Anda di halaman 1dari 37

POTENSI ZAT KITIN PADA HAMA KEONG MAS (Pamocea canaliculata)

SEBAGAI PENGAWET ORGANIK BUAH KLIMATERIK LOKAL


KALIMANTAN BARAT DALAM UPAYA MEWUJUDKAN
KETAHANAN PANGAN NASIONAL

Karya Tulis Ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa
Tingkat Nasional The 3rd Airlangga Ideas Competition 2013

Diusulkan Oleh :

DIAN SUCI ATIKA F02111005 (2011)


RIZKI NURHAFIZAH I31111043 (2011)
SABARIAH B01112070 (2012)

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2013

i
ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
penulisan karya ilmiah ini. Adapun judul yang diangkat oleh penulis adalah
“Potensi zat kitin pada hama keong mas (Pamocea Canaliculata) sebagai
pengawet organik buah klimaterik lokal Kalimantan Barat dalam upaya
mewujudkan ketahanan pangan nasional”
Dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Thamrin Usman, DEA. selaku Rektor Universitas


Tanjungpura.

2. Prof.Dr.Garuda Wiko, MH. selaku pembina UKM LISMA UNTAN dan


juga dosen pembimbing

3. Orang tua dan rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan semangat dan
motivasi serta bantuan materiil.

Penulisan ini mungkin masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan,


untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
memperbaiki penulisan yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga
tulisan ini dapat dijadikan bahan referensi serta dapat menambah pengetahuan
serta wawasan kepada pembaca.

Pontianak, 06 November 2013

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR.................................................................................... vi

RINGKASAN ............................................................................................... 1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 2

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 3

1.3 Tujuan ............................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keong Mas (Pomacea Canaliculata L)………………………. 5

2.2 Sifat Fisika dan Kimia Khitin Kitosan………………………… 7

2.3 Buah Klimaterik

2.3.1 Deskripsi…………………………………………...... 9

2.3.2 Sifat dan karakteristik buah…………………………. 10

2.3.3 Jumlah pertumbuhan buah klimatrik di Kalbar……... 10

2.4 Isolasi Kitosan sebagai bahan organic………..………………. 11

III. METODE PENULISAN

3.1 Pendekatan Penulisan…………………………………………. 12

iv
3.2 Sumber Penulisan……………………………………………... 12
3.3 Sasaran Penulisan……………………………………………… 12
3.4 Prosedur Penulisan………………………………………......... 12
IV. PEMBAHASAN

4.1 Solusi Dan Gagasan yang Pernah Diterapkan


4.1.1 Aplikasi Kitosan………………………………………. 14
4.2 Implementasi Gagasan
4.2.1 Kitosan sebagai Pengawet Alami untuk Memperpanjang
Masa Simpan Buah Lokal Klimaterik…………………. 15
4.2.2 Peningkatan Mutu Simpan Buah Klimaterik dengan
Aplikasi Kitosan……………………………………… 16
4.3 Proses pembuatan produk Kitosan ………………………….. 19

V. PENUTUP

5.1 Simpulan……………………………………………………….... 22
5.2 Saran…………………………………………………………….. 22
Daftar Pustaka……………………………………………………………... 23
Daftar Riwayat Hidup………………………………………………………. 26

Lampiran 1 ..................................................................................................... 36

Lampiran 2 ..................................................................................................... 37

v
DARTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas seranagan keong mas di Indonesia tahun 2003-2007


(Direktorat perlindungan tanaman pangan, 2008)………………. 7
2. Produksi buah-buahan di Kalimantan Barat (BPS 2009-2010).... 10

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Keong mas (Pomacea Canaliculata Lamarck).............................. 5


2. Struktur kitin…………………………………………………..… 8
3. Struktur Kitosan…………………………………………………. 8
4. Reaksi demineralisasi……………………………………………. 11
5. Reaksi Deasetilasi………………………………………………. 21

vi
Ringkasan

Sektor pertanian merupakan kontributor utama dalam struktur


pereokonomian masyarakat kalimantan Barat. Beberapa komoditas tanaman
pangan dan hortikultura yang dimiliki Kalimantan Barat adalah pisang, mangga,
tomat, dan pepaya , dimana buah-buah tersebut tergolong buah klimaterik.
Klimaterik dapat diartikan sebagai keadaan buah yang stimulasi menuju
kematangannya terjadi secara ”auto” (auto stimulation). Proses tersebut juga
disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Masa simpan buah
klimaterik tergolong singkat, oleh sebab itu, perlu adanya suatu penangan pasca
panen untuk mempertahankan kualiatas buah agar tetap segar ketika berada di
tangan konsumen. Salah satu penangan pasca panen yaitu dengan memanfaatkan
zat kitin yang berasal dari hama Keong mas (Pomacea Canaliculata L). Pada
tingkat serangan yang berat, Keong mas (Pomacea Canaliculata L) mampu
merusak banyak rumpun tanaman padi, sehingga petani harus menanggung
kerugian yang besar akibat serangan hama Keong mas (Pomacea Canaliculata
L). Untuk menanggulangi hal tersebut, perlu dilakukan penanganan yang efektif
terhadap hama Keong mas (Pomacea Canaliculata L) namun tetap aman bagi
lingkungan, yaitu dengan memanfaatkan zat kitin yang terdapat didalam
cangkang Keong mas (Pomacea Canaliculata L) untuk di olah menjadi suatu
produk yang dapat memperpanjang masa simpan buah-buah klimaterik. Tujuan
dari penulisan ini adalah untuk meningkatkan pemanfaatan Kitosan sebagai
pengawet alami untuk memperpanjang masa simpan buah klimaterik serta dapat
emberikan alternatif yang solutif untuk peningkatan mutu buah klimaterik lokal
Kalimantan Barat. Adapun manfaat dari penulisan karya ini adalah tersedianya
informasi ilmiah bagi para petani padi terkait penanganan hama Keong mas
(Pomacea Canaliculata L) yang ramah lingkungan dan dapat dijadikan kitosan
sebagai pengawet organik pada buah klimaterik. Metode penulisan yang
digunakan dalam karya tulis ini yaitu dengan pendekatan konseptual dengan
sumber penulisan berdasarkan hasil penelusuran pustaka dan literatur yang
berhubungan dengan penulisan ini. Sasaran dalam penulisan karya ilmiah ini
adalah pemerintah, kalangan akademisi dan pihak swasta yang dapat
mensosialisasikan produk kitosan dari cangkang udang ini. Produk pembuatan
kitosan dilakukan dengan beberapa tahap yaitu persiapan sampel cangkang
Keong mas (Pomacea Canaliculata L), pengeringan, penghalusan dan
penyaringan, pelarutan sampel dengan NaOH 3,5 gr/ml, pencucian sampel
dengan aquades dan pelarutan dalam HCl, perendaman kitin didalam NaOH
(20:1), pencucian kitin dengan aquades dan pengeringan. Hasil akhir dari
pembuatan Kitosan berupa tepung/serbuk kitosan (Kitosan Powder), dan untuk
Kitosan dalam bentuk larutan, yaitu pelarutan dengan menggunakan asam cuka
1% (Kitosan Liquid). Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-
sifat yang dimilikinya yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
perusak dan sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi
yang minimal antara produk dan lingkungannya.

Kata Kunci : Kitosan, Keong mas (Pomacea Canaliculata L), Buah Klimaterik
dan Pengawet organik.

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kalimantan Barat memiliki potensi yang besar dibidang pertanian,


khususnya tanaman pangan dan hortikultura. Sektor pertanian merupakan
kontributor utama dalam struktur pereokonomian masyarakat kalimantan Barat.
Menurut dinas Pertanian kota Pontianak tahun 2002 luas wilayah Kalimantan
Barat tercatat 14.680.700 ha, yang terdiri atas lahan sawah seluas 47.937 ha (3%)
dan lahan kering 13.843.624 ha (97%). Dari 11.646.555 ha (81,6%) lahan yang
berpotensi untuk usaha tani tanaman pangan, baru 1.036.290 ha atau 8,9 % yang
telah dimanfaatkan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan 2002)
Beberapa komoditas tanaman pangan dan hortikultura yang dimiliki
Kalimantan Barat adalah pisang, mangga, tomat, dan papaya , dimana buah-buah
tersebut tergolong buah klimaterik. Klimaterik dapat diartikan sebagai keadaan
buah yang stimulasi menuju kematangannya terjadi secara ”auto” (auto
stimulation). Proses tersebut juga disertai dengan adanya peningkatan proses
respirasi. Masa simpan buah klimaterik tergolong singkat, oleh sebab itu, perlu
adanya suatu penangan pasca panen untuk mempertahankan kualiatas buah agar
tetap segar ketika berada di tangan konsumen.
Salah satu penangan pasca panen yaitu dengan memanfaatkan zat kitin
yang berasal dari hama Keong mas (Pomacea Canaliculata L). Keong mas
(Pomacea Canaliculata L) menjadi salah satu faktor kerusakan pada tanaman
padi. Perkembangan hama ini sangat cepat, dari telur hingga menetas hanya
membutuhkan waktu 4-7 hari saja. Disamping itu, satu ekor Keong mas
(Pomacea Canaliculata L) betina mampu menghasilkan 15 kelompok telur
selama satu siklus hidup (60-80 hari), dan masing-masing kelompok telur berisi
300-500 butir. Seekor Keong mas (Pomacea Canaliculata L) dewasa mampu
menghasilkan 1000-1200 telur per bulan (Pitojo, 1996). Pada tingkat serangan
yang berat, Keong mas (Pomacea Canaliculata L) mampu merusak banyak
rumpun tanaman padi, sehingga petani harus menanggung kerugian yang besar

2
akibat serangan hama Keong mas (Pomacea Canaliculata L). Luas area tanaman
padi yang di rusak oleh Keong mas (Pomacea Canaliculata L) pada tahun 2007
mencapai lebih dari 22.000 ha (Direktorat perlindungan tanaman pangan, 2008).
Untuk menanggulangi hal tersebut, perlu dilakukan penanganan yang
efektif terhadap hama Keong mas (Pomacea Canaliculata L) namun tetap aman
bagi lingkungan, yaitu dengan memanfaatkan zat kitin yang terdapat didalam
cangkang Keong mas (Pomacea Canaliculata L) untuk di olah menjadi suatu
produk yang dapat memperpanjang masa simpan buah-buah klimaterik.
Kitosan adalah senyawa organik turunan kitin, berasal dari biomaterial
kitin yang dewasa ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara
lain membersihkan dan menjernihkan air, immobilasi enzim sel bakteri, dan
pengawet bahan makanan. Kitin sebagai bahan baku kitosan ditemukan pertama
kali oleh Braconnat, berkebangsaan Perancis pada tahun 1811 yang diisolasinya
dari jamur. Menurut Pramuliono (1999) kitosan merupakan salah satu jenis
pelapis edible dari kelompok polisakarida selain selulosa, pektin, pati, karagenan
dan gum. Menurut Khochta dalam Anityoningrum (2005) edible coating adalah
lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan dan digunakan di atas
atau di dalam lapisan produk pangan yang berfungsi sebagai penahan (barrier)
perpindahan massa (uap air, O2 dan CO2) atau sebagai pembawa makanan
tambahan, seperti zat antimikrobial dan antioksidan.
Bahan dasar pembuatan kitosan yaitu cangkang Keong mas (Pomacea
Canaliculata L). Cangkang Keong mas (Pomacea Canaliculata L) ini memiliki
kandungan senyawa kitin yang sangat berprospek untuk dimanfaatkan. Cangkang
Keong mas (Pomacea Canaliculata L) ini dapat dimanfaatkan untuk dijadikan
pengawet yang dapat memperpanjang masa simpan buah-buahan lokal yang
tergolong kedalam buah klimaterik.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan karya tulis ini adalah :
1. Apa solusi alternatif untuk meningkatkan mutu buah lokal klimaterik di
Kalimantan Barat.
2. Bagaimana solusi dalam penanganan pasca panen buah yang tergolong
klimaterik

3
3. Bagaimana cara pemanfaatan kitosan sebagai pengawet alami untuk
memperpanjang masa simpan buah klimaterik.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini yaitu:

1. Memberikan Alternatif yang Solutif untuk Peningkatan mutu buah lokal


klimaterik di Kalimantan Barat.
2. Memberikan Solusi dalam Penanganan pasca panen buah klimaterik.
3. Meningkatkan Pemanfaatan Kitosan sebagai Pengawet Alami untuk
memperpanjang masa simpan buah klimaterik.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan karya ini adalah tersedianya informasi ilmiah
bagi para petani padi terkait penanganan hama Keong mas (Pomacea
Canaliculata L) yang ramah lingkungan dan dapat dijadikan suatu produk yang
bermanfaat. Selain itu memberikan informasi berupa potensi pengembangan
limbah cangkang Keong mas (Pomacea Canaliculata L) sebagai bahan baku
pembuatan kitosan untuk mengatasi permasalahan para petani buah lokal
klimaterik di Kalimantan Barat.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keong mas (Pomacea Canaliculata L)

Keong mas (Pomacea Canaliculata L) secara morfologi ditandai oleh


karakteristik sebagai berikut : rumah siput bundar dan menara pendek; rumah
siput besar, tebal, lima sampai enam putaran didekat menara dengan kanal yang
dalam, mulut besar dengan bentuk bulat sampai oval, operculum tebal rapat
menutup mulut, berwarna coklat sampai kuning muda, bergantung pada tempat
berkembangna, dagingnya lunak berwarna putih krem atau merah jambu
keemasan atau kuning orange (Gambar 1). Operculum betina cekung dan tepi
mulut rumah siput melengkung kedalam, sebaliknya operculum jantan cembung
dan tepi mulut rumah siput melengkung keluar, Klasifikasi Keong mas (Pomacea
Canaliculata L) menurut Cazzaniga (2002).

Filum :Molusca
Kelas :Gastropoda
Subkelas :Prosobranchiata
Ordo :Mesogastropoda
Famili :Ampullariidae
Genus :Pomacea
Spesies :Pomacea canaliculata

5
Keong mas (Pomacea Canaliculata L) merupakan siput air tawar yang
diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1981 sebagai hewan hias. Sejak awal
introduksi, ada dua pendapat yang bertentangan perihal Keong mas (Pomacea
Canaliculata L). Satu pihak mendukung introduksi Keong mas (Pomacea
Canaliculata L) dan membiakkannya sebagai komoditas ekspor, pihak lain
mengkhawatirkan Keong mas (Pomacea Canaliculata L) akan menjadi hama
tanaman (Hendarsih Suharto, 2009).

Sebagian dari Keong mas (Pomacea Canaliculata L) yang lepas ke sawah


berkembang biak dengan cepat. Habitat sawah sesuai bagi perkembangan Keong
mas (Pomacea Canaliculata L) dan populasinya meningkat dalam waktu yang
relatif cepat, sehingga cepat pula merusak tanaman padi. Oleh karena itu, Keong
mas (Pomacea Canaliculata L) telah berubah status dari hewan peliharaan
menjadi hama padi. Pada tingkat serangan yang berat, Keong mas (Pomacea
Canaliculata L) mampu merusak banyak rumpun tanaman padi, sehingga petani
harus menyulam atau menanam ulang. Luas areal pertanaman padi yang dirusak
Keong mas (Pomacea Canaliculata L) pada tahun 2007 mencapai lebih dari
22.000 ha (Direktori Perlindungan Tanaman Pangan, 2008).

Kini keong mas (Pomacea Canaliculata L) termasuk 100 spesies asing


yang menginvasi kawasan baru yang paling cepat berkembang dan paling
merugikan. Kerugian yang disebabkan oleh Keong mas (Pomacea Canaliculata
L) bukan hanya turunnya hasil panen padi, tetapi juga bertambahnya biaya
pengendalian. Tambahan biaya untuk menanam ulang atau meyulam akan
mengurangi keuntungan petani. Sampai tahun 1987, di Indonesia masih ada
keinginan untuk mengembangbiakkan Keong mas (Pomacea Canaliculata L)
sebagai komoditas ekspor. Semula hewan ini dianggap tidak merugikan.
Kemudian muncul polemik tentang kemungkinan Keong mas (Pomacea
Canaliculata L) berkembang menjadi hama tanaman. Kenyataannya Keong mas
(Pomacea Canaliculata L) telah menyebar luas di Sumatera (Bengkulu, Jambi,
Lampung, Pariaman, Riau), Papua (Biak dan Wamena), Sulawesi (Bone,
Makasar. Manado, Maros, Palu dan Pangkep), Kalimantan (Balikpapan dan
Samarinda), buton, Jawa, Bali, dan Lombok (hendarsih et al., 2006). Di Jawa

6
Barat sampai tahun 1992 tidak ditemukan Keong mas (Pomacea Canaliculata L)
di sawah dan hanya dipelihara di kolam. Sejak tahun 1996, hama ini ditemukan
menyerang tanaman padi pada lahan di 12 kabupaten dan pada tahun 1999
berkembang menjadi 16 kabupaten (hendarsih, 2002). Luas areal pertanaman padi
sawah yang terserang Keong mas (Pomacea Canaliculata L) baru tercatat secara
resmi pada tahun 1997, yaitu 3.630 ha. Pada tahun 2003 luas serangan Keong mas
(Pomacea Canaliculata L) mencapai lebih dari 13.000 ha dan meningkat menjadi
22.000 ha pada tahun 2007 (tabel 1).

2.2 Sifat Fisika dan Kimia Khitin Kitosan

Kitin merupakan bahan organik utama terdapat pada kelompok hewan


crustaceae, insekta, fungi, Mollusca dan arthropoda. Cangkang kepiting, udang
dan lobster telah lama diketahui sebagai sumber bahan dasar produksi kitin,
karena kandungan kitinnya cukup tinggi. Cangkang kering arthropoda rata-rata
mengandung 20-50% kitin (Suhardi,1993). Kitin juga diketahui terdapat pada
kulit siput, kepiting, kerang dan bekicot (Stephen,1995).

Kitin merupakan biopolymer alam paling melimpah kedua setelah


selulosa. Senyawa kitin atau (α(1-4)-N-asetil-D-glukosamin) dapat
dipertimbangkan sebagai suatu senyawa turunan selulosa, dimana gugus hidroksil
pada atom C-2 digantikan oleh gugus asetamido (pujiastuti,2001). Hasil penelitian
aniek (2000), menyatakan bahwa kitin juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan
ikan dan terbukti dapat memacu pertumbuhan ikan. Kitin yang telah dihilangkan

7
gugus asetilnya melaui proses deasetilasi disebut kitosan. Kitosan (2-asetamida-
deoksi-α-D-glukosa) memiliki gugus amina bebas yang membuat polimer ini
bersifat polikationik, sehingga polimer ini potensial untuk diaplikasikan dalam
pengolahan limbah, obat-obatan, pengolahan makanan dan bioteknologi (Savant
dkk., 2000). Struktur kitin dan kitosan diperlihatkan pada gambar 2 dan gambar 3
(Kusumaningsih dkk,2004).

Gambar 2. Struktur kitin

Gambar 3. Struktur Kitosan

Berat molekul kitosan tergantung dari degradasi yang terjadi pada proses
pembuatan kitosan (Knorr 1982 diacu dalam Masduki 1996). Kitin dan kitosan
merupakan biopolimer yang secara komersial mempunyai potensi dalam
berbagai bidang dan industri. Kitin merupakan bahan dasar dalam bidang
biokimia, enzimologi, obat-obatan, pertanian, pangan gizi, mikrobiologi,
industri manbran (film), tekstil, kosmetik dan lain-lain (Krissetina 2004).

8
Kitosan digunakan dalam berbagai industri, antara lain sebagai perekat kualitas
tinggi, pemurnian air minum, sebagai senyawa pengkelat, meningkatkan zat
warna dalam industri kertas, tekstil dan pulp. Kitosan juga dapat digunakan
sebagai pengangkut (carrier) obat dan komponen alat-alat operasi seperti
sarung tangan, benang operasi dan membran pada operasi plastik (Angka dan
Suhartono 2000).
Penampilan fungsional kitosan ditentukan oleh sifat fisik dan
kimiawinya. Seperti halnya dengan polisakarida lain, kitosan memiliki
kerangka gula tetapi dengan sifat yang unik karena polimer ini memiliki gugus
amino bermuatan positif sedangkan polisakarida lain umumnya bersifat netral
atau bermuatan negatif (Angka dan Suhartono 2000 ). Menurut Knorr (1982),
kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai polikationik, pengkelat dan
pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. Masduki (1996) menambahkan
bahwa gugus amino bebas inilah yang memberikan banyak kegunaan pada
kitosan. Bila dilarutkan dalam asam, kitosan akan menjadi polimer kationik
dengan struktur linear sehingga dapat digunakan dalam pembentuk film atau
immobilisasi dalam beberapa reagen biologi termasuk enziin. Sandford et al.
(1989) menambahkan bahwa selain sebagai bahan flokulan, kitosan juga dapat
berfungsi sebagai pengkelat logam-logam berat yang beracun seperti Fe, Cu,
Cd, Ag, Pb, Cr, Ni, Mn, Co, Zn, dan bahan-bahan radioaktif seperti uranium.
Kitosan meiniliki sifat reaktivitas kiinia yang tinggi sehingga mmnpu mengikat
air dan ininyak. Hal ini didukung oleh adanya gugus polar dan non polar yang
dikandungnya. Karena kemampuan tersebut, kitosan dapat digunakan sebagai
bahan pengental atau pembentuk gel yang sangat baik, sebagai pengikat,
penstabil, dan pembentuk tekstur (Brzeski 1987).
2.3 Buah Klimaterik

2.3.1. Deskripsi

Buah klimaterik adalah buah yang ditandai dengan produksi CO2 yang tinggi dan
meningkat tajam pada akhir pertumbuhan dan perkembangan buah serta diikuti
dengan perubahan yang nyata atas komposisi dan teksturnya.

9
Klimakterik suatu masa transisi suatu proses pertumbuhan menjadi
senescene (pelayuan) klimetrik diartikan sebagai suatu keadaan auto stimulation
dari dalam buah sehingga buah mejadi matang dan disertai dengan peningkatan
proses respirasi, yang diawali dengan proses pembentukan etilen.( Fitri, 2010)

Buah yang termasuk kedalam golongan klimaterik advokad, pisang,


nangka, jambu, mangga, pepaya, markisa (passion fruit), Sirsak, apel.

2.3.2 Sifat dan karakteristik buah

Buah klimatrerik adalah buah-buahan yang melakukan respirasi naik


turun. Hal ini apat dilihat dari jumlah karbondioksida yang dihasilkan, pada saat
mendekati puncak klimaterik tiba-tiba produksi karbondioksida meningkat dan
selanjutnya menurun lagi. Proses pematangan buah di dahului dengan klimaterik
(pada buah klimaterik). Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu periode
medadak yang unik bagi buah dimana selama proses terjadi serangkaian
perubahan biologis yang diawali dengan proses sintesis ethylene. Meningkatnya
respirasi dipengaruhi oleh jumlah ethylene yang dihasilkan, meningkatnya
respirasi dipengaruhi oleh jumlah ethylene yang dihasilkan, meningkatnya sintesis
protein dan RNA. (Fitri, 2010)

Ethylene digolongkan sebagai hormone tanaman yang aktif dalam proses


pematangan dan bersifat mobil dalam jaringan tanaman. Ethylene sebagai
hormone akan mempercepat terjadinya pematangan.

2.3.3 Jumlah pertumbuhan buah klimatrik di Kalbar

Jumlah produksi buah-buahan (ton) klimaterik di Kalimantan barat


berdasarkan data BPS 2009-2010 (tabel 2).

Nama Buah 2009 2010

Advokat 449 224

Jambu Biji 2411 2004

Mangga 3847 1960

10
Papaya 10585 10371

pisang 111728 38230

Tabel 2 : Produksi buah-buahan di Kalimantan Barat (BPS 2009-2010)

2.4 Isolasi Kitosan sebagai bahan organik

Kitosan diperoleh dari kitin melalui 3 tahap yaitu deproteinasi,


demeneralisasi, deasetilasi. Cangkang Keong mas (Pomacea Canaliculata L)
dibersihkan terlebih dahulu setelah itu di keringkan dan kemudian dihaluskan.
Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air serta menghilangkan bau pada
cangkang Keong mas (Pomacea Canaliculata L). Tahap deproteinasi bertujuan
untuk menghilangkan atau mengurangi kadar protein pada cangkang yang
Keong mas (Pomacea Canaliculata L). Tahap demineralisasi dilakukan untuk
menghilangkan mineral yang terkandung dalam cangkang. Tahap
demineralisasi dapat dilakukan dengan mencampurkan bahan dengan HCl 1 N
dengan perbandingan 1 : 12 pada pemanasan 40'C selama 1 jam. Reaksi
demineralisasi dapat dilihat pada Gambar 4.
CaC03 + 2HCl + CaC12 + H2C03
H2CO3 Hz0 + C02
CaCO3 + 2HC1 ---t CaC12 + Hz0 + C02
Ca3(P04) + 6HC1 3CaClz + 2H3P04
Gambar 4. Reaksi demineralisasi menurut Bastaman ( 1989 ).

Proses demineralisasi akan berlangsung sempuma dengan mengusahakan


agar konsentrasi asmn yang digunakan serendah mungkin dan disertai
pengadukan yang konstan, karena dengan pengadukan yang konstan
diharapkan asan berkonsentrasi rendah tersebut dapat bereaksi sempurna
dengan bahan baku yang digunakan (Karmas 1982). Tahap
Deasetilisasi bertujuan untuk mengilangkan gugus asetil dari kitin
sehingga terjadi perubahan gugus asetil (-HCOCH3) menjadi gugus amina (-
NH2).

11
BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Pendekatan Penulisan


Metode pendekatan yang dipakai oleh penulis berupa pendekatan
konseptual, yaitu pendekatan dengan menggali masalah-masalah yang cukup
aktual serta menyesuaikan dengan tema yang telah ditentukan. Selain itu
penulis juga meninjau, membandingkan serta menganalisis data-data hasil
penelitian yang telah ada untuk mendapatkan gambaran umum suatu
permasalahan. Kemudian masalah yang ada tersebut dikaji dan dibahas secara
ilmiah untuk menawarkan solusi yang inovatif dan dapat berlanjut.
3.2 Sumber Penulisan
Penulisan karya tulis ini dilakukan dengan menelusuri pustaka dari
literatur-literatur yang berhubungan dengan penulisan ini yang berupa data-
data sekunder atau hasil yang pernah diteliti sebelumnya, seperti jurnal, artikel
dan sumber lain yang mendukung penulisan ini. Kemudian data-data sekunder
tersebut dipelajari secara seksama dan dijadikan sebagai bahan pendukung
penulisan karya tulis ini.
3.3 Sasaran Penulisan
Sasaran dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah pemerintah,
kalangan akademisi dan pihak swasta. Pemerintah berperan dalam sosialisasi
mengenai potensi limbah cangkang Keong mas (Pomacea Canaliculata L)
sebagai produk yang dapat memperpanjang masa simpan buah- buah lokal
kemudian kalangan akademisi akan meneliti lebih lanjut mengenai aplikasi
kitosan.
3.4 Prosedur Penulisan
Penyusunan karya tulis ini telah melalui langkah-langkah yang sistematis
sehingga diperoleh hasil kajian yang lengkapdan terstruktur. Adapun langkah-
langkah yang dilakukan dalam penulisan karya tulis ini yaitu :

12
1. Menemukan dan merumuskan masalah

2. Mencari dan menyelesaikan sumber-sumber kepustakaan yang relevan

3. Menganalisis data-data untuk menjawab permasalahan

4. Merumuskan alternatif pemecahan masalah

5. Menarik simpulan dan merekomendasikan saran

6. Menyusun karya tulis

Tahapan menulis diawali dengan keprihatinan penulis terhadap kondisi


pasar buah lokal klimaterik yang para petaninya mengeluh karena kebanyakan
buah-buah lokal klimaterik seperti pepaya, pisang,mangga dan lainnya tidak
dapat di impor dan di ekspor karena cepat mengalami kebusukan sehingga
mengalami penurunan kualitas. Penulis mengangkat suatu topik yang cukup
aktual dan kemudian mulai mengumpulkan referensi dan membaca hasil-hasil
penelitian yang ada. Selanjutnya penulis menemukan suatu judul yang
fenomenal dan disesuaikan dengan telaah pustaka dan pada akhirnya materi
disusun secara sistematis sehingga menghasilkan karya tulis ilmiah.

13
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Solusi Dan Gagasan yang Pernah Diterapkan


4.1.1 Aplikasi Kitosan
Kitosan dan kitin telah dimanfaatkan dalam berbagai keperluan industri,
seperti industri kertas dan tekstil sebagai zat aditif, industri pembungkus
makanan berupa film khusus (edible film), industri metalurgi sebagai absorban
untuk ion-ion metal, industri kulit untuk perekat, fotografi, industri cat sebagai
koagulasi, pensuspensi dan flokulasi serta industri makanan sebagai aditif
(Suptijah et al., 1992). Kitosan digunakan sebagai pelapis benih yang akan
ditanam sehingga terhindar dari jamur tanah pada bidang pertanian. Kitosan
juga diaplikasikan pada bidang peternakan sebagai pemisah (separation)
spermatozoa yang mobil (bergerak) dan non mobil (tidak bergerak) dari babi
dan lembu jantan. Kitosan dapat pula digunakan sebagai bahan tambahan
ransum bagi ayam petelur sehingga dapat meningkatkan produksi sampai 8.8
% (Brzeski, 1987). Kitosan juga dapat menghambat sel tumor, anti kapang, anti
bakteri, anti virus, mnestimulasi sistem imun dan mepercepat germinasi
tumbuhan (Simpson, 1997). Pelapisan benih gandum dengan kitosan (2-8
mg/ml) secara nyata meningkatkan daya berkecambah diatas 85 % dan vigor
benih terhadap infeksi patogen Fusarium graminearum.
Kitosan menginduksi tanaman untuk meningkatkan biosintesis lignin dan
lignifikasi dinding sel tanaman sehingga menjadi lebih kuat dan menghambat
penetrasi cendawan pengganggu. Kitosan menybabkan disorganisasi
(mengacaukan) sel-sel cendawan secara cepat, seperti meningkatnya vakuolasi,
penebalan dinding sel, distorsi hifa dan agregasi sitoplasma. Kitosan yang
diaplikasikan melalui pelapisan akar, penyemprotan daun, pelapisan benih dan
penambahan ke dalam tanah dilaporkan dapat menginduksi ketahanan inang
terhadap serangan F. oxysporum, seperti yang cobakan pada tanaman tomat.
Perlakuan pendahuluan dengan kitosan juga dapat meningkatkan respon
ketahanan persemaian tomat melalui penghambatan pertumbuhan patogen di
jaringan akar tertular dan mengaktifkan sejumlah reaksi pertahanan termasuk

14
pertahanan struktural. Kitosan selain berperan khusus sebagai anti jamur juga
dapat memperkuat sistem akar dan batang berperan sebagai pupuk yang dapat
memperkuat perkecambahan dan pertumbuhan (Handayani, 2004).
4.2 Implementasi Gagasan
4.2.1 Kitosan sebagai Pengawet Organik untuk Memperpanjang Masa Simpan
Buah Lokal Klimaterik
Kehilangan dalam kuantitas dan kualitas terjadi pada tanaman
hortikultura dari saat panen sampai dikonsumsi. Kisaran kehilangan pasca
panen buah segar diperkirakan mencapi 5-25% pada Negara maju dan 20-25%
pada Negara berkembang. Untuk itulah diperlukan suatu teknologi pasca panen
yang dapat menunda sense dan dapat mempertahankan kualitas dengan baik.
Hal tersebut bertujuan agar buah tetap dalam kondisi segar ketika sampai di
tangan konsumen (Santoso dan Purwoko, 1995). Produk Hortikultura seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah dipanen masih merupakan benda
hidup. Benda hidup disini dalam pengertian masih mengalami proses-proses
yang menunjukkan kehidupanya yaitu proses metabolisme. Karena masih
terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan sayur-
sayuran yang telah dipanen akan mengalami perubahan-perubahan yang akan
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari
produk tersebut. Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti
terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida (respirasi), serta penguapan uap air dari dalam
produk tersebut yang dikenal sebagai transpirasi. Kemunduran kualitas dari
suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan
meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme
sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga
mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali.
Salah satu cara untuk memperpanjang shelf-life buah adalah dengan
menggunakan pelapisan (coating). Coating telah lama diketahui untuk
melindungi bahan pangan dengan cara mengurangi laju transpirasi produk dan
melindungi produk dari serangan mikroba. Salah satu bahan yang dapat
digunakan sebagai coating adalah kitosan. Produk kitosan ini memiliki

15
beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan bahan tambahan makanan dan
pengawet lainnya. Seperti pada penggunaan pelapisan lilin pada buah-buah
klimaterik, pemberian lapisan lilin ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan sehingga
dapat memperlambat kelayuan karena lapisan lilin menutupi sebagian stomata
(pori-pori) buah-buahan dan sayur-sayuran, mengatur kebutuhan oksigen untuk
respirasi sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat
proses respirasi, dan menutupi luka-luka goresan kecil pada buah. Pelapisan
lilin dapat menekankan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari buah-
buahan dan sayur-sayuran segar karena dapat mengurangi keaktifan enzim-
enzim pernafasan sehingga dapat menunda proses pematangan. Namun
demikian pelapisan lilin tidak dapat mengatasi kebusukan, untuk lilin sering
dikombinasikan dengan fungisida dan bakterisida (Eckert, 1996). Sedangkan
kitosan memiliki keunggulan lain yang sangat penting yaitu sebagai pengawet
yang dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroba perusak makanan.
Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pengawet makanan,
karena kitosan memiliki polikation bermuatan sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba (Wardaniati, 2009) dan mampu berikatan dengan
senyawa-senyawa yang bermuatan negatif seperti protein, polisakarida, asam
nukleat, logam berat dan lain-lain (Murtini dkk, 2008). Seperti bahan alam,
kitosan memiliki struktur yang mirip dengan serat selulosa yang terdapat pada
buah-buahan dan sayuran, kitosan dihasilkan dari sumber daya alam yang
dapat diperbarui.
4.2.2 Peningkatan Mutu Simpan Buah Klimaterik dengan Aplikasi Kitosan
Buah klimatrerik adalah buah-buahan yang memiliki laju respirasi yang
tinggi sehingga menyebabkan kenaikan produksi etilen. Etilen digolongkan
sebagai hormone tanaman yang aktif dalam proses pematangan dan bersifat
mobil dalam jaringan tanaman. Etilen sebagai hormone akan mempercepat
terjadinya pematangan. Sehingga pada buah klimaterik pematangn yang
berlangsung cepat menyebabkn buah ini tidak memiliki masa simpan yang
lama dan cmudah mengalami pembusukan sehingga akan mengurangi nilai
mutu dan kualitas buah tersebut.

16
Upaya yang telah dilakukan untuk memperpanjang masa simpan dan
mempertahankan mutu buah-buah klimaterik adalah dengan memberi cara
perlakukan pelapisan buah. Biasanya fungisida digunakan secara intensif untuk
menunda timbulnya penyakit. Penggunaan fungisida yang berlebihan
mengakibatkan peningkatan biaya produksi, resiko kesehatan petani dan
konsumen, serta merusak lingkungan. Komoditas hortikultura seperti buah
memiliki struktur hidup baik ketika masih di pohon maupun setelah di panen,
buah masih hidup karena masih melakukan reaksi-reaksi metabolisme dan
mempertahankan sistem fisiologinya. Kehidupan buah dan sayuran secara garis
besar dibagi menjadi tiga bagian kehidupan fisiologis setelah inisiasi atau
perkecambahan. Tahapan tersebut meliputi pertumbuhan, pematangan dan
sense (pelayuan). Senensen diartikan sebagai periode dimana proses
anabolisme (sintesis) lebih kecil dari pada proses katabolisme (degradasi),
kearah penuaan (ageing) dan akhirnya kematian dari jaringan. Pemasakan
(ripening) merupakan istilah untuk buah (Santoso dan Purwoko,1995).
Perubahan biokimia yang terjadi seleama proses pematangan buah antara lain
perubahan warna dan tekstur .

Winarno dan Aman (1981) juga menjelaskan bahwa selama proses


pematangan terjadi perubahan fisik dan kimia pada buah-buahan dan sayuran
yang umumnya terdiri dari perubahan tekanan turgor sel, dinding sel, zat pati,
protein, warna senyawa turunan fenol dan asam-asam organik. Banyak
perubahan dari warna pigmen selama proses perkembangan dan pematangan
dari suatu komoditas. Perubahan-perubanhan pigmen warna tersebut antara lain
klorofil, karetonoid, antosianin dan senyawa fenolik (Kader 1985). Buah
klimaterik yang telah dipanen, masih berlangsung proses respirasi dan
transpirasi oleh karena telah terpisah dari pohon, maka digunakan cadangan
makanan dan air dalam buah itu sendiri, sehingga kandungan substrat dan air
dalam buah akan terus berkurang serta kerusakan (deteriorasi) mulai terjadi.
Perkembangan fisiologis buah secara garis besar dapat dibagi menjadi 3
tahapan fisiologis setelah inisiasi dan perkecambahan. Tahapan tersebut
meliputi pertumbuhan, pematangan, dan pelayuan (senesence). Pertumbuhan
melibatkan pembelahan sel dan diteruskan dengan pembesaran sel yang

17
bertanggung jawab terhadap ukuran maksimal sel tersebut. Pematangan pada
umumnya terjadi sebelum pertumbuhan berakhir meliputi perbedaan aktivitas
dalam komoditi yang berbeda. Pertumbuhan dan pematangan yang sering
secara bersamaan disebut sebagai fasa perkembangan. Pelayuan (senesence)
diartikan sebagai periode dimana proses anabolisme (sistesis) memberi jalan
pada proses katabolisme (degradasi), ke arah penuaan (ageing) dan akhirnya
kematian dari jaringan. Pemasakan (ripening) merupakan istilah khusus untuk
buah, dimulai pada tahap akhir pematangan dan menjadi tahap awal
senescence, proses ini tidak dapat balik (irreversible).
Buah-buah klimaterik yang sedang masak mengalami banyak perubahan
fisik kimia setelah panen yang menentukan kualitas buah untuk dikonsumsi.
Hal ini merupakan suatu yang menarik karena terkait dengan aroma dan rasa.
Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran proses jalannya metabolisme
sehingga sering digunakan sebagai petunjuk potensi daya simpan buah.
Respirasi merupakan proses matabolisme utama yang terjadi setelah panen.
Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai umur simpan pendek. Hal ini juga
merupakan petunjuk laju kemunduran kualitas dan nilainya sebagai bahan
makanan. Laju respirasi berbanding lurus dengan laju penurunan mutu produk
yang dipanen. Oleh karena itu, pemberian pengawet alami kitosan pada produk
pasca panen buah klimaterik lokal, diperkirakan mampu meningkatkan mutu
simpan produk. Salah satu yang mendasari hal ini karena kitosan menginduksi
tanaman untuk meningkatkan biosintesis lignin dan lignifikasi dinding sel
tanaman sehingga menjadi lebih kuat dan menghambat penetrasi cendawan
pengganggu. Selain itu, kelebihan kitosan dibandingkan lilin biasa antara lain
sifatnya anti mikroba dan mudah terdegradasi secara alami di alam serta
mampu berikatan dengan senyawa-senyawa yang bermuatan negatif seperti
protein, polisakarida, asam nukleat, logam berat dan lain-lain (Murtini dkk,
2008). Menurut Mahmiah (2005) pada prinsipnya untuk mengawetkan
makanan membutuhkan kitosan dengan konsentrasi 1,5% (dalam 1 liter air
dibutuhkan 15 gram kitosan) sedangkan aplikasi kitosan sebagai bahan
pengawet dilakukan dengan dua cara yaitu pencampuran dan perendaman
bahan pangan.

18
4.4 Poses Pembuatan Produk Kitosan

Cangkang keong mas dibersihkan

Dikeringkan , dihaluskan, dan diayak

Dimasukan dalam larutan NaOH 3,5 %, diaduk dan dipanaskan

Campuran didinginkan, disaring , dicuci dengan akuades

Dilarutkan dalam HCl 1N dan direfluks selama 30 menit


kemudian didinginkan

Disaring dan dinetralkan menggunakan akuades dan dikeringkan

Menghasilkan kitin

dipanaskan dalam larutan NaOH 50%, disaring dan di netralkan kemudian dikeringkan

Kitosan Powder

Pelarutan dengan menggunakan asam cuka 1%

Kitosan Liquid

19
Pemurnian kitin dilakukan dengan menggunakan metode Hong (salami, 1998)
dengan cara sebagai berikut :
a. Persiapan, cangkang Keong mas (Pomacea Canaliculata L) dicuci dengan
air hingga bersih sebanyak 3kg, kemudian dikeringkan di dalam oven
maupun di bawah sinar matahari. Cangkang yang telah bersih dihaluskan.
Setelah itu diayak dengan ayakan 200 mesh. Pencucian dilakukan untuk
membersihkan cangkang dari kotoran. Lalu cangkang Keong mas
(Pomacea Canaliculata L) dikeringkan dimana tahap pengeringan
bertujuan menghilangkan air pada cangkang Keong mas (Pomacea
Canaliculata L) sehingga mudah untuk diblender kering, pengeringan juga
membuat bcangkang tidak berbau lagi. Lalu untuk menghaluskan
cangkang, alat yang digunakan adalah alu dan lumpang, setelah sedikit
halus maka cangkang di blender untuk lebih memperkecil ukurannya.
Kemudian di ayak dengan ayakan 200 mesh agar didapat cangkang yang
berbentuk bubuk.
b. Deproteinasi, ke dalam labu alas bulat 250 ml yang berisi serbuk cangkang
Keong mas (Pomacea Canaliculata L) ditambahkan larutan NaOH 3,5 %
dengan perbandingan 10:1 (v/b), kemudian dipanaskan sambil diaduk
dengan pengaduk magnetik selama 2 jam pada temperatur 65oC di atas hot
plate. Setelah dingin disaring dan dinetralkan dengan akuades. Padatan
yang diperoleh dikeringkan dalam oven 60oC hingga kering. Deproteinasi
bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi kadar protein, dikarenakan
protein larut dalam alkali encer dan pemanasan.
c. Demineralisasi, serbuk cangkang Keong mas (Pomacea Canaliculata L)
hasil deprotoeinasi ditambah larutan HCl 1 N dengan perbandingan 1 :
12(b/v) dalam labu alas bulat 500ml dan direfluks pada shu 40oC selama 30
menit, kemudian didinginkan. Setelah dingin disaring dan padatan
dinetralkan dengan akuades, kemudian dikeringkan dalam oven 60oC.
Proses dimineralisasi bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi kadar
mineral. Hasil dari dimineralisasi berupa kitin.
d. Deasetilasi. Merebus kitin dalam larutan NaOH 50 % dengan perbandingan
1:10 (b/v) pada suhu 70 – 80oC masing-masing dengan waktu perebusan 60

20
– 90 menit. Padatan kemudian dipisahkan dengan cairan, selanjutnya dicuci
dengan aquades hingga netral pH-nya. Setelah itu padatan dikeringkan
pada suhu 70-80oC dalam oven selama 24 jam, produk hasil ini disebut
kitosan. Proses diasetilasi bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil dari
kitin sehingga menjadi kitosan, dikarenakan kitosan merupakan kitin yang
kehilangan gugus asetil. Dimana terjadi pengubahan gugus asetil (-
HCOCH3) menjadi gugus amina (-NH2). Reaksi deasetil pada dasarnya
adalah reaksi hidrolisis amida dari β –(1-4)-2-asetamida-deoksi-D-glukosa
dengan NaOH. Reaksinya adalah :

Gambar 5. Reaksi Deasetilasi

21
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan ini zat kitin yang
terdapat didalam cangkang Keong mas (Pomacea Canaliculata L) dapat di
olah menjadi suatu produk yang dapat memperpanjang masa simpan
buah-buah klimaterik. Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena
sifat-sifat yang dimilikinya yaitu dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme perusak dan sekaligus melapisi produk yang diawetkan
sehingga terjadi interaksi yang minimal antara produk dan
lingkungannya. Pemberian pengawet alami kitosan pada produk pertanian
khususnya buah klimaterik diperkirakan mampu meningkatkan mutu
simpan buah yang tergolong klimaterik. Salah satu yang mendasari hal ini
karena kitosan menginduksi tanaman untuk meningkatkan biosintesis
lignin dan lignifikasi dinding sel tanaman sehingga menjadi lebih kuat
dan menghambat penetrasi cendawan pengganggu. Selain itu, kelebihan
kitosan dibandingkan lilin biasa antara lain sifatnya yang ramah
lingkungan dan mudah terdegradasi secara alami di alam. Selain itu tidak
membahayakan kesehatan manusia.

5.2 Saran
Untuk potensi cangkang Keong mas (Pomacea Canaliculata L)
sebagai bahan dasar pengawet alami dalam meningkatkan kualiatas produk
buah lokal klimaterik, yaitu Produk ini mampu dikenal lebih luas dalam
pengaplikasiannya, sehingga bisa dimanfaatkan oleh semua pihak
khususnya untuk tetap mempertahankan kualitas buah lokal klimaterik.

22
DAFTAR PUSTAKA
Angka SL, Suhartono MT. 2000. Pemanfaatan Limbah Hasil Laut.
BioteknologiHasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan,IPB.

Aniek, M.H., 2000. Pengaruh kadar kitin dalam pakan terhadap laju
pertumbuhan dan konsumsi pakan ikan gurame (Osphronemous
gourami).Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.
Anityoningrum, H. 2005. Pengaruh Edible Coating Kitosan terhadap Mutu
Organoleptik Ikan Asin Kering di Muara Angke Jakarta Utara. Skripsi.
Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bastaman S. 1989. Studies of Degradation and Extraction of Chitin and
Chitosanfrom Prawn Shells. The Departement of Mechanical,
Manfacturing,Aeronautical and Chemical Engineling. The Queen's Univ.
Belfast.

Brzeski MM. 1987. Chitin and Chitosan Putting Waste to Good Use. J
InfoJishInternational (5). P. 31-33.

Cazzaniga NJ. 2002. Old species and new concepts in the taxonomy of
pomacea (gastropoda : Ampullariidae). Biocell 26 (1):71-81.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2000. Kabupaten sintang dalam angka.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sintang, Kalimantan
Barat. 124 hlm.

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2008. Luas Serangan Siput Murbai


pada Tanaman Padi Tahun 1997- 2006, Rerata 10 Tahun dan Tahun
2007”. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta.

Eckert, J.Q., 1996. Penyakit Tanaman Budidaya Tropika dan Cara-cara


Pengendaliannya, dalam Pantastico (Ed), Fisiologi Pasca Panen.
Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Fitri,yani, dkk. 2010. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Padang :


Universitas Andalas.

Handayani, T. 2004. Pengaruh Habitat Hidup Udang dan Urutan Tahapan


Proses Ekstraksi Terhadap Kualitas Chitin dan Chitosan dari Kulit
Udang serta Pemanfaatannya sebagai Bahan Koagulasi pada Sari Buah
Tomat. Malang : Skripsi program studi Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang.

Hendarsih-Suharto. 2009. Keong mas (Pomacea Canaliculata L), Dari Hewan


Peliharaan Menjadi Hama Utama Padi Sawah. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi.

23
Hendarsih-Suharto et al. 2006. “The Golden Apple Snail Pomaceaspp. in
Indonesia”. In Joshi. R.C.and L.S. Sebastian (Ed.), Global Advances in
Ecology and Management of Golden Apple Snail. PhilRice, Ingnieria
DICTUC and FAO. P. 231-242.
Hendarsih-Suharto dan N. Kurniawati. 2002. “Prospek Moluskisida Nabati
dalam Pengendalian Siput Murbai”. Berita Puslitbangtan 24.: 11-12
Kader, A.A., 1985. Postharvest Biology and Technology : An Overview. In
Kader, Adel A ., et.al. (Eds). Postharvest Technology of Horticultural
Crops. Cooperative Extension, University of California, Division of
Agriculture and Natural Resources.

Knorr D. 1982. Functional Properties Chitin and Chitosan. Journal of Food


Science. 47. 593-595.
Krissetina H. 2004. Khitin dan Khitosan dari Limbah
Udang.www.suaramerdeka.com [6 ~&uari 20061.

Kusumaningsih,Triana, dkk. 2004. Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang


Bekicot (Achatina Fulica), jurnal biofarmasi UNS. Surakarta : jurusan
biologi FMIPA UNS

Mahmiah. 2005. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Sebgai Bahan Dasar Isolasi
Chitin dan Chitosan. Jurnal Perikanan, No.2 VVol.1 Februari 2005.
Hal.71-75.

Masduki. 1996. Mempelajari efektivitas kitosan dari limbah udang untuk


penjernihan air sungai. Bogor: Program Studi TeknologiHasil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Murtini, J.T, Dwiyitno dan Yusma. 2008. Penurunan Kandungan Kolesterol
pada Cumi-cumi dengan Kitosan Larut Asam dan Pengepresan. Jakarta:
Prosiding Seminar Nasional Tahunan V Hasil Kalautan Tahun 2008.

Pramuliono. 1999. Kajian Awal Daya Hambat Kitosan Terhadap Penyakit


Karat Putih (Puccia Horiana P. Henn) Pada Tanaman Krisan
(Chrysanthenum Morifolium). Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan Ipb, Bogor. 42 Hal.
Pujiastuti, P. 2001. Kajian TransformasiKhitin dan Ekstraksi Khitosan Secara
Kimiawi dan Enzimatik. Seminar Nasional Jurusan Kimia, Surakarta, 13
Oktober 2001, Jurusan Kimia F MIPA UNS.
Sandford P, Gudmund Skjak-Break, Thorleif Anthonsen. 1989. Chitin
andChitosan: Sources, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties,and
Application. New York: Elsevier Applied Science

24
Santoso, B. B. dan B. S. Purwoko.1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen
Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project.
Hal 187

Savant., D. Vivek, and J.A. Torres. 2000. Chitosan-based coagulating agents


for treatment of cheddar chees whey. Biotechnology Progress 16 : 1091-
1097.
Setijo, Pitojo. 1996. Benalu Holtikultura Pengendalian dan Pemanfaatan.
Slawi : Tumbus Agriwidya Simpson et al. 1997. Utilization of Chitosan
for preservation of raw shrimp. Food Biotechnology. 11(1): 25-44

Stephen, A.M. 1995. Food Polysaccharides and their Appliications.


Rondebosch : Deprtement of Chemistry, University of Cape Town.

Suhardi. 1993. Khitin dan Khitosan. Yogyakarta : Pusat Antar universitas


Pangan dan Gizi UGM.
Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Punvaningsih S, Santoso J.
1992.Pengaruh berbagai metode isolasi kitin kulit udang
terhadapmutunya. [laporan penelitian]. Bogor: Jurusan Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Wardaniati, R.A dan Sugiyani S. 2009. Pembuatan Chitosan dari Kulit Udang
dan Aplikasinya untuk Pengawetan Bakso. Semarang: Makalah
Penelitian.

Winarno, F. G. dan M. A. Wirakartakusumah. 1981. Fisiologi Lepas Panen.


Sastra Hudaya. Jakarta. 97 hal.

25
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Ketua :

NAMA : Dian Suci Atika

NIM : F02111005

JENIS KELAMIN : Perempuan

PRODI : Pendidikan Kimia

TETALA : Pemangkat , 05 Januari 1994

ALAMAT : Jl. Silat Baru No. K46

NO.HP : 089693404650

EMAIL : sucidian42@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN :

1. SDN : SD Duta Mekar Mulya Pontianak

2. SMP : MTs. N Semparuk

3. SMA : SMA N 1 Tebas

PENGALAMAN ORGANISASI :

1. Staff Lembaga Da’wah Fakultas At-Tarbawi FKIP Untan ( 2012-2013)


2. Staff Pengembangan Sumber Daya Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa
Penalaran dan Penelitian LISMA Untan (2012-2013)
3. Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Penalaran dan Penelitian LISMA
Untan (2013-2014)
4. Staff Kementrian Pendidikan Lembaga Eksekutif Mahasiswa FKIP Untan
(2013-2014)

26
Anggota 1 :
Nama :Rizki Nurhafizah

Nama panggilan :kiki

Tempat Tanggal Lahir :Teluk keramat, 6 mei 1993

Agama : Islam

Hobi : Membaca, jalan-jalan

Alamat : Jl. Tanjung Raya 2 gg. Pendidikan no. 5

No Hp : 089693951564

Email : rizkinurhafizah@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

SD :MIN Teladan PTK

SMP :SMP N 21 PTK

SMA :SMP N 09 PTK

PT : Program Studi Ilmu Keperawatan, Fak. Kedokteran Universitas


Tanjungpura

Pengalaman Organisasi :

1. Pramuka (SD,SMP,SMA)
2. PMR (SMA)
3. SISPALA (SMA)
4. HIMIKAWA UNTAN

27
Anggota 2 :

Nama : Sabariah

Nim : B01112070

Alamat : Punggur, Parit Alang Umar

No. HP : 085753426635

Email : aya_sabariah@ymail.com

Pendidikan :

1. SDN 22 Kubu Raya


2. SMPN 3 Kubu Raya
3. SMKN 1 Pontianak
4. Mahasiswa (S-1) Ekonomi Universitas Tanjungpuara Pontianak
Prestasi
1. Didanai PKM-M Dikti 2012
2. Didanai PKM-K Comdev 2013

28
LAMPIRAN 1. SCAN KTM

29
LAMPIRAN 2. Scan Pembayaran

30
31

Anda mungkin juga menyukai