robusta Lindl Rubiaceae *
21 Lembokek Ficus septic Moraceae * * * *
22 Lemudu Actinodaphne-procera Laraceae * *
23 Mahoni Swietenia mahagoni Meliaceae * * * *
Melastoma
* *
24 Mas-Mas malabathricum Myrtaceae
25 Mitak Alstonia sp Apocynaceae *
26 Nangka Artocarpus heterophyllus Moraceae * *
27 Nyamplung Calophyllum inophyllum Clusiaceae *
28 Rajumas Duobanga moluccana Sonneratiaceae *

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 13
Taman Nasional Gunung Rinjani
29 Seropan Macaranga tanarius M.A Euphorbiaceae *
30 Sonobrid Dalbergia emarginata Fabaceae * * * *
31 Sonokeling Dalbergia latifolia Fabaceae * * * *
32 Suren Toona sureni Meliaceae *
33 Tunjang Macaranga sp. Euphorbiaceae *
Berdasarkan tabel di atas, terdapat beberapa jenis tumbuhan yang
memiliki tingkat regenerasi yang lengkap mulai dari semai hingga pohon,
yaitu Bajur (Pterospermum javanicum), Cempaka (Michelia campaca),
Durian (Durio zibethinus ), Lembokek (Ficus septica), Mahoni (Swietenia
mahagoni), Sonobrid (Dalbergia emarginata), dan Sonokeling (Dalbergia
latifolia). Hal ini membuktikan bahwa jenis-jenis tumbuhan tersebutlah
yang mempunyai regenerasi yang paling baik di lokasi kegiatan. Adapun
jenis-jenis lainnya hanya ditemukan pada sebagian tingkatan saja bahkan
terdapat beberapa jenis yang hanya ditemukan pada satu tingkat
pertumbuhan saja.
Kondisi ini diduga terjadi akibat adanya suatu kompetisi antar
individu pada berbagai tingkat pertumbuhan. Zulkarnain (2015)
menyatakan bahwa kompetisi merupakan indikator yang menggambarkan
persaingan antar tingkatan vegetasi pada suatu wilayah sehingga ada
beberapa jenis tumbuhan yang tidak terdapat pada satu tingkatan
vegetasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu faktor yang
berpengaruh dalam kompetisi pertumbuhan tanaman yaitu intensitas
cahaya matahari. Peningkatan intensitas cahaya meningkatkan proses
fotosintesis pada tanaman, karena cahaya matahari merupakan sumber
energi bagi fotosintesis.
Dari 33 jenis tumbuhan penyusun yang telah dipaparkan diatas,
terdapat jenis Gumitri (Elaeocarpus sp) yang merupakan jenis endemik
pulau Lombok. Tingkat regenerasi jenis Gumitri yang teridentifikasi hanya
pada tingkatan pohon saja.
Jika dilihat dari struktur tegakan pada tiap tingkat pertumbuhan,
tingkat semai memiliki jumlah individu yang paling banyak kemudian
diikuti oleh tingkat pohon, tiang dan pancang (Gambar 3).

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 14
Taman Nasional Gunung Rinjani
900
800
839
700
600
500
400
300
200
100 98 100 209
0
Semai Pancang Tiang Pohon

Gambar 3 Jumlah individu tiap jenis pada tiap tingkat pertumbuhan


Berdasarkan Gambar 3, tingkat semai memiliki jumlah individu
tertinggi yaitu sebanyak 839 individu, kemudian diikuti tingkat pohon
sebanyak 209 individu, tiang sebanyak 100 individu dan pancang 98
individu. Gambar 3 menunjukkan bahwa struktur tegakan di zona
tradisional Resort Joben berbentuk kurva huruf J terbalik yang merupakan
bentuk umum dari struktur tegakan di hutan hujan tropis. Mirmanto
(2014) menyatakan bahwa grafik kerapatan tanaman yang berbentuk
kurva huruf J terbalik menerangkan bahwa semakin kecil fase
pertumbuhan maka jumlah individunya semakin besar. Selain itu, jika
struktur tegakan suatu wilayah berbentuk kurva J terbalik, regenerasi
lokasi dapat dikatakan baik.
Indeks Nilai Penting (INP) adalah salah satu parameter yang
digunakan untuk mengetahui dominansi suatu spesies dalam komunitas.
Spesies tumbuhan yang dominan ataupun berkuasa dalam suatu
komunitas adalah spesies yang memiliki nilai INP yang tinggi (Indriyanto
2006). Sutisna 1981 diacu dalam Rosalia (2008) menyatakan bahwa suatu
spesies tumbuhan dapat dikatakan berperan atau berpengaruh dalam
komunitas jika INP tingkat semai dan pancang lebih dari 10% sedangkan
untuk tingkat tiang dan pohon 15%. Adapun jenis tumbuhan yang
memiliki INP tertinggi dan terendah pada tiap tingkat pertumbuhan dapat
dilihat pada Tabel 2.

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 15
Taman Nasional Gunung Rinjani
Tabel 2 Rekapitulasi 5 (lima) spesies dengan nilai INP tertinggi dan
terendah
INP Tertinggi INP Terendah
Tingkat
INP INP H’
pertumbuhan Spesies Spesies
(%) (%)
Semai Pterospermum javanicum 63.79 Artocarpus heterophyllus 0.94 2.04
Dalbergia emarginata 42.40 Michelia campaca 0.94
Dalbergia latifolia 28.59 Arenga pinnata Merr. 0.94
Ficus septica 25.70 Ficus carica 1.06
Durio zibethinus 9.69 Persea americana 1.06
Pancang Dalbergia emarginata 61.97 Macaranga sp. 2.94 2.29
Swietenia mahagoni 22.64 Toona sureni 2.94
Pterospermum javanicum 19.81 Calophyllum inophyllum 2.94
Dalbergia latifolia 16.75 Melastoma malabathricum 2.94
Durio zibethinus 15.73 Ficus septica 2.94
Tiang Dalbergia emarginata 106.64 Dysoxylum gaudichaudianum 3.06 1.69
Dalbergia latifolia 93.32 Leucaena leucocephala 3.06
Swietenia mahagoni 36.75 Michelia campaca 3.07
Pterospermum javanicum 24.09 Engelhardtia slicata 3.10
Dendrocnide laportea 14.38 Ficus septica 3.10
Pohon Pterospermum javanicum 70.49 Baccaurea racemosa Reinw. 1.40 2.06
Dalbergia latifolia 59.12 Elaocarpus sp 1.40
Swietenia mahagoni 53.66 Michelia campaca 1.41
Artocarpus heterophyllus 36.64 Artocarpus camansi 1.41
Dalbergia emarginata 28.86 Actinodaphne-procera 1.44

Berdasarkan tabel di atas, INP tertinggi pada tingkat semai dimiliki


oleh tumbuhan jenis Pterospermum javanicum, pada tingkat pancang dan
tiang dimiliki oleh tumbuhan jenis Dalbergia emargina, dan pohon dimiliki
oleh Pterospermum javanicum. Jenis tumbuhan tersebut adalah jenis yang
dominan ditemukan di lokasi kegiatan. Hal ini dikarenakan kawasan hutan
ini dulunya merupakan kawasan hutan yang dirambah kemudian dilakukan
rehabilitasi lahan dengan ditanami jenis-jenis pohon asli seperti
Pterospermum javanicum, Dalbergia emargina, Dalbergia latifolia,
Swietenia mahagoni, dan jenis lainnya. Kemudian kawasan hutan ini juga
pernah ditanami jenis-jenis pohon MPTS untuk mendukung kegiatan
pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan.

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 16
Taman Nasional Gunung Rinjani
Jenis tumbuhan dengan INP tertinggi merupakan jenis tumbuhan
yang berperan terhadap kestabilan ekosistem yang diindikasikan oleh
kerapatan yang tinggi, penyebaran yang luas dan ukuran pohon yang
besar (Zulkarnain 2015). Secara umum, tumbuhan dengan INP tinggi
mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi
yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain dalam satu
lahan tertentu (Irwan 2009). Sebaliknya dengan INP yang rendah
mengindikasikan bahwa jenis-jenis tersebut sangat potensial untuk hilang
dari ekosistem tersebut jika terjadi tekanan karena jumlahnya yang sangat
sedikit, kemampuan reproduksi yang rendah dan penyebaran yang sempit
dalam ekosistem tersebut.
Jika dilihat dari indeks keanekaragaman Shannon-Wienner (H’),
seluruh tingkat pertumbuhan memiliki indeks keanekaragaman yang
nilainya lebih besar sama dengan 1 namun lebih kecil sama dengan 3. Hal
ini menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada lokasi kegiatan
masuk kategori keanekaragaman sedang. Faktor yang mempengaruhi
tinggi rendahnya keanekaragaman spesies dalam komunitas adalah
kondisi habitat dan juga adanya gangguan baik secara alami ataupun
karena kegiatan manusia (Susanti et al. 2013). Menurut Sugianto (1984)
dalam Indriyanto (2006) bahwa keanekaragaman spesies dapat digunakan
untuk mengukur stabilitas komunitas yaitu kemampuan komunitas untuk
menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-
komponennya.

4.2 Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu


Salah satu peruntukan zona tradisional sesuai Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015
tentang Kriteria Zona Pengelolaan Cagar Alam, Suaka MargaSatwa, Taman
Hutan Raya dan Taman Wisata Alam pada pasal 16 ayat 2 adalah
pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam oleh masyarakat
secara tradisional. Kegiatan tersebut juga dimaksudkan untuk memberikan
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 17
Taman Nasional Gunung Rinjani
akses kepada masyarakat khususnya yang berada di sekitar kawasan
konservasi untuk ikut mengelola kawasan melalui skema kemitraan
konservasi. Lebih lanjut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal KSDAE
Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan
Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
bahwa bentuk kegiatan yang dapat dilakukan tersebut berupa
pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, perburuan
tradisional untuk jenis yang tidak dilindungi, pemanfaatan tradisional
sumberdaya perairan terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi serta
wisata alam terbatas.
Hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disebut dengan HHBK
adalah hasil yang bersumber dari hutan selain kayu baik berupa benda-
benda nabati seperti rotan, nipah, sagu, bambu, getah-getahan, biji-bijian,
daun-daunan, obat-obatan dan lain-lain maupun berupa hewani seperti
satwa liar dan bagian-bagian satwa liar tersebut (tanduk, kulit, dan lain-
lain). HHBK tidak dapat diabaikan karena dapat menjadi salah satu
peluang yang tepat untuk dikembangkan dan hal ini tentu saja dapat
mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan
kayu.
HHBK telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan baik
secara langsung maupun tidak. Selain karena HHBK mudah diperoleh dan
tidak membutuhkan teknologi yang rumit untuk mendapatkannya juga
karena HHBK dapat diperoleh secara gratis dan mempunyai nilai ekonomi
yang penting. Hal ini menjelaskan bahwa keberadaan HHBK diyakini paling
bersinggungan dengan kepentingan masyarakat sekitar hutan dalam
memenuhi kebutuhan pangan, papan maupun ritual dan lain-lain.
Potensi HHBK yang ditemukan di zona tradisional wilayah kerja
Resort Joben antara lain :
1. Rumput
Rumput (Gambar 4) tersebar secara merata dan dapat ditemukan
di seluruh zona tradisional wilayah kerja Resort Joben. Jenis rumput yang
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 18
Taman Nasional Gunung Rinjani
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pakan ternak antara lain berupa
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), Rumput Kapuk (Centhoteca
lappaccea), Rumput Teki (Cyperus brevifolius), Bayam Hutan (Cyathula
prostrata), Jaler (Commelina diffusa), Jenges (Coleus parviflorus),
Rempung Sisok (Drymaria cordata), dan Rumput Jamak (Axonopus
compressus).

Gambar 4 Potensi HHBK rumput


Jenis Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) merupakan jenis
introduksi sedangkan jenis rumput yang lain adalah jenis asli kawasan TN
Gunung Rinjani. Setiap masyarakat memiliki daerah pengambilan rumput
masing-masing dengan luas yang berbeda-beda. Bahkan beberapa lahan
yang dijumpai telah ditanami tanaman pembatas sebagai penanda lahan
milik.
2. Pakis
Pakis merupakan jenis tumbuhan paku (Pteridophyta) yang
memiliki kormus yaitu tubuhnya dapat dibedakan menjadi tiga bagian
pokok berupa akar, batang, dan daun (Tjitrosoepomo 1991). Jenis pakis
yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah Pakis Sayur/Pakis Bele
(Diplazium esculentum), Pakis Sarang Burung/Kadaka ( Asplenium nidus),
Pakis Pohon/Pakis Tiang (Cyathea contaminans), dan Suplir (Adiatum
cuneatum). Pakis hampir dapat ditemukan di seluruh wilayah zona
tradisional Resort Joben dengan tumbuh secara berkelompok.

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 19
Taman Nasional Gunung Rinjani
3. Satwa
Beberapa jenis satwa di zona tradisional resort Joben yang dapat
diidentifikasi melalui perjumpaan langsung maupun tidak langsung serta
hasil wawancara antara lain Monyet (Macaca fascicularis), Lutung
(Trachypitecus cristatus auratus), Musang Rinjani (Paradoxurus
hermaproditus rindjanicus), beberapa jenis kupu-kupu dan berbagai jenis
burung seperti Raja Udang (Todirampus chloris), Kecial (Zosterops
chloris), dan Cet-cet ( hypothemus azurea ).
4. Buah-Buahan
Jenis buah-buahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat antara lain
Durian, Alpukat, Nangka, dan Kemiri. Keberadaan buah-buahan tersebut
bermula dari adanya kegiatan penanaman MPTS di wilayah zona
tradisional resort Joben dalam rangka rehabilitasi kawasan.
5. Ketak
Tumbuhan Ketak (Lygodium circinatum) termasuk jenis paku-
pakuan yang merambat sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan
pohon panjatan/rambatan. Ketak dapat ditemukan di daerah terbuka.
Tumbuhan Ketak telah dikenal sebagai bahan baku untuk membuat
kerajinan anyaman di Pulau Lombok. Tumbuhan ini potensial secara
ekologi maupun ekonomi untuk dikembangkan karena proses budidayanya
yang mudah serta nilai ekonominya yang tinggi.
6. Objek Wisata Alam
Objek wisata yang ditemukan di zona tradisional wilayah kerja
Resort Joben antara lain berupa Telaga Biru dan beberapa air terjun
(Gambar 5).

Gambar 5 Objek Wisata Alam Telaga Biru

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 20
Taman Nasional Gunung Rinjani
Telaga Biru dapat dicapai selama + 15 menit dengan jarak tempuh
+ 330 meter dari areal parkir/batas kawasan. Pada objek wisata ini,
pengunjung dapat menikmati pemandangan di sekitar Telaga Biru dengan
menaiki perahu ataupun floating boat yang telah disediakan.
Air terjun yang terletak di zona tradisional Resort Joben terdiri dari
air terjun Treng Wilis, air terjun Tibu Terep, dan air terjun Selak Elak
(Gambar 6). Setiap air terjun memiliki karakteristik dan keunikan masing-
masing.

Air terjun di sepanjang sungai Tereng Wilis


AIR TERJUN SELAK ELAK

AIR TERJUN TIBU TEREP

AIR TERJUN TERENG WILIS

Gambar 6 Objek Wisata Alam Air Terjun


Pada air terjun Treng Wilis terdapat gua yang panjangnya
mencapai 3 meter dan di dalam gua tersebut terdapat sumber air. Air
terjun ini dapat ditempuh selama + 30 menit dari Telaga Biru. Air Terjun
Tibu Terep berada di atas Air Terjun Treng Wilis. Air terjun ini merupakan
air terjun tingkat 3 dan biasa digunakan sebagai jumping spot. Jarak
antara air terjun Tibu Terep dengan air terjun Treng Wilis berkisar + 30
menit dengan berjalan kaki. Air terjun Selak Elak adalah air terjun terakhir
yang dapat ditemukan dan memiliki keunikan berupa adanya fenomena air
terjun yang muncul dari baru sebanyak 5 sumber yang letaknya sejajar

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 21
Taman Nasional Gunung Rinjani
dengan air terjun utama. Air terjun ini dapat ditempuh selama + 45 menit
dari air terjun Tibu Terep dan menjadi lokasi favorit pengunjung untuk
berenang dan mandi.
7. Sumber Air
Masyarakat di sekitar kawasan hutan TN Gunung Rinjani khususnya
di wilayah resort Joben juga memanfaatkan mata air dalam kawasan
sebagai sumber utama dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Pada
zona tradisional wilayah kerja Resort Joben ditemukan mata air Goak dan
fasilitas pemanfaatan air berupa pipa distribusi dan bak penampung
(Gambar 7).

Gambar 7 pipa distribusi air dan bak penampung


Mata air ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk sebagai sumber
air minum, mencuci, mandi, maupun mengairi sawah/irigasi.

4.3 Identifikasi Masyarakat Pemanfaat


Kawasan konservasi tidak dapat dipisahkan keberadaannya dengan
masyarakat yang ada di sekitarnya (Ristianasari et al. 2013). Begitupula
keberadaan TN Gunung Rinjani tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
yang berada di dalam dan sekitar kawasan yang memiliki tingkat
ketergantungan tinggi terhadap sumber daya alam yang ada di dalam
kawasan. Bagi masyarakat di sekitar hutan, keberadaan kawasan hutan
sangat berarti bagi kelangsungan hidupnya yang dapat memberikan nilai
tambah bagi kehidupan masyarakat (Birgantoro dan Nurrochmat 2007).

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 22
Taman Nasional Gunung Rinjani
Jumlah masyarakat yang teridentifikasi sebanyak 30 orang yang
berasal dari 2 (dusun) yaitu Dusun Srijata (63.33%), Dusun Gunung Paok
(33.33%) dan Dusun Taer-Aer (3.33%) (Tabel 3).
Tabel 3. Karakteristik masyarakat berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Konservasi
Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang
Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam.

Karakteristik pemanfaatan madu berdasarkan


Nama
Usia Perdirjen No.6/2018
No. (panggilan/na Dusun, Desa
(tahun) Turun Mata pencaharian
ma lahir) Tujuan
temurun pokok
1 A.Mawardi - Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
2 Sumiatun - Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
3 Inaq Misni - Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
4 Almini - Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
5 A.Maenah 50 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
6 Inaq Nurfadi 51 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
7 A.Malwadi 51 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
8 Inaq Suhaidi 47 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
9 Halman 23 Srijata, Perian Ya Komersial Petani
10 Abdurahman 50 Gn. Paok, Perian Ya Subsisten Petani
11 A.Sapran 60 Gn.Paok, Perian Ya Subsisten Petani
12 A.Nasrun 40 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
13 Mahrifudin 56 Taer-Aer, Setiling Ya Subsisten Petani
14 A.Hamdi - Kumba, Setiling Ya Subsisten Petani
15 Sri 32 Gn. Paok, Perian Ya Subsisten,Komesial Petani
16 Dewi 31 Gn. Paok, Perian Ya Subsisten,Komesial Petani
17 A.Maenah 50 Gn. Paok, Perian Ya Subsisten Petani
18 A.Herman 53 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
19 A.Sofi 50 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
20 Inaq Lina 47 Gn. Paok, Perian Ya Subsisten Petani
21 Inaq Wir 49 Gn. Paok, Perian Ya Subsisten Petani
22 Herman 34 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
23 Inaq Usman 42 Gn. Paok, Perian Ya Subsisten Petani
24 A.Husni 51 Gn. Paok, Perian Ya Subsisten Petani
25 Misnaini 35 Gn. Paok, Perian Ya Subsisten,Komersial Petani
26 Isnawati 36 Gn. Paok, Perian Ya Subsisten,Komersial Petani
27 A.Kus 58 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
28 A.Budi 52 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
29 Sumiatin 45 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
30 Sumenep 40 Srijata, Perian Ya Subsisten Petani
Sumber : Data Primer (2019).

Dusun Gunung Paok dan Dusun Srijata berada dalam pengelolaan


administrasi Desa Perian sedangkan Dusun Taer-Aer merupakan bagian
dari Desa Setiling. Masyarakat dusun tersebut mendominasi pemanfaatan
di zona tradisional dikarenakan wilayah dusun berbatasan langsung
dengan zona tradisional wilayah kerja Resort Joben. Nono et al (2017)

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 23
Taman Nasional Gunung Rinjani
menyatakan bahwa jarak antara hutan dan lokasi tempat tinggal serta
jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi kegiatan pemanfaatan
HHBK oleh masyarakat. Semakin jauh jarak tempuh maka kecenderungan
pemanfaatan lebih sedikit. Demikian pula dengan semakin banyak
anggota keluarga akan menimbulkan pemanfaatan HHBK yang lebih
tinggi.
Mayoritas responden (93.33%) tergolong pada usia produktif
dengan rentang usia mulai dari 23 tahun-55 tahun. Adalina (2017)
mengemukakan bahwa yang tergolong usia produktif adalah yang
berumur di atas 15 tahun sampai 55 tahun. Umur merupakan salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari (Adalina 2017). Penduduk yang berusia
produktif mampu melakukan aktivitas produktif secara maksimal untuk
mencari berbagai usaha yang dapat menambah penghasilan dalam rangka
memenuhi kebutuhan keluarganya dibanding dengan responden yang
berusia tidak produktif. Petani yang berusia produktif pada umumnya
mampu menerima dengan cepat inovasi ataupun ide baru yang dianjurkan
dibandingkan petani yang berusia tidak produktif (Kadir 2005).
Seluruh masyarakat yang menjadi responden (100%) memiliki
pekerjaan sebagai petani. Sektor pertanian merupakan sumber
penghidupan utama bagi masyarakat. Kegiatan bertani telah dilakukan
secara turun temurun dari generasi terdahulu dan telah menjadi bagian
dari budaya masyarakat. Kegiatan pertanian masih dilakukan secara
tradisional dan memiliki hubungan yang erat dengan praktek pertanian,
institusi sosial maupun sistem kepercayaan. Usaha tani yang dilakukan
masyarakat umumnya berupa menggarap sawah baik sawah milik sendiri
maupun milik orang lain. Sawah masyarakat banyak ditemukan di sekitar
pemukiman dengan komoditas utama yang ditanam seperti padi, jagung,
ketela/singkong, sayuran dan tanaman perkebunan serta tanaman buah.

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 24
Taman Nasional Gunung Rinjani
4.4 Pengetahuan Masyarakat
Pengetahuan masyarakat mengenai kawasan TN Gunung Rinjani
cukup baik. Masyarakat mengetahui bahwa lokasi pemanfaatan HHBK
merupakan kawasan hutan TN Gunung Rinjani yang dilindungi.
Masyarakat juga dapat menyebutkan kegiatan-kegiatan yang dilarang
dilakukan di kawasan TN Gunung Rinjani seperti penebangan pohon
secara ilegal maupun perburuan satwa. Meskipun begitu, pada saat
pengambilan data masih ditemukan penduduk yang melakukan perburuan
satwa secara ilegal terutama penangkapan burung.
Tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai
zonasi dikategorikan sangat rendah. Seluruh masyarakat yang melakukan
kegiatan pemanfaatan HHBK tidak mengetahui zonasi baik pembagian
zonasi maupun peruntukannya. Masyarakat melakukan kegiatan
pemanfaatan HHBK di lokasi yang biasa dikunjungi tanpa mengetahui
lokasi tersebut berada di dalam atau di luar zona tradisional.

4.5 Tujuan Pemanfaatan


Motivasi masyarakat dalam memanfaatkan HHBK terbagi menjadi 3
kategori yaitu subsisten, komersial, serta gabungan keduanya (subsisten
dan komersial) (Tabel 4).
Tabel 4 Kategori motivasi masyarakat pemanfaatan HHBK di zona
tradisional wilayah kerja Resort Joben, SPW II
No Kategori Jenis HHBK yang dimanfaatkan
1 Subsisten Rumput, Buah-buahan, Ketak, Air
2 Komersial Wisata
3 Subsisten dan Komersial Pakis
Sumber : Data Primer (2019)
Berdasarkan hasil tinjauan lapangan, dapat diketahui bahwa secara
umum masyarakat memanfaatkan komoditas HHBK sebagai produk
subsisten (dikonsumsi sendiri) (Tabel 3). Hal ini disebabkan karena jenis
HHBK yang dominan dimanfaatkan oleh masyarakat adalah rumput yang
merupakan komoditas yang tujuan utamanya untuk dikonsumsi sendiri
dan tidak dibudidayakan untuk tujuan komersial (Tabel 4). Vantomme

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 25
Taman Nasional Gunung Rinjani
(2007) dan Nair (1993) dalam Puspitodjati (2011) menyatakan bahwa
produk komersial merupakan produk yang sebagian besar diperoleh dari
kegiatan budidaya intensif yakni hasil pertanian, sedangkan produk
subsisten dan semi komersial termasuk ke dalam kelompok HHBK.
Kegiatan pemanfaatan rumput bermula pada saat adanya program
jalur hijau di kawasan TN Gunung Rinjani yaitu sekitar tahun 2001.
Program tersebut merupakan program pemerintah dalam mengatasi krisis
moneter. Masyarakat dapat mengelola lahan di pinggir hutan seluas 20
meter ke dalam kawasan dengan menanami tanaman buah-buahan.
Sambil menunggu tanaman besar, masyarakat menanami tanah
permukaan dengan rumput yang sangat berguna untuk kebutuhan pakan
ternak. Rumput tersebut digunakan sebagai pakan ternak baik itu ternak
milik sendiri ataupun ngadas (kepunyaan orang lain yang dipelihara
dengan sistem bagi hasil).
Dalam pengambilan rumput, masyarakat masih menggunakan cara
tradisional dengan alat yang sederhana (Gambar 8).

Gambar 8 Pemanfaatan rumput di zona tradisional Resort Joben


Masyarakat menggunakan sabit atau arit untuk
mengawis/memotong rumput, kemudian rumput tersebut dikumpulkan

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 26
Taman Nasional Gunung Rinjani
dan diangkut dengan gerobak/arko, karung, maupun keranjang.
Pemanfaatan rumput berlangsung sepanjang tahun dengan intensitas
pemanfaatan setiap hari. Rata-rata pengambilan dilakukan sebanyak 2 kali
setiap hari pada pagi (07.00-10.00 WITA) dan sore hari (15.00-18.00
WITA). Dalam sekali pengambilan, beratnya berkisar 30-40 kg dan
disesuaikan dengan jumlah ternak yang dimiliki oleh masyarakat. Hewan
ternak yang dimiliki oleh masyarakat berupa sapi dengan jumlah rata-rata
sapi yang diternakkan sebanyak 3 ekor. Birgantoro dan Nurrochmat
(2007) menyatakan bahwa banyaknya kepemilikan ternak sangat
mempengaruhi tingkat pemanfaatan komoditi rumput.
Masyarakat pemanfaat rumput telah memiliki lokasi
pengambilannya masing-masing dan telah diberikan tanda batas. Luasan
areal yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengambil rumput
berbeda-beda, paling sedikit 1 are dan paling banyak mencapai 1-2
hektar. Masyarakat pemanfaat tersebut belum memiliki kelompok
pemanfaat sehingga belum ada peraturan/awig-awig yang mengatur
pemanfaatan rumput. Namun, terdapat peraturan yang telah disepakati
masyarakat meskipun peraturan tersebut tidak tertulis yaitu masing-
masing orang harus mengambil di lokasi yang biasa digunakan untuk
mengambil rumput dan tidak diperbolehkan untuk mengambil di lokasi
orang lain.
Apabila diupahkan, pengambilan rumput dihargai sebesar
Rp15.000/karung sehingga jika dihitung secara ekonomi maka nilai
manfaat rumput di zona tradisional Resort Joben TN Gunung Rinjani
dengan asumsi 1 kali pengambilan sebanyak 2 karung adalah rata-rata
sebesar Rp1.800.000,-/bulan/responden.
Buah-buahan, Ketak, dan Air merupakan HHBK yang dimanfaatkan
oleh masyarakat dengan tujuan subsisten (digunakan sendiri) walaupun
ada juga yang menyadari bahwa buah-buahan dan ketak dapat dijual
langsung ke masyarakat sekitar atau dijual ke pasar tradisional. Jenis
buah-buahan yang dikonsumsi oleh masyarakat antara lain Nangka,
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 27
Taman Nasional Gunung Rinjani
Durian, Alpukat, dan Kemiri. Ketak dimanfaatkan sebagai tali pengikat
namun pemanfaatannya masih jarang dilakukan oleh masyarakat.
Pemanfaatan air dari dalam kawasan TN Gunung Rinjani telah cukup lama
dilakukan.
Masyarakat memanfaatkan mata air Goak yang ada di zona
tradisional resort Joben untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari baik
untuk mandi, air minum, mencuci hingga saluran irigasi sawah. Selain itu,
sarana prasarana pemanfaatan air juga telah dibangun seperti bak
penampungan dan jaringan perpipaan. Sarana Prasarana tersebut
dibangun secara swadaya oleh masyarakat.
Kegiatan wisata alam merupakan salah satu produk jasa lingkungan
yang dimanfaatkan oleh masyarakat dengan tujuan komersial sejak tahun
2017. Objek wisata alam yang dimanfaatkan antara lain Telaga Biru dan
air terjun. Masyarakat yang mengelola objek wisata tersebut telah
tergabung dalam sebuah kelompok yaitu kelompok masyarakat Gunung
Paok Srijata dengan jumlah anggota sekitar 40 orang. Selain itu,
masyarakat juga telah membangun beberapa fasilitas wisata lainnya
seperti warung, tempat parkir serta beberapa bangunan sebagai tempat
selfie (Gambar 9).

Gambar 9. Fasilitas wisata di


zona tradisional resort Joben
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 28
Taman Nasional Gunung Rinjani
Masyarakat yang mengelola objek wisata tersebut belum
memberlakukan biaya masuk. Pengunjung yang masuk dan menikmati
fasilitas wisata hanya diminta untuk memberikan donasi seikhlasnya.
Masyarakat hanya memberlakukan tarif parkir kendaraan sebesar
Rp5000/kendaraan. Pada objek wisata Telaga Biru juga telah tersedia
fasilitas wisata berupa perahu dan floating boat yang dapat digunakan
oleh pengunjung untuk melintasi danau dan menikmati pemandangan
dengan membayar Rp 10.000 selama 30 menit.
Pakis adalah komoditi HHBK yang tujuan pemanfaatannya sebagai
komoditi subsisten dan komersial. Pengetahuan dan pemanfaatan pakis
untuk kebutuhan pangan telah diketahui sejak dahulu dan diwarisi secara
turun temurun. Pakis dijadikan sebagai salah satu sayuran yang menjadi
favorit masyarakat karena memiliki rasa yang manis.
Pengambilan pakis dilakukan 1 kali dalam sehari dengan frekuensi
pengambilan 1-4 kali dalam satu minggu. Namun frekuensi tersebut dapat
berubah tergantung dengan kondisi cuaca. Masyarakat melakukan
pengambilan pakis secara tradisional dengan menyisir areal lokasi
tumbuhnya pakis kemudian dipetik dan diikat lalu dibawa pulang dengan
menggunakan karung (Gambar 10)

Gambar 10 Pemanfaatan Pakis


Pakis yang telah dikumpulkan kemudian diikat dengan jumlah tiap
ikatan sebanyak 20-25 batang pakis. Pakis yang telah diikat tersebut dijual
kepada pengepul atau tengkulak dengan harga berkisar antara Rp 650,00
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 29
Taman Nasional Gunung Rinjani
hingga Rp1.000,-/ikat. Rata-rata pendapatan masyarakat dari hasil
penjualan pakis berkisar Rp 20.000/hari sehingga pendapatan masyarakat
selama 1 bulan adalah Rp 600,000,-/bulan/orang.

4.6 Permasalahan Pemanfaatan HHBK


Berdasarkan hasil overlay dari kondisi di lapangan dengan peta
zona tradisional wilayah kerja Resort Joben, dapat diketahui bahwa luas
zona tradisional yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebesar 415, 69 Ha
(Gambar 11).

Gambar 11 Zona tradisional yang dimanfaatkan oleh masyarakat


Hal ini menunjukkan bahwa seluruh kawasan hutan di zona
tradisional Resort Joben telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Pada zona
tradisional, vegetasi rumput hampir dapat ditemukan di seluruh wilayah
atau tersebar merata di zona tradisional sehingga masyarakat melakukan
kegiatan pemungutan rumput di seluruh wilayah zona tradisional sesuai
areal pemungutannya masing-masing.
Meskipun kegiatan pemanfaatan HHBK telah dilakukan secara turun
temurun, namun masih terdapat beberapa permasalahan. Adapun
permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 30
Taman Nasional Gunung Rinjani
1. Perluasan areal pemanfaatan HHBK yang tidak terkontrol
Kegiatan pemanfaatan HHBK khususnya pemungutan rumput dan
pakis dilakukan tidak hanya pada zona tradisional namun telah meluas
hingga ke zona pemanfaatan, areal usaha IPPA, zona rehabilitasi hingga
zona rimba. Padahal kegiatan pemanfaatan HHBK hanya boleh dilakukan
di zona tradisional. Luas areal pemungutan rumput di luar zona tradisional
mencapai 372,41 ha dengan rincian; zona pemanfaatan sebesar 333,5 ha,
areal usaha IPPA sebesar 14,71 ha, zona rehabilitasi sebesar 4,1 ha dan
zona rimba sebesar 20,1 ha (TNGR 2018). Luas areal pemungutan pakis di
luar zona tradisional sebesar 357,3 ha dengan rincian; zona rimba seluas
17,2 ha, zona pemanfaatan 337,5 ha, dan zona rehabilitasi 2,6 ha (TNGR
2018).
2. Klaim areal/lahan pemanfaatan
Masyarakat pemanfaat rumput telah memiliki areal pengambilan
rumputnya masing-masing dan tidak diperbolehkan mengambil rumput di
areal orang lain. Bahkan terdapat beberapa areal pengambilan rumput
yang telah diberi tanda batas baik berupa tanaman maupun batas alam.
Hal ini menyebabkan resiko munculnya konflik klaim lahan dan ancaman
perambahan kawasan hutan cukup tinggi. Selain itu, adanya klaim lahan
mengakibatkan masyarakat menanam jenis pohon MPTS yang bukan jenis
asli kawasan dalam rangka memelihara areal pemanfaatannya. Hal ini
tentu memberikan dampak negatif terhadap kelestarian jenis tumbuhan
asli kawasan TN Gunung Rinjani
3. Kegiatan pemanfaatan HHBK belum berizin/belum legal
Seluruh kegiatan pemanfaatan HHBK yang dilakukan oleh
masyarakat belum memperoleh izin baik IPA (Izin Pemanfaatan Air), IPPA
(Izin Pengusahaan Pariwisata Alam), maupun izin yang memayungi
kegiatan pemungutan HHBK (pakis, rumput, ketak, dan buah-buahan).
Masyarakat telah mengetahui bahwa dalam kegiatan pemanfaatan harus
mengurus izin terlebih dahulu namun masyarakat belum memahami

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 31
Taman Nasional Gunung Rinjani
prosedur perizinan dan memerlukan dorongan serta pendampingan dari
petugas.
4. Kelembagaan masyarakat pemanfaat belum terbentuk
Masyarakat pemanfaat HHBK belum memiliki kelembagaan dan
belum tergabung dalam kelompok. Hal ini menyebabkan kurangnya
koordinasi antar masyarakat dalam pemanfaatan HHBK maupun
koordinasi dengan instansi terkait.
5. Suksesi alam terganggu
Penyebaran rumput yang merata di seluruh wilayah zona tradisional
Resort Joben menimbulkan dampak negatif secara ekologi. Dampak yang
paling signifikan adalah terganggunya suksesi alam. Hal ini disebabkan
karena anakan pohon khususnya semai berkompetisi dengan rumput
untuk tumbuh. Selain itu, pada saat mengambil rumput dengan arit bukan
hanya memotong rumput namun anakan pohon berupa semai juga ikut
terpotong sehingga pertumbuhan pohon terganggu. Hal tersebut
menyebabkan kondisi vegetasi yang ada di zona tradisional lebih banyak
didominasi tingkat semai, tiang dan pohon .
6. Menurunnya ketersediaan pakis di zona tradisional
Berdasarkan pengamatan di lapangan, ketersediaan pakis di zona
tradisional mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini dikarenakan
masyarakat mengambil pakis tanpa melakukan budidaya atau menanam
kembali. Berkurangnya ketersediaan pakis di zona tradisional
menyebabkan masyarakat mulai mencari di wilayah hutan yang lain
termasuk ke zona rimba.
7. Perburuan satwa secara ilegal
Kegiatan perburuan satwa secara ilegal sampai saat ini masih
terjadi khususnya perburuan burung. Masyarakat menggunakan jerat
alami untuk menangkap burung dan kemudian dijual. Pada saat kegiatan
ini dilakukan, tim menemukan pemburu burung beserta burung
tangkapannya. Jenis burung yang diburu adalah burung Kecial dan
menurut pengakuan pelaku, burung tersebut akan dijual.
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 32
Taman Nasional Gunung Rinjani
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Zona tradisional resort Joben tersusun atas 33 jenis tumbuhan yang
berasal dari 21 famili dengan jumlah total individu sebanyak 1.246
individu. INP tertinggi pada tingkat semai dimiliki oleh tumbuhan
jenis Pterospermum javanicum, pada tingkat pancang dan tiang
dimiliki oleh tumbuhan jenis Dalbergia emargina, dan pohon dimiliki
oleh Pterospermum javanicum. Struktur tegakan di zona tradisional
Resort Joben berbentuk kurva huruf J terbalik yang merupakan
bentuk umum dari struktur tegakan di hutan hujan tropis dan
menunjukkan regenerasi tumbuhan lokasi dapat dikatakan baik.
Keanekaragaman spesies pada zona tradisional Resort Joben
menurut Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener termasuk pada
kategori keanekaragaman sedang. Potensi HHBK yang ada di
wilayah zona tradisional Resort Joben dan telah dimanfaatkan oleh
masyarakat berupa rumput, pakis, buah-buahan, ketak, satwa,
objek wisata alam, dan mata air.
2. Seluruh wilayah hutan yang termasuk zona tradisional Resort Joben
telah dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu seluas 415,69 Ha.
3. Bentuk kegiatan pemanfaatan HHBK yang dilakukan oleh
masyarakat adalah pemungutan rumput, pakis, ketak, buah-
buahan, pengembangan kegiatan wisata, dan pemanfaatan sumber
mata air. Tujuan pemanfaatan terbagi menjadi 3 kategori yaitu
subsisten/digunakan sendiri (rumput, buah-buahan, ketak, air),
komersial (objek wisata alam), dan gabungan subsisten dan
komersial (pakis).

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 33
Taman Nasional Gunung Rinjani
4. Masyarakat pemanfaat HHBK di zona tradisional Resort Joben
didominasi oleh masyarakat yang berasal dari desa yang
berbatasan langsung dengan zona tradisional seperti Desa Perian
(Dusun Srijata dan Dusun Gunung Paok). Seluruh masyarakat
memiliki pekerjaan sebagai petani dan berada pada kategori
masyarakat berumur produktif. Seluruh masyarakat mengetahui
status kawasan hutan yang dimanfaatkan yaitu kawasan TN
Gunung Rinjani yang dilindungi namun pengetahuan masyarakat
mengenai zonasi masih rendah.
5. Beberapa permasalahan yang timbul dari kegiatan pemanfaatan
HHBK di zona tradisional Resort Joben antara lain sebagai berikut
Perluasan areal pemanfaatan HHBK yang tidak terkontrol, Klaim
areal/lahan pemanfaatan, Kegiatan pemanfaatan HHBK belum
berizin/belum legal, Kelembagaan masyarakat pemanfaat belum
terbentuk, Suksesi alam terganggu, Menurunnya ketersediaan pakis
di zona tradisional, dan Perburuan satwa secara ilegal.

5.2 Rekomendasi
Adapun rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan inventarisasi pemanfaat rumput (identitas,
kebutuhan rumput, jumlah ternak yang dimiliki) dan pemetaan
areal/lokasi pengambilan rumput berdasarkan klaim lokasi oleh
masyarakat.
2. Perlu dilakukan kajian mengenai kegiatan budidaya pakis dalam
rangka meningkatkan ketersediaan pakis di alam sekaligus sebagai
upaya mendukung kesejahteraan masyarakat.
3. Perlu dilakukan pendampingan secara intensif bagi masyarakat
khususnya pengelola kegiatan wisata maupun air untuk
mengusulkan IPA maupun IUPJWA.

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 34
Taman Nasional Gunung Rinjani
4. Perlu dilakukan pendampingan dan fasilitasi pembentukan
kelompok pemanfaat HHBK serta mengusulkan kerja sama dengan
Balai TN Gunung Rinjani.
5. Perlu dilakukan identifikasi konflik yang muncul antar masyarakat
terkait kegiatan pemanfaatan HHBK sebelum dilakukan pengusulan
izin sehingga kegiatan pemanfaatan dapat clean and clear dari
konflik di masa mendatang.
6. Perlu dilakukan kajian mengenai perburuan burung secara ilegal
untuk mendukung pengembangan wisata minat khusus
birdwatching (pemburu burung menjadi pemandu birdwatching).

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 35
Taman Nasional Gunung Rinjani
DAFTAR PUSTAKA

Adalina Y. 2017. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu di Taman Nasional


Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi,
Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas
Indonesia 3(1): 75-80.
Birgantoro BA, Nurrochmat DR. 2007. Pemanfaatan sumberdaya hutan
oleh masyarakat di KPH Banyuwangi Utara. Jurnal Manajemen
Hutan Tropika 13 (3): 172-181.
Direktorat Kawasan Konservasi. 2018. Kemitraan Konservasi : Kompilasi
Peraturan di Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan di
Kawasan Konservasi. Ditjen KSDAE. Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan. Jakarta.
Hermawan, M.T.T., dkk. 2014. Pengelolaan kawasan konservasi. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.

Kadir A. 2005. Pengembangan sosial forestry di SPUC Borisallo: analisis


sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Info Sosial Ekonomi 5 (2):
297-309.
Mirmanto E. 2014. Komposisi Floristik dan Struktur Hutan di Pulau Natuna
Besar Kepulauan Natuna. Jurnal Biologi Indonesia 10(2): 201-211.
Nono, Diba F, Fahrizal. 2017. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Oleh
Masyarakat Di Desa Labian Ira’ang dan Desa Datah Diaan Di
Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Hutan Lestari 5 (1): 76-87.
Puspitodjati T. 2011. Persoalan definisi hutan dan hasil hutan dalam
hubungannya dengan pengembangan HHBK melalui hutan tanaman
8 (3): 210-227.
Rianto T. 2014 Laporan Analisis vegetasi di Wilayah Kerja Resort Anyar
SPW I TNGR.

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 36
Taman Nasional Gunung Rinjani
Ristianasari, Muljono P, Gani DS. 2013. Dampak program pemberdayaan
model desa konservasi terhadap kemandirian masyarakat: kasus di
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung. Jurnal Penelitian
Sosial dan Ekonomi 10 (3):173-185.
Rosalia N. 2008. Penyebaran dan karakteristik tempat tumbuh pohon
tembesu (Fragaea fragrans Roxb.) (Studi kasus di kawasan
Taman Nasional Danau Sentarum Kapuas Hulu Kalimantan
Barat). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Susanti, T, Suraida, Febriana H. 2013. Keanekaragaman Tumbuhan
Invasif di Kawasan Taman Hutan Kenali Kota Jambi. Prosiding
Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Tjitrosoedirdjo S S. 2005. Inventory of the invasive alien species in
Indonesia.Biotropik. Vol 25: 60-73.

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 37
Taman Nasional Gunung Rinjani
LAMPIRAN

Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan


Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 38
Taman Nasional Gunung Rinjani
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 39
Taman Nasional Gunung Rinjani
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 40
Taman Nasional Gunung Rinjani
Laporan Inventarisasi Zona Tradisional yang Dimanfaatkan
Di Wilayah Kerja Resort Joben, SPW II 41
Taman Nasional Gunung Rinjani

Anda mungkin juga menyukai