PEMBIMBING:
Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
dengan judul “Pengaruh Penambahan Mikrokristalin Selulosa (MCC) Kulit
Durian (Durio zibethinus M.) terhadap Karakteristik Bioplastik dari
Campuran Pati Biji Durian dan Pati Singkong (Manihot utilissima)” sebagai
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Novizar
Nazir, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Ir. Aisman, M.Si selaku pembimbing
II yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingannya dalam penulisan skripsi
ini. Rasa terimakasih yang mendalam penulis haturkan kepada kedua orang tua,
kakak dan adik yang telah memberikan dukungan, materi serta do’a yang terus
mengalir setiap waktunya. Terimakasih juga teman-teman seperjuangan yang
telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan baik dari segi penulisan, tata bahasa dan lain sebagainya. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.
R.V.H
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian......................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian....................................................................... 3
1.4 Hipotesis ...................................................................................... 4
Tabel Halaman
ABSTRAK
ABSTRACT
I. PENDAHULUAN
Plastik merupakan salah satu bahan yang cukup banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, dikarenakan sifatnya yang fleksibel, relatif kuat, ringan,
praktis, mudah dibawa, ekonomis dan juga dapat digunakan sebagai bahan
pengemas baik makanan, minuman, peralatan rumah tangga ataupun yang lainnya.
Penggunaan plastik yang semakin populer dikalangan masyarakat menyebabkan
kebutuhan akan plastik menjadi sangat besar. Hal ini memicu terbentuknya
permasalahan lingkungan di dunia terutama di Indonesia berupa limbah sampah
plastik. Kelemahan plastik yang berasal dari minyak bumi yaitu tidak mudah
terdegradasi oleh mikroorganisme di dalam tanah dan membutuhkan waktu yang
lama sehingga terjadi penumpukan limbah plastik yang menyebabkan pencemaran
dan kerusakan lingkungan (Sanjaya dan Puspita, 2010). Berbagai upaya dan
inovasi untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan sampah plastik telah
dilakukan. Salah satunya dewasa ini telah dikembangkan plastik ramah
lingkungan yang berasal dari bahan alam seperti pati, selulosa dan lemak, karena
berasal dari bahan alam plastik tersebut mudah diuraikan oleh mikroba pengurai
yang disebut dengan plastik biodegradable atau bioplastik.
Sumber pati yang cukup potensial untuk digunakan sebagai bahan baku
bioplastik yaitu berasal dari limbah biji durian. Menurut Afif (2007), biji durian
memiliki kandungan pati sekitar 42,1% lebih tinggi dari pati ubi jalar 27,9% atau
pati singkong sekitar 34,7%. Keberadaan limbah biji durian cukup banyak
khususnya di Kabupaten Pesisir Selatan di daerah Barung-Barung Belantai. Biji
durian yang sudah terpisah dari dagingnya hanya dibuang oleh masyarakat,
padahal biji durian memiliki kandungan pati yang cukup tinggi. Tidak hanya biji
durian, pembuatan bioplastik penelitian ini juga menggunakan pati singkong.
Singkong merupakan sumber pati yang digunakan sebagai bahan baku campuran
pembuatan bioplastik selain biji durian. Tingginya kandungan pati yang terdapat
pada singkong membuat produksi pati menjadi berlebih sehingga cocok
digunakan sebagai bahan baku campuran bioplastik.
2
Bioplastik yang terbuat dari bahan-bahan yang berasal dari alam seperti pati
masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya plastik kurang kuat dan mudah
sobek, sehingga perlu dilakukan pencampuran pati dengan selulosa, gelatin dan
jenis biopolimer lainnya agar masalah tersebut bisa diatasi. Penambahan
plasticizer dan bahan pengisi (filler) diharapkan mampu memberikan inovasi
plastik ramah lingkungan yang mudah terurai oleh mikroorganisme serta memiliki
sifat fisik dan mekanik yang baik. Plasticizer yang digunakan yaitu gliserol
dikarenakan sifat gliserol yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan racun.
Penambahan gliserol diharapkan dapat menghasilkan bioplastik yang lebih
fleksibel dan teksturnya halus.
Selain plasticizer, penambahan bahan pengisi selulosa diharapkan mampu
memperbaiki sifat mekanik bioplastik. Selulosa merupakan polimer glukosa yang
berbentuk rantai linier dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik dan bersifat tidak
larut dalam air. Salah satu modifikasi selulosa yang digunakan sebagai bahan
pengisi dalam pembuatan bioplastik adalah mikrokristalin selulosa (MCC). MCC
merupakan bagian hasil hidrolisis selulosa dengan asam mineral encer, berukuran
mikro serta memiliki struktur paling teratur (kristalin) dengan homogenitas yang
tinggi diantara bahan selulosa.
Penelitian ini menggunakan MCC berasal dari selulosa kulit durian. Daerah
Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu kabupaten penghasil durian di
Sumatera Barat, sehingga setiap kali panen raya durian masyarakat hanya
memanfaatkan daging buah saja. Kulit durian yang tinggi kandungan selulosa
tidak dimanfaatkan sama sekali dan hanya dibuang menjadi limbah hingga kulit
tersebut membusuk. Berdasarkan penelitian (Maulida., 2016; Rico., 2016;
Wittaya., 2009) yang menggunakan filler MCC dalam pembuatan bioplastik, hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa semakin meningkat kadar MCC yang
ditambahkan maka semakin besar pengaruhnya terhadap sifat mekanik bioplastik.
Penelitian mengenai pengaruh penambahan filler dan plasticizer khususnya jenis
filler MCC selama ini telah banyak dilakukan, akan tetapi penggunaan MCC dari
kulit durian belum banyak dilakukan. Beberapa bahan pengisi yang sudah
digunakan oleh peneliti sebelumnya yaitu kitosan, CaCO3 (Kalsium Karbonat),
Clay dan CMC. Berdasarkan penelitian Hendri, Irdoni dan Bahruddin (2017)
dengan judul “Pengaruh Kadar Filler Mikrokristalin Selulosa dan Plasticizer
3
Gliserol terhadap Sifat dan Morfologi Bioplastik Berbasis Pati Sagu”, filler MCC
yang ditambahkan yaitu Flocel PH 101 (serbuk) dengan persentase 4-12%
diperoleh hasil penelitian terbaik penambahan filler MCC sebesar 12% dan
gliserol 10% dengan nilai kuat tarik sebesar 14,21 MPa, elongasi 1,026%, daya
serap air 36,91% dan biodegradasi 34,43%. Tingginya nilai daya serap air yang
diperoleh disebabkan karena semakin bertambahnya kadar MCC dan gliserol.
Penambahan gliserol dapat menambah sifat hidrofilik bioplastik dan penambahan
selulosa yang berlebih mampu meningkatkan daya serap selulosa sehingga daya
serap air yang dihasilkan juga akan tinggi. Hal ini terjadi karena ikatan hidrogen
dalam molekul selulosa cenderung untuk membentuk ikatan hidrogen
intramolekul termasuk dengan molekul air. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan MCC kulit durian (0%, 1%,
2%, 3% dan 4%) dan menentukan penambahan persentase MCC kulit durian yang
terbaik terhadap karakteristik bioplastik yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis telah melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Penambahan Mikrokristalin Selulosa (MCC) Kulit Durian
(Durio zibethinus M) terhadap Karakteristik Bioplastik dari Campuran Pati
Biji Durian dan Pati Singkong (Manihot utilissima)”.
1. Mengetahui karakteristik bioplastik dari campuran pati biji durian dan pati
singkong dengan penambahan MCC kulit durian.
2. Mengetahui penambahan terbaik dari MCC kulit durian terhadap karakteristik
bioplastik yang dihasilkan.
1.4 Hipotesis
Durian (Durio zibethinus M.) merupakan salah satu jenis buah tropis asli
Indonesia yang menempati urutan ke-4 buah-buahan nasional dengan produksi
yang tidak merata sepanjang tahun (Rukmana, 1996). Tanaman durian memiliki
tinggi pohon antara 25-50 meter tergantung dari jenis spesiesnya.
Tanaman durian di habitat aslinya tumbuh di hutan belantara yang beriklim
panas (tropis). Pengembangan budidaya tanaman durian yang paling baik adalah
di daerah dataran rendah sampai ketinggian 800 meter diatas permukaan laut dan
keadaan iklim basah, suhu udara antara 25-32°C, kelembaban udara (rH) sekitar
50-80% dan intensitas cahaya matahari 45-50% (Rukmana, 1996).
Klasifikasi ilmiah tanaman durian (Durio zibethinus M.) yaitu sebagai
berikut.
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Bombacales
Famili : Bombacaceae
Genus : Durio
Spesies : Durio zibethinus Murr
Sumber: Rukmana, 1996
Gambar 1. Durian
Sumber: Anonim (2019)
6
Menurut Rukmana (1996), biji durian memiliki ciri berbentuk bulat telur,
berkeping dua, berwarna putih kekuning-kuningan atau coklat muda dan tiap
rongga memiliki 2-6 biji durian atau lebih. Tingginya produksi durian setiap tahun
mengakibatkan biji durian menjadi salah satu limbah yang tidak dimanfaatkan
oleh masyarakat. Bentuk biji durian dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Limbah biji durian cukup melimpah karena produksi durian yang cukup
tinggi sepanjang tahunnya seperti di Jawa Timur dan Sumatera Utara termasuk di
Sumatera Barat khususnya Kabupaten Pesisir Selatan, menyebabkan terjadinya
pencemaran lingkungan, oleh karena itu biji durian perlu diolah sehingga lebih
bernilai ekonomis. Salah satu pengolahan biji durian yaitu mengolahnya menjadi
pati atau tepung. Pati biji durian berbentuk serbuk halus dan berwarna putih
kecoklatan. Kandungan pati yang cukup tinggi pada biji durian berpotensi sebagai
alternatif pengganti bahan makanan atau bahan baku pengisi farmasetik, pati biji
durian diketahui dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam formulasi tablet
ketoprofen (Jufri, Dewi dan Firli, 2006). Selain itu pati biji durian juga dapat
digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan bioplastik. Di dalam biji
durian mengandung beberapa nilai gizi yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Biji Durian
Kandungan Gizi Jumlah
Pati (%) 66,49
Air (%) 27,24
Abu (%) 1,19
Protein (%) 5,08
Sumber: Haryati, 2017.
7
Bentuk gambar tanaman singkong dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Singkong
Sumber: Anonim (2019)
9
2.5 Pati
Pati merupakan senyawa yang memiliki berat molekul tinggi yang terdiri
atas polimer glukosa yang bercabang-cabang diikat dengan ikatan glikosidik. Pati
dikenal sebagai cadangan energi yang disimpan oleh tanaman pada bagian-bagian
tertentu. Pati yang terdapat pada sebagian besar tanaman hijau yang ada tersusun
oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara meliputi
protein dan lemak.
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi
terlarut disebut amilosa karena banyak mengandung gugus hidroksil dan
membentuk lapisan transparan ketika dipanaskan dalam air sedangkan fraksi tidak
terlarut disebut amilopektin (Hee-Young An, 2005). Amilosa merupakan
polisakarida berantai lurus yang bersifat keras (pera) terdiri dari 20% bagian yang
larut air. Sedangkan amilopektin merupakan polisakarida bercabang yang bersifat
lengket terdiri dari 80% bagian yang tidak larut air. Amilopektin memiliki ukuran
yang lebih besar dari amilosa, akan tetapi tingkat kekentalan amilosa lebih rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa struktur molekul amilopektin lebih kompak apabila
terdapat di dalam larutan dan kemampuan untuk membentuk kompleks lebih
terbatas (Flach, 1993).
Pati terdiri atas butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula pati
memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda tergantung sumbernya, granula tersebut
menentukan karakteristik fisik pati dan penggunaan yang cocok dalam produk
pangan. Karakteristik fungsional pati yang unik memungkinkan pati digunakan
untuk berbagai keperluan, baik sebagai bahan pangan maupun non pangan
(Koswara 2009). Salah satu contoh penggunaan pati yaitu digunakan dalam
pembuatan bioplastik karena memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat
diperbaharui, ketersediaannya di alam cukup melimpah, harganya relatif murah
dan sangat mudah terdegradasi oleh mikroorganisme di dalam tanah.
Pembentukan bioplastik dengan bahan dasar pati (starch) menggunakan
prinsip gelatinisasi, karena di dalam pati mengandung ikatan hidrogen yang kuat,
hal ini menyebabkan granula pati tidak larut dalam air dingin, namun granula pati
akan secara bertahap mulai membengkak secara irreversible jika air tersebut
dipanaskan. Penggunaan pati dipengaruhi oleh beberapa sifat yang ada dalam pati
10
(2016), produksi singkong nasional pada tahun 2015 mencapai 22,9 juta ton.
Beberapa provinsi di Indonesia yang menjadi sentra produksi singkong yaitu
Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Pati singkong merupakan pati yang didapatkan dari umbi singkong
(Manihot utilissima) melalui proses ekstraksi. Setelah dilakukan pengecilan
ukuran melalui grinding (pembarutan) kemudian dilakukan ekstraksi dengan
menggunakan pelarut (air) untuk mengeluarkan kandungan pati dengan cara
diendapkan, selanjutnya dikeringkan pada suhu dengan lama waktu tertentu untuk
mendapatkan pati yang siap digunakan. Suismono (2001) dalam Martunis (2012)
menyatakan bahwa tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air pada
bahan sampai pada batas tertentu dimana perkembangan mikroorganisme seperti
bakteri, khamir atau kapang yang dapat menyebabkan pembusukan dapat
dihentikan sehingga bahan dapat disimpan lebih lama. Bentuk pati singkong dapat
dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
2.6 Bioplastik
2.6.2.1 Gliserol
Pembuatan bioplastik dari bahan baku campuran pati memerlukan tambahan
bahan aditif untuk mendapatkan sifat mekanis plastik yang lunak, plastis dan kuat.
Untuk itu perlu ditambahkan suatu zat cair atau padat untuk meningkatkan sifat
plastisitasnya. Proses penambahan ini dinamakan plastisasi dan bahan yang
ditambahkan disebut dengan plasticizer atau pemlastis.
Salah satu jenis plasticizer yang banyak digunakan selama ini pada sebuah
industri yaitu gliserol. Gliserol adalah alkohol terhidrik yang dikenal dengan nama
gliserin atau 1,2,3-propanetriol. Sifat fisik gliserol tidak berwarna, tidak berbau,
rasanya manis, bentuknya liquid sirup, titik leleh 17,8°C, titik didih 290°C,
kemurnian 95-99,5%, densitas 1,261 g/cm3, berat molekul 92,10 g/mol dan larut
dalam air juga etanol (Winarno, 1997). Gliserol bersifat higroskopis seperti
menyerap air dari udara, sifat ini yang membuat gliserol digunakan sebagai
pelembap pada kosmetik. Menurut Yusmarlela (2009), gliserol dapat larut
sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak larut dalam minyak. Sebaliknya,
banyak zat yang lebih mudah larut dalam gliserol dibandingkan dalam air maupun
alkohol, sehingga gliserol merupakan salah satu jenis pelarut yang baik.
Kegunaan gliserol dalam dunia industri sangat besar dan beragam
menyebabkan harganya cukup tinggi di pasaran. Gliserol digunakan untuk
menjaga kelenturan pada industri kertas plastik, sedangkan pada industri makanan
gliserol biasa digunakan sebagai pemanis (Mirzayanti, 2013). Selain itu, gliserol
juga digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan bioplastik.
Penambahan gliserol ke dalam pembuatan bioplastik bertujuan untuk
memperbaiki kekurangan dari sifat bioplastik berbahan dasar pati yang lebih kuat,
fleksibel dan halus.
dalam cetakan dan dibiarkan pada suhu kamar hingga bioplastik bisa terangkat
dari cetakan dengan sendirinya.
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai September 2020
di Laboratorium Teknologi dan Rekayasa Proses Hasil Pertanian, Laboratorium
Kimia, Biokimia Hasil Pertanian dan Gizi Pangan, Laboratorium Instrumentasi
Pusat Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan
Laboratorium Metalurgi Fakultas Teknik, Universitas Andalas Padang.
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji dan kulit
durian yang diperoleh dari daerah Barung-Barung Belantai Kabupaten Pesisir
Selatan, singkong diperoleh dari petani singkong di Lubuk Aur Kecamatan
Bayang Kabupaten Pesisir Selatan, gliserol, akuades, air kapur, Natrium
Hidroksida (NaOH), Sodium Hypochlorite (NaOCl), Asam Nitrat (HNO3),
Natrium Sulfit (Na2SO3) dan Asam Klorida (HCl). Penggunaan bahan-bahan
kimia untuk analisis disesuaikan dengan kebutuhan.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan, saringan,
oven, pisau, talenan, gelas ukur, pengaduk kaca, thermometer, aluminium foil,
magnetic stirrer, gelas beker, kaca arloji, wadah, neraca analitik, gelas kimia, hot
plate, cetakan kaca dan erlenmeyer.
Yij = µ + ai + ∑ij
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan yang disebabkan oleh adanya pengaruh perlakuan
ke-i yang diletakkan pada ulangan ke-j
µ = Nilai tengah atau rata-rata umum
Ai = Pengaruh perlakuan ke-i
∑ij = Pengaruh sisa pada satuan percobaan yang mendapat perlakuan ke-i
dan ulangan ke-j
I = Banyak perlakuan (i= A,B,C,D,E,)
j = Banyak ulangan (j = 1,2,3)
3.4.1 Pembuatan Pati Biji Durian (Modifikasi Jufri, Dewi dan Firli, 2006)
Bahan baku utama biji durian diperoleh dari daerah Barung-Barung Belantai
Kabupaten Pesisir Selatan. Biji durian dibersihkan dari sisa-sisa daging buah yang
masih menempel maupun kotoran yang ada. Biji durian kemudian dikupas
kulitnya setelah itu direndam dalam air kapur selama 1 jam, tujuannya untuk
23
menghilangkan getah yang ada dalam biji tersebut setelah direndam, biji durian
dicuci dengan air mengalir sampai bersih, biji durian yang sudah bersih kemudian
dipotong dan ditimbang kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender lalu
disaring dengan kain saring, hasil saringan kemudian diendapkan selama 24 jam.
Selanjutnya dekantasi air di atas endapan. Endapan yang sudah terbentuk
kemudian di oven pada suhu 50°C selama 24 jam, setelah kering diblender dan
butiran halus yang dihasilkan diayak dengan ayakan 80 mesh maka dihasilkan pati
biji durian.
3.4.2 Pembuatan Pati Singkong (Modifikasi Jufri, Dewi dan Firli, 2006)
Singkong diperoleh dari petani singkong di Lubuk Aur Kecamatan Bayang
Kabupaten Pesisir Selatan. Singkong dibersihkan dari kotoran yang masih
menempel, kulit singkong dikupas sehingga dihasilkan singkong yang berwarna
putih, kemudian dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Singkong kemudian
diparut dengan menggunakan parutan dan disaring dengan kain saring.
Selanjutnya hasil parutan singkong diendapkan selama 24 jam, kemudian
dekantasi air di atas endapan. Endapan yang sudah terbentuk dikeringkan dengan
oven pada suhu 50°C selama 24 jam, setelah kering diblender dan butiran halus
yang dihasilkan kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh maka dihasilkan pati
singkong.
17,5%, larutan natrium sulfit 2%, pereaksi natrium hipoklorit 3,5%, larutan HCl
2,5N serta akuades bebas CO2.
3.4.3.2 Ekstraksi
Sebanyak 500 gram serbuk simplisia (sediaan atau bahan yang belum
diberikan pengolahan apapun) kulit durian dimasukkan ke dalam wadah kaca
gelap. Ditambahkan dengan 75 bagian etanol 80%, ditutup dan dibiarkan selama 5
hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk. Selanjutnya disaring, ampas
dipindahkan ke dalam wadah, diperas dan dicuci dengan 25 bagian etanol 80%
hingga 100 bagian. Dipindahkan dalam wadah, didiamkan 2 hari terlindung dari
cahaya, diendaptuangkan dan disaring. Ampas diambil, kemudian dikeringkan di
udara terbuka atau diangin-anginkan dan diisolasi menjadi MCC.
pada suhu 57-60°C selama 1 jam. Maka diperoleh MCC, selanjutnya dilakukan
penggerusan. Hasil yang diperoleh disimpan pada suhu kamar dalam desikator.
Pengamatan dilakukan terhadap bahan baku pati biji durian, pati singkong,
MCC serta bioplastik yang dihasilkan. Pada pati biji durian dan pati singkong
dilakukan pengamatan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar amilosa dan kadar
amilopektin. Pada MCC kulit durian dilakukan pengamatan organoleptik meliputi
rendemen, bau, warna dan penetapan pH. Sedangkan pada bioplastik dilakukan
pengukuran ketebalan, kuat tarik, perpanjangan putus (elongasi), daya serap air
dan uji biodegradasi.
3. 6 Metode Pengamatan
Keterangan:
A= bobot awal (g)
B= bobot akhir (g)
26
Keterangan:
a = berat cawan kosong (g)
b = berat sampel (g)
c = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
Keterangan:
Wo = berat cawan kosong (g)
W1 = berat cawan kosong dan sampel (g)
W2 = berat cawan dan sampel setelah pengabuan (g)
Penetapan Sampel
Sebanyak 100 mg sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Ditambahkan 1 ml etanol 95% dan NaOH 1 N. Tabung reaksi dipanaskan
selama 10 menit agar terjadi gelatinisasi pada pati. Setelah didinginkan, pasta pati
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda
tera. Dipipet sebanyak 5 ml larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu takar
100 ml, lalu ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N, 2 ml larutan iod dan akuades
sampai tanda tera. Dikocok dan didiamkan selama 20 menit. Absorbansinya
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa
dalam sampel dihitung dengan memanfaatkan kurva standar dan perhitungan di
bawah ini.
X×FP
Kadar Amilosa (%) = x 100%
Berat sampel (mg)
Keterangan:
X = konsentrasi amilosa sampel dari kurva standar (mg/ml)
FP= faktor pengenceran
Keterangan:
σ = kuat tarik (N/mm2)
F maks = tegangan maksimum (N)
A = luas penampang lintang (mm2)
Sama halnya dengan pengukuran kuat tarik, pengukuran persen
perpanjangan juga dilakukan berdasarkan cara kerja kuat tarik di atas, akan tetapi
yang diukur adalah panjang awal bioplastik dan pertambahan panjang bioplastik
saat dilakukan uji tarik universal. Besarnya persen perpanjangan dapat ditentukan
dengan perhitungan:
L−Lo
Elongasi (%) = x 100%
𝐿𝑜
Keterangan:
% E= elongasi (%)
L = panjang setelah putus (mm)
Lo = panjang sebelum putus (mm)
3.6.8 Uji Daya Serap Air atau Water Uptake (Ban, Song, Argyropoulus dan
Lucia, 2005)
Menimbang berat awal bioplastik yang akan diuji (Wo), kemudian
dimasukkan ke dalam wadah yang berisi akuades selama 10 detik. Bioplastik
diangkat dari wadah yang berisi akuades dan air yang terdapat pada permukaan
bioplastik dihilangkan dengan tisu kertas, setelah itu baru dilakukan penimbangan
(W). Bioplastik dimasukkan kembali ke dalam wadah yang berisi akuades selama
10 detik. Kemudian sampel diangkat dari wadah dan ditimbang kembali. Prosedur
perendaman dan penimbangan dilakukan kembali sampai diperoleh berat akhir
bioplastik konstan. Selanjutnya air yang diserap oleh bioplastik dihitung
menggunakan rumus:
W-Wo
Daya Serap Air (%) = x 100%
Wo
Keterangan:
W = berat bioplastik basah
Wo = berat bioplastik kering
30
Keterangan:
W1 = massa bioplastik sebelum degradasi (g)
W2 = massa bioplastik sesudah degradasi (g)
31
aman dari kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Hasil analisis kadar
air pati singkong diperoleh sebesar 11,85%. Nilai kadar air yang didapatkan lebih
tinggi dari penelitian (Nur, 2019), sebesar 11,35%. Adanya perbedaan kadar air
yang diperoleh karena pati yang dihasilkan berasal dari singkong yang dipanen
dari lokasi yang berbeda pula. Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar air
suatu bahan yaitu lingkungan tumbuh, umur panen dan proses pengeringan.
Pengabuan merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui
adanya kandungan mineral dalam bahan hasil pertanian. Hasil analisis kadar abu
pati biji durian diperoleh sebesar 0,04%, nilai yang didapatkan lebih rendah dari
penelitian Nur (2019), kadar abu pati biji durian sebesar 0,13%. Sedangkan hasil
analisis kadar abu pati singkong diperoleh sebesar 0,03%, lebih rendah dari
penelitian Nur (2019), kadar abu pati singkong sebesar 0,31%. Menurut de Man
(1997), adanya perbedaan nilai kadar abu pati singkong disebabkan oleh beberapa
faktor seperti jenis pupuk yang digunakan, kondisi tanah serta tingkat curah hujan
yang berbeda, sehingga kandungan mineral pada pati singkong akan berbeda pula.
Pati disimpan dalam tanaman berbentuk butiran atau fraksi yang terdiri atas
amilosa dan amilopektin. Hasil analisis kadar amilosa pati biji durian yang
didapatkan dari penelitian sebesar 29,53% dan kadar amilosa pati singkong
16,58%. Menurut Wirawan, Rosyidi dan Widyastuti (2013), kadar amilosa pati
biji durian sekitar 26,607% dan kadar amilosa pati singkong berkisar 12,28% -
27,38% (Murtiningrum, 2012). Berdasarkan hasil penelitian maka karakteristik
kadar amilosa pati biji durian dan pati singkong telah sesuai dengan penelitian
sebelumnya. Akan tetapi kadar amilosa pati biji durian sedikit lebih tinggi
dibandingkan penelitian sebelumnya, hal ini disebabkan karena fraksi terlarutnya
dalam air lebih banyak sehingga kadar amilosanya lebih tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik kadar amilopektin pati biji durian
diperoleh sebesar 70,47% dan pati singkong 83,42%. Pada umumnya pati
mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa, perbedaan ini
berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar
kandungan amilosa, maka pati semakin bersifat kering dan kurang lengket,
tingginya kadar amilosa dapat menurunkan kemampuan pati untuk mengalami
gelatinisasi.
33
Pati biji durian memiliki kesamaan dengan pati singkong yaitu memiliki
kandungan amilosa dan amilopektin, sehingga keduanya dapat dikombinasikan
sebagai bahan baku dalam pembuatan bioplastik. Menurut Guilbert dan B. Biquet
(1990), kestabilan bioplastik dipengaruhi oleh amilopektin sedangkan amilosa
berpengaruh terhadap kekompakannya.
disebabkan oleh faktor penggunaan bahan baku yang berbeda serta proses
pengolahan yang berbeda juga.
4.1.2.2 Organoleptik
Pengujian yang dilakukan terhadap MCC yaitu uji organoleptik dan
penetapan pH. Analisis dilakukan berdasarkan pendekatan hasil analisis MCC
kulit kakao yang juga mengandung selulosa. Hasil uji organoleptik MCC kulit
durian berbentuk serbuk, berwarna putih dan tidak berbau, ini telah memenuhi
persyaratan Standar Ditjen POM (1979). Jika dilakukan pendekatan dengan
penelitian uji organoleptik MCC kulit kakao, organoleptik MCC kulit durian yang
didapatkan sama dengan MCC kulit kakao.
4.1.2.3 Penetapan pH
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diperoleh nilai pH MCC 6,5.
Nilai pH yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan nilai pH MCC kulit kakao
yaitu 6,9. Hasil tersebut telah memenuhi persyaratan nilai pH yang terdapat dalam
Standar Ditjen POM (1979) yaitu berkisar antara 5,0-7,0. Nilai pH merupakan
indikator dalam menentukan tingkat keasaman dan kebasaan suatu produk,
dimana jika nilai pH <7 menunjukkan nilai keasaman sedangkan pH >7
menunjukkan kebasaan (Edison, Neswati dan Rahmi, 2015).
Tabel 8. Nilai Rata-rata Ketebalan Bioplastik dari Campuran Pati Biji Durian dan
Pati Singkong dengan Penambahan MCC Kulit Durian
Ketebalan (mm)
Perlakuan
Rata-rata ± SD
A (Tanpa Penambahan MCC Kulit Durian) 0,264 ± 0,04
B (Penambahan MCC Kulit Durian 1%) 0,265 ± 0,02
C (Penambahan MCC Kulit Durian 2%) 0,270 ± 0,04
D (Penambahan MCC Kulit Durian 3%) 0,271 ± 0,04
E (Penambahan MCC Kulit Durian 4%) 0,273 ± 0,04
KK= 11,76%
Keterangan: SD= Standar Deviasi
yang terlalu tebal akan meningkatkan biaya produksi karena bahan polimer yang
dibutuhkan semakin banyak (Ulfimarjan, 2016). Oleh karena itu, ketebalan
bioplastik yang diharapkan haruslah disesuaikan dengan produk yang akan
dikemas sehingga penggunaan bioplastik akan lebih efisien.
(penambahan MCC kulit durian 4%) dengan persentase sebesar 12,92%. Hal ini
sesuai dengan penelitian Nugroho (2009) serta Sanjaya dan Puspita (2011), yang
menyatakan bahwa kadar filler dapat mempengaruhi nilai kuat tarik bioplastik.
Semakin tinggi kadar filler maka semakin tinggi nilai kuat tarik. Hal ini
disebabkan karena semakin besar kadar filler maka semakin banyak ikatan yang
terdapat dalam bioplastik sehingga ikatan kimianya akan semakin kuat dan sulit
untuk diputus karena memerlukan energi yang besar untuk memutuskan ikatan
tersebut.
Elongasi dinyatakan dalam satuan persentase yang dihitung berdasarkan
persentase panjang akhir dan panjang awal bioplastik. Persentase pemanjangan
dikatakan baik jika nilainya lebih dari 50% dan dikatakan buruk jika nilainya
kurang dari 10%. Nilai perpanjangan putus bioplastik tertinggi dalam penelitian
ini yaitu 15,23% telah memenuhi golongan moderate properties (standardisasi
bioplastik) berkisar 10-20% (Purwanti, 2010).
2 ml, sehingga pengaruh daya serap air bioplastik untuk setiap perlakuan dengan
penambahan gliserol tidak terlalu signifikan. Untuk mendapatkan bioplastik yang
baik sebagai media pengemasan maka diperlukan daya serap air yang rendah, agar
bioplastik yang digunakan dapat melindungi produk dalam kemasan.
100
BIODEGRADASI (%)
80
Hari Ke-5
60
Hari Ke-10
40 Hari Ke-15
Hari Ke-20
20
0
A B C D E
PERLAKUAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 570-98. 2005. Standard
Test Method for Water Absorption of Plastics. The American Society for
Testing and Materials, Philadelphia, U.S.A.
[ASTM] American Society for Testing and Materials. ASTM D638 2005.
Standard Test Methods for Tensile Properties of Thin Plastic Sheeting.
ASTM: Philadelphia (US): 46-58.
Afif, M. 2007. Pembuatan Jenang dengan Tepung Biji Durian. Jurusan Teknologi
Jasa dan Produksi. Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Semarang.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Ubi Kayu Menurut Provinsi (ton),
19932015. https://www.bps.go.id/dynamictable/ 2015/09/09/880/produksi-
ubi-kayu-menurut-provinsi-ton- 1993-2015.html. Diakses tanggal 2 Agustus
2019.
46
Ban, W., Song, J., Argyropoulos, D. S. and Lucia L. A. 2005. Improving the
Physical and Chemical Functionally of Starch – Derived Films with
Biopolymers. Journal of Applied Polymer Science 100: 2542-2548.
Behjat, T., Rusly A.R., Luqman C.A., Yus A.Y., dan Azowa I.N. 2009. Effect of
PEG on the Biodegradability Studies of Kenaf Cellulose-Polyethylene
Composites. International Journal of Food Research 16(2).
Budiman, J., Nopianti, R, dan Dwita, S. 2018. Karakteristik Bioplastik dari Pati
Buah Lindur (Bruguiera gymnorrizha) 7(1): 49-59.
De Man, J.M. 1997. Food Chemistry 2nd Ed. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Edison, D., Neswati dan Rahmi, I. D. 2015. Pengaruh Konsentrasi HCl dalam
Proses Hidrolisis α-selulosa dari Ampas Tebu (Saccharum officinarum L.)
terhadap Karakteristik Mikrokristalin. Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Andalas. Padang. 2 dan 4.
Flach M. 1993. Problems and Prospects of Sago Palm Development. Sago Palm
1: 8-17.
Guilbert dan B. Biquet. 1990. Edible Film and Coating. dalam: Food Packaging
Technology. Vol 1. Diedit oleh Bureau, G dan J. L. Multon. VCH Publisher,
Inc. New York.
Hartati, N. S. dan Prana, T. K. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung
beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schott). Natur Indonesia
6(1): 29-33.
47
Indradewi F., N.A. Yanti dan H.M Nurhayani. 2007. Komposisi Kimia dan
Mikroorganisme ”Wikau Maombo”. Lembaga Penelitian Universitas Halu
Oleo. Kendari.
Jufri, M., R. Dewi dan A.R. Firli. 2006. Studi Kemampuan Pati Biji Durian
sebagai Bahan Pengikat dalam Tablet Ketoprofen secara Granulasi Basah.
Majalah Ilmu Kefarmasian. Departemen Farmasi FMIPA Universitas
Indonesia. Depok: 3(2): 78-86, ISSN: 1693-9883.
Murtiningrum. 2012. Karakterisasi Umbi dan Pati Lima Kultivar Ubi Kayu
(Manihot esculenta) 3(1).
Nugroho, A.F. 2009. Sintesis Bioplastik dari Pati Ubi Jalar dengan Penguat Alami
ZnO dan Clay. [Skripsi]. Universitas Indonesia. Jakarta.
Nur, R. A. 2019. Karakteristik Bioplastik dari Campuran Pati Biji Durian dan Pati
Singkong yang Menggunakan Bahan Pengisi MCC (Microcrystalline
Cellulose) dari Kulit Kakao. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Andalas. Padang. 28-32.
Panjaitan. R.M, Irdoni dan Bahrudin. 2017. Pengaruh Kadar dan Ukuran Selulosa
Berbasis Batang Pisang terhadap Sifat dan Morfologi Bioplastik Berbahan
Pati Umbi Talas. Fakultas Teknik 4(1).
Purbasari, Aprilina., E.F. Ariani dan R.K. Mediani. 2014. Bioplastik dari Tepung
Biji Nangka. Prosiding. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim.
Semarang.
Purwanti, Ani. 2010. Analisis Kuat Tarik dan Elongasi Plastik Kitosan
Terplastisasi Sorbitol. Jurnal Teknologi. Institute Sains dan Teknologi
AKPRIND. Yogyakarta 3(2): 99-106.
Rahman, N., Fitriani, H., dan Hartati, S.N. 2015. Seleksi Ubi Kayu berdasarkan
Perbedaan Waktu Panen dan Inisiasi Kultur in Vitro. Prosiding Seminar
Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia.
Rofaida, L.L. 2008. Komparasi Uji Karbohidrat pada Produk Olahan Makanan
dari Tepung Terigu dan Tepung Biji Durian (Durio zibethinus Murr).
Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Yogyakarta.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J. dan Quinn, M.E (Editor). 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London . Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Assosiation. 697-699.
Sanjaya, I. Gede dan Puspita, Tyas. 2010. Pengaruh Penambahan Kitosan dan
Plasticizer Gliserol pada Karakteristik Plastik Biodegradable dari Pati
Limbah Kulit Singkong. Jurnal Jurusan Teknik Kimia. Institut Teknologi
Surabaya. Surabaya.
Soebagio, B., Sriwidodo dan Adhika, A. S. 2009. Uji Sifat Fisikokimia Pati Biji
Durian (Durio Zibethinus Murr) Alami dan Modifikasi secara Hidrolisis
Asam. Universitas Padjajaran. Bandung.
Subowo, W.S dan Pujiastuti, S. 2003. Plastik yang Terdegradasi secara Alami
(Biodegradable) terbuat dari LDPE dan Pati Jagung Terlapis. Prosiding
Simposium Nasional Polimer IV. Pusat Penelitian Informatika-LIPI.
Bandung.
Sulistyo, H.W dan Ismiyati. 2012. Pengaruh Formulasi Pati Singkong Selulosa
terhadap Sifat Mekanik dan Hidrofobisitas pada Pembuatan Bioplastik
Konversi 1.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Yusmarlela. 2009. Studi Pemanfaatan Plasticizer Gliserol dalam Film Pati Ubi
dengan Pengisi Serbuk Batang Ubi Kayu. [Tesis]. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
LAMPIRAN
52
Lampiran 1. Diagram Alir Prosedur Pembuatan Pati Biji Durian (Modifikasi Jufri,
Dewi dan Firli, 2006)
Biji Durian
T= 50℃
Pengeringan dengan oven
t= 24 jam
Singkong
T=50℃
Pengeringan endapan dengan oven
t=24 jam
Kulit durian
Analisis produk :
1. Ketebalan Bioplastik
Bioplastik 2. Pengukuran Kuat Tarik
3. Persen Perpanjangan Putus
4. Uji Daya Serap Air
5. Uji Biodegradasi
56
Lampiran 6. Kriteria Ekolabel Kategori Produk Tas Belanja Plastik dan Bioplastik
Mudah Terurai (SNI 7188:7:2016)
dari 5% dicapai
setelah
mengalami
perlakuan
penyinaran sinar
UV maksimal
selama 250 jam
b. Bioplastik dan
atau campuran
dengan
termoplastik
- Pertumbuhan Verifikasi pernyataan pemohon
mikroba pada tentang pemenuhan persyaratan
permukaan disertai laporan hasil pengujian
produk >60% menurut metode uji ASTM G21,
selama 1 atau metode pengujian lainnya
minggu yang divalidasi atau diverifikasi
yang dilakukan oleh laboratorium
pengujian yang telah menerapkan
SNI ISO/IEC 17025
3. Kandungan Kandungan logam Verifikasi pernyataan pemohon
logam berat berat dalam produk: tentang pemenuhan persyaratan
disertai laporan hasil uji: IEC-
Cd < 0,5 ppm 62321 Ed 1.0, atau metode
Pb < 50 ppm pengujian lainnya yang divalidasi
Hg < 0,5 ppm atau diverifikasi yang dilakukan
Cr6+ < 50 ppm oleh laboratorium pengujian yang
telah menerapkan SNI ISO/IEC
17025.
1. Ketebalan Bioplastik
SK db JK KT F hit F tabel (5%)
Perlakuan 4 0,00014 0,000035 0,035ns 3,48
Sisa 10 0,013 0,001
Total 14 0,013
KK= 11,76%
Kulit Durian
b. Hasil Penelitian