Anda di halaman 1dari 38

1

LAPORAN PRODUKSI TERNAK PERAH


“Pemeliharaan Sapi Laktasi dan Sapi Kering Kandang”

Oleh :
Kelas : B
Kelompok : 2

Wildan Nasuha 200110160035


Ismail Al Fikri 200110160225

Gina Salma A 200110160185

M Yusya Syarif N 200110160218

Malkan Anugrah 200110160165

Ine Permata Sari 200110160027

Ma’rifatul Ulya 200110160043

Acmad Nurfaizi 200110160231

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018

1
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
terimakasih atas bantuan dari semua pihak yang telah berkontribusi dalam
menyelesaikan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Jatinangor, 2018

Penyusun,

i
ii

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2.Identifikasi Masalah ....................................................................... 2
1.3.Maksud dan Tujuan ........................................................................ 3

II KAJIAN KEPUSTAKAAN ................................................................. 5


2.1.Handling ......................................................................................... 5
2.2 Pakan .............................................................................................. 5
2.3 Kesehatan ....................................................................................... 6
2.4 Pertumbuhan .................................................................................. 7
2.5 Pemerahan ...................................................................................... 7
2.6 Produksi Susu ................................................................................. 8
2.7 Pengeringan .................................................................................... 8
2.8 Pengafkiran .................................................................................... 9
III PEMBAHASAN .................................................................................. 10
3.1.Handling ......................................................................................... 10
3.2 Pakan .............................................................................................. 15
3.3 Kesehatan ....................................................................................... 18
3.4 Pertumbuhan .................................................................................. 21
3.5 Pemerahan ...................................................................................... 22
3.6 Produksi Susu ................................................................................. 23
3.7 Pengeringan .................................................................................... 26

ii
iii

3.8 Pengafkiran .................................................................................. 27

IV PENUTUP ........................................................................................... 29
4.1 KESIMPULAN .............................................................................. 29
4.2 SARAN .......................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 32
LAMPIRAN TUGAS ......................................................................... 34

iii
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi perah merupakan golongan hewan ternak ruminansia yang dapat mendukung

pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Pemeliharaan sapi
perah beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat.

Perkembangan ini senantiasa di dorong oleh pemerintah agar swasembada susu

tercapai secepatnya. Untuk memenuhi kebutuhan susu secara nasional, perkembangan

sapi perah perlu mendapat pembinaan yang lebih terencana sehingga hasilnya akan

meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut akan dapat terlaksana apabila peternak sapi

perah dan orang yang terkait dengan pemeliharaan sapi perah bersedia melengkapi diri

dengan pengetahuan tentang pemeliharaan sapi perah.

Dalam meningkatkan kualitas serta kuantitas produksi sapi perah, ada beberapa

faktor penting yang harus di terapkan secara profesional yaitu perlunya penanganan

manajemen pemeliharaan sapi perah yang baik. Karena hal tersebut mempunyai peran

penting dalam peningkatan kualitas produk susu sapi perah. Salah satu aspek yang
mempunyai pengaruh penting terhadap peningkatan produksi susu sapi adalah

pemeliharaan atau penanganan sapi perah pada masa laktasi dan kering kandang.

Sapi laktasi merupakan sapi yang sedang berproduksi susu dengan masa laktasi

yang ideal selama 10 bulan (305 hari). Selama masa laktasi ini jumlah produsi susu

mulai dari bulan pertama sampai masa kering sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

1
2

antara lain oleh faktor genetis, makanan, manajemen atau pemeliharaan, frekuensi

pemerahan, service periode dan calving interval. Bila semua itu terpenuhi tentu akan

dicapai hasil yang maksimal. Mengandalkan faktor genetis saja tidak akan menjamin

keberhasilan produksi, harus didukung oleh tata laksana yang baik terutama dari

makanan.

Masa kering kering pada sapi perah dilakukan pada waktu kira-kira delapan minggu

sapi menjelang melahirkan anaknya. Pada masa ini pemerehan di hentikan total dengan
tujuan memberi kesempatan sapi untuk beristirahat serta mengoptimalkan peran pakan

ternak meningkatkan bobot yang ideal dan tepat untuk perkembangan janin bukan

untuk produksi susu. Dengan adanya penanganan pemeliharaan sapi perah masa kering

yang baik ini di harapkan juga menghasilkan bibit sapi perah yang unggul sehingga

kebutuhan akan swasembada susu di Indonesia segera terpanuhi.

Dari makalah ini maka akan di kembangkan dalam mengetahui serta mempelajari

pemeliharaan pada sapi laktasi dan kering kandang dalam handling, pakan, kesehatan,

pertumbuhan, pemerahan dan produksi susu, pengeringan, seleksi dan pengafkiran.

1.2 Identifikasi Masalah

(1) Bagaimana pemeliharaan pada sapi laktasi dan kering kandang dalam handling

(2) Bagaimana pemeliharaan pada sapi laktasi dan kering kandang dalam pakan

(3) Bagaimana pemeliharaan pada sapi laktasi dan kering kandang dalam kesehatan

(4) Bagaimana pemeliharaan pada sapi laktasi dan kering kandang dalam

pertumbuhan

(5) Bagaimana pemeliharaan pada sapi laktasi dan kering kandang dalam pemerahan

2
3

(6) Bagaimana pemeliharaan pada sapi laktasi dan kering kandang dalam produksi

susu

(7) Bagaimana pemeliharaan pada sapi laktasi dan kering kandang dalam

pengeringan

(8) Bagaimana pemeliharaan pada sapi laktasi dan kering kandang dalam

pengafkiran

1.3 Maksud dan Tujuan

(1) Untuk mengetahui serta memahami tentang pemeliharaan pada sapi laktasi dan

kering kandang dalam handling.

(2) Untuk mengetahui serta memahami tentang pemeliharaan pada sapi laktasi dan

kering kandang dalam pakan.

(3) Untuk mengetahui serta memahami tentang pemeliharaan pada sapi laktasi dan

kering kandang dalam kesehatan.

(4) Untuk mengetahui serta memahami tentang pemeliharaan pada sapi laktasi dan

kering kandang dalam pertumbuhan.


(5) Untuk mengetahui serta memahami tentang pemeliharaan pada sapi laktasi dan

kering kandang dalam pemerahan.

(6) Untuk mengetahui serta memahami tentang pemeliharaan pada sapi laktasi dan

kering kandang dalam produksi susu.

(7) Untuk mengetahui serta memahami tentang pemeliharaan pada sapi laktasi dan

kering kandang dalam pengeringan.

3
4

(8) Untuk mengetahui serta memahami tentang pemeliharaan pada sapi laktasi dan

kering kandang dalam pengafkiran.

4
5

II

KAJIAN PUSTAKAAN

2.1 Handling

penanganan adalah suatu proses yang pada kegiatan manusia melakukan


pekerjaan terhadap ternak membutuhkan beberapa pengekangan atau penyesuaian

diri ternak tersebut. Dalam penanganan ada yang disebut handling dan restrain.

Handling adalah membuat gerakan hewan dibatasi sehingga tidak sulit

penanganannya ttetapi hewan masih bisa bergerak. Restrain adalah memperlakukan

hewan agar tidak bisa bergerak dalam keadaan sadar.Pada dasarnya ternak

merupakan hewan liar yang telah didomestikasikan untuk keperluan menghasilkan

produk sesusai kebutuhan manusia. Dapat dipastikan bahwa semua jenis ternak

yang telah didomestikasikan itu masih mempunyai sifat-sifat dasar, disamping itu

ternak-ternak besar (seperti kerbau, sapi) mempunyai tenaga extra yang sangat kuat

jika dibandingkan dengan kekuatan manusia, sehingga untuk keperluan

pengelolaan sehari-hari kita dituntut untuk menguasai teknik-teknik pengusaan

ternak. Dalam menangani sapi, peternak perlu memiliki pengetahuan mengenali

tali temali terlebih dahulu agar bisa merestrain dengan baik (Santosa, 2010)
2.2 Pakan

Pakan merupakan bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil

industry yang mengandung nutrisi dan layak dipergunakan sebagai pakan, baik

5
6

yang diolah maupun belum diolah (SNI, 2013). Bahan pakan ternak sapi pokoknya

dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu pakan hijauan, pakan penguat, dan

pakan tambahan (Sudarmono dan Sugeng, 2008) pakan terbagi menjadi dua yaitu
hijauan dan pakan tambahan

2.3 Kesehatan

Salah satu penghambat yang sering dihadapi dalam usaha peternakan adalah

penyakit. Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian dan tidak lagi beternak

akibat adanya kematian pada ternaknya. Upaya pengendalian penyakit pada

hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan melalui cara pemeliharaan

yang baik, sehingga peternak memperoleh pendapatan secara maksimal. Upaya

yang dilakukan untuk pengendalian penyakit dapat dilakukan melalui usaha

pencegahan penyakit dan atau pengobatan pada ternak yang sakit. Usaha

pencegahan dinilai lebih penting dibandingkan pengobatan, (Jahja dan Retno,

2010).
Deteksi penyakit hewan secara dini merupakan bagian terpenting dalam upaya

untuk mengantisipasi masuk dan berkembangnya penyakit-penyakit hewan di

Indonesia. Bahri (1998) menyatakan bahwa dalam menghadapi era perdagangan

bebas, maka Institusi (Laboratorium) Veteriner di Indonesia harus dapat

mengembangkan diri dalam kemampuannya mendeteksi penyakit hewan secara

dini.

6
7

2.4 Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran tubuh yang meliputi perubahan

bobot hidup, bentuk dan komposisi tubuh, termasuk perubahan

komponenkomponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-

komponen kimia termasuk air, lemak, protein dan abu (Soeparno, 1998).

Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan adalah hasil dari pertumbuhan bagian-

bagian tubuh yang

berbeda. Rangka atau tulang tumbuh cepat dalam waktu yang singkat sesudah

hewan dilahirkan. Setelah itu baru diikuti pertumbuhan otot-otot dan terakhir

adalah lemak. Penimbunan lemak terjadi sesudah hewan mencapai dewasa tubuh,

yakni sesudah pertumbuhan jaringan tulang dan otot selesai, kemudian diikuti

pertumbuhan lemak. Oleh karena itu, sapi yang dipotong pada usia muda 1,5

tahun – 2,5 tahun persentase dagingnya lebih tinggi sebab belum banyak

tertimbun lemak (Sugeng, 2008)

2.5 Pemerahan

Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Pemerahan

bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Terdapat tiga tahap

pemerahan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan

(Syarief dan Bagus, 2011). Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan

jumlah susu maksimal dari ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi

induk cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi total cenderung

7
8

menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi menurun (Williamson dan

Payne, 1993).

2.6 Produksi Susu

Produksi susu merupakan faktor esensial dalam menentukan keberhasilan

usaha sapi perah, karena jumlah susu yang dihasilkan akan menentukan pendapatan

peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia berkisar antara

8 - 10 l/ekor/hari (Ramli et al., 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi

dan kualitas susu antara lain genetik, lingkungan serta interaksi antara kedua faktor

tersebut. Faktor genetik yang mempengaruhi produksi yaitu bangsa ternak,

sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi produktivitas antara lain pakan,

iklim, ketinggian tempat, bobot badan, penyakit, kebuntingan dan jarak beranak,

bulan laktasi (Nugroho et al., 2010). Kualitas susu akan semakin menurun seiring

dengan pertambahan umur ternak terutama bahan padatannya (Salundik et al.,

2011).

2.7 Pengeringan

Sapi perah induk laktasi yang telah bunting, produksi susunya akan semakin

menurun sesuai dengan umur kebuntingan. Sapi perah induk laktasi sudah harus

dikeringkan pada hari ke-309 setelah beranak dan lama kering kandang yang paling

baik adalah sekitar 56-60 hari. (Syarief dan Sumoprastowo, 1990)

8
9

2.8 Pengafkiran

Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan susu yang dimanfaatkan

sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas susu sapi perah

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetik ternak, lingkungan serta hubungan

antara genetik dan lingkungan (Karnaen dan Arifin, 2009). Sapi perah selain dapat

menghasilkan susu sebagai produk utama, sapi perah juga dapat dimanfaatkan

untuk menghasilkan pedet dan daging dari sapi perah afkir (Taslim, 2011)

9
10

III

PEMBAHASAN

3.1 Pemeliharaan Handling

A. Sapi Laktasi

Penanganan adalah suatu proses yang pada kegiatan manusia melakukan


pekerjaan terhadap ternak membutuhkan beberapa pengekangan atau penyesuaian

diri ternak tersebut. Dalam penanganan ada yang disebut handling dan restrain.

Handling adalah membuat gerakan hewan dibatasi sehingga tidak sulit

penanganannya tetapi hewan masih bisa bergerak. Restrain adalah memperlakukan

hewan agar tidak bisa bergerak dalam keadaan sadar. Pada dasarnya ternak

merupakan hewan liar yang telah didomestikasikan untuk keperluan menghasilkan

produk sesusai kebutuhan manusia. Dapat dipastikan bahwa semua jenis ternak

yang telah didomestikasikan itu masih mempunyai sifat-sifat dasar, disamping itu

ternak-ternak besar (seperti kerbau, sapi) mempunyai tenaga extra yang sangat

kuat jika dibandingkan dengan kekuatan manusia, sehingga untuk keperluan

pengelolaan sehari-hari kita dituntut untuk menguasai teknik-teknik pengusaan


ternak. Dalam menangani sapi, peternak perlu memiliki pengetahuan mengenali

tali temali terlebih dahulu agar bisa merestrain dengan baik (Santosa, 2010).

 Menguasai sapi di lapangan

Hal-hal yang perlu di perhatikan pada waktu melakukan handling ternak

adalah :

10
11

 Perlu diusahakan datang dari arah depan ternak secara perlahan-lahan

sehingga ternak bisa melihat kedatangan kita dan tidak terkejut.

 Memperlakukan ternak dengan halus, sehingga ternak tidak merasa takut.

 Selanjutnya bila ada tali pengikatnya, dekatilah ternak secara pelan-pelan

dan usahakan bisa memegang talinya. Kemudian tenangkan ternak

dengan cara menepuk-nepuk tubuhnya, ikatkanlah tali pada sebatang

pohon atau bawa langsung ke dalam kandang.


 Sedangkan untuk ternak agak liar, setelah terpegang talinya usahakan

direbahkan.

 Bila ada tali pengikatnya , usahakan agar ternak bisa digiring kedalam

kandang, yaitu dengan cara memancingnya dengan makanan (rumput)

dan selanjutnya usahakan untuk bisa dipasang tali pengikat.

 Sedangkan untuk ternak yang masih agak liar usahakan agar ternak dapat

dijatuhkan dengan memasang jebakan llingkaran tali, setelah ternak jatuh

baru masing-masing kaki depan dan belakangnya diikat menjadi satu.

Dan setelah ternak dapat dikuasi, kemudian diberi tali pengikat pada

lehernya.
 Menguasai sapi dalam kandang

 Jika ada tali pengikatnya, dekati ternak secara pelan-pelan agar tidak

terkejut. Peganglah talinya dan usahakan untuk bisa merapatkan diri

dengan ternak, lalu tepuk-tepuklah punggungnya secara halus. Kemudian

ikatlah tali pada cincin pengikat yang ada.

11
12

 Jika tidak ada tali pengikatanya, terlebih dahulu dekatilah ternak

perlahan-lahan agar ternak menjadi lebih tenang, baru kemudian

pasangkan tali pengiktnya pada leher.

 Merebahkan sapi pedet

 Dekatilah pedet, sudutkan dan peganglah pada leher dan pantatnya agar

pedet bergerak maju atau mundur.

 Tangan pemegang leher dilepaskan untuk kemudian memegang lutut


kaki kanan lewat atas bahu.

 Tekuk lutut sedikt mengukit dan tarik anak sapi ke arah tubuh kita,

dengan demikaian pedet akan meluncurkan ke tanah dan berbaring pada

salah satu sisinya.

B. Kering Kandang

Pada umur kebuntingan 7 bulan sapi perah dikeringkan. Sapi kering

hanya diberi rumput dan dari satu bulan menjelang beranak sampai produksi

puncak sapi perah tidak mendapat konsentrat yang setara untuk produksi

puncak (challenge feeding). Sapi perah induk laktasi yang telah bunting,

produksi susunya akan semakin menurun sesuai dengan umur kebuntingan.

Sapi perah induk laktasi sudah harus dikeringkan pada hari ke-309 setelah

beranak dan lama kering kandang yang paling baik adalah sekitar 56-60 hari.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengeringkan sapi perah

induk laktasi, antara lain pemerahan berselang, pemerahan tidak lengkap, dan

penghentian pemerahan secara tiba-tiba.

12
13

Pemerahan berselang, mula-mula diperah sekali saja dalam sehari

semalam selama 3-4 hari dan kemudian diperah sekali dalam 2 hari selama 3-

4 hari. Selanjutnya 3 hari tidak diperah, 4 hari tidak diperah. Demikian

selanjutnya sampai batas waktu pengeringan. Pada pernerahan tidak lengkap,

selama beberapa hari sebelum batas waktu pengeringan, sapi perah tetap

diperah tetapi susu yang ada dalam tiap putingnya tidak sampai habis diperah.

Kemudian dilanjutkan dengan pemerahan berselang, tetapi tetap dengan cara


pemerahan tak lengkap. Untuk sapi perah induk laktasi yang berproduksi susu

rendah dan bebas dari infeksi mastitis, cara pengeringan sapi perah induk

laktasi dengan penghentian pemerahan secara tiba-tiba adalah paling sesuai.

Tiga hari sebelum batas waktu pengeringan, pemberian konsentrat dalam

ransum ditiadakan dan pemberian hijauan dikurangi sekitar 1/2-2/3 dari

jumlah yang biassanya diberikan. Pada pemerahan yangterakhir kali,

disarankan agar ambing dan puting susu dicuci bersih dan diberi disinfektan

untuk mencegah puting susu terinfeksi kuman.

Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1990) dalam proses pengeringan

atau menuju masa kering sapi perah dapat dilakukan dengan cara pengaturan
pemerahan, proses pemerahan tersebut dapat di lakukan dengan 3 cara yaitu

sebagai berikut :

 Pemerahan berselang yaitu pengeringan yang menggunakan cara sapi hanya

diperah sekali sehari selama beberapa hari. Selanjutnya satu hari diperah dan

hari berikutnya tidak diperah. Kemudian induk diperah 3 hari sekali hingga

akhirnya tidak diperah sama sekali.

13
14

 Pemerahan tidak lengkap yaitu pemerahan tetap dilakukan setiap hari, tetapi

setiap kali pemerahan tidak sekali puting atau keempat puting itu diperah, jadi

keempat puting itu diperah secara bergantian. Setiap kali memerah hanya 2

puting saja, dan hari berikutnya bergantian puting lainnya. Hal ini dilakukan

beberapa hari hingga akhirnya tidak diperah sama sekali. Cara ini dilakukan

pada sapi yang mempunyai kemampuan produksi tinggi

 Pemerahan yang dihentikan secara mendadak yaitu pengeringan ini dilakukan


dengan tiba-tiba. Cara pengeringan semacam ini didahului dengan tidak

memberikan makanan penguat 3 hari sebelumnya, dan makanan kasar berupa

hijauan pun dikurangi tinggal seperempat bagian saja. Cara ini lebih efektif dan

memperkecil gangguan kesehatan pada ambing, bila kombinasikan dengan cara

pemerahan berselang.

Didalam persiapan laktasi mendatang, yang penting diperhatikan adalah

menjaga makanan tetap baik, terutama 2-3 bulan terakhir sebelum masa

kering. Periode kering sangat diperlukan bagi sapi perah yang sedang laktasi

agar sapi dapat menyimpan energi yang cukup untuk laktasi berikutnya

· Periode kering yang ideal (6-8) minggu sebelum partus, pengeringan lebih
lama akan lebih baik dibandingkan pengeringan yang pendek

· Periode kering lebih dari 60 hari memberikan produksi susu pada masa laktasi

berikutnya realatif kecil, tapi untuk laktasi yang sedang berjalan cukup

berpengaruh

· Pada saat periode pengeringan perlu diberikan perlakuan steaming-up (2-4)

minggu sebelum partus untuk persiapan kelahiran.

14
15

3.2 Pemeliharaan Pakan

A. Sapi Laktasi

Ransum induk laktasi pada dasarnya terdiri dari hijauan (leguminosa maupun

rumput-rumputan dalam keadaan segar atau kering) dan konsentrat yang tinggi

kualitas dan palatabilitasnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam


penyusunan ransum sapi adalah ransum cukup mengandung protein dan lemak,

perlu di perhatikan sifat supplementary effect dari bahan pakan ternak, dan ransum

tersusun dari bahan pakan yang dibutuhkan ternak (Akoso, 1996).

Bahan pakan ternak sapi pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yakni

pakan hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan (Girisonta, 1995).

Hijauan segar adalah pakan hijauan yang diberikan dalam keadaan segar, dapat

berupa rumput segar ,batang jagung muda, kacang-kacangan dan lain-lain yang

masih segar (Santun Sitorus, 1985).

Pakan hijauan untuk induk laktasi dapat diberikan dalam bentuk kering(hay)

maupun dalam bentuk basah atau hijauan segar (dalam bentuk silage). Pembuatan

“hay” biasanya berupa hijauan berbentuk tegak yang dikeringkan, sedangkan

pembuatan “silage” di daerah tropis masih sulit dilakukan karena banyak hijauan

yang sudah tua dan sukar mengeluarkan udara dari dalam silo sehingga bersifat

anaerob yang dibutuhkan kurang sempurna (Zainuddin, 1982).

Pakan konsentrat adalah bahan pakan yang konsentrasi gizinya tinggi tetapi

kandungan serat kasarnya relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan dapat berupa

dedak atau bekatul, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ketela pohon atau

15
16

gaplek dan lain-lain. Pada umumnya peternak menyajikan pakan konsentrat ini

masih sangat sederhana, yakni hanya membuat susunan pakan/ ransum yang terdiri

dari dua bahan saja, dan bahkan ada yang hanya satu macam bahan saja (Sudono,

1983).Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin dan mineral.

Pakan tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif dan

hidupnya berada dalam kandang terus-menerus. Vitamin yang dibutuhkan ternak

sapi adalah vitamin A, vitamin C, vitamin D dan vitamin E, sedangkan mineral


sebagai bahan pakan tambahan dibutuhkan untuk berpropuksi, terutama kalsium

dan posfor (Sutardi, 1980). Ukuran pemberian pakan untuk mencapai koefisien

cerna tinggi dicapaidengan perbandingan BK hijauan : konsentrat = 60% : 40.

B. Kering Kandang

Masa kering sapi perah mulai dilaksanakan kira-kira delapan minggu sebelum

ternak tersebut melahirkan. Pada kondisi ini ternak perlu mendapatkan perhatian

yang ekstra agar ternak tetap sehat sehingga untuk produksi yang akan datang

menjadi lebih baik. Tujuan di laksanakannya masa kering pada sapi ternak yang

bunting ini adalah untuk mengembalikan kondisi tubuh atau memberi istirahat sapi

dan mengisi kembali kebutuhan vitamin serta mineral dan menjamin pertumbuhan

foetus di dalam kandang. Menurut Siregar (1999), masa kering sapi perah yang

terlalu pendek menyebabkan produksi susu turun. Masa kering sapi perah secara

normal adalah 80 hari dan pakan terus dijaga mutunya, terutama 2-3 bulan terakhir

sebelum masa kering kandang.

16
17

Pada saat sapi perah dalam kondisi kering, kebutuhan akan konsumsi pakan

penting untuk di perhatikan. Hal ini di maksudkan untuk menjaga kesehatan sapi

itu sendiri serta untuk menjaga kesehatan kandungan ternak tersebut. Pada kondisi

ini komposisi ransum perlu dilakukan perhitungan secara optimal guna untuk

meminimalkan problem metabolik pada atau setelah beranak serta untuk

meningkatkan produksi susu pada masa laktasi berikutnya. Secara umum pada

kondisi kering ini, ternak diberikan sedikit hijauan dan pengurangan bahkan

penghentian pemberian konsentrat pada masa awal kering, sedangkan pada akhir

masa kering hijauan diberikan dalam jumlah seperti biasa dan diikuti dengan

penambahan konsentrat. Ransum harus diformulasikan untuk memenuhi

kebutuhannya yang spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan

bobot badan. Panda kondisi ini konsumsi BK ransum harian yang diberikan pada

ternak tidak boleh melebihi dari 2% berat badan, konsumsi hijauan minimal 1%

berat badan. Setengah dari 1% BB (konsentrat) per hari biasanya cukup untuk

program pemberian pakan sapi kering. Pada masa kering, sapi perah harus di tekan

jangan sampai terlalu gemuk atau BCS nya melebihi standar untuk sapi bunting

(2,5 – 3). Hal ini dimaksudkan agar sapi tersebut tidak ada kendala dalam proses

kelahiran nantinya. Komposisi hijauan kualitas rendah, seperti grass hay, baik

diberikan pada kondisi ini dengan tujuan untuk membatasi konsumsi hijauan. Pada

kondisi kering kebutuhan protein yang dikonsumsi sapi perah sebesar 12 % sudah

17
18

cukup untuk menjaga kesehatan ternak tersebut. Kebutuhan Ca dan P sapi kering

harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang berlebihan; kadang-kadang

ransum yang mengandung lebih dari 0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan kejadian

milk fever. Trace mineral, termasuk Se, harus disediakan dalam ransum sapi

kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang cukup dalam ransum untuk

mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained plasenta, dan meningkatkan

daya tahan pedet.

3.3 Pemeliharaan Kesehatan

A. Sapi Laktasi

Penyakit merupakan ancaman yang harus diwaspadai peternak, walaupun

serangan penyakit tidak langsung mematikan ternak, tetapi dapat menimbulkan

masalah kesehatan yang berkepanjangan, menghambat pertumbuhan, dan

mengurangi pendapatan (Sarwono dan Arianto, 2002).

Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi antara lain : menjaga

kebersihan kandang dan peralatannya termasuk memandikan sapi. Sapi yang sakit

dipisahkan dengan sapi yang sehat dan segera dilakukan pengobatan. Diusahakan
lantai kandang selalu kering, agar kotoran tidak banyak menumpuk di kandang.

Untuk menjaga kesehatan sapi, maka secara teratur dilaksanakan vaksinasi

(Djarijah, 1996).

Penyakit yang biasa menyerang sapi perah laktasi dan mempengaruhi produksi

susu adalah mastitis, brucellosis, dan milk fever. Upaya pencegahan penyakit

18
19

dapat dilakukan dengan cara sanitasi kandang, pengobatan, vaksinasi, menjaga

kebersihan sapi, dan lingkungan (Siregar, 1992).

Mastitis adalah penyakit pada ambing akibat dari peradangan kelenjar susu.

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus cocci dan Staphylococcus

cocci yang masuk melalui putting dan kemudian berkembang biak di dalam

kelenjar susu. Hal ini terjadi karena putting yang habis dipecah terbuka kemudian

kontak dengan lantai atau tangan pemerah yang terkontaminasi bakteri


(Djojowidagdo, 1982)

Brucellosis adalah penyakitkeguguran menular pada hewan yang disebabkan

oleh bakteri brucellosis abortus yang menyerang sapi, dan hewan ternak lainnya.

Brucellosis bersifat zoonosa artinya dapat menular dari hewan ke manusia. Pada

sapi, penyakit ini dikenal pula sebagai penyakit keguuran menular, sedangkan

pada manusia menyebabkan demam yang bersifat undulasi yang disebut demam

malta. Sumber penularan Brucellosis dari ternak penderita Brucellosis, bahan

makanan asal hewan dan bahan asal hewan yang mengandung bakteri Brucella.

Penularan kepada manusia melalui saluran pencernaan, misalnya minum susu

yang tidak dimasak yang berasal dari ternak penderita Brucellosis. Susu segar di
Indonesia berasal dari ternak sapi perah, oleh karena itu ternak sapi perah menjadi

obyek utama kegiatan pemberantasan Brucellosis (tolihere, 1981).


Penyakit milk fever disebabkan karena kekurangan kalsium (Ca) atau zat kapur

dalam darah (hypocalcamia) (Sudono ddkk, 2003). Milk fever menyerang sapi

perah betina dalam 72 jam setelah melahirkan dengan tanda-tanda tubuhnya

bergoyang kanan kiri saat berjalan (sempoyongan), bila tidak cepat diobati sapi

19
20

akan jatuh dan berbaring. Pengobatan dilakukan dengan menyuntikan 250-500

ml “kalsium boroglukonat” secara intervenous (menyuntikan ke dalam pembuluh

darah). Jika dalam 8-12 jam tidak berdiri maka penyuntikan dapat dilakukan lagi.

Untuk pencegahannya dapat melalui pemberian ransum dengan perbandingan

kadar kalsium dan fosfor dalam ransum 2:1, dapat pula dengan pemberian kalsit

3% dari pakan konsentrat (Girisonta, 1995).

B. Kering Kandang

Masa kering sapi perah mulai dilaksanakan kira-kira delapan minggu sebelum

ternak tersebut melahirkan. Pada kondisi ini ternak perlu mendapatkan perhatian

yang ekstra agar ternak tetap sehat sehingga untuk produksi yang akan datang

menjadi lebih baik. Tujuan di laksanakannya masa kering pada sapi ternak yang

bunting ini adalah untuk mengembalikan kondisi tubuh atau memberi istirahat sapi

dan mengisi kembali kebutuhan vitamin serta mineral dan menjamin pertumbuhan

foetus di dalam kandang. Menurut Siregar dalam Adika Putra (2009), masa kering

sapi perah yang terlalu pendek menyebabkan produksi susu turun. Masa kering

sapi perah secara normal adalah 80 hari dan pakan terus dijaga mutunya, terutama

2-3 bulan terakhir sebelum masa kering kandang.

Dalam pelaksanaan masa kering sapi perah dilakukan dengan dua sistem, yaitu

secara fisiologis dan secara mekanis. Secara fisiologis dilakukan dengan cara

memperhatikan kebutuhan konsumsi pakan serta keadaan kandang yang baik

untuk sapi masa kering. Sedangkan secara mekanis adalah adanya variasi

20
21

pemerahan mulai dari pemerahan secara berselang, pemerahan secara tidak

lengkap, dan pemerahan secara tiba-tiba.

3.4 Pemeliharan Pertumbuhan


A. Sapi Laktasi

Sapi perah betina memiliki sifat genetic yang dapat memproduksi susu dengan

baik dan lebih banyak dari sapi jenis lainnya. Namun, banyaknya produksi susu

sapi perah juga sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan dari awal pertumbuhan

hingga saat memproduksi susu.

Pedet sapi perah biasa disapih hingga berumur 3 bulan. Setelah itu, produksi

yang baik pada sapi perah juga ditentukan oleh pemeliharaan saat sapi berumur 3-

10 bulan, sebab pada masa itulah pertumbuhan sel-sel pada ambing berlangsung

cepat. Menurut Reid dkk. (dalam Prabowo 1994) bahwa pedet sapi perah betina

yang berumur antara 3 - 10 bulan berada pada masa penting untuk perkembangan

ambing yang maksimal dan pada masa ini sel-sel ambing berkembang 3 kali

kecepatan sel tubuh. Artinya, pada masa inilah pedet sapi perah harus ditunjang

oleh lingkungan yang baik, baik itu dari asupan pakan maupun lingkungan

kandang sehingga dapat mencapai bobot badan yang optimal untuk dapat

menghasilkan produksi susu yang baik.

Saat sapi perah menginjak usia dara maka perlu diperhatikan pertumbuhnnya

sebab pertumbuhan akan memepengaruhi waktu birahi pertama. Apabila

21
22

pertumbuhannya lambat, maka akan terhambat pula masa birahi pertamanya.

Menurut Siregar (1989), bahwa pertumbuhan sapi dara pada masa ini dapat

mempengaruhi panjang pendeknya umur birahi pertama. Sapi dara dengan

pertumbuhan yang lambat akan mengalami birahi pertama yang tertunda serta

cliperburuk dengan mengalami sulit bunting. Masa birahi yang terlambat juga akan

menyebabkan sapi perah terlambat bunting, sehingga akan mengeluarkan biaya

pakan yang lebih dan akan menghambat keuntungan.

3.5 Pemeliharaan Pemerahan

pemerahan susu yang baik dilakukan melalui beberapa tahapan, seperti:

 mengikat bagian ekor pada kaki sapi agar ekor tidak mengganggu proses

pemerahan

 memerah harus dalam posisi di samping sapi dan tidak berada di belakang

kaki sapi agar tidak tertendang

 membersihkan ambing dengan lap hangat (lap yang digunakan harus

berbeda dengan lap yang digunakan pada sapi lain)

 mengoleskan vaselin pada putting sapi

 memerah dengan metode fullhand lebih baik dari pada strip hand sebab

akan mebuat lecet putting sapi dan dapat menyebabkan penyakit,

salahsatunya mastitis

22
23

 saat memerah keluarkan 2-3 kali perahan susu dari ambing untuk

memastikan bakteri terbuang dari sisa pemerahan sebelumnya agar susu

yang didapat tidak mengandung bakteri

 lakukan pemerahan hingga susu dalam ambing habis

 setelah selesai dipping putting sapi dengan iodine

 buka ikatan pada ekor sapi

pemerahan pada sapi perah sangat menentukan jumlah susu yang akan

dihasilkan. banyak factor yang mempengaruhi produksi susu ketika pemerahan.

salah satunya adalah waktu pemerahan yang biasaya dilakukan dua kali dalam

sehari pada pagi jam 05.00 dan sore hari jam 14.00. dengan interval yang baik akan

menghasilkan jumlah susu yang optimal

3.6 Pemeliharaan Produksi Susu

Selama masa laktasi berlangsung, baik produksi susu masa laktasi pertama dan

selanjutnya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya:

 Faktor Makanan

Sapi perah yang memiliki sifat genetic yang baik akan memberikan produksi

susu yang baik pula. namun, jika makanan yang diberikan tidak memadai dari segi

jumlah maupun mutu, maka produksinyapun akan tidak memadai. Jika sapi yang

bersangkutan kehabisanzat-zat makanan yang harus dimobilisasikan, maka

23
24

produksi susu akan menurun yang akhirnya akan membatasi pula sekresi air susu

yang dihasilkan.

 Faktor Genetik

Faktor genetik diturunkan dari induk dan bapak kepada keturunannya. Faktor

genetik ini bersifat tetap, artinya sifat-sifat baik dan buruk dari tetua akan

diwariskan kepada keturunan berikutnya dengan sifat-sifat yang sama seperti sifat-

sifat tetuanya. Faktor genetis ini akan menentukan jumlah produksi dan mutu air

susu selama laktasi dengan dibantu oleh asupan nutrient yang sesuai. Jika produksi

susu induk dan pejantan jelek maka dengan tata laksana dan makanan yang baik

tidak akan dapat memperbaiki produksi yang jelek dari warisan kedua induknya.

 Faktor Tatalaksana

Tatalaksana yang baik dan sempurna merupakan salah satu upaya untuk

mencapai kesuksesan usaha ternak sapi perah. Mengandalkan faktor genetis saja

tidaklah menjamin keberhasilan produksi. Sebab faktor genetis yang baik bukan

jaminan terhadap jumlah produksi. Faktor genetis yang baik harus didukung

dengan tatalaksana yang baik dan teratur. Tatalaksana pada masa laktasi yang perlu

diperhatikan antara lain rangsangan pemerahan, pengaturan kering kandang,

peternak yang memerah, pencegahan penyakit, frekuensi pemerahan, pengaturan

kelahiran dan perkawinan (service periode dan calving interval).

24
25

 Jaringan Sekresi/Kelenjar Susu

Ukuran jaringan kelenjar atau ambing pada setiap sapi tidak sama, sebab sangat

dipengaruhi oleh faktor kebakaan genetis. Kelenjar susu yang besar akan mampu

menghasilkan susu yang banyak pula.

 Faktor Iklim

Iklim sangat mempengaruhi kehidupan sapi perah. Bagi sapi FH suhu

lingkungan yang naik diatas normal lebih dari 30℃, misalnya lingkungan yang

kritis. Suhu yang tinggi memaksa sapi beradaptasi dengan berat, sehingga tidak

dapat hidup dengan nyaman dan nafsu makan berkurang sehingga produksi susu

berkurang dan mutunya kurang baik.

 Faktor Umur

Sapi perah mencapai produksi yang maksimal pada umur 7-8 tahun. Sedangkan

sapi-sapi yang berumur lanjut produksi susunya akan semakin turun. pada awal

memproduksi susu produksinya juga masih rendah sebab jaringan yang terbentuk

masih belum maksimal.

 Faktor ukuran tubuh dan berahi

Sapi dengan dengan tubuh yang besar akan mampu menampung bahan makan

lebih banyak dibandingkan sapi yang kecil. Menurut Zee (2009) bobot tubuh

ternak perah berkorelasi positif dengan produksi susu dan volume ambing juga

sangat berkorelasi dengan produksi susu. Faktor-faktor lain mempengaruhi tinggi

25
26

rendahnya produksi susu pada ternak adalah ukuran dan bobot badan induk, umur,

ukuran dan pertautan ambing, pertumbuhan, jumlah anak lahir perkelahiran dan

suhu lingkungan.

3.7 Pemeliharaan Pengeringan

A. Sapi Laktasi

Setelah melahirkan (partus) sapi perah tidak boleh langsung diambil susunya.

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan kecukupan gizi anak sapi yang

baru dilahirkan. Karena pada masa sapi setelah melahirkan, susu yang di produksi

berupa colostrum yang berguna bagi anak sapi untuk menambah kekebalan tubuh

atau sebagai anti bodi pada pedet yang baru lahir. Colostrum di produksi oleh induk

sapi sekitar 7 – 10 hari .


Konsumsi pakan yang di butuhkan pada sapi induk setelah melahirkan dengan

kebutuhan hijauan dan konsentrat yang seimbang dan diberikan secara id

libitum sehingga kebutuhan nutrisi yang di butuhkan oleh ternak tersebut dapat

terpenuhi. Kebutuhan air minum pada sapi setelah melahirkan akan meningkat

dibanding dengan kondisi biasa. Hal ini di karenakan air membantu mencerna

makanan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut untuk memproduksi susu guna

untuk mencukupi kebutuhan gizi pada anak yang baru dilahirkannya. Pada sapi

setelah melahirkan kebutuhan mineral dan vitamin juga perlu diperhatikan karena

ini akan berpengaruh terhadap kualitas susu yang di hasilkan.

26
27

B. Kering Kandang

Kering kandang dibagi dalam dua fase yaitu fase awal kering dan fase akhir

kering.

1. Fase Awal Kering

Fase ini dimulai saat sapi dikeringkan hingga 2 – 3 minggu sebelum beranak.

Pada fase ini, sapi perah dengan kondisi baik hanya membutuhkan hijauan yang

berkualitas baik. Induk sapi yang kondisinya kurang baik membutuhkan makanan

penguat untuk memperbaiki kondisi akibat laktasi sebelumnya.

2. Fase Akhir kering


Fase ini dimulai 2 – 3 minggu sebelum beranak. Sapi kering sebaiknya diberi

konsentrat yang setara dengan konsentrat puncak produksi. Tujuannya untuk

pertumbuhan bakal pedet, produksi kolostrum, dan pedet yang kuat waktu lahir.

Pemebrian berlangsung hingga sapi mencapai produksi puncak 2 – 3 bulan setelah

beranak.maksudnya untuk mempersiapkan tubuh sapi dalam kondisi puncak

sewaktu mulai berpoduksi. Jika nutrisi dalam pakan tidak mencukupi maka

cadangan zat gizi dalam tubuh dikuras sehingga sapi menjadi kurus, lemah, dan

bahkan lumpuh.

3.8 Pemeliharaan Pengafkiran

Pengafkiran pada sapi laktasi

Sapi laktasi merupkan sapi betina yang sudah melahirkan dan dapat

menghasilkan susu.. Hal ini seuai dengan pernyataan Djaja dkk., 2009, Sapi perah

27
28

induk laktasi adalah sapi perah yang melahirkan dan akan segera memproduksi

susu. Sapi laktasi memproduksi susu selama 10 bulan, Kemampuan laktasi yang

lebih pendek atau lebih lama akan berakibat tidak baik pada laktasi berikutnya.

Sapi perah merupakan ternak yang menguntungkan bagi peternak. Penghasilan

susunya dapat membantu ekonomi peternak, hal ini sesuai dengan pernyataan

Dameria, 2013 yang menyatakan Sapi perah merupakan ternak ruminansia besar

penghasil susu sebagai produksi utamanya. Kebutuhan akan susu semakin


meningkat tiap tahunnya, sehingga keberadaan usaha ternak sapi perah harus

selalu berkembang. Peningkatan usaha ini tidak hanya didukung dari peningkatan

populasi ternak sapi perah, namun harus didukung dari produktivitas ternak. Usaha

ternak sapi perah merupakan usaha yang mempunyai sifat maju.

Sapi laktasi yang tidak berproduksi baik akan di afkir. Sapi ini biasanya

memiliki produksi yang rendah atau tidak biasa memproduksi susu sama sekali,

ternak tersebut mengalami penyakit yang susah disembuhkan dan umur sapi

tersebut sudah tua atau memasuki laktasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Nugroho, 2008 yaitu umur afkir induk sapi perah adalah 8 – 9 tahun.

28
29

IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Dari paparan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada umur kebuntingan 7 bulan sapi perah dikeringkan. Sapi kering hanya
diberi rumput dan dari satu bulan menjelang beranak sampai produksi puncak

sapi perah tidak mendapat konsentrat yang setara untuk produksi puncak

(challenge feeding). Sapi perah induk laktasi sudah harus dikeringkan pada hari

ke-309 setelah beranak dan lama kering kandang yang paling baik adalah

sekitar 56-60 hari.

2. Bahan pakan ternak sapi pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yakni

pakan hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan. Pakan hijauan untuk induk

laktasi dapat diberikan dalam bentuk kering(hay) maupun dalam bentuk basah

atau hijauan segar (dalam bentuk silage). Secara umum pada kondisi kering ini,

ternak diberikan sedikit hijauan dan pengurangan bahkan penghentian

pemberian konsentrat pada masa awal kering, sedangkan pada akhir masa
kering hijauan diberikan dalam jumlah seperti biasa dan diikuti dengan

penambahan konsentrat.

3. Penyakit yang biasa menyerang sapi perah laktasi dan mempengaruhi produksi

susu adalah mastitis, brucellosis, dan milk fever. Dalam pelaksanaan masa

29
30

kering sapi perah dilakukan dengan dua sistem, yaitu secara fisiologis dan

secara mekanis.

4. Sapi dara dengan pertumbuhan yang lambat akan mengalami birahi pertama

yang tertunda serta cliperburuk dengan mengalami sulit bunting. Masa birahi

yang terlambat juga akan menyebabkan sapi perah terlambat bunting, sehingga

akan mengeluarkan biaya pakan yang lebih dan akan menghambat keuntungan.

5. Pemerahan pada sapi perah sangat menentukan jumlah susu yang akan
dihasilkan. banyak factor yang mempengaruhi produksi susu ketika pemerahan.

salah satunya adalah waktu pemerahan yang biasaya dilakukan dua kali dalam

sehari pada pagi jam 05.00 dan sore hari jam 14.00. dengan interval yang baik

akan menghasilkan jumlah susu yang optimal.

6. Selama masa laktasi berlangsung, baik produksi susu masa laktasi pertama dan

selanjutnya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu Faktor Makanan,

Faktor Genetik, Faktor Tatalaksana, Faktor Iklim, Faktor Umur, Faktor ukuran

tubuh dan berahi.

7. Setelah melahirkan (partus) sapi perah tidak boleh langsung diambil susunya.

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan kecukupan gizi anak sapi

yang baru dilahirkan. Karena pada masa sapi setelah melahirkan, susu yang di

produksi berupa colostrum yang berguna bagi anak sapi untuk menambah

kekebalan tubuh atau sebagai anti bodi pada pedet yang baru lahir. Colostrum

di produksi oleh induk sapi sekitar 7 – 10 hari. Kering kandang dibagi dalam

dua fase yaitu fase awal kering dan fase akhir kering.

30
31

8. Sapi laktasi yang tidak berproduksi baik akan di afkir. Sapi ini biasanya

memiliki produksi yang rendah atau tidak biasa memproduksi susu sama sekali,

ternak tersebut mengalami penyakit yang susah disembuhkan dan umur sapi

tersebut sudah tua atau memasuki laktasi.

4.2 SARAN

Menyadari bahwa penulis makalah masih jauh dari kata sempurna,

kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang

makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunya

dapat di pertanggung jawabkan. Penulis menyadari dalam pembagian tugas

pembuatan makalah masih tidak merata sehingga perlu dilakukannya diskusi

terlebih dahulu sebelum menyusun makalah agar tidak ada pihak yang merasa

diberatkan.

31
32

DAFTAR PUSTAKA

A.S,Sudarmono, Bambang,Y Sugeng, 2008, Sapi Potong, Penebar Swadaya, Jakarta.


Agus Santoso. (2010). Studi Deskriptif Effect Size Penelitian-Penelitian Di Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma. Jurnal Penelitian. 14(I). Hlm. 1-17.
Akoso, T.B. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius: Yogyakarta.
Anggraeni, Adisty C. (2012). Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Yogyakarta
Bahri, S. 1998. Beberapa Aspek Keamanan Pangan Asal Hewan Ternak di
Indonesia. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor
C. D. A. Sumoprastowo dan Syarief, M. Z.1990. Ternak Perah. CV. Yasaguna.
Jakarta.
Djarijah A S. 1996. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Kanisius.
Djojowidagdo, S. 1982. Mastitis Mikotik, Radang Kelenjar Susu Oleh cendawan
pada Ternak Perah. Warta Zoa 1:9-12. Kanisius. Yogyakarta.
Girisonta. 1995. Petunjuk Beternak Sapi Perah. Kanisius : Yogyakarta.
Girisonta. 1995. Petunjuk Beternak Sapi Perah. Kanisius : Yogyakarta.
Jahja dan Retno. 2010. Petunjuk Mendiagnosa Penyakit Ayam. Medion. Bandung.
PRABOWO A. 1994. Kepentingan menjaga perkembangan ambing pada sapi perah
dara. Pros. Pertemuan Ilmiah Pengolahan clan Komunikasi Hasil Penelitian Sapi
Perah. Sub Balai Peneltitian Ternak, Grati. Hal. 272 - 279.
Ramli, et al., 2009. Prevalence and Risk Factor For Stunting and Severe Stunting.
Among Under Fives In North Maluku Province Of Indonesia. BMC.
Santosa, U. 2010. Mengelola Peternakan Sapi Secara Profesional. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Santun Sitorus. 1985. Evaluasi Sumber daya Lahan. Bandung : Tarsito.
Sarwono, W. dan Arianto, (2002) manajemen Pemeliharaan Sapi Potong, Jakarta:
Penebar Swadaya
SIREGAR S. 1989. Sapi Perah. Jenis, Teknik Pemeliharaan, clan Analisa Usaha. PT.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, S. 1992. Sapi Perah: Jenis, Teknik Pemeliharaan, dan Analisis Usaha.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S. 1999. Jenis, Tehnik Pemerahan, dan Analisis Usaha Sapi Perah. Penebar
Swadaya. Jakarta
Sudono, A. 1983. Produksi Sapi Perah. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas
Peternakan IPB. Bogor
Sudono, A., R.F. Rosdiana dan B.S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

32
33

Sutardi, T. 1980. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-ilmu Nutrisi Ternak.


Orasi Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syarief, E. K. dan Bagus H. 2011.Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi
Perah. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Toelihere. 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak. Cetakan Keenam. Angkasa.
Bandung.
Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis (Diterjemahkan oleh S.G.N.D. Darmadja). Edisi ke-1. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta

33
34

LAMPIRAN TUGAS

NO NAMA KETERANGAN

1. Ineu Permatasari BAB 2

2. Wildan Nasuha BAB 3 (Pengafkiran)

3. Ma’rifatul Ulya Bab 1 + BAB 3 (Pengeringan)

4. Malkan Anugrah PPT

5. Gina Salma A Bab 3

(Pertumbuhan, Pemerahan, Produksi

susu)

6. M. Yusya Syarif Bab 4 + VIDEO

7. Ismail Al- fikri


BAB 3

(Handling, Pakan, Kesehatan)

8. Achmad Nurfaiz EDITOR + PRINT

34

Anda mungkin juga menyukai