OLEH :
ANISA DINDA FATIA
19311023
OLEH :
ANISA DINDA FATIA
19311023
Program Studi : Akuakultur
Mengetahui : Menyetujui :
Ketua Program Studi Dosen Pembimbing
Menyetujui :
Dekan
1
RINGKASAN
2
KATA PENGANTAR
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN …………………………………………………………. 2
……..
KATA PENGANTAR 3
………………………………………………………..
DAFTAR ISI 4
………………………………………………………………….
DAFTAR GAMBAR 6
…………………………………………………………
DAFTAR TABEL …. 7
…………………………………………………………
BAB I. PENDAHULUAN 8
……………………………………………………
1.1 Latar Belakang 8
……………………………………………………..
1.2 Tujuan 9
……………………………………………………………...
1.3 Manfaat 10
…………………………………………………………….
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 11
…………………………………………….
2.1 Biologi Ikan Gurami 11
……………………………………………….
2.1.1 Klasifikasi 11
……………………………………………………
2.1.2 Morfologi …………………………………………………… 11
2.1.3 Habitat ……………………………………………………… 13
2.1.4 Kebiasaan Makan …………………………………………… 13
2.1.5 Reproduksi/Perkembangbiakan 14
……………………………...
2.2 Pembenihan Ikan Gurami 14
………………………………………….
2.2.1 Seleksi Induk 14
………………………………………………...
2.2.2 Pemeliharaan Induk 15
………………………………………….
2.2.3 Pemijahan 15
……………………………………………………
2.2.4 Penetasan Telur ……………………………………………... 16
2.2.5 Pemeliharaan Larva dan Pemberian Pakan Alami ………….. 16
4
2.2.6 Pengontrolan Kualitas Air 17
…………………………………...
2.3 Pendederan 18
………………………………………………………...
2.4 Hama dan Penyakit 18
………………………………………………...
2.4.1 Hama ………………………………………………………... 18
2.4.2 Penyakit 19
……………………………………………………...
BAB III. METODOLOGI PRAKTEK KETERAMPILAN LAPANGAN 21
.
3.1 Waktu dan Tempat 21
………………………………………………...
3.2 Alat dan Bahan 21
…………………………………………………….
3.2.1 Alat 21
…………………………………………………………..
3.2.2 Bahan 22
………………………………………………………...
3.3 Metode Praktek Keterampilan Lapangan 22
………………………….
3.3.1 Metode Observasi 22
……………………………………………
3.3.2 Metode Pustaka ……………………………………………... 22
3.3.3 Metode Wawancara 22
………………………………………….
3.3.4 Pengumpulan Data ………………………………………...... 22
3.4 Prosedur Pelaksanaan Praktek Keterampilan Lapangan ………. 23
….
3.4.1 Persiapan Alat dan Bahan ……………..……………………. 23
3.4.2 Persiapan Wadah/Media 23
……………………………………..
3.4.3 Pemilihan/Seleksi Induk Ikan 24
………………………………..
3.4.4 Peletakkan Induk Kedalam Bak Pemijahan ………………… 25
3.4.5 Proses Pemijahan 25
…………………………………………….
3.4.6 Pemanenan Telur 25
…………………………………………….
3.4.7 Penetasan Telur ……………………………………………... 25
3.4.8 Pemeliharaan Larva 26
………………………………………….
3.4.9 Pendederan ………………………………………………….. 26
3.5 Pengamatan dan Pengumpulan Data 26
5
………………………………
3.5.1 Berat Induk Sebelum dan Sesudah Memijah ……………….. 26
3.5.2 Berat Gonad 26
………………………………………………….
3.5.3 IKG (Indeks Kematangan Gonad) 26
…………………………...
3.5.4 Fekunditas …………………………………………………... 27
3.5.5 Daya Tetas Telur (Hatching Rate) ………………………….. 27
3.5.6 Kelangsungan Hidup (Survival Rate) ………………………. 27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28
……………………………………
4.1 Hasil Pengamatan 28
………………………………………………….
4.1.1 Induk Ikan …………………………………………………... 28
4.1.2 Fekunditas …………………………………………………... 29
4.1.3 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) ……………… 30
4.1.4 Kualitas Air …………………………………………………. 31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 33
……………………………………..
5.1 Kesimpulan 33
…………………………………………………….
5.2 Saran 33
…………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA 34
………………………………………………………...
LAMPIRAN ………... 37
………………………………………………………...
6
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
.
1 Induk Gurami Jantan ………………………………….…….. 12
……………
2 Induk Gurami Betina ………………….…………………………..... 12
……
7
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
.
1 Perbedaan Morfologi Ikan Gurami Jantan dan Betina ……..…. 12
…………
2 Perbedaan Induk Jantan dan Betina ……………………………........ 15
……
3 Alat-alat Praktek Keterampilan Lapangan …………………...….….. 21
……
4 Bahan-bahan Praktek Keterampilan Lapangan .………………...…….. 22
…
5 Berat Induk ………………………………………. 28
………………………
6 Fekunditas Telur, Fertilization Rate dan Hatching Rate 29
…………………
7 Survival Rate …... 30
………………………………………………………...
8 Kualitas Air 31
……………………………………………………………….
8
BAB I
PENDAHULUAN
9
Pembenihan merupakan salah satu upaya dalam kegiatan budidaya untuk
meningkatkan produktifitas benih dalam menekan tingginya permintaan pasar yang
belum dapat terpenuhi. Pembenih ikan gurami biasanya hanya memelihara larva
hingga siap jual dengan ukuran 1-2 cm dengan lama pemeliharaan 40 hari. Akan
tetapi pada pemeliharaan benih gurami ukuran 1-2 cm mempunyai resiko yang cukup
tinggi karena banyak mengalami kematian dan memerlukan waktu pemeliharaan yang
cukup lama hingga mencapai ukuran konsumsi, Untuk mempercepat perputaran usaha
diperlukan kegiatan pendederan yaitu pemeliharaan benih dari ukuran 1-2 cm hingga
ukuran 4-6 cm atau bahkan lebih besar hingga ukuran yang siap dipasarkan sesuai
dengan permintaan. Kegiatan pendederan juga diharapkan dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif usaha bagi para pembudidaya (Effendi, 2004).
Dari berbagai aspek serta keunggulan-keunggulan yang tertera diatas, maka
penulis tertarik untuk mengambil Praktek Keterampilan Lapangan (PKL) tentang
pembenihan ikan gurami di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Benih Ikan
(BBI) Dinas Ketahanan Pangan Dan Pertanian Kota Binjai.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan Praktek Keterampilan
Lapangan (PKL) ini ialah sebagai berikut :
1. Agar mahasiswa memiliki keterampilan serta pengetahuan, terutama pada teknik
pembenihan ikan gurami (Osphronemus gouramy).
2. Mengetahui teknologi dan pengelolaan yang diterapkan dalam kegiatan
pembenihan ikan gurami di Balai Benih Ikan (BBI) Dinas Ketahanan Pangan Dan
Pertanian Kota Binjai.
3. Mengamati gejala-gejala penyakit yang menyerang larva ikan serta dapat
mengetahui penyebab/sumber penyakit dan cara menanggulangi-nya.
10
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan Praktek Keterampilan
Lapangan (PKL) ini ialah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu dan terampil dalam kegiatan pembenihan terutama dalam
pembenihan ikan gurami.
2. Sebagai pedoman bagi mahasiswa dalam upaya produksi pembenihan ikan
gurami.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Morfologi
Saat muda, tubuh gurami tertutup sisik berwarna biru kehitaman sementara bagian
perutnya berwarna keputihan. Jika dilihat dari samping, bentuk tubuh terlihat pipih
hampir oval. Setelah dewasa warna badan berubah menjadi merah kecoklatan.
Punggungnya berwarna merah sawo tua (kecoklatan), sedangkan perutnya berwarna
keperak-perakan atau kekuningan. Tepi sisik kepala terasa kasar, sedangkan sisik
badan berukuran relatif besar dan semakin mendekati kepala ukurannya semakin
mengecil (Saparinto, 2008).
Gurami memiliki sirip punggung (dorsal) berjumlah 12-13 duri dan 11-13 jari-
jari. Gurami juga mempunyai mulut kecil dan miring karena rahang atas dan bawah
tidak sama. Pada rahangnya terdapat gigi kecil berbentuk kerucut dan berukuran lebih
besar pada sederetan gigi luar.
12
Selain mempunyai insang, gurami juga mempunyai labirin. Labirin ini
mempunyai fungsi sebagai alat pernafasan tambahan sehingga gurami dapat bertahan
hidup pada kondisi perairan yang kekurangan oksigen (Redaksi Agro Media, 2007).
13
2.1.3 Habitat
Ikan gurami dikenal mudah hidup diperiran umum. Habitat asli dari ikan gurami
hidup diperairan rawa dan mempunyai alat bantu pernapasan berupa labirin (Kordi,
2010). Gurami merupakan jenis ikan yang mendiami perairan yang tenang seperti
rawa-rawa, danau dan perairan tergenang lainnya. Kebiasaan hidupnya dalam
menyukai perairan bebas arus itu terbukti saat gurami sangat mudah dipelihara di
kolam-kolam tergenang (Sitanggang dan Sarwono, 2006).
Perairan yang paling optimal untuk budidaya gurami ialah dataran yang terletak
pada ketinggian antara 50 – 400 meter Diatas Permukaan Laut (DPL). Ikan ini masih
bertoleransi sampai pada ketinggian 600 meter DPL. Yang menjadi patokan utama
ialah suhu air di lingkungan atau habitat hidupnya, dengan suhu yang ideal berada
pada kisaran 24 – 28° C. Ikan gurami merupakan jenis ikan yang peka terhadap suhu
rendah. Karena itu, saat suhu perairan rendah dari pada kisaran optimum,
pertumbuhan maupun perkembangan gurami akan terhambat/terganggu dan tidak
optimum (Khairuman & Amri, 2011).
Selain itu, Ikan gurami juga dapat hidup di danau. Dalam kondisi permukaan air
yang turun drastis, suhu air danau dapat naik sampai > 40 ºC dan kadar oksigen
terlarut turun sampai <0,1 mg/L-1 seperti yang terjadi di punggung danau yang
dangkal. Adanya organ pernapasan tambahan berupa labirin pada struktur
pernapasannya menunjukkan bahwa ikan ini dapat beradaptasi di perairan dengan
kadar oksigen rendah (Christensen, 1992).
14
ialah daun keladi, ketela pohon, papaya, ketimun, kimpul, kangkung, ubi jalar, labu.
Namun, lebih baik pemberian keladi terhadap makanan ikan gurami (Susanto, 1987).
Pemberian pakan buatan (pelet) dengan kandungan protein 25-30 % juga dapat
diberikan untuk mempercepat pertumbuhan ikan ini. Pakan dapat diberikan dengan
dosis 3% dari total bobot benih dan dengan frekuensi 3 kali sehari (pagi, siang, dan
sore hari) secara bertahap/sedikit demi sedikit (Saparinto dan Susiana, 2013).
2.1.5 Reproduksi/Perkembangbiakan
Menurut (Susanto, 1987) mengatakan bahwa ikan gurami berbeda dengan jenis
ikan air tawar lainnya yang umumnya berkembangbiak pada permulaan musim
penghujan. Ikan gurami akan berkembangbiak sepanjang musim kemarau. Pada saat
air agak surut dan suhu agak meningkat, maka gurami mulai memijah beramai-ramai
secara berpasangan.
Reproduksi pada gurame, sebagaimana pada ikan-ikan yang lain, sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan termasuk feromon
diterima oleh sistem syaraf pusat dan dilanjutkan ke hipotalamus. Sel-sel
neuroendokrin pada hipotalamus mensintesis dan mensekresikan gonadotropin
releasing hormone (GnRH) yang akan mengaktivkan hipofisis untuk mensintesis dan
mensekresikan gonadotropin (Sherwood et al., 1991).
15
agar benih yang akan dihasilkan dapat terjamin kuantitas serta kualitasnya (Saparinto,
2008).
Tabel 2. Perbedaan Induk Jantan dan Betina
Induk Jantan Induk Betina
Dahi menonjol Dahi datar
Dagu tebal (lebih menonjol) Dagu tidak menebal
Perut meruncing Perut membundar
Susunan sisik normal Susunan sisik agak membuka
Gerakan lincah Gerakan agak lamban
Sumber : Tirta dan Riski (2002)
2.2.3 Pemijahan
Pemijahan merupakan proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma
oleh induk jantan yang kemudian di ikuti dengan adanya fertilisasi (pembuahan).
Pemijahan merupakan salah satu proses dalam reproduksi yang berguna untuk
kelangsungan hidup spesies. Pemijahan setiap spesies ikan berbeda – beda tergantung
pada habitat dari pemijahan itu dalam melakukan prosesnya. (Kordi, 2018)
Sebelum memijah, Indukan gurami akan diberi pakan daun talas dengan
frekuensi dua hari sekali. Daun talas digunakan karena mengandung protein sebesar
32 % yang berguna untuk mempercepat pematangan gonad induk. Pemberian pakan
16
dengan kadar protein tinggi dapat memacu pematangan gonad dan mendorong
terjadinya pemijahan (Gunadi dkk., 2010).
Pemijahan ikan gurami dapat dilakukan secara alami (ekstensif) maupun secara
buatan (intensif). Menurut Tirta dan Riski (2002), sebelum memijah, biasanya induk
akan saling berkejar-kejaran. Kemudian, kedua induk akan saling berdampingan.
Apabila pasangannya sudah siap untuk melangsungkan pemijahan, maka induk jantan
akan membuat sarang dimana memerlukan waktu 1 – 2 minggu untuk membangun
sarang. Setelah itu, induk betina akan mengeluarkan telurnya, telur akan berhamburan
dan melayang-melayang di air. Dalam satu kali peneluran, induk betina dapat
menghasilkan 2.000 – 40.000 butir telur dan dalam satu tahun induk betina akan
bertelur sebanyak 2 – 3 kali. Setelah itu, Telur akan dipunguti oleh induk jantan
dengan menggunakan mulutnya dan memasukkanya kedalam sarang. Telur didalam
sarang akan dibuahi oleh induk jantan dengan cara menyemprotkan spermanya ke
telur-telur tersebut. Telur yang baik akan berwarna kuning bening sedangkan telur
yang buruk akan berwarna kuning pucat. Proses pemijahan akan berlangsung terus-
menerus hingga telur induk betina habis. Biasanya, proses ini membutuhkan waktu 2
– 3 hari. Jika pemijahan telah selesai, sarang yang semula terbuka akan ditutup oleh
induk jantan sehingga bentuknya menjadi bulat (Tirta dan Riski, 2002).
17
kritis dalam daur hidup ikan sehingga tingkat kematian (mortalitas) pada fase ini
sangat tinggi.
Pemberian pakan dapat dimulai setelah larva dipindahkan. Pakan berupa cacing
rambut (Tubifex sp.), Daphnia sp., Moina sp., atau pakan alami lainnya yang sesuai
ukuran bukaan mulut larva ikan tersebut. Pakan alami dapat ditambahkan sebagai
makanan ekstra atau menggantikan sebagai pakan buatan. Jika pakan alami berfungsi
sebagai pengganti ransum pakan buatan maka perbandingan yang disarankan adalah
50 – 75 % pada pakan alami dan 25 – 50 % pakan buatan.
18
2.3 Pendederan
Pendederan merupakan pembesaran benih agar diperoleh benih yang lebih baik.
Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan ikan untuk menghasilkan benih yang siap
ditebar di unit produksi pembesaran atau benih yang siap dijual. Keberhasilan
pendederan dinilai dari kelangsungan hidup benih (Survival rate) yang tinggi.
Selain kelangsungan hidup, laju pertumbuhan panjang benih dapat digunakan
sebagai tolak ukur keberhasilan pemeliharaan. Laju pertumbuhan panjang benih
merupakan pertambahan panjang benih yang dicapai setelah dipelihara dalam kurun
waktu tertentu (Hartini, 2002).
19
d. Kini-kini
Kini-kini adalah larva capung yang hidup dibawah permukaan air kolam. Hewan
ini memangsa gurami dengan cara menghisap darahnya.
2.4.2 Penyakit
Menurut Khairuman dan Khairul (2003), ada dua kelompok besar yang dapat
menyebabkan ikan sakit. yaitu:
a. Penyakit akibat gangguan jasad hidup atau biasa disebut dengan penyakit
parasiter.
b. Penyakit yang bukan disebabkan oleh jasad hidup melainkan oleh faktor fisika
dan kimia perairan atau yang biasa disebut dengan penyakit nonparasiter.
Penyebaran penyakit dapat terjadi melalui beberapa cara, yakni media air tempat
hidup ikan, sumber air atau aliran irigasi, kontak langsung antara ikan yang sakit dan
ikan yang sehat, dan juga kontak tidak langsung, misalnya melalui peralatan yang
terkontaminasi dan melalui agent atau carrier (perantara ataupun pembawa). Tanda-
tanda umum yang menunjukan gejala ikan serangan penyakit pada gurami sebagai
berikut :
Terjadinya kematian.
Laju pertumbuhan lambat.
Bentuk tubuh tidak normal.
Warna tubuh pucat.
Ikan sering muncul kepermukaan.
Sulit bernafas.
Nafsu makan menurun.
Mengeluarkan lendir berlebih atau tidak sama sekali.
Sering menggosokan badanya ke benda-benda di dalam air.
Perut membengkak atau sangat kurus.
20
Beberapa jenis penyakit yang sering dijumpai menyerang gurami, antara lain :
a. Penyakit Bintik Putih
Penyakit bintik putih (white spot) menimbulkan bercak-bercak putih disekujur
tubuh ikan yang disebabkan oleh bakteri Ichthyopthtirius sp. Bakteri ini menyerang
dengan bersarang pada lapisan lendir kulit, sirip, hingga lapisan lender pada insang.
Ikan yang diserang penyakit ini banyak mengeluarkan lender dan tubuhnya pucat.
b. Cacing Insang dan Cacing Kulit
Penyakit ini umumnya ditemukan dibagian insang dan kulit gurami. Penyebabnya
adalah parasit dactylogyrus yang menyerang insang dan kulit gurami dan parasit
Gyrodacctylus yang menyerang kulit gurami. Gejala gurami yang diserang oleh
parasit ini antara lain ikan sering berenang ke permukaan air dan tubuhnya melompat-
lompat. Selain itu, ikan banyak mengeluarkan lendir dan tubuhnya pucat.
c. Bercak Merah
Penyakit bercak merah disebut juga dengan penyakit aeromonas. Ada dua
aeromonas yang menyerang gurami, yakni Aeromonas punctata dan Aeromonas
hydrophilla. Ikan yang terserang warna tubuhnya akan menjadi gelap dan kulitnya
kasar karena kehilangan lendir. Gejala lainnya, ikan sering muncul kepermukaan air,
berenang sangat lemah, dan napasnya terenggah-enggah (megap-megap).
d. Trichodina sp.
Trichodina sp. Merupakan parasit yang menyerang kulit dan sirip ikan. Dampak
serangan penyakit ini adalah luka-luka pada organ disertai infeksi sekunder.
21
BAB III
METODOLOGI PRAKTEK KETERAMPILAN LAPANGAN
22
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan selama kegiatan Praktek Keterampilan Lapangan
(PKL) ini dapat dilihat pada tabel 4 :
Tabel 4. Bahan-bahan Praktek Keterampilan Lapangan
No Bahan Keterangan
.
1 Induk gurami Sebagai ikan yang akan dikawinkan untuk menghasilkan
benih
2 Pakan Memenuhi kebutuhan protein tubuh ikan
3 Methylene blue Untuk membersihkan telur dan mencegah serangan hama
& penyakit
23
Data yang dikumpulkan dari pengukuran dan pengamatan lapangan adalah
sebagai berikut :
A. Data Primer
Data primer yaitu data yang diambil secara langsung dari hasil
pengamatan dan pengukuran yang berkaitan dengan kegiatan Praktek
Keterampilan Lapangan yaitu pengukuran kualitas air, berat induk, IKG,
fekunditas, hatching rate, survival rate.
B. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pustaka dan lembaga
terkait, literatur serta sumber-sumber yang berkaitan dengan kegiatan Praktek
Keterampilan Lapangan.
24
dibuat dengan sistem pengairan yang baik yaitu mudah dikeringkan dan pada
lokasi yang mempunyai air yang mengalir dan bersih.
b. Kolam penetasan
Kolam penetasan adalah kolam yang dibuat khusus untuk menetaskan
telur ikan yang biasanya menggunakan wadah akuarium atau bak fiber.
c. Kolam pemeliharaan
Kolam pemeliharaan benih merupakan kolam yang digunakan untuk
memelihara benih ikan sampai ukuran siap dijual (dapat berupa benih atau
ikan konsumsi). Kolam pemeliharaan dapat dibedakan menjadi kolam
pendederan dan kolam pembesaran. Ikan pada kolam semi intensif atau
tradisional sebaiknya tanah dasar kolamnya ialah tanah yang subur, jika
dipupuk dapat tumbuh pakan alami yang sangat dibutuhkan oleh benih ikan.
d. Kolam pemberokan
Kolam pemberokan merupakan kolam yang digunakan untuk menyimpan
induk – induk ikan yang akan dipijahkan atau ikan yang akan dijual atau
diangkut ketempat jauh.
25
Sisik besar dan teratur karena mengandung telur
b. Induk jantan
Bentuk tubuh lebih langsing
Bila diurut kearah anus akan keluar sperma berwarna putih
Gerakan lebih lincah
Tutup insang bila diraba terasa kasar
26
Penetasan telur dapat di lakukan dalam wadah bak fiber maupun
akuarium. Proses pemindahan telur ke bak penetasan dilakukan dengan
sangat hati – hati dan tidak terlalu kasar agar telur tidak rusak. Suhu penetasan
antara 29-30 °C. Kepadatan telur 4-5 butir/cm², telur yang bagus berwarna
kuning bening. Telur akan menetas keseluruhan selama kurang lebih satu
minggu, telur yang tidak menetas sebaiknya segera dibuang .
3.4.9 Pendederan
Pendederan pada ikan gurami dilakukan sebanyak dua kali yakni
pendederan I dan pendederan II. Pada pendederan I, benih diberi makan
cacing sutera dengan frekuensi pemberian dua kali sehari (pagi dan sore).
Pada pendederan II, benih diberi makan cacing sutera kembali sembari
diberi pakan buatan (pellet) sedikit demi sedikit dengan frekuensi dua kali
sehari (pagi dan sore) dengan kadar dosis tertentu.
27
Berat gonad ikan dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Berat Gonad = Berat Sebelum Memijah – Berat Setelah Memijah
3.5.4 Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina pada saat
pemijahan. Untuk mengetahui jumlah telur yang keluar pada saat pemijahan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Effendy,1979) :
G
F= xN
g
Ket :
F : Jumlah telur yang akan dicari
N : Jumlah telur sampel
G : Berat seluruh gonad
g : Berat gonad sampel
28
Nilai satuan survival rate adalah persen (%). Untuk mengetahui survival
rate, dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Effendy, 1979) :
Nt
SR= x 100 %
No
Ket. :
SR : Survival rate
No : Populasi awal
Nt : Populasi akhir
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Induk Ikan
Induk ikan diseleksi terlebih dahulu diperhatikan beberapa aspek yakni
harus sehat, tidak memiliki cacat fisik, cukup umur dan sesuai dengan kriteria
calon indukan sehingga siap untuk memijah. Pemijahan ikan gurami dapat
dilakukan secara alami maupun secara buatan. Teknik pemijahan ikan gurame
yang diterapkan di UPTD BBI Kota Binjai ialah pemijahan secara alami, Hal
ini di karenakan tingkat keberhasilan yang didapat lebih tinggi secara alami
dibandingkan buatan. Adapun berat induk ikan dapat dilihat pada tabel 5
dibawah ini
Tabel 5. Berat Induk
No Wadah Induk Jantan Induk Betina
.
1 Kolam 6 2,8 Kilogram 1,2 Kilogram
Dari data pada tabel 5, dapat dilihat bahwa induk ikan gurami sesuai
dengan persyaratan sebagai induk jika dilihat berdasarkan pernyataan Badan
Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) tahun 2000, bahwa induk gurami betina
yang dapat dipijahkan berumur 30-36 bulan dan panjang tubuh 30-35 cm.
Sedangkan induk gurami jantan berumur 24-30 bulan dengan bobot minimal
1,5-2 kg/ekor dan panjang tubuh 30-35 cm.
Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Sendjaya dan Rizki (2002), bahwa
gurami yang akan dijadikan induk berumur kurang lebih 4 tahun dengan berat
2– 3 kg untuk jantan, dan umur minimal 3 tahun untuk betina. Sedangkan
menurut Khairuman dan Amri (2003), bobot gurami yang pantas untuk
dijadikan induk adalah 1,5 – 2 kg/ekor dimana masa produksi optimal induk
betina berlangsung selama 5 – 7 tahun. Namun, semakin tua umur induk
gurami maka jumlah telur yang dihasilkan semakin menurun pula, tetapi
kualitas telurnya semakin baik.
30
4.1.2 Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan setelah induk
melakukan pemijahan. Banyaknya jumlah telur yang dihasilkan dipengaruhi
oleh kualitas induk yang dipakai. Adapun hasil yang didapat dapat dilihat
pada tabel 6 dibawah ini
Tabel 6. Fekunditas Telur, Fertilization rate dan Hatching rate
1 Wadah Fekunditas Telur FR (%) HR (%)
2500 97 % 87%
31
tersembunyi dibagian sela-sela sarang sehingga sperma tidak dapat
menjangkau telur (Saparinto, 2008)
Kepadatan telur selama proses penetasan ialah 4-5butir/cm² dengan
kedalaman 15-20 cm. Jumlah telur yang menetas 4210 butir dari total telur
yang terbuahi 4850, telur yang tidak menetas diakibatkan suhu yang
berfkluktuasi menyebabkan embrio yang gagal berkembang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sulhi (2013), bahwa gagalnya telur menetas diakibatkan
suhu yang berfluktuasi yang menyebabkan jamur berkembang biak di wadah
penetasan telur.
Energi yang digunakan untuk metabolisme maupun perkembangan embrio
pada telur berasal dari yolk sac (kantong kuning telur), maupun partikel-
partikel terlarut dalam air yang diduga diserap oleh telur. Terserapnya kuning
telur seiring dengan tumbuhnya larva memungkinkan larva dapat
mempertahankan diri dalam posisi berenang, yang biasanya menjadi petunjuk
kapan benih mulai dapat diberi pakan (Piper et al., 1982). Pakan yang
sebaiknya sudah tersedia ketika larva mulai makan dari lingkungan (post
larva) karena apabila saat awal pemberian pakan ini terlambat, yaitu jauh
setelah persediaan kuning telur pada tubuh larva habis terserap, benih akan
kelaparan dan terlampau lemah untuk makan walaupun pakan alami diberikan
pada larva tersebut.
32
Setelah 10 hari setelah larva menetas, larva ikan dipindahkan ke dalam
wadah pendederan dan kemudian diberi makan cacing sutera (Tubifex) karena
memiliki tingkat kadar protein yang tinggi dari pada pakan lainnya
(Khairuman et al, 2008). Setelah itu dilakukan perhitungan tingkat
kelangsungan hidup larva (SR).
Kelangsungan hidup larva (SR) selama dipelihara sebesar77% dengan
jumlah larva yang hidup 4210ekor. Nilai SR diatas buruk karena tidak sesuai
dengan pendapat Khairuman dan Amri (2011) bahwa apabila larva dipelihara
dengan baik dan kondisi air mendukung, persentase larva yang hidup mampu
mencapai 95-97% dari total yang menetas. Hal tersebut kemungkinan
disebabkan karena kualitas cacing sutera yang ditangkap dari alam. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Santoso & Haryanti (2004) bahwa cacing
sutera yang ditangkap dari alam tidak memiliki jaminan kualitas baik,
semakin banyak kandungan bahan tercemar di alam maka akan semakin
banyak pula bahan tercemar tersebut yang terakumulasi didalam tubuh cacing.
Semakin banyak kandungan logam berat pada suatu perairan, semakin tinggi
pula kandungan logam berat tersebut didalam tubuh cacing sutera. Hal ini
sangat berdampak terhadap kualitas cacing sutera yang akan diberikan pada
larva.
Menurut pendapat Sutisna & Sutarmanto (1995) bahwa kualitas air yang
memenuhi syarat dapat membuat pertumbuhan dan kelangsungan ikan
menjadi baik. Kualitas air dapat mempengaruhi produksi budidaya.
Kelangsungan hidup benih ikan gurame dipengaruhi oleh kematian.
Kematian pada ikan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas air, penyakit,
serangan predator, fisika kimia perairan dan kegagalan memperoleh makanan
serta akibat ketuaan (Brown, 1962).
33
parameter yang diukur yakni pH dan Suhu. Pengecekkan dilakukan pada
kolam pemijahan, wadah penetasan telur, pemeliharaan larva serta wadah
pendederan secara rutin.
Tabel 8. Kualitas Air
Kualitas Air
No Wadah Suhu pH
.
1. Pemijahan 25°C - 28°C 7,5 – 9,0
2. Penetasan 25°C - 28°C 7,5 – 9,0
3. Pemeliharaan Larva 26°C - 28°C 8,0 – 9,0
4. Pendederan 26°C - 28°C 8,0 – 9,0
Dari tabel diatas, diperoleh bahwa suhu pada bak pemijahan dan penetasan
berkisar 25°C - 28°C. Sedangkan, suhu pada wadah pemeliharaan larva serta
pendederan berkisar 26°C - 28°C dimana kisaran suhu tersebut masih berada
dalam batas normal.
Menurut Khairuman dan Amri (2011), suhu yang ideal untuk kegiatan
budidaya ikan gurami (Opshronemus gouramy) berada pada kisaran 25°C -
28°C. Oleh karena itu, saat suhu berada di kisaran yang tidak optimal maka
perkembangan ikan gurami akan terhambat ataupun terganggu.
pH air yang diperoleh dari pemijahan dan penetasan berkisar 7,5 – 9,0
sedangkan pada saat pemeliharaan larva maupun pendederan berkisar 8,0 –
9,0 dimana kisaran pH tersebut masih berada dalam batas normal. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Body (1988), bahwa kisaran
nilai pH yang baik untuk produksi ikan ialah 6,5 – 9,0. Menurut Svobodova
(1993), kondisi pH optimal untuk ikan ada pada kisaran 6,5 – 9,0. Nilai pH
diatas 9,2 atau kurang dari 4,8 bisa membunuh ikan.
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
mengenai pembenihan ikan gurami yaitu :
1. Fekunditas telur sebanyak 2.500 butir, dimana telur yang terbuahi sebanyak 4850
butir atau sebesar 97%. Ciri-ciri telur yang terbuahi berwarna kuning bening,
sedangkan yang tidak terbuahi akan berwarna kuning pekat.
2. Jumlah telur yang menetas sebanyak 4210 butir, hal ini disebabkan karena adanya
gangguan lingkungan sehingga induk gurame merasa terganggu saat proses
pemijahan berlangsung.
3. Kelangsungan hidup larva (SR) selama dipelihara sebanyak 4210 ekor,
kemungkinan disebabkan karena kualitas cacing sutera yang buruk sehingga
sangat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup larva.
5.2 Saran
Semoga laporan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, serta
memberikan sedikit gambaran tentang pembenihan dan pendederan ikan gurami agar
dapat dilakukan lebih baik lagi sehingga dapat memenuhi jumlah pasokan benih ikan
gurami, karena masih kurangnya ketersediaan benih ikan gurami
35
DAFTAR PUSTAKA
Body. 1988. Water Quality in ponds for Aquaculture. Departement of Fisheries and
Allied Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn
University. Page 135 – 161
Christensen MS. 1992. Investigation on the ecology and fish fauna of the Mahakam
River in East Kalimantan (Borneo), Indonesia. Int. Revue ges. Hydrobiol.,
77(4):593-608.
Gunadi, B., Lamanto dan R. Febrianti. 2010. Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan
dengan Kadar Protein yang Berbeda Terhadap Jumlah dan Fertilitas Telur
Induk Gurame. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Loka Riset
Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. 6 hal.
Hartini. 2002. Produksi Benih Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burch.) melalui
Sistem Pendederan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor.
http:// repository.ipb.ac.id (diakses 12 Juli 2014) 45 hlm
Khairuman, S. P., Khairul Amri, and S. Pi. Buku Pintar Budi Daya 15 Ikan
Konsumsi. AgroMedia,2008.
36
Khairuman dan Amri. 2011. Budidaya Gurame, Jakarta : Penerbit Swadaya
Lagler, K. E., J. E. Bardach, R. R. Miller. 1962. Ichthyology, 545. John Willey and
Sons, Inc., New York.
Persada L.G., E. Utami, & D. Rosalina. 2016. Aspek Reproduksi Ikan Kurisi
(Nemipterus furcosus) yang Didaratkan Di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Sungailiat. Akuatik. 10(2): 46-55.
Redaksi Agro Media, 2007. Panduan Lengkap Budidaya Gurami, Jakarta: Agro
Media Pustaka.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Bogor: Bina Cipta.
Saparinto, C., dan Susiana, R., 2013. Panduan Praktis Pembesaran 13 Ikan
Konsumsi Populer di Pekarangan, Yogyakarta: Lily Publisher
Sendjaya dan Rizki, H. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Patin. Penebar Swadaya.
Jakarta
Sherwood, N.M. and I.R. Coe, 1991. Neuropeptides and their genes in fish. In: A.P.
Scott, J.P. Sumpter, D.E. Kime, ans M.S. Rolfe (eds.). Proeeding of the fourth
International Symposium on the Reproductive Pfysiology of Fish. Noewich,
UK. 7- 12 Juli 1991, Fish Symposium, Sheffield pp 38-40
Sulhi L, Arifin OZ, Gustiano R. 2013. Karakterisasi Tiga Ras Ikan Gurame
(Osphronemus gouramy Lac) berdasarkan metode trus morfometriks. Jurnal
Ikhtiologi Indonesia, 7 (1): 23-30
38
Sutisna, D. H., & Sutarmanto, R. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Yogyakarta:
Kanasius.
Svobodova Z, Richard Lioyd, Jana Machova, and Blanka Vkusova. 1993. Water
Quality and Fish Health. EIPAC Technical Paper. FAO Fisheries
Tirta dan Riski S. 2002. Usaha Pembenihan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.
39
LAMPIRAN
1. Dokumentasi PKL
40
2. Analisis Data
Populasi akhir
SR = x 100%
Populasi awal
3.265
SR = x 100%
4.210
SR = 77 %
41