Anda di halaman 1dari 62

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BIJI KAPUK (Ceiba

petandra) DALAM RANSUM TERHADAP ORGAN


PENCERNAAN DAN FISIOLOGIS PADA AYAM BROILER

SKRIPSI

Oleh:
MUHAMMAD FAJAR IQBAL
1310611144

Dibawah Bimbingan :

Prof. Dr. Ir. Erman Syahruddin, SU


Dr. Ir. Zulkarnain, MS

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2020
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BIJI KAPUK (Ceiba
petandra) DALAM RANSUM TERHADAP ORGAN
PENCERNAAN DAN FISIOLOGIS PADA AYAM BROILER

SKRIPSI

Oleh:
MUHAMMAD FAJAR IQBAL
1310611144

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Peternakan

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2020
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BIJI KAPUK (Ceiba
petandra) DALAM RANSUM TERHADAP ORGAN
PENCERNAAN DAN FISIOLOGIS PADA AYAM BROILER
MUHAMMAD FAJAR IQBAL, dibawah bimbingan
Prof. Dr. Ir. Erman Syahruddin, SU dan Dr. Ir. Zulkarnain, MS
Bagian Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan
Universitas Andalas, Padang 2020

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung


biji kapuk (Ceiba petandra) dalam ransum terhadap organ pencernaan dan
fisiologis ayam broiler. Penelitian ini menggunakan DOC ayam broiler strain CP
707 sebanyak 100 ekor, tanpa membedakan jantan dan betina umur 2 minggu.
Peubah yang diamati adalah persentase hati, persentase bobot ginjal, persentase
bobot proventrikulus, persentase bobot ventrikulus. Penelitian ini menggunakan
metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap ( RAL ) dengan 4
perlakuan dan 5 kali ulangan. Perlakuan pada penelitian ini adalah pemberian 4
level tepung biji kapuk yaitu pada perlakuan A dengan ransum tanpa tepung biji
kapuk kukus, perlakuan B ransum dengan pemberian tepung biji kapuk kukus 4% ,
perlakuan C ransum dengan pemberian tepung biji kapuk kukus 8%, dan
perlakuan D ransum dengan pemberian tepung biji kapuk kukus 12%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung biji kapung pada level 12%
menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot Proventikulus, Hati
dan Ginjal. Akan tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase
Ventrikulus. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan
tepung biji kapuk (Ceiba petandra) dalam ransum broiler yang terbaik terdapat
pada perlakuan C yaitu penggunaan tepung biji kapuk (Ceiba petandra) dalam
ransum ayam broiler sebanyak 8% menghasilkan persentase proventrikulus 0,44%,
ventrikulus 1,79%, hati 2,50% dan ginjal 0,64%.

Kata kunci : Tepung Biji Kapuk, Broiler, Proventrikulus, Ventrikulus, Hati, Ginjal
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

menganugrahkan berbagai nikmat dan rahmat yang tidak terhingga seperti

kesehatan, kesempatan, kejernihan pemikiran serta wawasan, sehingga dengan

taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BIJI KAPUK (Ceiba petandra)

DALAM RANSUM TERHADAP ORGAN PENCERNAAN DAN

FISIOLOGIS PADA AYAM BROILER. Skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan, Universitas

Andalas.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Erman

Syahruddin, SU selaku pembimbing I dan bapak Dr. Ir. Zulkarnain, MS selaku

pembimbing II atas bimbingan dan arahannya selama penulisan skripsi ini.

Seterusnya ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Dekan, Wakil Dekan,

Ketua dan Sekretaris Program Studi Fakultas Peternakan, Ketua dan Sekretaris

Bidang Ilmu dan Teknologi Produksi Ternak, Staf Pengajar, Staf Laboratorium,

Karyawan/wati Perpustakaan dan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) di Lingkungan

Fakultas Peternakan Universitas Andalas yang telah memberikan bantuan dan

fasilitas yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

pada Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

Terimakasih yang tak terhingga kepada ayahanda tercinta (Akmaluddin)

dan ibunda tercinta (Aluan), kakak tercinta (Febrisia, Febrianto, Oka Satria), serta

keluarga besar yang menjadi penyemangat bagi penulis. Penulis menyadari bahwa

skripsi ini masih perlu perbaikan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan

i
saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis mengharapkan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………………………………………………. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………........ iii

DAFTAR TABEL ………………………………………………....... V

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………... Vi

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………....... Vii

I. PENDAHULUAN ………………………………………........ 1

1.1. Latar Belakang …………………………………………... 1

1.2. Rumusan Masalah ……………………………………...... 2

1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………....... 2

1.4. Manfaat Penelitian ………………………………………. 3

1.5. Hipotesis Penelitian ……………………………………… 3

II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………...... 4

2.1. Ayam Broiler …………………………………………….. 4

2.2. Biji Kapuk ……………………………………………….. 6

2.3. Ransum Ayam …………………………………………… 8

2.4. Organ pencernaan dan fisiologis …………………............ 11

2.4.1. Proventrikulus …………………………………. 11

2.4.2. Ventrikulus …………………………………….. 13

2.4.3. Hati …………………………………………….. 14

2.4.4. Ginjal …………………………………………... 16

iii
III. MATERI DAN METODE ………………………………...... 17

3.1. Materi Penelitian ………………………………………… 17

3.1.1. Ternak Penelitian ……………………………… 17

3.1.2. Kandang dan Peralatan ………………………… 17

3.1.3. Ransum Penelitian ……………………………... 17

3.2. Metode Penelitian ……………………………………...... 19

3.2.1. Perlakuan ………………………………………. 19

3.2.2. Parameter yang Diamati ……………………...... 20

3.3. Pelaksanaan Penelitian …………………………………... 21

3.3.1. Pembuatan Tepung Biji Kapuk ………………... 21

3.3.2. Persiapan Kandang …………………………….. 22

3.3.3. Persiapan DOC dalam kandang ……………….. 22

3.3.4. Persiapan Ransum ……………………………... 23

3.3.5. Pengacakkan Ransum Perlakuan ……………… 23

3.3.6. Pemberian Ransum dan Air Minum …………… 23

3.4. Analisis Data …………………………………………...... 23

3.5. Tempat Penelitian ……………………………………...... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………. 25

4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Proventrikulus


25
Ayam Broiler …………………………………………….

4.2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Ventrikulus


28
Ayam Broiler …………………………………………….

4.3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Hati Ayam


30
Broiler ……………………………………………………

iv
4.4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Ginjal Ayam
33
Broiler ……………………………………………………

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………...... 37

5.1. Kesimpulan ……………………………………………… 37

5.2. Saran ……………………………………………………... 37

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………...... 38

LAMPIRAN …………………………………………………………. 41

RIWAYAT HIDUP …………………………………………………. 60

v
DAFTAR TABEL

NO Halaman

1. Kebutuhan Gizi Ayam Broiler …………………………………. 10


2. Kebutuhan Nutrisi Broiler dan Energi Metabolisme Periode
Starter …………………………………………………………... 11

3. Kebutuhan Nutrisi Broiler dan Energi Metabolisme Periode


Finisher ……………………………………………………….... 11

4. Kandungan Zat-zat Makanan dan Energi Metabolisme Bahan


Penyusun Ransum Penelitian ………………………................... 18

5. Komposisi Bahan Penyusun Pakan (%) dan Kandungan Nutrisi


serta Energi Metabolisme ……………………………………… 18

6. Perhitungan Gossypol ...………………………………………... 18


7. Analisis Ragam Acak Lengkap ...………………………………. 24
8. Rataan Persentase Proventrikulus Broiler untuk Masing-masing
Perlakuan Ayam Broiler ……………………………………….. 25

9. Rataan Persentase Ventrikulus Broiler untuk Masing-masing


Perlakuan Ayam Broiler ……………………………………….. 28

10. Rataan Persentase Hati Broiler untuk Masing-masing Perlakuan


Ayam Broiler ……………………………………....................... 31

11. Rataan Persentase Ginjal Broiler untuk Masing-masing


Perlakuan Ayam Broiler ……………………………………...... 33

vi
DAFTAR GAMBAR

NO Halaman

1. Proses Pembuatan Tepung Biji Kapuk ……………………... 21

2. Pengacakan Ransum Perlakuan …………………………….. 23

vii
DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Analisis Statistik Keragaman Presentase Bobot Proventrikulus


41
Ayam Broiler (%) Setiap Perlakuan Selama Penelitian …………

2. Analisis Statistik Keragaman Persentase Bobot Ventrikulus


43
Ayam Broiler (%) Setiap Perlakuan Selama Penelitian …………

3. Analisis Statistik Keragaman Persentase Bobot Hati Ayam


44
Broiler (%) Setiap Perlakuan Selama Penelitian ………………...

4. Analisis Statistik Keragaman Persentase Boobot Ginjal Ayam


46
Broiler (%) Setiap Perlakuan Selama ……………………………

5. Dokumentasi ……………………………………………………. 48

viii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kebutuhan akan daging pada saat ini sangat pesat untuk memenuhi asupan

protein didalam tubuh. Sumber protein tidak hanya berasal dari daging sapi,

kerbau, maupun kambing, sumber protein juga bisa berasal dari unggas, salah

satunya ayam broiler. Ayam broiler merupakan ternak yang banyak

dikembangkan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani. Ayam

broiler memiliki umur pemeliharaan yang singkat, sehingga pertumbuhannya

sangat tergantung pada ransum yang diberikan disamping tatalaksana dan

pencegahan penyakit (Rasyaf, 1994). Pertumbuhan dan kualitas daging ayam

broiler sangat ditentukan oleh ransum yang diberikan. Menurut Amrullah (2006)

ayam pedaging mampu menghasilkan bobot badan 1,5-1,9 kg/ekor pada usia 5-6

minggu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ayam broiler pada minggu ke 4 bobot

badan 1,480 kg/ekor dengan konversi pakannya adalah 1,431 (Nuryanto, 2007).

Pakan ternak merupakan salah satu komponen produksi pada suatu usaha

peternakan unggas, namun perbaikan pakan menjadi masalah terkait dengan biaya

produksi ransum yang mencapai sekitar 60-70% dari biaya produksi (Listiyowati

dan Roospitasari, 2000). Oleh karena itu penggunaan bahan pakan yang mahal

harus dapat dikurangi dengan cara menggunakan bahan pakan alternatif yang

lebih murah, mudah didapat, tersedia secara kontinyu, kualitasnya baik dan

penggunaannya tidak bersaing dengan kebutuhan manusia ataupun ternak lain

namun mempunyai kandungan nutrisi yang tetap baik. Salah satu bahan pakan

alternatif yang dapat digunakan yaitu tepung biji kapuk (Ceiba petandra).

1
Biji kapuk mempunyai kandungan nutrisi yang baik seperti protein,

karbohidrat, lemak dan asam amino yang sangat penting untuk kebutuhan ternak.

Selain itu, harganya murah dan potensinya cukup besar. Biji kapuk mengandung

protein yang cukup tinggi yaitu 32,7% dari bahan kering dan telah banyak

digunakan sebagai makanan ternak unggas dan digunakan sebagai salah satu

bahan pakan sumber protein nabati. Tingginya kandungan protein tersebut maka

biji kapuk dapat digunakan sebagai sumber nutrisi dalam pakan unggas.

Biji kapuk juga mengandung zat antinutrisi gossypol (polyphenol) dan

asam siklopropenoat (Hertrampf & Felicita, 2000; Francis dkk., 2001). Gossypol

ditemukan dalam bentuk bebas, bentuk beracun dan bentuk ikatan yang tidak

toksik, metode pengolahan biji kapuk menentukan kandungan gossypol bebas,

bila dilakukan proses pengolahan dengan pemanasan (penyangraian, penjemuran,

perebusan), fermentasi dan beberapa metode pengolahan lainnya maka dapat

meningkatkan daya guna bahan pakan lokal tersebut menjadi 20-40% dalam

formulasi pakan. Menurut Rosalind (2017), ambang batas pengunaan gossypol

dalam ransum sebanyak 200 ppm.

Pemberian biji kapuk sebelumnya telah dilakukan pada ayam petelur dan

hasilnya pemberian biji kapuk ini tidak memiliki pengaruh terhadap konsumsi

pakan, koversi pakan dan poduksi telur, hal ini karena biji kapuk yang digunakan

telah difermentasi (Syahruddin dkk, 2015). Pada penelitian sebelumnya Suherman

(1973), penggunaan tepung biji kapuk bisa digunakan sampai 8%. Oleh karena itu

pada penelitian ini digunakan perlakuan sebanyak 0%, 4%, 8% dan 12% untuk

mengetahui hasil jika penggunaan tepung biji kapuk lebih kecil atau lebih besar

dari penelitian sebelumnya. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji

2
pemanfaatan tepung biji kapuk sebagai bahan penyusun ransum terhadap organ

pencernaan dan fisiologis pada ayam broiler. Sebelum tepung biji kapuk dicampur

dengan ransum, biji kapuk di lakukan proses pengukusan yang bertujuan untuk

mengurangi zat antinutrisi seperti gossypol. Gossypol pada biji kapuk dapat

mengganngu kinerja organ pencernaan dan fisiologis, jika kinerja terganggu maka

kesehatan ternak juga terganggu.

Kesehatan ternak sangat diperhatikan dalam usaha pemeliharaan, karena

kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan dalam suatu usaha

pemeliharaan. Kesehatan yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan ternak

adalah kesehatan organ pencernaan dan fisiologis. Organ pencernaan dan

fisiologis seperti Proventrikulus, Ventrikulus, Hati dan Ginjal harus diperhatikan,

karena pada organ tersebut sangat penting dalam proses metabolisme dan ekskresi

dalam tubuh.

Analisis proksimat yang dilakukan pada biji kapuk (Ceiba petandra) di

laboratorium non ruminansia fakultas peternakan Universitas Andalas pada

tanggal 27 maret 2018 didapatkan kandungan kadar air 18,75%, protein kasar

16,49%-19,57%, lemak kasar 7,22%, serat kasar 22,00%-27,33%, Kalsium 0,24%,

dan fosfor 12,3%.

Berdasarkan penguraian, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BIJI KAPUK (Ceiba

petandra) DALAM RANSUM TERHADAP ORGAN PENCERNAAN DAN

FISIOLOGIS PADA AYAM BROILER”.

3
1.2. Rumusan masalah

Apakah pemberian tepung biji kapuk (Ceiba petandra) dalam ransum

ayam broiler berpengaruh terhadap Organ pencernaan dan fisiologis pada ayam

broiler dan pada level berapa pemberian tepung biji kapuk (Ceiba petandra)

dalam ransum ayam broiler yang berkualitas paling baik.

1.3. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung

biji kapuk (Ceiba petandra) dalam ransum dan level terbaik terhadap organ

pencernaan dan fisiologis (proventikulus, ventrikulus, hati dan ginjal) pada ayam

broiler.

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam

menyusun ransum ayam broiler dengan penambahan tepung biji kapuk dalam

pakan ayam broiler dan dapat mengetahui bagaimana pengaruh tepung biji kapuk

terhadap organ pencernaan dan fisiologis pada ayam broiler.

1.5. Hipotesis penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh pemberian tepung biji

kapuk (Ceiba petandra) dalam ransum terhadap organ pencernaan dan fisiologis

pada ayam broiler.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam Broiler

Budidaya ternak unggas tercatat sejak tahun 100 SM di India dari 14.000

spesies unggul yang ada, semuanya digolongkan ke dalam 25 Ordo. Unggas

didomestikasi dan diklasifikasikan menjadi 4 ordo yaitu; Corinifes (vertebrata

bertulang belakang), Anserformes (itik dan angsa), Galliformes (ayam kalkun,

ayam mutiara dan burung kuau), Columbuformes (burung tekukur dan merpati).

Ordo Galliformes paling besar perannya dalam perekonomian dan spesiesnya

dibagi menjadi 3 famili yaitu; Phasianidae (ayam), Muminiodar (kalkun, ayam

mutiara asal Afrika) dan Mellagride (kalkun Amerika).

Klasifikasi ayam menurut Rose (2001), sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa

Phylum : Chordata

Subphylum : Vetebrata

Devisi : Carinathae

Kelas : Aves

Ordo : Galliformes

Family : Phasianidae

Genus : Gallus

Spesies : Gallus gallus domestika

Menurut Suprijatna dkk.,. (2005) ayam broiler adalah ayam yang

mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke

tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah. Ayam broiler merupakan ayam

5
penghasil daging yang memiliki kecepatan tumbuh pesat dalam kurun waktu

singkat (Rasyaf, 1994).

Menurut Amrullah (2006) ayam pedaging mampu menghasilkan bobot

badan 1,5-1,9 kg/ekor pada usia 5-6 minggu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ayam

broiler pada minggu ke 4 bobot badan 1,480 kg/ekor dengan konversi pakannya

adalah 1,431 (Nuryanto, 2007).

Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam hasil budidaya

teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu

pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang baik dan dapat dipotong pada usia

yang relatif muda sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat dan efesien

serta menghasilkan daging yang berkualitas baik (Murtidjo, 1992). Ayam broiler

adalah ayam jantan/betina muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual

dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat dan

mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik (Rasyaf, 1994).

Broiler merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan

ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan atau produksi daging dalam

waktu yang relative cepat atau singkat sekitar 4 sampai 5 minggu produksi daging

sudah dapat dipasarkan atau dikosumsi (Murtidjo, 2003).

Menurut Siregar (2005), meyebutkan broiler adalah ayam muda yang

berumur kurang dari 8 minggu, daging lembut, empuk, dan gurih dengan bobot

hidup berkisar antara 1,5 sampai dengan 2,0 kg/ekor. Sedangkan menurut Rasyaf

(2009), yang dimaksud dengan broiler (ayam potong) adalah ayam yang muda

jantan atau betina yang berumur dibawah 8 minggu dengan bobot tertentu,

pertumbuhan yang cepat timbunan daging baik dan banyak.

6
Berdasarkan hasil penelitian Syahruddin, dkk (2015) dengan enam

perlakuan untuk menggantikan 0, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% dari bungkil

kedelai dengan biji kapuk fermentasi dengan empat kali ulangan. Variabel yang

diukur adalah asupan pakan, konversi pakan dan pendapatan atas biaya pakan

(laba kotor), serta variabel yang terkait dengan produksi telur (produksi hari ayam

dan berat telur), ketebalan indeks warna kulit telur dan kuning telur untuk kualitas

telur. Hasil analisis varians menunjukkan bahwa substitusi protein pakan kedelai

dengan protein dari biji kapuk terfermentasi menjadi 100% dalam pakan asli ayam

petelur tidak berpengaruh signifikan ( P > 0,05) pada pakan konsumsi, produksi

telur/hari ayam, berat telur dan konversi pakan.

2.2. Biji kapuk

Kapuk merupakan tanaman pekarangan, pinggir-pinggir jalan atau di

terasering-terasering sawah. Menurut Sangaji, (1998) biji kapuk merupakan hasil

samping industri pertanian yang cukup banyak di Indonesia terutama di Jawa

Tengah dan Jawa Timur dengan potensi sekitar 8.324 ton/tahun. Biji kapuk ini

memiliki kandungan protein kasar antara 27%-32% dan minyak 22%-44%

(Parakkasi, 1990; Hartutik, 2000; Mazida, 2007). Dari segi ilmu makanan ternak

Widodo biji kapuk dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Widodo(2005) menyatakan bahwa biji kapuk mempunyai bagian lunak

dalam bijinya yang dapat mencapai 50% yang mengandung protein yang lebih

tinggi (dibanding dengan biji kapuk yang lengkap dengan kulit) yakni 52-56%.

Berdasarkan penelitian Syahruddin, dkk (2015) tidak ada perbedaan

konsumsi pakan yang signifikan karena itu biji kapuk telah difermentasi dengan

tepat, dan karenanya meningkatkan kualitas dan memberikan palatabilitas yang

7
mirip dengan bungkil kedelai. Akibatnya, penggunaan biji kapuk yang

difermentasi hingga 29,35% dalam ransum ayam petelur, sama dengan 100%

substitusi makan kedelai, tidak berpengaruh pada pakan asupan. Selain itu, tidak

berpengaruh signifikan terhadap pakan Konsumsi juga karena kandungan gizi

energi metabolis, protein dan nutrisi lainnya serupa di setiap perawatan. Menurut

Syahruddin dan Herawaty (2010) menunjukkan bahwa biji kapuk dari kapuk segar

yang disediakan dalam diet ayam broiler lebih dari 9% dapat mengurangi

penambahan berat badan dan asupan pakan.

2.3. Ransum Ayam Broiler

Menurut Rasyaf (2004) ransum merupakan kumpulan bahan makanan

yang layak dimakan oleh ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu.

Aturan itu meliputi nilai kebutuhan gizi bagi ayam dan nilai kandungan gizi dari

bahan makanan yang digunakan. Penyamaan nilai gizi yang ada di dalam bahan

makanan yang digunakan dengan nilai gizi yang dibutuhkan ayam dinamakan

teknik penyusunan ransum.

Pakan yang dikonsumsi oleh ternak unggas sangat menentukan

pertambahan bobot badan sehingga berpengaruh terhadap efisiensi suatu usaha

peternakan. Syarat pakan yang dikonsumsi harus berkualitas baik yaitu

mengandung zat makanan yang sesuai dengan kebutuhan ternak unggas.

Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, kesehatan ayam,

perkandangan, wadah pakan, kandungan zat makanan dalam pakan dan stress

yang terjadi pada ternak unggas tersebut (Widodo, 2009).

Suatu faktor yang menentukan efisien tidaknya produksi ternak adalah

jumlah ransum yang dikonsumsi untuk memproduksi satu kilogram berat badan

8
yang biasa disebut konversi ransum, semakin, semakin kecil rasionya berarti

semakin efisen produksi ternak tersebut. Biaya produksi merupakan biaya terbesar

dalam suatu usaha peternakan yaitu sekitar 60-70% berasal dari pakan dan

selebihnya berasal dari biaya produksi lainnya (Arifin, 2002).

Cahyono (2001) menyatakan bahwa ransum yang baik harus mengandung

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral dalam jumlah berimbang. Selain

memperhatikan kualitas pemberian ransum juga harus sesuai dengan umur ayam

karena nilai gizi dan jumlah ransum yang diperlukan pada setiap pertumbuhan

berbeda. Selanjutnya dinyatakan bahwa fungsi makanan yang diberikan pada

dasarnya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, membentuk jaringan tubuh,

menganti bagian-bagian yang rusak dan selanjutnya untuk keperluan produksi.

Ayam broiler umur 4 minggu makanan harus mengandung protein kasar 21- 24%,

lemak 2,5%, serat kasar 4%, Ca 1%, P 0,5%, ME 2800-3500 kkal/kg.

Menurut pendapat Cahyono (2004) nutrisi broiler periode starter harus

mengandung protein kasar minimal 19,0%, lemak kasar maksimal 7,4%, serat

kasar maksimal 6,0%, kalsium 0,9-1,2%, fosfor 0,6-1,0%, energi metabolisme

minimal 2900 kkal/kg dan untuk periode finisher protein kasar minimal 18,0%,

lemak kasar maksimal 8,0%, serat kasar maksimal 6,0%, kalsium 0,9-1,2%, fosfor

0,6-1,0%, energi metabolisme minimal 2900 kkal/kg (Standar Nasonal Indonesia,

2006). Untuk kelompok ayam dari umur tertentu dan diternakkan untuk tujuan

tertentu membutuhkan ransum yang mengandung zat-zat makanan yang

jumlahnya tertentu pula. Sehingga ada ransum yang khusus untuk anak ayam,

ayam petelur, dan ayam pembibit yang masing-masing kadar proteinnya tidak

sama (AAK, 1995).

9
Tabel 1. Kebutuhan Gizi Ayam Broiler
Gizi Starter ( 0-3 minggu) Finisher (3-6 minggu)
Kadar air (%) 10 10
Protein (%) 23 23
Energi (Kkal EM/ kg) 3200 3200
Lisin (%) 1,1 1
Metionin+ Lisin (%) 0,9 0,72
Ca (%) 1 0,9
P (%) 0,45 0,35
Sumber: NRC (1994)

Kelebihan energi dalam ransum akan mengakibatkan konsumsi ransum

yang rendah begitu sebaliknya. Bahan makanan yang biasa digunakan sebagai

pembentuk ransum ayam adalah bekatul, dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang,

bungkil kacang kedelai, tepung ikan, jagung kuning, lemak dan minyak (Rasyaf,

2004).

Bahan-bahan tambahan yang lain bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan

tidak membahayakan ternak itu sendiri. Kartadisastra (1994) menyatakan jumlah

pakan yang diberikan sangat bergantung dari jenis ayam yang dipelihara, sistem

pemeliharaan dan tujuan produksi. Disamping itu juga dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang berkaitan dengan genetik dan lingkungan tempat ternak itu dipelihara.

Kebutuhan nutrisi broiler periode starter dan finisher sesuai Standar

Nasional Indonesia (2006) dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Broiler dan Energi Metabolisme Periode Starter


No Parameter Satuan Persyaratan
1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 19,0
3 Lemak kasar % Maks. 7,4
4 Serat kasar % Maks. 6,0
5 Abu % Maks. 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 – 1,20
7 Fospor (P) total % 0,60 – 1,00
8 Energy Metabolisme (ME) Kkal/Kg Min. 2900
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2006)a

10
Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Broiler dan Energi Metabolisme Periode Finisher
No Parameter Satuan Persyaratan
1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 18,0
3 Lemak kasar % Maks. 8,0
4 Serat kasar % Maks. 6,0
5 Abu % Maks. 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 – 1,20
7 Fospor (P) total % 0,60 – 1,00
8 Energy Metabolisme (ME) Kkal/Kg Min. 2900
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2006)b

2.4 Organ pencernaan dan fisiologis

2.4.1. Proventrikulus

Proventrikulus merupakan perbesaran terakhir dari esofagus, juga

merupakan kelenjar tempat terjadinya pencernaan secara enzimatis. Sel kelenjar

secara otomatis akan mengeluarkan cairan kelenjar pada saat makanan melewati

proventrikulus dengan cara berkerut secara mekanis (Akoso, 1993). Menurut

Srigandono (1996) bahwa proventrikulus adalah bagian dari saluran pecernaan

pada unggas yang terletak sebelum ventrikulus.

Proventikulus merupakan organ tempat terjadi proses pencernaan

pencampuran makanan dengan getah lambung (HCL dan pepsin), selanjutnya

makanan digiling dalam gizzard (Yasin, 2010). Dinding proventrikulus

mensekresikan asam klorida, enzim, dan getah lambung yang berfungsi mencerna

protein dan lemak (Nesheim dkk., 1979). Asam klorida berfungsi mengaktifkan

pepsinogen menjadi pepsin yang sangat dibutuhkan dalam mencerna protein

menjadi pepton, dan lipase mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol.

Dalam proventrikulus tidak terjadi pencernaan karbohidrat secara spesifik. Di

proventrikulus makanan berjalan secara cepat dan dalam jangka waktu yang

relatif pendek, sehingga pencernaan makanan secara enzimatis sangat sedikit

11
(North, 1978). Oleh karena pakan berlalu cepat melalui proventrikulus maka tidak

ada pencernaan material pakan. Bobot proventrikulus ayam pedaging pada umur

42 hari adalah 0,33% dari bobot badan akhir. Amrullah (2004) menyatakan besar

kecilnya proventrikulus dipengaruhi pakan ternak.

2.4.2. Ventrikulus

Ventrikulus (gizzard) disebut juga dengan otot perut yang terletak di

antara proventrikulus dan batas atas dari intestine tersusun dari jaringan otot tebal

dan tidak menghasilkan enzim pencernaan. Organ ini mempunyai otot-otot yang

kuat sehingga dapat menghasilkan tenaga yang besar dan mempunyai mucosa

yang tebal (North and Bell, 1984). Perototan ventrikulus dapat melakukan gerakan

meremas kurang lebih empat kali dalam satu menit (Akoso, 1993).

Ventikulus berbentuk oval dan memiliki dua pintu, yang satu

bersambungan dengan usus halus dan yang satu bagian lainnya berhubungan

dengan proventrikulus. Ventrikulus berfungsi untuk memecah dan menggiling

partikel-partikel berukuran besar menjadi lebih kecil, halus dan lunak untuk

memudahkan proses pencernaan selanjutnya (Murwani, 2010). Organ ini

berfungsi untuk menghancurkan butiran – butiran makanan dan mencampurnya

dengan pepsin dan HCL dimana protein sudah mulai dicerna dan mineral sudah

dilarutkan (Jull., 1987).

Putnam, (1991) menyatakan bahwa persentase bobot ventrikulus berkisar

antara 1,6-2,3% terhadap bobot hidup. Brake dkk. (1993) menyatakan bahwa pada

umur lima minggu bobot ventrikulus ayam betina sekitar 2% dan pada ayam

jantan sekitar 1,8% dari bobot badan. Bobot ventrikulus dipengaruhi oleh umur,

bobot badan dan makanan. Pemberian makanan yang lebih banyak akan

12
menyebabkan aktivitas ventrikulus lebih besar untuk mencerna makanan sehingga

urat daging ventrikulus menjadi lebih tebal dan memperbesar ukuran ventrikulus

(Prilyana, 1984).

2.4.3. Hati

Hati merupakan jaringan berwarna merah kecoklatan yang terdiri dari dua

lobus besar, terletak pada lengkupan duodenum dan rempela (Jull, 1979). Hati

memiliki peran penting dan fungsi yang komplek dalam proses metabolisme

tubuh. Menurut Ressang (1984), hati berperan dalam metabolisme karbohidrat,

lemak, protein, zat besi, sekresi empedu, fungsi detoksifikasi, pembentukan sel

darah merah serta metabolisme dan penyimpanan vitamin.

Menurut Akoso (1998), Hati berfungsi menyaring darah dan menyimpan

glikogen yang dibagikan keseluruh tubuh melalui aliran darah. Hati merupakan

organ tambahan untuk membantu proses pencernaan yang terletak pada

lingkungan lambung otot dan duodenum. Hati terbagi menjadi dua bagian lobus

yang memiliki warna merah coklat dan menghasilkan empedu yang ditampung

didalam kantong empedu (Wasito dan Rohaeni, 2005).

Menurut Erwan dan Resmi (2003), menyatakan bahwa bobot hati ayam

broiler pada kisaran normal yaitu 2-2,5% dari bobot badan. Sedangkan menurut

Suprayitno (2006), persentase bobot hati ayam broiler strain Cobb pada umur 35

hari yaitu berkisar antara 2,54-2,87%, dan menurut Puspitasari (2006) berkisar

antara 1,75-2,21%.

Menurut Ressang (1984), kelainan pada hati ditandai dengan adanya

perubahan warna hati, pembesaran dan pengecilan pada salah satu lobi serta tidak

ditemukannya kantong empedu. Hati yang normal berwarna coklat kemerahan

13
atau coklat terang dan apabila keracunan warna hati akan berubah menjadi kuning.

Kemudian menurut Mc Lelland (1990) Gejala-gejala klinis pada jaringan hati

tidak selalu teramati karena kemampuan regenerasi jaringan hati yang sangat

tinggi. Ukuran berat, konsistensi dan warna hati unggas dipengaruhi oleh bangsa,

umur, dan makanan yang diberikan kepada setiap ternak. Bobot hati juga

dipengaruhi oleh bakteri patogen yang biasanya mengakibatkan pembengkakan

hati (Sturki, 1976). Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya hati yaitu

bila adanya racun dan bibit penyakit yang masuk bersama makanan (Ressang,

1984).

2.4.4. Ginjal

Ginjal pada unggas terletak di belakang paru–paru dan berjumlah dua buah.

Saluran ureter menghubungkan antara ginjal dengan kloaka (Bell dan Weaver,

2002). Ginjal berperan dalam mempertahankan keseimbangan susunan darah

dengan mengeluarakan zat–zat seperti air yang berlebih, sisa metabolisme, garam-

garam organik, dan bahan–bahan lain yang terlarut dalam darah (Ressang, 1984).

Ginjal merupakan organ yang menyaring plasma dari darah dan secara

selektif menyerap kembali air serta unsur–unsur berguna dari filtrat, yang pada

akhirnya mengeluarkan kelebihan dan produk buangan plasma. Hampir semua

jenis ternak ginjalnya berbentuk seperti kacang (Frandson, 1992). Menurut

Suprijatna dkk. (2008) menyatakan fungsi utama ginjal adalah memproduksi urin

melalui pertama filtrasi darah sehingga air dan limbah metabolisme diekskresikan.

Proses yang selanjutnya terjadi yaitu reabsorpsi beberapa nutrien (misalnya

glukosa dan elektrolit) yang kemungkinan digunakan kembali oleh tubuh.

Sependapat dengan hasil penelitian Normasari (2000) bahwa pada ayam broiler

14
yang berumur 42 hari dengan pemberian onggok fermentasi memiliki bobot ginjal

3,33-4,18 gram atau 0,22%-0,29% dari bobot tubuh.

15
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi Penelitian

3.1.1. Ternak Penelitian

Penelitian ini menggunakan ayam broiler strain CP 707 sebanyak 100 ekor,

tanpa membedakan jantan dan betina umur 2 minggu.

3.1.2. Kandang Penelitian dan Perlengkapan

Kandang yang digunakan adalah kandang lantai kawat sebanyak 20 unit

masing-masing dengan ukuran ( P x L x T ) 70 x 70 x 60 cm/unit terbuat dari

kawat dan kayu yang ditempatkan dalam ruangan atau bangunan kandang . Per-

unit kandang ditempatkan 5 ekor ayam, masing-masing dilengkapi dengan tempat

makan, tempat minum dan termometer untuk mengatur suhu kandang, serta lampu

pijar. Peralatan lain tirai penutup, ember, timbangan dan koran. Timbangan

Weston dengan kapasitas 10 kg dan timbangan analitik digunakan untuk

menimbang ransum, serta plastik pecking digunakan untuk mencampur ransum.

3.1.3. Ransum Penelitian

Bahan penyusun ransum yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari

poultry shop dengan komposisi terdiri dari: jagung, dedak, bungkil kedelai,

tepung ikan, minyak kelapa, top mix dan tepung biji kapuk yang dibuat sendiri.

Pakan broiler yang digunakan pada minggu pertama dan minggu kedua adalah

pakan komersil dan selanjutnya menggunakan ransum yang diaduk sendiri seperti

dengan Tabel 3 yang pemberiannya diberikan secara ad-libitum. Kandungan zat

makanan dan energi metabolisme bahan pakan ransum dapat dilihat pada Tabel 4.

16
Tabel 4. Kandungan zat-zat makanan dan Energi Metabolisme Bahan penyusun
ransum penelitian.
Bahan pakan PK SK LK Ca P ME
Jagung a
9.55 3.80 2.18 0.38 0.33 3370
Dedak a
10.60 10.84 4.09 0.70 0.09 1630
Tepung ikan b
51.00 2.80 1.52 5.55 2.60 2580
Bungkil Kedelaia 45.00 7.50 2.49 0.63 0.32 2240
Top mix b
0.00 0.00 0.00 5.38 1.14 0.00
Minyak b
0.00 0.00 100 0.00 0.00 8600
Biji kapuk kukus 18.57
c
24.33 23.85 0.24 0.9 2670
Sumber: a: Nuraini dkk., (2013)
b: Hasil analisa laboratorium nutrisi non ruminansia fakultas
peternakan unand (2012)
c: Hasil analisa laboratorium nutrisi non ruminansia fakultas
peternakan unand (2018)

Tabel 5. Komposisi bahan penyusun pakan (%) dan kandungan nutrisi serta
energi metabolisme.
Bahan pakan Ransum A Ransum B Ransum C Ransum D
Jagung 52.00 51.00 51.00 49.50
Dedak 14.00 13.50 11.00 9.00
Tepung ikan 13.50 13.50 13.50 13.50
Bungkil kedelai 16.00 14.00 13.00 12.50
Top mix 0.50 0.50 0.50 0.50
Minyak 4.00 3.50 3.00 3.00
Biji kapuk 0.00 4.00 8.00 12.00
TOTAL 100.00 100.00 100.00 100.00
Protein 20.53 20.22 20.25 20.41
Serat Kasar 5.07 5.80 6.42 7.09
Lemak 6.30 6.00 6.99 7.82
Kalsium 1.17 1.16 1.148 1.13
Pospor 0.59 0.61 0.64 0.67
ME (kkal/kg) 3031.30 3008.45 3009.10 3021.55

Tabel 6. Perhitungan gosyypol


Perlakuan Kandungan BKK Kandungan Gossypol Kandungan gossypol
dalam ransum (%) segar (ppm) setelah dikukus (ppm)
A 0% 0 0
B 4% 128 ppm 103 ppm
C 8% 257 ppm 208 ppm
D 12 % 386 ppm 312 ppm

17
3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen menggunakan Rancangan

Acak Lengkap ( RAL ) dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan yang masing-

masing unit 5 ekor ayam broiler. Perlakuan pada penelitian ini adalah pemberian

4 level tepung biji kapuk yaitu:

A = Ransum tanpa tepung biji kapuk kukus


B = Ransum dengan tepung biji kapuk kukus 4%
C = Ransum dengan tepung biji kapuk kukus 8%
D = Ransum dengan tepung biji kapuk kukus 12%
Model matematis dan rancangan yang digunakan adalah menurut Steel and torie

(1995):

Yij = μ + τi + εij

Keterangan :

Yij : Hasil pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j


μ : nilai tengah umum
i : Perlakuan ( A, B, C, dan D )
τi : pengaruh perlakuan ke-I
j : ulangan ( 1,2,3, 4 dan 5 )
εij : pengaruh sisa ( galat ) pada ulangan ke - j yang mendapat
perlakuan ke I

3.2.2. Parameter yang diamati

1. Persentase bobot Proventrikulus

Dalam mencari bobot proventrikulus, digunakan rumus:

bobot proventrik ulus


x 100%
bobot akhir

2. Persentase bobot Ventrikulus

Dalam mencari bobot ventrikulus, digunakan rumus:

bobot ventrikulus
x100%
bobot akhir

18
3. Persentase Hati
Dalam mencari bobot hati, digunakan rumus:
bobot hati
x 100%
bobot akhir

4. Persentase bobot Ginjal

Dalam mencari bobot ginjal, digunakan rumus:


bobot ginjal
x 100%
bobot akhir

3.3. Pelaksanaan penelitian

3.3.1 Pembuatan tepung biji kapuk

1. Biji kapuk yang digunakan diperoleh dari daerah Batu Limbak

perbatasan Solok dengan Tanah Datar, tepatnya di tepi Danau

Singkarak.

2. Biji kapuk yang masih bercampur serat diayak dengan saringan

untuk memperoleh biji kapuk yang bersih, kemudian dicuci sampai

bersih.

3. Setelah itu dilakukan pengukusan selama 1 jam untuk mengurangi

kadar racun yang terdapat pada biji kapuk.

4. Selanjutnya biji kapuk dikeringkan di bawah sinar matahari,

setelah kering biji kapuk digiling hingga menjadi tepung.

(Gambar1)

19
Dilakukan pengayakan untuk memisahkan serat.

Biji kapuk

Dicuci

Dikukus selama 1 jam

Dikeringkan dibawah sinar matahari

Digiling hingga menjadi tepung

Gambar 1. Proses pembuatan tepung biji kapuk kukus.

3.3.2. Persiapan kandang

a. Melakukan sanitasi dan biosecurity sebelum kandang digunakan yaitu

dengan terlebih dahulu membersihkan seluruh areal kandang baik didalam

kandang maupun diluar kandang yang memungkinkan timbulnya bibit

penyakit seperti: air yang tergenang, adanya tumpukan sampah dan saluran

air yang tidak lancar.

b. Kandang dibersihkan dengan cara pengapuran dan penyemprotan dengan

rodalon.

c. Mempersiapkan perlengkapan kandang seperti: tempat makan, tempat

minum, plastik penampung feses dan makanan tumpah, timbangan pakan,

lampu pijar, thermometer dan perlengkapan lainnya .

d. Membersihkan tempat makan, tempat minum dengan sabun dan direndam

dengan rodalon.

20
e. Mempersiapkan lampu pijar 60 watt sehari sebelum ayam masuk ke unit

kandang box, guna untuk menstabilkan suhu 24 jam sebelum DOC datang,

lampu kandang dinyalakan dengan tujuan menghangatkan ruangan

kandang.

3.3.3. Persiapan DOC dalam kandang

Day old chick ( DOC ) ditempatkan pada kandang dengan alas lantai

kandang kawat dengan menggunakan koran dan menghidupkan pemanas (lampu

pijar) sehari sebelum DOC datang guna untuk menstabilkan suhu/ menghangatkan

ruangan kandang. Untuk mencegah penyakit ND, dilakukan vaksinasi dengan

menggunakan vaksin strain ND B1 melalui tetes mata pada umur empat hari.

3.3.4. Persiapan Ransum

Ransum yang disiapkan masing-masing bahan penyusun, ditimbang

menurut komposisinya, kemudian dicampur dan diaduk rata. Ransum disusun

sekali dalam seminggu selama penelitian, guna mencegah ketengikan. Pemberian

pakan dan air minum secara ad libitum. Ransum yang digunakan adalah ransum

CP 311 umur 1 hari sampai 14 hari dan umur 15 hari sampai 42 hari diberi ransum

yang diaduk sendiri dengan komponen terdiri dari: jagung, dedak, bungkil kedelai,

tepung ikan, top mix, minyak kelapa dan tepung biji kapuk.

3.3.5. Pengacakan Ransum Perlakuan

Ayam ditempatkan dalam box secara acak karena beratnya sama dengan

kovarian < 15%. Ransum perlakuan diberi kode dan perlakuan ditempatkan secara

acak pada kandang utama. Pengacakan ransum penelitian dilakukan sesuai

gambar dibawah ini:

21
K1 K2 K3 K4 K5
A
B B D C
D
A D A B
B
C A C A
C
D C B D
Keterangan: A,B,C,D = Perlakuan K = Kelompok / Ulangan

Gambar 2 . Layout penempatan perlakuan broiler dalam kandang

3.3.6. Pemberian Ransum dan air minum

Ransum diberikan secara ad libitum sesuai dengan perlakuan. Sisa ransum

dikumpul dan ditimbang setiap hari. Pemberian air minum diberikan secara

adlibitum. Kandang, tempat makan, tempat air minum serta kotoran dibersikan

setiap hari selama penelitian. Ayam broiler dipelihara selama 6 minggu.

3.4. Analisis data

Semua data yang diperoleh diolah secara statistik dengan analis keragaman

sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan. Analis ragam

dapat dilihat pada Tabel 3, jika terdapat perbedaan antara perlakuan diuji dengan

dengan Duncan’s Multiple range Test (DMRT) sesuai prosedur menurut Steel dan

Torrie (1995).

Tabel 7. Analis Ragam Rancangan Acak Lengkap ( RAL )


SK Db JK KT Fhit F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 3 JKP KTP = JKP/Db KTP /KTS 3,05 4,89
Sisa 16 JKS KTS= JKS/Db
Total 19 JKT
Keterangan: F Hit > tab 0,05 (berbeda tidak nyata)
F < Hit tab 0,05 (berbeda nyata)
F < Hit tab 0,01 (berbeda sangat nyata)

22
3.5. Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan dikandang unggas Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)

Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang selama 7 minggu dimulai dari

tanggal 11 September sampai 11 November 2018.

23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Proventrikulus Ayam


Broiler

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa terjadi kenaikan rataan

proventakulus pada ayam broiler, karena adanya pengaruh perlakuan yang

diberikan. Masing-masing perlakuan mengahasilkan rataan yang berbeda seperti

terlihat pada tabel 8.

Tabel 8. Rataan Persentase Proventrikulus Ayam Broiler.


Perlakuan Nilai Rata-rata dan Superskrip
A 0,39 a
B 0,42 a
C 0,44 a
D 0,65 b
Keterangan: abnilai superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa rataan proventakulus pada ayam broiler

paling rendah terdapat pada perlakuan A dengan rataan 0.39% dan rataan yang

tertinggi terdapat pada perlakuan D dengan rataan 0,65%. Hasil analisis sidik

ragam (Lampiran 1) menunjukan bahwa perlakuan ransum berpengaruh sangat

nyata (P<0,01) terhadap persentase proventikulus pada ayam broiler. Ini

membuktikan bahwa penambahan tepung biji kapuk (Ceiba petandra)

berpengaruh sangat nyata terhadap persentase proventikulus pada ayam broiler.

Pada perlakuan ransum 12 persen tepung biji kapuk berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap perlakuan lainnya. Kisaran persentase proventikulus penelitian

adalah 0,36%-0,65% dari bobot hidup. Hasil tersebut lebih tinggi dari penelitian.

Hasil uji DMRT (Duncan’s Multiple New Range Test) menunjukan bahwa

perlakuan A (0%) berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap perlakuan B (4%) dan

24
perlakuan C (8%) sedangkan pada perlakuan D (12%) memberikan pengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap perlakuan Persentase proventrikulus. Pada

perlakuan B (4%) berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap perlakuan C (8%) namun

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap perlakuan D (12%). Persentase

proventrikulus pada perlakuan C (8%) berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

perlakuan D (12%). Berbeda sangat nyata nya perlakuan D disebabkan pemberian

dosis tepung kapuk tinggi sehingga kadar gossypol dalam ransum tinggi,

menyebabkan persentase proventrikulus tinggi. biji kapuk juga mengandung zat

antinutrisi gossypol (polyphenol) dan asam siklopropenoat (Hertrampf and

Felicita, 2000). Ditambahkan menurut Cai dkk. (2004), bahwa asam-asam

phenolic yang terdapat dalam gossypol dapat menghambat kerja enzim tripsin dan

pepsin sehingga presentase bobot proventrikulus meningkat. Bobot proventrikulus

ayam pedaging pada umur 42 hari adalah 0,33% dari bobot badan akhir.

Pada Tabel 8 terlihat semakin tinggi persentase tepung biji kapuk yang

diberikan kedalam ransum, persentase rataan proventikulus yang di hasilkkan

semakin tinggi, tingginya persentase proventikulus pada penelitian ini

berkemungkinan disebabkan karena biji kapuk mengandung protein tinggi namun

mengandung zat anti nutrisi gossypol (polyphenol) dan asam siklopropenoat yang

berpotensi toksik pada ayam broiler , sehingga sulit dicerna oleh tubuh ayam

broiler. Sesuai dengan pendapat Amrullah (2004), menyatakan besar kecilnya

proventrikulus dipengaruhi pakan ternak. Semakin banyaknya fitat dalam ransum

basal yang diberikan ke ayam pedaging akan mempengaruhi ukuran

proventrikulus, karena proventrikulus bekerja memproduksi asam hydrochloric

(HCl) pepsin dan enzim dalam pakan yang diberikan. Selain itu, Biji kapuk

25
mengandung konsentrasi gossypol yang cukup tinggi untuk menghasilkan

keracunan akut. Keracunan gossypol telah dilaporkan pada banyak spesies,

termasuk pada ayam broiler. Dilanjutkan menurut Hertrampf and Felicita (2000)

bahwa biji kapuk juga mengandung zat anti nutrisi gossypol (polyphenol) dan

asam siklopropenoat yang berpotensi toksik pada ayam pedaging. Sementara itu,

hewan monogastrik, seperti burung, ikan dan hewan pengerat, lebih rentan

terhadap toksisitas gossypol dari ruminansia. Tanda-tanda umum toksisitas akut

gossypol pada hewan di antaranya gangguan pernapasan, kenaikan berat badan,

anoreksia, kelemahan, apatis, dan kematian setelah beberapa hari. Yang sesaui

dengan pendapat Hasan (2013) Bahwa gossypol juga memengaruhi metabolisme

tiroid.

Hasil analisis keragaman (Lampiran 1) menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan sangat nyata P<0,01 persentase proventrikulus pemberian tepung biji

kapuk (Ceiba petandra) dalam ransum terhadap organ pencernaan dan fisiologis

pada ayam broiler. Beberapa peneliti telah melaporkan tentang pemanfaatan

tepung biji kapas yang merupakan bahan mirip biji kapuk dalam pakan beberapa

jenis ikan. Berdasarkan hasil penelitian Hertrampf and Felicitas (2000) Tingkat

kecernaan tepung biji kapas pada ikan lele berkisar 71,2%-90,6%; dan pada ikan

mas antara 46,5%-87,3%.

26
4.2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Ventrikulus Ayam Broiler

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa perlakuan yang diberikan tidak

mempengaruhi Ventrikulus pada ayam broiler. Dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Persentase Ventrikulus Ayam Broiler.


Perlakuan Nilai Rata-rata dan Superskrip
A 1,73
B 1,78
C 1,79
D 1,80

Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan Ventrikulus pada ayam broiler

yang terendah terdapat pada perlakuan A (0%) dengan rataan 1,73 % dan rataan

yang tertinggi terdapat pada perlakuan D (12%) dengan rataan 1.80%. Hasil

analisis sidik ragam (Lampiran 2) memperlihatkan pemberian Tepung Biji Kapuk

hingga taraf 12% dalam ransum penelitian tidak berpengaruh terhadap persentase

pancreas, persentase ventrikulus hasil penelitian yaitu 1,73%-1,80% dari bobot

hidup. Hasil analisis sidik ragaman (Lampiran 2) menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan tidak nyata (P>0.05) bobot ventrikulus pemberian tepung biji kapuk

(Ceiba petandra) dalam ransum terhadap organ pencernaan dan fisiologis pada

ayam broiler. Meskipun berbeda tidak nyata biji kapuk dapat menurunkan

kecernaan energi pakan, sehingga ayam yang diberi pakan mengandung tepung

biji kapuk tersebut sudah mengalami penurunan ketersediaan energi tercerna.` Hal

ini akan berdampak pada efek gossypol serta kinerja pertumbuhan pada ayam

broiler. Semakin tinggi pemberian tepung biji kapuk semakin tinggi bobot

ventrikulus. Sesuai dengan pendapat Murwani (2010) Karena ventrikulus

berfungsi untuk memecah dan menggiling partikel-partikel berukuran besar

menjadi lebih kecil, halus dan lunak untuk memudahkan proses pencernaan

selanjutnya.

27
Berbeda tidak nyatanya (P>0.5) perlakuan yang diberikan terhadap

ventrikulus disebabkan dalam ventrikulus tidak ada perbedaan konsumsi pakan

yang signifikan karena itu biji kapuk telah difermentasi dengan tepat dan

karenanya meningkatkan kualitas dan memberikan palatabilitas yang mirip

dengan bungkil kedelai. Sependapat dengan Syahruddin, dkk (2015) tidak ada

perbedaan konsumsi pakan yang signifikan karena itu biji kapuk telah

difermentasi dengan tepa dan karenanya meningkatkan kualitas dan memberikan

palatabilitas yang mirip dengan bungkil kedelai. Akibatnya, penggunaan biji

kapuk yang difermentasi hingga 29,35% dalam ransum ayam petelur, sama

dengan 100% substitusi makan kedelai, tidak berpengaruh pada pakan asupan.

Ditambahkan menurut Mazida (2007), hal ini disebabkan karena asupan

ransum yang konsumsi ayam broiler tehadap pemberian tepung biji kapuk. Biji

kapuk ini memiliki kandungan minyak 22%-44% dan asam lemak esensial

linoleat (27% total lemak), dan belum dimanfaatkan dengan optimum. Kemudian

dilanjutkan Usman (2010), bahwa peningkatan bobot ventrikulus disebabkan

karena peningkatan serat dalam pakan. Hal ini mengakibatkan beban ventrikulus

lebih besar untuk memperkecil ukuran partikel ransum secara fisik, akibatnya urat

daging ventrikulus tersebut akan lebih tebal sehingga memperbesar ukuran

ventrikulus.

Rataan bobot ventrikulus yang dihasilkan antara 1,73% -1,80%. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fenita dkk. (2008) bahwa

bobot relatif dari Ventrikulus yaitu 1,69% - 1,98%. Dilanjutkan oleh Brake dkk.

(1993) yang menyatakan bahwa pada umur lima minggu bobot Ventrikulus ayam

betina sekitar 2% dan pada ayam jantan sekitar 1,8% dari bobot badan. Hal ini

28
juga sesuai dengan hasil penelitian Putnam (1991) menyatakan bahwa persentase

bobot ventrikulus berkisar antara 1,6-2,3% terhadap bobot hidup. Bobot

ventrikulus dipengaruhi oleh umur, bobot badan dan makanan. Pemberian

makanan yang lebih banyak akan menyebabkan aktivitas ventrikulus lebih besar

untuk mencerna makanan sehingga urat daging ventrikulus menjadi lebih tebal

dan memperbesar ukuran ventrikulus.

29
4.3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Hati Ayam Broiler

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa terjadi kenaikan rataan

hati pada ayam broiler, karena adanya pengaruh perlakuan yang diberikan.

Masing-masing perlakuan mengahasilkan rataan yang berbeda seperti terlihat

pada tabel 10.

Tabel 10. Rataan Persentase Hati Broiler Untuk Masing-Masing Perlakuan Ayam
Broiler.
Perlakuan Nilai Rata-rata dan Superskrip
A 2,48 a
B 2,49 a
C 2,50 a
D 3,09 b

Keterangan : abnilai superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
SE : Standar Error

Pada tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan hati pada ayam broiler yang

terendah terdapat pada perlakuan A (0%) dengan rataan 2.48 % dan rataan yang

tertinggi terdapat pada perlakuan D (12%) dengan rataan 3.09 %. Hasil analisis

sidik ragaman (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata

(P<0.01) bobot hati pemberian tepung biji kapuk (Ceiba petandra) dalam ransum

terhadap organ pencernaan dan fisiologis pada ayam broiler. Hal ini disebabkan

rendahnya tingkat kecernaan pakan antara lain menurunnya aktivitas enzim

amilase, dan protease, dengan meningkatnya kandungan tepung biji kapuk dalam

pakan. Hati memiliki peran penting dan fungsi yang komplek dalam proses

metabolisme tubuh ternak.

Hasil uji DMRT (Duncan’s Multiple New Range Test) menunjukan bahwa

perlakuan A (0%) berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap perlakuan B (4%) dan

perlakuan C (8%), tetapi berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap perlakuan D

30
(12%). Persentase hati pada perlakuan B (4%) berbeda tidak nyata (P>0,05)

terhadap perlakuan C (8%) namun berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

perlakuan D (12%) dan Persentase hati pada perlakuan C (8%) berbeda sangat

nyata (P<0,01) terhadap perlakuan D (12%).

Berbeda nyata perlakuan disebabkan kandungan ransum pakan biji kapuk

mengandung gossypol. Kadar gossypol yang tinggi dianggap mempunyai

pengaruh yang merugikan terhadap nilai gizi makanan ternak dan dapat meracuni

hati, karena gossypol dapat mengikat protein, asam amino yang spesifik, dan

mineral fosfor. Tabel 10 diatas, Rataan persentase hati hasil penelitian yang

dihasilkan antara 2,48%-3,09%. Hasil penelitian ini tinggi dari hasil penelitian

Erwan dan Resmi (2003) bahwa bobot hati ayam broiler pada kisaran normal

yaitu 2-2,5% dari bobot badan dan masih melebihi hasil dari penelitian Suprayitno

(2006), bahwa persentase bobot hati ayam broiler strain Cobb pada umur 35 hari

yaitu berkisar antara 2,54-2,87%, serta lebih tinggi lagi dari hasil penelitian

Puspitasari (2006) berkisar antara 1,75-2,21%.

4.4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Ginjal Ayam Broiler

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa terjadi kenaikan rataan

ginjal pada ayam broiler, karena adanya pengaruh perlakuan yang diberikan.

Masing-masing perlakuan menghasilkan rataan yang berbeda seperti terlihat pada

Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Persentase Ginjal pada Ayam Broiler.


Perlakuan Nilai Rata-rata dan Superskrip
A 0,61 a
B 0,62 a
C 0,64 a
D 0,79 b
Keterangan: abnilai superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh berbeda nyata (P<0,01)

31
Pada tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan hati pada ayam broiler yang

terendah terdapat pada perlakuan A (0%) dengan rataan 0.61 % dan rataan yang

tertinggi terdapat pada perlakuan D (12%) dengan rataan 0.79 %. Hasil analisis

sidik ragaman (Lampiran 4) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata

(P<0.01) bobot ginjal pemberian tepung biji kapuk (Ceiba petandra) dalam

ransum terhadap organ pencernaan dan fisiologis pada ayam broiler. Hal ini

disebabkan biji kapuk ini memiliki kandungan asam lemak esensial linoleat (27%

total lemak) dan belum dimanfaatkan dengan optimum untuk keseimbangan asam

basa dan ekskresi produk sisa nitrogen terjadi pada ginjal.

Hasil uji DMRT (Duncan’s Multiple New Range Test) menunjukan bahwa

perlakuan A (0%) berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap perlakuan B (4%) dan

perlakuan C (8%) tetapi berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap perlakuan D

(12%). Persentase ginjal pada perlakuan B (4%) berbeda tidak nyata (P>0,05)

dengan perlakuan C (8%) namun berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

perlakuan D (12%) dan pada persentase ginjal perlakuan C (8%) berbeda sangat

nyata (P<0,01) terhadap perlakuan D (12%). Semakin tinggi pemberian persentase

biji kapuk maka semakin besar bobot ginjal disebabkan besarnya kerja ginjal

dalam sistem metabolisme terhadap ransum penambahan tepung biji kapuk dalam

ransum ayam broiler. Karena ginjal bertugas untuk menjaga keseimbangan cairan

dan elektrolit, keseimbangan asam basa, dan ekskresi produk sisa nitrogen. Hal ini

disebabkan karena adanya zat beracun pada biji kapuk yakni asam sianida.

Menurut pendapat Gunawan dan Mulyani (2004), menyatakan bahwa asam

sianida dapat merangsang ginjal menjadi lebih aktif. Sehingga dengan akibatnya

kerja ginjal menjadi lebih ekstra dan terjadi pembengkakan. Selain itu, disebabkan

32
ginjal memiliki peran kunci dalam pengaturan keseimbangan dan

mempertahankan keseimbangan osmotik cairan tubuh. Ureter menghubungkan

masing-masing ginjal dengan kloaka. Urine pada unggas terutama tersusun atas

asam urat yang bercampur dengan feses pada kloaka dan keluar sebagai kotoran

berupa material berwarna putih seperti pasta.

Pada Tabel 11 rataan perlakuan A (0%) dengan rataan 0,61%, perlakuan

B (4%) dengan rataan 0,62%, pelakuan C (8%) dengan rataan 0,64% dan pada

perlakuan D (12%) dengan rataan 0,79%. Menurut Suprijatna dkk., (2008)

menyatakan bahwa fungsi utama ginjal adalah memproduksi urin melalui filtrasi

darah sehingga air dan limbah metabolime disekresikan. Proses yang selanjutnya

terjadi yaitu reabsorbsi beberapa nutrien (misalnya glukosa dan elektrolit) yang

kemudian digunakan kecuali oleh tubuh. Kapuk diolah sebagai pakan unggas

dengan cara pengukusan pada biji kapuk. Berdasarkan hasil penelitian

Ramakrishna (2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pengukusan

dengan air juga dapat menurunkan kandungan tannin dan asam fitat.

Hasil penelitian Wahyuni dan Sjofjan (2018), menunjukkan bahwa

kandungan tannin dalam biji asam jawa (tamarin) mengalami penurunan berturut-

turut sebanyak 0,2663% pada pengukusan 10 menit, 0,2683% pada pengukusan

20 menit, dan 0,2665% pada pengukusan 30 menit. Hal tersebut diperkuat oleh

penelitian Diana (2016) yang menunjukkan bahwa semakin lama proses

perebusan, kandungan gossypol dalam biji kapas akan semakin menurun. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa kadar gossypol terendah (35,89%) diperoleh

setelah perlakuan perebusan biji kapas selama 3 jam.

33
Persentase ginjal hasil penelitian berkisar antara 0.61%-0.79% dari bobot

hidup, persentase tersebut lebih tinggi dari penelitian Lubis dkk., (2007) yang

memberikan penambahan onggok fermentasi hingga taraf 15% dengan

tgp;memperoleh persentase ginjal 0,22%-0,29% dari bobot hidup.

34
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

penggunaan tepung biji kapuk (Ceiba petandra) dalam ransum ayam broiler

berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap Proventrikulus, Hati dan Ginjal ayam

broiler serta tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap ventrikulus ayam broiler. Hasil

penelitian yang terbaik terdapat pada perlakuan C yaitu penggunaan tepung biji

kapuk (Ceiba petandra) dalam ransum ayam broiler yang terbaik sebanyak 8%

menghasilkan persentase proventrikulus 0,44%, ventrikulus 1,79%, hati 2,50%

dan ginjal 0,64%.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian penulis menyarankan penggunaan tepung biji

kapuk (Ceiba petandra) yang terbaik dalam ransum ayam broiler pada level

pemberian sebanyak 8%.

35
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1995. Beternak Ayam Pedaging. Kanisius, Yogyakarta.

Akoso, B.T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta

Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-2. Lembaga Satu
Gunungbudi, Bogor.

Amrullah. I. K. 2006. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor.

Anggrodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Arifin, M. 2002. Rahasia Sukses Memelihara Ayam Broiler di Daerah Tropis.


Penebar swadaya. Jakarta.

Azis, A., F. Manin dan Afriani. 2010. Penampilan produksi ayam broiler yang
diberi Bacillus circulans dan Bacillus sp. selama periode pemulihan setelah
pembatasan ransum. Med. Pet. 33: 12-17.

Brake Putnam, P.A. 1991. Handbook of Animal Science. Academy Press, San
Diego.

Broody, S. 1945. Bioenergetics and Growth. Reinhold Publishing Corp. New


York.

Cahyono, B. 2001. Ayam Buras Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Cahyono, Bambang. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging


(Broiler). Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Cai, Y., Zhang, H., Zeng, Y., Mo, J., Bao, I., Miao, C., Bai, I., Yann, F., and Chen,
F. 2004. An optimazed gossypol high-performance liquid chromatography
assay and Its application in evaluatio haln of different gland genotypes of
cotton. Journal Bio Sci, 29: 67-71.

Card, L. E. 1962. Poultry Production. Lea and Febiger. Philadelphia. USA.

Card, L. E. dan M. Neshim. 1972. Poultry Production. 11 th Ed. Lea and Febiger
Philadelpia

Francis, G., Hannder, P. S. M., and Becker, K. 2001. Antinutritional factor present
in plantderived alternate fish fedd ingredients and their effects in Fish.
Aquaculture, 199: 197227.

36
Hardjoswaro dan Rukminasih. 2000. Peneingkatan Produksi Ternak Unggas.
Penerba Swadaya, Jakarta.

Hartutik. 2000. Evaluasi nilai nutrisi bungkil biji kapuk randu, Ceiba petandra
Gaertn, dalam ransum ruminansi. Disertasi, Pascasarjana UGM.
Jogyakarta.

Hertrampf, I. W and Felicitas P. 2000. Hand book on ingredients for aqua culture
feeds. Kluwer Academic Publishers. Dorcirechtl Boston/London.

Jull, M. A. 1979. Succesfull Poultry Management 1 St.Ed. Mc. Graw Hill Book
Company. Inc New York.

Kartadisastra, H. R., 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius, Yogyakarta.

Listiyowati dan Roospitasari. 2000. Tata Laksana Budidaya Secara Komersial,


Penebar Swadaya, Jakarta.

Lubis, D. A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan Kedua. PT. Pembangunan.


Jakarta.

Mazida, A. N. 2007. Penggunaan protein nabati dengan dan tanpa penambahan


enzimfitase sebagai bahan baku pakan lele dumbo (Clarias sp.). Tesis.
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor, 55 hlm.

Morgan, S. E. 1989. Gossypol as a toxicant in livestock. In: Burrows, G.E (ed.).


The Veterinary Clinics of North America: Food Animal Practice.
Philadelphia, p. 251-263.

Murtidjo, B. A. 1992. Mengelola Ayam Buras. Kanisius. Yogyakarta.

Murtidjo, B. A. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler Catatan ke-14. Kanisius,


Yogyakarta.

Murwani, R. 2010. Broiler Modern. Edisi ke-1. CV Widya Karya, Semarang.

NRC. 1994. Nutrient Requirments of poultry National Academy of Science.


Washington DC, USA.

Nuraini, M., E. Mahata and Nirwansyah. 2013. Response of Broiler Fed Cocoa
Pod Fermented by Panerochaete chrysosporium and Monascus Purpureus
in The Diet. Pakstan Journal of Nutrition 12. (9): 886-888.

Nuryanto. 2007. Sexing untuk Performa Optimal. Trobos 90 Maret 2007 tahun
VIII, Jakarta.

Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa,


Bandung.

37
Pinto, B. 2011. Analisis Risiko Produksi pada Peternakan Ayam Broiler Milik
Bapak Restu di Desa Cijayanti Kecamatan Babakan Madang Kabupaten
Bogor. Skripsi, Bogor.

Plavnik, I. and S. Hurwi . 1985. The performance of broiler chicks following a


severe feed restriction at an early age. Poultry Sci. 64 : 348-355.

Prilyana. 1984. Pengaruh Pembatasan Pakan terhadap Persentase Karkas, Lemak


Abdominal, Lemak Daging Paha dan Bagian Giblet Ayam Pedaging.
Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rasyaf, M. 1994. Bahan makanan Unggas di Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.

Rasyaf, M. 2009. Beternak Ayam Pedaging.P.T. Swadaya,Jakarta.

Ressang, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi ke-2. CV Percetakan Bali,
Denpasar.

Rosalind, D. 2017. Agriculture and Feed Related Toxicants. Elsevier.Hlm 343-


360.
Rose, S.P. 2001. Principles of Poultry Science. CAB International.

Sangadji, I. 1998. Aspek nutrisi dan pubertas kambing dara yang diberi konsentrat
dengan penambahan bungkil biji kapuk (Ceiba petandra). Tesis. Program
Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Siregar, A. P. 2005. Tehnik Ayam Pedaging di Indonesia. Merdie Group. Jakarta.

Siregar, A. P. dan M. Sabrani. 1980. Teknik Beternak Ayam Pedaging di


Indonesia. CV. Casaguna, Jakarta.

Srigandono, B. 1996. Beternak Itik Pedaging. PT. Trubus Agriwidiya Unggara,


Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2006. (SNI 01-3930-2006) Pakan anak ayam ras
pedaging (broiler starter). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2006. (SNI 01-3931-2006) Pakan ayam ras pedaging
masa akhir (broiler finisher). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Steel, R. G. and J. H. Torrie. 1995. Principles and Procedures of Statistics, a


Biometrical Approach. McGraw-Hill Book Company. New York.

Suherman, F. 1973. Pengaruh Bungkil Biji Kapuk Terhadap Pertumbuhan Anak


Ayam Tipe Dwiguna. Thesis. Fakultas Peternakan, IPB

Suprijatna, E. Umiyati, A. Ruhyat, K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar


Swadaya. Jakarta.

38
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, & R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Cetakan ke-2. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syahruddin, E., and Herawaty, R. 2010. Giving Fresh Kapok Seed against
Performance. Broiler Research Report, Faculty of Animal Husbandry,
Andalas University, Padang.
Syahruddin,E., Rita Herawaty, dan Azhar Ibrahim. 2015. Effect of Substitution of
Fermented Kapok Seed (Ceiba petandra) to Soybean Meal on
Production and Egg Quality from Native Laying Hens. David
Publishing.5: 5833-838
Tantolo, S. 2009. Perbandingan performans dua strain broiler yang mengkonsumsi
air kunyit. Fakultas Pertanian Jurusan Peternakan, Universitas Lampung,
Lampung.

Titus, H. W. and J. C. Fritz. 1971. The Scientific Feeding of Chickens. 5 th Ed.


The Interstate Publisher . Inc. Denville, Illinois.

Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. UMM Press.


Malang.

Widodo, W. 2009. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Universitas


Muhammadiyah Malang. Malang.
Zubair, A. K. and S. Leeson. 1994. Eff ect of varying period of early nutrient
restriction on growth compensation and carcass characteristics of male
broilers. Poult. Sci. 73 : 129-136.

39
Lampiran 1. Analisis Statistik Keragaman Persentase Bobot Proventrikulus
Ayam Broiler (%) Setiap Perlakuan Selama Penelitian.
Perlakuan Total Rataan
Ulangan A B C D
1 0,40 0,41 0,42 0,45 1,68 0.42
2 0,45 0,50 0,50 0,54 1,99 0.50
3 0,37 0,44 0,43 0,65 1,89 0.47
4 0,37 0,39 0,44 0,76 1,96 0.49
5 0,36 0,37 0,43 0,86 2,02 0.51
Total 1,95 2,11 2,31 3,26 9,54 2.39
Rataan 0,39 0,42 0,44 0,65 1,91

FK = (Y…)2/r.t
= (9.54)2/20
= 4.551
JKT = ∑(yj) – FK
= (0,402+0,412 +…+0,862) – 4,551
= 0.340
JKP = ∑(yj)2/k – FK
= ((1,95) 2 + (2,11) 2 +.... + (3,26) 2 /5) _ 4,551
= 0.212
JKS = JKT – JKP
= 0.340– 0,212
= 0,128
KTP = JKP/dbP
= 0,212/3
= 0,071
KTS = JKS/db S
= 0,128/16
= 0,008
F.Hit = KTP/KTS
= 0,071/0,008
=8,809
SE = √KTS/r
= √0,008/5
= 0,018
Analisis Keragaman
F.Tabel
SK Db JK KT F.Hitung Keterangan
0,05 0,01
Sangat
0,212 0,071 8.809** 3,24 5,29
Perlakuan 3 berbeda nyata
0,128 0,008
Sisa 16
0,018
Total 19
Ket: (**) Berbeda Sangat Nyata (P<0,01)

40
Uji Lanjut DMRT

Tabel SSR,LSR 5% dan 1%


SSR LSR
Nilai P SE
0,05 0,01 0,05 0,01
2 3,08 4,32 0.018 0.055 0.078
3 3,23 4,55 0.058 0.082
4 3,33 4,68 0.060 0.084

Urutan nilai tertinggi ke yang rendah


D C B A
0,65 0,44 0,42 0,39

Perbandingan Nilai Beda Nyata


Perlakuan Nilai P Selisih LSR 5% LSR 1% Ket
0,21 0.055 0.078 **
D-C 2
0,23 0.058 0.082 **
D-B 3
0,26 0.060 0.084 **
D-A 4
0,02 0.055 0.078 Ns
C-B 2
0,05 0.058 0.082 Ns
C-A 3
0,03 0.055 0.078 Ns
B-A 2
Ket: ns : Berbeda tidak nyata (P>0,05)
*: Berbeda nyata (P<0,05)
**: Berbeda sangat nyata (P<0,01)

Superskrip
AA BA CA DB

41
Lampiran 2. Analisis Statistik Keragaman Persentase Bobot Ventrikulus Ayam
Broiler (%) Setiap Perlakuan Selama Penelitian.
Perlakuan Total Rataan
Ulangan A B C D
1 1.82 2.00 1.90 1.95 7.67 1,92
2 1.85 1.95 1.86 1.80 7.46 1,87
3 1.60 1.70 1.75 1.78 6.83 1,71
4 1.45 1.59 1.73 1.76 6.53 1,63
5 1.93 1.65 1.72 1.70 7.00 1,75
Total 8.65 8.89 8.96 8.99 35.49 8,87

Rataan 1.73 1.78 1,79 1,80 7,10

FK = (Y…)2/r.t
= ( 35,49)2/20
= 62.977
JKT = ∑(yj) – FK
= (1,822+2,002 +…+1,70 2) – 62,98
= 0,370
JKP = ∑(yj)2/k – FK
= (9,128) 2 + (8,889) 2 +.... + (7,10) 2 _ 62,98
5
= 0,014
JKS = JKT – JKP
= 0,369– 0,014
= 0,356
KTP = JKP/dbP
= 0,014/3
= 0,005
KTS = JKS/db S
= 0,355/16
= 0,022
F.Hit = KTP/KTS
= 0,035/0,022
= 0.214
SE = √KTS/r
= √0,022/5
= 0,030
Analisis Keragaman
F.Tabel
SK Db JK KT F.Hitung Keterangan
0,05 0,01
0,014 0,005 0.214 3,24 5,29
Perlakuan 3 Ns
0,356 0,022
Sisa 16
0.019
Total 19
Ket: (ns) Berbeda Tidak Nyata (P>0,05)

42
Lampiran 3. Analisis Statistik Keragaman Persentase Bobot Hati Ayam Broiler
(%) Setiap Perlakuan Selama Penelitian.

Perlakuan Total Rataan


Ulangan A B C D
1 2.45 2.50 2.45 3.16 10,56 2,64

2 2.50 2.45 2.48 3.12 10,55 2,64


3 2.54 2.46 2.43 2.85 10,28 2,57

4 2.48 2.50 2.55 3.13 10,66 2,67


5 2.45 2.55 2.60 3.18 10,78 2,70

Total 12,42 12.46 12,51 15,44 52,83 13,21

Rataan 2,48 2,49 2,50 3,09 10,57

FK = (Y…)2/r.t
= ( 52,83)2/20
= 139,550
JKT = ∑(yj) – FK
= (2,452+2,502 +…+3,182) – 139,550
= 1,435
JKP = ∑(yj)2/k – FK
= (12,42) 2 + (12,46) 2 +.... + (15,44) 2 _ 139,550
5
= 1,330
JKS = JKT – JKP
= 1,435– 1,330
= 0,105
KTP = JKP/dbP
= 1,33077/3
= 0.443
KTS = JKS/db S
= 0,105/16
= 0,007
F.Hit = KTP/KTS
= 0,443/0,007
= 67.319

SE = √KTS/r
= √0,007/5
= 0.017

43
Analisis Keragaman
F.Tabel
SK Db JK KT F.Hitung Keterangan
0,05 0,01
Perlakuan 3 1,330 0,443 67,319** 3,24 5,29 Berbeda sgt nyata
Sisa 16 0,105 0,007
Total 19 0,076
Ket: (**) Berbeda Nyata (P<0,01)

Uji Lanjut DMRT

Tabel SSR,LSR 5% dan 1%


SSR LSR
Nilai P SE
0,05 0,01 0,05 0,01
2 3,08 4,32 0,017 0,05 0,07
3 3,22 4,50 0,05 0,08
4 3,31 4,62 0,06 0,08

Urutan nilai tertinggi ke yang rendah


D C B A
3,09 2,50 2,49 2,48

Perbandingan Nilai Beda Nyata


Perlakuan Nilai P Selisih LSR 5% LSR 1% Ket
0,59 0,05 0,07 **
D-C 2
0,60 0,05 0,08 **
D-B 3
0,61 0,06 0,08 **
D-A 4
0,01 0,05 0,07 Ns
C-B 2
0,02 0,06 0,08 Ns
C-A 3
0,01 0,05 0,07 Ns
B-A 4
Ket: ns : Berbeda tidak nyata (P>0,05)
*: Berbeda nyata (P<0,05)
**: Berbeda sangat nyata (P<0,01)

Superskrip
AA BA CA DB

44
Lampiran 4. Analisis Statistik Keragaman Persentase Bobot Ginjal Ayam Broiler
(%) Setiap Perlakuan Selama Penelitian.
Perlakuan Total Rataan
Ulangan A B C D
1 0.57 0.64 0.70 0.87 2,78 0,70
2 0.58 0.54 0.69 0.76 2,57 0,64
3 0.59 0.58 0.66 0.85 2,68 0,67
4 0.64 0.68 0.67 0.75 2,74 0,69
5 0.65 0.64 0.48 0.71 2,48 0,62
Total 3,03 3,08 3,20 3,94 13,25 3,31
Rataan 0,61 0,62 0,64 0,79 2,65

FK = (Y…)2/r.t
= (13,25)2/20
= 8,778
JKT = ∑(yj) – FK
= (0,572+0,642 +…+0,712) – 8,778
= 0,178
JKP = ∑(yj)2/k – FK
= (3,03) 2 + (3,08) 2 +.... + (3,94) 2 _ 8,778
5
= 0,108
JKS = JKT – JKP
= 0,178 – 0,108
= 0,070
KTP = JKP/dbP
= 0,108/3
= 0,036
KTS = JKS/db S
= 0,070/16
= 0,004
F.Hit = KTP/KTS
= 0,036/0,004
= 8,290
SE = √KTS/r
= √0,004/5
= 0,013

45
Analisis Keragaman
F.Tabel
SK Db JK KT F.Hitung Keterangan
0,05 0,01
Perlakuan 3 0,108 0,036 8,290** 3,24 5,29 Berbeda sgt nyata
Sisa 16 0,070 0,004
Total 19 0,009
Ket: (**) Berbeda Sangat Nyata (P<0,01)

Uji Lanjut DMRT

Tabel SSR,LSR 5% dan 1%


SSR LSR
Nilai P SE
0,05 0,01 0,05 0,01
2 3,08 4,32 0,013 0,04 0,05
3 3,22 4,55 0,04 0,06
4 3,31 4,68 0,04 0,06

Urutan nilai tertinggi ke yang rendah


D C B A
0,79 0,64 0,62 0,61
Perbandingan Nilai Beda Nyata
Perlakuan Nilai P Selisih LSR 5% LSR 1% Ket
0,15 0,04 0,05 **
D-C 2
0,17 0,04 0,06 **
D-B 3
0,18 0,04 0,06 **
D-A 4
0,02 0,04 0,05 Ns
C-B 2
0,03 0,04 0,06 Ns
C-A 3
0,01 0,04 0,05 Ns
B-A 4
Ket: ns: Berbeda tidak nyata (P>0,05)
*: Berbeda nyata (P<0,05)
**: Berbeda sangat nyata (P<0,01)

Superskrip
AA BA CA DB

46
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Alat pemisah serat dan biji kapuk Biji kapuk

Mencuci biji kapuk Perebusan biji kapuk

Penggilingan biji kapuk Tepung biji kapuk

47
Penempatan ayam pada box Penimbangan ayam

Penimbangan pakan Penimbangan pakan

Penelitian D perlakuan D

48
Perlakuan D Perlakuan D

49
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Muhammad Fajar Iqbal dilahirkan di

Padang, 09 Maret 1995 anak keempat dari empat

bersaudara pasangan ayahanda Akmaluddin dan Ibunda

aluan. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan

Sekolah dasar di SDN 09 Air Pacah, Padang. Pendidikan

lanjutan pertama diselesaikan di SMP N 16 Padang, Padang tahun 2010.

Kemudian melanjutkan pendidikan di MA N 3 Padang selesai pada tahun 2013.

Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa peternakan Universitas

Andalas melalui jalur SNMPTN.

Selama masa studi, penulis berorganisasi di KOSBEMA (Komite Siaga

Bencana Mahasiswa Asrama) selama satu tahun. Pada bulan Juli sampai agustus

2016 penulis mengikuti Kliah Kerja Nyata (KKN) di Kabupaten Solok Selatan.

Kemudian mengikuti kegiatan Farm Experience di UPT (Unit Pelaksana teknis) di

fakultas Peternakan Universitas Andalas. Pada tanggal 28 September sampai 9

November 2018 dilaksanakan pula penelitian di kandang unggas Unit Pelaksanaan

Teknis (UPT) Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas

Andalas, Padang.

Padang, November 2020

Muhammad Fajar Iqbal

50

Anda mungkin juga menyukai