Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN

PRAKTEK KETERAMPILAN LAPANGAN

PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI


(Osphronemus gouramy) DI KOLAM BETON DI UNIT
PELAKSANA TEKNIS DAERAH (UPTD) BALAI BENIH
IKAN (BBI) DINAS KETAHANAN PANGAN DAN
PERTANIAN KOTA BINJAI

OLEH :
ANISA DINDA FATIA
19311023

PROGAM STUDI AKUAKULTUR


FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
MEDAN
2022
PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Osphronemus
gouramy) DI KOLAM BETON DI UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH
(UPTD) BALAI BENIH IKAN (BBI) DINAS KETAHANAN PANGAN DAN
PERTANIAN KOTA BINJAI

OLEH :
ANISA DINDA FATIA
19311023
Program Studi : Akuakultur

Mengetahui : Menyetujui :
Ketua Program Studi Dosen Pembimbing

Uswatul Hasan, S.Pi, M.Si Bambang Hendra Siswoyo, S.Pi , M.Si

Menyetujui :
Dekan

Bambang Hendra Siswoyo, S.Pi, M.Si

1
RINGKASAN

Anisa Dinda Fatia (19311023), Pembenihan Dan Pendederan Ikan Gurami


(Osphronemus Gouramy) Di Kolam Beton Di Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Balai Benih Ikan (BBI) Dinas Ketahanan Pangan Dan Pertanian Kota
Binjai. Praktek Keterampilan Lapangan ini dilaksanakan mulai dari tanggal 26
September – 26 Oktober 2022. Tujuan Praktek Keterampilan Lapangan ini untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam hal pembenihan dan pendederan
serta untuk mengetahui permasalahan yang terjadi selama proses pembenihan ikan
gurami (Osphronemus gouramy) secara alami. Hasil Praktek Keterampilan Lapangan
ialah induk ikan gurami yang dipasangkan dengan perbandingan 1:1 dengan berat
induk betina 1,2Kg dan jantan 3 Kg, fekunditas telur sebanyak 2.500 butir,
Fertilization rate sebesar 81,4%, Hatching rate sebesar 85,2% dan Survival rate
sebesar 83%.

Kata Kunci : Ikan gurami, Osphronemus gouramy, Fekunditas, Hatching Rate

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, karena


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Keterampilan Lapangan (PKL) ini dengan judul Pembenihan dan
Pendederan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Di Kolam Beton Di Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Benih Ikan (BBI) Dinas Ketahanan Pangan
Dan Pertanian Kota Binjai.
Dalam penyusunan laporan PKL ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Orang tua yang memberi semangat memberi semangat, motivasi, maupun materi
dalam pembuatan usulan praktek keterampilan lapangan ini
2. Bapak Bambang Hendra Siswoyo, S.Pi, M.Si sebagai Dekan Fakultas Perikanan
Universitas Dharmawangsa
3. Bapak Uswatul Hasan, S.Pi, M.Si sebagai Ketua Program Studi Akuakultur
Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa sekaligus sebagai pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada
penulis untuk menyelesaikan laporan praktek keterampilan lapangan ini.
4. Bapak Abdul Hafizh Al Khairi Chalil, S.Pi selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Balai Benih Ikan (BBI) Dinas Ketahanan Pangan Dan Pertanian
Kota Binjai.
Penulis menyadari laporan praktek keterampilan lapangan ini masih jauh dari
kesempurnan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi untuk kesempurnaannya, semoga usulan praktek keterampilan
lapangan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Medan, 26 Oktober 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN …………………………………………………………. 2
……..
KATA PENGANTAR 3
………………………………………………………..
DAFTAR ISI 4
………………………………………………………………….
DAFTAR GAMBAR 6
…………………………………………………………
DAFTAR TABEL …. 7
…………………………………………………………
BAB I. PENDAHULUAN 8
……………………………………………………
1.1 Latar Belakang 8
……………………………………………………..
1.2 Tujuan 9
……………………………………………………………...
1.3 Manfaat 10
…………………………………………………………….
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 11
…………………………………………….
2.1 Biologi Ikan Gurami 11
……………………………………………….
2.1.1 Klasifikasi 11
……………………………………………………
2.1.2 Morfologi …………………………………………………… 11
2.1.3 Habitat ……………………………………………………… 13
2.1.4 Kebiasaan Makan …………………………………………… 13
2.1.5 Reproduksi/Perkembangbiakan 14
……………………………...
2.2 Pembenihan Ikan Gurami 14
………………………………………….
2.2.1 Seleksi Induk 14
………………………………………………...
2.2.2 Pemeliharaan Induk 15
………………………………………….
2.2.3 Pemijahan 15
……………………………………………………
2.2.4 Penetasan Telur ……………………………………………... 16
2.2.5 Pemeliharaan Larva dan Pemberian Pakan Alami ………….. 16

4
2.2.6 Pengontrolan Kualitas Air 17
…………………………………...
2.3 Pendederan 18
………………………………………………………...
2.4 Hama dan Penyakit 18
………………………………………………...
2.4.1 Hama ………………………………………………………... 18
2.4.2 Penyakit 19
……………………………………………………...
BAB III. METODOLOGI PRAKTEK KETERAMPILAN LAPANGAN 21
.
3.1 Waktu dan Tempat 21
………………………………………………...
3.2 Alat dan Bahan 21
…………………………………………………….
3.2.1 Alat 21
…………………………………………………………..
3.2.2 Bahan 22
………………………………………………………...
3.3 Metode Praktek Keterampilan Lapangan 22
………………………….
3.3.1 Metode Observasi 22
……………………………………………
3.3.2 Metode Pustaka ……………………………………………... 22
3.3.3 Metode Wawancara 22
………………………………………….
3.3.4 Pengumpulan Data ………………………………………...... 22
3.4 Prosedur Pelaksanaan Praktek Keterampilan Lapangan ………. 23
….
3.4.1 Persiapan Alat dan Bahan ……………..……………………. 23
3.4.2 Persiapan Wadah/Media 23
……………………………………..
3.4.3 Pemilihan/Seleksi Induk Ikan 24
………………………………..
3.4.4 Peletakkan Induk Kedalam Bak Pemijahan ………………… 25
3.4.5 Proses Pemijahan 25
…………………………………………….
3.4.6 Pemanenan Telur 25
…………………………………………….
3.4.7 Penetasan Telur ……………………………………………... 25
3.4.8 Pemeliharaan Larva 26
………………………………………….
3.4.9 Pendederan ………………………………………………….. 26
3.5 Pengamatan dan Pengumpulan Data 26

5
………………………………
3.5.1 Berat Induk Sebelum dan Sesudah Memijah ……………….. 26
3.5.2 Berat Gonad 26
………………………………………………….
3.5.3 IKG (Indeks Kematangan Gonad) 26
…………………………...
3.5.4 Fekunditas …………………………………………………... 27
3.5.5 Daya Tetas Telur (Hatching Rate) ………………………….. 27
3.5.6 Kelangsungan Hidup (Survival Rate) ………………………. 27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28
……………………………………
4.1 Hasil Pengamatan 28
………………………………………………….
4.1.1 Induk Ikan …………………………………………………... 28
4.1.2 Fekunditas …………………………………………………... 29
4.1.3 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) ……………… 30
4.1.4 Kualitas Air …………………………………………………. 31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 33
……………………………………..
5.1 Kesimpulan 33
…………………………………………………….
5.2 Saran 33
…………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA 34
………………………………………………………...
LAMPIRAN ………... 37
………………………………………………………...

6
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
.
1 Induk Gurami Jantan ………………………………….…….. 12
……………
2 Induk Gurami Betina ………………….…………………………..... 12
……

7
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
.
1 Perbedaan Morfologi Ikan Gurami Jantan dan Betina ……..…. 12
…………
2 Perbedaan Induk Jantan dan Betina ……………………………........ 15
……
3 Alat-alat Praktek Keterampilan Lapangan …………………...….….. 21
……
4 Bahan-bahan Praktek Keterampilan Lapangan .………………...…….. 22

5 Berat Induk ………………………………………. 28
………………………
6 Fekunditas Telur, Fertilization Rate dan Hatching Rate 29
…………………
7 Survival Rate …... 30
………………………………………………………...
8 Kualitas Air 31
……………………………………………………………….

8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara dengan luas perairan yang sangat besar.
Hal tersebut membuat negara Indonesia kaya akan sumber daya perikanan yang
sangat berpotensial, baik dari segi perairan tawar maupun perairan laut. Namun,
banyaknya penangkapan ikan secara berlebihan ataupun secara illegal mengakibatkan
produktifitas hasil perikanan menurun. Untuk itu, perlu dilakukan kegiatan budidaya
perikanan (Akuakultur) secara teratur dan berkesinambungan untuk mengatasi
masalah tersebut (Sunarma, 2004). Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) yang
dapat dikembangkan misalnya ikan gurame, ikan mas, ikan lele, ikan nila, ikan patin
dan ikan bandeng (Irawan dkk., 2012)
Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu jenis ikan air tawar
yang selain memiliki rasa daging yang lezat, juga memiliki nilai ekonomis yang
cukup tinggi. Gurami dikenal memiliki pertumbuhan yang lambat dibandingkan ikan
air tawar lainnya. Menurut Sitanggang (1990) Gurami merupakan salah satu jenis
ikan kultur air tawar yang sudah lama dikenal banyak orang dan telah banyak
dibudidayakan. Kegiatan budidaya ikan gurami dimulai dari kegiatan pemeliharaan
induk, pemijahan, penetasan telur dan perawatan larva hingga menghasilkan benih
(Khairuman dan Khairul, 2005).
Kegiatan usaha ikan gurami sangat menjanjikan dikarenakan sudah bisa dimulai
sejak dari telur di dalam sarang, benih yang berukuran kecil ataupun besar, sebagai
indukan ataupun sebagai ikan konsumsi. Pada tahun 2000-2004, Permintaan pasar
akan benih ikan gurami mengalami peningkatan, dengan peningkatan rata-rata
pertahun sebesar 42,25% (Ditjen Perikanan Budidaya, 2007 dalam Nugroho, 2008).
Selain itu, Ikan gurami yang sudah masuk ukuran konsumsi mudah dipasarkan ke
kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, Semarang
Medan, Makassar, dan Bali. Namun, Kebutuhan dari berbagai daerah tersebut masih
belum dapat terpenuhi dikarenakan pasokan yang tidak memadai dan kontinu

9
Pembenihan merupakan salah satu upaya dalam kegiatan budidaya untuk
meningkatkan produktifitas benih dalam menekan tingginya permintaan pasar yang
belum dapat terpenuhi. Pembenih ikan gurami biasanya hanya memelihara larva
hingga siap jual dengan ukuran 1-2 cm dengan lama pemeliharaan 40 hari. Akan
tetapi pada pemeliharaan benih gurami ukuran 1-2 cm mempunyai resiko yang cukup
tinggi karena banyak mengalami kematian dan memerlukan waktu pemeliharaan yang
cukup lama hingga mencapai ukuran konsumsi, Untuk mempercepat perputaran usaha
diperlukan kegiatan pendederan yaitu pemeliharaan benih dari ukuran 1-2 cm hingga
ukuran 4-6 cm atau bahkan lebih besar hingga ukuran yang siap dipasarkan sesuai
dengan permintaan. Kegiatan pendederan juga diharapkan dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif usaha bagi para pembudidaya (Effendi, 2004).
Dari berbagai aspek serta keunggulan-keunggulan yang tertera diatas, maka
penulis tertarik untuk mengambil Praktek Keterampilan Lapangan (PKL) tentang
pembenihan ikan gurami di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Benih Ikan
(BBI) Dinas Ketahanan Pangan Dan Pertanian Kota Binjai.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan Praktek Keterampilan
Lapangan (PKL) ini ialah sebagai berikut :
1. Agar mahasiswa memiliki keterampilan serta pengetahuan, terutama pada teknik
pembenihan ikan gurami (Osphronemus gouramy).
2. Mengetahui teknologi dan pengelolaan yang diterapkan dalam kegiatan
pembenihan ikan gurami di Balai Benih Ikan (BBI) Dinas Ketahanan Pangan Dan
Pertanian Kota Binjai.
3. Mengamati gejala-gejala penyakit yang menyerang larva ikan serta dapat
mengetahui penyebab/sumber penyakit dan cara menanggulangi-nya.

10
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan Praktek Keterampilan
Lapangan (PKL) ini ialah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu dan terampil dalam kegiatan pembenihan terutama dalam
pembenihan ikan gurami.
2. Sebagai pedoman bagi mahasiswa dalam upaya produksi pembenihan ikan
gurami.

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Gurami


2.1.1 Klasifikasi
Menurut Saanin (1968), penggolongan ikan gurami berdasarkan ilmu taksonomi
hewan dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Philum : Chordata
Sub Philum : Vertebrata
Class : Pisces
Ordo : Labyrinthici
Famili : Anabantidae
Genus : Osphronemus
Spesies : Osphronemus gouramy, Lac

Di Indonesia ikan gurami memiliki beberapa nama daerah seperti gurame


(Sunda), grameh (Jawa), kalui (Jawa Barat), ikan kali (Palembang), dan lain-lain.

2.1.2 Morfologi
Saat muda, tubuh gurami tertutup sisik berwarna biru kehitaman sementara bagian
perutnya berwarna keputihan. Jika dilihat dari samping, bentuk tubuh terlihat pipih
hampir oval. Setelah dewasa warna badan berubah menjadi merah kecoklatan.
Punggungnya berwarna merah sawo tua (kecoklatan), sedangkan perutnya berwarna
keperak-perakan atau kekuningan. Tepi sisik kepala terasa kasar, sedangkan sisik
badan berukuran relatif besar dan semakin mendekati kepala ukurannya semakin
mengecil (Saparinto, 2008).
Gurami memiliki sirip punggung (dorsal) berjumlah 12-13 duri dan 11-13 jari-
jari. Gurami juga mempunyai mulut kecil dan miring karena rahang atas dan bawah
tidak sama. Pada rahangnya terdapat gigi kecil berbentuk kerucut dan berukuran lebih
besar pada sederetan gigi luar.

12
Selain mempunyai insang, gurami juga mempunyai labirin. Labirin ini
mempunyai fungsi sebagai alat pernafasan tambahan sehingga gurami dapat bertahan
hidup pada kondisi perairan yang kekurangan oksigen (Redaksi Agro Media, 2007).

Tabel 1. Perbedaan Morfologi Ikan Gurami Jantan dan Betina


Morfologi Jantan Betina
Dahi Menonjol Tidak menonjol
Dasar sirip dada Terang, keputih-putihan Agak kehitaman atau gelap
Dagu Kuning Agak coklat
Ekor Bila diletakkan di lantai Bila diletakkan di lantai
ekornya di angkat ke atas ekornya tidak bergerak
Sumber : Saparinto dan Susiana, 2013

Gambar 1. Induk Gurami Jantan


Gambar 2. Induk Gurami Betina

13
2.1.3 Habitat
Ikan gurami dikenal mudah hidup diperiran umum. Habitat asli dari ikan gurami
hidup diperairan rawa dan mempunyai alat bantu pernapasan berupa labirin (Kordi,
2010). Gurami merupakan jenis ikan yang mendiami perairan yang tenang seperti
rawa-rawa, danau dan perairan tergenang lainnya. Kebiasaan hidupnya dalam
menyukai perairan bebas arus itu terbukti saat gurami sangat mudah dipelihara di
kolam-kolam tergenang (Sitanggang dan Sarwono, 2006).
Perairan yang paling optimal untuk budidaya gurami ialah dataran yang terletak
pada ketinggian antara 50 – 400 meter Diatas Permukaan Laut (DPL). Ikan ini masih
bertoleransi sampai pada ketinggian 600 meter DPL. Yang menjadi patokan utama
ialah suhu air di lingkungan atau habitat hidupnya, dengan suhu yang ideal berada
pada kisaran 24 – 28° C. Ikan gurami merupakan jenis ikan yang peka terhadap suhu
rendah. Karena itu, saat suhu perairan rendah dari pada kisaran optimum,
pertumbuhan maupun perkembangan gurami akan terhambat/terganggu dan tidak
optimum (Khairuman & Amri, 2011).
Selain itu, Ikan gurami juga dapat hidup di danau. Dalam kondisi permukaan air
yang turun drastis, suhu air danau dapat naik sampai > 40 ºC dan kadar oksigen
terlarut turun sampai <0,1 mg/L-1 seperti yang terjadi di punggung danau yang
dangkal. Adanya organ pernapasan tambahan berupa labirin pada struktur
pernapasannya menunjukkan bahwa ikan ini dapat beradaptasi di perairan dengan
kadar oksigen rendah (Christensen, 1992).

2.1.4 Kebiasaan Makan


Ikan gurami termasuk hewan omnivora, yakni pemakan segalanya, baik hewan
maupun tumbuhan. Pada masa kecil gurami makan binatang renik seperti infusoria,
moina atau daphnia dan rotifer. Benih gurami juga senang akan larna serangga,
crustacean, cacing sutra dan zooplankton (Saparinto dan Susiana, 2013).
Saat memasuki usia dewasa, ikan ini cenderung hanya memakan makanan yang
berasal dari tumbuhan. Karena hal inilah membuat pertumbuhan ikan gurami lebih
lambat dibandingkan ikan air tawar lainnya. Makanan yang biasa di makan ikan ini

14
ialah daun keladi, ketela pohon, papaya, ketimun, kimpul, kangkung, ubi jalar, labu.
Namun, lebih baik pemberian keladi terhadap makanan ikan gurami (Susanto, 1987).
Pemberian pakan buatan (pelet) dengan kandungan protein 25-30 % juga dapat
diberikan untuk mempercepat pertumbuhan ikan ini. Pakan dapat diberikan dengan
dosis 3% dari total bobot benih dan dengan frekuensi 3 kali sehari (pagi, siang, dan
sore hari) secara bertahap/sedikit demi sedikit (Saparinto dan Susiana, 2013).

2.1.5 Reproduksi/Perkembangbiakan
Menurut (Susanto, 1987) mengatakan bahwa ikan gurami berbeda dengan jenis
ikan air tawar lainnya yang umumnya berkembangbiak pada permulaan musim
penghujan. Ikan gurami akan berkembangbiak sepanjang musim kemarau. Pada saat
air agak surut dan suhu agak meningkat, maka gurami mulai memijah beramai-ramai
secara berpasangan.
Reproduksi pada gurame, sebagaimana pada ikan-ikan yang lain, sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan termasuk feromon
diterima oleh sistem syaraf pusat dan dilanjutkan ke hipotalamus. Sel-sel
neuroendokrin pada hipotalamus mensintesis dan mensekresikan gonadotropin
releasing hormone (GnRH) yang akan mengaktivkan hipofisis untuk mensintesis dan
mensekresikan gonadotropin (Sherwood et al., 1991).

2.2 Pembenihan Ikan Gurami


Pembenihan merupakan salah satu upaya dalam kegiatan budidaya yang bertujuan
untuk menghasilkan benih dan selanjutnya benih yang dihasilkan akan menjadi input
bagi kegiatan pembesaran (Effendi, 2004).
2.2.1 Seleksi Induk
Sebelum melakukan kegiatan pembenihan, langkah awal yang harus dilakukan
ialah memilih induk (seleksi) yang sudah matang gonad dan sudah melewati beberapa
syarat seperti umur induk betina berkisar antara 3 – 7 tahun. Sedangkan untuk induk
jantan, umurnya berkisar antara 2 – 3 tahun. Saat umur indukan lebih tua dari umur
yang telah ditetapkan, maka produksi telur dan sperma juga akan semakin berkurang.
Kegiatan seleksi bertujuan untuk mendapatkan indukan yang berkualitas dan optimal

15
agar benih yang akan dihasilkan dapat terjamin kuantitas serta kualitasnya (Saparinto,
2008).
Tabel 2. Perbedaan Induk Jantan dan Betina
Induk Jantan Induk Betina
Dahi menonjol Dahi datar
Dagu tebal (lebih menonjol) Dagu tidak menebal
Perut meruncing Perut membundar
Susunan sisik normal Susunan sisik agak membuka
Gerakan lincah Gerakan agak lamban
Sumber : Tirta dan Riski (2002)

2.2.2 Pemeliharaan Induk


Hal utama yang dapat dilakukan dalam upaya perawatan/pemeliharaan induk
ialah pemberian pakan. Pakan dapat berupa daun talas, dimana rata-rata seekor induk
ikan gurami dapat menghabiskan sehelai daun talas tiap harinya. Air kolam juga
merupakan komponen penting yang harus dijaga kebersihannya agar induk tidak
terganggu dan kesehatannya dapat tetap terjaga. Begitu pula, suasana di area sekitar
kolam juga diusahakan jangan terlalu ramai agar induk tidak terganggu dan merasa
nyaman saat ada dikolam pemeliharaan induk, serta kolam persiapan induk juga
diusahakan harus terbebas dari hama pengganggu. (Tirta dan Riski, 2002).

2.2.3 Pemijahan
Pemijahan merupakan proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma
oleh induk jantan yang kemudian di ikuti dengan adanya fertilisasi (pembuahan).
Pemijahan merupakan salah satu proses dalam reproduksi yang berguna untuk
kelangsungan hidup spesies. Pemijahan setiap spesies ikan berbeda – beda tergantung
pada habitat dari pemijahan itu dalam melakukan prosesnya. (Kordi, 2018)
Sebelum memijah, Indukan gurami akan diberi pakan daun talas dengan
frekuensi dua hari sekali. Daun talas digunakan karena mengandung protein sebesar
32 % yang berguna untuk mempercepat pematangan gonad induk. Pemberian pakan

16
dengan kadar protein tinggi dapat memacu pematangan gonad dan mendorong
terjadinya pemijahan (Gunadi dkk., 2010).
Pemijahan ikan gurami dapat dilakukan secara alami (ekstensif) maupun secara
buatan (intensif). Menurut Tirta dan Riski (2002), sebelum memijah, biasanya induk
akan saling berkejar-kejaran. Kemudian, kedua induk akan saling berdampingan.
Apabila pasangannya sudah siap untuk melangsungkan pemijahan, maka induk jantan
akan membuat sarang dimana memerlukan waktu 1 – 2 minggu untuk membangun
sarang. Setelah itu, induk betina akan mengeluarkan telurnya, telur akan berhamburan
dan melayang-melayang di air. Dalam satu kali peneluran, induk betina dapat
menghasilkan 2.000 – 40.000 butir telur dan dalam satu tahun induk betina akan
bertelur sebanyak 2 – 3 kali. Setelah itu, Telur akan dipunguti oleh induk jantan
dengan menggunakan mulutnya dan memasukkanya kedalam sarang. Telur didalam
sarang akan dibuahi oleh induk jantan dengan cara menyemprotkan spermanya ke
telur-telur tersebut. Telur yang baik akan berwarna kuning bening sedangkan telur
yang buruk akan berwarna kuning pucat. Proses pemijahan akan berlangsung terus-
menerus hingga telur induk betina habis. Biasanya, proses ini membutuhkan waktu 2
– 3 hari. Jika pemijahan telah selesai, sarang yang semula terbuka akan ditutup oleh
induk jantan sehingga bentuknya menjadi bulat (Tirta dan Riski, 2002).

2.2.4 Penetasan Telur


Kepadatan telur selama proses penetasan ialah 4 – 5 butir/cm² dengan kedalaman
air 15 – 20 cm dengan pemberian aerasi kecil pada suhu berkisar 29 – 30 °C.
Penetasan telur dengan padat penebaran 1 – 2 butir/cm² dapat dilakukan tanpa
pemberian aerasi. Telur yang berada dalam sarang akan menetas dalam waktu 36 – 48
jam tergantung suhu media penetasan. Sebaiknya suhu dipertahankan tetap stabil
untuk meningkatkan derajat penetasan telur.

2.2.5 Pemeliharaan Larva Dan Pemberian Pakan Alami


Setelah menetas, anak ikan (larva) akan tetap berada dalam sarang. Setelah itu,
larva dapat dipindahkan ke wadah yang lebih besar setelah berumur 7 – 9 hari untuk
pemeliharaan pendederan. Menurut Jangkaru (2007), fase larva merupakan masa

17
kritis dalam daur hidup ikan sehingga tingkat kematian (mortalitas) pada fase ini
sangat tinggi.
Pemberian pakan dapat dimulai setelah larva dipindahkan. Pakan berupa cacing
rambut (Tubifex sp.), Daphnia sp., Moina sp., atau pakan alami lainnya yang sesuai
ukuran bukaan mulut larva ikan tersebut. Pakan alami dapat ditambahkan sebagai
makanan ekstra atau menggantikan sebagai pakan buatan. Jika pakan alami berfungsi
sebagai pengganti ransum pakan buatan maka perbandingan yang disarankan adalah
50 – 75 % pada pakan alami dan 25 – 50 % pakan buatan.

2.2.6 Pengontrolan Kualitas Air


Kualitas air merupakan salah satu komponen vital dan sangat penting dalam
menentukan keberhasilan suatu kegiatan budidaya. Menurunnya kualitas air dapat
menyebabkan timbulnya serangan hama & penyakit, pertumbuhan ikan terhambat,
serta terganggunya kesehatan ikan hingga mengakibatkan kematian. Untuk itu, perlu
dilakukannya pengontrolan kualitas perairan budidaya secara rutin dan berkala.
Adapun beberapa parameter yang biasa di amati yakni Derajat keasaman (pH), Suhu,
Kandungan oksigen terlarut (DO), Kandungan karbondioksida (CO2) dan Amoniak.
Kualitas air yang optimum untuk pemeliharaan benih gurami ialah :
a. Sarwono dan Sitanggang (2007), menyatakan kandungan oksigen terlarut (DO)
yang baik berkisar antara 4 – 6 mg/liter. Walaupun di bawah 4 mg/liter, ikan
gurami tidak kekurangan oksigen sedangkan kandungan karbondioksida (CO2)
kurang dari 5 mg/liter.
b. Derajat keasaman (pH), pH yang baik untuk budidaya gurami berada dikisaran 5
– 9.
c. Suhu, gurami akan tumbuh optimal pada kisaran suhu 25° – 28°C.
d. Senyawa beracun, senyawa beracun yang berbahaya bagi kehidupan gurami
adalah amoniak. Pada kisaran 0,1 – 0,3 mg/liter konsentrasi kandungan amoniak
dapat menyebabkan kematian pada gurami.

18
2.3 Pendederan
Pendederan merupakan pembesaran benih agar diperoleh benih yang lebih baik.
Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan ikan untuk menghasilkan benih yang siap
ditebar di unit produksi pembesaran atau benih yang siap dijual. Keberhasilan
pendederan dinilai dari kelangsungan hidup benih (Survival rate) yang tinggi.
Selain kelangsungan hidup, laju pertumbuhan panjang benih dapat digunakan
sebagai tolak ukur keberhasilan pemeliharaan. Laju pertumbuhan panjang benih
merupakan pertambahan panjang benih yang dicapai setelah dipelihara dalam kurun
waktu tertentu (Hartini, 2002).

2.4 Hama Dan Penyakit


2.4.1 Hama
Pada umumnya, hama dikenal juga sebagai predator atau pemangsa. Hama biasanya
berasal dari hewan, baik yang hidup di dalam air maupun yang hidup di daratan.
Menurut Khairuman dan Khairul (2003) jenis-jenis hama yang sering menyerang
gurami sebagai berikut :
a. Kutu Ikan atau Kutu Air
Kutu ikan yang menyerang gurami berasal dari jenis argulus sp. Hewan ini
termasuk golongan udang renik yang tubuhnya berbentuk bulat pipih. Biasanya
hewan ini menempel kuat pada tubuh dan insang gurami dan meninggalkan bekas
luka gigitan yang kadang-kadang mengeluarkan darah.
b. Uncrit (Larva cybister)
Uncrit ialah larva dari kumbang air yang berwarna kehijauan. Sasaran-nya ialah
gurami stadium benih ukuran 1 ̶ 3 cm yang masih ada dikolam pendederan. Uncrit
memangsa benih gurami dengan cara menangkapnya kemudian melumpuhkannya
dengan ujung ekornya yang bercabang dua.
c. Notonecta (bebeasan)
Notonecta dikenal juga sebagai bebeasan karena bentuknya seperti butiran beras.
Hewan ini memangsa ikan yang masih berada dalam stadium benih dengan ukuran 1 ̶
2 cm. Biasanya benih gurami ditusuk sekaligus dihisap darahnya oleh notonecta

19
d. Kini-kini
Kini-kini adalah larva capung yang hidup dibawah permukaan air kolam. Hewan
ini memangsa gurami dengan cara menghisap darahnya.

2.4.2 Penyakit
Menurut Khairuman dan Khairul (2003), ada dua kelompok besar yang dapat
menyebabkan ikan sakit. yaitu:
a. Penyakit akibat gangguan jasad hidup atau biasa disebut dengan penyakit
parasiter.
b. Penyakit yang bukan disebabkan oleh jasad hidup melainkan oleh faktor fisika
dan kimia perairan atau yang biasa disebut dengan penyakit nonparasiter.

Penyebaran penyakit dapat terjadi melalui beberapa cara, yakni media air tempat
hidup ikan, sumber air atau aliran irigasi, kontak langsung antara ikan yang sakit dan
ikan yang sehat, dan juga kontak tidak langsung, misalnya melalui peralatan yang
terkontaminasi dan melalui agent atau carrier (perantara ataupun pembawa). Tanda-
tanda umum yang menunjukan gejala ikan serangan penyakit pada gurami sebagai
berikut :
 Terjadinya kematian.
 Laju pertumbuhan lambat.
 Bentuk tubuh tidak normal.
 Warna tubuh pucat.
 Ikan sering muncul kepermukaan.
 Sulit bernafas.
 Nafsu makan menurun.
 Mengeluarkan lendir berlebih atau tidak sama sekali.
 Sering menggosokan badanya ke benda-benda di dalam air.
 Perut membengkak atau sangat kurus.

20
Beberapa jenis penyakit yang sering dijumpai menyerang gurami, antara lain :
a. Penyakit Bintik Putih
Penyakit bintik putih (white spot) menimbulkan bercak-bercak putih disekujur
tubuh ikan yang disebabkan oleh bakteri Ichthyopthtirius sp. Bakteri ini menyerang
dengan bersarang pada lapisan lendir kulit, sirip, hingga lapisan lender pada insang.
Ikan yang diserang penyakit ini banyak mengeluarkan lender dan tubuhnya pucat.
b. Cacing Insang dan Cacing Kulit
Penyakit ini umumnya ditemukan dibagian insang dan kulit gurami. Penyebabnya
adalah parasit dactylogyrus yang menyerang insang dan kulit gurami dan parasit
Gyrodacctylus yang menyerang kulit gurami. Gejala gurami yang diserang oleh
parasit ini antara lain ikan sering berenang ke permukaan air dan tubuhnya melompat-
lompat. Selain itu, ikan banyak mengeluarkan lendir dan tubuhnya pucat.
c. Bercak Merah
Penyakit bercak merah disebut juga dengan penyakit aeromonas. Ada dua
aeromonas yang menyerang gurami, yakni Aeromonas punctata dan Aeromonas
hydrophilla. Ikan yang terserang warna tubuhnya akan menjadi gelap dan kulitnya
kasar karena kehilangan lendir. Gejala lainnya, ikan sering muncul kepermukaan air,
berenang sangat lemah, dan napasnya terenggah-enggah (megap-megap).
d. Trichodina sp.
Trichodina sp. Merupakan parasit yang menyerang kulit dan sirip ikan. Dampak
serangan penyakit ini adalah luka-luka pada organ disertai infeksi sekunder.

21
BAB III
METODOLOGI PRAKTEK KETERAMPILAN LAPANGAN

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan Praktek Keterampilan Lapangan (PKL) ini dilaksanakan dari tanggal 26
September sampai dengan 26 Oktober 2022 di Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Balai Benih Ikan (BBI) Dinas Ketahanan Pangan Dan Pertanian Kota Binjai.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan Praktek Keterampilan Lapangan (PKL) ini
dapat dilihat pada tabel 3 :
Tabel 3. Alat-alat Praktek Keterampilan Lapangan
No Alat Keterangan
.
1 Timbangan Menimbang berat (bobot) induk ikan
2 pH meter Menghitung tingkat keasaman air
3 DO meter Menghitung oksigen terlarut dalam air
4 Thermometer Mengukur suhu air
5 Blower Sebagai suplai oksigen pada media pemeliharaan
6 Jaring Sebagai alat menangkap ikan
7 Ember Tempat larva ikan
8 Aerator Menyuplai oksigen
9 Selang aerasi Penghubung blower dengan batu aerasi agar suplai
oksigen masuk ke dalam air dengan baik
10 Batu aerasi Memperbanyak gelembung udara
11 Aquarium/bak fiber Wadah penetasan telur dan benih
12 Ijuk Tempat menempelnya telur
13 Kamera Alat dokumentasi
14 Keranjang dan kayu Sebagai tempat membuat sarang induk

22
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan selama kegiatan Praktek Keterampilan Lapangan
(PKL) ini dapat dilihat pada tabel 4 :
Tabel 4. Bahan-bahan Praktek Keterampilan Lapangan
No Bahan Keterangan
.
1 Induk gurami Sebagai ikan yang akan dikawinkan untuk menghasilkan
benih
2 Pakan Memenuhi kebutuhan protein tubuh ikan
3 Methylene blue Untuk membersihkan telur dan mencegah serangan hama
& penyakit

3.3 Metode Praktek Keterampilan Lapangan


Dalam melaksanakan Praktek Keterampilan Lapangan (PKL) ini, metode
yang digunakan untuk memperoleh data meliputi :
3.3.1 Metode Observasi
Metode pengumpulan data dengan cara mengambil data secara langsung
terhadap kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan Praktek Keterampilan
Lapangan (PKL).

3.3.2 Metode Pustaka


Metode pengumpulan data dengan cara mengambil data dari literatur atau
buku-buku serta sumber-sumber tertentu yang berkaitan dengan pelaksanan
Praktek Keterampilan Lapangan (PKL).

3.3.3 Metode Wawancara


Metode dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan teknisi
lapangan.

3.3.4 Pengumpulan Data

23
Data yang dikumpulkan dari pengukuran dan pengamatan lapangan adalah
sebagai berikut :

A. Data Primer
Data primer yaitu data yang diambil secara langsung dari hasil
pengamatan dan pengukuran yang berkaitan dengan kegiatan Praktek
Keterampilan Lapangan yaitu pengukuran kualitas air, berat induk, IKG,
fekunditas, hatching rate, survival rate.
B. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pustaka dan lembaga
terkait, literatur serta sumber-sumber yang berkaitan dengan kegiatan Praktek
Keterampilan Lapangan.

3.4 Prosedur Pelaksanaan Praktek Keterampilan Lapangan


3.4.1 Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan yang dilakukan yaitu mempersiapkan bak pemijahan, bak
penetasan telur dan bak perawatan larva serta alat dan bahan yang digunakan.

3.4.2 Persiapan Wadah/Media


Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah ataupun bak beton. Ukuran
luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan. Kolam
berdasarkan proses budidaya dan Fungsinya dapat dibagi menjadi 4 antara
lain :
a. Kolam pemijahan
Kolam pemijahan adalah kolam yang sengaja dibuat sebagai tempat
perkawinan induk budidaya. Ukuran kolam pemijahan bergantung kepada
ukuaran besar berdasarkan budidaya. Bentuk kolam pemijahan empat persegi
panjang. Sebagai patokan untuk 1 kg induk ikan gurami membutukan kolam 3
x 1,5 meter dengan kedalaman 0,6 - 1 meter. Kolam pemijahan sebaiknya

24
dibuat dengan sistem pengairan yang baik yaitu mudah dikeringkan dan pada
lokasi yang mempunyai air yang mengalir dan bersih.
b. Kolam penetasan
Kolam penetasan adalah kolam yang dibuat khusus untuk menetaskan
telur ikan yang biasanya menggunakan wadah akuarium atau bak fiber.

c. Kolam pemeliharaan
Kolam pemeliharaan benih merupakan kolam yang digunakan untuk
memelihara benih ikan sampai ukuran siap dijual (dapat berupa benih atau
ikan konsumsi). Kolam pemeliharaan dapat dibedakan menjadi kolam
pendederan dan kolam pembesaran. Ikan pada kolam semi intensif atau
tradisional sebaiknya tanah dasar kolamnya ialah tanah yang subur, jika
dipupuk dapat tumbuh pakan alami yang sangat dibutuhkan oleh benih ikan.
d. Kolam pemberokan
Kolam pemberokan merupakan kolam yang digunakan untuk menyimpan
induk – induk ikan yang akan dipijahkan atau ikan yang akan dijual atau
diangkut ketempat jauh.

3.4.3 Pemilihan/Seleksi Induk Ikan


Memilih induk jantan dan betina yang sudah matang gonad yang telah
memenuhi beberapa persyaratan. Induk ikan gurami yang telah matang gonad
dan siap untuk dipijahkan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Induk betina
 Perutnya membesar kearah urogenetal (pelepasan)
 Tubuhya tidak cacat
 Gerakan lambat dan jinak
 Bila perut diraba terasa lembek
 Lubang urogenital berwarna kemerah merahan
 Tutup insang bila diraba lebih licin

25
 Sisik besar dan teratur karena mengandung telur
b. Induk jantan
 Bentuk tubuh lebih langsing
 Bila diurut kearah anus akan keluar sperma berwarna putih
 Gerakan lebih lincah
 Tutup insang bila diraba terasa kasar

3.4.4 Peletakkan Induk Kedalam Bak Pemijahan


Induk jantan dan betina ikan gurami yang sudah diseleksi ditebar kedalam
bak pemijahan, tunggu hingga kurang lebih 2 minggu sampai induk memijah.

3.4.5 Proses Pemijahan


Dalam proses pemijahan ikan gurami, ikan dirangsang dengan membuat
lingkungan perairan menyerupai keadaan umum, dimana agar ikan gurami
dapat memijah secara alami tanpa adanya rangsangan hormon. Kolam induk
diberi tempat dan bahan sarang untuk memudahkan induk jantan dalam
membangun sarang. Setelah sarang terbentuk, maka proses pemijahan akan
berlangsung. Langkah-langkah dalam pemijahan ikan gurami adalah mencuci
dan mengeringkan wadah pemijahan (bak/kolam), mengisi wadah pemijahan
dengan air setinggi 60-80 cm dan pemberian ijuk secukupnya.

3.4.6 Pemanenan Telur


Ikan gurami akan mengeluarkan telurnya di balik ijuk atau di dalam
sarang yang sudah dibuatnya. Seminggu sekali sarang bisa di cek untuk
memastikan apakah sudah ada telurnya atau tidak. Ketika sarangnya sudah
berisikan telur, biasanya memiliki beberapa ciri – ciri seperti kondisi sarang
tertutup dan apabila di goyang akan mengeluarkan minyak lalu angkat secara
perlahan.

3.4.7 Penetasan Telur

26
Penetasan telur dapat di lakukan dalam wadah bak fiber maupun
akuarium. Proses pemindahan telur ke bak penetasan dilakukan dengan
sangat hati – hati dan tidak terlalu kasar agar telur tidak rusak. Suhu penetasan
antara 29-30 °C. Kepadatan telur 4-5 butir/cm², telur yang bagus berwarna
kuning bening. Telur akan menetas keseluruhan selama kurang lebih satu
minggu, telur yang tidak menetas sebaiknya segera dibuang .

3.4.8 Pemeliharaan Larva


Setelah telur menetas, larva tidak diberi makan selama 8-10 hari karena
masih memiliki cadangan makanan. Setelah itu larva diberi makan pakan
alami berupa cacing tubifex, artemia, dan kutu air karena sesuai dengan
bukaan mulut.

3.4.9 Pendederan
Pendederan pada ikan gurami dilakukan sebanyak dua kali yakni
pendederan I dan pendederan II. Pada pendederan I, benih diberi makan
cacing sutera dengan frekuensi pemberian dua kali sehari (pagi dan sore).
Pada pendederan II, benih diberi makan cacing sutera kembali sembari
diberi pakan buatan (pellet) sedikit demi sedikit dengan frekuensi dua kali
sehari (pagi dan sore) dengan kadar dosis tertentu.

3.5 Pengamatan dan Pengumpulan Data


3.5.1 Berat Induk Sebelum dan Sesudah Memijah
Pada saat Praktek Keterampilan Lapanagan (PKL) berat induk diperoleh
dengan cara menimbang induk jantan dan betina terlebih dahulu sebelum
dipijahkan dan sesudah dipijahkan.

3.5.2 Berat Gonad

27
Berat gonad ikan dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Berat Gonad = Berat Sebelum Memijah – Berat Setelah Memijah

3.5.3 IKG (Indeks Kematangan Gonad)


Untuk mengetahui persentase berat gonad yaitu dengan cara penimbangan induk
jantan dan induk betina sebelum dan sesudah memijah.
Berat Gonad
IKG= x 100 %
Berat Tubuh

3.5.4 Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina pada saat
pemijahan. Untuk mengetahui jumlah telur yang keluar pada saat pemijahan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Effendy,1979) :
G
F= xN
g
Ket :
F : Jumlah telur yang akan dicari
N : Jumlah telur sampel
G : Berat seluruh gonad
g : Berat gonad sampel

3.5.5 Daya Tetas Telur (Hatching Rate)


Hatching Rate digunakan untuk menghitung persentase jumlah telur yang
menetas secara keseluruhan dari seluruh induk. Hatching Rate dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendy, 1979) :
Jumlah telur yang menetas
HR = x 100%
Jumlah telur terbuahi

3.5.6 Kelangsungan Hidup (Survival Rate)

28
Nilai satuan survival rate adalah persen (%). Untuk mengetahui survival
rate, dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Effendy, 1979) :
Nt
SR= x 100 %
No

Ket. :

SR : Survival rate

No : Populasi awal

Nt : Populasi akhir

29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Induk Ikan
Induk ikan diseleksi terlebih dahulu diperhatikan beberapa aspek yakni
harus sehat, tidak memiliki cacat fisik, cukup umur dan sesuai dengan kriteria
calon indukan sehingga siap untuk memijah. Pemijahan ikan gurami dapat
dilakukan secara alami maupun secara buatan. Teknik pemijahan ikan gurame
yang diterapkan di UPTD BBI Kota Binjai ialah pemijahan secara alami, Hal
ini di karenakan tingkat keberhasilan yang didapat lebih tinggi secara alami
dibandingkan buatan. Adapun berat induk ikan dapat dilihat pada tabel 5
dibawah ini
Tabel 5. Berat Induk
No Wadah Induk Jantan Induk Betina
.
1 Kolam 6 2,8 Kilogram 1,2 Kilogram

Dari data pada tabel 5, dapat dilihat bahwa induk ikan gurami sesuai
dengan persyaratan sebagai induk jika dilihat berdasarkan pernyataan Badan
Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) tahun 2000, bahwa induk gurami betina
yang dapat dipijahkan berumur 30-36 bulan dan panjang tubuh 30-35 cm.
Sedangkan induk gurami jantan berumur 24-30 bulan dengan bobot minimal
1,5-2 kg/ekor dan panjang tubuh 30-35 cm.
Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Sendjaya dan Rizki (2002), bahwa
gurami yang akan dijadikan induk berumur kurang lebih 4 tahun dengan berat
2– 3 kg untuk jantan, dan umur minimal 3 tahun untuk betina. Sedangkan
menurut Khairuman dan Amri (2003), bobot gurami yang pantas untuk
dijadikan induk adalah 1,5 – 2 kg/ekor dimana masa produksi optimal induk
betina berlangsung selama 5 – 7 tahun. Namun, semakin tua umur induk
gurami maka jumlah telur yang dihasilkan semakin menurun pula, tetapi
kualitas telurnya semakin baik.

30
4.1.2 Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan setelah induk
melakukan pemijahan. Banyaknya jumlah telur yang dihasilkan dipengaruhi
oleh kualitas induk yang dipakai. Adapun hasil yang didapat dapat dilihat
pada tabel 6 dibawah ini
Tabel 6. Fekunditas Telur, Fertilization rate dan Hatching rate
1 Wadah Fekunditas Telur FR (%) HR (%)
2500 97 % 87%

Berdasarkan tabel diatas, jumlah telur yang dihasilkan (fekunditas)


sebanyak 2500 butir dalam satu sarang, dimana jumlah tersebut sesuai
dengan pernyataan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) bahwa
jumlah telur yang dihasilkan induk gurami sebanyak 1500-2000
butir/kilogram bobot tubuh, hal ini disebabkan karena adanya gangguan
lingkungan sehingga induk gurame merasa terganggu saat pemijahan
berlangsung yang berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan dalam
proses pemijahan. Menurut Lagler et al. (1962) bahwa jumlah telur yang
diproduksi oleh induk betina sangat dipengaruhi oleh umur induk, ukuran,
kondisi ikan. Data umur yang dihubungkan dengan data panjang dapat
memberikan keterangan tentang umur pada waktu ikan pertama kali matang
gonad, pertumbuhan dan reproduksi (Persada dkk., 2016)
Dari jumlah telur ikan gurami yang dihasilkan, tidak semuanya terbuahi.
Jumlah telur yang terbuahi sebanyak 4850 butir. Ciri- ciri telur yang terbuahi
berwarna kuning bening, sedangkan yang tidak terbuahi akan berwarna
kuning pekat. Telur yang tidak terbuahi diakibatkan sperma tidak masuk
kedalam telur, sperma mati pada saat pembuahan serta telur yang

31
tersembunyi dibagian sela-sela sarang sehingga sperma tidak dapat
menjangkau telur (Saparinto, 2008)
Kepadatan telur selama proses penetasan ialah 4-5butir/cm² dengan
kedalaman 15-20 cm. Jumlah telur yang menetas 4210 butir dari total telur
yang terbuahi 4850, telur yang tidak menetas diakibatkan suhu yang
berfkluktuasi menyebabkan embrio yang gagal berkembang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sulhi (2013), bahwa gagalnya telur menetas diakibatkan
suhu yang berfluktuasi yang menyebabkan jamur berkembang biak di wadah
penetasan telur.
Energi yang digunakan untuk metabolisme maupun perkembangan embrio
pada telur berasal dari yolk sac (kantong kuning telur), maupun partikel-
partikel terlarut dalam air yang diduga diserap oleh telur. Terserapnya kuning
telur seiring dengan tumbuhnya larva memungkinkan larva dapat
mempertahankan diri dalam posisi berenang, yang biasanya menjadi petunjuk
kapan benih mulai dapat diberi pakan (Piper et al., 1982). Pakan yang
sebaiknya sudah tersedia ketika larva mulai makan dari lingkungan (post
larva) karena apabila saat awal pemberian pakan ini terlambat, yaitu jauh
setelah persediaan kuning telur pada tubuh larva habis terserap, benih akan
kelaparan dan terlampau lemah untuk makan walaupun pakan alami diberikan
pada larva tersebut.

4.1.3 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)


Tingkat kelangsungan hidup larva, setelah fekunditas selama 10 hari dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Survival Rate selama pendederan
No Wadah Parameter
.
1 Fiber Survival Rate (%)
77%

32
Setelah 10 hari setelah larva menetas, larva ikan dipindahkan ke dalam
wadah pendederan dan kemudian diberi makan cacing sutera (Tubifex) karena
memiliki tingkat kadar protein yang tinggi dari pada pakan lainnya
(Khairuman et al, 2008). Setelah itu dilakukan perhitungan tingkat
kelangsungan hidup larva (SR).
Kelangsungan hidup larva (SR) selama dipelihara sebesar77% dengan
jumlah larva yang hidup 4210ekor. Nilai SR diatas buruk karena tidak sesuai
dengan pendapat Khairuman dan Amri (2011) bahwa apabila larva dipelihara
dengan baik dan kondisi air mendukung, persentase larva yang hidup mampu
mencapai 95-97% dari total yang menetas. Hal tersebut kemungkinan
disebabkan karena kualitas cacing sutera yang ditangkap dari alam. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Santoso & Haryanti (2004) bahwa cacing
sutera yang ditangkap dari alam tidak memiliki jaminan kualitas baik,
semakin banyak kandungan bahan tercemar di alam maka akan semakin
banyak pula bahan tercemar tersebut yang terakumulasi didalam tubuh cacing.
Semakin banyak kandungan logam berat pada suatu perairan, semakin tinggi
pula kandungan logam berat tersebut didalam tubuh cacing sutera. Hal ini
sangat berdampak terhadap kualitas cacing sutera yang akan diberikan pada
larva.
Menurut pendapat Sutisna & Sutarmanto (1995) bahwa kualitas air yang
memenuhi syarat dapat membuat pertumbuhan dan kelangsungan ikan
menjadi baik. Kualitas air dapat mempengaruhi produksi budidaya.
Kelangsungan hidup benih ikan gurame dipengaruhi oleh kematian.
Kematian pada ikan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas air, penyakit,
serangan predator, fisika kimia perairan dan kegagalan memperoleh makanan
serta akibat ketuaan (Brown, 1962).

4.1.4 Kualitas Air


Pengamatan kualitas air dilakukan setiap pagi sekitar pukul 00.00 WIB,
04.00 WIB, 07.00 WIB serta pada sore hari pukul 17.00 WIB, dimana

33
parameter yang diukur yakni pH dan Suhu. Pengecekkan dilakukan pada
kolam pemijahan, wadah penetasan telur, pemeliharaan larva serta wadah
pendederan secara rutin.
Tabel 8. Kualitas Air
Kualitas Air
No Wadah Suhu pH
.
1. Pemijahan 25°C - 28°C 7,5 – 9,0
2. Penetasan 25°C - 28°C 7,5 – 9,0
3. Pemeliharaan Larva 26°C - 28°C 8,0 – 9,0
4. Pendederan 26°C - 28°C 8,0 – 9,0

Dari tabel diatas, diperoleh bahwa suhu pada bak pemijahan dan penetasan
berkisar 25°C - 28°C. Sedangkan, suhu pada wadah pemeliharaan larva serta
pendederan berkisar 26°C - 28°C dimana kisaran suhu tersebut masih berada
dalam batas normal.
Menurut Khairuman dan Amri (2011), suhu yang ideal untuk kegiatan
budidaya ikan gurami (Opshronemus gouramy) berada pada kisaran 25°C -
28°C. Oleh karena itu, saat suhu berada di kisaran yang tidak optimal maka
perkembangan ikan gurami akan terhambat ataupun terganggu.
pH air yang diperoleh dari pemijahan dan penetasan berkisar 7,5 – 9,0
sedangkan pada saat pemeliharaan larva maupun pendederan berkisar 8,0 –
9,0 dimana kisaran pH tersebut masih berada dalam batas normal. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Body (1988), bahwa kisaran
nilai pH yang baik untuk produksi ikan ialah 6,5 – 9,0. Menurut Svobodova
(1993), kondisi pH optimal untuk ikan ada pada kisaran 6,5 – 9,0. Nilai pH
diatas 9,2 atau kurang dari 4,8 bisa membunuh ikan.

34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
mengenai pembenihan ikan gurami yaitu :
1. Fekunditas telur sebanyak 2.500 butir, dimana telur yang terbuahi sebanyak 4850
butir atau sebesar 97%. Ciri-ciri telur yang terbuahi berwarna kuning bening,
sedangkan yang tidak terbuahi akan berwarna kuning pekat.
2. Jumlah telur yang menetas sebanyak 4210 butir, hal ini disebabkan karena adanya
gangguan lingkungan sehingga induk gurame merasa terganggu saat proses
pemijahan berlangsung.
3. Kelangsungan hidup larva (SR) selama dipelihara sebanyak 4210 ekor,
kemungkinan disebabkan karena kualitas cacing sutera yang buruk sehingga
sangat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup larva.
5.2 Saran
Semoga laporan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, serta
memberikan sedikit gambaran tentang pembenihan dan pendederan ikan gurami agar
dapat dilakukan lebih baik lagi sehingga dapat memenuhi jumlah pasokan benih ikan
gurami, karena masih kurangnya ketersediaan benih ikan gurami

35
DAFTAR PUSTAKA

Body. 1988. Water Quality in ponds for Aquaculture. Departement of Fisheries and
Allied Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn
University. Page 135 – 161

Brown, M. E. 1962. The Physiology of Fishes, Metabolism, Vol. I. New York:


Academic Press Inc.

Christensen MS. 1992. Investigation on the ecology and fish fauna of the Mahakam
River in East Kalimantan (Borneo), Indonesia. Int. Revue ges. Hydrobiol.,
77(4):593-608.

Effendie, I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.


Effendie, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Gunadi, B., Lamanto dan R. Febrianti. 2010. Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan
dengan Kadar Protein yang Berbeda Terhadap Jumlah dan Fertilitas Telur
Induk Gurame. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Loka Riset
Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. 6 hal.

Hartini. 2002. Produksi Benih Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burch.) melalui
Sistem Pendederan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor.
http:// repository.ipb.ac.id (diakses 12 Juli 2014) 45 hlm

Irawan, P. B., Zulfanita dan I. A. Wicaksono. 2012. Analisis Usaha Pembenihan


Gurami (Osphronemus gouramy Lacepede) di Desa Kaliurip Kecamatan Bener
Kabupaten Purworejo. Surya Agritama, 1 (2) : 24-33

Jangkaru Z. 2007. Memacu Pertumbuhan Gurami (edisi revisi). Penebar Swadaya.


Jakarta.

Khairuman dan Khairul Amri, M. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Gurami


secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Khairuman dan K. Amri. 2005. Pembenihan dan Pembesaran Gurami Secara


Intensif. PT. AgroMedia Pustaka. Depok. hal. 11

Khairuman, S. P., Khairul Amri, and S. Pi. Buku Pintar Budi Daya 15 Ikan
Konsumsi. AgroMedia,2008.

Khairuman dan Amri,K, Petunjuk Praktis Pembenihan Gurami, Jakarta : AgroMedia


Pustaka,2011.

36
Khairuman dan Amri. 2011. Budidaya Gurame, Jakarta : Penerbit Swadaya

Kordi, Akuakultur jilid 1, Paccinong,Gowa & Makasar : Indeks,2018

Lagler, K. E., J. E. Bardach, R. R. Miller. 1962. Ichthyology, 545. John Willey and
Sons, Inc., New York.

Nugroho, M. H. 2008. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Hasil Produksi Pembenihan Ikan Gurami Petani Bersertifikat SNI. Skripsi.
Eksistensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 90 hal

Persada L.G., E. Utami, & D. Rosalina. 2016. Aspek Reproduksi Ikan Kurisi
(Nemipterus furcosus) yang Didaratkan Di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Sungailiat. Akuatik. 10(2): 46-55.

Piper, C. 1982. Budidaya Gurami di Lahan Terbatas. Penerbit Andi : Yogyakarta,


Hal 11

Redaksi Agro Media, 2007. Panduan Lengkap Budidaya Gurami, Jakarta: Agro
Media Pustaka.

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Bogor: Bina Cipta.

Santoso, S & Hernayanti. 2004.


Cacing sutera
sebagai bio monitor pencemaran
logam berat
kadmium dan seng dalam leachate
tpa sampah
Biologi. Institut Teknik Surabaya.
Surabaya.
37
Santoso, S & Hernayanti. 2004.
Cacing sutera
sebagai bio monitor pencemaran
logam berat
Santoso, S & Hernayanti. 2004. Cacing sutera sebagai bio monitor pencemaran
logam berat kadmium dan seng dalam leachate tpa sampah gunung tugel
purwokerto. Program Studi Biologi. Institut Teknik Surabaya. Surabaya

Saparinto, C., 2008. Panduan Lengkap Gurami, Jakarta: Penebar Swadaya.

Saparinto, C., dan Susiana, R., 2013. Panduan Praktis Pembesaran 13 Ikan
Konsumsi Populer di Pekarangan, Yogyakarta: Lily Publisher

Sarwono, B., and M. Sitanggang. "Budidaya Gurami." Jakarta: Penebar


Swadaya (2007).

Sendjaya dan Rizki, H. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Patin. Penebar Swadaya.
Jakarta

Sherwood, N.M. and I.R. Coe, 1991. Neuropeptides and their genes in fish. In: A.P.
Scott, J.P. Sumpter, D.E. Kime, ans M.S. Rolfe (eds.). Proeeding of the fourth
International Symposium on the Reproductive Pfysiology of Fish. Noewich,
UK. 7- 12 Juli 1991, Fish Symposium, Sheffield pp 38-40

Sitanggang, M. 1990. Budidaya Gurami. Penerbit Swadaya, Jakarta

Sitanggang, M dan B. Sarwono. 2006. Budidaya Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sulhi L, Arifin OZ, Gustiano R. 2013. Karakterisasi Tiga Ras Ikan Gurame
(Osphronemus gouramy Lac) berdasarkan metode trus morfometriks. Jurnal
Ikhtiologi Indonesia, 7 (1): 23-30

Sunarma, A. (2004). Peningkatan produktifitas usaha lele sangkuriang (Clarias sp.).


Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi. Hal, 1-6.

Susanto.H, Budidaya Ikan Gurame, Yogyakarta : Kanisius,1987

38
Sutisna, D. H., & Sutarmanto, R. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Yogyakarta:
Kanasius.

Svobodova Z, Richard Lioyd, Jana Machova, and Blanka Vkusova. 1993. Water
Quality and Fish Health. EIPAC Technical Paper. FAO Fisheries

Tirta dan Riski S. 2002. Usaha Pembenihan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.

39
LAMPIRAN

1. Dokumentasi PKL

40
2. Analisis Data

 Derajat Pembuahan Telur (Fertilization Rate/FR%)


Jumlah total telur : 5000 butir
Jumlah telur terbuahi : 4850 butir

Jumlah telur terbuahi


FR = x 100%
Jumlah telur total
4850
FR = x 100%
5000
FR = 97%

 Daya Tetas Telur (Hatching Rate/HR%)


Jumlah telur menetas : 4.210 butir
Jumlah telur awal : 5.000 butir

Jumlah telur yang menetas


HR = x 100%
Jumlah telur terbuahi
4.260
HR = x 100%
4850
HR = 87%

 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate/SR%)


Jumlah Larva Hidup di Akhir : 3.265 ekor
Jumlah Larva Hidup di Awal : 4.210 ekor

Populasi akhir
SR = x 100%
Populasi awal
3.265
SR = x 100%
4.210
SR = 77 %

41

Anda mungkin juga menyukai