Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, disebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan
adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial
dan ekonomi dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Puskesmas merupakan ujung tombak terdepan dalam
pembangunan kesehatan dan mempunyai peran besar dalam
upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut di atas.
Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari
pelayanan kesehatan perseorangan primer dan pelayanan
kesehatan masyarakat primer. Upaya kesehatan tersebut
dikelompokkan menjadi upaya kesehatan wajib dan upaya
kesehatan pilihan. Oleh karena upaya pelayanan Laboratorium
Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
pelaksanaan upaya kesehatan di Puskesmas, maka Puskesmas
wajib menyelenggarakan laboratorium di Puskesmas.
Adapun rincian kegiatan untuk masing-masing upaya
ditetapkan berdasarkan kondisi dan permasalahan kesehatan
masyarakat setempat, dengan tetap berprinsip pada pelayanan
secara holistik, komprehensif dan terpadu dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Laboratorium Puskesmas melaksanakan pengukuran,
penetapan, dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari
manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebaran penyakit,
kondisi kesehatan, atau faktor yang dapat berpengaruh pada
kesehatan perorangan dan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas.
Maka dari itu disusun buku Standar Pelayanan Laboratorium
Puskesmas, tahun 2021. Agar memiliki kepastian hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan Laboratorium Puskesmas dan untuk

1
dapat mengikuti perkembangan teknologi kesehatan dan
memenuhi tuntutan masyarakat, maka penyelenggaraan
Laboratorium Puskesmas ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan ini dapat dipergunakan
sebagai tolok ukur dalam menilai kinerja Laboratorium
Puskesmas.
Ketentuan mengenai keharusan memenuhi kriteria dalam
penyelenggaraan Laboratorium Puskesmas yang diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan ini merupakan persyaratan minimal
yang harus dimiliki oleh setiap Puskesmas. Dengan
mempertimbangkan kompleksitas pelayanan Puskesmas bias
berbeda-beda tergantung pada daerah/pengembangan wilayah
setempat, maka persyaratan minimal ini pun dapat dilengkapi
sesuai kebutuhan (PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012, Hal : 5).
Dalam melaksanakan pelayanan Laboratorium di Puskesmas,
supaya dapat berjalan dengan baik dan dapat memenuhi kebutuhan
pasien maka Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung Bali
menyusun Pedoman Pelayanan Laboratorium Unit Pelaksana Teknis
Puskesmas Kampung Bali.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Terlaksananya pelayanan Laboratorium yang bermutu di
Puskesmas Kampung Bali.
2. Tujuan Khusus
Sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan
pelayanan berdasarkan hasil Pemeriksaan Laboratorium yang akurat
di Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung Bali.
Menjadi standar monitoring dan evaluasi pelayanan
laboratorium Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung Bali.

C. Sasaran Pedoman
Pedoman ini ditujukan kepada petugas pemberi layanan
laboratorium di UPT Puskesmas Kampung Bali agar dapat memberikan
layanan laboratorium yang terstandarisasi.

2
D. Ruang Lingkup Pelayanan
Pelayanan Laboratorium di Unit Pelaksana Teknis Puskesmas
Kampung Bali memiliki keterkaitan salah satunya dalam hal pemeriksaan
laboratorium dengan beberapa ruangan di Puskesmas yaitu : Ruang
Pemeriksaan Umum, Ruang Kesehatan Gigi dan Mulut, Ruang KIA,
Ruang Sanitasi, dan Ruang Farmasi.

E. Batasan Operasional
Laboratorium Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung Bali
beroperasi setiap hari kecuali Hari Minggu/Libur. Hari Senin sampai
Kamis mulai pukul 07:15 hingga pukul 12:00, untuk Hari Jumat mulai
pukul 07:15 hingga pukul 10:00, dan untuk Hari Sabtu mulai pukul 07:15
hingga pukul 11:00.
Laboratorium Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung Bali
dapat mengerjakan pemeriksaan sebagai berikut :
1) Darah Rutin
2) Hemoglobin
3) Hitung Jenis Lekosit
4) LED
5) Gula Darah Puasa
6) Gula Darah 2 Jam PP
7) Gula Darah Sewaktu
8) Cholesterol total
9) Asam Urat
10) Malaria
11) Sputum (BTA)
12) Feses Rutin
13) Sekret Kelamin (IMS)
14) Widal
15) Syphilis
16) HIV
17) HbsAg
18) Golongan Darah
19) Urin Rutin
20) Sediment Urin
21) Protein Urin
22) Glukosa Urin

3
F. Landasan Hukum
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/MENKES/SK/III/2003
tentang Laboratorium Kesehatan;
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1647/MENKES/SK/XII/2005
tentang Pedoman Jejaring Pelayanan Laboratorium Kesehatan;
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
241/MENKES/SK/IV/2006 Tentang Standar Pelayanan Laboratorium
Kesehatan Pemeriksa Hiv Dan Infeksi Oportunistik;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 658/MENKES/PER/VIII/2009
tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi New
Emerging dan Re-Emerging;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2012 Tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan
Masyarakat;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2013 Tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
2015 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas);

4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Pola Ketenagaan
Untuk dapat melaksanakan fungsinya dan menyelenggarakan
upaya wajib. Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung Bali
merupakan puskesmas rawat jalan dan mempunyai pola ketenagaan
yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM di
Laboratorium
No Jenis Tenaga Kualifikasi Jumlah Keterangan

1 Penanggung jawab Dokter 1


Analis Kesehatan 2 PNS
2 Tenaga Teknis 3
(D III) 1 THL

B. Struktur Unit Laboratorium

Koordinator Laboratorium

Tenaga Teknis Tenaga Teknis

C. Tugas Dan Tanggung Jawab


Untuk dapat melaksanakan fungsinya dan menyelenggarakan
upaya wajib Puskesmas, dibutuhkan sumber daya manusia yang
mencukupi. Tenaga teknis laboratorium yang ada di Unit Pelaksana
Teknis Puskesmas Kampung Bali terdiri dari 3 orang analis kesehatan
dengan kualifikasi pendidikan tamatan D III analis kesehatan. Sedangkan
Dokter Umum berperan selaku penanggung jawab laboratorium
Tenaga teknis laboratorium Puskesmas mempunyai tanggung
jawab :
1. Melaksanakan kegiatan teknis operasional laboratorium sesuai
kompetensi dan kewenangan berdasarkan pedoman pelayanan dan
SOP
2. Melaksanakan kegiatan mutu laboratorium
3. Melaksanakan kegiatan pencatatan dan pelaporan

5
4. Melaksanakan kegiatan kesehatan dan keselamatan laboratorium
5. Melakukan konsultasi dengan penanggung jawab laboratorium atau
tenaga kesehatan lain
6. Menyiapkan bahan rujukan spesimen (PERMENKES RI Nomor 37
Tahun 2012, Hal : 7).

D. Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat)


Pendidikan dan pelatihan tenaga laboratorium merupakan hal
yang sangat penting dalam pelayanan laboratorium dan harus
direncanakan dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Penanggung
jawab laboratorium perlu memantau dan menerapkan materi pelatihan
(monitoring pasca pelatihan).
Pendidikan dan pelatihan tenaga laboratorium dapat dilakukan
dalam bentuk:
1) Formal
Yang dimaksud dengan diklat formal adalah pendidikan dan pelatihan
yang diselenggarakan secara terencana dan terjadwal oleh instansi
resmi, berdasarkan penugasan oleh pejabat yang berwenang.
Keikutsertaan dibuktikan dengan diperolehnya pernyataan tertulis
(sertifikat) dari instansi penyelenggara.
2) Informal
Yang dimaksud dengan diklat informal adalah pendidikan dan
pelatihan yang diselenggarakan secara tidak terjadwal oleh instansi
penyelenggara. Keikutsertaan dibuktikan dengan pernyataan tertulis
dari instansi penyelenggara, yang tidak mempunyai dampak
administratif.
3) Bimbingan teknis
Bimbingan teknis diberikan oleh tenaga laboratorium kepada tenaga
laboratorium lain yang memiliki kemampuan teknis di bawah
laboratorium pembimbing. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh
laboratorium pembimbing sendiri atau oleh laboratorium lain yang
ditunjuk.
Pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan baik secara internal
maupun eksternal laboratorium. Tenaga laboratorium sekurang-
kurangnya sekali dalam setahun mengikuti pendidikan/pelatihan
tambahan atau penyegar (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal :
10)

6
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang Laboratorium


Ruangan laboratorium merupakan segala sesuatu yang berkaitan
dengan fisik bangunan/ruangan laboratorium itu sendiri, dalam lingkup ini
adalah ruangan laboratorium Puskesmas. Ruangan yang ada di
laboratorium di Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung Bali terdiri
dari loket laboratorium, meja sampling, meja pemerikaan dan meja
administrasi. Ruangan laboratorium di Puskesmas bisa dilihat pada
denah berikut ini :

Gambar 3.1 Denah ruangan di Laboratorium Unit Pelaksana


Teknis Puskesmas Kampung Bali

Loket Lab Pintu masuk


Almari berkas Almari reagen

Meja

Administra
si

Meja

Sampling
Meja
Periksa

Bak Cuci Meja Periksa Lemari Es

7
Keterangan :
a. Ruangan kering dan tidak lembab
b. Memiliki ventilasi yang cukup
c. Memiliki cahaya yang cukup
d. Lantai terbuat dari keramik
e. Dinding dicat warna cerah
f. Ruang berAC
g. Wastafel mengalir langsung ke saluran pembuangan limbah

B. Sarana
Sarana laboratorium merupakan segala sesuatu yang berkaitan
dengan fisik bangunan/ruangan laboratorium itu sendiri, dalam lingkup ini
adalah ruangan laboratorium Puskesmas. Sarana/ ruangan Laboratorium
Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung Bali adalah sebagai
berikut :
1) Ruangan yang ada di laboratorium terdiriri dari 6 ruangan diantaranya
ruang pendaftaran dan ruang tunggu, ruang pengambilan sampel,
ruang pemeriksaan sampel, ruang pembuatan slide BTA, kamar
petugas, toilet.
2) Langit langit berwarna putih dan mudah dibersihkan.
3) Dinding berwarna terang, berbahan keras, tidak berpori pori, kedap
air, dan mudah dibersihkan serta tahan terhadap bahan kimia
(keramik).
4) Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin, tidak berpori, warna terang,
dan mudah dibersihkan serta tahan terhadap bahan kimia.
5) Kamar kecil/WC pasien laboratorium bergabung dengan WC pasien
Puskesmas (PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012, Hal : 9).

C. Prasarana
Prasarana laboratorium adalah jaringan/instalasi yang membuat
suatu sarana yang ada bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Adapun prasarana laboratorium yang perlu diperhatikan
adalah :
1. Pencahayaan harus cukup
2. Ruangan harus memiliki sirkulasi udara yang baik

8
3. Disarankan di area pengambilan sampel dilengkapi dengan exhauster
yang mengarah ke luar bangunan Puskesmas atau daerah terbuka
sehingga pasien tidak dapat memapar petugas Puskesmas
4. Suhu ruangan tidak boleh panas
5. Tersedia fasilitas air bersih yang mengalir dan debit air yang cukup
pada bak cuci. Air tersebut harus memenuhi syarat kesehatan
6. Tersedia wadah tempat sampah khusus yang dilengkapi dengan
penutupnya untuk pembuangan limbah padat media infeksius dan non
infeksius pada laboratorium
7. Limbah cair/buangan dari laboratorium harus diolah pada
sistem/instalasi pengolahan air limbah Puskesmas (PERMENKES RI
Nomor 37 Tahun 2012, Hal : 12).

D. Perlengkapan
a. Loket penerimaan sampel
b. Meja pengambilan sampel darah
 Menggunakan meja kayu ukuran 2m x 60cm
 Mempunyai laci
c. Kursi pasien & kursi petugas laboratorium
 Kursi mempunyai sandaran baik, kursi petugas maupun kursi
pasien, berbahan material kuat dari besi).
d. Meja pemeriksaan
 Lebar meja adalah 60 cm dengan panjang sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan pelayanan , harus terbuat dari bahan
yang tahan panas, tahan zat kimia, mudah dibersihkan, tidak
berpori dan berwarna terang, ada meja khusus untuk meletakkan
sentrifuge.
e. Lemari pendingin
 Gunanya untuk menyimpan reagen dan sampel.
f. Lemari alat
 Gunanya untuk menyimpan alat, terbuat dari rangka alumunium,
khusus untuk mikroskop dilengkapi dengan lampu 5 watt.
g. Rak Reagen / BHP
 Fungsi untuk menyimpan reagent
 ukuran sesuai kebutuhan
h. Wastafel

9
 Wastafel dilengkapi keran yang mengalirkan air bersih
 Dilengkapi saluran/pipa pembuangan air kotor menuju sistem
pengolahan air limbah Puskesmas.
i. Meja Pencatatan Hasil
j. Tempat sampah
k. Komputer
(PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012, Hal : 13)

E. Peralatan
1. Daftar peralatan di laboratorium
Tabel 3.1 Daftar peralatan di Laboratorium Unit
Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung Bali
Tahun 2019
N
JENIS ALAT JUMLAH
O
1 Hematology Analizer 1
2 Fotometer 1
3 Urin Analyzer 1
4 HB Mission Plus 1
5 Glucosa (On Call Plus) 1
6 Benecheck 3In1 2
7 Easy Touch 1
8 Accu Check 2
9 Sinocare 1
10 Mission Ultra Cholesterol 1
11 Mikroskop 1
12 Centrifuge 2
13 Rotator 1
14 Mikropipet 16
15 Rak Tabung 3
16 Rak Westergren 2
17 Tabung Westergren 15
18 Setirilisator Kering 1
19 Rak Pengecatan 1
20 Lampu Spirtus 1
21 Komputer 1
22 Lemari (Instrument Cabinet) 2
23 Kulkas 2

2. Pengujian Peralatan Baru


Pengujian alat baru (dilakukan sebelum atau sesudah
pembelian) atau yang disebut juga sebagai uji fungsi. Tujuannya untuk
mengenal kondisi alat, yang mencakup: kesesuaian spesifikasi alat
dengan brosur, kesesuaian alat dengan lingkungan dan hal-hal khusus
yang diperlukan bagi penggunaan secara rutin. Dari evaluasi ini dapat

10
diketahui antara lain reprodusibilitas, kelemahan alat, harga per tes,
dan sebagainya (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 16).
3. Penggunaan Dan Pemeliharaan Alat
Setiap peralatan harus dilengkapi dengan petunjuk penggunaan
(instruction manual) yang disediakan oleh pabrik yang memproduksi
alat tersebut. Petunjuk penggunaan tersebut pada umumnya memuat
cara operasional dan hal-hal lain yang harus diperhatikan. Cara
penggunaan atau cara pengoperasian masing-masing jenis peralatan
laboratorium harus ditulis dalam instruksi kerja.
Pada setiap peralatan juga harus dilakukan pemeliharaan
sesuai dengan petunjuk penggunaan, yaitu semua kegiatan yang
dilakukan agar diperoleh kondisi yang optimal, dapat beroperasi
dengan baik dan tidak terjadi kerusakan. Kegiatan tersebut harus
dilakukan secara rutin untuk semua jenis alat, sehingga diperoleh
peningkatan kualitas produksi, peningkatan keamanan kerja,
pencegahan produksi yang tiba-tiba berhenti, penekanan waktu
luang/pengangguran bagi tenaga pelaksana serta penurunan biaya
perbaikan. Untuk itu setiap alat harus mempunyai kartu pemeliharaan
yang diletakkan pada atau di dekat alat tersebut yang mencatat setiap
tindakan pemeliharaan yang dilakukan dan kelainan-kelainan yang
ditemukan. Bila ditemukan kelainan, maka hal tersebut harus segera
dilaporkan kepada penanggung jawab alat untuk dilakukan perbaikan
(PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 16).
Tabel 3.1 Contoh formulir pencatatan pemeliharaan
peralatan di laboratorium
Alat :
Ruang :

Tanggal Tindakan Kelainan yang Nama dan Paraf


pemeliharaan ditemukan Petugas

Penanggung
Jawab

11
( ................. )
4. Pemecahan Masalah (Troubleshooting) Kerusakan Alat
Dalam melakukan pemeriksaan seringkali terjadi suatu ketidak
cocokan hasil, malfungsi alat ataupun kondisi yang tidak kita inginkan
yang mungkin disebabkan oleh karena adanya gangguan pada
peralatan. Untuk itu perlu adanya pemecahan masalah
(troubleshooting).
Pemecahan masalah (troubleshooting) adalah proses atau
kegiatan untuk mencari penyebab terjadinya penampilan alat yang
tidak memuaskan, dan memilih cara penanganan yang benar untuk
mengatasinya. Makin canggih suatu alat, akan makin kompleks
permasalahan yang mungkin terjadi (PERMENKES RI Nomor 43
Tahun 2013, Hal : 28).
5. Kalibrasi Peralatan
Kalibrasi peralatan sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan laboratorium yang terpercaya menjamin penampilan hasil
pemeriksaan. Kalibrasi peralatan dilakukan pada saat awal, ketika alat
baru di install dan diuji fungsi, dan selanjutnya wajib dilakukan secara
berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun, atau sesuai
dengan pedoman pabrikan prasarana dan alat kesehatan serta
ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai instruksi pabrik.
Kalibrasi peralatan dapat dilakukan oleh teknisi penjual alat,
petugas laboratorium yang memiliki kompetensi dan pernah dilatih,
atau oleh institusi yang berwenang. Kalibrasi serta fungsi peralatan
dan sistem analitik secara berkala harus dipantau dan dibuktikan
memenuhi syarat/sesuai standar laboratorium harus mempunyai
dokumentasi untuk pemeliharaan, tindakan pencegahan sesuai
rekomendasi pabrik pembuat. Semua Instruksi pabrik untuk
penggunaan dan pemeliharaan alat harus sepenuhnya dipenuhi.
(PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 30).
Pengujian atau kalibrasi alat kesehatan dilakukan secara
berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun (PERMENKES
RI Nomor 54 Tahun 2015, Hal : 30).

12
6. Penggantian dan perbaikan alat yang rusak
Tabel 3.2 Contoh formulir pencatatan perabaikan alat di
laboratorium
Alat : Sentrifuge
Merk / tipe / no.seri :
Ruang :

Tgl Petugas Kondisi Jenis Tindakan Tgl Service


Kerusakan Perbaikan (teknisi)

(PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 29)


7. Penanggung Jawab Alat
Berbagai jenis alat yang digunakan di laboratorium mempunyai
cara operasional dan pemeliharaan yang berbeda satu dengan
lainnya, dan biasanya digunakan oleh lebih dari 1 orang. Walaupun
pihak distributor alat menyediakan teknisi untuk perbaikan apabila
terjadi kerusakan, namun untuk pemeliharaan alat harus dilakukan
sendiri oleh pihak laboratorium.
Oleh karena itu harus ditentukan seorang petugas yang
bertanggung jawab atas kegiatan pemeliharaan alat dan operasional
alat melalui kegiatan pemantauan dan mengusahakan perbaikan
apabila terjadi kerusakan (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013,
Hal : 30).

13
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN LABORATORIUM

A. Alur Kegiatan Pelayanan


1. Pasien datang, mendaftarkan diri di loket pendaftaran puskesmas.
2. Sebelum melakukan tindakan bagi pasien umum harus menyelesaikan
administrasi ke kasir.
3. Pasien menuju ruang pemeriksaan dokter untuk diperiksa, dan diberi
formulir permintaan pemeriksaan laboratorium.
a. Pasien rujukan dokter dari luar puskesmas yang datang ke
puskesmas untuk melakukan pemeriksaan laboratorium, setelah
mendaftar di loket pendaftaran puskesmas, langsung menuju ruang
laboratorium untuk menyerahkan formulir permintaan rujukan
pemeriksaan laboratorium dari dokter yang merujuknya.
4. Menyerahkan formulir permintaan pemeriksaan laboratorium kepada
petugas laboratorium.
5. Setelah menyerahkan formulir permintaan pemeriksaan laboratorium,
pasien di ambil spesimennya.
6. Spesimen yang telah di ambil diperiksa oleh petugas laboratorium.
7. Hasil pemeriksaan diserahkan kepada penanggung jawab
laboratorium untuk dilakukan validasi.
8. Formulir hasil pemeriksaan laboratorium di bawa oleh pasien ke ruang
pemeriksaan dokter untuk mendapat penjelasan dari dokter tentang
hasil pemeriksaan laboratorium tersebut.
a. Untuk pasien rujukan, formulir hasil pemeriksaan laboratorium
langsung di bawa ke dokter yang merujuk.
9. Formulir hasil pemeriksaan laboratorium diserahkan oleh dokter
pemeriksa kepada pasien (PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012
Hal : 17).

B. Permintaan Pemeriksaan Laboratorium


Laboratorium klinik hanya dapat melakukan pelayanan pemeriksaan
spesimen klinik atas permintaan tertulis dari :
1) Fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau swasta
2) Dokter
3) Dokter gigi untuk pemeriksaan keperluan kesehatan gigi dan mulut

14
4) Bidan untuk pemeriksaan kehamilan dan kesehatan ibu
5) Instansi pemerintah untuk kepentingan penegakan hukum
(PERMENKES RI Nomor 411 Tahun 2010; pasal 8).

C. Kemampuan Pemeriksaan, dan Metode


1. Kemampuan Pemeriksaan Laboratorium Puskesmas
Kemampuan pemeriksaan laboratorium di Puskesmas meliputi
pemeriksaan dasar, seperti :
a. Hematologi yaitu Hemoglobin, hematokrit, hitung eritrosit, hitung
trombosit, hitung leukosit, LED.
b. Kimia klinik yaitu glukosa darah, kolesterol total, asam urat,
trigliserida
c. Mikrobiologi dan parasitologi : BTA, diplococcus gram negatif,
trichomonas vaginalis, candida albicans, bakterial vaginosis,
malaria,
d. Imunologi : tes kehamilan, golongan darah, widal, HbsAg, Syphilis,
HIV
e. Urinalisa : makroskopik (warna, kejernihan, bau, volume), pH, berat
jenis, protein, glukosa, bilirubin, urobilinogen, keton, nitrit, leukosit,
eritrosit, mikroskopik (sedimen urin) (PERMENKES RI Nomor 37
Tahun 2012 Hal : 18).
2. Metode Pemeriksaan
Metode pemeriksaan laboratorium di Puskesmas
menggunakan metode manual, semi automatik, dan automatik
(PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012, Hal : 18).
Tabel 4.1 Kemampuan Pemeriksaan, Metode, Peralatan dan
Reagen
Jenis
No Spesimen Metode Alat Reagen
Pemeriksaan
I. HEMATOLOGI
Darah vena/
kapiler Automatic cell Blood cell Kit sesuai
Hemoglobin,
+ antikoagulan counter counter Alat
1 penetapan
EDTA
kadar
Darah
Strip POCT Strip test
(whole blood)
Hematokrit, Darah vena +
Automatic cell Blood cell Kit sesuai
2 penetapan antikoagulan
counter counter Alat
nilai EDTA
Eritrosit, Darah vena +
Automatic cell Blood cell Kit sesuai
3 hitung antikoagulan
counter counter Alat
jumlah EDTA
4 Trombosit, Darah vena + Automatic cell Blood cell Kit sesuai

15
hitung antikoagulan
counter counter Alat
jumlah EDTA
Darah vena +
Lekosit, Automatic cell Blood cell Kit sesuai
5 antikoagulan
Hitung jumlah counter counter Alat
EDTA
Lekosit, Darah vena +
6 antikoagulan Mikroskopis Mikroskop Giemsa
hitung jenis EDTA
Na. Sitrat
Darah vena + 3,8%/
Laju Endap Westergren
7 antikoagulan Westergren
Darah Set NaCl
EDTA
0,9%
II. KIMIA KLINIK

Darah Strip POCT Strip test


1 Glukosa Kit
Serum Fotometri Fotometer
Glukosa
Darah Strip POCT Strip test
Cholesterol
2
Total Kit
Serum Fotometri Fotometer
Cholesterol

Darah Strip POCT Strip test


3 Asam urat
Kit Asam
Serum Fotometri Fotometer
Urat
III. IMUNOLOGI & SEROLOGI
micro pipet,
1 WIDAL Serum Aglutinasi centrifuge, Kit Widal
rotator
Darah Kit Rapid Kit Anti
2 Anti HIV Rapid test
(whole blood) test, lancet HIV
Darah Kit Rapid Kit Anti
3 Syphilis Rapid test
(whole blood) test, lancet Syphilis
Darah
Kit Rapid test, Kit Rapid
(whole
4 HBs Ag Rapid test micro pipet, Test
blood) /
centrifuge HBsAg
Serum
Kit Rapid
Tes
5 Urin sewaktu Rapid test Wadah urin Test
kehamilan
Kehamilan
Kertas Kit
Golongan Darah
6 Aglutinasi golongan Golongan
darah (whole blood)
darah darah
IV. PARASITOLOGI
Mikroskop,
object
1 Malaria Darah tepi Mikroskopis glass, cover Giemsa
glass,
lancet
V. MIKROBIOLOGI
Mikroskop,
pot dahak,
BTA object glass,
Ziehl
1 (Mycobacteriu Dahak Mikroskopis lampu
Neelsen
m tuberculose) spiritus, lidi,
pinset, rak
pengecatan
2 Diplococcus Sekret vagina Mikroskopis Mikroskop, Gram
gram negative (endocervic) object glass,
(Neisseria Sekret urethra lampu

16
spiritus, ose,
gonnorrhoeae) pinset, rak
pengecatan
Mikroskop, Garam
Trichomonas
3 Sekret vagina Mikroskopis object glass, fisiologis
vaginalis
cover glass 0,9%
Mikroskop,
object
Candida
4 Sekret vagina Mikroskopis glass, cover KOH 10%
albicans
glass, lampu
spiritus,
VI. URINALISA
Makroskopis:
1 Warna, Urin segar Organoleptik - -
Kejernihan
2 pH Urin segar Kimia keringCarik celup Carik celup
3 Berat Jenis Urin segar Kimia keringCarik celup Carik celup
4 Protein Urin segar Kimia keringCarik celup Carik celup
5 Glukosa Urin segar Kimia keringCarik celup Carik celup
6 Urobilin Urin segar Kimia keringCarik celup Carik celup
7 Bilirubin Urin segar Kimia keringCarik celup Carik celup
8 Nitrit Urin segar Kimia keringCarik celup Carik celup
9 Keton Urin segar Kimia keringCarik celup Carik celup
10 Darah Urin segar Kimia keringCarik celup Carik celup
11 Lekosit Urin segar Kimia keringCarik celup Carik celup
Mikroskop,
sentrifuge,
tabung reaksi,
12 Sedimen Urin segar Mikroskopis -
object glass
dan cover
glass
VII. FAECES RUTIN
Analisa tinja:
Konsistensi,
1
warna, bau
lendir, darah
Mikroskop,
Telur Mikroskopis
2 Tinja baru object glass, Eosin 2%
cacing (sediaan)
cover glass
Mikroskopis Mikroskop,
3 Protozoa Tinja baru object glass, Eosin 2%
(sediaan)
cover glass
(PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012, Hal : 18).

3. Hasil pemeriksaan laboratorium


Mengingat hasil pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan
dalam pengambilan keputusan, maka waktu pemeriksaan yang
diperlukan sampai diperolehnya hasil untuk berbagai metode perlu
dipertimbangkan.
Misalnya pasien di unit gawat darurat memerlukan metode
pemeriksaan yang dapat memberikan hasil yang cepat untuk
keperluan diagnostik dan pengobatan (PERMENKES RI Nomor 43
Tahun 2013, Hal : 69).

17
Tabel 4.2 Waktu Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
Waktu Waktu
Waktu
No Jenis pemeriksaan Pengambilan Pencatatan
Pemeriksaan
Sampel Hasil
1 DARAH
Hematologi:
 Darah Rutin 5 menit
 Hemoglobin (stik) 5 menit
 Laju Endap Darah 60 menit
(LED) 60 menit
 Hitung Jenis Sel
Lekosit
30 menit
Kimia Darah: 30 menit
30 menit
 Gula Darah SAMPEL 30 menit
 Cholesterol Total
DARAH
 Asam Urat
5 Menit
30 menit
Immuno – Serologi: 30 menit
 Widal 30 menit
 HbsAg 30 menit
 HIV 20 menit
 Syphilis 5 Menit
 Golongan Darah
60 menit
Parasitogi:
 Malaria
2 URIN
 Urin Rutin
 Sedimen Urin 20 menit
 Urin 3 parameter 20 menit
(protein, gula, pH) 5 menit
 HCG Test 10 menit
-
3 Feases
 Faeses Rutin - 30 menit
4 Dahak/ Sputum
BTA (Bakteri Tahan - 60 menit
Asam)
5 Cairan Tubuh Lain
 Secret Kelamin 60 menit
(IMS) - 60 menit
 GO

Waktu penyampaian laporan hasil pemeriksaan laboratorium


untuk pasien urgen (cito) dilakukan dalam waktu ≤30 menit .

Tabel 4.3 Rentang Nilai Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Satuan Nilai Rujukan

18
L : 13 – 17
Hemoglobin g/dl P : 12 – 15
Anak-anak : 11 – 14
L : 5.000 – 12.000
Angka Leukosit /mm3
P : 4.000 – 10.000
Hitung Jenis leukosit
Basofil 0–1
%
Eosinofil 2–4
%
Batang 3–5
%
Segmen 50 – 70
%
Limfosit 25 – 40
%
Monosit 2–8
%
Angka Trombosit /mm3 150.000 – 400.000
L : 40 – 52
Hematrokrit % P : 35 – 47
Anak-anak : 33 - 38
L : 0 – 10
Laju Endap Darah mm/jam
P : 0 – 20
L : 4,4 – 5,9
Eritrosit juta/mm3
P : 3,8 – 5,2
Gula darah puasa mg/dl 70 - 100
Gula darah sewaktu mg/dl ≤ 140
< 200
Cholesterol total mg/dl Low : <100
High : > 400
L : 3,4 – 7,2
P : 2,4 – 6
Asam urat mg/dl
Low : <3
High : >20
Feses Rutin
Makroskopis
Warna Kuning kecoklatan
Konsistensi Lembek
Lendir Negatif
Darah Negatif

Mikroskopis
Telur Cacing Negatif
Protozoa Negatif
Lainnya

Urin Rutin
Warna Kuning
Kekeruhan Jernih
Berat Jenis 1,005 – 1,030
pH 5,0 – 7,0
Glukosa Normal
Leukosit Negatif
Protein Negatif
Keton Negatif
Bilirubin Negatif
Urobilinogen Normal

19
Nitrit Negatif

Sediment Urin
Epitel
Leukosit 0 – 3/LPB
Eritrosit 0 – 1/LPB
Kristal Negatif
Silinder Negatif
Bakteri Negatif
Jamur Negatif
Lainnya Negatif

Tabel 4.4 Nilai Ambang Kritis Pemeriksaan Laboratorium

N NILAI KRITIS
PARAMETER
O LOW HIGH
1 Hemoglobin < 5 g/dL > 20 g/dL
2 Trombosit < 20.000/uL > 1.000.000/uL
3 Hematokrit < 15% > 60%
5 Asam urat >12 mg/dL
6 Glukosa < 40 mg/dL > 700 mg/dL

D. Spesimen Laboratorium
1. Macam-Macam Spesimen
Spesimen yang berasal dari manusia dapat berupa:
 Serum
 Plasma
 Darah (Whole Blood)
 Urin
 Tinja
 Dahak
 Sekret Kelamin
2. Persiapan
a. Persiapan pasien secara umum
1) Persiapan pasien untuk pengambilan spesimen pada keadaan
basal:
a) Untuk pemeriksaan tertentu pasien harus puasa selama
8-12 jam sebelum diambil darah (lihat tabel 5).
b) Pengambilan spesimen sebaiknya pagi hari antara pukul
07.00 -09.00.

20
Tabel 4.5 Pemeriksaan yang perlu puasa

Jenis Pemeriksaan Waktu Puasa


Glukosa Puasa 10-12 jam
TTG (Tes Toleransi Glukosa) Puasa 10-12 jam
Glukosa kurva harian Puasa 10-12 jam
Trigliserida Puasa 12 jam
Asam Urat Puasa 10-12 jam

2) Pemberian penjelasan pada pasien sebelum pengambilan


spesimen, mengenai prosedur yang akan dilakukan, dan
meminta persetujuan pasien. Untuk pemeriksaan tertentu
harus tertulis dalam bentuk informed concern (PERMENKES
RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 44).
3. Penerimaan Spesimen
a. Penerimaan Spesimen
1) Laboratorium harus mempunyai loket khusus untuk
penerimaan spesimen. Jika jumlah spesimen tidak banyak,
maka penerimaan spesimen dapat dilakukan pada meja
khusus di dalam laboratorium.
2) Spesimen harus ditempatkan dalam wadah yang tertutup
rapat untuk mencegah tumpahnya/bocornya spesimen.
3) Wadah harus dapat didisinfeksi atau diotoklaf.
4) Wadah terbuat dari bahan tidak mudah pecah/bocor.
5) Wadah diberi label tentang identitas spesimen.
6) Wadah diletakkan pada baki khusus yang terbuat dari logam
atau plastik yang dapat didisinfeksi atau diotoklaf ulang.
7) Baki harus didisinfeksi/diotoklaf secara teratur setiap hari.
8) Jika mungkin, wadah terletak di atas baki dalam posisi berdiri
(PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 148).
b. Petugas penerima spesimen
1) Semua petugas penerima spesimen harus mengenakan jas
laboratorium.
2) Semua spesimen harus dianggap infeksi dan ditangani
dengan hati-hati.
3) Meja penerimaan spesimen harus dibersihkan dengan
disinfektan setiap hari.
4) Jangan menggunakan ludah untuk merekatkan label.
5) Dilarang makan/minum dan merokok saat bekerja.

21
6) Cuci tangan dengan sabun/disinfektan setiap selesai bekerja
dengan spesimen.
7) Tamu/pasien tidak diperbolehkan menyentuh barang apapun
yang terdapat pada meja dimana spesimen tersimpan.
c. Petugas pembawa spesimen dalam laboratorum
1) Mengenakan jas laboratorium yang tertutup rapat pada
bagian depan saat membawa spesimen.
2) Membawa spesimen dengan baki rak khusus.
3) Jika spesimen bocor/tumpah di atas baki, baki
didekontaminasi dan sisa spesimen diotoklaf (PERMENKES
RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 148).
4. Pengambilan Spesimen
a. Peralatan
Secara umum peralatan yang digunakan harus memenuhi
syarat-syarat : bersih, kering, tidak mengandung bahan kimia
atau deterjen, terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat
yang ada pada spesimen, mudah dicuci dari bekas spesimen
sebelumnya, pengambilan spesimen untuk pemeriksaan biakan
harus menggunakan peralatan yang steril. Pengambilan
spesimen yang bersifat invasif harus menggunakan peralatan
yang steril dan sekali pakai buang (PERMENKES RI Nomor 43
Tahun 2013, Hal: 51).
b. Wadah
Wadah spesimen harus memenuhi syarat : terbuat dari
gelas atau plastik, tidak bocor atau tidak merembes, harus dapat
ditutup rapat dengan tutup berulir, besar wadah disesuaikan
dengan volume spesimen, bersih, kering, tidak mempengaruhi
sifat zat-zat dalam spesimen, tidak mengandung bahan kimia
atau deterjen, untuk pemeriksaan zat dalam spesimen yang
mudah rusak atau terurai karena pengaruh sinar matahari, maka
perlu digunakan botol berwarna coklat (inaktinis), untuk
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman, wadah harus steril,
Untuk wadah spesimen urin, dahak, tinja sebaiknya
menggunakan wadah yang bermulut lebar (PERMENKES RI
Nomor 43 Tahun 2013, Hal: 51).
c. Antikoagulan dan Pengawet

22
Antikoagulan adalah zat kimia yang digunakan untuk
mencegah sampel darah membeku. Pengawet adalah zat kimia
yang ditambahkan ke dalam sampel agar analit yang akan
diperiksa dapat dipertahankan kondisi dan jumlahnya untuk kurun
waktu tertentu (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal: 51).
d. Lokasi
Sebelum mengambil spesimen, harus ditetapkan terlebih
dahulu lokasi pengambilan yang tepat sesuai dengan jenis
pemeriksaan yang diminta, misalnya:
Spesimen untuk pemeriksaan yang menggunakan darah
vena umumnya diambil dari vena cubiti daerah siku. Spesimen
darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis di pergelangan
tangan atau arteri femoralis di daerah lipat paha. Spesimen darah
kapiler diambil dari ujung jari tengah tangan atau jari manis
tangan bagian tepi atau pada daerah tumit 1/3 bagian tepi telapak
kaki atau cuping telinga pada bayi. Tempat yang dipilih tidak
boleh memperlihatkan gangguan peredaran darah seperti
"cyanosis" atau pucat dan pengambilan tidak boleh di lengan
yang sedang terpasang infus (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun
2013, Hal: 53).
5. Teknik Pengambilan spesimen
Pengambilan spesimen harus dilaksanakan dengan cara yang
benar, agar spesimen tersebut mewakili keadaan yang sebenarnya.
Teknik pengambilan untuk beberapa spesimen yang sering diperiksa.
a. Darah Vena
 Letakkan lengan pasien lurus di atas meja dengan telapak
tangan menghadap ke atas.
 Kemudian lengan diikat cukup erat dengan torniquet untuk
menendung aliran darah, tetapi tidak oleh terlalu kencang
sebab dapat merusak pembuluh darah.
 Pasien diminta untuk mengepalkan tangan.
 Pilih bagian vena mediana cubiti
 Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil darahnya
dengan kapas alkohol dan biarkan kering untuk mencegah
terjadinya hemolisis dan rasa terbakar. Kulit yang sudah
dibersihkan jangan dipegang lagi.

23
 Tusuk bagian vena tadi dengan jarum, lubang jarum
menghadap ke atas dengan sudut kemiringan antara jarum
dan kulit 15 derajat.
 Jarum dimasukkan sepanjang pembuluh darah ± 1 – 1,5 cm.
 Dengan tangan kiri, penghisap semprit ditarik perlahan-lahan
sehingga darah masuk kedalam semprit.
 Sementara itu, pasien membuka kepalan tangan. Ikatan
pembendung direnggangkan atau dilepas sampai didapat
sejumlah darah yang dikehendaki.
 Letakkan kapas alkohol yang disudah diperas pada tempat
tusukan, jarum ditarik kembali.
 Pasien disuruh menekan bekas tempat tusukan dengan kapas
terseut selama beberapa menit dengan tangan masih dalam
keadaan lurus (siku tidak boleh ditekuk).
 Letakkan jarum dari sempritnya dan alirkan (jangan
disemprotkan) darah ke dalam wadah atau tabung yang
tersedia melalui dindingnya (Petunjuk Pemeriksaan
Laboratorium Puskesmas Tahun 1998)
b. Darah kapiler
 Bersihkan bagian yang akan ditusuk dengan kapas alkohol
dan biarkan sampai kering lagi.
 Peganglah bagian tersebut supaya tidak bergerak dan tekan
sedikit supaya rasa nyeri berkurang.
 Tusuklah dengan cepat memakai lanset steril. Pada jari
tusuklah dengan arah tegak lurus pada garis-garis sidik kulit
jari, jangan sejajar dengan itu. jangan menekan-nekan jari
untuk mendapat cukup darah. Darah yang diperas keluar
semacam itu telah bercampur dengan cairan jaringan
sehingga menjadi encer dan menyebabkan kesalahan dalam
pemeriksaan.
 Buanglah tetes darah yang pertama keluar dengan memakai
segumpal kapas kering, tetes darah berikutnya boleh dipakai
untuk pemeriksaan (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013,
Hal : 58).
c. Urin
1) Pada wanita

24
Pada pengambilan spesimen urin porsi tengah yang
dilakukan oleh penderita sendiri, sebelumnya harus diberikan
penjelasan sebagai berikut:
 Penderita harus mencuci tangan memakai sabun
kemudian dikeringkan dengan handuk.
 Tanggalkan pakaian dalam, lebarkan labia dengan satu
tangan.
 Bersihkan labia dan vulva menggunakan kasa steril
dengan arah dari depan ke belakang.
 Bilas dengan air hangat dan keringkan dengan kasa steril
yang lain,
 Selama proses ini berlangsung, keluarkan urin, aliran urin
yang pertama keluar dibuang. Aliran urin selanjutnya
ditampung dalam wadah yang sudah disediakan.
 Hindari urin mengenai lapisan tepi wadah.
 Pengumpulan urin selesai sebelum aliran urin habis.
 Wadah ditutup rapat dan segera dikirimkan ke
laboratorium.
(PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 58).
2) Pada laki-laki
 Penderita harus mencuci tangan memakai sabun.
 Jika tidak disunat tarik kulit preputium ke belakang,
keluarkan urin, aliran yang pertama keluar dibuang, aliran
urin selanjutnya ditampung dalam wadah yang sudah
disediakan. Hindari urin mengenai lapisan tepi wadah.
Pengumpulan urin selesai sebelum aliran urin habis.
 Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium
(PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 59).
d. Urin Kateter
 Lakukan disinfeksi dengan alkohol 70 % pada bagian selang
kateter yang terbuat dari karet (jangan bagian yang terbuat
dari plastik).
 Aspirasi urin dengan menggunakan samprit sebanyak kurang
lebih 10 ml.
 Masukkan ke dalam wadah steril dan tutup rapat.

25
 Kirimkan segera ke laboratorium (PERMENKES RI Nomor 43
Tahun 2013, Hal : 60).
e. Tinja
Tinja untuk pemeriksaan sebaiknya yang berasal dari
defekasi spontan (tanpa bantuan obat pencahar), jika
pemeriksaan sangat diperlukan, dapat pula sampel tinja diambil
dari rektum dengan cara colok dubur (PERMENKES RI Nomor
43 Tahun 2013, Hal : 60).
f. Dahak
Pasien diberi penjelasan mengenai pemeriksaan dan
tindakan yang akan dilakukan, dan dijelaskan perbedaan dahak
dengan ludah. Bila pasien mengalami kesulitan mengeluarkan
dahak, pada malam hari sebelumnya diminta minum teh manis
atau diberi obat gliseril guayakolat 200 mg (PERMENKES RI
Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 60).
g. Sekret Uretra
Pasien diberi penjelasan mengenai tindakan yang akan
dilakukan.
 Petugas mengenakan sarung tangan.
 Bagi yang tidak disirkumsisi, preputium ditarik ke arah
pangkal.
 Bersihkan sekitar lubang kemaluan dengan NaCI fisiologis
steril, kemudian sekret dikeluarkan dengan menekan atau
mengurut uretra dari pangkal ke ujung.
 Sekret yang keluar diambil dengan lidi kapas steril atau
sengkelit.
 Apabila tidak ada sekret yang keluar atau terlalu sedikit,
masukkan sengkelit atau lidi kapas steril berpenampang 2 mm
kedalam uretra sedalam kira-kira 2-3 cm sambil diputar
searah jarum jam, kemudian ditarik keluar.
 Sekret diambil 2 kali yaitu untuk pemeriksaan mikroskopik dan
untuk biakan (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal :
61).
h. Sekret vagina
Pengambilan bahan pemeriksaan sama dengan sekret
endoservik hanya dilakukan pada fornix posterior (PERMENKES
RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 62).

26
6. Pemberian Identitas
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen merupakan hal
yang penting, baik pada saat pengisian surat pengantar/formulir
permintaan pemeriksaan, pendaftaran, pengisian label wadah
spesimen.
Pada surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan
laboratorium sebaiknya memuat secara lengkap:
1. Tanggal permintaan
2. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat/ruang)
termasuk rekam medik.
3. Identitas pengirim (nama, alamat, nomor telepon)
4. Pemeriksaan laboratorium yang diminta
5. Jenis spesimen
6. Informed concern
Label wadah spesimen yang akan dikirim atau diambil ke
laboratorium harus memuat:
1. Tanggal pengambilan spesimen
2. Nama dan nomor Pasien
3. Jenis spesimen (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 64)
7. Pengolahan Spesimen
Beberapa contoh pengolahan spesimen seperti tercantum dibawah ini
a. Darah (Whole Blood)
Darah yang diperoleh ditampung dalam tabung yang telah
berisikan antikoagulan yang sesuai, kemudian dihomogenisasi
dengan cara membolak-balik tabung kira-kira 10-12 kali secara
perlahan-lahan dan merata.
b. Serum
 Biarkan darah membeku terlebih dahulu pada suhu kamar
selama 20-30 menit, kemudian disentrifus 3000 rpm selama 5-
15 menit.
 Pemisahan serum dilakukan paling lambat dalam waktu 2 jam
setelah pengambilan spesimen.
 Serum yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah dan
keruh (lipemik).
c. Plasma
 Kocok darah EDTA atau sitrat dengan segera secara pelan-
pelan.

27
 Pemisahan plasma dilakukan dalam waktu 2 jam setelah
pengambilan spesimen.
 Plasma yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah dan
keruh (lipemik).
d. Urin
Untuk uji carik celup, urin tidak perlu ada perlakuan khusus,
kecuali pemeriksaan harus segera dilakukan sebelum 1 jam,
sedangkan untuk pemeriksaan sedimen harus dilakukan
pengolahan terlebih dahulu dengan cara:
 Wadah urin digoyangkan agar memperoleh sampel yang
tercampur (homogen).
 Masukkan ±15 ml urin ke dalam tabung sentrifus.
 Putar urin selama 5 menit pada 1500-2000 rpm.
 Buang supernatannya, sisakan ± 1 ml, kocoklah tabung untuk
meresuspensikan sedimen.
8. Penyimpanan Dan Pengiriman Spesimen
a. Penyimpanan
Spesimen yang sudah diambil harus segera diperiksa,
karena stabilitas spesimen dapat berubah.
Beberapa spesimen yang tidak langsung diperiksa dapat
disimpan dengan memperhatikan jenis pemeriksaan yang akan
diperiksa. Persyaratan penyimpanan beberapa spesimen untuk
beberapa pemeriksaan laboratorium harus memperhatikan jenis
spesimen, antikoagulan/pengawet dan wadah serta stabilitasnya.
Beberapa cara penyimpanan spesimen:
1) Disimpan pada suhu kamar.
2) Disimpan dalam lemari es dengan suhu 2 -8°C.
3) Dibekukan suhu -20°C, -70°C atau -120°C (jangan sampai
terjadi beku ulang).
4) Dapat diberikan bahan pengawet.
5) Penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk serum
(PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 66).
b. Pengiriman
Jika Laboratorium tidak dapat melaksanakan pemeriksaan
karena suatu hal (Alat Rusak, Listrik Mati, dll) maka darah akan
dikirim ke laboratorium lain (dirujuk). (PERMENKES RI Nomor 37
Tahun 2012, Hal : 30).

28
Spesimen yang akan dikirim ke laboratorium lain (dirujuk),
sebaiknya dikirim dalam bentuk yang relatif stabil.
Untuk itu perlu diperhatikan persyaratan pengiriman spesimen
antara lain:
1) Waktu pengiriman jangan melampaui masa stabilitas
spesimen.
2) Tidak terkena sinar matahari langsung.
3) Kemasan harus memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium
termasuk pemberian label yang bertuliskan "Bahan
Pemeriksaan Infeksius" atau "Bahan Pemeriksaan Berbahaya".
4) Suhu pengiriman harus memenuhi syarat (PERMENKES RI
Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 66).

E. Pencatatan Dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan kegiatan laboratorium diperlukan dalam
perencanaan, pemantauan dan evaluasi serta pengambilan keputusan
untuk peningkatan pelayanan laboratorium. Untuk itu kegiatan ini harus
dilakukan secara cermat dan teliti, karena kesalahan dalam pencatatan
dan pelaporan akan mengakibatkan kesalahan dalam menetapkan suatu
tindakan (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 178).
1. Pencatatan
Pencatatan kegiatan laboratorium dilakukan sesuai dengan
jenis kegiatannya. Ada 4 jenis pencatatan, yaitu:
a. Pencatatan kegiatan pelayanan
b. Pencatatan keuangan
c. Pencatatan logistik
d. Pencatatan kepegawaian
e. Pencatatan kegiatan lainnya, seperti pemantapan mutu internal,
keamanan laboratorium dan lain-lain
Dalam bab ini hanya akan dibahas pencatatan kegiatan
pelayanan saja. Pencatatan kegiatan pelayanan dapat dilakukan
dengan membuat buku sebagai berikut:
1) Buku register penerimaan spesimen terdapat di laboratorium
berisi data pasien (nama umur, alamat, jenis kelamin dll) dan
jenis pemeriksaan.

29
2) Buku register besar berisi data-data pasien secara lengkap serta
hasil pemeriksaan spesimen
3) Buku register/catatan kerja harian tiap tenaga.
4) Data masing-masing pemeriksaan.
5) Data rekapitulasi jumlah pasien dan spesimen yang diterima.
6) Buku register pemeriksaan rujukan.
7) Buku ekspedisi dari ruangan/rujukan
8) Buku komunikasi pertukaran petugas (shift).
9) Buku register perawatan/kerusakan.
10)Buku stok alat, reagen.
11)Buku catatan kalibrasi.
12)Buku absensi (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal :
178).

2. Pelaporan
Pelaporan kegiatan pelayanan laboratorium terdiri dari:
a. Laporan kegiatan rutin harian/bulanan/triwulan/tahunan
b. Laporan khusus (misalnya HIV, Syphilis, HbsAg, IMS dll)
c. Laporan hasil pemeriksaan
1) Tanggungjawab manajemen untuk membuat format hasil :
Manajemen laboratorium harus membuat format laporan hasil
pemeriksaan.Format laporan dan cara mengkomunikasikannya
kepada pemakai harus ditentukan dengan mendiskusikannya
dengan pengguna jasa laboratorium
2) Penyerahan hasil tepat waktu
Manajemen laboratorium ikut bertanggung jawab atas
diterimanya hasil pemeriksaan kepada orang yang sesuai
dalam waktu yang disepakati.
3) Komponen Laporan Hasil Pemeriksaan
Hasil harus dapat dibaca tanpa kesalahan dalam tulisan, dan
dilaporkan kepada orang yang diberi wewenang untuk
menerima dan menggunakan infromasi medis. Laporan
setidaknya harus mencakup hal-hal berikut:
a) Identifikasi dari pemeriksaan yang jelas dan tidak ragu-
ragu, termasuk prosedur pengukuran bila perlu.
b) Identifikasi laboratorium yang menerbitkan laporan.

30
c) Identifikasi khas dan bila mungkin lokasi pasien serta
tujuan dari laporan.
d) Nama atau identitas khas lain dari pemohon dan alamat
pemohon
e) Tanggal dan waktu pengumpulan sampel primer, apabila
tersedia dan relevan dengan pelayanan pasien, serta
waktu penerimaan oleh laboratorium.
f) Tanggal dan waktu penerbitan laporan. Jika tidak
tercantum pada laporan, tanggal dan waktu penerbitan
laporan harus dapat diperoleh dengan segera jika
diperlukan.
g) Sumber dan sistem organ sample primer. Misalnya : darah
vena.
h) Bila dapat digunakan, hasil pemeriksaan dilaporkan dalam
unit Standar Internasional atau tertelusur hingga unit
Standar Internasional.
i) Interpretasi hasil, apabila sesuai
j) Tanggapan lain (misalnya, mutu atau kecukupan dari
sampel primer yang dapat merusak hasil, hasil/interpretasi
dari laboratorium rujukan, penggunaan dari prosedur yang
dikembangkan, dan apabila dapat digunakan, informasi
tentang batas deteksi dan ketidakpastian pengukuran).
Laporan hendaknya mengidentifikasi pemeriksaan yang
dilakukan sebagai bagian dari suatu program
pengembangan (jika demikian halnya, tidak ada syarat
untuk kerja pengukuran).
k) Identifikasi dari petugas yang diberi wewenang
mengeluarkan hasil.
l) Hasil asli dan hasil yang diperbaiki.
m)Tandatangan atau otorisasi dari petugas yang memeriksa
atau menerbitkan laporan (PERMENKES RI Nomor 43
Tahun 2013, Hal : 179).
3. Penyimpanan Dokumen
Setiap laboratorium harus menyimpan dokumen-dokumen
tersebut di bawah ini:
a. Surat permintaan pemeriksaan laboratorium
b. Hasil pemeriksaan laboratorium

31
c. Surat permintaan dan hasil rujukan
Prinsip penyimpanan dokumen:
a. Semua dokumen yang disimpan harus asli dan harus ada bukti
verifikasi pada dokumen dengan tanda tangan oleh penanggung
jawab/ supervisor laboratorium (hard copy).
b. Berkas laboratorium disimpan selama 5 tahun. Untuk kasus-kasus
khusus dipertimbangkan tersendiri.
c. Untuk memudahkan penelusuran pada kasus-kasus tertentu
misalnya dipakai sebagai barang bukti. Salinan atau berkas hasil
yang dilaporkan harus disimpan sedemikian sehingga mudah
ditemukan kembali. Lamanya waktu penyimpanan dapat beragam,
tetapi hasil yang telah dilaporkan harus dapat ditemukan kembali
sesuai kepentingan medis atau sebagaimana dipersyaratkan oleh
persyaratan nasional, regional atau setempat (PERMENKES RI
Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 180).
4. Pemusnahan Dokumen
Sebelum dimusnahkan, ambil informasi-informasi yang utama
terlebih dahulu. Pada pelaksanaan pemusnahan harus ada berita
acara sesuai prosedur yang berlaku, yang berisi:
a. Tanggal, bulan dan tahun pemusnahan;
b. Penanggungjawab/otorisasi pemusnahan dokumen (PERMENKES
RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 181)
5. Pengendalian Dokumen
a. Maksud dari pengendalian dokumen
Laboratorium harus menetapkan, mendokumentasikan dan
memelihara prosedur untuk mengendalikan semua dokumen dan
informasi (dari sumber internal dan eksternal) yang merupakan
bagian dokumentasi mutunya. Salinan dari tiap dokumen
terkendali ini harus diarsipkan untuk acuan di kemudian hari.
Pimpinan laboratorium harus menetapkan masa penyimpanan.
Dokumen terkendali ini harus disimpan dalam bentuk
tertulis, serta dapat disimpan dalam bentuk elektronik.
Penyimpanan dokumen disesuaikan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013,
Hal : 181)
b. Cara pengendalian dokumen
Harus tersedia prosedur yang memastikan bahwa :

32
1) Semua dokumen yang diberikan kepada petugas laboratorium
sebagai bagian dari sistem manajemen mutu telah dikaji ulang
dan disetujui oleh petugas yang berwenang sebelum
diterbitkan (sistem otorisasi dokumen yang berlaku).
2) Setiap saat tersedia daftar terbaru yang mencantumkan semua
dokumen yang berlaku, revisi terbaru yang sah berikut
penyebarannya (disebut juga catatan pengendalian dokumen).
3) Hanya dokumen versi terbaru yang disediakan untuk
penggunaan aktif pada tempat di mana dokumen itu
digunakan.
4) Dokumen secara berkala dikaji ulang, direvisi apabila perlu,
dan disetujui oleh petugas berwenang.
5) Protokol permintaan, sampel primer, pengambilan dan
penanganan sampel laboratorium.
6) Pengesahan hasil.
7) Pengendalian mutu internal dan eksternal.
8) Sistem Informasi Laboratorium.
9) Pelaporan hasil.
10)Komunikasi dan interaksi lain dengan pasien, petugas
kesehatan, laboratorium rujukan dan pemasok.
11)Audit internal.
12)Etika (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 181)

BAB V
PENGADAAN LOGISTIK

A. Reagen

33
Reagen adalah zat kimia yang digunakan dalam suatu reaksi
untuk mendeteksi, mengukur, memeriksa dan menghasilkan zat lain.
Penanganan dan penyimpanan reagen harus memperhatikan dan
sesuai dengan persyaratan berikut :
1) Perhatikan tanggal kadaluarsa, suhu penyimpanan.
2) Pemakaian reagen menggunakan metode FEFO-first expired first out
(Masa kadaluarsa pendek dipakai dahulu). Hal ini adalah untuk
menjamin barang tidak rusak akibat penyimpanan yang terlalu lama.
3) Sisa pemakaian reagen tidak diperbolehkan kembali ke dalam
sediaan induk.
4) Perhatikan perubahan warna, adanya endapan, kerusakan yang
terjadi pada sediaan reagen.
5) Segera tutup kembali botol sediaan reagen sesudah digunakan.
6) Lindungi label dari kerusakan.
7) Tempatkan reagen dalam botol warna gelapdan lemari supaya tidak
terkena cahaya matahari langsung.
8) Reagen harus terdaftar di Kementerian Kesehatan.
9) Reagen HIV harus sudah dievaluasi oleh Laboratorium Rujukan
Nasional (PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012 Hal : 19).
10) Kerusakan sediaan reagensia dapat diketahui bila :
a) Sediaan berubah warna
b) Larutan menjadi keruh / terjadi endapan
c) Keluar gas
11) Untuk menjaga stabilitas reagensia perlu diperhatikan sebagai berikut
a) Syarat penyimpanan dari masing-masing sediaan
b) Wadah yang digunakan dari masing-masing sediaan (Petunjuk
praktis tentang ruangan, peralatan, reagen dan keselamatan
kerja laboratorium puskesmas tahun 1992)

B. Pengadaan
Pengadaan bahan laboratorium harus mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
a. Tingkat persediaan

34
Pada umumnya tingkat persediaan harus selalu sama
dengan jumlah persediaan yaitu jumlah persediaan minimum
ditambah jumlah safety stock.
Tingkat persediaan minimum adalah jumlah bahan yang
diperlukan untuk memenuhi kegiatan operasional normal, sampai
pengadaan berikutnya dari pembekal atau ruang penyimpanan
umum.
Safety Stock adalah jumlah persediaan cadangan yang harus
ada untuk bahan-bahan yang dibutuhkan atau yang sering terlambat
diterima dari pemasok.
Buffer stock adalah stok penyangga kekurangan reagen di
laboratorium.
Reserve stock adalah cadangan reagen/sisa (PERMENKES
RI Nomor 43 Tahun 2013 Hal : 40).
b. Perkiraan jumlah kebutuhan
Perkiraan kebutuhan dapat diperoleh berdasarkan jumlah
pemakaian atau pembelian bahan dalam periode 6-12 bulan yang
lalu dan proyeksi jumlah pemeriksaan untuk periode 6-12 bulan untuk
tahun yang akan datang. Jumlah rata-rata pemakaian bahan untuk
satu bulan perlu dicatat.
c. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan (delivery time).
Lamanya waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan
sampai bahan diterima dari pemasok perlu diperhitungkan, terutama
untuk bahan yang sulit didapat (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun
2013 Hal : 41).

C. Penyimpanan
Bahan laboratorium yang sudah ada harus ditangani secara
cermat dengan mempertimbangkan :
a. Perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah
Masa kadaluarsa pendek dipakai dahulu (FEFO-first expired first out).
Hal ini adalah untuk menjamin barang tidak rusak akibat penyimpanan
yang terlalu lama.
b. Tempat penyimpanan.
c. Suhu/kelembaban.
d. Sirkulasi udara.

35
e. Incompatibility/bahan kimia yang tidak boleh bercampur
(PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013 Hal : 41).

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

36
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan
keselamatan pasien. Penyelenggaraan Keselamatan Pasien dilakukan
melalui pembentukan sistem pelayanan yang menerapkan :
1) Standar keselamatan pasien
2) Sasaran keselamatan pasien
3) Tujuh langkah menuju keselamatan pasien (PERMENKES RI Nomor 11
Tahun 2017, Hal : 5).
Sistem pelayanan harus menjamin pelaksanaan :
a. asuhan pasien lebih aman, melalui upaya yang meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien
b. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden,
dan tindak lanjutnya
c. implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
A. Standar Keselamatan Pasien
Standar Keselamatan Pasien meliputi standar :
1) hak pasien
2) pendidikan bagi pasien dan keluarga
3) Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan
4) penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan peningkatan Keselamatan Pasien
5) peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan
Pasien
6) pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien
7) komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
Keselamatan Pasien (PERMENKES RI Nomor 11 Tahun 2017,
Hal : 6).

B. Sasaran Keselamatan Pasien


Untuk meningkatkan keselamatan pasien perlu dilakukan
pengukuran terhadap sasaran-sasaran keselamatan pasien. Indikator
pengukuran sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya hal-hal:
1) mengidentifikasi pasien dengan benar
2) meningkatkan komunikasi yang efektif
3) meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai

37
4) memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang
benar, pembedahan pada pasienyang benar
5) mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
6) mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh (PERMENKES
RI Nomor 11 Tahun 2017, Hal : 6).

C. Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien


Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien terdiri atas :
1) membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien
2) memimpin dan mendukung staf
3) mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4) mengembangkan sistem pelaporan
5) melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6) belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien
7) mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan
Pasien (PERMENKES RI Nomor 11 Tahun 2017, Hal : 7).

BAB VII
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM

38
Setiap kegiatan yang dilakukan di Laboratorium Puskesmas
dapat menimbulkan bahaya/resiko terhadap petugas yang berada di
dalam laboratorium maupun lingkungan sekitarnya. Untuk mengurangi
/ mencegah bahaya yang terjadi, setiap petugas laboratorium harus
melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan
tersebut merupakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja
laboratorium (PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012, Hal : 36).

A. Di Tempat Kerja dan Lingkungan Kerja


1. Desain Tempat Kerja Yang Menunjang K3
 Ruang kerja dirancang khusus untuk memudahkan proses
kerja di laboratorium;
 Tempat kerja disesuaikan dengan posisi atau cara kerja;
 Pencahayaan cukup dan nyaman;
 Ventilasi cukup dan sesuai;
 Prosedur kerja tersedia di setiap ruangan dan mudah
dijangkau jika diperlukan;
 Dipasang tanda peringatan untuk daerah berbahaya.
2. Sanitasi Lingkungan
 Semua ruangan harus bersih, kering dan higienis;
 Sediakan tempat sampah yang sebelah dalamnya dilapisi
dengan kantong plastik dan diberi tanda khusus;
 Tata ruang laboratorium harus baik sehingga tidak dapat
dimasuki/ menjadi sarang serangga atau binatang
pengerat;
 Sediakan tempat cuci tangan dengan air yang mengalir dan
dibersihkan secara teratur;
 Petugas laboratorium dilarang makan dan minum dalam
laboratorium;
 Dilarang meletakkan hiasan dalam bentuk apapun di dalam
laboratorium (PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012, Hal : 36).

B. Proses Kerja, Bahan dan Peralatan Kerja


1) Melaksanakan praktek laboratorium yang benar setiap petugas
laboratorium harus mengerti dan melaksanakan upaya
pencegahan terhadap bahaya yang mungkin terjadi, dapat

39
menggunakan setiap peralatan laboratorium dan peralatan
kesehatan dan keselamatan kerja dengan benar, serta
mengetahui cara mengatasi apabila terjadi kecelakaan di
laboratorium.
2) Tersedia fasilitas laboratorium untuk kesehatan dan
keselamatan kerja, seperti tempat cuci tangan dengan air yang
mengalir dan alat pemadam kebakaran.
3) Petugas wajib memakai alat pelindung diri (jas laboratorium,
masker, sarung tangan, alas kaki tertutup) yang sesuai selama
bekerja.
4) Jas laboratorium yang bersih harus dipakai terus menerus
selama bekerja dalam laboratorium dan harus dilepaskan serta
ditinggalkan di laboratorium (hati-hati dengan jas laboratorium
yang berpotensi infeksi).
5) Untuk menghindari kecelakaan, rambut panjang harus diikat
ke belakang dengan rapi.
6) Petugas harus mencuci tangan secara higienis dan
menyeluruh sebelum dan setelah selesai melakukan aktifitas
laboratorium dan harus melepaskan baju proteksi sebelum
meninggalkan ruang laboratorium.
7) Dilarang melakukan kegiatan percobaan laboratorium tanpa
ijin pejabat yang berwenang.
8) Dilarang makan, minum (termasuk minum dari botol air) dan
merokok di tempat kerja.
9) Tempat kerja harus selalu dalam keadaan bersih. Kaca pecah,
jarum atau benda tajam dan barang sisa laboratorium harus
ditempatkan di bak/peti dalam laboratorium dan diberi
keterangan.
10) Sarung tangan bekas pakai harus ditempatkan dalam bak/ peti
kuning (menjadi limbah medis/ infeksius) yang diberi tanda
khusus.
11) Semua tumpahan harus segera dibersihkan.
12) Dilarang menggunakan mulut pada waktu memipet, gunakan
karet penghisap.
13) Peralatan yang rusak atau pecah harus dilaporkan kepada
penanggung jawab Laboratorium.
14) Tas/kantong/tempat sampah harus ditempatkan di tempat

40
yang ditentukan.
15) Pengelolaan bahan kimia yang benar
 Semua petugas harus mengetahui cara pengelolaan bahan
kimia yang benar (antara lain penggolongan bahan kimia,
bahan kimia yang tidak boleh tercampur, efek toksik dan
persyaratan penyimpanannya).
 Setiap petugas harus mengenal bahaya bahan kimia dan
mempunyai pengetahuan serta keterampilan untuk
menangani kecelakaan.
 Semua bahan kimia yang ada harus diberi label/etiket dan
tanda peringatan yang sesuai (PERMENKES RI Nomor 37
Tahun 2012, Hal : 37).

C. Penanganan Limbah
Laboratorium dapat menjadi salah satu sumber penghasil limbah
cair, padat dan gas yang berbahaya bila tidak ditangani secara benar.
Karena itu pengolahan limbah harus dilakukan dengan semestinya agar
tidak menimbulkan dampak negatif.
1. Sumber, sifat dan bentuk limbah
a. Limbah laboratorium dapat berasal dari berbagai sumber :
1) bahan baku yang sudah kadaluarsa
2) bahan habis pakai
3) produk proses di dalam laboratorium (misalnya sisa
spesimen)
4) produk upaya penanganan limbah (misalnya jarum suntik
sekali pakai setelah diotoklaf)
b. Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah yang
digolongkan menjadi:
1) Buangan bahan berbahaya dan beracun
2) Limbah infektif
3) Limbah radioaktif
4) Limbah umum (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal :
171).

c. Bentuk limbah yang dihasilkan dapat berupa :


1) Limbah Padat

41
Limbah padat terdiri dari limbah/sampah umum
dan limbah khusus seperti benda tajam, limbah
infeksius, limbah sitotoksik, limbah toksik, limbah kimia,
limbah B3 dan limbah plastik (PERMENKES RI Nomor
37 Tahun 2012, Hal : 38).
Fasilitas Pembuangan Limbah Padat:
a) Tempat Pengumpulan Sampah
Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan,
tahan karat, kedap air dan mempunyai permukaan
yang halus pada bagian dalamnya. Mempunyai
tutup yang mudah dibuka dan ditutup, minimal
terdapat satu buah untuk masing-masing kegiatan.
Kantong plastik diangkat setiap hari atau apabila 2/3
bagian telah terisi sampah. Setiap tempat
pengumpulan sampah harus dilapisi plastik sebagai
pembungkus sampah dengan label dan warna
seperti digambarkan pada tabel sebagai berikut:
b) Tempat Penampungan Sampah Sementara
Tersedia tempat penampungan sampah yang
tidak permanen, yang diletakkan pada lokasi yang
mudah dijangkau kendaraan pengangkut sampah.
Tempat penampungan sampah sementara
dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya
satu kali dalam 24 jam (PERMENKES RI Nomor 37
Tahun 2012, Hal : 39).
c) Tempat Pembuangan Sampah Akhir
 Sampah infeksius, sampah toksik dan sitotoksik
dikelola sesuai prosedur dan peraturan yang
berlaku.
 Sampah umum (domestik) dibuang ke tempat
pembuangan sampah akhir yang dikelola sesuai
dengan prosedur dan peraturan yang berlaku
(PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012, Hal : 39).
2) Limbah Cair
Limbah cair terdiri dari limbah cair umum/
domestik, limbah cair infeksius dan limbah cair kimia.
Cara menangani limbah cair:

42
a) Limbah cair umum/domestik dialirkan masuk ke
dalam septik tank.
b) Limbah cair infeksius dan Kimia dikelola sesuai
dengan prosedur dan peraturan yang berlaku
(PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012, Hal : 40).
2. Penanganan Dan Penampungan Limbah
a. Penanganan
Prinsip pengelolaan limbah adalah pemisahan dan
pengurangan volume. Jenis limbah harus diidentifikasi dan
dipilah-pilah dan mengurangi keseluruhan volume limbah secara
berkesinambungan. Memilah dan mengurangi volume limbah
klinis sebagai syarat keamanan yang penting untuk petugas
pembuangan sampah, petugas emergensi, dan masyarakat.
Dalam memilah dan mengurangi volume limbah harus
mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
1) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah
2) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan
khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non-B3.
3) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non-
B3.
4) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai
jenis limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja dan
pembuangan.
Kunci pembuangan yang baik adalah dengan
memisahkan langsung limbah berbahaya dari semua limbah di
tempat penghasil limbah. Tempatkan masing-masing jenis limbah
dalam kantong atau kontainer yang sama untuk penyimpanan,
pengangkutan dan pembuangan untuk mengurangi kemungkinan
kesalahan petugas dan penanganannya (PERMENKES RI
Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 172).
b. Penampungan
Harus diperhatikan sarana penampungan limbah harus
memadai, diletakkan pada tempat yang pas, aman dan hygienis.
Pemadatan adalah cara yang efisien dalam penyimpanan limbah
yang bisa dibuang dengan landfill, namun pemadatan tidak boleh
dilakukan untuk limbah infeksius dan limbah benda tajam
(PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 172).

43
c. Pemisahan limbah
Untuk memudahkan mengenal berbagai jenis limbah
yang akan dibuang adalah dengan cara menggunakan kantong
berkode (umumnya menggunakan kode warna). Namun
penggunaan kode tersebut perlu perhatian secukupnya untuk
tidak sampai menimbulkan kebingunan dengan sistem lain yang
mungkin juga menggunakan kode warna, misalnya kantong untuk
linen biasa, linen kotor, dan linen terinfeksi di rumah sakit dan
tempat-tempat perawatan (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun
2013, Hal : 172)
Tabel 7.1 Kode warna yang disarankan untuk limbah
klinis
Warna Kantong Jenis Limbah
Hitam limbah rumah tangga biasa, tidak
digunakan untuk menyimpan atau
mengangkut limbah klinis.
Kuning Semua jenis limbah yang akan dibakar
Kuning dengan strip Jenis limbah yang sebaiknya dibakar
Hitam tetapi bisa juga dibuang di sanitary
landfill bila dilakukan pengumpulan
terpisah dan pengaturan pembuangan.
Biru muda atau Limbah untuk autoclaving (pengolahan
transparan dengan
strip sejenis) sebelum pembuangan akhir.
biru tua

d. Standarisasi kantong dan kontainer pembuangan limbah.


Keberhasilan pemisahan limbah tergantung kepada
kesadaran, prosedur yang jelas serta ketrampilan petugas
sampah pada semua tingkat. Keseragaman standar kantong dan
kontainer limbah mempunyai keuntungan sebagai berikut:
1) Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan
antar instansi/unit.
2) Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan
di lingkungan rumah sakit maupun pada penanganan limbah
di luar rumah sakit.
3) Pengurangan biaya produksi kantong dan kontainer
(PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 173).

D. Penanganan Kecelakaan Di Laboratorium

44
Kecelakaan yang sering terjadi di laboratorium disebabkan oleh
bahan kimia. Untuk mencegah timbulnya bahaya yang lebih luas, wajib
disediakan informasi mengenai cara penanganan yang benar jika terjadi
tumpahan bahan kimia didalam laboratorium. Agar mudah terbaca,
informasi ini hendaknya dibuat dalam bentuk bagan yang sederhana dan
dipasang pada dinding dalam ruang laboratorium. Selain itu, harus pula di
sediakan peralatan untuk menangani keadaan tersebut seperti:
a. pakaian pelindung diri, sarung tangan karet, sepatu tertutup.
b. sekop dan pengumpul debu
c. forsep untuk mengambil pecahan gelas
d. kain lap dan kertas pembersih
e. ember
f. abu soda atau natrium bikarbonat untuk menetralkan asam
g. pasir
Jika terjadi tumpahan asam dan bahan korosif, netralkan dengan
abu soda atau natrium bikarbonat, sedangkan jika yang tumpah berupa
zat alkalis, taburkan pasir di atasnya (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun
2013, Hal : 172).
Tindakan yang harus dilakukan jika terdapat tumpahan bahan
kimia berbahaya:
a. Beritahu petugas keamanan laboratorium dan jauhkan petugas yang
tidak berkepentingan dari lokasi tumpahan
b. Upayakan pertolongan bagi petugas laboratorium yang cedera
c. Jika bahan kimia yang tumpah adalah bahan mudah terbakar, segera
matikan semua api, gas dalam ruangan tersebut dan ruangan yang
berdekatan;
d. Matikan peralatan listrik yang mungkin mengeluarkan bunga api
e. Jangan menghirup bau dari bahan yang tumpah
f. Nyalakan kipas angin penghisap (exhaust fan) jika aman untuk
dilakukan (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 173).

E. Penyimpanan bahan kimia


1) Sediakanlah bahan kimia dalam jumlah secukupnya di dalam ruang
laboratorium.
2) Stok bahan kimia harus disimpan dalam ruang khusus berlantai
beton.

45
3) Bahan kimia yang mudah terbakar harus disimpan dalam ruang
terpisah
4) Untuk mencegah timbulnya kebakaran dan ledakan dari uap karena
terkena bunga api dari alat listrik, tombol lampu untuk ruang
penyimpanan harus berada di luar ruang dan lampu dilengkapi
dengan kap lampu.
5) Jangan menyimpan bahan kimia berdasarkan urutan abjad. Hal ini
dapat menyebabkan bahan yang seharusnya tidak
tercampur/incompatible/chemicals terletak berdekatan satu sama lain
(PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 160).

46
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU LABORATORIUM

A. Bakuan Mutu
Demi menjamin tercapai dan terpeliharanya mutu dari
waktu ke waktu, diperlukan bakuan mutu berupa pedoman /
bakuan yang tertulis yang dapat dijadikan pedoman kerja bagi
tenaga pelaksana.
1. Tiap pelaksana yang ditunjuk memiliki pegangan yang jelas
tentang apa dan bagaimana prosedur melakukan suatu
aktifitas.
2. Standar yang tertulis memudahkan proses pelatihan bagi
tenaga pelaksana baru yang akan dipercayakan untuk
mengerjakan suatu aktifitas.
3. Kegiatan yang dilaksanakan dengan mengikuti prosedur baku
yang tertulis akan menjamin konsistensinya mutu hasil yang
dicapai.
4. Kebijakan mutu dibuat oleh penanggung jawab laboratorium.
5. Standar Operasional Prosedur dan instruksi kerja dibuat oleh
tenaga teknis laboratorium dan disahkan oleh penanggung
jawab Laboratorium Puskesmas (PERMENKES RI Nomor 37
Tahun 2012, Hal : 41).

B. Pemantapan Mutu
Pemantapan mutu quality assurance) laboratorium adalah
keseluruhan proses atau semua tindakan yang dilakukan untuk
menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan. Kegiatan ini
berupa Pemantapan Mutu Internal (PMI), Pemantapan Mutu
Eksternal (PME) dan Peningkatan Mutu (PERMENKES RI Nomor 37
Tahun 2012, Hal : 41).
1. Pemantapan Mutu Internal (PMI / Internal Quality Control)
Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah kegiatan
pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap
laboratorium secara terus menerus agar tidak terjadi atau
mengurangi kejadian kesalahan atau penyimpangan sehingga
diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat.

47
a. Manfaat:
1) Pemantapan dan penyempurnaan metode
pemeriksaan dengan mempertimbangkan aspek
analitik dan klinis.
2) Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga
pengeluaran hasil yang salah tidak terjadi dan
perbaikan penyimpanan dapat dilakukan segera.
3) Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan
pasien, pengambilan, pengiriman, penyimpanan dan
pengolahan dan pemeriksaan spesimen sampai
dengan pencatatan dan pelaporan telah dilakukan
dengan benar.
4) Mendeteksi penyimpangan dan mengetahui
sumbernya.
5) Membantu perbaikan pelayanan kepada pelanggan
(customer)
b. Cakupan
Objek Pemantapan Mutu Internal meliputi aktivitas:
tahap pra- analitik, tahap analitik dan tahap pasca-analitik.
1) Tahap Pra-Analitik adalah tahap mulai mempersiapkan
pasien, mengambil spesimen, menerima spesimen,
memberi identitas spesimen, mengirim spesimen
rujukan sampai dengan menyimpan spesimen.
a) Persiapan pasien
Sebelum spesimen diambil harus diberikan
penjelasan kepada pasien mengenai persiapan dan
tindakan yang hendak dilakukan.
b) Penerimaan spesimen
Petugas penerimaan spesimen harus
memeriksa kesesuaian antara spesimen yang
diterima dengan formulir permintaan pemeriksaan
dan mencatat kondisi fisik spesimen tersebut pada
saat diterima antara lain volume, warna, kekeruhan,
dan konsistensi. Spesimen yang tidak sesuai dan
memenuhi persyaratan hendaknya ditolak. Dalam
keadaan spesimen tidak dapat ditolak (via pos,
ekspedisi), maka perlu dicatat dalam buku

48
penerimaan spesimen dan formulir hasil
pemeriksaan.
c) Penanganan spesimen
Pengelolaan spesimen dilakukan sesuai
persyaratan, kondisi penyimpanan spesimen sudah
tepat, penanganan spesimen sudah benar untuk
pemeriksaan-pemeriksaan khusus, kondisi
pengiriman spesimen sudah benar.
d) Pengiriman spesimen
Spesimen yang sudah siap untuk diperiksa
dikirimkan ke bagian pemeriksaan sesuai dengan
jenis pemeriksaan yang diminta. Jika Laboratorium
Puskesmas tidak mampu melakukan pemeriksaan,
maka spesimen dikirim ke laboratorium lain dan
sebaiknya dikirim dalam bentuk yang relatif stabil.
e) Penyimpanan spesimen
Beberapa spesimen yang tidak langsung
diperiksa dapat disimpan dengan memperhatikan
jenis pemeriksaan yang akan diperiksa. Beberapa
cara menyimpan spesimen antara lain :

 Disimpan dalam lemari es dengan suhu 0oC –

8oC.
 Dapat diberikan bahan pengawet.
 Penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam
bentuk serum (PERMENKES RI Nomor 37 Tahun
2012, Hal : 42).
2) Tahap Analitik adalah tahap mulai dari persiapan
reagen, mengkalibrasi dan memelihara alat
laboratorium, uji ketepatan dan ketelitian dengan
menggunakan bahan kontrol dan pemeriksaan
spesimen.
a) Persiapan reagen
Reagen memenuhi syarat sesuai standar yang
berlaku, masa kadaluarsa tidak terlampaui, cara
pelarutan atau pencampuran sudah benar, cara
pengenceran sudah benar,

49
b) Kalibrasi dan pemeliharaan peralatan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan laboratorium adalah peralatan
laboratorium, wadah spesimen. Harus dilakukan
kalibrasi dan pemeliharaan peralatan laboratorium
secara teratur dan terjadwal. Wadah spesimen harus
bersih dan tidak terkontaminasi.
Contoh beberapa peralatan laboratorium yang
perlu dikalibrasi adalah:
 Inkubator (Incubator)
 Lemari es (Refrigerator/freezer)
 Micro Pipet
 Sentrifus (Centrifuge)
 Fotometer (Photometer)
Tabel 8.1 Pencatatan suhu alat
Nama alat :.......... ..... Ruang : .................
Suhu yang seharusnya : ................
Tgl Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

50
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Catatan:
Diganti per bulan (2x per hari), ditampilkan dalam bentuk grafik
(Untuk lemari es dicatat suhu pagi dan sore hari)
c) Uji ketelitian dan ketepatan dengan menggunakan
bahan kontrol.
d) Pemeriksaan spesimen menurut metoda dan
prosedur sesuai protap masing-masing parameter
(PERMENKES RI Nomor 37 Tahun 2012, Hal : 43).
3) Tahap Pasca-Analitik adalah tahap mulai dari mencatat
hasil pemeriksaan dan melakukan validasi hasil serta
memberikan interpretasi hasil sampai dengan
pelaporan.
Kegiatan Pemantapan Mutu Internal (PMI) lainnya yang
perlu dilakukan di Puskesmas antara lain:
a) Pembuatan alur pasien, alur pemeriksaan, cara
pengambilan spesimen.
b) Pembuatan prosedur/instruksi kerja untuk
pengambilan spesimen dan setiap jenis
pemeriksaan (PERMENKES RI Nomor 37 Tahun
2012, Hal : 44).
2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME/External Quality Control)
Pemantapan Mutu Eksternal adalah kegiatan yang
diselenggarakan secara periodik oleh pihak lain di luar
laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai
penampilan suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan
tertentu. Penyelenggaraan kegiatan Pemantapan Mutu
Eksternal dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau
internasional.

51
Setiap Laboratorium Puskesmas wajib mengikuti
Pemantapan Mutu Eksternal yang diselenggarakan oleh
pemerintah secara teratur dan periodik meliputi semua bidang
pemeriksaan laboratorium.
Pemantapan mutu eksternal untuk berbagai bidang
pemeriksaan diselenggarakan pada berbagai tingkatan, yaitu :
1) Tingkat nasional/tingkat pusat : Kementerian Kesehatan
2) Tingkat Regional : BBLK
3) Tingkat Propinsi/wilayah : BBLK/ BLK
Kegiatan pemantapan mutu eksternal ini sangat bermanfaat
bagi Laboratorium Puskesmas, karena dari hasil evaluasi yang
diperoleh dapat menunjukkan performance (penampilan/proficiency)
laboratorium yang bersangkutan dalam bidang pemeriksaan yang
ditentukan.
Dalam melaksanakan kegiatan ini tidak boleh
diperlakukan secara khusus, harus dilaksanakan oleh petugas
yang biasa melakukan pemeriksaan tersebut serta
menggunakan peralatan/reagen/metoda yang biasa digunakan,
sehingga hasil pemantapan mutu eksternal tersebut benar-
benar dapat mencerminkan penampilan laboratorium yang
sebenarnya. Setiap nilai yang diterima dari penyelenggara
dicatat dan dievaluasi untuk mencari penyebab-penyebab dan
mengambil langkah - langkah perbaikan (PERMENKES RI Nomor
37 Tahun 2012, Hal : 44).

C. Peningkatan Mutu
Peningkatan Mutu adalah suatu proses terus menerus yang
dilakukan oleh laboratorium sebagai tindak lanjut dari Pemantapan
Mutu Internal (PMI) dan Pemantapan Mutu Eksternal (PME) untuk
meningkatkan kinerja laboratorium (PERMENKES RI Nomor 37
Tahun 2012, Hal : 45).

D. Verifikasi
Verifikasi merupakan tindakan pencegahan terjadinya kesalahan
dalam melakukan kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra analitik
sampai dengan melakukan pencegahan ulang setiap tindakan/proses
pemeriksaan.

52
Adapun verifikasi yang harus dilakukan sebagai berikut:
1. Tahap pra analitik
a. Formulir permintaan pemeriksaan
1) Apakah identitas pasien, identitas pengirim (dokter, lab.
Pengirim) tanggal pemeriksaan, permintaan pemeriksaan
sudah lengkap dan jelas.
2) Apakah semua permintaan pemeriksaan sudah ditandai.
b. Persiapan Pasien
Apakah persiapan pasien sesuai persyaratan.
c. Pengambilan dan penerimaan specimen
Apakah spesimen dikumpulkan secara benar, dengan
memperhatikan jenis spesimen.
d. Penanganan specimen
1) Apakah pengolahan spesimen dilakukan sesuai persyaratan.
2) Apakah kondisi penyimpanan spesimen sudah tepat.
3) Apakah penanganan spesimen sudah benar untuk
pemeriksaan-pemeriksaan khusus
4) Apakah kondisi pengiriman spesimen sudah tepat.
e. Persiapan sampel untuk analisa
1) Apakah kondisi sampel memenuhi persyaratan.
2) Apakah volume sampel sudah cukup.
3) Apakah identifikasi sampel sudah benar (PERMENKES RI
Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 127).
2. Tahap Analitik
a. Pipetasi Reagen dan sampel
1) Apakah semua peralatan laboratorium yang digunakan
bersih, memenuhi persyaratan.
2) Apakah pipet yang digunakan sudah dikalibrasi.
3) Apakah pipetasi dilakukan dengan benar.
4) Apakah urutan prosedur diikuti dengan benar.
b. Inkubasi
1) Apakah suhu inkubasi sesuai dengan persyaratan.
2) Apakah waktu inkubasi tepat.

c. Pemeriksaan

53
Apakah alat/instrumen berfungsi dengan baik (dapat dipercaya)
hasil pemeriksaan fungsi dan hasil perawatannya.
d. Pembacaan hasil
Apakah penghitungan, pengukuran, identifikasi dan penilaian
sudah benar.
3. Tahap pasca analitik
Pelaporan Hasil
1) Apakah form hasil bersih
2) Apakah tulisan sudah jelas
3) Apakah terdapat kecenderungan hasil pemeriksaan atau hasil
abnormal (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 128).

D. Audit
Audit adalah proses menilai atau memeriksa kembali secara kritis
berbagai kegiatan yang dilaksanakan di dalam laboratorium. Audit dibagi
dalam audit internal dan audit eksternal.
Audit internal dilakukan oleh tenaga laboratorium yang sudah
senior. Penilaian yang dilakukan haruslah dapat mengukur berbagai
indikator penampilan laboratorium misalnya kecepatan pelayanan,
ketelitian laporan hasil pemeriksaan laboratorium, dan mengidentifikasi
titik lemah dalam kegiatan laboratorium yang menyebabkan kesalahan
sering terjadi.
Audit eksternal bertujuan untuk memperoleh masukan dari pihak
lain di luar laboratorium atau pemakai jasa laboratorium terhadap
pelayanan dan mutu laboratorium. Pertemuan antara kepala-kepala
laboratorium untuk membahas dan membandingkan berbagai metode,
prosedur kerja, biaya dan lain-lain merupakan salah satu bentuk dari audit
eksternal (PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 128).

E. Validasi Hasil
Validasi hasil pemeriksaan merupakan upaya untuk
memantapkan kualitas hasil pemeriksaan yang telah diperoleh melalui
pemeriksaan ulang oleh laboratorium rujukan.

Pemeriksaan ulang ini dapat dilakukan dengan cara:

54
1) Laboratorium mengirim spesimen dan hasil pemeriksaan ke
laboratorium rujukan untuk diperiksa, dan hasilnya dibandingkan
terhadap hasil pemeriksaan laboratorium pengirim.
2) Persentase tertentu dari hasil pemeriksaan positif dan negatif dikirim
ke laboratorium rujukan untuk diperiksa ulang (PERMENKES RI
Nomor 43 Tahun 2013, Hal : 128).

BAB IX

55
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Laboratorium Unit Pelaksana Teknis


Puskesmas Kampung Bali ini digunakan sebagai acuan pelaksanaan
pelayanan Laboratorium di Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung
Bali. Untuk keberhasilan pelaksanaan Pedoman Pelayanan Laboratorium
Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung Bali diperlukan komitmen dan
kerja sama semua pihak.
Hal tersebut akan menjadikan Pelayanan Laboratorium di Unit
Pelaksana Teknis Puskesmas Kampung Bali semakin optimal dan dapat
dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

56
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1647/MENKES/SK/XII/2005
tentang Pedoman Jejaring Pelayanan Laboratorium Kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
241/MENKES/SK/IV/2006 Tentang Standar Pelayanan Laboratorium
Kesehatan Pemeriksa Hiv Dan Infeksi Oportunistik.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2015
Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013
Tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2015
Tentang Pengujian Dan Kalibrasi Alat Kesehatan.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017
Tentang Keselamatan Pasien.
8. Petunjuk Praktis Tentang Ruangan, Peralatan, Reagen Dan Keselamatan
Kerja Laboratorium Puskesmas Tahun 1992.
9. Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium Puskesmas Tahun 1998.
10. Pedoman Pemeriksaan Kimia Urin Metode Carik Celup Tahun 2004.
11. Pedoman Tabel Konversi Sistem Satuan SI – Konvensional Dan Nilai
Rujukan Dewasa – Anak Parameter Laboratorium Klinik Tahun 2004
12. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penyakit Diaetes Melitus
Tahun 2005.
13. Mikroskopis TB untuk Program Tuberkulosis Nasional Tahun 2007.
14. Penjaminan Mutu Ekternal untuk Mikroskopi AFB pada Level Operasional
Tahun 2009.
15. Pedoman Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Puskesmas Tahun 2011.
16. Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar (Good Laboratory Practice
Tahun 2011.
17. Pedoman Nasional Penangan Infeksi Menular Seksual Tahun 2011.
18. Pedoman Pelatihan Pemeriksaan Terkait HIV Bagi Petugas Laboratorium
Tahun 2012.
19. Pedoman Tatalaksana sifilis untuk pengendalian sifilis di layanan
kesehatan dasar tahun 2013.

57

Anda mungkin juga menyukai