Oleh:
SEPTI JUWITA SAPUTRI
NRP. 56205213285
Oleh:
SEPTI JUWITA SAPUTRI
NRP 5620521328
KATA PENGANTAR..................................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
1. PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................2
1.3 Batasan Masalah.....................................................................................2
1.4 Manfaat....................................................................................................3
2. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................4
2.1 Klasifikasi dan morfologi Lamun..............................................................4
2.1.1 Definisi Lamun..................................................................................4
2.1.2 Morfologi Lamun...............................................................................4
2.1.3 Klasifikasi Lamun..............................................................................6
2.1.4 Fungsi Lamun.................................................................................12
2.2 Klasifikasi dan Morfologi Echinodermata...............................................13
2.2.1 Definisi Echinodernata....................................................................13
2.2.2 Klasifikasi Echinodermata...............................................................14
2.2.3 Fungsi Echinodermata....................................................................16
2.2.4 Parameter Kualitas Perairan...........................................................17
2.2.5 2.2.5 Hubungan Lamun dan Echinodermata..................................17
3. METODE PRAKTIK...........................................................................................19
3.1 Waktu dan Tempat.................................................................................19
3.2 Alat dan Bahan......................................................................................19
3.3 Penentuan Stasiun Pengamatan...........................................................20
3.4 Metode Pengumpulan Data...................................................................21
3.4.1 Data Lamun....................................................................................21
3.4.2 Data Echinodermata.......................................................................23
3.4.3 Parameter Kualitas Perairan................................................................24
3.5 Metode Analisis Lamun..........................................................................25
3.5.1 Lamun.............................................................................................25
3.5.2 Echinodermata................................................................................28
3.6 Hubungan Antara Tutupan Lamun dengan Kelimpahan Echinodermata
30
4. RENCANA DAN ANGGARAN KEGIATAN.......................................................31
4.1 Rencana Kegiatan.................................................................................31
4.2 Rencana Anggaran & Anggaran Kegiatan.............................................32
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................33
LAMPIRAN................................................................................................................37
DAFTAR TABEL
1. Alat dan Bahan.................................................................................................19
2. Lokasi Stasiun Pengamatan.............................................................................21
3. Presentase tutupan lamun...............................................................................23
4. Penilaian kerapatan jenis lamun......................................................................25
5. Luas Area Penutupan Lamun...........................................................................27
6. Status Padang Lamun......................................................................................27
7. Rencana Kegiatan............................................................................................31
8. Rencana Anggaran..........................................................................................32
DAFTAR GAMBAR
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi keanekaragaman hayati Indonesia berasal dari berbagai habitat
yang ada untuk makhluk hidup, antara lain hutan hujan, perairan pedalaman dan
laut bahkan tempat dengan faktor lingkungan yang keras. Letak Indonesia yang
berada di antara dua samudera, dua benua, dan tiga lempeng global, menambah
peluang keanekaragaman hayatinya. Salah satu unsur pembentuk
keanekaragaman tersebut adalah lamun atau seagrass (Setiawati et al., 2018).
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat
tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal (Tangke, 2010).
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem utama di wilayah
pesisir yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut.
(Riniatsih, 2016b). Fungsi ekologis padang lamun adalah sebagai sumber utama
produktivitas primer, menstabilkan dasar perairan dengan sistem perakarannya
yang dapat menangkap sedimen (trapping sediment), tempat berlindung bagi
biota laut, tempat perkembang biakan (spawning ground), pengasuhan (nursery
ground), serta sumber makanan (feeding ground) bagi biota perairan laut,
pelindung pantai dengan cara meredam arus, penghasil oksigen dan mereduksi
CO2 di dasar perairan (Ario et al., 2019).
Padang lamun merupakan tempat yang digunakan oleh hewan yang
berada diperairan dangkal untuk mencari makan seperti ikan, krustasea, Echino-
dermata, dan mamalia. Padang lamun menyediakan habitat yang kompleks
secara struktural dan kaya makanan yang mendukung keanekaragaman ikan
(Nur Annisa Ardhiani et al., 2020). Meskipun kekayaan spesies padang lamun
tinggi, jumlah spesies spesifik bisa sangat besar. Rata-rata kontribusi
keanekaragaman spesies terhadap komunitas lamun umumnya rendah. Rata-
rata padang lamun tropis memiliki biomassa yang rendah juga miring. Lamun
lebih beragam daripada tanaman terestrial. Echinpdermata merupakan salah
satu populasi organisme yang hidup di ekosistem lamun.
Echinodermata berasal dari bahasa Yunani yaitu Echinos artinya duri dan
Derma artinya kulit jadi Echinodermata artinya hewan kulit berduri walaupun tidak
semua jenis ini memiliki duri yang jelas. Echinodermata memiliki pengerasan
tubuh berupa zat kapur menyerupai duri yang menonjol. Echinodermata adalah
cabang dari kelompok invertebrata (Nisa & Bahri, 2022). Hewan ini berbentuk
simetri radial yang dibagi menjadi lima bagian yang simetris terdiri atas daerah
ambulakral (tempat menjulurnya kaki tabung dan daerah interambulakral
(interradii) yang tidak ada kaki tabungnya. Rangka keping-keping kapur terdapat
di dalam kulit dan pada umumnya mempunyai duri (Wahyuningsih et al., 2020).
Ekosistem padang lamun dan Echinodermata memiliki hubungan timbal balik
yang saling menguntungkan. Keuntungan tersebut adalah padang lamun
merupakan tempat tinggal dan mencari makan bagi Echinodermata dan
sebaliknya Echinodermata sebagai pendaur ulang nutrient yaitu dengan
memakan detritus yang pada akhirnya akan bermanfaat bagi ekosistem padang
lamun (Yunita et al., 2020).
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan morfologi Lamun
2.1.1 Definisi Lamun
Lamun (Seagrass) atau sering juga disebut ilalang laut adalah tumbuhan
berbunga (Angiospermae) yang hidup menyesuaikan diri sepenuhnya di dalam
air laut (Bengkal et al., 2019). Lamun tumbuh berkelompok dan sering
menempati perairan laut dangkal yang hangat dan menghubungkan ekosistem
mangrove dengan terumbu karang. Karena diketahui ciri khusus reproduksi
lamun yaitu melakukan penyerbukan di dalam air. Sifat air laut yang memiliki
pasang surut serta mempunyai siklus arus, memungkinkan terjadi penyerbukan
di tempat yang berbeda jauh karena terbawa arus air laut (Wuri et al., 2016).
Lamun termasuk ke dalam tiga keluarga monokotil, mereka memiliki akar, rim-
pang daun. Lamun memiliki peranan penting dalam ekosistem pesisir.
Lamun menyediakan habitat dan berbagai bioita laut, mereka mimiliki
peran sebagai feeding ground, nurseey ground, dan snapwing ground untuk
berbagai jenis ikan. Selain itu, lamun memiliki kemampuan untuk mengikat
karbondioksida (CO2). Menjaga stabilitas sedimen di air dan mengurangi
gerakkan gelombang laut (Daud et al., 2019). Lamun umumnya membentuk
ekosistem tersendiri yang biasa disebut dengan ekosistem padang lamun
(Mardiansyah Assuyuti et al., 2016). Di pantai kutub, di mana lamun sulit
ditembus karena tertutup es. Lamun memiliki bentuk tumbuhan yang mirip
dengan rumput darat, dengan bagian-bagian tumbuhan seperti rimpang yang
menyebar, pucuk tegak, pelepah daun, helaian daun, bunga dan buah. Lamun
umumnya membentuk ekosistem tersendiri yang biasa disebut dengan ekosistem
padang lamun (Mardiansyah Assuyuti et al., 2016).
Ekosistem lamun terdiri dari komunitas padang lamun yang di dalamnya
terjadi hubungan timbal balik antara komponen abiotik dan biotik. Padang lamun
merupakan hamparan tumbuhan lamun yang menutupi suatu area laut dangkal
yang terdiri dari satu jenis maupun berbagi jenis lamun dengan kerapatan yang
beragam (Nur Annisa Ardhiani et al., 2020). Ekosistem lamun pun menjadi salah
satu elemen penting dalam kesehatan perairan (Adli et al., 2016). Ekosistem
lamun adalah senuah ekositem yang kompleks dan fungsional keuntungannya
sangat penting bagi perairan pantai.
2.1.2 Morfologi Lamun
Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti bentuk
dan kata logi yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah kata morfologi berarti ilmu
mengenai bentuk. Morfologi tumbuhan merupakan cabang ilmu biologi yang
mempelajari susunan dan bentuk luar suatu tumbuhan. Morfologi tumbuhan
merupakan cabang ilmu biologi tumbuhan yang sudah berdiri sendiri. Morfologi
tumbuhan membahas bentuk dan susunan tumbuhan yang sudah demikian
pesatnya. Dengan kata lain, morfologi tumbuhan membahas susunan dan bentuk
5
1) Akar
Lamun memiliki sistem perakaran serabut yang berfungsi untuk
menancapkan tumbuhan ke substrat serta menyerap zat-zat hara. Akar lamun
umumnya pendek dengan beberapa percabangan/brancing root atau bahkan
tidak memiliki percabangan/simple root (Putra, 2019). Terdapat perbedaan mor-
fologi dan anatomi pada lamun untuk taksonomi. Jika dibandingkan dengan tum-
buhan darat, akar lamun tidak dapat berkembang dengan baik . Jika memu-
ngkinkan lamun dapat menyerap nutrisi dari substrat melalui perakaran rimpang
seperti pada Gambar 2.
6
3) Daun
Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem
basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun
memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi
khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi.
Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk
puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun
Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan Cymodocea
rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda
yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan
melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun
petiolate tidak memiliki pelepah.
Daun lamun pada umumnya memiliki kutikula tipis dan jumlah stomata
sedikit. Hal ini disebabkan lamun hidup terendam dalam air laut sehingga proses
penguapan relatif kecil. Bentuk dan ukuran daun tiap spesies dapat berbeda
sehingga dapat digunakan untuk membedakan spesies lamun (Putra, 2019).
Daun ini menyerap nutrisi dan memiliki rongga sebagai alat terapung. Daun
lamun dapat berdiri tegak di kolam air, bentuknya dapat memaksimalkan difusi
gas dan kandungan nutrisi. Di wilayah estuari lamun digunakan organisme seba-
gai perlindungan dan persembunyian daripredator.
7
substrat mulai dari pasir berlumpur sampai pada substrat berkrikil. Tersebar
mulai dari daerah pasang surut sampai dengan kedalaman 10 sampai 12 m (Nu-
graha et al., 2020).
2) Ophiuroidea
Bintang mengular (Ophiuroidea) menyukai lingkungan dengan substrat
dasar air yang merupakan campuran anatara lumpur dan pasir halus. Bintang
laut ini phototaksis dan substrat dasar lunak Bintang ini mengubur dirinya sendiri
saat inensitas matahari tinggi dan pengendalian terendah (Waters & Sulawesi,
2017). Jenis kelamin hewan ini dipisahkan, hewan ini melepaskan sel kelamin ke
dalam air dan hasil pembuahan berubah menjadi larva mikroskopis dengan
lengan bersilia, yang disebut pluteus. Pleteus kemudian mengalami transformasi
menjadi bentuk mirip bintang laut dan akhirnya menjadi bintang padat.
3) Bulu babi
Bulu babi adalah populasi organisme laut yang hidup di ekosistem
terumbu karang dan lamun sangat umum di perairan dangkal. Makhluk Ini
didistribusikan secara luas sesuai dengan distribusi terumbu karang. bulu babi
ciri lainnya adalah mulutnya ada di permukaan. Mulut dilengkapi dengan 5 buah
gigi sebagai alat untuk mengambil makanan. Hewan ini umumnya herbivora,
yaitu. makan rumput laut dan lamun. Namun, dalam kondisi air yang berbeda
Hewan ini bisa menjadi omnivora (Putri, 2011).
16
4) ) Crinoidea
Chinoidea memiliki kulit terdiri dari kitin. Biasanya melekat pada Sumber
air. Jika lingkungan tidak memungkinkan, seperti tidak ada sisa makanan atau
Jika keselamatannya terancam, ia akan pindah ke tempat lain yang lebih cocok
dan lebih aman. Kelompok hewan ini juga biasa disebut sebagai bintang berbulu.
Juga dikenal sebagai teratai air yaitu hewan yang lengannya bercabang dan
anus serta mulutnya terletak di dalam bagian luar, kaki tabung tidak memiliki alur
hisapan dibuka (Indrawan, 2019).
5) Holothuroidea
Holothuroidea bersifat dioceos atau gonokoristik, artinya ada individu laki-
laki dan perempuan tetapi tidak ada dimorfisme seksual yang diamati hanya
terlihat ketika mengamati gonad. Secara umum Organ reproduksi teripang
memang terpisah, namun ada beberapa jenis yaitu banci. Gonad berbentuk sikat
dengan saluran penghubung yang sempit terbuka di area tentakel. Telur dan
sperma dilepaskan ke air laut, dan kemudian pembuahan eksternal terjadi.
Beberapa hewan ini menyimpan telur yang telah diresapi dalam tubuhnya
(Lestari, 2016).
17
kualitas yang tepat merupakan salah satu syarat yang memungkinkan padang
lamun dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik, serta berbagai jenis
tumbuhan dan hewan yang hidup di sana.
Kualitas perairan adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameter–parameter dan metode tertentu. Kualitas perairan
sangat berperan penting untuk kelangsungan kehidupan biota laut yang hidup di
dalamnya, sehingga identifikasi kerusakan suatu biota laut salah satunya dapat
diidentifikasi dengan mengukur kualitas perairannya. Kualitas perairan yang
sesuai bagi habitat padang lamun dapat dinyatakan berdasarkan beberapa
parameter, yaitu salinitas, suhu, kecerahan (Kelautan, 2022).
2.2.5 hubungan Lamun dan Echinodermata
Hubungan antara Kelimpahan dan kepadatan Echinodermata
Keanekaragaman Echinodermata di ekosistem lamun tapi cukup dekat dan
makna hubungan berlawanan, yaitu terdekat, tapi kemudian Echinacea semakin
banyak ditemukan sedikit (Yunita et al., 2020). Faktor lingkungan fisik dan kimia
perairan pesisir dapat berkontribusi yang penting keanekaragaman dan dominasi
hewan yang hidup di tempat ini begitu juga dengan hewan Echinodermata.
kehadiran binatang Echinacea di perairan pesisir mungkin terkait dengan faktor
fisik kimia air pantai (SALMANU & ARINI, 2020).
Echinodermata memiliki perannya masing-masing ekologi laut.
Asteroidea (bintang laut) dan Ophiuroidea (bintang rapuh). peran protektif karang
terhadap pertumbuhan alga yang berlebihan. Holothuroidea dan Echinoidea
memiliki peran dalam daur ulang nutrisi. Kulit rami dianggap sebagai kunci
ekologis dengan peran pelindung keseimbangan ekosistem laut (Komunitas
Echinodermata di Perairan Pantai Gapang et al., 2018). Asosiasi Spesies Echin-
odermata dan padang lamun dapat digunakan untuk melihat kesesuaian habitat
terhadap keberadaan spesies hidup di ekosistem lamun (Purnomo & Nugraha,
2020).
19
3. METODE PRAKTIK
3.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan Praktik Lapang II dilaksanakan dari tanggal 14 Agustus
2023 sampai 14 Oktoer 2023, yang berlokasi di Perairan Pulau Gondong bali,
Desa Mattiro ujung, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep.
Lokasi praktik dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
20
identifikasi Seagrasses
jenis lamun
16 Pedoman Monograph of 1 buah -
identifikasi Shallow Water
jenis Indo-
echinodermata West
Pacific
Echinoderms
3.3 Penentuan Stasiun Pengamatan
Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi adalah penentuan dari
citra satelit. Titik pengambilan stasiun melalui transek permanen berdasarkan
LIPI. Lokasi stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini:
Tabel 2. Lokasi Stasiun Pengamatan
No Stasiun Posisi
1 Zona Inti 04 71959 119o06127
o
Pada setiap kotak kecil, komposisi jenis lamun dicatat dengan bantuan
panduan identifikasi lamun. Penilai penutupan lamun perjenis dapat dilihat
seperti pada Tabel 3 :
Tabel 3. Presentase tutupan lamun
5. Kosong 0
1) Suhu
Alat yang digunakan adalah thermometer alkohol dengan tingkat
ketelitian 1°C. Adapun prosedur pengukuran suhu adalah sebagai berikut
:
a) Ujung bawah termometer dicelupkan ke dalam badan perairan.
b) Termometer didiamkan selama ± 3 menit didalam badan perairan.
c) Dilakukan pencatatan apabila skala telah menunjukkan angka pada
termometer raksa.
Hal yang harus diperhatikan pada saat mengukur suhu perairan,
termometer sebaiknya membelakangi cahaya matahari secara langsung, ini
bertujuan agar temperatur yang terukur tidak terkontaminasi dengan temperatur
cahaya matahari. Pembacaan skala harus sejajar dengan pandangan mata
untuk menghindari bias dan setelah pemakaian alat dicuci dengan air tawar
(Rosidi, 2016).
2) Salinitas
Alat yang digunakn untuk mengukur adalah refraktometer dengan
langkah sebagai berikut :
a) Air yang diukur salinitasnya diteteskan ke permukaan kaca prisma
sebanyak 1-2 tetes.
b) Kaca prisma pada refraktometer ditutup kembali.
c) Skala yang ditunjukkan refraktometer diamati dan dicatat, skala
yang ditunjukkan merupakan nilai salinitas perairan yang kita amati.
d) Refraktometer dibersihkan dengan menggunakan tissue.
3) pH
Alat yang digunakan adalah pH paper dengan skala. Adapun
langkahnya adalah sebagai berikut :
a) Kertas pH paper disiapkan sebanyak 1 unit.
26
4) Kecepatan Arus
Alat yang digunakan adalah current drogue yang terbuat dari seng,
semen, dan tali dengan panjang tali 5 meter, kecepatan arus perairan tersebut
adalah hasil bagi dari panjang tali current drogue dengan waktu yang di perlukan
untuk membuat tali tersebut menegang, cara pengukuran dilakukan sebagai
berikut :
a) Current drogue dimasukkan kedalam badan perairan. Waktu pada saat
alat dicelupkan ke perairan dicatat.
b) Ketika current drogue membentang kencang atau menegang sepanjang
tali yang telah ditentukan dihentikan waktunya.
c) Kecepatan arus tersebut dihitung dan kemudian dicatat.
5) Kedalaman
Kedalaman diamati dengan menggunakan tali panjang yang diberi
bandul sebagai pemberat
a) Tali dimasukkan kedalam air hingga menyentuh dasar
b) Selanjutnya tali yang basah diukur panjangnya, itulah kedalaman laut
6) Substrat
Substrat diambil pada setiap stasiun kemudian diamati secara visual atau
diraba menggunakan tangan, ditentukan dan dicatat jenis substrat dasar yang
ada pada sampel tersebut.
ni
KR = × 100%
∑n
Keterangan
KR = Kerapatan relatif (%)
ni = Jumlah individu jenis ke-i (ind/m²)
∑n = Jumlah individu seluruh jenis (ind/m²)
4) Frekuensi jenis merupakan perbandingan antara jumlah petak sampel
yang ditemukan suatu jenis lamun dengan jumlah total petak sampel yang
diamati. Frekuensi jenis lamun dihitung dengan persamaan (Sitaba et al., 2021):
Pi
FJi =
∑P
Keterangan :
FJi = Frekuensi jenis ke-i
Pi = Jumlah petak sampel tempat ditemukan jenis ke-i
∑P = Jumlah total petak sampel yang diamati
4) Frekuensi Relatif (FR), Frekuensi relatif merupakan perbandingan antara
Fi
FR =
∑F
frekuensi jenis ke-i dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis. Frekuensi relatif
lamun dapat dihitung dengan persamaan (Sitaba et al., 2021):
Keterangan :
FR = Frekuensi relatif (%)
Fi = Frekuensi jenis ke-i
∑F = Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis
5) Penutupan Relatif (PR), frekuensi relatif merupakan perbandingan antara
frekuensi jenis ke-i dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis. Frekuensi relatif
lamun dapat dihitung dengan persamaan (Sitaba et al., 2021):
ɑi
PJ =
A
Keterangan :
PJ = Penutupan jenis ke-i (%/m²)
ɑi = Luas total penutupan jenis ke-i (%)
A = jumlah total area yang ditutupi lamun (m²)
28
Tabel 5. Luas Area Penutupan Lamun (Kepmen LH No. 200 Tahun 2004, 2004)
No Kelas Luas Area Penutupan % Penutupan Area
1 5 ½ - penuh 50 – 100
2 4 ¼-½ 25 – 50
3 3 1/8 – ¼ 12,5 – 25
4 2 1/16 – 1/8 6,25 – 12,5
5 1 <1/16 <6,25
6 0 Tidak ada 0
H′ = Pi log 2 Pi
Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon Weaner
Pi = 𝑛𝑛/𝑛 (peluang spesies i dari total individu)
Indeks keanekaragaman ditentukan dengan kriteria H’<H’3 =
Keanekaragaman tinggi.
9) Indeks Keseragaman, Indeks keseragaman lamun dapat dihitung dengan
rumus (Amriani & Tuahatu, 2021), sebagaiberikut:
𝑯′𝑯 𝒎𝒂𝒌
E=
Keterangan :
e = Indeks keseragaman
H’=Indeks Keanekaragaman H max
= Log2 (S)
S = Jumlah spesies
Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 – 1, dengan kategori, e <
0.4 = Keseragaman kecil; 0,4< e < 0.6 = Keseragaman sedang; e >
0,6 = Keseragaman besar.
10) Indeks Dominansi, merupakan parameter yang menunjukkan konsentrasi
yang mendominasi suatu komunitas (Parawansa et al., 2020). Dapat dihitung
dengan rumus:
ni
C = ∑ )𝟐
(
N
Keterangan:
C = Indeks dominansi
Ni = Jumlah individu spesies-i
N = Jumlah individu seluruh spesies
3.5.2 Echinodermata
1) Komposisi Spesies
Komposisi spesies Echinodermata diperoleh dengan mencatat setiap
spesies yang diperoleh di setiap kotak yang ada di setiap stasiun pengamatan
dan diidentifikasi. Selain itu, setiap individu Echinodermata diklasifikasikan
berdasarkan famili, genus, dan spesies yang ditemukan di setiap petak sampel,
dalam sebuah tabel. Untuk kenyamanan menemukan spesies, nama, genera,
dan spesies mereka dicantumkan dalam urutan abjad. Kemudian setiap famili,
genus, dan spesies dijumlahkan menurut jumlah individu spesies tersebut.
2) Kelimpahan Spesies
30
𝐻′ = −𝑃𝑖 𝐼𝑛 (𝑃𝑖)
Keterangan
H’ = Indeks Keanekaragaman
Pi = Proporsi jumlah individu (ni/N).
1. H’ < 1 = rendah, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan
yang berat dan ekosistem tidak stabil
2 . < H’ < 3 = sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup
seimbang, tekanan ekologis sedang.
3. H’ > 3,0 = tinggi ekosistem, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi,
tahan terhadap tekanan ekologis.
4. Menghitung indeks keseragaman dihitung dengan rumus Evennes-indeks
(Wahyuningsih et al., 2020):
𝐻′
𝐸 = 𝐼𝑛𝑆
Keterangan:
E = Indeks keseragaman
H' = Indeks keanekaragaman
S = jumlah spesies
Kriteria hasil nilai indeks keseragaman adalah:
1. E < 0.4 : Keseragaman rendah, berarti ekosistem berada dalam
kondisi dan keseragaman tertekan.
2. E < 0.6 : Keseragaman sedang, berarti ekosistem berada dalam
kondisi kurang stabil.
3. E > 0.6 : Keseragaman tinggi, berarti ekosistem berada dalam
kondisi stabil
4. Dominansi spesies, Indeks dominasi menggambarkan dominasi
kelompok spesies tertentu. Terdapat spesies yang diikuti oleh indeks
frekuensi rendah. Statistik Dominasi dianalisis menggunakan rumus
Dominan simpson:
(𝑛𝑖)2
𝐷=
𝑁
Keterangan:
D : Indeks dominasi
31
Y = a + bX
Keterangan :
Y : Variabel dependen (Variabel Terikat)
X : Variabel independen (Variabel
Bebas) a : Konstanta regresi
b : Kemiringan garis regresi
Adapun untuk mengetahui hubungan antara kerapatan lamun terhadap
kelimpahan echinodermata digunakan koefisien korelasi (r) dimana nilai r
berbeda antara 0-1. kriteria nilainya adalah:
Tabel 8. Lanjutan
Kegiatan September Oktober
4 5 8 9 10 11 15 16 17 18 22 23 24 25 29 30 1 2 7 8 9 12
Persiapan
Proposal,
Seminar
Proposal dan
Penyelesaian
adminitrasi
Keberangkatan
dan Pengenalan
lokasi Praktik
Pengambilan
Data
Pengolahan Data
Menganalisis
Data
Penyusunan
Laporan
DAFTAR PUSTAKA
Adli, A., Rizal, A., & Ya’la, Z. R. (2016). Profil Ekosistem Lamun Sebagai Salah
Satu Indikator Kesehatan Pesisir Perairan Sabang Tende Kabupaten
34
Indonesia, 16.
Komunitas Echinodermata di Perairan Pantai Gapang, S., Iboih, D., Sukakarya,
K., Erlangga, Y., Afdhal El Rahimi, S., Nanda Devira Program Studi Ilmu
Kelautan, C., & Kelautan Perikanan, F. (2018). Community Structure of
Echinoderms in Gapang Beach, Iboih Village, Sukakarya District, Sabang.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Dan Perikanan Unsyiah, 3(1), 92–101.
Lembaran, T., Lembaran, T., & Republik, N. (2004). IND-PUU-7-2004-Kepmen
No. 200 Tahun 2004.
Lestari, I. (2016). Bab ii asosiasi komunitas lamun dengan makroalga. 14–52.
http://repository.unpas.ac.id/11870/4/BAB II.pdf
Maabuat, P. V., & Suoth, V. A. (2019). Pelatihan Jenis Dan Fungsi Lamun Di
Pesisir Dalam Upaya Konservasi Lamun Di Pesisir Kecamatan Bunaken
Daratan Kepada Siswa Sekolah Dasar GMIM Molas dan SD GMIM 88
Meras. VIVABIO: Jurnal Pengabdian Multidisiplin, 1(2), 22–26.
https://doi.org/10.35799/vivabio.1.2.2019.24935
Mardiansyah Assuyuti, Y., Farhan Rijaluddin, A., Ramadhan, F., & Bayu Zikrillah,
R. (2016). Estimasi jumlah biomassa lamun di Pulau Pramuka, Karya dan
Kotok Besar, Kepulauan Seribu, Jakarta. Depik, 5(2), 85–93.
https://doi.org/10.13170/depik.5.2.4914
Menez, E. G., Phillips, R. C., & Calumpong, H. P. (2013). Seagrasses from the
Philippines. Smithsonian Contributions to the Marine Sciences, 21, 40.
Nisa, R. N., & Bahri, S. (2022). Diversitas Echinoidea (bulu babi) pada zona
intertidal di kawasan Pantai Watu Leter Malang Selatan. Biometric, 1(3),
192–203.
Nugraha, A. H., Hazrul, H., Susiana, S., & Febrianto, T. (2020). Karakteristik
morfologi dan pertumbuhan lamun Halophila ovalis pada beberapa kawasan
pesisir Pulau Bintan. Depik, 9(3), 471–477.
https://doi.org/10.13170/depik.9.3.17781
Nugroho, F. S. (2018). Kelimpahan dan keanekaragaman ikan di padang lamun
pantai bama dan pantai kajang taman nasional baluran situbondo. Tugas
Akhir. https://repository.its.ac.id/55280/
Nur Annisa Ardhiani, Dwi Sukma Ardyanti, & Ade Suryanda. (2020). Peran
Padang Lamun Terhadap Hewan Asosiasi di Perairan Indonesia. Jurnal
Ekologi, Masyarakat Dan Sains, 1(2), 31–37.
https://doi.org/10.55448/ems.v1i2.15
Nusi, S. R. A. R. (2016). Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde,
Kec. Ponelo Kepulauan, Kab. Gorontalo Utara. Di. Jurnal Ilmiah Perikanan
Dan Kelautan, 1(1), 1–64.
Parawansa, B. S., Ningsih, I. F., & Omar, S. B. A. (2020). Biodiversitas Lamun di
Perairan Kepulauan Tonyaman, Kabupaten Polewali Mandar. Prosiding
Simposium Nasional VII Kelautan Dan Perikanan Unhas, 7, 155–168.
http://journal-old.unhas.ac.id/index.php/proceedingsimnaskp/article/view/
10804
Patech, L. R., Syukur, A., & Santoso, D. (2020). Kelimpahan dan
Keanekragaman Spesies Echinodermata sebagai Indikator Fungsi Ekologi
Lamun di Perairan Pesisir Lombok Timur. Jurnal Sains Teknologi &
Lingkungan, 6(1), 40–49. https://doi.org/10.29303/jstl.v6i1.148
Petta, C., Sudiarta, I. K., & Sudiarta, I. G. (2021). Struktur komunitas dan pola
sebaran jenis lamun di Pantai Batu Jimbar Sanur Bali. Gema Argo,
26(2011), 144–157.
Pradhana, H. D. W., Endrawati, H., & Susanto, A. (2021). Analisis Kesesuaian
Ekosistem Lamun sebagai Pendukung Ekowisata Bahari Pulau Panjang
Kabupaten Jepara. Journal of Marine Research, 10(2), 213–224.
36
https://doi.org/10.14710/jmr.v10i2.30118
Purnomo, A., & Nugraha, W. A. (2020). Hubungan Persen Penutupan Lamun
Dan Struktur Komunitas Echinodermata Di Pulau Ra’As. Jurnal Kelautan:
Indonesian Journal of Marine Science and Technology, 13(1), 56–66.
https://doi.org/10.21107/jk.v13i1.7251
Putra, I. N. G. (2019). Indonesia I Nyoman Giri Putra Program Studi Ilmu
Kelautan.
Putri, E. I. (2011). Tinjauan Umum Inventarisasi Echinodermata Inventarisasi
Serta Morfologi dan Anatomi Asteroidea (Bintang Laut) Bintang. Biologi
Sains, 53(9), 1689–1699.
Rahman, A. A., Nur, A. I., & Ramli, M. (2016). Studi Laju Pertumbuhan Lamun
(Enhalus Acoroides) di Perairan Pantai Desa Tanjung Tiram Kabupaten
Konawe Selatan. Jurnal Sapa Laut, 1(1), 10–16.
Ramili, Y., Bengen, D. G., Madduppa, H., & Kawaroe, M. (2018). Struktur Dan
Asosiasi Jenis Lamun Di Perairan Pulau-Pulau Hiri, Ternate, Maitara Dan
Tidore, Maluku Utara. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, 10(3),
651–665. https://doi.org/10.29244/jitkt.v10i3.22476
Rani, C., Basri, M., Bahar, D. Y., & Yolanda, M. (2020). Karakteristik Morfologi
Lamun Thalassodendron ciliatum (Forsskall) Hartog 1970 (Kelas:
Magnoliopsida,Famili : Cymodoceaceae) Berdasarkan Tipe Substrat di
Perairan Pantai Timur Kabupaten Bulukumba. Jurnal Kelautan Tropis, 23(1),
85. https://doi.org/10.14710/jkt.v23i1.6090
Rawung, S., Tilaar, F. F., & Rondonuwu, A. B. (2018). The Inventory of
Seagrasses in Marine Field Station of Faculty of Fisheries and Marine
Science in Subdistrict of East Likupang District North Minahasa. Jurnal
Ilmiah Platax, 6(2), 38. https://doi.org/10.35800/jip.6.2.2018.20619
Riniatsih, I. (2016a). Distribusi Jenis Lamun Dihubungkan dengan Sebaran
Nutrien Perairan di Padang Lamun Teluk Awur Jepara. Jurnal Kelautan
Tropis, 19(2), 101. https://doi.org/10.14710/jkt.v19i2.824
Riniatsih, I. (2016b). Struktur Komunitas Larva Ikan Pada Ekosistem Padang
Lamun Di Perairan Jepara. Jurnal Kelautan Tropis, 19(1), 21.
https://doi.org/10.14710/jkt.v19i1.596
SALMANU, S. I. A., & ARINI, I. (2020). Hubungan Faktor Fisik Lingkungan
Terhadap Keanekaragaman Dan Dominansi Echinodermata Di Zona
Intertidal Sekitar Dermaga Desa Hila Pulau Romang Kabupaten Maluku
Barat Daya. Biosel: Biology Science and Education, 8(2), 183.
https://doi.org/10.33477/bs.v8i2.1147
Sari, P. D., Ulqodry, T. Z., Aryawati, R., & Isnaini, I. (2019). Asosiasi Gastropoda
Dengan Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Tangkil Lampung. Jurnal
Penelitian Sains, 21(3), 131. https://doi.org/10.36706/jps.v21i3.546
Scotland, S. (2021). Sistem Perikanan Dan Kelautan Di Wilayah Kepulauan
(Issue April).
Setiawati, T., Alifah, M., Mutaqin, A. Z., Nurzaman, M., Irawan, B., & Budiono, R.
(2018). Studi Morfologi Beberapa Jenis Lamun di Pantai Timur dan Pantai
Barat, Cagar Alam Pangandaran. Jurnal Pro-Life, 5(1), 487–495.
Sitaba, R. D., Paruntu, C. P., & Wagey, B. T. (2021). Kajian Komunitas
Ekosistem Lamun Di Semenanjung Tarabitan Kecamatan Likupang Barat
Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Pesisir Dan Laut Tropis, 9(2), 24.
https://doi.org/10.35800/jplt.9.2.2021.34836
Tangke, U. (2010). Ekosistem padang lamun (Manfaat, Fungsi dan Rehabilitasi).
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 3(1), 9–29.
https://doi.org/10.29239/j.agrikan.3.1.9-29
Tebaiy, S. (2012). Kontribusi ekonomi sumber daya padang lamun berdasarkan
37
LAMPIRAN
4
39