Anda di halaman 1dari 35

RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN (RPK)

INTEGRASI JASA LINGKUNGAN KE DALAM


STOK KARBON BERBASIS EKOSISTEM DI
TAMAN NASIONAL LORE LINDU

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR TAMAN NASIONAL LORE LINDU
2021
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR TAMAN NASIONAL LORE LINDU
Jalan Prof. M. Yamin No.53 Palu 94111 Telepon (0451) 457623 Faksimile (0451) 457623

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR TAMAN NASIONAL LORE LINDU
RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN (RPK)
Jalan Prof. M. Yamin No.53 Palu 94111 Telepon (0451) 457623 Faksimile (0451) 457623
INTEGRASI JASA LINGKUNGAN KE DALAM STOK
KARBON BERBASIS EKOSISTEM
DI TAMAN NASIONAL LORE LINDU

BALAI BESAR TAMAN NASIONAL LORE LINDU


TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

INTEGRASI JASA LINGKUNGAN KE DALAM STOK


KARBON BERBASIS EKOSISTEM
DI TAMAN NASIONAL LORE LINDU

Palu, Januari 2021

Disetujui oleh : Penyusun,


Kepala Bidang Teknis Konservasi, PEH Ahli Pertama

Wantoko, S.Hut.T Vina Safinatus Sa’adah, S.Hut.


NIP.197204271992031007 NIP. 199508242019022002

Disahkan oleh:

Kepala Balai Besar TNLL

Ir. Jusman
NIP. 19641231 199303 1 010
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAAN ii

DAFTAR ISI iii

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Maksud dan Tujuan 2

II. PELAKSANAAN KEGIATAN 3


A. Dasar Hukum Tugas dan Fungsi 3
B. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan 4

III. METODOLOGI PENGHITUNGAN/PENGUKURAN STOK KARBON 6


DAN PENILAIAN JASA LINGKUNGAN DAN ANALISIS DATA
A. Metode Penghitungan/Pengukuran Stok Karbon 6
B. Penilaian Jasa Lingkungan 13
C. Penghitungan Nilai Ekonomi/Valuasi Jasa Wisata Alam 18

IV. LOKASI DAN WAKTU PELAKSANAAN 20


A. Lokasi 20
B. Waktu Pelaksanaan 20

V. ANGGARAN KEGIATAN 21

VI. PENUTUP 22
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Taman Nasional Lore Lindu merupakan kawasan konservasi terbesar di Sulawesi
Tengah yang terletak di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso
dengan luasan 215.733,70 Ha berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistem nomor: SK. 456/KSDAE/SET/KSA.0/1
2/2018 tentang Zona Pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu Kabupaten Sigi dan
Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah, dan telah mendapat banyak predikat atau
julukan karena potensi dan keunikan yang dimilikinya, diantaranya adalah sebagai
cagar biosfer (tahun 1977 oleh MAB-UNESCO) dan nominasi sebagai “World Heritage
Site” (UNESCO). Kawasan Taman Nasional Lore Lindu memiliki berbagai tipe
ekosistem baik hutan pengunungan bawah, hutan pengunungan atas, dan padang
savana dimana Taman Nasional Lore Lindu merupakan salah satu kunci penting dalam
upaya mitigasi perubahan iklim dalam menjaga karbon.
Berdasarkan laporan PT SAMAGATA tahun 2019. TNLL memiliki laju deforestasi
dan degradasi hutan yang relatif rendah. Oleh karena oitu taman nasional lore lindu
diharapkan dapat ikut berkontribusi dalam pencapaian target penurunan emisi nasional
yang tertuang di dalam Nationally Determined Contribution (NDC) di sektor kehutanan.
Terbitnya Peraturan Mentri LHK Nomor: P.70/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2017
tentang Tata Cara Pelaksanaan Reducing Emissions from Deforestation and Forest
Degradation Role of Conservation, Sustainable Management of Forest and
Enhancement of Forest Carbon Stocks telah memberikan ruang bagi peran konservasi
untuk mendapatkan insentif atas upaya konservasi stok karbon hutan dan/atau
peningkatan stok karbon hutan. Oleh karena itu, fokus mitigasi perubahan iklim di hutan
konservasi yang umumnya memiliki sejarah laju deforestasi dan degradasi hutan yang
relatif rendah perlu diarahkan pada upaya mereprentasikan peran konservasi, dimana
memelihara dan/atau meningkatkan stok karbon di hutan kawasan konservasi berarti
menjamin keberlangsungan jasa lingkungan biodiversitas flora dan fauna, ketersediaan
jasa lingkungan air termasuk perlindungan daerah aliran sungai/ watershed
management, keindahan dan fenomena alam (wisata alam) didalamnya.
Dengan demikian, nilai stok karbon di hutan konservasi tidak cukup hanya didekati
dengan mengukur kuantitas stok karbon yang mengindikasikan besarnya karbon yang
tersimpan atau dapat diserap yang jika tidak dijaga berpotensi sebagai sumber emisi ke
atmosfer, namun juga perlu mempromosikan pendekatan “kualitas” stok karbon yang
dapat merepresentasikan kinerja pengelolaan jasa lingkungan secara terintegrasi.

1
“Kualitas” stok karbon adalah metodologi inovatif yang mengintegrasikan jasa
lingkungan (keanekaragaman hayati, air, keindahan alam) ke dalam stok karbon.
Untuk memastikan aksi mitigasi perubahan iklim di taman nasional berkemanfaatan
dan berkelanjutan maka perlu didorong rasionalisasi pengelolaan taman nasional
berbasis aset ekosistem dan didesain agar dapat mempresentasikan kinerja
pengelolaan jasa lingkungan secara terintegrasi. Maka, sebagai upaya merealisasikan
pengelolaan jasa lingkungan karbon dan pelembagaan REDD+ di taman nasional, perlu
dilakukan upaya melalui integrasi jasa lingkungan ke dalam stok karbon berbasis
ekosistem di taman nasional khususnya di Taman Nasiona Lore Lindu.

B. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari kegiatan-kegiatan integrasi jasa lingkungan ke dalam
stok karbon berbasis ekosistem di taman nasional lore lindu tahun 2021 adalah:

1. Tersedia metodologi integrasi pemanfaatan jasa lingkungan ke dalam stok karbon


berbasis ekosistem yang dapat diaplikasikan di tingkat tapak;
2. Tersedianya nilai kualitas karbon berdasarkan ekosistem di Taman Nasional Lore
Lindu
3. Tersedianya tenaga teknis yang mampu mengaplikasikan dan melaksanakan
integrasi jasa lingkungan ke dalam stok karbon berbasis ekosistem di taman
nasional melalui valuasi jasa lingkungan dan penghitungan stok karbon;
4. Terintegrasinya data series jasa lingkungan karbon, keanekaragaman hayati, air
dan keindahan alam/wisata alam;
5. Tersedianya dokumen integrasi jasa lingkungan ke dalam stok karbon berbasis
ekosistem di taman nasional yang diketahui oleh Dirjen KSDAE;
6. Terekognisinya kawasan hutan konservasi yang memiliki sejarah laju deforestrasi
rendah melalui manfaat selain karbon (non-carbon benefit).

2
II. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Dasar Hukum Tugas dan Fungsi
Dalam kerangka pelaksanaan tupoksi, maka pelaksanaan kegiatan untuk pencapaian
target kinerja di bidang pengelolaan jasa lingkungan karbon berlandaskan pada
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Persetujuan Paris atas
Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim;
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati;
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya;
5. Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 108 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam;
6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.18/MenLHK-II/2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.20/Menhut-II/2012 tentang
Penyelenggaraan Karbon Hutan.
8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan Reducing
Emissions From Deforestration and Forest Degradation, Role of Conservation,
Sustainable Management of Forest adn Enhancement of Forest Carbon Stocks.
9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
P.71/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Registri
Nasional Pengendalian Perubahan Iklim.
10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
P.72/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengukuran,
pelaporan dan verifikasi Aksi dan Sumberdaya Pengendalian Perubahan Iklim.
11. Surat Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi nomor:
S.21/PJLHK/PJLPK/KSA.3/1/2021 tanggal 22 Januari 2021 hal Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Karbon TA 2021: Intergrasi Jasa Lingkungan ke dalam Stok Karbon
Berbasis Ekosistem di Taman Nasional.
12. DIPA Anggran Balai Besar TN Lore Lindu Tahun 2021
3
B. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan ini akan dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang simultan mulai
dari persiapan sampai dengan peyusunan dokumen laporan, yaitu :

1. Pembentukan tim kerja dan penunjukan tenaga ahli


Kegiatan ini akan dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari pegawai teknis
(fungsional) balai taman nasional, dibantu/didampingi oleh staf teknis Direktorat
Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan disupervisi oleh tenaga ahli dari Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Kebijakan Perubahan Iklim, Badan Litbang
Inovasi. Anggota tim kerja dari balai taman nasional diharapkan mempunyai
kemampuan dasar dasar bidang spasial/remote sensing dan/atau pengenalan jenis
tumbuhan dan satwa. Pembentukan tim kerja dan penunjukan tenaga ahli dilakukan
sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

2. Sosialisasi dan Inhouse Training


Sosialisasi dilaksanakan bersamaan dengan Inhouse Training integrasi jasa
lingkungan ke dalam stok karbon berbasis ekosistem di taman nasional. Sosialisasi dan
Inhouse Training ini dilakukan dengan tujuan penyampaian informasi dan transfer
knowledge terkait kegiatan integrasi jasa lingkungan ke dalam stok karbon yang akan
dilaksanakan. Dalam kegiatan ini akan disampaikan materi dasar, teknis dan metode
yang akan dipergunakan. Dalam kegiatan ini juga akan disepakati lokasi PUP yang
akan dibangun berdasarkan tipe ekosistem yang ada di masing-masing taman nasional.

3. Penghitungan/Pengukuran Stok karbon dan Penilaian Jasa Lingkungan


Penghitungan stok karbon dilakukan dengan pembuatan PUP di lokasi yang telah
ditentukan berdasarkan tipe ekosistem yang ada. Jumlah PUP yang akan dibangun
dimasing-masing tipe ekosistem adalah sebanyak 18 plot permanen yang terbagi dalam
3 transek dimana masing-masing transek terdapat 6 plot. Kegiatan pengambilan data
akan dilaksanakan selama 7-10 hari di lapangan. Lokasi dipilih berdasarkan
keterwakilan ekosistem pada masing-masing taman nasional, aksesibiltas, ketersediaan
data jasa lingkungan lainnya (biodiversitas, jasa wisata alam dan jasa air), serta
ketersediaan data penunjang lainnya.
Untuk penghitungan karbon akan dihitung stok karbon pada 5 pool karbon
(permukaan atas, biomassa, kayu mati, seresah dan karbon tanah). Juga akan diambil
sampel kayu, kayu mati, seresah dan tanah untuk dianalisis. Sedangkan untuk jasa
lingkungan lainnya, meliputi biodiversitas, wisata alam dan air akan dilakukan
pengambilan data terkait jenis dan populasi satwa liar, jenis dan keragaman pohon,
4
jenis dan keindahan alam, jumlah pengunjung, persepsi pengunjung terhadap objek
wisata, data debit air, peta DAS dan sungai.

4. Analisis Data dan Konsinyasi Penyusunan Draft Laporan Integrasi


Data yang diperoleh di lapangan akan diolah dan dianalisis oleh tenaga ahli dan
disusun dalam bentuk Draft 0 Integrasi Jasa Lingkungan Berbasis Karbon di Taman
Nasional. Selanjutnya untuk menyatukan persepsi dan mendapatkan masukan, hasil
analisis dan draft kajian tersebut akan dibahas dan ditelaah bersama bersama tim kerja
dalam kegiatan konsinyasi penyusunan Draft Laporan Integrasi Jasa Lingkungan
Berbasis Karbon di Taman Nasional.

5. Ekspose dokumen/telaahan hasil integrasi


Untuk mensosialisasikan hasil kegiatan integrasi pemanfaatan jasa lingkungan ke
dalam stok karbon berbasis ekosistem di taman nasional dan menjaring masukan dari
berbagai pihak, maka draft laporan yang telah disusun selanjutnya disampaikan kepada
para pihak terkait melalui kegiatan ekspose dokumen/telaahan hasil kegiatan integrasi
jasa lingkungan ke dalam stok karbon berbasis ekosistem di taman nasional. Hasil final
kemudian akan dilaporkan kepada Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam
dan Ekosistem.

5
III. METODOLOGI PENGHITUNGAN/PENGUKURAN STOK KARBON
& PENILAIAN JASA LINGKUNGAN DAN ANALISI DATA

A. Metode Penghitungan/Pengukuran Stok Karbon


a. Pembuatan PUP dan Pengambilan Data
Pengukuran/penghitungan stok karbon dimulai dengan pembuatan petak ukur
permanen (PUP) di lokasi yang telah ditentukan. Penentuan lokasi dilakukan
berdasarkan startifikasi lokasi yang dilakukan terlebih dahulu. Stratifikasi adalah
kegiatan mengklasifikasikan/mengelompokkan tipe lahan/tapak yang ada di suatu
daerah. Suatu areal atau kawasan dibagi menjadi unit-unit yang memiliki kesamaan
karakteristik biofisik, sehingga diharapkan akan memperoleh keseragaman
(homogenitas) pada masing-masing unit yang telah distratifikasi sehingga tidak
terjadi perbedaan antar plot yang ada dalam unit yang sama.
Dalam kegiatan ini, stratifikasi dilakukan berdasarkan tipe ekosistem yang telah
ditentukan terlebih dahulu dan bukan atas tutupan lahan. Kemudian lokasi PUP
ditentukan berdasarkan lokasi dan aksesibilitas lapangan, ketersediaan biaya, waktu,
tenaga kerja, ketersediaan data jasa lingkungan lainnya (biodiversitas, jasa wisata
alam dan jasa air), serta ketersediaan data penunjang lainnya yang ada pada lokasi
tersebut.
Petak ukur permanen untuk pengukuran stok karbon akan dilakukan dengan
menggunakan transek sepanjang 250 m yang terdiri dari 6 buah plot lingkaran
dengan radius 10 m. Pada plot tersebut akan dilakukan pengukuran pohon dengan
diameter > 5 cm. Di dalam plot lingkaran tersebut dibuat nested plot dengan radius 2
m untuk mengukur tumbuhan dengan diameter < 5 cm. Pengukuran sampel tanah
dilakukan di dalam masing-masing plot lingkaran pada kedalaman tertentu.
Pengukuran kayu mati dilaksanakan dengan menggunakan metode planar intersect
yang terdiri dari 4 buah transek sepanjang 12 m dari titik tengah plot yang dibuat 45º
(transek A, B, C, D) garis transek utama (Kauffman et al., 2016). Pengukuran
tumbuhan bawah dan serasah dilakukan dengan membuat plot 1 x 1 m dalam
masing-masing plot lingkaran.

6
Gambar 1. Desain plot lingkaran untuk pengukuran stok karbon di hutan rawa
gambut di Indonesia (Kauffman et al, 2016).

Pengukuran stok karbon akan dilaksanakan pada 5 pool karbon berdasarkan IPCC,
2006 sebagai berikut:
1. Karbon atas permukaan
2. Karbon bawah permukaan (akar)
3. Serasah, Tumbuhan Bawah dan Nekromas
4. Kayu mati
5. Tanah

Adapun tata cara pengukuran data dan pengambilan sampel pada PUP untuk
penghitungan biomassa dan stok karbon pada masing-masing pool karbon adalah
sebagai berikut:

1. Karbon Atas Permukaan


Penentuan biomassa di atas permukaan (Above Ground Biomass) dilakukan dengan
mempergunakan metode pengukuran biomassa yang tanpa menyebabkan kerusakan
(non-destructive sampling) pada pohon, tiang, dan pancang, yaitu dengan
menggunakan persamaan allometrik yang sesuai. Untuk menduga biomassa, maka
tahap awal perlu dilakukan pengukuran parameter yang bisa digunakan untuk
menduga biomassa, dengan menggunakan pengukuran data diameter pohon di
lapangan.
Pengukuran pohon (berdiameter > 20 cm) dan tiang (berdiameter 5 sampai 20 cm)
dilakukan dengan pengukuran diameter pohon setinggi dada (± 1,3 m) pada plot
dengan radius 10 M. Di dalam plot lingkaran tersebut dibuat nested plot dengan
radius 2 m untuk mengukur diameter pada pancang (berdiameter 2 sampai 5 cm).

7
Selanjutnya, pengambilan sampel pohon dilakukan pada pohon dengan diameter >
20 cm dengan cara membuat potongan kayu dengan ukuran sekitar 5x5x5 cm.

2. Karbon Bawah Permukaan


Perhitungan biomassa karbon bawah permukaan (akar) didekati dengan pendekatan
nilai nisbah akar pucuk.

3. Serasah, Tumbuhan Bawah dan Nekromas


Pengukuran dan pengambilan sampel tumbuhan bawah dan serasah dilakukan
dengan membuat frame 1 x 1 m dalam masing-masing plot lingkaran.
Adapun tata cara pengukuran dan pengambilan sampel serasah, tumbuhan bawah
dan nekromas adalah sebagai berikut:
 Tempatkan frame ukuran 1 x 1 m di dalam plot lingkaran
 Ambil semua serasah yang menutupi lantai hutan yang ada di frame 1 x 1 m
 Pengambilan tumbuhan bawah dilakukan dengan metode destruktif, yaitu dengan
memanen atau mengambil semua tumbuhan bawah yang ada dalam frame 1 x 1
m
 Ambil semua nekromas (kayu mati) yang menutupi lantai hutan yang ada dalam
frame 1 x 1 m
 Masukkan masing-masing sampel ke dalam plastik, lalu timbang dan catat berat
total sampel dan berat basah sampel
 Kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan pada suhu 600C
sampai mencapai kering tanur dan dianalisis kandungan C organiknya

4. Kayu Mati
Pengukuran dan pengambilan sampel kayu mati dilaksanakan dengan menggunakan
metode planar intersect (Gambar 2) yang terdiri dari 4 buah transek sepanjang 12 m
dari titik tengah plot yang dibuat 45º (transek A, B, C, D) garis transek utama
(Kauffman et al., 2016). Pengukuran diameter dilakukan pada kayu mati yang
menyentuh garis transek. Kayu mati yang masih berdiri tegak tidak dihitung dengan
metode ini. Pengukuran dimulai pada jarak 2 m dari titik tengah plot dengan
ketentuan sebagai berikut:
 Kayu mati berdiameter > 7,5 cm sound diukur pada jarak 2 – 12 m
 Kayu mati berdiameter > 7,5 cm rotten diukur pada jarak 2 – 12 m
 Kayu mati berdiameter antara 2,5 – 7,5 cm diukur pada jarak 2 – 7 m
 Kayu mati berdiameter antara 0,6 – 2,5 cm diukur pada jarak 7 – 10 m

8
 Kayu mati berdiameter < 0,6 cm diukur pada jarak 10 - 12 m

Gambar 2. Lay out pengukuran kayu mati dengan metode planar intersect (Kauffman et
al., 2016).

Ambil sebagian sampel kayu mati pada setiap segmen sesuai dengan ketentuan
untuk dibawa ke laboratorium untuk diketahui berat jenisnya dan dianalisis
kandungan C organiknya.
5. Tanah
Pengukuran cadangan karbon tanah mineral dilakukan dengan menggunakan bor
tanah (soil ring sampler) dengan dimensi ring: diameter: 47.8 mm, tinggi 5 cm.
Sampel tanah mineral diambil pada kedalaman 0-30 cm sebagai berikut:
• 0 – 5 cm
• 5 – 10 cm
• 10 – 15 cm
• 15 – 20 cm
• 20 – 25 cm
• 25 – 30 cm
Timbang dan catat berat basah sampel tanah di setiap plot pada setiap kedalamam,
lalu bawa ke laboratorium dan dikeringkan pada suhu 60 0C sampai mencapai kering
tanur dan dianalisis kandungan C organiknya.

Alat dan perlengkapan untuk pembuatan PUP dan tally sheet pengambilan data untuk
penghitungan karbon dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

b. Analisis Data dan Penghitungan Stok Karbon


Setelah pengukuran data dan pengambilan sampel untuk masing-masing pool karbon
di lapangan, kemudian data dan sampel yang diperoleh tersebut akan dianalisis di
laboratorium untuk dihitung berat kering, berat jenis, dan kandungan C organiknya.
9
a. Perhitungan Biomassa dan Kandungan Karbon Atas Permukaan
Kandungan karbon atas permukaan dihitung dengan menggunakan persamaan:
Cbap = B x % C
Keterangan:
Cbap : cadangan karbon atas permukaan (kg)
%C : % kandungan karbon, umumnya 0.47 (atau nilai dari laboratorium)
B : Biomassa pohon (kg)

Untuk mendapaktan nilai biomassa, digunakan persamaan alometrik yang sesuai


dengan karakteristik dan kondisi ekosistem dimana PUP dibangun. Bebrapa
pertimbangan yang dapat digunakan dalam pemilihan persamaan alometrik antara
lain yaitu pertimbangan lokasi, karakteristik jenis vegetasi dominan, ketersediaan
data dan pertimbangan lainnya.

Perhitungan Biomassa dan Kandungan Karbon Bawah Permukaan


Kandungan karbon bawah permukaan dihitung dengan menggunakan persamaan:

Cbp = Bbp x % C

Keterangan:
Bbp : biomassa bawah permukaan (kg);
% C : % kandungan karbon, umumnya 0.47 (atau nilai dari laboratorium)

Biomassa karbon bawah permukaan diperoleh dengan menggunakan rumus:


Bbp = Bap x NAP
Keterangan:
Bbp : biomassa bawah permukaan (kg);
NAP : nilai nisbah akar pucuk;
Bap : biomassa atas permukaan (above ground biomass) (kg)
Cbp : cadangan karbon bawah permukaan (kg);

b. Perhitungan Biomassa dan Kandungan Karbon Serasah, Tumbuhan


Bawah dan Nekromas

Kandungan karbon pada serasah, tumbuhan bawah dan nekromas dihitung


dengan menggunakan persamaan:
10
Cserasah, semai, tumb.bawah = Bo x % C
Keterangan:
Bo : berat bahan organik (kg)
% C : % kandungan karbon, umumnya 0.47 (atau nilai dari laboratorium)

Biomassa serasah, semai, tumbuhan bawah, nekromas ranting diperoleh dengan


menggunakan rumus:

Keterangan:
Bo : berat bahan organik (kg);
Bks : berat kering contoh (kg);
Bbt : berat basah total (kg);
Bbs : berat basah contoh (kg)
c. Perhitungan Biomassa dan Kandungan Karbon Kayu Mati
Kandungan karbon pada kayu mati dihitung dengan menggunakan persamaan:

Ckayumati+pohonmati = B x % C

Keterangan:
B : Biomassa kayu mati (Kg)
% C : % kandungan karbon, umumnya 0.47 (atau nilai dari laboratorium)

Biomassa serasah, semai, tumbuhan bawah, nekromas ranting diperoleh dengan


menggunakan rumus:

Biomassa kayu mati (kg) = Volume (m3) x Berat jenis (kg/m3)

Untuk mendapatkan volume kayu mati, digunakan metode Quadratic Mean


Diameter (QMD) sebagai berikut:

11
Perhitungan volume kayu mati dengan diameter < 7.6 cm:

Keterangan:
di : diameter sampel kayu mati pada tiap kelas
n : jumlah total kayu mati pada tiap kelas

Keterangan:
Ni : jumlah kayu mati pada kelas I
QMDi : quadratic mean diameter kelas i (cm)
L : panjang transek (m), (van Wagner 1968; Brown 1971)

Perhitungan volume kayu mati dengan diameter > 7.6 cm:

Keterangan:
d1, d2, etc. : diameters kayu mati dengan diameter >7.6 cm (cm)
L : panjang transek untuk kelas diameter >7.6 cm (m), (van
Wagner 1968; Brown 1971).
d. Perhitungan Biomassa dan Kandungan Karbon Tanah
Kandungan karbon pada tanah dihitung dengan menggunakan persamaan:

Ct = Kd x ρ x % C

Ct : kandungan karbon tanah (g/cm2)


Kd : kedalaman contoh tanah/kedalaman tanah gambut (cm)
ρ : kerapatan lindak (bulk density) (g/cm3)
%C : % kandungan karbon, umumnya 0.47 (atau nilai dari laboratorium)
12
Untuk mendapatkan kerapatan lindak (bulk density) digunakan rumus :

Berat Tanah Kering Oven (g)


Kerapatan lindak (Db) =
Volume tanah total (cm3)

e. Perhitungan Cadangan Karbon total di 5 Carbon Pool


Total cadangan karbon pada 5 pool karbon dihtung dengan persamaan:

C Total = Cbap + CSerasah + Ckayumati+pohonmati + Cbbp+ Ctanah

Keterangan:
C Total : Total cadangan karbon
C bap : Cadangan karbon atas permukaan
C serasah : Cadangan karbon serasah
C kayu mati + pohon mati : Cadangan karbon kayu mati dan pohon mati
C bbp : Cadangan karbon bawah permukaan (tumbuhan bawah dan
semai)
C tanah : Cadangan karbon tanah

1. Penilaian Jasa Lingkungan


a. Penghitungan Indikator Jasa Lingkungan

1. Penilaian dan Indeks Biodiversitas


Keragaman fauna
Keragaman jenis fauna dapat diperoleh dari pengamatan langsung di lokasi
pembuatan PUP atau dengan studi literatur dari laporan kegiatan yang telah
dilakukan di lokasi kegiatan pengukuran stok karbon atapun hasil penelitian dan
sumber lainnya yang telah ada sebelumnya.

Keragaman Flora
Keragaman jenis flora pada kajian ini dilakukan dengan menghitung kerapatan jenis
pohon pada plot lingkaran yang juga digunakan dalam pengukuran stok karbon.
Plot yang dipergunakan adalah plot dengan yang berbentuk lingkaran dengan radius
10 meter untuk pengukuran Janis pohon (berdiameter 5 sampai 20 cm) dan tiang
13
(berdiameter 5 sampai 20 cm) dan dii dalam plot lingkaran tersebut dibuat nested
plot dengan radius 2 m untuk mengukur diameter pada pancang (berdiameter2
sampai 5 cm). Dari plot-plot tersebut, dilakukan analisis vegetasi untuk
mendapatkan jenis-jenis dominan dan jenis-jenis komersial yang berada pada tipe
ekosistem yang berkontribusi dalam pembentukan cadangan karbon dan
menghitung kerapatan tiap jenis.
Selain itu data mengenai keragaman flora dapat diperoleh dari studi literature melalui
laporan-laporan hasil kegiatan ataupun hasil penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya.

2. Pendugaan debit air


Data debit air diperoleh dari data sekunder yang berasal dari Laporan hasil
pengukuran debit air di taman nasional atau dapat juga dihitung mellaui pendekatan-
pendekatan yang memungkinkan. Salah satu Pendekatan yang dapat digunakan
untuk menghitung potensi jasa lingkungan air adalah pendekatan watershed
delineation atau membuat batas-batas DAS kecil (cakupan DAS). Pendekatan
watershed delineation digunakan agar dapat diperoleh hasil debit total air sungai
pada daerah kesatuan hulu sampai ke hilir sesuai lokasi-lokasi (titik koordinat)
pengukuran debit air sungai. DAS-DAS kecil yang terbentuk melingkupi dan
mengelompokkan titik-titik pengukuran debit air sungai hasi kegiatan pengukuran
oleh petugas dari taman nasional. Setelah diketahui debit total per-kesatuan DAS-
DAS kecil tersebut dapat dihitung rata-rata debit air sungai per hektar yang akan
digunakan untuk mengagregasi produksi air sungai untuk seluruh luasan ekosistem
yang ada.
Pada analisis ini, delineasi cakupan DAS (watershed delineation) dilakukan melalui
alat analisis SWAT. SWAT (Soil and Water Assessment Tool) merupakan model
terdistribusi yang terhubung dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan
mengintegrasikan Spatial DSS (Decision Support System) (Junaidi & Tarigan, 2012).
SWAT adalah model DAS kecil untuk skala sungai untuk simulasi kualitas dan
kuantitas air permukaan dan air tanah, serta memprediksi dampak lingkungan dari
penggunaan lahan, praktik pengelolaan lahan dan perubahan iklim. SWAT banyak
digunakan dalam pencegahan dan pengendalian erosi tanah, pengendalian
pencemaran sumber non-titik dan pengelolaan regional di daerah aliran sungai.
Dalam analisis penilaian potensi jasa air di taman nasional ini, pendekatan SWAT
hanya dilakukan sampai pada tahap mendelineasi DAS-DAS kecil berbasis sungai

14
(watershed delineation) yang mencakup titik-titik pengukuran debit air sungai hasil
kegiatan inventarisasi sumber daya air dilapangan.
Data yang digunakan pada analisis potensi jasa air di ekosistem hutan hujan dataran
rendah meliputi: (1) Data DEM (Digital Elevation Model) SRTM 30 meter, (2) Peta
sungai dalam format shapefiie, (3) Peta ekosistem dalam format shapefile, (4) Data
debit air sungai di beberapa stasiun pengamatan (5) data curah hujan, kelembapan
(6) data dan peta tipe tanah (7) data/peta penutupan lahan. Alat yang digunakan
dalam proses pengolahan data adalah ArcGIS yang dilengkapi ekstensi ArcSWAT
untuk tahap pengolahan data-data spasial dan Microsoft Excel yang digunakan untuk
pengolahan data secara tabulasi.

3. Penilaian Indeks Jasa Wisata Alam


Metode yang digunakan untuk menilai indeks keindahan alam adalah menghitung
indeks Scenic Beauty Estimation (SBE). SBE merupakan metode penilaian terhadap
suatu keindahan lanskap atau titik lanskap sehingga mendapatkan suatu nilai
(kuantitatif) dari obyek yang sifatnya kualitatif. SBE merupakan suatu alternatif
metode untuk mengkuantifikasi objek kualitatif yang sifatnya subjektif menjadi nilai-
nilai kuantitatif.
Pada prinsipnya tahapan analisis SBE adalah sebagai berikut:
 Menganalisa kualitas visual dari sebuah area dengan memperlihatkan sampel acak
dari pemandangan lanskap area tersebut pada suatu grup penilai yang disebut
Responden Ahli
 Mengetahui respon responden dengan mengakumulasi reaksi individual untuk
mengetahui penilaian secara umum terhadap suatu pemandangan
Data yang digunakan dalam penghitungan indeks SBE ini adalah rating responden
terhadap foto Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA). Alat yang digunakan
meliputi gambar ODTWA, kuisioner serta Microsoft Excel. Responden yang dipilih
merupakan responden ahli dengan kriteria responden yang dipilih memiliki
pengalaman dalam bidang kehutanan, ekowisata dan lanskap. Setelah diperoleh
data rating responden terhadap visual ODTWA, data diolah dengan persamaan
sebagai berikut:

SBEx = (Zx –Zo) x 100

dimana :
SBEx = nilai penduga nilai keindahan pemandangan lanskap ke-x
15
Zx = nilai rata-rata z untuk lanskap ke-x
Zo = nilai rata-rata suatu lanskap tertentu sebagai standar

Untuk menghitung SBE, setiap rangking dihitung jumlah frekuensi kumulatif,


peluang kumulatif, dan nilai z (Daniel dan Booster, 1976). Pengelompokan
didasarkan oleh sebaran normal dengan uji sebaran normal menggunakan software
Microsoft Excel. Frekuensi (f) merupakan perhitungan jumlah responden yang
menilai untuk masing- masing rating berdasarkan satu lansekap foto. Peluang
kumulatif (cp) adalah frekuensi kumulatif dibagi jumlah responden. Nilai z diperoleh
dengan program Microsoft Excel menggunakan rumus Normsinv dikali peluang
kumulatif (Normsinv x cp). Untuk nilai cp = 1,00 digunakan rumus cp = 1-1/(2n) dan
untuk nilai cp = 0 (z = ± tak terhingga) menggunakan rumus cp = 1/(2n). Nilai rata-
rata z yang diperoleh merupakan standar penilaian untuk menduga estetika
pemandangan (Harimbawa, et al., 2015).

b. Penilaian/Valuasi Jasa Lingkungan

Nilai ekonomi total pada taman nasional dibedakan menjadi nilai guna ( use value) dan
nilai non guna (non use value). Kajian ini lebih menitik beratkan pada nilai guna. Secara
rinci, nilai-nilai guna diidentifikasi pada kawasan Taman Nasional bukit Baka Bukit Raya
dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

Nilai guna langsung (direct use value)


Nilai guna langsung adalah barang dan jasa yang terkandung dalam suatu sumberdaya
yang secara langsung dapat dimanfaatkan. Kayu dan hasil hutan bukan kayu tidak dapat
dimanfaatkan secara langsung di TNBBBR. Beberapa pemanfaatan langsung yang
diperbolehkan adalah jasa ekowisata. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
menilai jasa ekowisata melalui metode biaya perjalanan (travel cost method).

Nilai guna tidak langsung (indirect use value)


Nilai tidak langsung adalah barang dan jasa yang ada karena keberadaan suatu
sumberdaya yang tidak secara langsung dapat diambil dari sumberdaya alam tersebut.
Dalam kajian ini, manfaat tidak langsung dibatasi pada nilai jasa air. Terdapat beberapa
pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan valuasi jasa air, yaitu.
1. Pendekatan pasar air baku untuk kebutuhan sehari-hari
Nilai jasa air dihitung dengan menggunakan pendekatan harga pasar untuk air
baku, meskipun nilainya belum mencerminkan nilai air yang sebenarnya.
2. Pendekatan non-pasar
16
Dalam hal ini air digunakan sebagai input produksi seperti pertanian, perikanan,
pembangkit listrik, dll.

Nilai pilihan (option value)


Nilai manfaat pilihan mengacu pada nilai pemanfaatan langsung dan tidak langsung
yang berpotensi dihasilkan dimasa yang akan datang. Ketidakpastian pemanfaatan di
masa datang menjadikan ketidakpastian penawaran lingkungan sehingga manfaat
pilihan lebih diartikan sebagai nilai pemeliharaan atau perawatan sumber daya sehingga
pemanfaatannya dimasa yang akan datang masih tersedia. Nilai manfaat pilihan
merupakan kesediaan konsumen untuk mau membayar aset yang belum dimanfaatkan
dengan alasan untuk menghindari risiko karena tidak dapat lagi memanfaatkannya
dimasa yang akan datang. Dengan kata lain nilai manfaat pilihan adalah manfaat
sumber daya alam dan lingkungan yang pada saat ini belum tereksploitasi atau
dimanfaatkan, namun disimpan untuk masa yang akan datang. Dalam kajian ini, nilai
pilihan berupa nilai biodiversitas. Untuk menghindari double counting dengan metode
yang digunakan dalam menghitung nilai ekowisata, nilai biodiversitas dalam konteks ini
diluar nilai biodiversitas yang digunakan untuk ekowisata.
Nilai ekonomi total kawasan Taman Nasional diperoleh Nilai Ekonomi Biodiversitas, Nilai
Ekonomi Jasa Air dan Nilai Jasa Wisata Alam.

1. Penghitungan Nilai Ekonomi/Valuasi Biodiversitas


Nilai biodiversitas dibedakan menjadi nilai flora dan fauna. Nilai biodiversitas flora
difokuskan pada flora yang memiliki nilai komersial. Untuk flora yang memiliki nilai
komersial didekati dengan harga pasar (market price approach). Sedangkan nilai
biodiversitas fauna didekati dengan biaya penggantian (cost of replacement).
2. Penghitungan Nilai Ekonomi/Valuasi Jasa Air
Harga air diperoleh dari valuasi nilai jasa lingkungan air di kawasan Taman baik untuk
kebutuhan kebutuhan rumah tangga. Valuasi dilakukan dengan pendekatan metode
kesediaan membayar (willingness to pay) konsumen terhadap penggunaan air. Dalam
analisis Willingness to Pay (WTP) ini digunakan model permintaan air oleh masyarakat
sebagai berikut:

Dimana:
Y : konsumsi air per kepala keluarga (KK) per tahun (liter/tahun)
17
: WTP
: peubah-peubah lainnya yang relevan
: error term

Data jumlah penduduk sekitar kawasan yang memanfaatkan air yang bersumber dari
dalam kawasan dan data pendukung lainnya didapat dari balai taman nasional ataupun
melalui studi literature lainnya.
3. Penghitungan Nilai Ekonomi/Valuasi Jasa Wisata Alam
Untuk memvaluasi jasa wisata alam dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh setiap pengunjung. Nilai ekonomi jasa wisata
alam dihitung menggunakan rumus:

Nilai Ekonomi Jasa Wisata Alam = Jumlah Pengunjung (orang) X


Biaya Transportasi (Rp/orang)

Untuk mendapatkan biaya transportasi bagi setiap pengunjung, digunakan Metode


Biaya Perjalanan (TCM). Metode ini pada awalnya digunakan untuk menilai manfaat
yang diterima masyarakat dari penggunaan barang dan jasa lingkungan. Pendekatan
ini juga mencerminkan kesediaan masyarakat untuk membayar barang dan jasa yang
diberikan lingkungan. Untuk tempat wisata yang umumnya dipungut dengan harga
karcis, nilai tersebut tidak cukup untuk mencerminkan nilai jasa lingkungan dan juga
tidak mencerminkan kesediaan membayar dari para wisatawan (Suparmoko, 2000).
Data yang digunakan dalam metode ini terdiri dari data sekunder dan data primer yang
diperoleh melalui survey pengunjung TNBBBR (pendekatan individual) atau studi
literature dan pengumpulan informasi dari berbagai sumber. Data sekunder berupa
jumlah pengunjung, asal wisatawan, potensi wisata, atraksi unggulan dan sebagainya
diperoleh dari Kantor Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Data yang diperoleh
melalui suvey diantaranya biaya transportasi umum yang dikeluarkan untuk menuju
lokasi wisata, asal wisatawan.
Fungsi permintaan dari suatu kegiatan wisata dengan metode biaya perjalanan melalui
pendekatan individu (Fauzi, 2004) dapat diformulasikan sebagai berikut:

𝑉𝑖𝑗 = 𝑓(𝐶𝑖𝑗, 𝑇𝑖𝑗, 𝑄𝑖𝑗, 𝑆𝑖𝑗, 𝐹𝑖𝑗,𝑀 𝑖)


Dimana:
𝑉𝑖𝑗 : Jumlah kunjungan oleh individu i ke tempat j
𝐶𝑖𝑗 : Biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu i untuk

18
mengunjungi lokasi j
𝑇𝑖𝑗 : Biaya waktu yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi
lokasi j
𝑄𝑖𝑗 : Persepsi responden terhadap kualitas lingkungan dari tempat yang
dikunjungi.
𝑆𝑖𝑗 : Karakteristik substitusi yang mungkin ada di daerah lain
𝐹𝑖𝑗 : Faktor fasilitas-fasilitas di daerah j
𝑀𝑖 : Pendapatan dari individu i

Dari ke-tiga nilai guna diatas, dapat diperoleh nilai ekonomi total Taman Nasional
Bukit Baka Bukit Raya, yaitu:

Dimana:
: Nilai ekonomi total (Rp)
: Nilai guna langsung berupa nilai jasa wisata alam (Rp)
: Nilai guna tidak langsung berupa nilai jasa air (Rp)
: Nilai pilihan berupa nilai biodiversitas flora dan fauna (Rp)

2. Estimasi Nilai Karbon Hutan


Estimasi nilai karbon hutan diperoleh dengan menghubungkan antara nilai stok karbon
dan nilai ekonomi total. Data stok karbon diperoleh dari kajian analisis stok karbon,
sedangkan data nilai ekonomi total berasal dari penjumlahan nilai guna. Dari kedua nilai
diatas, dapat diperoleh harga karbon hutan yang berasal dari hutan konservasi yang
telah memasukkan nilai jasa lingkungan seperti ekowisata, tata air dan biodiversitas,
sebagai berikut:

Keterangan:
𝑃𝐶 : Harga C-stok di taman nasional
Cstok :Stok karbon dalam CO2 equivalen
TEV : Nilai total ekonomi

19
IV. LOKASI DAN WAKTU PELAKSANAAN
A. Lokasi
No Kegiatan Lokasi Pelaksanaan
1 2 3
1. Inhouse Training (Pengukuran/Perhitungan Karbon Hotel di Palu, Sulawesi Tengah
dan Penilaian Jasling Berbasis Ekosistem)
2. Pengukuran/Perhitungan Karbon dan Penilaian Jasling 1. Resort Doda SPTNW VI Wuasa BPTNW III Poso
Berbasis Ekosistem 2. Resort Tongoa, SPTNW III Tongoan, BPTNW III Makmur
3. Konsinyasi/Analisis Data Pengintegrasian Jasling ke Kantor Balai Besar TN Lore Lindu dan Direktorat PJLHK Bogor
Dalam Stok Karbon Berbasis Ekosistem
4. Ekspose Dokumen/Telaahan Hasiol Perhitungan Manggala Wanabakti, Jakarta
Jasling Berbasis Karbon Berdasarkan Tipe Ekosistem

B. Waktu Pelaksanaan
Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sept Okt Nov Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Pembentukan tim kerja dan penunjukan
tenaga ahli TN. Lore Lindu
Sosialisasi dan Inhouse Training
Penghitungan/Pengukuran stok karbon dan
penilaian Jasa Lingkungan TNLL
Analisis data dan Konsinyasi Penyusunan
Draft Laporan Integrasi TNLL
Ekspose dokumen/telaahan hasil Integrasi
TNLL

20
V. ANGGARAN KEGIATAN

PROGRAM/ AKTIVITAS/ KRO/ RO/ KOMPONEN/ PERHITUNGAN TAHUN 2021


No
SUBKOMP/ DETIL VOLUME HARGA SATUAN JUMLAH BIAYA
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Karbon
Integrasi Jasling ke dalam Stok Karbon Berbasis
Ekosistem di Taman Nasional
1 Belanja Bahan
- Konsumsi rapat bersama para pihak [15 ORG x
30.0 OH Rp58,000 Rp1.740,000
2 KALI]
- Alat dan bahan Pelaporan 1.0 KEG Rp500,000 Rp500,000
- Bahan Makan Buruh [5 ORG x 8 HARI] 40.0 OH Rp50,000 Rp2.000,000
- Peralatan dan Perlengkapan 1.0 KEG Rp8.360,000 Rp8.360,000
-Personal Use 12.0 OK Rp200,000 Rp2.400,000
2 Belanja Barang Non Operasional Lainnya
- Upah Buruh [5 ORG x 8 HARI] 40.0 OH Rp150,000 Rp6.000,000
- Biaya Uji Laboratorium 1.0 KEG Rp15.000,000 Rp15.000,000
- Analisis Data 3.0 KALI Rp6.000,000 Rp18.000,000
3 Belanja Perjalanan Dinas Biasa
- Perjalanan Petugas TNLL 4.0 OT Rp3.000,000 Rp12.000,000
- Perjalanan Tenaga Teknis/Pendamping 3.0 OT Rp3.000,000 Rp9.000,000
21
VI. PENUTUP

Demikian rancangan pelaksanaan kegiatan ini dibuat untuk dijadikan


acuan dalam pelaksanaan kegiatan Integrasi Jasa Lingkungan ke Dalam Stok
Karbon berbasis Ekosistem di Taman Nasional Lore Lindu sehingga kegiatan bisa
berjalan dengan baik dan tepat waktu.

22
Lampiran 1. List Perlengkapan Pembuatan Plot Sample Permanen (PSP)
Kegiatan Integrasi Jasa Lingkungan Ke Dalam Stok Karbon Berbasis Ekosistem di
Taman Nasional

No. Item Jumlah Satuan


1 Bor tanah (soil ring sampler) 1 Set
2 Timbangan Gantung 1 Kg 1 Buah
3 Timbangan Gantung 5 Kg 1 Buah
4 Timbangan Digital 1 Buah
5 Kaliper plastik 1 Buah
6 Label Pohon Plastik 1 Paket
7 Kompas 1 Buah
8 GPS 1 Buah
9 Baterai alkaline AA utk GPS 8 Buah
10 Kayu/Seng untuk plang PSP 3 Buah
11 Patok paralon ukuran 5 Inchi @ 1,5 m (dicor) 18 buah/per ekosistem
12 Cat merah (ukuran kecil) 8 Buah
13 Kantong plastik ukuran 3 kg 5 Bungkus
14 Kantong plastik ukuran 1 kg 5 Bungkus
15 Kantong Plastik 1/2 Kg 5 Bungkus
16 Kantong kresek besar 5 Bungkus
17 Golok 2 Buah
18 Palu 1 Buah
19 Meteran 30 m 2 Buah
20 Phi Band 4 Rol
21 Tali rafia 4 Rol besar
22 Tali Tambang Nilon 300 Meter
23 Gunting 1 Buah
24 Gunting Stek 1 Buah
25 Steples Tembak & isinya 1 Buah
26 Benang Nilon 2 gulung
27 Spidol/Pena permanen 5 Buah
28 Buku catatan lapangan 8 Buah
29 Map plastik 5 Buah
30 Papan Jalan (Clipboard) 4 Buah
31 Selotip kertas 4 Buah
32 Alat tulis (pulpen, pensil) 1 boks
33 Pembolong kertas 1 buah
34 Meteran baju 3 Buah
35 Sepatu lapangan karet 10 Buah
36 Sarung tangan 10 Buah
37 Terpal 1 Buah
38 Jas Hujan 10 Buah
Lampiran 2. Tally Sheet Pengambilan Data Lapangan Pengukuran/ Penghitungan Stok Karbon
untuk Pohon, Semai/seresah/ tumbuhan bawah, kayu mati dan tanah

Tally sheet pengukuran pohon/tiang/pancang/semai1


Tanggal :
Project : Integrasi Jasa Lingkungan Karbon Hutan
Nama lokasi :
Nama peserta tim :
Tipe ekosistem :
Bentuk plot : Lingkaran

No Pohon/tiang/ Nama jenis Dbh (cm) Ukuran Pohon


pancang/ plot hidup/mati
semai
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m

1 Pohon & tiang: vegetasi berkayu berdiameter > 5 cm (plot R=10 m)


Pancang: vegetasi berkayu berdiameter 2 cm sampai dengan < 5 cm (plot R=2 m)
Semai: vegetasi berkayu berdiameter < 2 cm (plot 1x1 m)
Tumbuhan bawah: vegetasi yang tumbuh di lantai hutan, dapat berupa herba, semak atau liana (plot
1x1 m)
No Pohon/tiang/ Nama jenis Dbh (cm) Ukuran Keterangan
pancang/ plot
semai
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
R = 10 m Hidup/Mati
R = 2m
Tally sheet pengukuran semai, nekromas dan serasah
Tanggal :
Project : Integrasi Jasa Lingkungan Karbon Hutan
Nama lokasi :
Nama peserta tim :
Tipe ekosistem :
Ukuran plot :1x1m
Bentuk plot : Segi empat
Plot Semai/nekromas/ Berat basah Berat basah Berat plastik
serasah total (g) sampel (g) (g)
Kode Semai/nekromas/ Berat basah Berat basah Berat plastik
serasah total (g) sampel (g) (g)
SOIL SAMPLE FOR CARBON STOCK MEASUREMENT
Tanggal :
Project : Integrasi Jasa Lingkungan Karbon Hutan
Nama lokasi :
Nama peserta tim :
Tipe ekosistem :

Range of Soil pore


Plot Depth Sample code salinity Soil pH*
Keterangan
(cm) (ppt)*
1 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
25-30
2 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
25-30
3 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
25-30
4 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
25-30
Range of Soil pore
Plot Depth Sample code salinity Soil pH*
Keterangan
(cm) (ppt)*
5 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
25-30
6 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
25-30

*Khusus mangrove atau gambut


DOWNED WOOD TALLY SHEETS

Project : Integrasi Jasa Lingkungan Karbon Hutan Name of area sampled :


Ecosystem type : Direction of central transect :
Date : Transect length : 300 m
Data collectors: Landscape position :

Transect Dbh class


Sample
Plot Dbh (cm)
(A/B/C/D) (transect length) Code
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)
< 0.6 cm (10-12m)
0.6 – 2.5 cm (7-10 m)
2.5 – 7.5 cm (2 – 7 m)
> 7.5 cm sound (0 -12 m)
> 7.5 cm rotten (0 -12 m)

Anda mungkin juga menyukai