TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
BUKU AJAR
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
i
PRAKATA
sadar bahwa selama ini kita terlalu banyak berkiblat ke luar negeri, dan mempunyai
ketergantungan yang cukup besar terhadap komponen bahan pakan impor. Pada saat
itu, banyak peternak yang mengalami kebangkrutan karena tidak mampu membeli
ransum. Pelajaran berharga tersebut menjadikan kita harus mencari alternatif bahan
makanan yang bersifat inkonvensional yang tidak bersaing dengan kebutuhan manusia,
harganya murah, bersifat lokal, tetapi mempunyai kandungan nutrisi yang memadai
untuk ternak.
Beberapa bahan pakan, seperti pakan limbah dan yang bersifat inkonvensional
kandungan serat kasar dan karbohidrat bukan pati (“Non Starch Polysacharides” = NSP)
dalam pakan akan berpengaruh negatif terhadap kecernaan ransum pada ternak
monogastrik. Demikian juga halnya dengan kandungan asam fitat dan taninya yang
tinggi menjadi faktor pembatas penggunaannya dalam ransum, khususnya ransum untuk
ternak unggas.
Dalam Buku Ajar ini, dikupas ihwal klasifikasi pakan limbah, limbah industri
pertanian, limbah perkebunan, limbah perikanan dan peternakan, jerami, dan hasil-hasil
penelitian mengenai pengaruh ransum berbasis limbah terhadap kuantitas dan kualitas
produksi ternak. Dengan demikian, bahan ajar ini akan sangat berguna dan membantu
sekali dalam pemahaman mengenai kuantitas dan kualitas bahan pakan limbah maupun
pakan inkonvensionil. Pemanfaatan teknologi serta level pemberian pakan limbah yang
ii
Sasaran utama pengguna buku ajar ini adalah mahasiswa peternakan tingkat
sarjana untuk menunjang Mata Kuliah “Limbah Untuk Pakan Ternak (MKB 7056)”
Selain itu, buku ini juga akan bermanfaat bagi mereka yang berkecimpung atau
setidaknya menaruh minat di bidang peternakan, karena dalam buku ini juga diberikan
beberapa hasil penelitian dan pemanfaatan berbagai macam limbah, baik dengan
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, atas waktu dan dorongan yang diberikan
sehingga penyusunan buku ajar ini dapat terselesaikan. Penerbitan buku ini pun akan
sulit terwujud bila tidak ada kesempatan dan bimbingan dari bapak Prof. Ir. Dewa Ketut
Harya Putra, M.Sc. Ph.D. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang tulus kepada beliau. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada teman-
teman sejawat yang banyak membantu dalam penulisan Buku Ajar ini
Akhirnya, penulis berharap semoga buku ajar ini berguna untuk menambah
ditingkatkan. Buku ajar yang sederhana ini tidak akan sempurna bila tidak ada kritik
saran dari pembaca. Oleh karena itu, segala kritik dan saran untuk kesempurnaan buku
Hormat kami,
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
halaman
PRAKATA ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi
I. RANSUM UNTUK TERNAK ………………………………….................. 1
1.1 Unsur Nutrisi pada Pakan …...………………………………………... 1
1.2 Pengertian Ransum untuk Ternak …………………………………….. 2
1.3 Pengertian Limbah .............................. ……………………………….. 4
1.4 AntiNutrisi Pakan Limbah …………………………………................. 5
1.5 Jenis Pakan Limbah untuk Ternak ……………………………………. 7
1.6 Pertimbangan Teknis dan Ekonomis ………………………………….. 9
II. KLASIFIKASI PAKAN LIMBAH ………………………………………. 12
2.1 Pakan Limbah Sumber Protein ….…………………………………….. 12
2.2 Pakan Limbah Sumber Energi ………………………………………… 12
2.3 Pakan Limbah Sumber Lemak ………………………………………... 17
2.4 Pakan Limbah Berserat ………………..……………………………… 20
2.4.1. Jerami ........................................................................................... 22
2.4.2 Jerami Sebagai Pakan Ternak ....................................................... 24
2.5 Pakan Limbah Sumber Mineral ……………………………………….. 29
2.6 Pakan Limbah Sumber Vitamin ………………………………………. 31
2.7 Pakan Limbah Sumber Enzim ………………………………………… 32
2.7.1. Produksi Enzim Hewani ………………………………………... 32
2.7.2. Produksi Enzim Tanaman ……………………………………… 34
2.7.3. Produksi Enzim Mikroba ………………………………………. 35
2.7.4. Isolasi Enzim …………………………………………………… 37
2.8 Pakan Limbah Sumber Hormon ………………………………………. 40
III. LIMBAH INDUSTRI PERTANIAN …………………………………….. 42
3.1 Potensi Limbah Kulit Biji ...................................................................... 42
3.1.1. Kulit Biji Kacang Kedelai …………………………………... 43
3.1.2. Bungkil Kacang Kedelai……………………………………… 44
3.2 Ampas Tahu…………………………………………………………… 45
3.3 Pollard ………………………………………………………………… 48
iv
3.4 Dedak Padi…………………………………………………………….. 51
3.5 Bungkil Kelapa ………………………………………………………... 53
3.6 Onggok ………………………………………………………………... 54
IV. LIMBAH PERKEBUNAN ………………………………………………… 58
4.1 Kulit Cokelat (Theobroma cacao)…………………………………….. 58
4.2 Bungkil Inti Kelapa Sawit ……………………………………………. 61
4.3 Pelapah Sawit …………………………………………………………. 63
4.4 Batang Pisang (Musa paradisica) …………………………………….. 66
V. LIMBAH PERIKANAN DAN PETERNAKAN .……………………… 68
5.1 Limbah Ikan dan Udang ……………………………………………… 68
5.2 Tepung Darah …………………..……………………………………... 69
5.3 Kotoran Ayam…………………………………………………………. 69
5.4 Bulu Ayam…………………………………………………………….. 73
5.5 Isi Rumen……………………………………………………………… 77
VI. BAGIAN PENUTUP ………………………………………………………. 81
6.1 Limbah Pakan Ternak Alternatif ……………………………………… 81
6.2 Pertimbangan Teknis dan Ekonomis ………………………………….. 81
6.3 Aplikasi Produk Bioteknologi ………………………………………… 84
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 86
v
DAFTAR TABEL
2.1. Kandungan protein dari beberapa bahan pakan asal hewan .................... 13
2.2. Pencapaian berat badan akhir, pertambahan berat badan dan 18
prosentase karkas dari itik yang mengkonsumsi ransum dengan
penggunaan lemak sapi sebagai pengganti sebagian energi jagung ( 0-7
minggu ) ..................................................................................................
2.3. Bilangan iodium dari beberapa bahan pakan untuk ternak ..................... 19
2.4. Tabel 2.4. Jenis jerami dengan kandungan nutrisinya ............................. 24
2.5. Tabel 2.5. Pengaruh penggunaan zeolit dalam ransum terhadap nilai 30
cerna dan laju aliran ransum pada ayam broiler .....................................
2.6. Enzim yang terdapat dan dapat diekstrak dari hewan dan tanaman ....... 33
2.7. Beberapa jenis mikroba yang menghasilkan enzim yang diproduksi 36
untuk tujuan komersial ............................................................................
3.1. Komposisi kimia kacang kedelai dan kulit ari kacang kedelai, yang 43
dipeoleh lewat perebusan (cara A) dan perebusan-perendaman (cara B)
3.2. Tabel 3.2. Pengaruh penambahan enzim cairan rumen pada wheat 49
pollard terhadap persentase polisakarida, oligosakarida, dan energi
termatabolis wheat pollard pada broiler .................................................
3.3. Perubahan kadar gula, polisakarida, oligosakarida, dan energi 50
termetabolis wheat pollard yang diberi enzim rumen .............................
3.4. Komposisi kimia berbagai jenis dedak padi ............................................ 52
3.5. Tingkat penggunaan dedak padi dalam ransum unggas dan babi ........... 53
3.6. Perubahan zat gizi onggok sebelum dan sesudah difermentasi dengan 56
kapang Aspergillus niger .........................................................................
4.1. Pengaruh penggunaan pod kakao yang disuplementasi ragi tape dalam 61
ransum terhadap distribusi lemak tubuh (% berat potong) itik Bali
jantan umur 8 minggu ..............................................................................
5.1. Pengaruh penggunaan kotoran ayam ras petelur dalam ransum terhadap 70
produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum pada ayam Lohmann
Brown fase peneluran pertama ................................................................
5.2. Kandungan zat makanan pada kotoran ayam ras .................................... 71
5.3. Kandungan zat makanan dari isi rumen sapi, kerbau, dan domba .......... 78
vi
DAFTAR GAMBAR
No teks Halaman
vii
1
Setiap bahan pakan atau pakan ternak, baik yang sengaja kita berikan kepada
konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan
pakan tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi tekstur dan strukturnya.
Unsur nutrisi yang terkandung dalam bahan pakan secara umum terdiri atas
air, mineral, protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin. Setelah dikonsumsi oleh
ternak, setiap unsur nutrisi berperan sesuai dengan fungsinya terhadap tubuh ternak
untuk mempertahankan hidup dan berproduksi secara normal. Unsur nutrisi tersebut
dapat diketahui melalui proses analisis terhadap bahan pakan, yang dilakukan di
Pengetahuan tentang komposisi kimia atau nutrien dari berbagai bahan pakan
yang akan digunakan dalam penyusunan ransum juga mesti harus diketahui oleh para
penyusunan ransum. Komposisi kimia dari beberapa macam pakan yang sering
digunakan dalam penyusunan ransum unggas juga sudah tersaji dalam bentuk tabel
yang mudah digunakan. Oleh karena itu, untuk dapat menyusun ransum, dibutuhkan
tabel kebutuhan akan zat makanan dari ternak beserta tabel komposisi bahan pakan
produksi.
1
2
Molases sebagai bahan dasar pakan pemacu merupakan bahan pakan yang
Setiap kilogram urea mempunyai nilai yang setara dengan 2,88 kg protein kasar
Ransum atau ration adalah sejumlah bahan pakan atau campuran beberapa
bahan pakan yang dijatahkan untuk ternak dalam sehari yang disusun sedemikian
pertumbuhan, umur, berat badan, dan status fisiologis dari ternak bersangkutan.
berfungsinya organ tubuh yang penting, bobot badan ayam akan menurun dan
akhirnya mati. Dalam keadaan kekurangan energi, simpanan energi tubuh yang
tubuh, (2) simpanan lemak tubuh, dan (3) jaringan protein tubuh.
yang diberikan kepada ternak selama 24 jam di mana pemberiannya dapat dilakukan
sekali atau beberapa kali selama 24 jam tersebut. Ada dua macam istilah tentang
sempurna adalah kombinasi beberapa bahan pakan yang bila dikonsumsi secara
3
normal dapat mensuplai zat makanan kepada ternak dalam perbandingan, jumlah,
dan bentuk sedemikian rupa sehingga berbagai fungsi fisiologis dalam tubuh dapat
berjalan normal.
Ransum seimbang adalah porsi makanan sehari-hari dari ternak yang disusun
sedemikian rupa agar mengandung bagian zat makanan yang cocok untuk kesehatan,
mempengaruhi banyaknya ransum yang dikonsumsi oleh ayam. Apabila ayam yang
sedang tumbuh atau bertelur diberi ransum dengan zat makanan yang seimbang,
maka ayam tersebut akan mengkonsumsi energi dalam jumlah yang tetap per
harinya.
Pakan penguat konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah sejenis pakan
komplet yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan sebagai
penguat. Pakan itu mudah dicerna, karena terbuat dari campuran beberapa bahan
di bawah 0,5% dari total ransum), sebelum dicampurkan dalam ransum, terlebih
dahulu bahan tersebut dicampurkan dengan bahan pakan lain seperti dedak padi.
Setelah semua bahan disebarkan sesuai dengan urutan, selanjutnya lingkaran tersebut
di bagi empat. Masing-masing bagian dicampur rata dan setelah rata betul kemudian
keempat bagian tersebut digabung menjadi satu dan kembali diaduk sehomogen
Beberapa hal perlu diperhatikan dalam pembuatan pakan penguat, yaitu (1)
beberapa bahan pakan mudah diperoleh di suatu daerah, dengan harga bervariasi,
4
sedang di beberapa daerah lain sulit didapat. Harga per unit bahan pakan sangat
berbeda antara satu daerah dan daerah lain, sehingga keseragaman harga per unit
nutrisi (bukan harga per unit berat) perlu dihitung terlebih dahulu dan (2) kualitas
kandungan energi dan potein. Sebagai pedoman, setiap kilogram pakan penguat
harus mengandung minimal 2500 kkal energi, 17% protein, dan serat kasar 12%.
dan umumnya mempunyai komposisi kimia yang serupa ataupun sama seperti yang
diperlukan untuk hidup. Protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin adalah zat-
Konsentrat adalah campuran pakan yang mengandung serat kasar kurang dari
18% dan biasanya kaya akan protein atau energi. Konsentrat protein adalah
campuran dari beberapa macam bahan pakan dengan kandungan protein di atas 20%.
energi.
Tidak ada sumber bahan pakan, baik itu murni dihasilkan untuk pakan ternak
bahan pakan yang lain ke dalam bahan pakan tersebut sehingga terjadi substitusi
(saling melengkapi).
Bila dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (l998), pengertian limbah
secara harfiah didefinisikan sebagai sisa proses produksi dan air buangan pabrik.
Pengertian sisa di sini harus diartikan sebagai bahan sampingan yang tersisa setelah
5
proses produksi utama selesai. Winarno (l985) mendefinisikan secara khusus limbah
pertanian, yaitu bahan yang merupakan buangan dari proses perlakuan atau
adalah hasil sampingan yang dihasilkan dari pertanian dan belum termanfaatkan
perikanan, maka pengertian limbah akan lebih luas lagi termasuk bahan sampingan
(“by product”), bahan terbuang, dan bahan tidak terpakai (“waste product”).
Apabila limbah tersebut dapat dimanfaatkan secara tepat dan optimal, akan
dapat diperoleh pakan yang murah dan bermutu, sehingga itu akan dapat
produktivitas ternak, dan membuka peluang usaha, yang sekaligus dapat mengatasi
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh produksi limbah yang tidak ditangani
dengan baik.
tidak dapat dicerna dan proporsi yang tidak tercerna tersebut cukup besar (protein,
karbohidrat, dan mineral). Pada ternak monogastrik termasuk unggas, serat kasar
dapat dikatakan tidak dapat dicerna, sedangkan protein hampir 50% terbuang sebagai
feses. Walaupun ternak ruminansia memiliki rumen untuk membantu mencerna serat
Keterbatasan nutrisi lainnya pada pakan limbah asal nabati adalah kandungan
serat kasarnya yang relatif lebih tinggi daripada bahan pakan asal hewani. Ternak
unggas hanya mampu mencerna serat kasar lebih kurang 20-30% dan itu berlangsung
6
di bagian sekum dan kolon. Namun, serat kasar pada ransum ternak unggas ternyata
mempunyai fungsi yang sangat penting, khususnya dalam upaya mengatasi kanker
Misalnya, limbah yang bersumber dari proses penggilingan dedak padi mempunyai
density yang bervariasi, yaitu berkisar antara 0,24-0,30 g/cm3 (BoGohl, 1975).
Limbah yang berasal dari proses ekstraksi minyak, seperti bungkil kelapa, bungkil
kacang kedelai, dan bungkil kacang tanah mempunyai density berkisar antara 0,40-
0,60, sedangkan limbah yang bersumber dari hewan/ikan, seperti tepung daging dan
tepung ikan mempunyai angka density yang paling tinggi, yaitu berkisar antara 0,45-
0,64 g/cm3. Adanya sifat “bulky” tersebut menyebabkan konsumsi pakan akan
terbatas khususnya pada ternak unggas. Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan
proses pelleting.
menggunakan lebih dari satu bahan pakan asal nabati dengan tujuan untuk saling
melengkapi kelebihan dan kekurangan asam amino. Dengan demikian, bahan pakan
limbah asal hewani hanya sebagai pelengkap saja, mengingat harganya lebih mahal
ransum erat kaitannya dengan harga dan kandungan nutrisi dari ransum yang dibuat.
Kandungan asam amino asal protein nabati umumnya rendah, tidak seimbang, dan
juga tidak lengkap. Bungkil kacang kedelai misalnya, sangat baik digunakan dalam
dengan bungkil kacang tanah; kandungan asam amino lysinnya rendah. Hal yang
sama juga terjadi pada bungkil kelapa; asam amino lysin dan metioninnya rendah.
Tidak ada sumber bahan pakan, baik yang murni dihasilkan untuk pakan
bahan pakan yang lain ke dalam bahan pakan tersebut sehingga terjadi substitusi
(saling melengkapi).
Bahan pakan limbah untuk ternak terbagi atas bahan pakan asal nabati atau
yang bersumber dari produk pertanian, bahan pakan asal hewani atau bahan pakan
asal produk perikanan, dan pakan limbah pelengkap yang umumnya buatan pabrik,
nutrisi. Pakan limbah nabati mempunyai porsi 90 – 94% dari total formulasi ransum
ternak nonruminansia (Rasyaf, 2005). Hal tersebut disebabkan karena bahan pakan
nabati umumnya sebagai sumber energi yang harus selalu terpenuhi dalam
penyusunan ransum.
Karena demikian beragamnya jenis limbah yang ada, maka ada baiknya
limbah tersebut diklasifikasikan menjadi beberapa jenis limbah, antara lain sebagai
berikut ini :
8
kedelai, jerami kacang tanah, daun singkong, pucuk tebu, dan sebagainya.
dedak padi, dedak jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan bungkil
kacang tanah.
3. Limbah peternakan, seperti kotoran ayam, isi rumen, bulu ayam, lemak
digunakan sebagai pakan ternak, antara lain pucuk tebu dan daun tebu,
(molasis), ampas kelapa sawit, ampas tebu (bagase), onggok, dan bagian
sampah seperti kulit kopi, kulit coklat, serta air buangan sawit.
6. Limbah tata boga yang meliputi limbah hasil restauran, hotel, rumah
tangga, dan pasar. Limbah tersebut berupa sisa dapur, hotel, dan sisa
sayuran di pasar yang merupakan limbah pasar yang cukup banyak serta
Bahan pakan yang akan digunakan harus tersedia dalam waktu yang lama
atau ketersediaannya harus kontinyu. Bahan pakan yang sudah tersedia pada suatu
dedak padi dan bekatul untuk ternak juga akan berlimpah. Lain halnya dengan bahan
pakan yang diproduksi secara terbatas akan menghasilkan bahan pakan yang terbatas
bahan pakan oleh peternak tradisional adalah tepung daun singkong, tepung ubi
kayu, tepung sisa rumah potong, limbah tempe, kulit biji kacang kedelai, kulit
cokelat, dan lain-lain. Walaupun dari segi nutrisi bahan pakan tersebut dapat
utama penyusun ransum ternak. Contoh spesifik untuk di Indonesia adalah ubi kayu.
Ubi kayu produksinya cukup banyak, tetapi karena bahan ini masih banyak
digunakan untuk industri dan pangan manusia, serta kandungan nutrisinya yang
rendah maka ubi kayu tidak layak digunakan dalam penyusunan ransum ternak.
Produksi pertanian yang besar tentu akan menghasilkan banyak bahan pakan
menghasilkan dedak dan bekatul. Karena itu, dedak padi selalu digunakan dalam
10
penyusunan ransum ternak. Selanjutnya, karena buah kelapa dan kelapa sawit banyak
dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng, maka hasil samping
pembuatan minyak goreng itu dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, seperti
bungkil kelapa dan bungkil sawit. Dapat dikatakan bahwa bahan pakan yang banyak
Bahan pakan untuk ternak tidak boleh bersaing dengan manusia. Apabila
manusia lebih banyak membutuhkannya, maka bahan pakan tersebut tidak boleh
diberikan pada ternak, misalnya kacang kedelai. Namun demikian, bungkil kacang
digunakan sebagai bahan pakan, apabila harganya mahal, maka penggunaan bahan
atau peran bahan pakan itu sebagai bahan pakan ternak akan tersisihkan. Murah
ataupun mahalnya suatu bahan pakan harus dinilai dari manfaat bahan pakan itu
sendiri, yang merupakan cermin dari kualitasnya dan hasil yang diperoleh. Tepung
ikan misalnya, harganya memang mahal, tetapi bila dibandingkan dengan kandungan
proteinnya yang tinggi dan kelengkapan asam aminonya serta manfaat yang
diperoleh, maka penggunaan tepung ikan sebagai bahan pakan sumber protein
menjadi murah.
maka bahan pakan tersebut tidak dapat digunakan sebagai bahan pakan unggas. Bagi
ternak monogastrik, batasannya adalah kandungan serat kasar suatu bahan. Semakin
11
dalamnya memegang peran penting untuk menentukan apakah bahan pakan tersebut
berperan atau tidak. Bahan pakan limbah yang mudah membentuk racun atau mudah
cemar juga tidak dapat digunakan sebagai bahan pakan. Bungkil kelapa misalnya,
meskipun masih tetap digunakan karena kandungan minyaknya masih tinggi, ransum
yang mengandung bungkil kelapa dalam proporsi tinggi akan mudah tengik. Karena
Umumnya pakan limbah sebagai sumber protein ini sangat sulit didapat. Ada
saja faktor pembatas penggunaannya sebagai sumber protein. Misalnya, tepung bulu
ayam kandungan protein kasarnya tinggi dan dapat mencapai 75%. Akan tetapi,
karena nilai cerna proteinnya rendah yang disebabkan oleh adanya proses keratinisasi
pada bulu ayam tersebut, menyebabkan pakan limbah ini masih jarang digunakan
protein kasarnya harus di atas 20%, (2) kandungan serat kasarnya di bawah 18%, dan
(3) nilai cerna bahan tersebut di atas 75%. Berdasarkan kriteria tersebut, sangat sulit
kecernaan rendah serta mengandung serat kasar yang tinggi. Namun demikian,
produk fermentasi dari pakan limbah tersebut akan dapat mengatasi semua hal
tersebut di atas.
penambahan urea yang apabila dianalisis akan memberikan kandungan protein kasar
yang tinggi. Hal lain yang ditakutkan adalah bahwa dalam proses pembuatan tepung
ikan di kapal yang berlangsung terlalu lama dan menerima panas yang terlalu tinggi,
dapat terbentuk racun yang bila dikonsumsi dapat menimbulkan penyakit muntah
dari hasil samping pengolahan ikan, sehingga kualitasnya masih rendah. Namun
12
13
sumber utama asam amino lysin dan metionin serta sebagai sumber mineral fosfor
Pada Tabel 2.1, tersaji kandungan protein dan energi termetabolis beberapa
bahan pakan yang bersumber dari hewan yang umumnya digunakan dalam
penyusunan ransum.
Tabel 2.1. Kandungan protein dari beberapa bahan pakan asal hewan
Keterbatasan lain dari pakan limbah sumber protein adalah adanya antinutrisi
(antitripsin) pada pakan limbah biji-bijian, yang dapat menurunkan kecernaan dalam
amino dari pakan limbah tersebut (Rooke et al., 1996; Beal et al., 1999).
Umumnya ada dua asam amino yang menjadi masalah (kekurangan) pada
pakan limbah yang bersumber dari biji-bijian, yaitu asam amino metionin dan lysin.
14
Masalah tersebut dapat diatasi dengan melakukan penambahan dengan asam amino
sintetis yang sudah banyak beredar di pasaran, yaitu DL-Metionin yang mangandung
peternakan sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, harga asam amino tersebut sangat
dipakai. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shin et al. (l992) melaporkan bahwa
kacang kedelai, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu, tepung bulu
Kriteria utama pakan limbah sumber energi ini antara lain (1) kandungan
protein kasarnya di bawah 20% dan (2) kandungan serat kasarnya lebih rendah dari
18%. Serat kasar untuk ternak ruminansia digunakan untuk sumber energi karena
serat kasar tersebut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan. Namun,
Umumnya pakan limbah yang sering digunakan sebagai sumber energi adalah
lemak hewan yang bersumber dari sapi. Kandungan energi termetabolis dari lemak
sapi (tallow) sebesar 7700 kkal/kg. Lemak hewan mengandung lemak kasar sebesar
banyak digunakan untuk ransum unggas pedaging. Hal ini logis karena pertumbuhan
ayam pedaging sangat cepat dan kebutuhan akan energi termetabolisnya sangat
tinggi, yaitu berkisar antara 3.000-3.200 kkal/kg, dan akan sangat sulit dicapai kalau
ransum.
atau mash,
3. dapat memenuhi kebutuhan akan energi dalam ransum, karena lemak atau
6. sebagai sumber vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K), dan
7. sebagai sumber asam lemak esensial yang sangat dibutuhkan oleh ternak
Menurut Lloyd et al. (l978), di antara komponen lemak yang paling penting
adalah asam lemak. Asam lemak digolongkan menjadi dua, yaitu asam lemak jenuh
dan tidak jenuh. Asam lemak jenuh antara lain asam laurat, miristat, palmitat, dan
16
stearat, sedangkan asam lemak jenuh meliputi asam palmitoleat, oleat, linoleat, dan
arakidonat.
lain-lain hampir semuanya terjadi di dalam duodenum dan jejunum. Di dalam kedua
organ ini terdapat garam empedu dan lipase pankreas. Di dalam duodenum, garam
menjadi butiran yang lebih kecil yang selanjutnya diikuti dengan masuknya lipase
Lipida yang sudah tercerna dan sebagian larut dalam air membentuk misel
yang stabil. Misel tersebut terdiri atas asam lemak rantai panjang, monogliserida,
dan asam empedu yang terdifusi ke permukaan sel mukosa, selanjutnya diserap
(Anggorodi, 1985). Hampir semua lemak disimpan dalam jaringan lemak atau
daging dalam bentuk trigliserida. Ternak yang dalam keadaan puasa atau bila
glukosa di dalam ransum tidak cukup, trigliserida akan dirombak kembali sebagai
Sifat dari lemak tubuh ternyata sangat dipengaruhi oleh sifat lemak dari
sumber bahan pakan yang diberikan. Hal ini sangat penting karena derajat kekerasan
lemak tubuh tersebut adalah suatu faktor yang menarik dalam nilai pemasaran dari
karkas daging ternak (Anggorodi, 1980). Pada ternak unggas, apabila ransumnya
mengandung kadar lemak yang tinggi, maka macam lemak dalam bahan makanan itu
akan sangat berpengaruh terhadap sifat lemak yang dibentuk di dalam tubuh unggas.
Lemak cadangan dalam tubuh tidak hanya terbentuk dari lemak yang
dimakan, tetapi berasal pula dari karbohidrat dan ada kalanya dari protein. Lebih
kurang 50 persen dari jaringan lemak terdapat di bawah kulit dan sisanya ada di
17
sekeliling alat-alat tubuh tertentu, utamanya ginjal, dalam membran sekeliling usus,
dalam urat daging, dan di tempat lainnya di dalam tubuh. Asam lemak dalam lemak
bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan ransum akan disimpan dalam tubuh
kacang tanah, maka daging akan menjadi begitu lunak sehingga mutunya rendah.
Pakan limbah yang termasuk golongan sumber energi antara lain : dedak
padi, pollard, onggok, limbah roti, limbah hotel, dan lain sebagainya. Hampir semua
hijauan dari kelompok non leguminosa merupakan bahan pakan sumber energi.
Demikian juga halnya dengan kelompok jerami, seperti jerami padi, jerami jagung,
Lemak sapi (beef tallow) merupakan bahan pakan alternatif yang dapat
dicoba, khususnya karena merupakan sumber energi yang sangat potensial, yaitu
dengan energi metabolis 7010 kkal/kg (Scott et al., 1982). Lemak sapi juga
merupakan sumber asam lemak esensial. Pemanfaatan lemak sapi sebagai pengganti
sebagian energi jagung secara ekonomis menguntungkan, karena harga lemak sapi
extra caloric effect, yaitu sampai batas-batas tertentu dapat saling menggantikan
menguntungkan karena lebih kecil panas yang terbuang dalam proses metabolisme
Pada Tabel 2.2, tersaji hasil penelitian Udayana (2005) yang menunjukkan
bahwa tidak ada masalah dengan penggantian energi jagung dengan energi lemak
sapi hingga batas tertentu. Penggantian energi jagung dengan energi lemak sapi
hingga 30% tidak berpengaruh terhadap pencapaian berat badan akhir dan
pertambahan berat badan itik. Pengaruhnya menjadi nyata ketika penggantian itu
Tabel 2.2. Pencapaian berat badan akhir, pertambahan berat badan dan prosentase
karkas dari itik yang mengkonsumsi ransum dengan penggunaan lemak sapi
sebagai pengganti sebagian energi jagung ( 0-7 minggu )
Lemak Berat
Berat Badan Pertambahan
Badan Karkas
(%) Akhir Berat Badan
Awal (%)
(g/ekor) (g/ekor/7 mg)
(g/ekor)
berubahnya kecernaan ransum itu sendiri yang secara langsung berpengaruh pada
penyediaan zat makanan bagi penampilan ternak itu sendiri. Unggas mempunyai
19
kemampuan yang sangat terbatas dalam mencerna lemak, terutama pada periode
awal dari pertumbuhannya (Scott et al., 1982 ). Kondisi seperti ini akan berpengaruh
terhadap berkurangnya pertambahan berat badan, lebih rendahnya berat badan akhir
Umumnya ternak yang diberi ransum berkadar lemak tidak jenuh yang tinggi
lemak tubuhnya akan lunak. Jadi, semakin tinggi derajat ketidakjenuhan dari lemak,
maka semakin tinggi pula bilangan iodiumnya dan semakin lunak pula lemaknya.
Pengukuran derajat ketidakjenuhan dari lemak dapat dilihat pada nilai bilangan
iodiumnya. Semakin tinggi nilai bilangan iodiumnya, semakin tinggi pula kandungan
Pada Tabel 2.3, tersaji nilai bilangan iodium dari beberapa bahan pakan yang
Tabel 2.3. Bilangan iodium dari beberapa bahan pakan untuk ternak
Lemak babi 63 72
Lemak mentega 36 56
Minyak kelapa 8 35
ransum. Apabila setelah beberapa lama bahan makanan yang kaya akan lemak tidak
20
jenuh diberikan, kemudian diganti dengan ransum yang akan menghasilkan lemak
keras, maka lemak yang ditimbun lama kelamaan akan menjadi keras.
mengandung serat kasar yang tinggi. Serat kasar merupakan komponen dinding sel
tanaman yang sulit dicerna oleh ternak nonruminansia dan tidak mengandung nilai
nutrisi.
Serat adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna secara enzimatis
(enzim yang dikeluarkan oleh unggas) sehingga tidak digolongkan sebagai sumber
zat makanan (Linder, 1985). Menurut Chot dan Annison (1990), serat kasar
merupakan bagian dari karbohidrat setelah dikurangi bahan ekstrak tanpa nitrogen
(BETN).
air, sehingga dikenal serat yang tidak larut dan yang larut dalam air. Serat yang tidak
larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang larut adalah
komponen nonstruktural. Serat yang tidak larut dalam air banyak terdapat pada kulit
Penggunaan serat terlarut dalam ransum, seperti agar dan keragenan yang
1. penyerap air dan membentuk massa atau gumpalan yang merangsang gerakan
usus;
ganas kanker;
pati rendah. Salah satu dari polisakarida bukan pati yang dapat mengganggu
kecernaan lemak, protein, dan bahan kering adalah arabinoxylan (Ward dan
susunan dengan yang lain dalam polisakarida (Chot dan Annison, 1990; Chot, 2001).
Hal ini dimaksudkan untuk memutuskan ikatan lignoselulosa yang sulit dicerna oleh
dapat mendepolimerisasi polisakarida bukan pati yang larut ataupun tak larut ke
dalam bentuk polimer yang lebih kecil (Pack dan Bedford, 1997), dan mampu
Basyir (l999) melaporkan bahwa arti penting serat kasar bagi ternak unggas
antara lain sebagai pemelihara struktur dan fungsi normal dari saluran pencernaan.
Pengaruh positif serat kasar pada ternak monogastrik dapat dibedakan menjadi tiga.
1. Serat kasar dapat mengurangi populasi sel goblet pada epitel usus.
oleh usus meningkat karena lendir dari sel goblet tersebut dalam saluran
2. Serat kasar dalam jangka lama dengan jumlah yang moderat berpengaruh
positif terhadap penyerapan mineral makanan. Hal ini terbukti dari hasil
waktu yang lama ternyata dapat meningkatkan retensi mineral sodium dan
ransum ternyata dapat meningkatkan retensi mineral copper (Co) dan besi
(Fe).
3. Serat kasar yang tinggi dalam ransum dan diberikan dalam waktu yang lama
2.4.1. Jerami
Indonesia terletak pada garis khatulistiwa sebagai kumpulan dari ribuan pulau-pulau
kecil (archipelago). Keadaan alam seperti ini menghasilkan iklim yang sangat
mendukung bagi kelangsungan hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Kondisi
tersebut telah menjadikan Indonesia sebagai negara agraris dan maritim yang sangat
subur. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang sangat besar dalam
sebagai komoditas usaha dan profesi. Kebutuhan akan pangan dalam negeri dapat
Terkait dengan itu, setiap panen raya pertanian tanaman pangan di Indonesia
ini selalu membawa hasil sampingan atau limbah pertanian yang cukup besar pula.
Setiap tahunnya dihasilkan limbah pertanian yang sangat berlimpah hingga mencapai
jutaan ton. Limbah pertanian ini terdiri atas jerami padi, daun jagung, batang jagung,
23
daun kedelai, daun kacang tanah, dan ubi kayu. Jerami padi merupakan limbah
pertanian terbesar dengan jumlah sekitar 20 juta ton per tahun. Sebagian besar
jerami padi tidak dimanfaatkan, karena selalu dibakar setelah proses pemanenan. Di
lain pihak, sektor peternakan membutuhkan makanan ternak (pakan) yang harus
Jerami sudah tak asing lagi bagi petani peternak di Indonesia. Hal ini karena
ketersediaannya cukup melimpah sepanjang tahun, terutama pada saat panen raya
padi tiba. Jerami tersebut dimanfaatkan sebagai campuran atau makanan ternak jika
persediaan hijauan segar sudah tak mencukupi kebutuhan untuk konsumsi ternak.
nutrisi dari limbah pertanian tersebut. Berdasarkan realita yang ada, jerami umumnya
mengandung energi netto yang rendah per satuan berat. Kadar seratnya tinggi, yaitu
dalam keadaan kering mengandung serat kasar lebih dari 10% sehingga nilai hayati
jerami padi sangat rendah. Daya cernanya sekitar 40%, jumlah konsumsinya di
bawah 2% bobot badan ternak, dan kadar proteinnya 3 – 5%. Namun, untuk hidup
ternak ruminansia dibutuhkan bahan hijauan pakan dengan nilai kecernaan minimal
Jenis jerami dan kandungan nutrisi yang terdapat di dalamnya tersaji pada
Tabel 2.4. Apabila dilihat dari kandungan protein kasarnya, maka jerami kacang
kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang otok sangat bagus digunakan
Nutrien
Nama Bahan
BK (%) PK (%) LK (%) SK (%) TDN (%)
Rendahnya tingkat kecernaan jerami padi, karena ikatan yang terjadi pada
jerami padi (selulosa dan hemiselulosa) ini sulit dipecah oleh mikroba rumen. Karena
itu, jerami yang dikonsumsi ini pun sulit dicerna dan banyak yang tidak
jerami yang tergolong marginal itu, maka untuk mencapai hasil optimal dalam
(konsentrat).
Selama ini di Bali ternak terutama jenis ruminansia dipelihara hanya dengan
diberi pakan berupa rumput dan hijauan segar saja. Namun, dengan semakin
pemenuhannya.
Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Provinsi Bali tahun 2004, luas areal
sawah (luas tanam) tahun 2004 adalah seluas 153.121 ha. Luas panen tanaman padi
25
selama satu tahun dari bulan Januari sampai Desember tahun 2004 adalah sebesar
144.146 ha. Tiap hektar tanaman padi dapat menghasilkan 3,86 ton bahan kering
jerami padi atau setara dengan 9,65 ton jerami segar. Dengan demikian, dalam satu
dikonversikan dengan kebutuhan ternak terutama sapi dengan konsumsi berat kering
saja, yaitu jerami padi. Bagaimana halnya dengan jenis jerami yang lainnya yang
jumlahnya juga cukup besar. Kalau potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara
optimal, maka akan dapat diperoleh kontribusi yang besar terhadap pengembangan
ternak ke depannya. Dengan memanfaatkan jerami sebagai pakan ternak, akan dapat
ditingkatkan daya tampung ternak, serta ditingkatkan efisiensi usaha, karena tidak
Jerami padi (Oriza sativa) adalah salah satu contoh limbah pertanian yang
Jerami padi merupakan limbah pertanian yang paling banyak, yaitu sekitar 43% dari
yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan akan hijauan pakan di Indonesia
Jerami padi adalah limbah dari pemanenan tanaman padi yang berupa daun
atau batang tanaman padi setelah dipanen atau diambil gabahnya. Yang dimaksud
dengan jerami padi adalah bagian batang tumbuh yang setelah diambil bulir-bulir
26
buah bersama atau tidak dengan tangkainya dikuranggi dengan akar dan bagian
Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak masih sangat terbatas, yaitu
sekitar 35%. Produksi jerami padi secara nasional di tahun 1991 adalah sebanyak
39.069.772 ton bahan kering. Apabila jerami padi tersebut dimanfaatkan dengan
baik dan tepat, maka akan dapat memenuhi kebutuhan pakan bagi ternak ruminansia
sebanyak 13-14 juta unit ternak (UT). Menurut Komar (l984), pemanfaatan jerami
padi sebagai pakan ternak di Indonesia baru berkisar antara 31-39%, sedangkan yang
dibakar atau yang dikembalikan ke tanah sebagai pupuk sebesar 36-62%, dan sekitar
Jumlah produksi jerami padi di Bali mencapai 4,66 ton bahan kering per
hektar (BPS Propinsi Bali, 2000). Jerami padi yang dihasilkan selama ini sebagian
besar dibakar dan sebagian kecil dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk
kompos. Pada musim kemarau di daerah tertentu di Bali, jerami padi dimanfaatkan
Dari data limbah pertanian di Jawa dan Bali, diperoleh limbah pertanian
rata-rata 28,7 ton/tahun, dan sebanyak 67,20% berupa jerami padi (Anon., 2002).
Walaupun jumlahnya berlimpah, pemanfaatan jerami padi untuk pakan ternak masih
adalah sebesar 4,5%, lemak kasar 1,3%, bahan ekstrak tanpa nitrogen 42%, abu
16,50%, dan bahan keringnya 80%. Selain itu, kecernaan jerami padi juga rendah,
yaitu berkisar antara 30 – 40% yang disebabkan karena dinding sel jerami padi sudah
mengalami lignifikasi bertaraf lanjut. Di samping itu, juga sudah terjadi ikatan
27
kompleks antara selulosa dan hemiselulosa dengan lignin menjadi lignoselulosa dan
lignohemiselulosa yang sangat sulit dicerna oleh mikroba rumen. Dilaporkan juga
bahwa kandungan selulosa jerami padi adalah sebesar 33% dan hemiselulosanya
26% yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia sebagai sumber energi, tetapi
dengan adanya ikatan tersebut menjadi sulit dicerna oleh mikroba rumen.
bioteknologi pada pakan serat bermutu rendah, seperti jerami misalnya, belum begitu
populer. Menurut Rachim (2003), produksi jerami padi di Bali sangat tinggi, yaitu
berkisar antara 320 – 400 ribu ton jerami padi per musim panen. Dapat dibayangkan
berapa ribu ton ketersediaan jerami padi di Bali khususnya per tahun apabila dalam
setahunnya ada tiga kali musim panen. Pada Gambar 2.1, tersaji cara petani
Jerami umumnya dibakar atau disimpan begitu saja di bawah pohon tanpa
perlakuan apa pun juga. Padahal, dengan sedikit sentuhan teknologi, jerami yang
28
merupakan pakan serat bermutu rendah akan meningkat nilai gunanya bagi
antaranya: tingginya kadar komponen serat (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) dan
silika. Di samping itu, kandungan protein kasarnya hanya berkisar antara 3 – 5% dari
bahan kering, kandungan mineral kalsium dan fosfornya masing-masing 0,41% dan
0,29%, padahal pemberian yang aman untuk ternak ruminansia sekitar 1,0% Ca dan
Jerami umumnya dibakar atau disimpan begitu saja di bawah pohon tanpa
Selain itu, jerami padi memiliki sifat voluminous dan memakan tempat
(“bulky”), tingkat konsumsi (voluntary feed intake) rendah, dan nilai nutrisinya juga
rendah, karena kadar lignin dan silikanya tinggi dalam dinding sel sehingga sulit
dicerna oleh mikroba rumen, serta kandungan nitrogen dan energi termetabolismenya
Jakson (1978) menyatakan bahwa serat kasar pada jerami padi mengandung
silika dalam gugus organik sebanyak 12 - 16% dari bahan kering. Silika merupakan
kristal yang terdapat dalam dinding sel dan mengisi ruang antarsel. Kristal silika ini
tidak larut dalam cairan rumen, sehingga menjadi hambatan bagi mikroba rumen dan
enzim yang dihasilkan untuk mencerna jerami padi (Sutrisno, 1988). Lebih lanjut,
dijelaskan bahwa faktor lain yang menghambat daya cerna jerami padi adalah adanya
kandungan lignin yang cukup tinggi yang tidak dapat dihancurkan oleh mikroba
rumen.
29
penyusunan ransum ternak, khususnya untuk ternak yang sedang menyusui, bertelur,
Tepung tulang. Bahan ini mengandung mineral kalsium (Ca) 24% dan
fosfor (P) 12%. Penggunaan tepung tulang mulai jarang ditemukan semenjak
Tepung Kulit Kerang. Bahan ini merupakan sumber mineral Ca yang sangat
baik, dan kandungan kalsiumnya 38%, sering digunakan sebagai grit untuk
Kapur. Yang sering digunakan adalah kalsium karbonat, sering juga dikenal
dengan nama heavy. Kandungan kalsium (Ca) pada kapur hampir sama
ransum unggas adalah garam dapur, yang mengandung Iodium 30 – 100 ppm.
yang basah dan dalam jumlah banyak, sehingga litter menjadi basah. Hal ini
mineral tersebut mempunyai banyak rongga kecil yang dapat menyimpan air
30
dan kation (Mumpton dan Fishman, 1977). Sifat zeolit tersebut diduga dapat
berfungsi sebagai "carrier" zat makanan atau dapat menahan laju aliran
untuk penyerapan zat makanan dapat lebih banyak (Soejono dan Santoso,
1990).
nitrogen ransum (Evans, 1989), serta dapat meningkatkan pertambahan berat dan
efisiensi penggunaan ransum (Nakaue et al. , l98l). Adanya kemampuan zeolit dalam
meningkatkan nilai cerna ransum telah dibuktikan oleh Bidura (l997) yang
mendapatkan bahwa penggunaan 2-6% zeolit dalam ransum secara nyata dapat
meningkatkan koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO)
pada broiler umur 0-6 minggu. Untuk lebih jelasnya, hasil penelitian tersebut tersaji
pada Tabel 2.5. Di samping itu, penggunaan zeolit dalam ransom ternyata dapat
menghambat laju aliran digesta dalam saluran pencernaan ayam sehingga peluang
Tabel 2.5. Pengaruh penggunaan zeolit dalam ransum terhadap nilai cerna dan laju
aliran ransum pada ayam broiler
0% 2% 4% 6%
penggunaan 2% zeolit dalam ransum nyata meningkatkan berat telur, tebal kulit
telur, berat jenis telur, dan nilai warna kuning telur ayam petelur Lohmann Brown.
Hampir semua vitamin terdapat dalam bahan pakan dari sumber nabati
D, E, dan K, sedangkan pakan limbah yang bersumber dari biji-bijian dan hijauan
Vitamin digolongkan menjadi dua, yaitu (1) vitamin yang larut dalam lemak
dan (2) vitamin yang larut dalam air. Yang pertama dapat diekstrak dari bahan pakan
dengan larutan lemak dan yang kedua dengan air. Vitamin yang larut dalam lemak
Vitamin yang larut dalam air terdiri atas : asam askorbat (vitamin C) dan B-kompleks
(tiamin, riboflavin, asam nikotin, asam folik, biotin, asam pantotenat, piridoxin, dan
vitamin B12). Zat tersebut mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen dan dapat
pada ternak dewasa dan menurunnya mortalitas. Gejala defisiensi yang sering
dijumpai pada ternak, khususnya ternak unggas yang menderita kekurangan vitamin,
warna kuning pada sisik kaki dan paruh. Berjalan beberapa langkah, terus
duduk memakai lutut (hock). Gejala ini timbul akibat kekurangan vitamin A
dan D.
tersebut pecah, dapat terjadi infeksi bakteri pada ayam. Gejala ini timbul
dan lapisan granular dari otak, sebagai akibat ayam mengalami kekurangan
vitamin E.
Enzim komersial dari produk hewan biasanya diperoleh dalam bentuk ekstrak
kasar. Cara produksinya tergantung kepada jenis sumber. Berbagai enzim disintesis
dalam bentuk proenzim, sehingga harus diubah menjadi bentuk aktifnya dengan
enzim yang diperoleh dipekatkan. Apabila terdapat banyak pekatan lendir, cairan
tersebut selanjutnya dapat diekstrak dengan metode ekstraksi protein biasa melalui
33
pengendapan protein oleh aseton atau ammonium sulfat yang selanjutnya diikuti
dengan pengeringan.
Berbagai pakan limbah lainnya seperti limbah pengolahan ikan dan putih
telur banyak dimanfaatkan sebagai sumber enzim protease dan lisozim. Katalase
yang berguna untuk menguraikan hydrogen peroksida (H2O2) dalam susu banyak
diperoleh dari hati ayam. Beberapa jenis enzim yang dapat diekstrak dari hewan dan
Tabel 2.6. Enzim yang terdapat dan dapat diekstrak dari hewan dan tanaman
Enzim Sumber
Hewan Tanaman
Papain - Pepaya
Bromelin - Nenas
Pepsin Lambung
pengempuk daging. Komponen protease yang bekerja secara nyata adalah tripsin,
khimotripsin, kolagenase, elastase, dan pepsin. Tripsin memotong sisi karboksil lisin
34
dan arginin, sedangkan khimotripsin bekerja pada sisi karboksil triptofan, fenilalanin,
leusin, dan metionin. Elastase bekerja pada sisi karboksilalanin, dan kolagenase
bekerja pada sisi amino glisin. Substrat kolagen sendiri kaya akan glisin dan prolin.
Berbeda dengan enzim dari hewan yang umumnya diperoleh sebagai produk
Contoh yang paling nyata adalah pohon pepaya untuk memproduksi papain. Papain
dari pepaya dan enzim amilolitik dari kecambah barley merupakan contoh enzim asal
tanaman yang dimanfaatkan dalam skala besar, khususnya dalam industri roti.
Enzim amilolitik dari malt atau kecambah barley bekerja dalam bentuk sel
asli (bentuk kecambah) dan tidak diekstrak seperti halnya dengan papain. Papain
terdapat dalam getah pohon, terutama getah buah papaya muda. Getah ini biasanya
dipanen dari pohon yang masih muda pada musim panas di pagi hari, sebab waktu
Papain dalam getah sangat sensitif terhadap adanya logam Oleh karena itu,
sebaiknya digunakan batang kayu atau kaca untuk menoreh buah dan bukan pisau
logam. Getah tersebut dikumpulkan dalam wadah non logam seperti mangkok
plastik atau dapat diambil langsung apabila getah dalam buah tidak menetes dan
muda. Mula-mula getah papaya yang baru diambil akan berbentuk cair, selanjutnya
mengental, dan terakhir menggumpal. Secara sederhana, papain dapat dijual sebagai
getah (lateks) yang sudah dikeringkan. Dari 1 kg getah papaya segar, akan diperoleh
200 g lateks (papain) kering. Pengeringan dapat dilakukan di bawah sinar matahari
35
Pengeringan secara vakum lebih populer karena enzim yang dihasilkan lebih awet.
hidrolisis suatu substrat protein. Hasil hidrolisis enzimatik protein adalah suatu
hidrolisat yang mengandung peptida dengan berat molekul rendah dan asam amino
bebas. Produk hidroklisat umumnya mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air,
oleh tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi enzim papain pada
penyadapan buah dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Papain yang diperoleh
dengan cara ini mempunyai aktivitas proteolitik yang lebih rendah daripada papain
yang dikeringkan dengan pengering semprot (spray drier) (Muhidin, 2003). Daun
pepaya yang layu sampai kering masih mengandung enzim, walaupun aktivitas
proteolitiknya rendah.
Produksi enzim dari mikroba menunjukkan keuntungan yang lebih besar jika
mikroba dapat ditingkatkan pada skala besar dalam ruang yang relatif terbatas.
Teknik budidaya mikroba jauh lebih canggih bila dibandingkan dengan produksi
dalam memproduksi enzim. Golongan ini tersebar luas dan sangat beragam, serta
ini menghasilkan zat racun aflatoksin yang sangat toksik. Di antara golongan
Aspergillus, maka Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae yang paling banyak
Tabel 2.7. Beberapa jenis mikroba yang menghasilkan enzim yang diproduksi untuk
tujuan komersial
ke dalam golongan yang dipandang aman bagi kesehatan manusia maupun ternak.
Species Bacillus sangat cocok untuk produksi enzim. Mikroba jenis Bacillus
merupakan golongan saprofit yang tidak menghasilkan toksin. Golongan ini mudah
Bacitracin.
keasaman, kofaktor, dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat
keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein yang dapat
mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH
yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan
mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama
sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor dan inhibitor. Dewasa ini, enzim
adalah senyawa umum yang digunakan dalam proses produksi. Enzim yang
digunakan pada umumnya berasal dari enzim yang diisolasi dari bakteri.
enzim papain yang dapat diisolasi dari tanaman papaya. Metode sederhana untuk
mendapatkan enzim papain dari tanaman papaya, dapat diuraikan sebagai berikut ini
(Tarwiyah, 2001).
38
6 – 7 cm. Kulit buah ditoreh sedalam 0,5cm dari atas ke bawah. Torehan
tersebut dibuat sebanyak 4 buah untuk setiap buah papaya; (ii) Dari torehan,
dilapisi dengan kain blacu yang terbuat dari katun. Pelapisan ini berguna
menarik kain blacu; (iv) Penorehan dapat dilakukan setiap 2 atau 3 hari.
tetesan getah akan terhenti setelah 1 jam penorehan. Setelah tidak ada getah
yang menetes, getah dikeluarkan dari mangkok. Getah menempel kuat pada
disulfida ini direduksi (diputus), maka dihasilkan molekul papain yang aktif
secara berturutan adalah sebagai berikut ini. (1) Natrium bisulfit dan NaCl
Bisulfit dan 3 gram NaCl. Campuran ini diaduk sehingga diperoleh larutan
yang homogen. Larutan ini disebut larutan pengaktif; (2) Larutan pengaktif
liter larutan pengaktif. Campuran diaduk sampai rata sehingga berupa bubur;
(3) Bubur tersebut disaring dengan kain saring untuk membuang kotoran
pada suhu 55 – 60 0C. Getah yang tidak segera dikeringkan atau tidak tersedia
panas yang mencukupi selama pengeringan akan berwarna sawo matang dan
4. Hasil: Rata-rata setiap pohon dapat menghasilkan 0,25 – 0,35 kg getah kering
per tahun. Pohon sehat dapat disadap selama 3 tahun, mulai umur 1 – 3
tahun. Semakin tua tanaman, semakin turun produksi getahnya. Dalam setiap
hektar kebun papaya, dapat dihasilkan getah kering sebesar 67 – 135 kg per
tahun.
dan wadah yang dapat digunakan adalah botol kaca berwarna gelap, botol
plastik yang tidak bening, kantung plastik berlapis aluminium, dan kantung
Enzim lainnya adalah Bromelin biasanya diperoleh dari limbah kulit, batang,
daun, atau bagian lain yang merupakan buangan tanaman nenas. Tanaman Ficus
carica menghasilkan fisin yang terdapat pada bagian getahnya (lateksnya). Tanaman
kacang tanah (Arachis hipogea) juga memproduksi protease arachin pada bijinya.
Waluh atau labu (Cucurbita pepo) memproduksi protease pada bagian bunganya,
Pakan limbah sumber hormon yang paling mudah didapat adalah melalui
pengambilan kelenjar hipofisa ternak (sapi, kerbau, kambing, dan domba) dari kepala
terletak di bawah dasar otak dan terlindung dalam sebuah bentukan dari tulang di
Kelenjar hipofisa ini merupakan organ yang relatif kecil ukurannya jika
dibandingkan dengan ukuran tubuh; misalnya pada sapi ukuran 1.988 + 0,49 mg
(Oka, 1992). Hormon yang dihasilkan mempunyai pengaruh pada sejumlah proses
vital dalam tubuh manusia maupun hewan. Pengaruh yang luas dari kelenjar hipofisa
di dalam tubuh disebabkan oleh kerja hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa
tersebut.
Umumnya, kepala ternak besar (sapi, kerbau, kambing, dan domba) setelah
diambil bagian otak, kulit, lidah, dan kuping, maka yang tertinggal adalah bagian
tulang. Kelenjar hopofisa yang tersembunyi di bagian dasar otak, biasanya tidak ikut
terambil. Oleh karena itu, akan sangat ekonomis sekali bila diambil untuk diekstrak
41
untuk memacu pertumbuhan dan menurunkan akumulasi lemak dalam tubuh ternak.
sebagai salah satu hormon yang berperan dalam metabolisme zat makanan seperti
sasarannya. Dalam jumlah yang relatif sangat sedikit, hormon tersebut sudah mampu
memberikan perubahan fisiologis yang cukup besar pada organ sasarannya. Hormon
sangat berperan dalam mengatur fungsi fisiologis organ tubuh sehingga sering
pertanian yang mempunyai potensi cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber
energi pakan ternak. Selain potensinya sebagai sumber energi, kulit biji-bijian juga
Lundin et al. (l993) melaporkan bahwa marmot yang diberi ransum dengan
kandungan serat kasar tinggi (12%) yang bersumber dari kulit kacang kedelai dan
dedak gandum ternyata meningkatkan densitas volume epitel dan vilus di daerah
jejunum, ileum serta di bagian proksimal dan distal usus halusnya. Dilaporkan juga
oleh Rhein et al. (l992) bahwa pemberian 8% kulit kacang kedelai atau kulit kacang
tanah yang diberi tambahan ragi tape sebanyak 0,75% ternyata dapat meningkatkan
kadar trigliserida, dan kadar LDL darah. Dilaporkan juga oleh Bakhit et al. (l994)
bahwa konsumsi kulit kacang kedelai mampu menurunkan kadar lemak darah.
Yalcin et al. (l990) melaporkan bahwa penggunaan kulit kacang hazel dengan
kisaran 2 - 6 % tidak berpengaruh pada produksi telur dan FCR, tetapi meningkatkan
42
43
jumlahnya di Indonesia mencapai sekitar 10 ribu buah dan jumlah kacang kedelai
yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut adalah sekitar 5000 ton/hari (Subekti,
1982). Kulit biji/ari yang dihasilkan adalah 15 – 20 % dari biji kacang kedelai.
Rata-rata konsumsi tempe per orang per hari di pulau Jawa berkisar antara
30–120 gram per hari. Hal tersebut disebabkan karena tempe berfungsi sebagai
sumber protein pengganti daging dengan harga relatif murah (Winarno, 1979). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ternyata kandungan nutrisi dari kulit ari kacang
Tabel 3.1. Komposisi kimia kacang kedelai dan kulit ari kacang kedelai, yang
dipeoleh lewat perebusan (cara A) dan perebusan-perendaman (cara B)
atau kulit ari (87,70-92,90%), pecahan cutiledon (6,1-10,50%) dan tunas atau
44
hipokotil (1,0-1,80%). Koefisien cerna bahan keringnya secara in vitro tinggi, yaitu
jarang. Hal ini disebabkan karena kacang kedelai masih digunakan dalam pembuatan
tahu dan tempe, serta masih mengandung zat penghambat pertumbuhan yang sering
dikenal dengan istilah antitripsin. Antitripsin baru dapat dihilangkan dengan proses
pemanasan.
merupakan sumber protein dan sering digunakan dalam penyusunan ransum untuk
mendampingi tepung ikan. Kandungan proteinnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara
42-50%, dan energi termetabolisnya berkisar antara 2825 – 2890 kkal/kg. Faktor
aminonya yang tidak seimbang dan defisien akan methionin. Namun, itu dapat
diatasi, mengingat sudah ada asam amino sintetis (metionin sintetis). Kandungan
kolesterol). Di samping itu, penggunaan ragi dalam proses fermentasi kacang kedelai
menjadi tempe juga akan menekan kadar kolesterol. Hal ini disebabkan karena
45
proses peragian tersebut dapat meningkatkan niasin dari 9 mg dalam kacang kedelai
menjadi 60 mg dalam tempe per 100 g bahan. Niasin dapat menurunkan kadar
kolesterol total dan kolesterol jahat (LDL) serta menaikkan kadar kolesterol baik
(HDL). Dalam tempe ditemukan juga isoflavon yang merupakan enzim paling
penting dalam tempe. Isoflavon dapat membersihkan berbagai radikal (zat beracun)
yang berada dalam darah dan mengikis endapan kolesterol pada dinding pembuluh
protein dengan asam amino lysin dan metionin serta kalsium yang cukup tinggi.
Akan tetapi, kandungan serat kasar dan air pada ampas tahu tinggi, sehingga menjadi
faktor pembatas penggunaannya dalam penyusunan ransum. Oleh karena itu, untuk
bahan penyusun ransum, terlebih dahulu difermentasi dengan ragi yang mengandung
kapang Rhyzopus oligosporus dan R. oryzae. Ada tiga tahap pembuatan ampas tahu
terfermentasi, yaitu (1) persiapan ampas tahu, meliputi pencucian, pengepresan, dan
pengukusan; (2) inokulasi dengan kapang, pencetakan, dan inkubasi selama 40 jam,
dan (3) pembuatan tepung yang dimulai dengan mengiris tipis ampas tahu tersebut
(“germbus”), menjemur, dan menggiling. Uraiannya secara lebih rinci tersaji pada
Gambar 3.1.
46
Ampas Tahu
Pencetakan
Inkubasi 40 Jam
Dijemur matahari
Gambar 3.1. Bagan pembuatan tepung tempe ampas tahu terfermentasi (Mahfudz
2006)
kandungan protein kasar 21,66%, Serat kasar 20,26%, Lemak kasar 2,73%, abu
3,68%, dan kadar air 11,18%, Ca 1,09 %; P 0,88% dan energi termatabolisnya 2.830
47
protein kasar 23,62%, BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) 41,98%, serat kasar
nyata terhadap berat karkas dan persentase karkas. Akan tetapi, pada level 15% dan
20% secara nyata meningkat. Peningkatan pemberian ampas tahu secara nyata
meningkatkan bobot karkas dan luas otot mata rusuk (cm2). Hampir semua
komponen karkas domba (otot, lemak, jaringan ikat, dan tulang) meningkat dengan
2005). Penggunaan ampas tahu terfermentasi dengan ragi oncom pada level 10%,
15%, dan 20% dalam ransum ayam pedaging nyata meningkatkan konsumsi ransum,
meningkatkan nafsu makan ayam. Proses fermentasi akan memecah protein dan
karbohidrat menjadi asam amino, N, dan karbon terlarut, yang diperlukan untuk
sehingga akan meningkatkan nilai gizinya. Fermentasi ampas tahu dengan ragi akan
48
mengubah protein menjadi asam amino dan secara tidak langsung akan menurunkan
3.3 Pollard
gandum (Kanada, USA, Eropa, dan Australia), biji gandum dimanfaatkan sebagian
besar untuk makanan manusia dan sebagian kecil merupakan sumber energi untuk
pakan ternak.
Menurut Mc.Donald et al. (1978), biji gandum terdiri atas 85% endosperma,
13% dedak dengan kulit biji, serta 2% germ (embrio dan lembaga). Banyaknya
tepung yang dihasilkan bervariasi. Sebagai contoh, di Inggris tepung yang dihasilkan
± 72% dan sisa yang 28% terdiri atas : wheat germ (embrio) yang mengandung
protein 22-32%, bran (straight run bran) campuran dedak dengan kandungan serat
cukup baik, yaitu mengandung energi termetabolis 1140 kkal/kg, protein 11,80%,
serat kasar 11,20%, dan lemak kasar 3,0% (Wawan, 2003). Menurut Scott et al.
(l982), pollard mengandung energi termetabolis 1300 kkal/kg, protein kasar 15%,
lemak kasar 4,0%, dan serat kasar 10%. Lebih jauh, NRC (l984) melaporkan bahwa
pollard mengandung energi termetabolis 1300 kkal/kg; protein 15,70%; lemak kasar
Kelemahan utama wheat pollard sebagai bahan pakan ternak adalah tingginya
tinggi dalam ransum ternak monogastrik, khususnya ternak unggas dapat berperan
mineral dalam saluran pencernaan (Vranjes dan Wenk, l995). Selain itu, pemberian
wheat pollard yang tinggi pada unggas akan dapat menekan pertumbuhan. Karena
itu, sampai saat ini pemakaian wheat pollard pada unggas belum optimal dan
enzim yang bersumber dari cairan rumen pada tingkat 620 – 1240 U/kg wheat
Tabel 3.2. Pengaruh penambahan enzim cairan rumen pada wheat pollard terhadap
persentase polisakarida, oligosakarida, dan energi termatabolis wheat
pollard pada broiler
produk gandum yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian karena manfaat utama
50
yang berupa tepung gandum telah diperuntukkan untuk manusia. Bahan sampingan
yang potensial untuk dimanfaatkan baik untuk ternak maupun untuk manusia adalah
dedak gandum. Dedak gandum yang merupakan 13% bagian biji ini sangat baik
untuk sumber protein pada pakan ternak dan pakan suplemen manusia karena
kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi (8,5 – 12 %). Serat kasar, yang sebagian
besar adalah selulosa dan lignin hampir semuanya tidak tercerna oleh ternak
Pollard yang beredar di pasaran umumnya ada dua macam, yaitu pollard
pollard di atas 15% pada ayam menyebabkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan
ransum menurun.
Tabel 3.3. Perubahan kadar gula, polisakarida, oligosakarida, dan energi termetabolis
wheat pollard yang diberi enzim rumen
pollard tanpa enzim dan wheat pollard dengan penambahan enzim 620 dan 1.240
51
U/kg masing-masing sebesar 4% dan 3,9%. Wheat pollard tanpa enzim mengandung
polisakarida yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diberi enzim. Rataan
Dedak padi merupakan pakan limbah yang paling banyak digunakan dalam
penyusunan ransum. Dedak padi merupakan limbah dari proses pengolahan gabah
dan tidak dikonsumsi oleh manusia. Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan
serat kasarnya yang cukup tinggi, yaitu 13,0%. Serat kasar yang tinggi tersebut
energi termetabolis berkisar antara 1640 – 1890 kkal/kg, menjadikan bahan pakan
Kelemahan lain dari dedak padi adalah kandungan asam aminonya yang
rendah, demikian juga halnya dengan vitamin dan mineral. Pada Tabel 3.4, tersaji
data komposisi kimia dari dedak padi kasar, dedak halus yang bersumber dari pabrik
dan kampung, serta bekatul yang mempunyai nilai nutrisi yang paling bagus di antara
Dari Tabel 3.4 tersebut, ternyata kandungan nutrien dedak padi yang
bersumber dari pabrik masih lebih baik jika dibandingkan dengan dedak padi
bersumber dari pabrik. Oleh karena itu, ketelitian dalam pemilihan dedak padi sangat
Kandungan protein dedak padi umumnya disebut oryzem, dan protein ini
memiliki nilai gizi yang tinggi karena banyak mengandung asam amino esensial.
Dedak padi mengandung minyak sekitar 10 – 30%, dan asam lemak tidak jenuh yang
cukup tinggi, yaitu berkisar antara 75 – 80%. Kandungan karbohidrat pada dedak
padi dapat mencapai 40 – 49% dan sebagian besar dalam bentuk pati.
Pabrik Kampung
Dedak padi merupakan selaput antara beras dengan sekam padi dengan berat
lebih kurang 8,50% dari berat padi. Dedak dihasilkan dari penggilingan padi
menjadi beras (Sulistya, 1987). Dedak dapat dihasilkan dari penyosohan beras pecah
kulit menjadi beras, termasuk di dalamnya lapisan kutikula dan sebagian kecil
lembaga.
Penggunaan dedak padi dalam ransum ada batasnya, yaitu 0-15% untuk ayam
petelur fase starter; 0-20% untuk ayam petelur fase grower; dan 0-20% untuk
ayam petelur fase layer. Untuk ayam broiler, penggunaannya berkisar antara 5-20%,
53
dan tidak lebih dari 20% karena akan dapat menurunkan produktivitas ayam. Pada
Tabel 3.5, tersaji batas penggunaan dedak padi dalam penyusunan ransum ternak.
Tabel 3.5. Tingkat penggunaan dedak padi dalam ransum unggas dan babi
pemberian dedak padi dalam ransum berbasis rumput gajah, semakin meningkat
pertambahan berat badan harian (g/ekor/hari) domba. Selain itu, juga terjadi
Kalau proses pembuatan minyak kelapa cukup baik, maka kandungan lemak bungkil
kelapanya akan rendah (dapat disimpan lama). Namun, bila proses pembuatan
minyak tidak sempurna, bungkil kelapa masih banyak mengandung lemak. Hal inilah
bahan tersebut mudah tengik. Namun, kendala tersebut dapat diatasi dengan
Namun, yang dapat dimanfaatkan oleh ternak unggas khususnya berkisar antara 53 –
81 %. Akan tetapi, karena proses pembuatan bungkil kelapa tersebut melalui proses
pemanasan, asam amino lysin mudah rusak, sehingga dapat dikatakan bahwa bungkil
kelapa kandungan asam amino lysinnya masih perlu disuplementasi dengan asam
itik : 10 -35%,
angsa : 10 – 30%.
khususnya yang memiliki serat kasar dan antinutrisi yang tinggi. Fermentasi dapat
dalam bahan pakan oleh enzim yang diproduksi oleh fermentor (mikroba).
3.6 Onggok
Penggunaan ubi kayu dalam ransum unggas dan dalam keadaan mentah
kurang memuaskan karena mengandung racun, yaitu asam sianida (HCN). Namun,
cukup tinggi, yaitu 2970 kkal/kg. Namun, kandungan protein kasarnya rendah,
berkisar antara 0,18 – 2,50%, serat kasarnya 0,77 – 0,97%, dan lemak kasarnya 0,94
– 0,95%. Kandungan protein kasar ubi kayu sangat beragam tergantung pada
varietas tanamannya.
Gambar 3.2. Onggok merupakan ampas hasil pemerasan ubi kayu dalam proses
pembuatan tapioka.
Onggok (Gambar 3.2) adalah limbah padat atau ampas yang merupakan hasil
pemerasan ubi kayu dalam proses pengolahan pati (tapioka). Onggok umumnya
masih mengandung karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu 45–69% dengan kandungan
mencapai 15,4%. Pemanasan ubi kayu di dalam oven dapat mengurangi HCN bebas
dan menghancurkan enzim linamarin, yaitu enzim yang dibutuhkan untuk hidrolisis
Lebih rinci perubahan kandungan nutrisi pada onggok sebelum dan sesudah
difermentasi dengan A. niger tersaji pada Tabel 3.6. Dari hasil fermentasi tersebut,
56
peningkatan yang paling tinggi nampaknya terjadi pada kandungan protein kasar,
Tabel 3.6. Perubahan zat gizi onggok sebelum dan sesudah difermentasi dengan
kapang Aspergillus niger
Treonin - 0,29
Alanin - 0,39
Glisin - 0,29
Valin - 0,36
Metionin - 0,10
Isoleusin - 0,26
Leusin - 0,42
Fenilalanin - 0,27
Lisin - 0,25
Arginin - 0,32
Aspergillus niger ternyata dapat meningkatkan daya cerna bahan kering dan protein
57
dapat ditingkatkan kandungan protein onggok, karena ativitas kapang yang mampu
berikut:
digunakan sebagai sumber karbon dalam fermentasi padat maupun cair. Namun
pulau Jawa dan Bali. Tujuan utama produksi kakao adalah untuk mendapatkan
bijinya (bean) yang menjadi salah satu devisa andalan Indonesia. Dalam proses
tersebut pengeluaran biji tersebut, dihasilkan limbah yang jumlahnya jauh lebih
banyak. Buah kakao terdiri atas 73% cangkang buah atau pod dan 27% isi buah
Wong et al. (l986) menyatakan bahwa kulit cokelat atau cangkang kakao
terdapat pada isi biji (nib), pada kulit biji sekitar 1,8-2,1%, dan pada cangkang kakao
sekitar 0,17-0,20%. Lebih lanjut, dilaporkan juga oleh Sutardi (l99l) bahwa konsumsi
produksi telur, terjadi lisis pada usus halus, dan apabila terlalu banyak dapat
menimbulkan kematian.
kebun dan isinya (27%) diangkut ke pabrik untuk diolah, sedangkan bagian
sekitar tanaman dapat mengundang infeksi jamur Phytopthora palmivora pada buah,
cangkang kakao terdiri atas : 12,6% abu; 8,9% protein kasar; 0,90% lemak kasar;
58
59
34,50% serat kasar; dan energi metabolisnya 1746 kka/kg bahan kering. Smith
(l984) menyatakan bahwa fraksi karbohidrat (BETN) pada cangkang kakao sangat
mudah dicerna, tetapi kecernaan serat kasarnya rendah. Hal ini disebabkan karena
kadar NDF (Neutral Detergent Fibre) pada cangkang kakao tinggi, yaitu 66,30 %,
ADFnya (Acid Detergent Fibre) 65,10%, dan lignin 28,0%, serta kadar silikanya
ternyata dapat melunakkan dan memecah dinding serat pod kakao dan juga mampu
melepaskan pita-pita serat mikrofibrilnya, sehingga struktur serat menjadi rapuh dan
lebih terbuka. Kapang tersebut bekerja secara bertahap dalam memecah komponen
tersebut bekerja secara aktif pada aktivitas lignolisis sehingga ikatan lignoselulosa
putus, dan fraksi lignin terurai menjadi CO2 dan selulosa dapat dimanfaatkan oleh
Proses biofermentasi pada pod kakao akan merombak struktur jaringan kimia
dinding sel, pemutusan ikatan lignoselulosa dan lignin, sehingga ransum mudah
dicerna. Pada saat berada di dalam saluran pencernaan ayam, mikroba fermenter ini
akan mampu bekerja sebagai probiotik. Probiotik dalam saluran pencernaan dapat
meningkatkan kecernaan zat makanan (Jin et al., 1997), dapat meningkatkan retensi
Perubahan struktur jaringan serat pod kakao sebagai akibat difermentasi oleh
kapang secara visual dengan menggunakan mikroskop elektron (SEM) tersaji pada
Gambar 4.1. Pada gambar tampak penampang dinding serat pod kakao sebelum
difermentasi (kiri) dan sesudah difermentasi oleh kapang (kanan). Biofermentasi pod
(a) (b)
Gambar 4.1. Pod kakao tanpa perlakuan (a) dan pod kakao yang telah mengalami
fermentasi dengan kapang (b) (Erika, 1998).
serat menjadi rapuh dan lebih terbuka (Gambar 4.1b). Kapang tersebut bekerja
secara bertahap dalam memecah komponen dinding sel. Melalui benang fibril
aktivitas lignolisis sehingga ikatan lignoselulosa putus, dan fraksi lignin terurai
penggunaan 15 – 30% pod kakao dalam ransum nyata menurunkan berat potong itik
Bali jantan, akan tetapi dengan adanya suplementasi 0,50% ragi tape (perlakuan C
dan D), berat potong yang dihasilkan sama dengan kontrol (tanpa pod kakao) dan
nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa ragi tape (perlakuan B dan C).
Tabel 4.1. Pengaruh penggunaan pod kakao yang disuplementasi ragi tape dalam
ransum terhadap distribusi lemak tubuh (% berat potong) itik Bali jantan
umur 8 minggu
Variabel Perlakuan1)
A B C D E
Bungkil inti kelapa sawit merupakan hasil ikutan proses pemisahan minyak
inti sawit. Produksi bungkil inti sawit sebagai pakan ternak dapat diduga jumlahnya,
Kandungan nutrisi bungkil inti kelapa swait adalah 85 – 91% bahan kering,
12,5 – 21,30% protein kasar, 12,50 – 21,30% lemak kasar, 11,90 – 20,80% serat
kasar, 0,20 – 0,40% Ca, 0,30 – 0,70% P, 41,0 – 55,30% BETN, dan kandungan
1985). Menurut Hartadi et al. (l986), kandungan nutrien bungkil ini kelapa sawit
adalah 14,0% air; 12,90 % protein kasar; 9,40% lemak kasar; 16,90 % serat kasar;
Bungkil inti kelapa sawit mengandung cukup asam amino metionin dan
sistin, tetapi kekurangan lysin. Struktur serat kasar pada bungkil inti kelapa sawit
tersusun sedemikian rupa, sehingga menjaring protein di dalamnya dan struktur ini
monogastrik. Penggunaan bungkil inti kelapa sawit dalam ransum babi dapat sampai
30%, karena belum berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan ransum tanpa
mengandung bungkil inti kelapa sawit. Hasil penelitian Putri (1994) melaporkan
bahwa penggunaan 22% bungkil inti kelapa sawit dalam ransum babi ternyata tidak
tetapi secara nyata dapat menyebabkan menipisnya tebal lemak punggung dan
(“crude palm oil”), cocok digunakan sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak
monogastrik maupun ternak ruminansia sebagai sumber energi. Hasil kajian Badan
mengandung bahan kering 84-93 %; protein kasar 9-14 %; lemak kasar 10-13%;
Lumpur Sawit
+ Inokulum A. Niger
Dikeringkan
Digiling
Ferlawit
kandungan protein dan asam amino pada lumpur sawit. Lebih rinci, tahapan proses
niger yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan protein pada lumpur sawit.
Tahapan berikutnya adalah inkubasi selama lima hari atau satu minggu, setelah itu di
keringkan dengan sinar matahari. Tahap terakhir adalah proses pembuatan tepung
“Ferlawit”. Pada proses ini diperlukan tenaga tambahan apabila tidak ada mesin
Lumpur sawit yang sudah terolah dapat diberikan sebagai suplemen tunggal
Pada Gambar 4.2, tersaji bentuk fisik dari “Ferlawit” yang ukurannya masih
menyerupai gumpalan tanah liat saja. Untuk ternak ruminansia, hal tersebut tidak
Hasil kajian pemanfaatan pohon kelapa sawit sebagai pakan ternak, yang
Utara, menunjukkan bahwa sebelum dihasilkan buah sawit, ternyata pelepah daun
kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif untuk ternak ruminansia
(sapi dan kambing). Umumnya pelepah kelapa sawit secara rutin dipangkas untuk
mendapatkan buah tandan yang banyak. Sebelum diberikan pada ternak kambing
atau sapi, terlebih dahulu pelepah tandan tersebut dikupas, selanjutnya dicacah dan
dapat diberikan langsung pada ternak dalam keadaan segar atau dicampur dengan
Gambar 4.3. Pelepah kelapa sawit yang direcah dapat digunakan sebagai pengganti
rumput gajah
Kandungan nutrien pelepah kelapa sawit adalah sebagai berikut: bahan kering
80-85%; protein kasar 7-11%; selulosa 30-34%; hemiselulosa 34-36%; dan lignin
16-18%. Pemberian pada ternak dapat dicampurkan langsung dengan konsentrat atau
diberikan segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata pelepah kelapa sawit
66
yang sudah dicacah dapat mengganti penggunaan rumput sampai level 80 % tanpa
yang banyak tumbuh di Indonesia. Selain buahnya, ternyata batangnya sudah banyak
dimanfaatkan sebagai campuran pakan babi, kuda, dan ternak ruminansia lainnya.
Batang pisang merupakan batang semu karena dibentuk oleh pelepah daun yang
Umumnya, batang pisang yang digunakan oleh peternak sebagai pakan ternak
babi adalah batang pisang yang sudah diambil buahnya. Sebelum diberikan pada
(a) (b)
Gambar 4.4. Batang pisang sebelum diberikan pada ternak, terlebih dahulu haris
di iris-iris tipis (kanan)
Batang pisang sebagai pakan ternak mengandung 92,50% air; 0,35% protein
kasar, 4,60% karbohidrat, dan kaya akan mineral, antara lain mengandung fosfor 135
67
mg, kalsium 122 mg, kalium 213 mg; dan zat besi 0,70 mg. Kandungan mineral
utama yang terkandung pada batang pisang dan diharapkan akan paling banyak
perannya adalah mineral Zn yang berkisar antara 37-163 ppm. Mineral Zn akan
terhadap penampilan babi. Akan tetapi, pemberian pada level 8 % dan 12 % dalam
ransum nyata menurunkan berat potong, berat karkas, dan persentase karkas babi.
60% sebagai limbah (kepala, tulang, kulit, dan jeroan). Pembusukan ikan/limbah
ikan disebabkan oleh aktivitas bakteri pembusuk, aktivitas enzim endogenus, dan
Bacillus, Micrococcus, dan Coryneform. Jumlah ikan yang hilang sebagai akibat
pembusukan oleh aktivitas mikroba diperkirakan lebih dari 10% dari total jumlah
Ikan atau limbah ikan sangat kaya akan protein dan lipida, tetapi memiliki
gula bebas (ribosa, glukosa, dan fruktosa) yang sangat rendah yang tersedia untuk
fermentasi oleh bakteri. Sumber energi untuk pertumbuhan bakteri pada ikan adalah
asam-asam amino bebas yang konsentrasinya meningkat sebagai hasil dari proteolisis
sumber energi, sedangkan bakteri asam laktat mempunyai kemampuan yang terbatas
Limbah industri udang adalah berupa kulit pembungkus dan kepala udang itu
sendiri, yang selanjutnya dikeringkan dan digiling halus. Pengeringan limbah udang
dapat dilakukan dengan uap panas, udara panas, atau sinar matahari. Bagian tubuh
udang yang menjadi limbah sangat menentukan kualitas dari limbah udang tersebut.
68
69
Tepung darah sangat tinggi kandungan proteinnya, yaitu 80%. Namun, daya serap
dalam ransum dibatasi maksimum 2%. Selain kaya akan protein, tepung darah juga
kaya akan asam amino lysin, arginin, metionin, sistin, dan leusin. Akan tetapi,
kandungan asam amino isoleusin dan argininnya rendah serta nilai biologis dari
protein tepung darah rendah. Ini berarti bahwa walaupun kandungan protein tepung
darah tinggi, yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh atau yang dapat dicerna rendah.
Darah yang akan dijadikan tepung darah dapat diambil dari RPA (rumah
potong ayam) setempat dengan cara yang higienis, kemudian direbus dalam wajan
tertutup dengan tekanan yang tinggi. Selanjutnya, bahan ditiriskan, diiris tipis, dan
dikeringkan. Setelah kering, irisan darah selanjutnya digiling untuk dijadikan tepung.
kotoran ayam yang disebabkan oleh tingginya jumlah populasi ayam. Di lain pihak,
keuntungan yang diperoleh peternak kurang memadai sebagai akibat mahalnya harga
kotoran ayam tersebut sebagai bahan pakan. Kotoran ayam masih mempunyai nilai
gizi yang berasal dari bahan pakan yang tidak dicerna, mikroorganisme, pakan yang
terbuang, dan bahan organik sisa lainnya. Namun, kotoran yang tidak diproses dapat
mengganggu kesehatan ternak (Laconi, 1992). Untuk itu, kotoran perlu proses untuk
70
negatif seperti mikroorgnisme patogen, residu obat, logam berat, dan lain-lain.
pembatas penggunaannya adalah nilai cerna proteinnya yang rendah dan kandungan
Bau kotoran ayam sebagai bahan pakan dalam penyusunan ransum unggas
menyebabkan konsumsi akan menurun. Oleh karena itu, sebelum diberikan terlebih
yang menggunakan kotoran ayam sebaiknya disajikan dalam bentuk crumble atau
pellet.
penggunaan kotoran ayam ras petelur pada tingkat 12,5 % dalam ransum ternyata
dapat meningkatkan produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum (Tabel 5.1).
Tabel 5.1. Pengaruh penggunaan kotoran ayam ras petelur dalam ransum terhadap
produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum pada ayam Lohmann
Brown fase peneluran pertama
0% 12,5 % 25,0 %
penyusunan ransum dikombinasikan dengan bahan lain yang cukup baik kandungan
nutrisinya, maka penggunaan kotoran ayam dalam ransum unggas dapat mencapai
peningkatan energi dan BETN kotoran ayam disebabkan karena pembentukan gula
yang berasal dari pemecahan serat kasar. Selain itu, penurunan kadar protein dalam
Tabel 5.2, menyajikan kandungan nutrisi dari kotoran ayam yang berasal dari
lantai “cage” dan kotoran ayam yang berasal dari lantai “litter”.
Cage Litter
Komponen nitrogen dalam kotoran ayam terutama dalam bentuk asam urat
dan amoniak (Santoso et al., 1999). Untuk meningkatkan nilai senyawa nitrogen
dalam kotoran, maka senyawa tersebut harus diubah menjadi asam amino atau
protein mikroba.
dari senyawa nitrogen dalam kotoran. Fakta ini menunjukkan bahwa terdapat
pelepasan nitrogen selama fermentasi. Telah diketahui bahwa fermentasi oleh bakteri
asam laktat menurunkan kadar protein bahan pakan (Ohshima et al.,1997). Untuk
kotoran ayam pedaging dengan ragi tape meningkatkan kadar protein kotoran.
EM4 sangat efektif untuk memecah serat kasar dalam kotoran ayam. EM4
diduga menghasilkan sejumlah besar enzim yang mampu memecah serat kasar
adalah bahwa bakteri tidak menghasilkan serat kasar dalam aktivitasnya, sehingga
mereka lebih efektif dalam menurunkan kadar serat kasar bahan pakan jika
dibandingkan dengan ragi atau kapang (Hanifah, 1995; Pasaribu et al., 1998).
Kadar lemak yang lebih tinggi diduga disebabkan oleh meningkatnya sintesis
asam lemak. Penurunan serat kasar dan protein diduga meningkatkan ketersediaan
substrat untuk merangsang sintesis asam lemak. Peningkatan sintesis asam lemak
merupakan faktor utama peningkatan kadar lemak suatu bahan (Scorve et al.,1993).
Pada Gambar 12, tersaji sistem pemeliharaan ayam dengan lantai “cage”
sehingga kotoran ayam yang terkumpul di bawahnya lebih mudah digunakan sebagai
73
pakan ayam. Berbeda halnya dengan kotoran ayam yang berasal dari lantai “litter”;
kotoran ayam bercampur dengan bahan penyusun “litter’ itu sendiri yang umumnya
daya hidup mikroba kotoran ayam (pengeringan dengan oven lebih baik daripada
matahari).
Bulu ayam merupakan hasil ikutan usaha pemotongan ayam. Tepung bulu
komersial diolah dengan proses hidrolisis dengan pemanasan dan tekanan uap dan
merupakan sumber protein yang baik dengan kuantitas protein dan energi relatif
tinggi. Bulu ayam tersedia cukup banyak, yang bersumber dari rumah potong ayam.
Tepung bulu ayam mudah didapat, tersedia dalam jumlah yang cukup
banyak, berkesinambungan, dan sebagai bahan pakan ternak harganya relatif murah,
tetapi penggunaannya sebagai bahan pakan penyusun pakan ternak belum banyak
dimanfaatkan. Padahal, kandungan protein bulu ayam sangat tinggi, yaitu 85,60%
(Ochetim, 1993). Hal tersebut disebabkan karena rendahnya kecernaan protein pada
bulu ayam yang disebabkan oleh adanya proses keratinisasi dan daya cernanya
rendah (Han dan Parson, 1991). Kandungan keratinnya sebanyak 8,8% dari
74
kandungan proteinnya (Scott et al., 1982) dan kandungan asam amino lysin,
Komposisi zat makanan pada bulu ayam menurut Ochetim (l993) adalah
85,60% protein kasar, dengan komposisi asam amino glisin 4,20%; leusin 5,43%;
sistin 6,40%; histidin 0,53%; lisin 2,26%; arginin 4,40%; isoleusin 3,00%; metionin
0,32%; fenilalanin 3,18%; prolin 6,81%; serin 5,72%; treonin 2,47%; tirosin
1,79%; valin 4,13%; asam aspartat 3,42%; dan asam glutamat 6,90%.
Menurut Fenita (2002) yang dikutip oleh Chaniago (2002), tepung bulu ayam
mengandung 64,10% protein kasar; 1,31% lemak kasar; 1,09% serat kasar; 0,21%
Ca; 0,20% P. Kandungan asam aminonya secara berturutan adalah 4,73% arginin;
2,03% isoleusin; 5,47% leusin; 1,46% lysin; 0,37% metionin; 3,30% penilalanin;
3,63% treonin; 4,27% valin; dan 2,21% sistein. Kelemahan utama tepung bulu ayam
sebagai pakan (Gambar 5.1), yaitu rendahnya kandungan metionin sehingga perlu
adanya suplementasi metionin sintetis. Kelemahan lain tepung bulu ayam adalah
75
pola konsentrasi asam amino dalam tubuh. Apabila konsentrasi asam amino berubah,
bahan kering 92,34%, protein kasar 80,42%, lemak kasar 7,79%, serat kasar 0,88%,
dan abu 2,63%. Agar kandungan zat-zat makanan pada tepung bulu ayam menyamai
tepung ikan, maka harus ditambahkan dengan 25% minyak kelapa (75 : 25).
Dilaporkan juga bahwa penggunaan tepung bulu ayam (75% tepung bulu ayam +
25% minyak kelapa) pada level 2,5%, 5%, dan 7,5% sebagai pengganti penggunaan
tepung ikan dalam ransum secara nyata dapat menurunkan konsumsi ransum,
persentase lemak abdominal ayam. Akan tetapi, penambahan enzim papain dalam
ransum (0,03 – 0,06%) ternyata dapat memberikan hasil yang sama dengan kontrol.
ternyata dapat menghidrolisis bulu ayam sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim
pencernaan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa keratinisasi pada bulu ayam dapat
diatasi dengan teknologi fermentasi. Menurut Koh et al. (l963), enzim keratinolitik
ternyata dapat diproduksi oleh strain Aspergillus. Dilaporkan juga oleh Shih dan Lee
(l993) dalam Lin et al. (2001) bahwa tepung bulu ayam terfermentasi dengan
Tingginya kandungan asam amino sistin pada bulu ayam dapat menutupi
kekurangan asam amino metionin. Menurut Sugahara dan Kubo (l992), ransum yang
mengandung asam amino arginin dan asam amino yang mengandung sulfur tinggi
ternyata dapat menurunkan retensi energi sebagai lemak, sehingga karkas yang
pengukusan bulu ayam yang terlalu lama ternyata dapat menurunkan kandungan
Nuraini at al. (2002) menyatakan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan
penggunaan tepung bulu ayam adalah penggunaan enzim dalam pakan yang
bertujuan antara lain untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan tersebut. Penggunaan
enzim papain sebagai enzim proteolitik diketahui mampu memutuskan rantai peptida
kompleks menjadi asam-asam amino yang lebih sederhana pada kondisi yang sesuai
pakan dan mengoptimalkan kerja sistem pencernaan serta absorpsi zat makanan
dalam saluran pencernaan ayam. Dilaporkan bahwa penambahan 0,03% dan 0,06%
enzim papain dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan konsumsi ransum,
persentase karkas, pertambahan berat badan, dan efisiensi penggunaan ransum ayam.
Persentase lemak abdominal ayam meningkat secara tidak nyata dengan semakin
polipeptida menjadi asam-asam amino sehingga dalam tubuh ayam akan lebih mudah
dicerna.
77
Salah satu limbah yang dihasilkan dari rumah potong hewan (RPH) adalah isi
rumen. Sebagai hasil buangan, volume isi rumen mencapai 10 – 12 % dari berat
hidup ternak. Pada prinsipnya, isi rumen adalah bahan pakan yang tercerna dan tidak
tercerna yang belum sempat diserap oleh usus serta masih tercampur dengan getah
Cairan rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan kaya akan kandungan
enzim pendegradasi serat dan vitamin. Cairan rumen mengandung enzim -amilase,
dihidrolisis dalam rumen disebabkan karena pengaruh sinergis dan interaksi dari
kompleks mikroorganisme, terutama selulase dan xilanase ( Trinci et al., 1994). Isi
rumen yang merupakan limbah rumah potong hewan apabila tidak ditangani dengan
baik dapat mencemari lingkungan. Sebaliknya, isi rumen berpotensi sebagai feed
additive. Cairan rumen telah digunakan sebagai sumber inokulan dalam pengelolaan
silase jerami padi. Lebih lanjut, cairan rumen pada onggok sebagai bahan baku
penyusun ransum komplit dapat meningkatkan kandungan VFA (volatile fatty acids)
(Hardiyanto, 2001).
rumen dengan tepung limbah ikan dengan perbandingan 37% : 63% sebagai sumber
protein konsentrat pada ransum ayam petelur pada level 15-35% ternyata
menurunkan produksi telur. Hal ini duduga karena tingginya kandungan serat kasar
dan zat makanan yang tidak tercerna. Kandungan zat makanan pada isi rumen dari
Tabel 53. Kandungan zat makanan dari isi rumen sapi, kerbau, dan domba
Isi rumen kaya akan zat makanan berupa asam-asam amino, vitamin B-
kompleks, serta mineral yang sangat bermanfaat bagi ternak. Selain itu, isi rumen
mengandung serat kasar yang tinggi, lignin, silika, dan energi termetabolisnya
Salah satu bakteri yang terkandung dalam cairan rumen adalah bakteri
selulolitik. Isolasi bakteri selulolitik dari cairan rumen dapat dilakukan dengan cara
Bakteri yang dominan terpilih dari proses ini adalah enam macam isolat dari
Cellvibrio.
sebagai inokulum.
Cara pembuatan inokulum adalah stok bakteri pada media miring ditambahi
bakteri dari media miring tabung untuk selanjutnya dituang pada 45 ml media
dalam 450 ml cairan carboxil metil cellulose (CMC) yang telah ditambah
malt ekstrak.
Bahan lain yang berpotensi untuk digunakan sebagai pakan ternak adalah
limbah rumah pemotongan ternak berupa campuran tulang dan sisa daging yang
masih melekat (meat and bone meal). Untuk produk luar negeri, kandungan protein
kasar bahan pakan ini dapat mencapai 55 – 60%. Bahan pakan ini sangat bagus
untuk sumber mineral kalsium dan fosfor. Penggunaannya dalam ransum unggas
dapat mencapai 10.000 butir telur, akan banyak sekali limbah penetasan yang
dihasilkan. Limbah penetasan ini dapat berupa telur yang tidak ada tunasnya (setelah
80
tiga hari seleksi), telur dengan tunas tetapi gagal menetas, dan kulit telur itu sendiri.
Umumnya limbah penetasan telur ini dijadikan tepung dan sangat bagus sebagai
VI. PENUTUP
pemanfaatan limbah untuk pakan akan terus meningkat. Nilai pakan limbah sangat
tergantung pada jenis limbah, kandungan nutrisi limbah, dan ada tidaknya senyawa
antinutrisi pada limbah tersebut. Faktor pembatas pemanfaatan limbah sebagai pakan
ternak umumnya kandungan nutrisinya rendah dan kurang disukai oleh ternak. Atas
dengan kecernaan bahan kering dan protein yang lebih tinggi. Produk yang
dihasilkan memiliki kandungan protein kasar berkisar antara 35 – 40%. Karena itu,
ubi kayu yang semula sebagai sumber energi berubah menjadi sumber protein bagi
unggas.
teknis dan ekonomis terhadap pakan limbah tersebut. Pakan limbah yang akan
digunakan harus tersedia dalam waktu yang cukup lama atau ketersediaannya harus
kontinyu. Bahan pakan yang sudah tersedia pada suatu saat, kemudian hilang (tidak
tersedia) harus dihindarkan penggunaannya. Padi yang diproduksi secara masal dan
nasional menyebabkan ketersediaan dedak padi dan bekatul untuk ternak juga akan
berlimpah. Lain halnya dengan bahan pakan yang diproduksi secara terbatas akan
Produksi pertanian yang besar tentu akan menghasilkan banyak bahan pakan
menghasilkan dedak dan bekatul. Karena itu, dedak padi selalu digunakan dalam
penyusunan ransum ternak. Selanjutnya, buah kelapa dan kelapa sawit banyak
dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng, maka hasil samping
pembuatan minyak goreng itu dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, seperti
Pertimbangan lainnya, yaitu bahan pakan untuk ternak tidak boleh bersaing
pakan tersebut tidak boleh diberikan pada ternak, misalnya kacang kedelai. Namun
dapat digunakan sebagai bahan pakan, apabila harganya mahal, maka penggunaan
bahan atau peran bahan pakan itu sebagai bahan pakan ternak akan tersisihkan.
Murah ataupun mahalnya suatu bahan pakan harus dinilai dari manfaat bahan pakan
itu sendiri, yang merupakan cermin dari kualitasnya dan hasil yang diperoleh.
Tepung ikan misalnya, harganya memang mahal, tetapi bila dibandingkan dengan
kandungan proteinnya yang tinggi dan kelengkapan asam aminonya serta manfaat
yang diperoleh, maka penggunaan tepung ikan sebagai bahan pakan sumber protein
menjadi murah.
dalam pakan limbah memegang peranan penting untuk menentukan apakah bahan
pakan tersebut berperan atau tidak. Bahan pakan limbah yang mudah membentuk
racun atau mudah cemar juga tidak dapat digunakan sebagai bahan pakan. Bungkil
83
masih tinggi, maka ransum yang mengandung bungkil kelapa dalam proporsi tinggi
akan mudah tengik. Karena itu, beberapa pabrik makanan ternak mulai
untuk memecah selulosa, hemiselulosa, dan lignin, sehingga dapat dihasilkan pakan
antara lain: (i) mengurangi biaya pakan, khususnya dalam penyediaan hijauan
sebagai pakan utama ternak ruminansia, (ii) meningkatkan daya dukung lahan
sebagai tempat tanaman hijauan makanan ternak, dan (iii) dapat memberikan nilai
tambah bagi petani, apabila suatu saat nanti petani telah dapat melihat peluang
tersebut, yang artinya jerami tidak lagi sebagai limbah yang mengganggu proses
seperti zat gizi, antibiotik, dan pemacu pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam
pakan monogastrik, baik bahan tersebut dari hasil fermentasi ataupun lainnya.
Misalnya, cairan rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan kaya akan
Withers, 1992).
84
yang disebabkan oleh senyawa fitat, yaitu senyawa yang dapat mengikat fosfor.
tanninnya.
dalam pakan ternak untuk hewan monogastrik, berpotensi meningkatkan nilai nutrisi
pakan limbah (Graham et al., 1988; Annison, 1992; Wenk et al., 1993).
secara enzimatis. Oleh karena itu, beberapa peneliti telah mencoba menambahkan
Sterling et al. (1998), pemberian enzim dapat menurunkan kekenyalan (viskositas) isi
enzim). Dengan demikian, proses pencernaan makanan di usus menjadi lebih mudah.
protein menjadi asam amino. Asam amino selanjutnya diserap ke dalam tubuh dan
terdiri atas selulosa, hemiselulosa, xylanosa, dan pektin. Enzim akan mengurangi
kandungan serat detergen netral (NDF) dan “acid detergent fibre” (ADF) sehingga
karbohidrat yang terlarut yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri penghasil asam laktat
nilai nutrisi pakan, maka enzim tersebut harus memiliki aktivitas biologis saat
unggas mempunyai pH asam (4 - 5). Oleh karena itu, seleksi mikroorganisme yang
akan digunakan harus diisolasi dari mikroorganisme yang hidup di dalam saluran
DAFTAR PUSTAKA
Barrow, P. A. l992. Probiotics for Chickens. In. Probiotics The Scientific Basis (By :
R. Fuller). First Ed. Chapman and Hall, London. Hal : 225 - 250.
86
87
Bidura, I. G. N .G. 2002. Pengaruh Penggunaan Pod Kakao dalam Ransum yang
Disuplementasi Ragi Tape Terhadap Penampilan Itik Bali Umur 2 – 8
Minggu. Laporan Penelitian Dosen Muda, Fakultas Peternakan, Universitas
Udayana, Denpasar.
Choct, M. 1997. Feed enzymes; current and future aplication. In 11th annual Asia
Pacific Lecture Tour. 73-82.
Doyle, P. T., C. Davendra and G. R. Pearce. 1986. Rice straw as a Feed for Ruminants.
International Development Program of Australian Universities and Colleges
Ltd., Cambera, p.54-89.
Hagino, A., E. Inomata, K. Katoh, S. Oda, Y. Sasaki, and Y. Obara. 2000. Effects
of Dietary Starch and Protein Supplement on GH, IGF-1 and Insulin
Secretion in Sheep. In. Animal Production for a Consuming World, Vol. C.
(Ed. G.M. Stone). A Supplement of the Asian-Aus. J. Anim. Sci. 13 : 265
Han, Y. and D. H. Baker. 1994. Digestible Lysine Requirement of Male and Female
Broiler Chicks During the Period Three to Six Weeks Posthatching. Poult.
Sci. 73 : 1739 – 1745
Handriani, H. 1992. Pemakaian Zeolit dalam Ransum Ayam Petelur Tipe Medium
Fase Produksi II terhadap Bobot Telur dan Kualitas Telur. Skripsi Fakultas
Peternakan, IPB. Bogor.
Harianto. l996. Manfaat Serat Makanan. Sadar Pangan dan Gizi Vol. 5 (2) : 4-5
Hartanto, R. 1990 Pengaruh Jenis kapang dan Lama fermentasi terhadap Mutu dan
daya simpan tempe Limbah Jamur Merang. Skripsi fak. Teknologi pertanian,
IPB, Bogor.
Jin, L.Z., Y.W. Ho, N. Abdullah and S. Jalaludin. l997. Probiotics in Poultry :
Modes of Action. Worlds Poultry Sci. J. 53 (4) : 351-368
Khomsan, A. 1999. Kiat Sehat Menurunkan Kolesterol. Harian Swara No. 29 Hal. 7,
Jakarta
Koh, W., A. Santto and R. Messing. 1963. Keratinolytic Enzymes from Aspergillus
flavus and A. niger. Bacteriol. Proc. 38 : 18 – 24.
Kubena, L.F., J.W. Deaton, F.C. Chen and F.N. Reece. l974. Factors Influencing The
Quality af Abdominal Fat in Broilers. 2. Cage Versus Floor Rearing. Poultry
Sci. 53 : 574 – 576
Linder, M.C. 1985. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Ed. II. Penterjemah A.
Parakkasi. Penerbit UI., Jakarta.
91
Lloyd, L.E., B.E. McDonald and E.W. Crampton. l978. The Carbohidrates and
Their Metabolism. In : Fundamental of Nutrition. 2 nd Ed. W.H. Freman and
Co., San Francisco.
Mahfudz, L. D. 2006. Efektifitas Oncom Ampas Tahu sebagai Bahan Pakan Ayam.
Jurnal Produksi Ternak Vol. 8 (2) : 108 – 114
Mastika, I. M. 2001. Ilmu Gizi Ternak Unggas. Buku Ajar. UPT Penerbit,
Universitas Udayana, Denpasar
Menge, H., L.H. Littlefield, L.T. Frobish and B.T. Weinland. 1974. Effect of
Cellulose and Cholesterol on Blood and Yolk Lipids and Reproductive
Effiency of The Hen. J. Nutr. 104 : 1554 – 1566
Nuraini, E., Koentjoko, dan Soehardjono. 2002. Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu
Ayam dan Papain dalam Pakan terhadap Penampilan Ayam Pedaging.
Biosain Vol. 2 (1) : 14 – 19.
Ochetim, S. 1993. The Effects of Partial Replacement of Soybean Meal with Boiled
Fether Meal on The Performance of Broiler Chickens. AJAS. 6 (4) : 597 –
600
Oka, A. A. 1992. Studi Anatomi Perbandingan Letak Kelenjar Hipofisa Ternak Sapi,
Kerbau dan Domba Serta Pengaruh Ekstraknya Terhadap Spermiasi dan Mani
Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Thesis, Program Pascasarjana, IPB, Bogor.
Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit Angkasa,
Bandung.
Park, H. Y., I. K. Han and K. N. Heo. l994. Effects of Suplemention of Single Cell
Protein and Yeast Culture on Growth Performance in Broiler Chicks. Kor. J.
Anim. Nutr. Feed 18 (5) : 346-351
Piao, X.S ., I. K. Han, J. H. Kim, W. T. Cho, Y. H. Kim and C. Liang. l999. Effects
of Kemzyme, Phytase and Yeast Suplementation on The Growth Performance
and Pollution Reduction of Broiler Chicks. AJAS 12 (1) : 36-41
Pluske, J. R. 1997. Defining the future role of enzymes within the Asia Pacific
region. . In 11th annual Asia Pacific Lecture Tour. 45-64.
93
Rianto, E., E. Lindasari, dan E. Purbowati. 2006. Pertumbuhan dan Komponen Fisik
Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras
Berbeda. Animal Production. Jurnal Produksi Ternak Vo.8 (1) : 28-33
Schute, J.B., and J. de Jong . 1996. Effect of a dietary protease enzyme preparation
(vegpro) supplementation on broiler chick performance. In Lyons, T.P. and
K.A. Jacques. Biotechnology in the feed Industry. Proc. Alltech’s Twelfth
Annual Symposium. 233-240.
Scott, M. L., M. C. Neisheim and R. J. Young. l982. Nutrition of The Chickens. 2nd
Ed. Publishing by : M.L. Scott and Assoc. Ithaca, New York.
Sibbald, I. R., and M. S. Wolynetz. l986. Effects of Dietary Lysine and Feed Intake
on Energy Utilization and Tissue Synthesis by Broiler Chicks. Poult. Sci. 65 :
98 – 105
Subekti. 1982. Meningkatkan Citra Tempe sebagai makanan hari Depan. Harian
Sinar harapan 25 Maret 1982, Jakarta.
Tie Tze. 2002. Terapi Pepaya. PT. Prestasi Pustaka raya, Jakarta Sudjatinah, C. H.,
Wibowo, dan P. Widiyaningrum. 2005. Pengaruh Pemberian Ekstrak daun
Pepaya terhadap Tampilan Produksi Ayam Broiler. J. Indon. Trop. Agric. 30
(4) : 224 -229
Vallie, K., J. Barry, Brock, K. Dinesh, and J. H. Michael. 1992. Degradation of 2.4
toluen by the Lignin-Degrading Fungi Phanerochaete chrysosporium. J. Appl.
And Env. Microbiol. 8 : 221 - 228
Wahju, 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wenk, C., R. Koelliker, and R. Messikommer. 1993. Whole Maize Plants in Diets for
Growing Pig: Effects of Three Different Enzymes on the Feet Utilization.
Pages 165-169 in : Prosiding of The First Symposium of Enzymes in Animal
Nutrition. Kartause Ittingen, Switzerland.
Wihandoyo. 1985. Memanfaatkan Ubi Jalar Buangan sebagai Sumber Energi dalam
Pakan Ayam Pedaging. Lembaga Penelitian UGM, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta