Anda di halaman 1dari 16

108

Pengembangan Inovasi Pertanian 5(2), 2012: 108-123 Argono Rio Setioko

TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN UNTUK


MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS ITIK
HIBRIDA SERATI SEBAGAI
PENGHASIL DAGING1)
Argono Rio Setioko
Balai Penelitian Ternak, Jalan Banjarwaru, Ciawi Kotak Pos 221, Bogor 16002
Telp. (0251) 8240752, Faks. (0251) 8240754
e-mail: balitnak@litbang.deptan.go.id

Diajukan: 24 Januari 2012; Disetujui: 11 Maret 2012

ABSTRAK

Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki populasi itik terbesar di dunia dan bisnis itik
pedaging dewasa ini mulai beranjak naik. Selama periode 2005-2009, produksi daging itik meningkat
hingga 50% dengan laju pertumbuhan 12,5%/tahun. Tujuan tulisan ini adalah untuk memaparkan
beberapa temuan dan pemikiran tentang pengembangan inseminasi buatan (IB) dalam upaya
meningkatkan produktivitas itik hibrida serati untuk mendukung program penyediaan daging
nasional. Daging itik yang beredar di pasaran umumnya bersumber dari itik betina yang tidak produktif
atau afkir, itik jantan muda, dan itik serati. Itik serati yang merupakan persilangan antara entok jantan
(Cairina moschata) dan itik betina (Anas platyrhynchos) merupakan sumber daging yang potensial.
Pembentukan itik hibrida serati merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi dan
kualitas daging itik di Indonesia. Itik serati memiliki pertumbuhan cepat, bobot akhir yang seragam
antara jantan dan betina dengan daging dada yang lembut, besar, dan kandungan lemak rendah. Namun,
pengembangan itik serati oleh petani mengalami kesulitan karena rendahnya fertilitas hasil perkawinan
alami antara entok jantan dan itik betina, akibat perbedaan karakter fisik antara kedua jenis itik
tersebut. Perkawinan alami antara entok jantan dan itik betina hanya menghasilkan fertilitas 20-
30%, sedangkan penerapan teknologi IB menghasilkan fertilitas 76-85%. Hal ini menunjukkan
bahwa teknologi IB mampu meningkatkan fertilitas dalam pembentukan itik hibrida serati dibanding-
kan dengan kawin alami. Arah pengembangan itik hibrida serati dengan teknologi IB ke depan
difokuskan kepada dua sasaran yang saling terkait, yaitu pengembangan iptek dan komersialisasi.
Untuk itu perlu strategi antara lain perbaikan mutu genetik bibit induk itik serati, sosialisasi teknologi
IB kepada petani dan pembentukan penangkar bibit yang profesional di sentra produksi itik potong.
Untuk mengembangkan itik serati melalui IB pemerintah perlu menyediakan modal, invensi, dan
inovasi teknologi agar pengembangan itik hibrida serati ini dapat berjalan lancar dan lebih cepat.

Kata kunci: Itik serati, fertilitas, daging itik, inseminasi buatan

1)
Naskah disarikan dari bahan Orasi Profesor Riset yang disampaikan pada tanggal 11 Oktober 2011 di
Bogor.
Teknologi inseminasi buatan untuk meningkatkan ... 109

ABSTRACT
Technology of Artificial Insemination to Increase Productivity of Hybrid Mule Duck
for Meat Production

Indonesia is one of the largest duck population in the world and recently, duck meat busines has been
increasing. During the period of 2005-2009 duck meat production increased up to 50% with the
average of 12.5% per year. The objective of this paper is to describe some research findings on the
development of artificial insemination (AI) to increase the productivity of mule duck in supporting
national meat supply program. Currently, duck meat available in the market generally come from the
spent layer ducks, young male ducks, and mule ducks. Mule duck is a crossing between muscovy
(Cairina moschata) and common duck (Anas platyrhynchos). This is considered to be potential meat
producer. Production of hybrid mule duck is one of the alternative ways to increase duck meat
production and quality in Indonesia. Mule duck has faster growth, uniform weight between male and
female, and the brest muscle are soft, big, and low fat content. However, farmers have difficulties to
develope this duck due to low fertility obtained from natural mating. This because of the physical
characteristic differences between the two breeds. Fertility rate obtained from natural mating was only
20-30%, while application of AI technology could increase fertility up to 76-85%. This indicates that
AI technology has capability to improve fertility rate in the production of mule duck campared to
natural mating. The development of mule duck using AI technology will be focused on two major
targets, for science and technology and for commercials. The strategic for mule duck development
consists of genetic improvement of parent stock, socialization of AI technology to the farmers, and
improve profesional breeder at the central areas of duck meat production. To develop mule duck
using AI technique, the government should be responsible to provide capital, invention and innovation
technologies so that the development of hybrid mule duck can be faster.

Keywords: Mule ducks, fertility, duck meat, artificial insemination

PENDAHULUAN Itik berperan penting sebagai penyum-


bang protein hewani dengan produksi
Populasi itik dunia pada tahun 2009 ter- telur 251.800 ton/tahun atau 18,3% dari
catat 1,07 miliar ekor dan 75% di antaranya produksi telur nasional. Sebagai penghasil
terdapat di Asia Selatan dan Asia Tenggara daging, itik memberikan kontribusi sebe-
(FAOSTAT 2009). Di Indonesia, tambahan sar 27.900 ton atau 0,18% dari total daging
populasi itik dalam tiga tahun terakhir unggas yang mayoritas disuplai dari
mencapai 11 juta ekor (Ditjennak 2010) ayam ras (Ditjennak 2010). Peternakan
sehingga Indonesia termasuk negara itik umumnya berada di perdesaan dan
terbesar keempat yang memiliki populasi merupakan tumpuan hidup sebagian
itik tertinggi di dunia setelah China, masyarakat (Sudrajat 2001).
Vietnam, dan India (FAOSTAT 2009). Bisnis itik pedaging dewasa ini mulai
Jumlah rumah tangga yang terlibat beranjak naik. Sebelumnya itik pedaging
dalam usaha peternakan itik di Indonesia identik dengan itik pekin yang masih
dewasa ini hanya 285.000 atau 6,34% dari diimpor. Dalam periode 2005-2009, pro-
total rumah tangga peternak (Ditjennak duksi daging itik meningkat hingga 50%
2010). Itik umumnya dipelihara sebagai dengan laju 12,5%/tahun. Meningkatnya
penghasil telur dan hanya sebagian kecil jumlah restoran yang menyajikan itik
sebagai penghasil daging. goreng atau itik panggang sebagai menu
110 Argono Rio Setioko

favorit berdampak terhadap peningkatan Crainini dan famili Anatidae. Entok berasal
permintaan daging itik sehingga pengem- dari Amerika Tengah dan Selatan, namun
bangan komoditas ini ke depan dinilai sekarang sudah menyebar ke seluruh
prospektif (Suparyanto et al. 2003). benua (Delacour 1964). Pertumbuhan
Kebutuhan konsumsi itik pedaging di karunkel di kepala merupakan ciri entok,
Indonesia dipenuhi dari impor yang khususnya pada jantan.
sebagian besar berupa itik pekin dan dari Indonesia memiliki beberapa jenis itik,
itik lokal, berupa itik petelur afkir atau itik seperti alabio, mojosari, bali, magelang, dan
jantan muda. Mutu itik lokal jauh lebih tegal yang memiliki warna bulu spesifik.
rendah dan harganya lebih murah di- Beberapa peternak di Jawa dan Kalimantan
bandingkan dengan itik impor. menggunakan entok untuk menetaskan
Mutu itik lokal dapat ditingkatkan mela- telur itik, mengingat sifat mengeram dari
lui persilangan antara entok jantan dengan itik sudah hilang dalam proses domestikasi.
induk itik lokal untuk menghasilkan itik
pedaging unggul serati yang memiliki
warna bulu yang lebih menarik dan mulus. Dinamika Budi Daya Itik
Namun, perbedaan perilaku dan karakter
fisik kedua jenis unggas tersebut menye- Itik sudah dipelihara di Indonesia sejak
babkan perkawinan alami sulit dilakukan berabad-abad yang lalu. Hal ini diindi-
sehingga teknologi inseminasi buatan (IB) kasikan oleh patung ukiran itik pada candi
menjadi alternatif yang paling tepat. Hindu di Jawa yang dibangun sekitar 2.000
Makalah ini memaparkan beberapa temuan tahun silam (Green 1931). Pada Prasasti
dan pemikiran tentang pengembangan Pucangan di masa pemerintahan Raja
teknologi IB dalam upaya meningkatkan Anak Wungsu (1049-1077) di Kabupaten
produktivitas itik hibrida serati untuk Bangli, Bali, juga tertulis bahwa raja
mendukung program penyediaan daging mengabulkan permohonan penduduk
nasional. untuk memelihara anjing dan itik serta
berniaga (Syarieva et al. 2010).
Usaha pemeliharaan itik terus ber-
DINAMIKA BUDI DAYA DAN kembang hingga zaman Hindia Belanda.
SUMBER DAGING ITIK DI Pada masa itu, itik khaki campbell dan pekin
INDONESIA masuk ke Indonesia. Meski itik impor mulai
berkembang, itik lokal berkembang pula
Status Keanekaragaman Itik dan tetap dipelihara oleh peternak.
Itik biasanya digembala secara ber-
Itik domestik yang ada sekarang berasal pindah-pindah di kawasan persawahan
dari itik liar, yaitu itik mallard berkepala setelah panen dengan memanfaatkan padi
hijau (green-headed mallard), Anas yang rontok dan biota sawah sebagai
platyrhynchos platyrhynchos (Hetzel sumber pakan (Setioko 1984; Setioko et al.
1985). Ada sekitar 40 spesies dari genus 1985a) sehingga biaya pakan rendah
Anas yang ada di dunia dan beberapa (Setioko 1997d). Sistem gembala ini mem-
spesies berhasil didomestikasi (Delacour punyai beberapa ciri, antara lain berskala
1964). Entok termasuk genus Cairina, suku kecil (50-200 ekor), merupakan usaha
Teknologi inseminasi buatan untuk meningkatkan ... 111

turun-temurun, dan menyebar di areal tidak produktif atau afkir, itik jantan muda
persawahan yang luas (Setioko et al. sebagai itik pedaging, dan itik serati.
1985b; Setioko 1997c). Produksi telur itik Daging itik betina afkir dan jantan muda
berfluktuasi, bergantung pada keterse- kurang disukai masyarakat karena alot
diaan pakan dan kemampuan penggembala dan penampilannya kurang menarik
mencari tempat yang tersedia pakan (Harjosworo et al. 2001). Hal ini karena itik
(Setioko 1990, 1991b). petelur mempunyai badan yang langsing
Pada tahun 1960-an, saat sawah hanya dan bobot dagingnya rendah. Selain rasa
ditanami padi satu kali dalam satu tahun dan baunya anyir atau menyimpang dari
dan penggunaan pupuk kimia dan normal, daging itik betina afkir umum-
pestisida belum berkembang, ketersediaan nya keras, warnanya coklat kemerahan
pakan itik di sawah berlimpah. Namun, sejak (Lukman 1995; Hustiany et al. 2001), dan
padi unggul dikembangkan yang diba- memiliki serabut otot yang besar (Sudja-
rengi dengan penggunaan pupuk kimia, tinah 1998). Cara pemrosesan karkas yang
pestisida, dan pengolahan tanah secara kurang baik juga menyebabkan bau apek
intensif, ketersediaan pakan di areal dan penampilan yang kurang menarik
persawahan berkurang. Akibatnya, sistem sehingga harga daging itik relatif rendah.
pemeliharaan itik bergeser dari penggem- Bobot hidup itik betina afkir berkisar
balaan menjadi semiintensif atau intensif antara 1,3-1,4 kg dan setelah dipotong
(Evans dan Setioko 1983; Prasetyo dan hanya menghasilkan karkas 0,9 kg.
Setioko 2008). Itik jantan muda kurang diminati oleh
Bahan pakan yang dikonsumsi itik usaha pembesaran itik pedaging karena
gembala sebagian besar adalah padi dan tidak efisien dalam penggunaan pakan.
keong. Hasil pemeriksaan isi tembolok itik Untuk mencapai bobot hidup 1,1 kg
menunjukkan, komposisi bahan pakan diperlukan waktu sekitar 10 minggu dengan
terdiri atas padi 77,2%, keong 17,4%, konversi pakan bervariasi antara 4,19-6,02
serangga 1,0%, rumput 0,5%, katak kecil (Sinurat et al. 1993; Iskandar et al. 1995).
0,2%, dan bahan yang tidak teridentifi- Namun, itik jantan muda memiliki ke-
kasi 3,6% (Evans dan Setioko 1985; Setioko unggulan, mampu mengonsumsi ransum
1997d). Dengan komposisi pakan seperti 7,5 kg/ekor/8 minggu dengan kandungan
tersebut, produksi telur dalam setahun serat kasar tinggi. Ransum berserat rendah
rata-rata kurang dari 30% (Evans dan hanya dikonsumsi 4,4-5,5 kg/ekor/8
Setioko 1982; Setioko 1991a), padahal minggu.
dengan pemberian pakan tambahan, Usaha penggemukan itik jantan muda
produksi telur itik gembala mampu dengan memanfaatkan dedak hingga 80%
meningkat menjadi 47% (Setioko et al. dan ikan runcah 20% mampu memberikan
1992). keuntungan yang lebih baik dibandingkan
dengan ransum komersial (Iskandar et al.
2001). Baik itik jantan maupun itik betina
Sumber Daging Itik afkir umumnya dijual berdasarkan jumlah
dan ukuran, bukan kualitas dagingnya.
Daging itik yang beredar di pasaran Unggas air lainnya seperti entok,
umumnya bersumber dari itik betina yang angsa, dan soang juga merupakan sumber
112 Argono Rio Setioko

daging. Namun, populasinya rendah dan 2005). Itik ini juga memiliki rasio kelamin
produksi telurnya sedikit sehingga peng- jantan dan betina 6 : 4 (Dharma et al.
adaannya dalam jumlah banyak mengalami 2001), dibandingkan dengan unggas lain
kendala. yang umumnya 5 : 5.
Itik serati (mule duck) yang merupakan Itik serati memiliki daging dada yang
persilangan antara entok jantan (Cairina besar dan kandungan lemak yang rendah
moschata) dan itik betina (Anas platyrhyn- (Retailleau 1999) sehingga disenangi oleh
chos) merupakan sumber daging yang konsumen. Itik serati dan itik lokal memi-
potensial. Perkawinan kedua spesies liki sifat dewasa kelamin lebih awal
tersebut masih dimungkinkan, namun dibandingkan dengan entok. Itik hibrida
terbatas sampai hibrida saja dan tidak serati mampu menimbun sifat-sifat bagian
dapat dibentuk sebagai rumpun baru. karkas yang bernilai, sifat pertumbuhan
Pembentukan itik hibrida serati meru- dan dewasa kelamin dari tetua betina, dan
pakan salah satu alternatif untuk mening- sifat perdagingan dari tetua jantan.
katkan produksi dan kualitas daging itik di Keunggulan lain dari itik serati adalah
Indonesia (Setioko 2003b; Prasetyo et al. produksi telur induk tinggi sehingga ber-
2005). Itik serati merupakan sumber daging potensi menghasilkan itik dalam jumlah
yang diminati oleh konsumen sehingga besar (Setioko 2005).
perlu dikembangkan dalam skala usaha Penelitian di Kalimantan Selatan dan
besar. Pengembangan itik hibrida diharap- Jawa Barat menunjukkan, itik serati hasil
kan dapat mengurangi ketergantungan persilangan antara entok dan itik lokal
pada daging unggas impor sehingga setempat mampu beradaptasi pada ling-
mendukung upaya kemandirian pangan. kungan perdesaan dengan memiliki per-
tumbuhan yang bervariasi, bergantung
pada cara pemeliharaan (Setioko et al.
PROSPEK PENGEMBANGAN 2002a). Di Kalimantan Selatan, umur po-
ITIK HIBRIDA SERATI tong itik bervariasi antara 8-10 minggu,
dengan bobot potong rata-rata 1,6 kg. Di
Prospek pengembangan itik hibrida serati Jawa Barat, dengan pakan dan manajemen
di Indonesia dapat ditinjau dari perspektif yang lebih baik, bobot potong hidup itik
keunggulan, peluang, dan efektivitas IB. serati pada umur 8 minggu mampu
mencapai 2,2 kg, bergantung pula pada
kualitas bibit tetua dan kandungan gizi
Keunggulan dalam ransum.
Penelitian terhadap hasil perkawinan
Itik serati memiliki keunggulan, antara itik pekin sebagai itik pedaging dengan itik
lain pertumbuhan cepat, tahan terhadap alabio (PA) maupun mojosari (PM) sebagai
penyakit, dan mampu mengubah pakan induk itik serati menunjukkan produksi
berkualitas rendah menjadi daging (Dwi- telur selama delapan bulan berturut-turut
Putro 2003; Bakrie et al. 2005). Itik serati 204 + 38 butir atau 81,6% dan 185 + 37 butir
juga memiliki bobot akhir yang seragam atau 74,0%, dengan daya tetas cukup
antara jantan dan betina, tingkat kemati- tinggi (Setioko et al. 2004). Ini berarti itik
an rendah, daging lembut, tebal, dan PA maupun PM potensial digunakan
berwarna coklat muda (Sumiati et al. sebagai induk itik serati. Itik serati hasil
Teknologi inseminasi buatan untuk meningkatkan ... 113

perkawinan entok jantan dengan itik PA selama 8-10 minggu (Setioko et al. 2002a)
atau PM, yang disebut EPA dan EPM, sehingga berpeluang besar untuk dikem-
memiliki bobot hidup masing-masing 2,83 bangkan dan diusahakan sebagai sumber
kg dan 2,88 kg pada umur 10 minggu penghasilan. Hotel dan restoran kelas
(Suparyanto 2005). Data ini menunjukkan, menengah ke atas, terutama di kota-kota
pemeliharaan itik serati hingga 10 minggu besar, menghendaki daging itik yang
mampu menghasilkan bobot hidup yang berkualitas. Hal ini merupakan peluang
relatif tinggi. pasar yang prospektif bagi pengembangan
itik serati.

Peluang
Perkembangan IB pada Itik
Itik pedaging serati di Taiwan berasal dari
hasil persilangan antara itik pekin jantan Teknologi IB pada itik dikembangkan
dan itik petelur tsaiya putih, yang pertama kali di Jepang dan China (Wata-
menghasilkan itik kaiya, kemudian di- nabe 1961; Huang dan Chow 1974),
kawinkan dengan entok jantan untuk sementara untuk menghasilkan itik serati
menghasilkan itik serati (Tai dan Tai secara intensif baru dikembangkan di
1991). Mengacu pada keberhasilan pe- Taiwan pada tahun 1970 dan Perancis pada
ngembangan itik serati di Taiwan, telah tahun 1986. Pada awalnya, IB dilakukan
dilakukan persilangan antara itik pekin untuk mengatasi rendahnya fertilitas
dengan itik lokal mojosari putih untuk kawin alami yang hanya mampu mening-
membentuk satu galur induk yang berbulu katkan kesuburan 10-15% untuk meng-
putih (Suparyanto 2005). Persilangan hasilkan itik serati. Dengan berkem-
antara itik pekin (P) dengan mojosari putih bangnya IB di Taiwan, sejumlah besar telur
(Mp) atau PMp memunculkan warna bulu hasil perkawinan entok dan itik kaiya telah
putih polos 100%. Hal ini menunjukkan ditetaskan dengan fertilitas rata-rata 86%
bahwa warna putih bulu Mp diatur oleh (Tai dan Tai 1991).
gen resesif dalam keadaan homozigot Di Indonesia, IB untuk menghasilkan
(Setioko et al. 2005). Itik PMp yang ter- itik serati belum berkembang, namun
bentuk melalui proses seleksi pemantapan beberapa peternak di Depok, Jawa Barat,
ini berpeluang untuk dikembangkan telah bekerja sama dengan Balai Penelitian
menjadi female line yang disilangkan Ternak (Balitnak) untuk merintis penerap-
dengan entok putih untuk mendapatkan an IB pada itik lokal dengan sperma entok.
itik serati yang berbulu putih. Itik serati Hal ini diharapkan dapat memicu pengem-
putih memiliki peluang pasar yang tinggi bangan IB secara luas.
karena kualitas karkasnya lebih baik,
bahkan harga itik putih di Bali jauh lebih
mahal dibanding itik lainnya. Kelemahan Itik Serati
Analisis ekonomi menunjukkan, ke-
untungan pemeliharaan itik serati hasil Kelemahan itik serati antara lain adalah
persilangan entok dan itik alabio di Jawa warna kulit karkas yang kusam karena
Barat dan Kalimantan Selatan masing- pangkal bulu berwarna hitam yang masih
masing Rp10.700 dan Rp11.500/ekor tersisa di bawah kulit. Hal ini berpengaruh
114 Argono Rio Setioko

terhadap penampilan kualitas karkas dan PENINGKATAN FERTILITAS TETUA


harga jual. Oleh karena itu, pembentukan ITIK SERATI DENGAN TEKNOLOGI
itik PMp merupakan prioritas utama dalam INSEMINASI BUATAN
pengembangan itik serati.
Kematian dini embrio merupakan Peningkatan fertilitas tetua itik serati dapat
kelemahan dalam pengembangan itik dilakukan melalui peningkatan mutu
hibrida serati. Faktor yang menyebabkan genetik dan lingkungan. Pada makalah ini,
kematian antara lain adalah kondisi dan peningkatan fertilitas itik ditekankan pada
lama penyimpanan telur dan urutan clutch aspek lingkungan, yaitu manajemen IB. Di
(Setioko et al. 1985a). Ukuran blastoderm Taiwan, Perancis, dan beberapa negara
pada telur yang dihasilkan pada posisi Eropa Timur telah dikembangkan teknologi
clutch pertama dan terakhir lebih ber- IB untuk menghasilkan itik serati komersial.
kembang dibandingkan dengan ukuran Di Indonesia, pengembangan itik serati
blastoderm pada telur-telur dengan cluth juga memerlukan teknologi IB untuk
di antara posisi tersebut (Bernier et al. memperoleh fertilitas dan produktivitas
1951). Penyimpanan sperma pada kondisi yang tinggi.
suboptimal sebelum IB dan umur induk
juga memengaruhi kematian embrio
(Sexton 1988). Telur dari induk yang masih Proses Fertilisasi Melalui
muda menghasilkan kematian embrio dini Teknologi IB
yang lebih banyak. Untuk telur induk
yang lebih tua, kematian embrio lebih Fertilitas adalah persentase telur yang di-
banyak terjadi pada akhir masa inkubasi buahi/fertil dibandingkan dengan jumlah
(Brake et al. 1993). Kematian dini embrio telur yang diset pada inkubator. Lama
pada itik serati mungkin disebabkan oleh fertilitas merupakan interval waktu, mulai
penyimpangan kromosom (Hailu et al. dari inseminasi hingga telur fertil terakhir
1995). Untuk memperoleh itik serati yang (Setioko 1997a). Fertilitas umumnya
unggul, diharapkan teknologi IB dapat ditentukan melalui candling atau pene-
dikembangkan ke wilayah pengembangan ropongan telur pada hari ketujuh masa
itik hibrida serati sehingga kebutuhan inkubasi. Semakin tinggi tingkat fertilitas,
daging yang berkualitas dapat dipenuhi. semakin baik proses IB, dan semakin
Kelemahan lain dalam pengembangan efisien penggunaan pejantan.
itik serati oleh petani/peternak adalah Penggunaan semen entok yang di-
sulitnya memperoleh DOD dalam jumlah campur menjadi satu ternyata mampu
banyak secara kontinu. Akibatnya, peme- menghilangkan pengaruh individu entok
liharaan itik serati dalam jumlah banyak sehingga dapat meningkatkan fertilitas
menghadapi masalah dalam penyediaan (Setioko 2003a). Semen entok lebih encer
bibit (Brake et al. 1993). Hal ini disebabkan dan volumenya lebih banyak diban-
oleh rendahnya fertilitas hasil perkawinan dingkan dengan semen itik.
alami antara entok jantan dan itik betina Perkawinan alami antara entok jantan
karena perbedaan karakter fisik antara dan itik betina hanya menghasilkan
kedua jenis itik tersebut (Setioko 1997b; fertilitas 20-30%, sedangkan penerapan
Suryana 2008). teknologi IB menghasilkan fertilitas
Teknologi inseminasi buatan untuk meningkatkan ... 115

hingga 80% (Metzer Farms 2005). Itik alabio semen ditampung pada tabung gelas
dan itik tegal yang diinseminasi dengan (Watanabe dan Sugomiri 1957). Penam-
semen entok menghasilkan fertilitas pungan semen entok dengan teknik VB
berturut-turut 85% dan 76% pada empat menghasilkan volume, konsentrasi, dan
hari setelah IB (Setioko 1992). Hal ini me- jumlah spermatozoa tiap ejakulasi rata-rata
nunjukkan bahwa teknologi IB mampu 1,01 ml, 0,94 x 109 spermatozoa/ml atau 0,95
meningkatkan fertilitas dalam pemben- x 109 spermatozoa (Tan 1980a).
tukan itik hibrida serati dibandingkan Pengumpulan semen entok dengan
dengan kawin alami. metode VB telah banyak dilakukan oleh
Beberapa faktor yang memengaruhi peternak di dalam maupun luar negeri.
upaya peningkatan fertilitas telur telah Tingkat keberhasilan pengumpulan semen
diteliti dari berbagai aspek, sebagaimana pada itik pekin dengan metode VB rata-
dipaparkan berikut ini. rata 74% (Setioko 2003a), sedangkan pada
entok 70% (Setioko dan Lindsay 1983).
Semakin tinggi tingkat keberhasilan
Penampungan Semen penampungan, semakin efisien peng-
gunaan pejantan dan semakin tinggi
Volume semen, konsentrasi sperma, dan fertilitas telur yang dihasilkan.
jumlah spermatozoa setiap ejakulasi sangat
menentukan keberhasilan IB. Oleh karena
itu, penampungan semen entok memer- Frekuensi Penampungan Semen
lukan manajemen dan teknik yang tepat
untuk memperoleh hasil yang memuas- Unggas jantan dapat kawin hingga 41
kan. Tidak semua entok jantan langsung kali dalam sehari dan sifat ini umumnya
dapat ditampung semennya, tetapi perlu diturunkan (Guhl 1951). Unggas jantan
dilatih dan dapat dikawinkan di kandang yang sering melakukan perkawinan
baterai. menghasilkan sebagian besar ejakulasi
bukan sperma (aspermic ejaculate) (Lake
1967) sehingga fertilitas telur yang
Teknik Penampungan Semen dihasilkan rendah. Begitu juga penam-
pungan semen untuk IB, semakin sering
Metode penampungan semen dengan entok jantan diambil semennya, semakin
vagina buatan (VB) pada itik alabio meng- menurun kualitas dan kuantitas semen
hasilkan volume, konsentrasi, dan jumlah yang dihasilkan. Hal ini akan berdampak
spermatozoa hampir dua kali lipat untuk terhadap rendahnya fertilitas.
setiap ejakulasi dengan fertilitas yang Dengan teknologi VB, volume dan
lebih tinggi dibandingkan dengan pe- konsentrasi spermatozoa tiap ejakulasi
ngumpulan semen secara inkonvensional pada entok tidak menurun secara nyata
berupa rangsangan urut dan rangsangan dengan meningkatnya frekuensi penam-
listrik (Setioko dan Hetzel 1984). Pengum- pungan semen dari satu kali menjadi tiga
pulan semen dilakukan dengan metode VB, kali per minggu (Setioko dan Kusuma-
membiarkan itik kawin secara alami di ningrum 2002; Setioko et al. 2002b). Hal
kandang baterai, dan pada saat ejakulasi ini menunjukkan bahwa peningkatan fre-
116 Argono Rio Setioko

kuensi penampungan semen sampai tiga reproduksi, di bagian utero-vaginal gland


kali per minggu masih efisien karena (UVG) sebelum melakukan pembuahan
kualitas semen masih bisa dipertahankan (Bobr et al. 1964). UVG terletak antara
dan total volume semen meningkat. uterus dan vagina. Setelah perkawinan atau
Penampungan semen entok setiap hari inseminasi, sebagian spermatozoa ter-
dengan teknik VB lebih efisien dibanding simpan dalam UVG sehingga cadangan
satu kali atau dua kali per minggu (Tan spermatozoa menjadi faktor pembatas dari
1980b). Melalui metode VB, satu ekor en- fertilitas telur.
tok jantan yang ditampung semennya Dalam proses inseminasi, spermatozoa
setiap hari mampu membuahi 51 ekor itik harus tersimpan dalam UVG sehingga
betina dengan tingkat fertilitas 80%. Teknik teknik inseminasi menjadi penting agar
ini telah banyak dilakukan oleh peternak spermatozoa tidak keluar melalui vagina
pembibitan itik serati, terutama di Taiwan atau masuk ke dalam anterior oviduk.
dan Perancis. Untuk itu, perlu diketahui kedalaman yang
tepat dalam pelaksanaan inseminasi. Hal
ini berperan penting dalam memperoleh
Pembekuan Semen fertilitas yang optimum. Itik alabio yang
diinseminasi dengan sperma entok di
Untuk meningkatkan efisiensi peme- bagian vagina menghasilkan fertilitas
liharaan entok jantan dalam pembentukan yang paling baik, mencapai 90,6% sampai
itik hibrida serati dengan teknologi IB, hari keempat setelah inseminasi (Setioko
dalam jangka panjang semen entok perlu et al. 2000b), sedangkan inseminasi pada
disimpan dalam bentuk beku. Pengujian UVG dan uterus menghasilkan fertilitas
menunjukkan, krioprotektan yang terbaik yang lebih rendah, masing-masing 78,3%
untuk pembekuan semen entok adalah dan 76,3%. Oleh karena itu, inseminasi
dimethylformamide (DMF) atau dimethyl- harus dilakukan pada sisi yang benar
sulfoxide (DMSO) daripada gliserol. sehingga seluruh sperma akan masuk ke
Jumlah spermatozoa yang hidup masing- dalam saluran reproduksi betina.
masing 54,4% dan 53,5% dengan krio-
protektan DMF dan DMSO dibanding
34,1% dengan krioprotektan gliserol Dosis Inseminasi
(Kusumaningrum et al. 2002; Setioko et al.
2003). Krioprotektan ini telah banyak Sejumlah spermatozoa secara reguler
diproduksi dan mudah didapat dengan akan melakukan perjalanan dari UVG ke
harga relatif murah. infundibulum untuk membuahi sel telur
(fertilisasi) yang diovulasikan bersama
kuning telur dari ovarium. Secara bertahap,
Proses Inseminasi kuning telur dengan sel telur yang telah
dibuahi akan mengalami proses pembuatan
Salah satu keunggulan reproduksi unggas telur mulai dari lapisan putih telur kental,
adalah betina akan terus menghasilkan putih telur cair, membran telur, dan
telur fertil selama beberapa hari setelah kerabang. Telur yang telah sempurna akan
inseminasi. Hal ini karena spermatozoa dikeluarkan dari uterus melalui kloaka.
tersimpan sementara dalam saluran Proporsi telur yang fertil akan turun secara
Teknologi inseminasi buatan untuk meningkatkan ... 117

drastis pada hari kelima setelah inseminasi pada upaya peningkatan fertilitas dan
(Setioko et al. 2000a). daya tetas itik. Seleksi terhadap itik lokal
Keberhasilan IB yang ditandai oleh sebagai induk serati dengan fertilitas tinggi
tingginya tingkat fertilitas ditentukan oleh diperlukan untuk meningkatkan fertilitas
jumlah spermatozoa yang diinseminasikan. dan penggunaan teknologi IB yang sesuai
Umumnya IB pada unggas menggunakan dengan kaidah dan proses inseminasi
standar volume untuk inseminasi. Meng- pada itik. Seleksi juga dilakukan untuk
ingat konsentrasi spermatozoa bervariasi mendapatkan entok jantan yang memiliki
antarindividu itik maka penggunaan pertambahan bobot hidup yang tinggi dan
volume sebagai standar inseminasi berwarna putih sebagai pejantan itik
menyebabkan jumlah spermatozoa yang serati.
diinseminasikan juga bervariasi. Untuk Pengembangan secara komersial di-
efektivitas, efisiensi, dan penentuan fokuskan pada itik serati yang memiliki
standar jumlah spermatozoa yang perlu bobot hidup 3 kg/ekor pada umur 10
diinseminasikan, telah dilakukan inse- minggu dan warna kulit karkas putih. Itik
minasi pada itik alabio menggunakan serati diharapkan dapat mengganti itik
semen entok dengan dosis 50, 100, 150, pedaging impor untuk pasar hotel dan
dan 200 juta spermatozoa/inseminasi. restoran di kota-kota besar di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan, penggu- Pengembangannya diarahkan ke pinggir-
naan dosis 150 juta spermatozoa meng- an kota atau daerah yang dekat dengan
hasilkan fertilitas yang paling lama, konsumen.
mencapai empat hari (Setioko et al. 2000a).
Oleh karena itu, disarankan untuk meng-
gunakan dosis 150 juta spermatozoa/ Strategi Pengembangan
inseminasi dengan frekuensi inseminasi
dua kali per minggu. Mencermati permintaan terhadap daging
Teknologi IB sudah terbukti dapat itik yang terus meningkat, diperlukan
meningkatkan fertilitas dalam pemben- strategi pengembangan itik hibrida serati
tukan itik hibrida serati dibandingkan yang berkualitas, aman bagi kesehatan,
dengan kawin alami. Oleh karena itu, tek- dan dapat diproduksi dalam jumlah besar,
nologi ini perlu didiseminasikan agar dapat baik melalui pengembangan iptek mau-
dimanfaatkan oleh masyarakat luas. pun secara komersial sebagai berikut:
1. Melakukan seleksi terhadap entok
sebagai pejantan yang unggul dan
ARAH DAN STRATEGI induk itik yang memiliki telur banyak
PENGEMBANGAN dan berbulu putih.
2. Memperbaiki mutu genetik bibit induk
Arah Pengembangan itik serati, antara lain dengan meman-
faatkan itik lokal melalui seleksi sampai
Arah pengembangan itik hibrida serati gen-gen yang diinginkan dapat ter-
dengan teknologi IB ke depan difokuskan fiksasi.
kepada dua sasaran yang saling terkait, 3. Mensosialisasikan teknologi IB kepada
yaitu pengembangan iptek dan komer- petani/peternak untuk mendapatkan
sialisasi. Pengembangan iptek dipusatkan itik serati.
118 Argono Rio Setioko

4. Medorong percepatan penyebaran yang rendah. Kondisi demikian dapat


bibit itik hibrida serati secara komersial diatasi melalui persilangan dengan
dengan pembentukan penangkar bibit jenis itik PMp dan entok warna putih
yang profesional di wilayah yang melalui IB. Pelaksanaannya dilakukan
berdekatan dengan sentra produksi itik secara tepat mulai dari penampungan
potong. semen dengan vagina buatan, proses
5. Membentuk spesialisasi usaha untuk inseminasi, dosis spermatozoa 150 juta/
mengembangkan bibit berdasarkan inseminasi, dan seleksi induk yang
jenis usaha, antara lain produksi telur mempunyai fertilitas tinggi.
tetas, penetasan, pembesaran/peng- 4. Arah dan strategi pengembangan
gemukan, dan pengolahan pasca- iptek difokuskan pada peningkatan
panen. fertilitas melalui seleksi induk, di
6. Meningkatkan kemampuan petani samping pembentukan entok unggul
dalam penetasan telur itik dengan sebagai pejantan. Pengembangan
daya tetas optimal, antara lain dengan secara komersial difokuskan untuk
menggunakan mesin tetas sederhana menghasilkan itik serati yang memiliki
berkapasitas 100-500 butir dengan laju pertambahan bobot hidup yang
sumber pemanas lampu minyak atau tinggi dengan warna kulit karkas putih
lampu listrik dengan prinsip efisien sehingga dapat mengganti itik pe-
dan efektif. daging impor.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Implikasi Kebijakan


KEBIJAKAN
Mengingat kebutuhan akan daging itik
Kesimpulan terus meningkat diperlukan kebijakan
sebagai berikut:
1. Itik mempunyai peran penting dalam 1. Pemerintah perlu menyediakan modal,
pembangunan nasional, terutama invensi dan inovasi teknologi, kelem-
dalam penyediaan pangan berupa bagaan, dan promosi agar pengem-
daging yang memiliki kandungan bangan itik hibrida serati dapat berjalan
protein cukup tinggi. lancar dan lebih cepat.
2. Itik sebagai penghasil daging di 2. Perlu adanya program kemitraan antara
Indonesia sangat beragam, yaitu itik peternak dan swasta melalui kelompok
betina afkir, itik jantan muda, unggas untuk mewujudkan usaha peternakan
air lainnya (entok, angsa dan soang), itik serati yang tangguh dan berkelan-
itik pekin yang masih diimpor, dan itik jutan.
serati. Itik yang paling potensial di- 3. Pengaturan kawasan industri itik serati
kembangkan sebagai itik pedaging, agar pelayanan kesehatan ternak,
adalah itik hibrida serati. kebersihan lingkungan, dan kualitas
3. Itik serati memiliki warna kulit karkas produk yang dihasilkan dapat dikontrol
yang gelap kehitaman dan fertilitas dengan baik.
Teknologi inseminasi buatan untuk meningkatkan ... 119

DAFTAR PUSTAKA Evans, A.J. and A.R. Setioko. 1982. Egg


production of two fully herded duck
Bakrie, B., Suwandi, dan L. Simanjuntak. flocks in West Java. Research Report.
2005. Prospek pemeliharaan terpadu Animal Research and Development
“Tik-Tok” dengan padi, ikan, dan Project, Research Institute for Animal
Azolla di wilayah propinsi DKI Jakarta. Production, Bogor. p. 57.
Wartazoa 15(3): 128-135. Evans, A.J. and A.R. Setioko. 1983.
Bernier, P.E., R.W. Taylor, and C.A. Guns. Management of fully herded ducks
1951. The relative effect of inbreeding in Indonesia. p. 1-7. Proceeding of
and outbreeding on reproduction on Technical Seminar on World’s Poultry
domestic fowl. Hilgardia 20: 529-628. Science Association, Far East and
Bobr, L.W., F.W. Lorenz, and F.X. South Pacific Federation of Branches,
Ogaswara. 1964. Distribution of sper- Adelaide, Australia, 22 Spetember
matozoa in the oviduct and fertility 1983.
in domestic birds: Residence sites of Evans, A.J. and A.R. Setioko. 1985.
spermatozoa in fowl oviduct. J. Reprod. Traditional systems of layer flock
Fert. 8: 39-47. management in Indonesia. p. 306-322.
Brake, J., T.J. Walsh, and S.V. Vick. 1993. In D.J. Farrell and P. Stapleton (Eds.).
Relationship of egg storage time, Production Science and World Practice.
storage condition, flock age, eggshell Univerity of New England, New South
and albumen characteristics, incu- Wales, Australia.
bation condition, and machine capacity FAOSTAT. 2009. Food and Agriculture
to broiler hatchability–Review and Organization Statistics on Livestock
model synthesis . Zootech Int. 16(1): Population. Asian Livestock. FAO,
30-41. Rome.
Delacour, J. 1964. The Waterfowl of the Green, B. 1931. The Indian Runner Duck:
World. Vol. 4. Country Live, London. Prolific and profitable − Hints of
Dharma, Y.A., Rukmiasih, dan P.S. management. p. 49-54. In A Duck
Hardjosworo. 2001. Ciri-ciri fisik telur Raiser’s Advice, Queensland.
tetas itik mandalung dan rasio jantan Guhl, A.M. 1951. Measurable differences
dengan betina yang dihasilkan. hlm. of the mating behaviour of cock. Poult.
208-212. Prosiding Lokakarya Naional Sci. 30: 687.
Unggas Air. Pengembangan Agribis- Hailu, C., K.U. Wagner, W. Saar, and H.
nis Unggas Air sebagai Peluang Usaha Pingel. 1995. Frequency of chro-
Baru. Pustaka Wirausaha Muda, mosome aberration in association with
Bogor. embryonic mortality of hybrid duck.
Ditjennak (Direktorat Jenderal Peter- p. 304-308. Proceeding of the 10th
nakan). 2010. Statistik Peternakan 2010. European Symposium on Waterfowl,
Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Halle (Saale), Germany.
Dwi-Putro, A.H. 2003. Penampilan Itik, Harjosworo, P.S., A.R. Setioko, P.P. Ketaren,
Entok dan Mandalung yang Dipelihara L.H. Prasetyo, A.P. Sinurat, dan Ruk-
Secara Intensif. Skripsi. Fakultas miasih. 2001. Perkembangan tekno-
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, logi peternakan unggas air di Indo-
Bogor. nesia. hlm. 22-41. Prosiding Lokakarya
120 Argono Rio Setioko

Nasional Unggas Air. Pengembangan appraisal. World Poult. Sci. J. 23(2):


Agribisnis Unggas Air sebagai Peluang 111-132.
Usaha Baru. Pustaka Wirausaha Muda, Lukman, H. 1995. Perbedaan Karakteristik
Bogor. Daging, Karkas dan Sifat Olahannya
Hetzel, D.J.S. 1985. Domestic ducks: An Antara Itik Afkir dan Ayam Petelur
historical perspective. p. 1-5. In D.J. Afkir. Tesis. Program Pascasarjana
Farrell and P. Stapleteon (Eds.). Duck Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Production Science and World Practice. Metzer Farms. 2005. Duck, goose and game
University of New England. birds hatchery. What is a mule duck?
Huang, H.H. and T. C. Chow. 1974. Artificial http://www.metzerfarms.com/FAQ.
insemination in mule duck production. cfm#mule. [25 August 2010].
p. 261-262. Proc. XV World Poultry Prasetyo, L.H., P.P. Ketaren, dan P.S.
Congress, New Orleans, Washington, Hardjosworo. 2005. Perkembangan
DC, the United States of America. teknologi budidaya itik di Indonesia.
Hustiany, R., Apriyantono, J. Herma- hlm. 145-161. Prosiding Lokakarya
nianto, dan P. Hardjosworo. 2001. Unggas Air II. Ciawi, 16-17 November
Identifikasi komponen volatil daging 2005.
itik lokal Jawa. hlm. 192-201. Prosiding Prasetyo, L.H. and A.R. Setioko. 2008. Is
Lokakarya Nasional Unggas Air. there a future for the scavenging duck?
Pengembangan Agribisnis Unggas Air XXIII World’s Poultry Congress,
sebagai Peluang Usaha Baru. Pustaka Brisbane, Australia, 30 June-4 July
Wirausaha Muda, Bogor. 2008: 147.
Iskandar, S., D. Zainudin, T. Susanti, A.R. Retailleau, B. 1999. Comparison of the
Setioko, dan U. Hidayat. 1995. Kinerja growth and body composition of 3
anak itik jantan mojosari diberi pakan types of ducks: pekin, muscovy and
yang disimpan dalam tepung zeolit mule. p. 597-602. Proceeding the 1st
atau arang. Ilmu dan Peternakan 8(2): World Waterfowl Conference, Tai-
32-37. chung, Taiwan, ROC, 1-4 December
Iskandar, S., V.S. Nugraha, D.M. Suci, dan 1999.
A.R. Setioko. 2001. Adaptasi biologis Setioko, A.R. and D.R. Lindsay. 1983.
itik jantan muda lokal terhadap ransum Frequency of semen collection in
berkadar dedak tinggi. hlm. 118-127. relation to semen characteristics and
Prosiding Lokakarya Nasional Unggas fertility in pekin ducks. Philippine J.
Air. Pengembangan Agribisnis Unggas Vet. Anim. Prod. 9(4): 249.
Air sebagai Peluang Usaha Baru. Setioko, A.R. 1984. Sistem pemeliharaan
Pustaka Wirausaha Muda, Bogor. itik gembala di pedesaan. Wartazoa 1(4):
Kusumaningrum, D.A., P. Situmorang, A.R. 35-38.
Setioko, T. Sugiarti, E. Triwulaningsih, Setioko, A.R. and D.J. Hetzel. 1984. The
dan R.G. Sianturi. 2002. Pengaruh jenis effect of collection method and hous-
dan aras krioprotektan terhadap daya ing system on semen production and
hidup spermatozoa entog. Jurnal Ilmu fertility of alabio drakes. Br. Poult. Sci.
Ternak dan Veteriner 7(4): 244-250. 25(2): 167-172.
Lake, P.E. 1967. Artificial insemination in Setioko, A.R., D.J.S. Hetzel, and A.J. Evans.
poultry and the storage of semen. A re- 1985a. Duck production in Indonesia.
Teknologi inseminasi buatan untuk meningkatkan ... 121

p. 418-427. In D.J. Farrell and P. ternakan, Banjarbaru, 16-17 Oktober


Stapleteon (Eds.). Duck Production 1997. Instalasi Pengkajian dan Pene-
Science and World Pratice. University rapan Teknologi Pertanian Banjarbaru.
of New England. 31 hlm.
Setioko, A.R., A.J. Evans, and Y.C. Raharjo. Setioko, A.R. 1997c. Prospek dan kendala
1985b. Productivity of herded ducks in peternakan itik gembala di Indone-
West Java. Agric. Syst. 16(1): 1-5. sia. hlm. 254-261. Prosiding Seminar
Setioko, A.R. 1990. Pola pengembangan Nasional Peternakan dan Veteriner,
peternakan itik di Indonesia. hlm.17-24. Bogor, 18-19 Nopember 1997. Pusat
Prosiding Temu Tugas Subsektor Penelitian dan Pengembangan Peter-
Peternakan No. 5, Ungaran, Jawa nakan, Bogor.
Tengah, 9 Januari 1990. Sub-Balitnak Setioko, A.R. 1997d. Recent study on
Klepu. traditional system of duck layer flock
Setioko, A.R. 1991a. Duck and other management in Indonesia. p. 491-498.
poultry (quail, goose and turkey) 11th European Symposium on Water-
production in rural farms. Asian fowl, Nantes (France), INRA, 8-12
Livestock 16(3): 25-29. September 1997.
Setioko, A.R. 1991b. Role of poultry Setioko, A.R., P. Situmorang, D.A.
development in Indonesian rural Kusumaningrum, T. Sugiarti, E.
economy. Asian Livestock 16(4): 42-46. Triwulaningsih, dan P. Setiadi. 2000a.
Setioko, A.R. 1992. The effect of sperm Pengaruh dosis inseminasi meng-
number per inseminate on fertility of gunakan sperma entok dan itik unggul
crossing between muscovy drakes and beku terhadap fertilitas dan daya tetas.
common ducks. Ilmu dan Peternakan Laporan Hasil Penelitian, Balai Pene-
5(1): 24-27. litian Ternak, Bogor. hlm. 152-157.
Setioko, A.R., A.P. Sinurat, P. Setiadi, A. Setioko, A.R., P. Situmorang, D.A.
Lasmini, P. Ketaren, dan A. Tanu- Kusumaningrum, T. Sugiarti, E. Tri-
widjaja. 1992. Pengaruh perbaikan wulaningsih, dan T. Murtisari. 2000b.
nutrisi terhadap produktivitas itik Pengaruh sisi inseminasi (insemination
gembala. hlm. 428-439. Prosiding sites) pada inseminasi entok unggul
Agroindustri Peternakan di Pedesaan. dan itik unggul dengan mengguna-
Balai Penelitian Ternak, Bogor. kan semen beku terhadap fertilitas
Setioko, A.R. 1997a. Inseminasi buatan dan daya tetas. Laporan Hasil Pene-
pada itik. hlm. 495-502. Prosiding litian Ternak, Balai Penelitian Ternak,
Seminar Nasional Peternakan dan Bogor. hlm. 145-151.
Veteriner, Bogor, 18-19 November 1997. Setioko, A.R. and D.A. Kusumaningrum.
Pusat Penelitian dan Pengembangan 2002. The frequency of semen collec-
Peternakan, Bogor. tion on semen characteristic and
Setioko, A.R. 1997b. Potensi itik sebagai fertility in intergeneric cross between
penghasil telur atau daging dan sistem muscovy drakes and common ducks.
seleksi yang baik pada sentra baru p. 358-366. In Production. Animal
pembibitan pedesaan. Makalah disam- Production and Total Management of
paikan pada Temu Aplikasi Paket Local Resources. Proceeding the 3rd
Teknologi Pertanian, Subsektor Pe- International Seminar on Tropical
122 Argono Rio Setioko

Animal Faculty of Animal Science, pedaging. hlm. 569-574. Prosiding


Gadjah Mada University, Yogyakarta. Seminar Nasional Teknologi Peternak-
Setioko, A.R., D.A. Kusumaningrum, an dan Veteriner, Bogor, 4-5 Agustus
Istiana, Supriyadi. E.S. Rohaeni, D.I. 2004. Pusat Penelitian dan Pengem-
Saderi , dan Suryana. 2002a. Performans bangan Peternakan, Bogor.
itik serati hasil inseminasi buatan di Setioko, A.R. 2005. Performans reproduksi
tingkat peternak. hlm. 302-305. Pro- itik jantan, produksi telur induk serati
siding Seminar Nasional Teknologi dan pertumbuhan itik serati. hlm. 93-
Peternakan dan Veteriner, Bogor, 30 108. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian
September-1 Oktober 2002. Pusat Pene- APBN Tahun Anggaran 2004. Buku II
litian dan Pengembangan Peternakan, Ternak Non-Ruminansia. Balai Pene-
Bogor. litian Ternak, Bogor.
Setioko, A.R., P. Situmorang, D.A. Setioko, A.R., A. Suparyanto, L.H.
Kusumaningrum, T. Sugiarti, dan E. Prasetyo, S. Sopiyana, S. Widodo, dan
Triwulaningsih. 2002b. Pengaruh Miftah. 2005. Seleksi itik hasil silang
frekuensi penampungan sperma itik Pekin Mojosari putih (PMp) sebagai
dan entok terhadap kualitas sperma parentstock untuk menghasilkan itik
sebelum dan sesudah pembekuan. hlm. Serati. hlm. 49-55. Kumpulan Hasil-
309-312. Prosiding Seminar Nasional hasil Penelitian Tahun Anggaran
Teknologi Peternakan dan Veteriner, 2005. Buku II Ternak Non-Ruminansia.
Bogor 30 September-1 Oktober 2002. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sexton, T.J. 1988. Comparison of commer-
Peternakan, Bogor. cial diluent for holding turkey semen
Setioko, A.R. 2003a. Success rate of 24 hours at 5oC. Poult. Sci. 67: 131-134.
training on semen collection of alabio Sinurat, A.P., A.R. Setioko, A. Lasmini,
drakes and muscovy using artificial dan P. Setiadi. 1993. Pengaruh tingkat
vagina technique. p. 283-287. Pro- dedak padi dan bentuk pakan terha-
ceedings of 2 nd World Waterfowl dap performans itik pekin. Ilmu dan
Conference, Alexandria, Egypt, 7-9 Peternakan 6(1): 21-26.
October 2003. Sudjatinah. 1998. Pengaruh Lama Pelayuan
Setioko, A.R. 2003b. Keragaan itik “Serati” terhadap Sifat-sifat Fisik dan Penam-
sebagai itik pedaging dan perma- pilan Histologis Jaringan Otot Dada
salahannya. Wartazoa 13(1): 14-21. pada Itik dan Entog. Tesis. Program
Setioko, A.R., P. Situmorang, and D.A. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Kusumaningrum. 2003. The develop- Bogor.
ment of frozen semen technique of Sudrajat, S. 2001. Kebijakan pengem-
local muscovy as “mule duck” meat bangan agribisnis unggas air di Indo-
producer. p. 288-293. Proceeding of nesia. hlm. 15-21. Prosiding Lokakarya
the 2nd World Waterfowl Conference, Nasional Unggas Air. Pengembangan
Alexandria, Egypt, 7-9 October 2003. Agribisnis Unggas Air sebagai Peluang
Setioko, A.R., L.H. Prasetyo, D.A. Kusu- Usaha Baru, Bogor.
maningrum, dan S. Sopiana. 2004. Daya Sumiati, Y. Arius, dan R. Mutia. 2005.
tetas dan kinerja pertumbuhan itik Persentase karkas dan non-karkas itik
pekin x alabio (PA) sebagai induk itik mandalung yang diberi tepung daun
Teknologi inseminasi buatan untuk meningkatkan ... 123

singkong (Manihot) dalam ransum- S. Angkasa, K. Rizkika, A.A. Raharjo,


nya. hlm. 281-288. Prosiding Lokakarya dan N.A. Wulan. 2010. Itik Duo Bisa
Nasional Unggas Air II, Ciawi, 16-17 Pedaging, Bisa Petelur. Penebar
November 2005. Swadaya, Depok. 64 hlm.
Suparyanto, A., A.R. Setioko, dan P. Tai, L.J.J. and C. Tai. 1991. Mule duck
Ketaren. 2003. Prospek dan peluang production in Taiwan. I. Artificial
agribisnis itik pedaging. Makalah insemination of duck. Extens. Bull.
Lokakarya Pengembangan Komoditas (328):1-6.
Unggas Potensial di Propinsi DKI Tan, N.S. 1980a. The frequency of collec-
Jakarta, Bogor, 29-30 September 2003. tion and semen production in muscovy
Suparyanto, A. 2005. Peningkatan Pro- ducks. Br. Poult. Sci. 21(4): 265-272.
duktivitas Daging Itik Mandalung Tan, N.S. 1980b. The training of drakes for
melalui Pembentukan Galur Induk. semen collection. Ann. Zootechnol.
Disertasi, Sekolah Pascasarjana Ins- 29(2): 93-103.
titut Pertanian Bogor, Bogor. Watanabe, M. and Y. Sugomiri. 1957.
Suryana. 2008. Peluang dan kendala Studies on the artificial insemination
pengembangan itik serati sebagai of ducks. Zootechnica e Veterinaria 12:
penghasil daging. Jurnal Penelitian 119-124.
dan Pengembangan Pertanian 27(1): Watanabe, M. 1961. Experimental studies
24-30. on the artificial insemination of
Syarieva, E., U.K. Putri, D. Cahyana, D. A. domestic duck with special reference
Susanto, S. Duryatmo, I. Wigina, R.N. to the productioin of mule-ducks. J.
Apriyanti, L.O.A. Tambunan, N. Art- Fac. Fish. Anim. Husb. 3(2): 439-478.
diyasa, A. Chaidir, T. Susanti, F.Yajri,

Anda mungkin juga menyukai