Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN

KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALI


BARAT

AMUDIN
41205425117005

PROGRAM STUDI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS NUSA BANGSA
BOGOR 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
laporan Praktikum Pengelolaan kawasan konservasi.
Laporan ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan
kawasan konservasi. Adapun judul dari makalah ini adalah “Pengelolaan Kawasan
Perlindungan Laut untuk Kegiatan Ekowisata di Taman Nasional Bali Barat,
Indonesia”. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dosen mata Kuliah Pengelolaan kawasan konservasi yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan
dalam penulisan makalah ini, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami
mengucapkan terima kasih.

Bogor 3, Febuari 2021


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 3
1.3 Manfaat 3
BAB II. KONDISI UMUM KAWASAN 4
2.1 Deskripsi dan Potensi di Taman Nasional Bali Barat 7
2.1.1 Deskripsi 4
2.1.2 Potensi di Taman Nasional Bali Barat 7
2.1.2.1 Flora 8
2.1.2.2 Fauna 8
2.1.2.3 Biota Laut 9
2.2 Ekowisata di Pulau Bali 9
2.3 Model zonasi di Pulau Bali 11
BAB III. PENGELOLAAN EKOWISATA 13
3.1 Sistem Kelembagaan/Organisasi 13
3.2 Stakeholders 14
3.3 Manajemen 16
3.4 Permasalahan dan Solusi 17
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 23
4.1 Kesimpulan 23
4.2 Saran 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengertian konservasi menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya adalah pengelolaan
sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi dilakukan
melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan melalui
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Kawasan konservasi laut (KKL) secara individu maupun jaringan
merupakan alat utama dalam melindungi keanekaragaman hayati laut. Walaupun 2
pengetahuan tentang KKL terus berubahubah/meningkat tetapi penerapan dari
teori-teori untuk kawasan yang luas hampir belum ada. Beberapa teori
merekomendasikan bahwa zona inti dalam KKL seharusnya melindungi lebih dari
20 %. Namum kesepakatan tentang seberapa besar habitat yang harus dilindungi
keanekaragaman hayati lautnya dalam menjamin konektivitas ekologi belum ada
(Supyan dan Samadan, 2011).
Kawasan konservasi memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan.
Kawasan ini terdiri dari natural aminities (iklim, hutan belukar, flora dan fauna)
yang berupa hasil ciptaan manusia (benda bersejarah, kebudayaan dan
keagamaan) dan tata cara hidup manusia. Daya tarik wisata dikelola melalui
kemampuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang dikuasai manusia. Alam dan
daya tarik terbentuk dengan sendirinya tetapi ada kalanya bisa dirangsang oleh
manusia tetapi jika tidak diperhitungkan dengan tepat dapat menimbulkan dampak
negatif yang cukup besar seperti pengrusakan lingkungan akibat pembangunan
dan pengembangan objek pariwisata tersebut (Darsoprajitno, 2000).
Ekowisata meliputi ekologi, dan sosial ekonomi. Aspek ekologi berarti
bahwa ekowisata memberikan kontribusi positif terhadap konservasi alam. Aspek
social ekonomi artinya adalah alat bagi ekonomi yang berkelanjutan. Pendapat
masyarakat membutuhkan ekowisata untuk memberdayakan masyarakat, dalam
arti ekonomi memberikan peran dalam ekowisata untuk penduduk setempat, dan
dengan meningkatkan partisipasi mereka dalam konservasi (Sudarto,1999).
Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan
nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari
Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di
sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa
Ceningan dan Pulau Serangan (Wikipedia, 2012).
Ekowisata merupakan suatu konsep yang mengkombinasikan kepentingan
industri kepariwisataan dengan para pencinta lingkungan. Para pencinta
lingkungan menyatakan bahwa perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup
hanya dapat tercapai dengan melibatkan orang-orang yang tinggal dan
mengantungkan hidupnya pada daerah yang akan dikembangkan menjadi suatu
kawasan wisata dan menjadikan mereka partner dalam upaya pengembangan
wisata tersebut. Metode ini diperkenalkan oleh Presiden World Wild Fund
(WWF) pada konfrensi tahunan ke-40 Asosiasi Perjalanan Asia Pasifik (PATA)
(Damanik dan Weber, 2006).
Istilah “ekowisata” dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke
daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam,
sejarah dan budaya di suatu daerah, di mana pola wisatanya membantu ekonomi
masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam. Para pelaku dan pakar di
bidang ekowisata sepakat untuk menekankan bahwa pola ekowisata sebaiknya
meminimalkan dampak yang negatif terhadap linkungan dan budaya setempat dan
mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat setempat dan nilai
konservasi (Hadi, 2007).

Ekowisata dikatakan mempunyai nilai penting bagi konservasi


dikarenakan ada beberapa hal antara lain: (1) memberikan nilai ekonomi bagi
daerah yang mempunyai tujuan kegiatan konservasi pada daerah yang dilindungi,
(2) memberikan nilai ekonomi yang dapat digunakan untuk program konservasi di
daerah yang dilindungi, (3) menimbulkan penambahan pendapatan secara
langsung dan tidak langsung kepada masyarakat disekitar lokasi ekowisata, (4) 3
dapat mengembakan konstituen yang mendukung konservasi baik tingkat lokal,
nasional dan internasional, (5) mendorong pemanfaatan sumber daya alam secara
berkelanjutan, dan (6) mengurangi ancaman terhadap keanekaragaman hayati
(Yoeti, 2000).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah Pengelolaan Kawasan Perlindungan Laut
untuk Kegiatan Ekowisata di Taman Nasional Bali Barat, Indonesia adalah
1. Untuk mengetahui manajemen pengelolaan seperti
kelembagaan/organisasi yang terlibat dalam pengelolaan ekowisata,
2. Untuk mengetahui model zonasi dan stakeholders yang terlibat,
3. Untuk mengetahui isu-isu yang sedang berkembang di lingkunga
masyarakat setempat.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah Pengelolaan Kawasan Perlindungan Laut
untuk Kegiatan Ekowisata di Taman Nasional Bali Barat, Indonesia adalah untuk
melihat permasalahan yang terjadi dalam upaya konservasi dan upaya pendekatan
solusi dalam permasalahan yang terjadi.
BAB II
KONDISI UMUM KAWASAN

2.1 Deskripsi dan Potensi di Taman Nasional Bali Barat


2.1.1 Deskripsi
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi, yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Bali
adalah sebuah pulau di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu provinsi Indonesia.
Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah
Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali
adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata
dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan
Jepang dan Australia. Bali juga dikenal sebagai Pulau Dewata.
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km
dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali
terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Lintang Timur yang
mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain. Gunung Agung
adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus
pada Maret 1963. Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar
30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang
dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah
dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.
Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah
Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar; sedangkan Kuta, Sanur,
Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan
pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan. Penduduk Bali kira-
kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu.
Agama lainnya adalah Islam, Protestan, Katolik, dan Buddha. Selain dari sektor
pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga
memilih menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa
5
Indonesia, Bali, dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata.
Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas
pemakaiannya di Bali, dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian
besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat
beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya masyarakat Bali menggunakan
sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomunikasi. Secara
tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem
catur warna dalam agama Hindu Dharma; meskipun pelaksanaan tradisi tersebut
cenderung berkurang. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing
utama) bagi banyak masyarakat Bali, yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar
dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi
wisatawan di Bali, seringkali juga memahami beberapa bahasa asing dengan
kompetensi yang cukup memadai.
(Sumber: Wikipedia, 2012)

Gambar. Peta Pulau Bali


Bali yang menjadi barometer pariwisata Indonesia tidak pernah luput dari
6
dinamika sebagai bagian yang harus dihadapi sebagai kenyataan. munculnya
mekanisme pengendalian perkembangan pariwisata yang lebih rapi dan berencana
sebagaimana yang dikenal dengan Sceto Plan yang awalnya ingin menempatkan
atau memposisikan pariwisata Bali dengan antisipasi secara baik terhadap
beberapa dampak yang memungkinkan terjadi di masa mendatang. Model Sceto
Plan ini terbukti dapat menekan kesemerawutan perkembangan pariwisata Bali,
khususnya pada wilayah yang direncanakan dalam model tersebut.
Taman Nasional Bali Barat mempunyai luas 19.002,89 ha. terdiri dari
kawasan terestrial seluas 15.587,89 ha. dan kawasan perairan seluas 3.415 ha.
Potensi Taman Nasional Bali Barat meliputi berbagai jenis flora dan fauna liar,
yang berstatus langka, dilindungi maupun yang keberadaannya masih melimpah,
habitat dan letak geomorfologinya serta keindahan alamnya.
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi, yang dapat dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi. Potensi TNBB meliputi berbagai jenis flora dan fauna liar, yang
berstatus langka, dilindungi maupun yang keberadaannya masih melimpah,
habitat dan letak geomorfologinya serta keindahan alamnya yang masih dalam
keadaan utuh. Ekosistem di dalam kawasan TNBB cukup potensial dan lengkap
yang meliputi perairan laut, pantai dan pesisirnya, hutan dataran rendah sampai
pegunungan merupakan habitat alami bagi hidupan liar yang juga menunjukkan
tingginya keanekaragaman hayati antara lain terumbu karang dan biota laut
lainnya, vegetasi mangrove, hutan rawa payau, savana dan hutan musim. Flora
dan fauna yang cukup beragam, sampai saat ini telah diidentifikasi 176 jenis flora
meliputi pohon, semak, tumbuhan memanjat, menjalar, jenis herba, anggrek,
paku-pakuan dan rerumputan. Untuk jenis fauna terdiri dari 17 jenis mamalia, 160
jenis burung (aves) , berbagai jenis reptil dan ikan.

2.1.2 Potensi di Taman Nasional Bali Barat


Tiga sasaran pokok kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya:
1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem
penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan kesejahteran 7
manusia.
2. Terkendalinya cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga
terjamin kelestarian manfaatnya.
3. Terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistem
sehingga mampu menunjang pembangunan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Taman Nasional Bali Barat mempunyai luas 19.002,89 ha. terdiri dari kawasan
terestrial seluas 15.587,89 ha. dan kawasan perairan selaus 3.415 ha dan sebagai
salah satu kawasan kawasan konservasi, pengelolaan Taman Nasional Bali Barat
(TNBB) ditujukan untuk :
1. Perlindungan populasi Jalak Bali beserta ekosistem lainnya seperti
ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem hutan pantai
dan ekosistem hutan daratan rendah sampai pegunungan sebagai sistem
penyangga kehidupan terutama ditujukan untuk menjaga keaslian,
keutuhan dan keragaman suksesi alam dalam unit-unit ekosistem yang
mantap dan mampu mendukung kehidupan secara optimal.
2. Pengawetan keragaman jenis flora dan fauna serta ekosistemnya ditujukan
untuk melindungi, memulihkan keaslian, mengembangkan populasi dan
keragaman genetik dalam kawasan TNBB dari gangguan manusia.
3. Pemanfaatan secara lestari Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya
ditujukan untuk berbagai pemanfaatan seperti:
 Sebagai laboratorium lapangan bagi peneliti untuk pengembangan
ilmu dan teknologi.
 Sebagai tempat pendidikan untuk kepentingan meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan bagi masyarakat.
 Obyek wisata akan pada zona khusus pemanfaatan yang dapat
dibangun fasilitas pariwisata.
 Menunjang budidaya penangkaran jenis flora dan fauna dalam rangka
memenuhi kebutuhan protein, binatang kesayangan dan tumbuhan
obat-obatan.
8

2.1.2.1 Flora
Taman Nasional Bali Barat kaya akan potensi flora antara lain sawa kecik
(Manilkara kauki), Sonokeling (Dalbergia Latifolia), Bayur (Pterospermum
difersifolium), dan Cendana (Santalem Album). Susunan tipe Vegetasi meliputi
tipe Vegetasi hutan mangrove, Vegetasi hutan pantai, Vegetasi hutan musim,
Vegetasi hutan evergreen dan savana.

Daftar flora langka di TNBB


No Nama Lokal Nama Latin
1 Bayur Pterospermum diversifolium
2 Buni Antidesma bunius
3 Bungur Langerstroemi a speciosa
4 Burahol  Steleohocarpus burahol
5 Cendana Santalum album
6 Kemiri Aleuritas moluccana
7 Kepah Sterculia foetida
8 Kesambi Schleichera oleosa
9 Kruing Bunga Diptercocaus hasseltii
10 Mundu Garcinia dulcis
11 Pulai Alstonia scolaris
12 Sawo Kecik Manilkara kauki
13 Sono Keling Dalbergia latifalia
14 Trengguli Cassia fistula

2.1.2.2 Fauna
Burung Jalak Bali (Laucapsar rothschildi) merupakan satwa endemik Pulau Bali
yang langka dan statusnya di lindungi. Pada saat ini Burung Jalak Bali di Taman
Nasional Bali Barat terdapat di habitat alaminya disemenanjung Prapat Agung dan
Sekitarnya serta di pusat penangkaran jalak Bali. Kegiatan penangkaran
dilaksanakan sebagai restocking jumlah individu guna mendukung program
pemulihan populasi Jalak Bali melalui pelepasan Burung hasil penangkaran ke
habitat alami. Beberapa mamalia besar yang terdapat di Taman Nasiona Bali
Barat yaitu Banteng (Bos Javanicus), Kijang (Muntiacus Muntjak), Kancil
(Tragulus Javanicus), Menjangan (Cervus Timorensis), Kucing liar (Felis 9
bengalensis), Keras abu-abu (Macaca Fascicularis) dan monyet hitam (Presbytis
Cristata), selain itu juga terdapat berbagai jenis reptil seperti penyuider
(Lepidochelys alivacease).

Daftar fauna langka di TNBB


No Nama Lokal Nama Latin
1 Banteng Bos javanicus
2 Biawak Varanus salvator
3 Jalak Bali Leucopsar rothschildi
4 Jelarang Ratufa bicolor
5 Kueuk Felis marmorata
6 Landak Hystric branchyura
7 Menjangan Cervus timorensis
8 Pelanduk Trangulus javanicus
9 Penyu Rider Lepidochelys olivceae
10 Trenggiling Manis javanicus

2.1.2.3 Biota Laut


Kondisi Trumbu karang yang ada sangat bervariasi, merupakan kombinasi yang
unik dari keanekaragaman jenis dan habitatnya, sangat baik untuk wisatawan yang
melakukan olah raga bawah air berupa snorkeling dan diving di kawasan Pulau
Menjagan. Demikian adanya Taman Nasional Bali Barat sebagai suatu wadah
yang sangat berperan dalam perlindungan, pelestarian dan pengawetan flora dan
fauna beserta ekosistemnya.

2.2 Ekowisata di Pulau Bali


Perkembangan pariwisata dan daya tarik pulau Bali, secara tidak langsung telah
mendorong kemajuan pembangunan di Kota Denpasar. Pada tahun 2000, jumlah
wisatawan mancanegara yang datang berkunjung mencapai 1.413.513 orang, dan
menempatkan jumlah wisatawan terbanyak dari Jepang kemudian disusul dari
Australia, Taiwan, Eropa, Inggris, Amerika, Singapura dan Malaysia. Kebijakan
pengembangan pariwisata di Kota Denpasar menitikberatkan pada pariwasata
budaya berwawasan lingkungan. Sebagai salah satu sentra pengembangan
pariwisata, Kota Denpasar menjadi barometer bagi kemajuan pariwisata di Bali, 10
hal ini dapat dilihat dengan munculnya berbagai hotel berbintang sebagai sarana
menunjang aktifitas pariwisata tersebut. Pantai Sanur merupakan salah satu
kawasan wisata pantai yang ramai dikunjungi. Sementara Lapangan Puputan
merupakan kawasan ruang terbuka hijau di Kota Denpasar sekaligus berfungsi
sebagai paru-paru kota (Wikipedia, 2012).
Bali memiliki objek wisata yang sangat beragam, baik wisata alam, wisata
budaya, dan wisata bahari. Di Bali terdapat sekitar 54 lokasi objek wisata yang
tersebar di delapan kabupatennya. Di Kabupaten Buleleng terdapat Pantai Lovina,
makam Jayaprana, air panas Banyuwedang, lingkungan Pura Pulaki, pantai
Kalibukbuk, pemandian Air Saneh, dan pantai Ponjok Batu.
a. Di Kabupaten Jembrana terdapat pantai Medewi dan pantai Purancak. Di
Kabupaten Tabanan terdapat Kebun Raya Bedugul, Danau Bratan, Tanah
Lot, air panas Penatahan, Alas Kedaton, Museum Subak Bali, dan Jati
Luih.
b. Di Kabupaten Badung terdapat Pura Ulu-watu, Pura Taman Ayun, Alas
Pala Sangeh, Pantai Sanur, Pantai Kuta, Legian, Seminyak, Pantai
Suluban, pantai Nusa Dua, Taman Penyu Pulau Serangan, Pantai Gangga,
Museum Bali, Museum Le Mayeur, Werdi Budaya (Art Centre), Mandala
Wisata, Lila Ulangun, Oo-ngan, dan Monumen Padang Galak.
c. Di Kabupaten Klungkung terdapat Goa Lawah dan Taman Gili Kertagosa.
d. Di Kabupaten Karangasem terdapat Pura Besakih, Bukit Putung, Desa
Tenganan, Candi Dasa, Taman Ujung, Tirta Gangga, Puri Maskerdam,
Pantai Tulamben, dan Bukit Jambul. Di Kabupaten Gianyar terdapat Istana
Tampaksiring, Museum Ratna Warta, Danau Kawi, Gunung Kawi Sebatu,
Taman Kemuda Saraswati, Wanara Wana Ubud, dan Museum Purbakala.
e. Di Kabupaten Bangli terdapat panorama Gunung Batur dan Danau Batur,
Desa Trunyan, dan Sasana Budaya.
Kota Denpasar merupakan Ibu Kota Provinsi Bali yang memiliki beberapa daerah
tujuan wisata, seperti bangunan kuno dengan arsitektur Bali. kota ini memiliki
beberapa museum yang menarik, pusat kesenian dan berbagai pusat perbelanjaan.
Sebagai kota tujuan wisata, wisatawan dapat menikmati dan mempelajari tentang 11
berbagai atraksi budaya yang terdapat di Denpasar mulai dari Puri Pemecutan,
Puri Satria dan Kesiman, kemudian menggunjungi Pura tertua dan terbaru di kota
ini.

2.3 Model zonasi di Pulau Bali


Terkait dengan zonasi, suatu kawasan konservasi bisa dibedakan dalam dua tipe,
ialah: kawasan tanpa pemanfaatan dan kawasan dimana sebagian wilayah di
dalamnya bisa dimanfaatkan secara terbatas. Pada kasus yang pertama, kawasan
konservasi dikatakan hanya mempunyai satu zona, sedangkan kawasan kedua
paling tidak ada dua wilayah yang berbeda, zona dimana segala bentuk
pemanfaatan dilarang dan sebagian lagi dimana pemanfaatan terbatas masih
memmungkinkan untuk dilakukan.
Zona bisa didefinisikan sebagai suatu wilayah fungsional tertentu dengan
batas wilayah yang jelas dan mempunyai tujuan tertentu yang diimplementasikan
melalui aturan atau ketentuan tertentu. Sebagai contoh, wilayah larang-ambil yang
sudah kita diskusikan pada bab sebelumnya, ialah suatu wilayah yang mempunyai
tujuan fungsional untuk merpebaiki habitat dan stok ikan, dengan aturan
pelarangan untuk melakukan kegiatan pengambilan (ekstraktif). Zonasi bisa
didefinisikan sebagai usaha (termasuk teknik rekayasa) untuk membagi suatu
wilayah pada kawasan konservasi menjadi beberapa zona fungsional yang
berbeda.
Taman Nasional Bali Barat (TNBB) merupakan kawasan pelestarian alam
yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem Zonasi dan dapat
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Taman Nasional Bali Barat adalah suatu wadah yang sangat berperan
dalam perlindungan, pelestarian dan pengawetan flora dan fauna beserta
ekosistemnya. Penataan kawasan pengelolaan TNBB sesuai fungsi
peruntukannya telah ditetapkan berdasarkan SK Dirjen Perlindungan dan
Konservasi Alam No.186/Kpts/Dj-V/1999 tanggal 13 Desember 1999 tentang
pembangian zonasi sebagai berikut: 12
1. Zona inti
Zona yang mutlak dilindungi, tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh
aktifitas manusia kecuali yang berhubungan dengan kepentingan penelitian.
2. Zona Rimba
Merupakan zona penyangga dari Zona inti, dapat dilakukan kegiatan seperti pada
zona inti dan kegiatan alam terbatas.
3. Zona Pemanfaatan Intensi
Dapat dilakukan kegiatan seperti pada kedua zona diatas, pembangunan sarana
dan prasarana pariwisata alam dan penggunaan lain yang menunjang fungsi
konservasi.
4. Zona Pemanfaatan Budaya
Pada Zona ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan terbatas untuk kepentingan
budaya dan atau relegi. Terletak di daratan Taman Nasional Bali Barat di Pulau
Menjagan, Teluk Terima, Prapat Agung, Bakungan dan Klatakan.
BAB III
PENGELOLAAN EKOWISATA

3.1 Sistem Kelembagaan/Organisasi


Pengelolaan hutan Bali Barat sebelum dikelola oleh Sub Balai Perlindungan dan
Pelestarian Alam (PPA) Bali masih dalam pengelolaan Cabang Dinas Kehutanan
Singaraja dan Jembrana sebagai unit dari Dinas Kehutanan Propinsi Bali,
sedangkan unit pengelola terkecil wilayah yaitu RPH (Resort Pemangkuan Hutan)
Penginuman, Sumberklampok dan Sumberkima.
Kawasan Suaka Alam berupa cagar Alam atau Suaka Margasatwa dikelola
oleh Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) / SBKSDA Provinsi
Bali sebagai Unit Pelaksana Teknis Dirjen PPA dengan unit pemangku terkecil di
lapangan yaitu Kepala Resort sebagai pelaksana pengamanan dan perlindungan,
yang dikepalai oleh Kepala Sub Seksi / Rayon Kawasan Suaka Margasatwa Bali
Barat / Sub Seksi Wilayah PPA yang setara Eselon V.
Bedasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 096/Kpts-II/1984
tanggal 12 Mei 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Taman Nasional Bali
Barat, Suaka Alam Bali Barat dikelola se bagai UPT Taman Nasional Bali Barat
yang dikepalai oleh seorang Kepala yang setara Eselon IV, yang dibantu oleh
Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pemanfaatan, Kepala Seksi
Penyusunan Program. Sedangkan pelaksana teknis di lapangan adalah Kelompok
Perlindungan, Pengawetan, dan Pelestarian.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 31
Maret 1997 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dan
Unit Taman Nasional, meningkatkan pengelolaan Taman Nasional sebagai Balai
yang dipimpin oleh seorang Kepala Balai setara Eselon III, yang dalam
pengelolaannya dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi
Konservasi yang membawahi tiga sub seksi wilayah konservasi (Jembrana,
Buleleng dan Labuan Lalang). Dan untuk pelaksana teknis di lapangan dibantu
kelompok jabatan fungsional yang teridi dari Fungsional Jagawana, Fungsional 14

Teknisi Kehutanan Bidang Konservasi Jenis Sumberdaya Alam Hayati dan


Ekosistemnya, Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Konservasi Kawasan dan
Lingkungan dan Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Bina Wisata Alam.
Nuansa otonomi daerah memerlukan desentralisasi koordinasi birokrasi
sehingga pengelolaan Taman Nasional Bali Barat sesuai dengan Surat keputusan
Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Balai Taman Nasional dibagi menjadi 3 wilayah pengelolaan yaitu Seksi
Konservasi Konservasi Wilayah I di Jembrana, Seksi Konservasi Wilayah II di
Buleleng dan Seksi Konservasi Wilayah III di Labuhan Lalang dengan Kepala
Seksi sebagai pejabat pemangku Wilayah yang setara Eselon IV.

3.2 Stakeholders
Stakeholder merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau
masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki
hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan. Individu, kelompok, maupun
komunitas dan masyarakat dapat dikatakan sebagai stakeholder jika memiliki
karakteristik seperti yaitu mempunyai kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan
terhadap perusahaan.
Jika diperhatikan secara seksama dari definisi diatas maka telah terjadi
perubahan mengenai siapa saja yang termasuk dalam pengertian stakeholder
perusahaan. Sekarang ini perusahaan sudah tidak memandang bahwa stakeholder
mereka hanya investor dan kreditor saja. Konsep yang mendasari mengenai siapa
saja yang termasuk dalam stakeholder perusahaan sekarang ini telah berkembang
mengikuti perubahan lingkungan bisnis dan kompleksnya aktivitas bisnis
perusahaan. Dengan menggunakan definisi diatas, pemerintah bisa saja dikatakan
sebagai stakeholder bagi perusahaan karena pemerintah mempunyai kepentingan
atas aktivitas perusahaan dan keberadaan perusahaan sebagai salah satu elemen
sistem sosial dalam sebuah negara oleh kerena itu, perusahaan tidak bisa
mengabaikan eksistensi pemerintah dalam melakukan operasinya. Terdapatnya
birokrasi yang mengatur jalanya perusahaan dalam sebuah negara yang harus
ditaati oleh perusahaan melaui kepatuhan terhadap peraturan pemerintah 15
menjadikan terciptanya sebuah hubungan antara perusahaan dengan pemerintah.
TNBB tentu tidak sendirian dalam menggerakkan aktivitas yang berkaitan
dengan pelestarian ini. ''Pelestarian TNBB bukan hanya tugas saya sendiri atau
150 pegawai yang ada. Semua ini tanggung jawab semua pihak dan kita saling
bekerja sama dengan stakeholder yang ada,'' ujar pria yang sudah 4,5 tahun
bertugas di TNBB ini.
Dia pun menuturkan program-program yang dimiliki TNBB yang
melibatkan stakeholder seperti LSM dan masyarakat. Contohnya, untuk program
perairan, TNBB bekerja sama dengan WWF. Program yang dikerjakan adalah
rehab terumbu karang, monitoring, penelitian perubahan cuaca dan membuat data
perkembangan. Kerja sama dengan WWF ini juga melahirkan LSM yang diberi
nama Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir Bali Barat. Mereka pun
saling bekerja sama dan saling melengkapi.
Kegiatan lain yang dilakukan forum ini adalah ikut terlibat dalam
pelestarian. Soedirun mengatakan, pihak desa adat yang berada dekat kawasan
sudah diminta memasukkan pelestarian hutan ke dalam awig-awig. Hal ini
dilakukan untuk mengamankan berbagai jenis flora, fauna dan biota laut yang
langka. Jika ini dirusak, nanti anak cucu tidak akan ada yang tahu namanya
kawasan hutan TNBB.
Pembinaan kepada masyarakat mengenai pentingnya hutan terus
dilakukan. Selain itu, berbagai langkah pengamanan pun diberikan. Misalnya, jika
terjadi kebakaran hutan, masyarakat bisa ikut menginformasikan bahkan ikut
upaya pemadaman.
Untuk peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan juga sudah
dilakukan berbagai upaya. Termasuk ikut memelihara dan juga menjaga
kelestariannya. Masyarakat dikenalkan pada tiga strata tanaman. Pohon tinggi,
pohon sedang dan rumput atau palawija. Dari semua strata ini, mana saja yang
boleh dimanfaatkan secara ekonomis dan mana harus dilestarikan, juga sudah
dijelaskan.
Pengembangan kemitraan dangan Organisasi Pemerintah dan Non
Pemerintah (LSM) baik dalam maupun luar negeri dan masyarakat dengan
mengembangkan kemitraan dalam bentuk: Pembangunan sarana dan prasarana 16
pengelolaan, promosi penelitian, pendidikan wisata alam dan Publik awareness,
baik melalui jalur resmi maupun informal tentang fungsi, tujuan, dan manfaat 
konservasi khususnya mengenai keberadaan Taman Nasional
Pembinaan daerah penyangga dititik beratkan pada peningkatan
keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam dan pemanfaatan
plasma nutfah untuk menunjang budidaya. Membina program bersama pemangku
kawasan hutan dan pesisir untuk dapat mengintegrasikan suatu ekosistem kawasan
sesuai fungsinya melalui managemen kolaborasi (Co-Management) sesuai otoritas
kewenangan dan tanggung jawab.
Pada saat ini di Taman Nasional Bali Barat terdapat 3 (Tiga) perusahaan
yang sudah mendapatkan Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) yaitu : PT.
Shorea Barito Wisata dan PT. Trimbawan Swastama Sejati (Penyediaan Resort
dengan wisata alam sebagai atraksi wisata) , dan PT. Disthi Kumala Bahari
(Pengusahaan pariwisata alam dengan pengakaran mujtiara sebagai atraksi
wisata).

3.3 Manajemen
Dampak atau isu yang berkembang seiring dengan perkembangan pariwisata
antara lain penguasaan ekonomi yang tidak seimbang, terbatasnya nilai tambah
lokal (local added value), minimnya keterlibatan masyarakat lokal, dampak
lingkungan pariwisata, terkikisnya kearifan sosial dan nilai budaya serta
meningkatkan biaya hidup dan beban bagi penduduk lokal (Hadi, 2007).
Alasan untuk membentuk pariwisata yang berkelanjutan menirut Rachel
Dodds (2005) adalah:
- Pariwisata dapat membantu mengurangi kemikemiskinan
- Kemungkinan imbalan jangka panjang dari berburu atau kehutanan
- Meningkatnya permintaan pembelajaran / pengalaman liburan
- Konservasi
- Pendidikan
Berbeda dengan pariwisata masal yang menitikberatkan pada kuantitas
pengunjung, ekowisata bersandar pada empat hal yaitu komunitas, pendidikan,
budaya, dan lingkungan. Empat hal yang harus berjalan secara seimbang tersebut 17
adalah
1. Komunitas setempat harus terlibat sejak penyusunan hingga evaluasi
wisata;
2. Wisata ini harus menjadi media belajar bagi turis maupun pengelolanya;
3. Budaya setempat harus diberi tempat agar tetap bertahan di tengah
derasnya budaya lain; serta
4. Kegiatan wisata ini harus memperhatikan kelestarian lingkungan.
Satu contoh adalah keterlibatan petani di masingmasing desa. Mereka
sendiri yang melakukan pemetaan, perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi.
Kalau ada turis berkunjung ke satu desa, maka warga lokal yang menjadi
pemandu, bukan karyawan agen perjalanan wisata. Demi menjaga lingkungan,
desa juga membatasi jumlah pengunjung yang datang. Tiap lokasi tidak boleh
menerima lebih dari 10 orang per hari. Tujuannya agar aktivitas pariwisata tidak
sampai merusak lingkungan yang dikunjungi.
Agar aktivitas pariwisata tidak membuat petani melupakan pertanian,
maka kegiatan turis ketika berkunjung ke desa adalah terlibat langsung dalam
kegiatan pertanian. Misalnya turis itu melihat proses produksi wine di Sibetan,
memetik kopi di Pelaga, atau memanen rumput laut di Nusa Ceningan. Peminat
ekowisata jauh lebih kecil dibanding jenis pariwisata masal lain. Tapi dua tahun
terakhir grafik jumlah pengunjung terus meningkat. Jumlah pengunjung ini
berbeda-beda di tiap desa. Misalnya di Sibetan, dalam kurun waktu enam bulan
hanya ada 18 pengunjung. Tapi di Pelaga mencapai 112 orang dalam kurun waktu
yang sama. Perbedaan jumlah pengunjung ini karena paket ekowisata
memungkinkan turis untuk memilih, datang ke satu desa, dua desa, atau seluruh
desa.

3.4 Permasalahan dan Solusi


Evaluasi aspek-aspek pembangunan pariwisata berkelanjutan yang
mencakup aspek ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan sehubungan dengan
dijadikannya Jatiluwih sebagai Desa Wisata dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspek Ekonomi
Pembangunan pariwisata berkelanjutan di Desa Wisata Jatiluwih belum 18

memberikan manfaat ekonomi secara langsung dan adil kepada masyarakat lokal
(host community) karena hanya sebagian kecil masyarakat lokal bekerja di sektor
pariwisata seperti; akomodasi, cafe dan restoran. Tetapi secara tidak langsung
masyarakat lokal telah mendapatkan manfaat ekonomi, manfaat ini diperoleh
melalui Desa Dinas atau Desa Adat dimana mereka berada.
Tiket masuk obyek wisata di Desa Wisata Jatiluwih sebesar Rp. 5.000
(wisatawan asing) dan Rp. 2.000 (wisatawan lokal). Pendapatan Desa Wisata
Jatiluwih yang diperoleh dari hasil penjualan tiket masuk. Hasil penjualan tiket
tersebut dibagi lima yaitu: (1) untuk petugas pemungut tiket masuk, (2) untuk
pemerintah daerah Kabupaten Tabanan, (3) untuk Desa Adat Gunungsari, (4)
untuk Desa Adat Jatiluwih, dan (5) untuk Desa Dinas. Cara pembagian
pendapatan tersebut adalah: 20% dari total pendapatan perbulan diberikan kepada
petugas penjaga tiket masuk, sisanya yang sebesar 80% dijadikan 100% kembali
kemudian dibagi tiga yaitu untuk pemerintah daerah Kabupaten Tabanan, Desa
Adat Gunungsari, Desa Adat Jatiluwih dan Desa Dinas yang berturut-turut
mendapatkan bagian sebesar 15%, 26%, 24%, dan 35%. Pembagian tersebut
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan. Dalam pemungutan tiket
masuk, Desa Wisata Jatiluwih mengalami beberapa kendala seperti banyaknya
gerbang masuk yang menuju objek wisata, tidak semua pengunjung dikenakan
tiket masuk karena jalan yang melintas di objek wisata merupakan jalan umum
yang bisa dilewati oleh setiap orang tanpa harus membayar tiket masuk.
Ditemukan juga bahwa hanya sedikit usaha perekonomian masyarakat
lokal yang berhubungan langsung dengan industri pariwisata. Warung-warung
yang ada disekitar daerah objek wisata hanya diperuntukan untuk masyarakat
lokal dan wisatawan domestik dan bukan untuk wisatawan manca negara karena
warung-warung tersebut tidak memiliki standar internasional. Kebanyakan
masyarakat lokal masih tetap bergelut dalam bidang pertaninan yang merupakan
profesi yang telah ditekuni bertahun-tahun dan warisan nenek moyangnya.
Penghasilan dari hasil pertanian mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari saja. Sekarang ini, hasil pertanian sangat tidak sesuai dengan harapan
masyarakat lokal dan bahkan cendrung merugi apabila dihitung antara biaya yang
19
dikeluarkan oleh petani untuk mengolah lahannya dengan hasil penjualan hasil
pertaniannya.
Melihat kenyataan bahwa penghasilan yang diperoleh dari hasil pertanian
relatif kecil, maka sebagian masyarakat lokal telah mulai mengalihkan usahanya
ke bidang peternakan yaitu peternakan babi dan ayam petelur, bidang peternakan
ini dianggap lebih menguntungkan daripada bidang pertanian. Tetapi, peralihan
usaha masyarakat lokal dari pertanian ke peternakan akan mengakibatkan
berkurangnya lahan pertanian dan persawahan, dan juga akan mengakibatkan
adanya polusi khususnya polusi udara yang ditimbulkan oleh kotoran-kotoran
ternak yang dapat menggangu kenyamanan wisatawan yang berakhir pada
ancaman keberlanjutan pariwisata di Desa Wisata Jatiluwih.

b. Aspek Sosial-budaya
Kehidupan sosial-budaya masyarakat di Desa Wisata Jatiluwih masih sangat
kental, ini dibuktikan masih antosiasnya masyarakat lokal untuk melakukan
berbagai macam upacara keagamaan seperti; piodalan, pecaruan, pamungkahan
dan lain-lain. Dalam hal upacara keagamaan di pura, pelaksanaannya sepenuhnya
dilakukan oleh anggota (krama) desa adat dan biayanya diperoleh dari desa adat
setempat, sumbangan dari pengusaha jasa pariwisata yang beroperasi di kawasan
Desa Wisata Jatiluwih, dan pemerintah daerah Kabupaten Tabanan.
Masyarakat lokal sama sekali tidak mempermasalahkan apabila tempat
suci (pura) yang ada di kawasan wisata juga dijadikan objek wisata sejauh masih
memenuhi atau sesuai dengan peraturan (awig-awig) yang berlaku. Masyarakat
lokal sebenarnya tidak mengharapkan uang atau sumbangan atas dijadikannya
mereka sebagai pertunjukan wisata pada saat upacara keagamaan berlangsung.
Tetapi apabila ada wisatawan yang ingin menyumbang, sumbangan tersebut
dimasukan atau diterima oleh Desa Adat.
Kehidupan sosial warga masyarakat lokal berjalan dengan baik dan tidak
ada indikasi terjadinya konflik kepentingan antar warga. Namun ada sedikit
perdebatan antara perangkat Desa Adat dengan Desa Dinas tentang status
kepemilikan desa Wisata Jatiluwih.
Sampai sekarang porsi pembagian pendapatan yang diperoleh dari hasil
penjualan tiket masuk lebih banyak diberikan kepada Desa Dinas dibandingkan 20

dengan Desa Adat. Karena tak seorang warga lokalpun mengetahui tentang status
kepemilikan Desa Wisata Jatiluwih. Sehubungan dengan perdebatan tersebut,
dalam pertemuan antara perangkat Desa Dinas dan Desa Adat dan mahasiswa S2
Kajian Pariwisata Universitas Udayana pada hari Minggu tanggal 31 Oktober
2004 dijelaskanlah asal usul dari Desa Wisata Jatiluwih oleh dosen pembimbing
Bapak Prof. Dr. Ir. I Gde Pitana, Msc. yang kebetulan sebagai pencetus ide dari
Desa Wisata Jatiluwih. Sehingga dengan penjelasan ini diharapkan tidak terjadi
lagi perdebatan mengenai status kepemilikan Desa Wisata Jatiluwih.
Selain itu, pembangunan di dekat kawasan tempat suci dan daerah resapan
air dan penggunaan sumur-sumur bor oleh para investor menjadi keluhan para
masyarakat lokal karena dapat mengakibatkan tercemarnya kawasan suci dan
keringnya atau menyusutnya air sumur-sumur biasa disekitarnya.
Pada dasarnya masyarakat lokal menerima dengan baik dan merasa bangga
sehubungan dengan desanya dijadikan sebagai salah satu Desa Wisata di Bali.
Masyarakat berpendapat bahwa dengan dijadikannya sebagai Desa Wisata
setidaknya memberikan kontribusi kepada desanya walaupun secara langsung
mereka belum menikmatinya. Namun, pembangunan Desa Wisata juga
memberikan peluang kerja kepada beberapa masyarakat lokal yang berkompetensi
dalam bidang kepariwisataan.
Harapan utama masyarakat lokal adalah diadakannya upaya-upaya
pelestarian aset wisata sehingga tetap alami, asri dan mempunyai kekhasan yang
membedakan dengan objek-objek wisata lainnya. Dengan kekhasan ini diharapkan
mampu menarik wisatawan untuk mengunjungi objek wisata ini. Masyarakat lokal
juga mengharapkan perbaikan-perbaikan infrastuktur seperti jalan, tempat parkir,
penerangan jalan, pengadaan tempat-tempat sampah dan pembuatan jalur-jalur
trekking serta pembuatan Museum Subak sehingga masyarakat lokal bisa terlibat
langsung dan mempunyai peran yang lebih banyak dalam pembangunan Desa
Wisata Jatiluwih.

c. Aspek Lingkungan
Pembangunan pariwisata di Desa Wisata Jatiluwih tidak mengakibatkan dampak-
dampak negatif terhadap lingkungan dan penurunan kualitas tanah atau lahan 21

pertaninan baik lahan perladangan maupun persawahan. Kelestarian hutannya


masih tetap terjaga dengan baik. Masyarakat secara bersama-sama dan sepakat
untuk melestarikan hutannnya dan tanpa harus ketergantungan terhadap hutan
tersebut. Pada dasarnya masyarakat lokal telah sadar terhadap perlunya pelestarian
hutan, karena kawasan hutan yang dimaksud merupakan daerah resapan air yang
bisa dipergunakan untuk kepentingan hidupnya maupun mahluk hidup yang
lainnya serta untuk keperluan persawahan.
Ada dua jenis padi yang ditanam pada wilayah persawahan Desa Wisata
Jatiluwih yaitu: padi merah tahunan dan padi hibrida yang mana masing-masing
jenis padi tersebut ditanam setahun sekali. Kedua padi tersebut ditanam secara
bergiliran, enam bulan pertama ditanam jenis padi merah kemudian enam bulan
berikutnya padi hibrida. Tanaman padi merah mempunyai beberapa keuntungan
atau keunggulan seperti: lebih tahan dari serangan penyakit dan harga jual gabah
atau berasnya lebih mahal, tetapi waktu panennya lebih lama. Sedangkan padi
hibrida juga memiliki keutungan atau keunggulan yaitu: lebih cepatnya panen,
tetapi padi hibrida kurang tahan terhadap serangan penyakit dan harga jual gabah
atau berasnya lebih murah.
Pengalihan fungsi lahan persawahan dan perladangan ke peternakan akan
membawa dampak negatif apabila tidak dicermati dengan baik. Dengan
pengalihan fungsi lahan ini akan menimbulkan pengurangan lahan pertanian dan
polusi udara. Oleh sebab itu perlu adanya kebijakan yang bisa mengurangi
pengalihan lahan tersebut.
22

Gambar. Desa Wisata Jatiluwih


Tidak ditemukan adanya sistem pengolahan limbah yang berasal dari
kotoran hewan ternak seperti sapi, babi dan ayam. Kotoran hewan ternak sapi dan
babi digunakan langsung oleh masyarakat lokal sebagai bahan pupuk organik.
Sedangakan kotoran ternak ayam dijual keluar daerah karena tidak cocok untuk
tanaman padi. Keberadaan sarana dan prasaran pengolahan limbah khususnya
limbah yang berasal dari kotoran ternak sangat diharapkan masyarakat lokal.
Dengan sarana pengolahan limbah ini, limbah tersebut akan dapat dimanfaatkan
secara optiomal oleh masyarakat lokal untuk digunakan sebagai pupuk organik
dan mengurangi biaya pembelian pupuk dari bahan kimia.
Keindahan dan keunikan alam yang dimiliki oleh Desa Wisata Jatiluwih
telah menarik perhatian UNESCO (United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization) untuk menjadikan Desa Wisata Jatiluwih sebagai Pusaka
Alam Dunia (World Natural Heritage).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan pembangunan pariwisata yang
memperhatikan usaha-usaha melestarikan seluruh kehidupan sosial-budaya
masyarakat lokal dan lingkungan hidup yang ada di daerah tujuan wisata serta
memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal secara berkelanjutan
sehingga ketiga aspek (ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan) dapat diwariskan
ke inter generasi dan antar generasi.

4.2 Saran
Meningkatan efektivitas pengamanan terutama berkaitan erat dengan aksesibilitas
Taman Nasional Bali Barat yang terbuka maka diperlukan sistem pengamanan
yang benar-benar efektif sesuai sarana dan prasarana yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Damanik,J dan Weber,H.F. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke


Aplikasi. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Darsoprajitno. 2000. Ekologi Pariwisata. Bandung: Angkasa.

Hadi, S. P. 2007. Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism). Makalah


Seminar Sosialisasi Sadar Wisata ”Edukasi Sadar Wisata bagi
Masyarakat di Semarang.

Rachel Dodds. 2005. The Nature of Ecotourism. behalf of Friends of Conservation


Economic and Social Benefits of Forest Protection, Birdlife International
Workshop.

Sudarto, G. 1999. Ekowisata: wahana pelestarium alam, pengembangan ekonomi


berkelanjutan, dan pemberdayaan masyarakat. 84pp. Yayasan Kalpataru
Bahari and Yayasan KEHATI: Indonesia.

Supyan dan Samadan, G., 2011. Efektifitas dan Efisiensi Konservasi Laut dalam
Sustainbility Sumberdaya Kelautan. Jurnal Mitra Bahari. Vol.5 No.2.
Mei-Agustus 2011.

Yoeti, O.A. (2000). Ekowisata: Pariwisata berwawasan Lingkungan Hidup. PT


Pertja.Jakarta.

http://www.balisweethome.com/id/bali/keunikan/taman.htm (2 febuari 2021)


http://hanyaadadibali.wordpress.com/2012/01/24/ekowisata-di-bali/(2febuari
2021)

http://subadra.wordpress.com/2007/03/page/3/ (2 febuari 2021)

Anda mungkin juga menyukai