Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH PRODUKSI DAN MANAJEMEN TERNAK PERAH

“Manajemen Pemeliharaan Pedet, Sapi Dara, dan Pejantan”

Kelas E
Kelompok 6

Tim Penyusun

Adyasha Dzaki 200110200312


Geiska Nabillah Rosma Putri 200110200313
Bhenika Febyana 200110200317
Muhammad Azzumar Abdan N 200110200320
Irvan Ramadhan Setiawan 200110200331
Nurdiana Sulaeman 200110200338
Habib Salman Giffari 200110200342
Muhammad Syafi’i 200110200347
Ivander Falih Basyir 200110200354

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSTAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai “Manajemen Pemeliharaan
Pedet, Sapi Dara, dan Pejantan” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Dr. Ir.
Lia Budimulyati Salman, M.P. pada mata kuliah Produksi dan Manajemen Ternak Perah. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Lia Budimulyati Salman, M.P. selaku
Dosen mata kuliah Produksi dan Manajemen Ternak Perah, yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan
makalah kami. Semoga makalah ini dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca
dan juga penulis.

Jatinangor, 25 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
BAB I ............................................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1

1.2 Identifikasi Masalah ...................................................................................................................... 2

1.3 Maksud dan Tujuan....................................................................................................................... 2

BAB II........................................................................................................................................................... 3

KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................................................................... 3

2.1. Manajemen Pemeliharaan Pedet ................................................................................................... 3

2.2. Pakan Sapi Pedet ........................................................................................................................... 5

2.3. Manajemen Pemeliharaan Sapi Dara ............................................................................................ 6

2.4. Pakan Sapi Dara ............................................................................................................................ 7

2.5. Manajemen Pemeliharaan Pejantan .............................................................................................. 7

2.6. Kesehatan dan Seleksi Sapi Perah ................................................................................................ 8

BAB III ....................................................................................................................................................... 11

PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 11

3.1 Sapi Pedet.................................................................................................................................... 11

3.1.1. Pengertian Pemeliharaan Pedet ........................................................................................... 13

3.1.2. Perawatan Pedet .................................................................................................................. 14

3.2 Sapi Dara..................................................................................................................................... 15

3.2.1 Pertumbuhan Sapi Dara ...................................................................................................... 15

3.2.2 Seleksi dan Pengafkiran Sapi Dara ..................................................................................... 16

3.3 Sapi Pejantan............................................................................................................................... 19

3.1.1. Pemeliharaan dan Seleksi Sapi Pejantan ............................................................................. 19

3.1.2. Perawatan Sapi Pejantan ..................................................................................................... 23

ii
3.4 Manajemen Pakan Sapi Perah ..................................................................................................... 24

3.5 Manajemen Kesehatan Sapi Perah .............................................................................................. 27

BAB IV ....................................................................................................................................................... 30

PENUTUP .................................................................................................................................................. 30

4.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 30

4.2 Saran ........................................................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 31

LAMPIRAN................................................................................................................................................ 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha peternakan sapi perah akan berlangsung dengan baik apabila breeding,
feeding dan manajemen berjalan dengan baik. Manajemen Pemeliharaan untuk sapi perah
perlu diperhatikan dari mulai pedet, dara, jantan dan pejantan. Tidak mudah untuk
melaksanakan manajemen pemeliharaan pada sapi perah banyak hal yang perlu
diperhatiakan. Pemelihaan pada pedet memerlukan perhatian dan ketelitian yang tinggi
dibanding dengan pemeliharaan sapi dewasa. Hal ini disebabkan karena kondisi pedet
yang masih lemah sehingga bisa menimbulkan angka kematian ( mortalitas ) yang tinggi.
Lalu pemeliharaan pada dara diperlukan untuk hidup pokoknya, reproduksi dan masa
laktasi. Ketiga hal tersebut perlu diperhatikan pada pemeliharaan sapi perah dara.
Pemeliharaan jantan dan pejantan tidak begitu berat dibandingkan dengan pedet dan dara,
dan biasanya jantan dalam usaha peternakan sapi perah populasinya sedikit. Pelaksanaan
manajemen pemeliharaan harus disusun sedemikian rupa. Pemeliharaan terdiri dari
handling, pakan, kesehatan, pertumbuhan, pengeringan, seleksi dan pengafkiran. Penting
sekali mengetahui dasar dari manajemen pemeliharaan sapi perah, agar usaha peternakan
sapi perah yang akan dilakukan berjalan dengan baik dan memperoleh keuntungan yang
maksimal.

1
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang perlu dikaji dalam diskusi adalah
bagaimana manajemen pemeliharaan pedet sapi perah periode prasapih yang meliputi
perlakuan pedet saat lahir, perkandangan, pemberian pakan dan minum, sanitasi dan
pencegahan penyakit, identifikasi, recording, dan pertumbuhan, Maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana cara pemeliharaan sapi pedet?


2. Bagaimana cara pemeliharaan pejantan?
3. Bagaimana cara pemeliharaan sapi dara?
4. Bagaimana manajemen pakan sapi perah?
5. Bagaimana manajemen kesehatan?

1.3 Maksud dan Tujuan


a. Memahami cara pemeliharaan sapi pedet
b. Memahami cara pemeliharaan pejantan
c. Memahami cara pemeliharaan sapi dara
d. Memahami manajemen pakan sapi perah
e. Memahami manajemen kesehatan

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Manajemen Pemeliharaan Pedet

Kelangsungan hidup pedet sangatlah penting karena pada fase ini tingkat
pertumbuhan pedet sangat cepat. Banyak ditemui dipeternak, dimana tingkat
pertumbuhan pedet sangat rendah bahkan tercatat angka kematiannya yang cukup
tinggi. Kematian pedet umumnya terjadi pada saat masa penyapihan yaitu sekitar umur
4-5 bulan, sehingga sulit diharapkan bagi induk atau pejantan yang berkualitas tinggi.
Mencukupi kebutuhan nutrisi dapat memacu pertumbuhan ternak muda, maka
diperlukan adanya intervensi berupa pakan imbuhan yang praktis, strategis dan murah.
Pakan imbuhan yang digunakan ini mengandung dua jenis probiotik dan beberapa jenis
tanaman leguminosa yang banyak tersedia di Indonesia (Kusumawardani, 2003).
Langkah awal yang harus dilakukan terhadap pedet yang baru lahir adalah
membersihkan lendir di dalam rongga mulut dan rongga hidung serta mengeringkan
bulunya yang dapat dilakukan dengan baik oleh induknya sendiri. Tali pusar dipotong
pendek (±2 cm dari pangkalnya) dan diberi yodium segera mungkin setelah kelahiran
untuk mencegah infeksi. Biarkan pedet bersama induk selama 40-72 jam, agar pedet
mendapat kolostrum dan menggertak induk untuk mengeluarkan susu dengan mudah
dan lancar. Selanjutnya pedet ditempatkan dalam kandang khusus pedet serta dijaga
supaya pedet dan alas kandangnya tetap kering. Selanjutnya yang terpenting adalah
pedet harus mendapatkan kolostrum (yaitu susu yang dihasilkan oleh induk yang baru
melahirkan) yang dihasilkan induk hingga 1 minggu setelah kelahiran sebanyak tidak
lebih dari 6% berat badannya (Ellyza, 2011).

Saluran pencernaan pedet saat lahir belum berkembang dan berfungsi dengan baik,
sehingga belum mampu mencerna pakan padat, rumput, atau sumber serat lainnya.
Pemberian pakan padat dan hijauan (pakan sumber serat) pada pedet dilakukan secara
bertahap. Saat pedet baru dilahirkan, pakan pertama yang harus diberikan adalah

3
kolustrum karena pedet hanya mampu memanfaatkan nutrien susu, kemudian meningkat
dengan pemberian susu induk atau susu pengganti, pakan padat, dan rumput (Hadziq,
2011). Penambahan konsentrat diharapkan akan meningkatkan produksi asam propionat
pada biokonversi pakan dalam rumen. Semakin tinggi asam propionat maka prekursor
pembentukan glikogen semakin banyak sehingga dapat meningkatkan laju pertambahan
bobot badan. Suplementasi konsentrat akan meningkatkan kecernaan bahan kering,
organik dan energi (Sariubang dan Tambing, 2000).

Pedet lepas sapih hanya akan mengkonsumsi air susu sedikit demi sedikit dan secara
bertahap anak sapi akan mengkonsumsi calf starter (konsentrat untuk awal
pertumbuhan yang padat akan gizi, rendah serat kasar dan bertekstur lembut) dan
tahap selanjutnya akan mencoba belajar mengkonsumsi hijauan berupa rumput segar
(Imron, 2009). Pemberian pakan konsentrat dengan protein kasar dapat memberikan
kebutuhan akan energi yang diperlukan untuk kelangsungan hidup pada pedet lepas
sapih. Pakan tersebut sangat diperlukan terutama untuk perkembangan ambing dan juga
perkembangan tubuh.
Nutrien yang dikonsumsi pedet dibutuhkan untuk hidup pokok dan pertambahan
bobot badan dalam bentuk deposit protein dan mineral. Kebutuhan nutrien pedet antara
lain bergantung kepada umur, bobot badan dan pertambahan bobot badan (NRC, 2001).
Kebutuhan hidup pokok yaitu kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup. Jika sapi
memperoleh pakan lebih dari kebutuhan hidup pokok, sebagian kelebihan nutrien
tersebut akan diubah menjadi bentuk produksi, misalnya pertumbuhan atau kenaikan
bobot badan, produksi susu atau produksi tenaga . Tingkat pertambahan bobot badan
maksimum yang dapat diraih ditentukan oleh tingkat konsumsi energi. Menurut
Cullison et al., (2003), fungsi nutrien bagi ternak adalah menyediakan energi untuk
produksi panas dan deposit lemak, memelihara sel-sel tubuh, mengatur berbagai fungsi,
proses dan aktivitas dalam tubuh.
Sapi akan mengkonsumsi bahan kering berkisar antara 1,4-2,7% dari bobot badannya
(NRC, 2001). Seiring dengan bertambahnya konsumsi pakan padat seperti rumput dan
calf starter (ransum pemula) maka papilae rumen akan berkembang yang diiringi dengan
pertumbuhan mikroorganisme rumen (Rakhmanto, 2009)

4
2.2.Pakan Sapi Pedet
Pedet yang baru saja lahir lebih baik dibiarkan bersama – sama induknya selama 24
sampai dengan 36 jam untuk memberi kesempatan memperoleh susu pertama. Susu
pertama itu disebut kolostrum. Kolostrum xv adalah produksi susu awal yang berwarna
kuning, agak kental dan berubah menjadi susu biasa sesudah 4 sampai dengan 5 hari.
Kolostrum sangat penting bagi pedet yang baru saja lahir,karena:
- kolostrum kaya akan protein (casein) dibandingkan susu biasa.Protein dibutuhkan pedet
untuk pertumbuhan tubuh.
- kolostrum mengandung vitamin A,B2,C dan vitamin-vitamin yang sangat diperlukan
pedet.
- kolostrum mengandung zat penangkis (anti bodi) yang dapat memberi kekebalan bagi
pedet terutama terhadap bakteri E. coli penyebab scours. Zat penangkis tersebut misalnya
immuglobin (Tillman, 1998).
Alat pencernaan Pedet umur kurang 4 bulan belum sempurna. Pencernaan pakan
yang dilakukan oleh bakteri dan protozoa yang ada di dalam rumen belum berarti. Oleh
karena itu pedet tidak dapat memakan hijauan kasar dengan kualitas rata-rata dalam
jumlah besar. Pedet diberi susu buatan selama mungkin dengan takaran makanan
konsentrat yang serasi dengan pakan kasar yang kualitasnya tinggi dan seekonomis
mungkin. Pakan kasar yang berupa legume dapat diberikan karena disukai dan bergizi
tinggi (Reksohadiprodjo, 1995)
Pakan utama pedet ialah susu. Pemberian susu biasanya berlangsung sampai
dengan pedet berumur 3 sampai dengan 4 bulan. Pakan pengganti dapat diberikan namun
harus memperhatikan kondisi atau perkembangan alat pencernaan pedet. Cara pemberian
pakan dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari peternak itu sendiri, kondisi
pedet dan jenis pakan yang diberikan (Anonimus, 1995).
Kolostrum diberikan untuk pedet setidaknya untuk 3 hari, tetapi jika pemberian
susunya dengan ember kemungkinkan untuk menyusu induknya hanya (12 sampai
dengan 24) jam pertama dan setelah itu kolostrumnya diberikan dengan ember.
Kolostrum mengandung bahan kering dua kali lipat dari pada susu. Kandungan protein
dapat mencapai 18 % dibandingkan (3 sampai dengan 5)% dengan susu biasa. Kolostrum
banyak mengandung vitamin dan mineral dan bersifat pencahar dan membantu

5
membersihkan intestinum dari kotoran yang bergumpalan. Juga mengandung antibodi
yang dibutuhkan oleh pedet. Ini membantu pedet melindungi dirinya terhadap penyakit.
Amat penting bagi pedet untuk mendapatkan kolostrum didalam 24 jam pertama setelah
lahir karena saluran pencernaannya dapat menyerap antibodi selama periode ini.
Kelebihan kolostrum dapat diberikan kepada anak sapi lebih tua. Biasanya dicampur
dengan susu atau air (Williamson, G dan W.J.A. Payne., 1993).

2.3.Manajemen Pemeliharaan Sapi Dara


Pemeliharaan sapi dara dilakukan dari mulai pedet lepas sapih hingga siap kawin dan
bunting. Graminae yang diberikan pada dara adalah rumput gajah dan rumput raja,
sedangkan leguminosa yang diberikan adalah kaliandra, indigofera dan gamal. Hijauan
diberikan sebanyak 40 kg/ekor/hari. Konsentrat yang diberikan adalah formulasi
konsentrat dara komersil yang diberikan sebanyak 2,5 kg/ekor/hari. Frekuensi pemberian
pakan dilakukan satu kali pada pukul 07.30.
Dara digembalakan sampai umur kebuntingan 5 bulan yang dimulai saat umur
kebuntingannya mencapai 2 - 3 bulan. Hijauan yang ditanam di area penggembalaan
diantaranya star grass, rumput setaria, rumput BD dan rumput kolonjono. Dara keluar -
masuk kandang untuk mempermudah petugas dalam mengontrol kesehatan maupun
pertumbuhan dara.
Bila ditemukan sapi birahi maka selanjutnya dilakukan palpasi rektal untuk
menentukan waktu yang tepat untuk IB. Waktu pengawinan adalah 12 jam puncak birahi
yaitu keluarnya clear discharge. Sistem perkawinan yang dilakukan adalah IB dengan
semen impor dari Kanada. PKB dilakukan dengan dua cara, yaitu ultrasonografi (USG)
dan palpasi rektal. Pencatatan reproduksi meliputi pencatatan nomor ear tag, nama tetua,
umur sapi, tanggal IB terakhir, nama straw, nama petugas IB, tanggal PKB, hasil PKB,
petugas PKB, serta tanggal perkiraan beranak.
Kering kandang dilakukan sejak umur kebuntingan 7 bulan. Kandang sapi induk
kering dengan umur kebuntingan 7– 8 bulan ditempatkan di kandang free stall barn,
sedangkan sapi dengan umur kebuntingan diatas 8 bulan ditempatkan di kandang
maternity stall dengan sistem stall barn. Manajemen pemeliharaaan sapi induk kering

6
manajemen pemberian pakan dan air minum, manajemen penggembalaan, proses
pengeringan dan penanganan kesehatan.

2.4.Pakan Sapi Dara


Jenis pakan hijauan yang diberikan adalah rumput raja sebanyak ±65 kg/ekor/hari,
sedangkan jenis konsentrat yang diberikan adalah formulasi konsentrat dara komersil
sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Frekuensi pemberian pakan hijauan adalah 3 kali yaitu pada
pukul 07.00, 11.00, 15.30, sedangkan konsentrat diberikan 1 kali pada pagi hari. Mineral
feed supplement sebanyak 1 sendok makan/ekor diberikan pada siang hari. Terjadi
perubahan manajemen pemberian pakan saat 2 minggu sebelum beranak. Jumlah
pemberian rumput raja 60 kg/ekor, pemberian konsentrat 5-6 kg/ekor dan pemberian
MgO sebanyak 40 gr/ekor.

2.5.Manajemen Pemeliharaan Pejantan


Pemberian pakan Ransum yang baik untuk sapi pejantan agar mencapai
performans yang maksimal haruslah terdiri atas sejumlah hijauan dan konsentrat .
Hijauan diberikan minimal 10% dari berat badan ternak, sedangkan konsentrat 1-2% dari
berat badan ternak. Sebagai contoh, untuk pejantan yang mempunyai bobot badan 400
kg, diberi rumput segar sebanyak 40 kg dan konsentrat sebanyak 4-8 kg. Hijauan dapat
berupa :
 Rumput unggul atau rumput kultur, seperti : rumput gajah, rumput raja, rumput
setaria, Brachiaria brizantha, Pannicum maximum, dan lain-lain.
 Rumput lapangan, contohnya : rumput hutan atau rumput alam.
 Leguminosa, antara lain berupa lamtoro, gamal, kaliandra, siratro, dan lain-lain.
 Limbah pertanian, antara lain seperti jerami padi, daun jagung, daun ubi kayu, daun
ubi jalar, pucuk tebu, dan lain-lain (Siregar, 2002).
Pakan konsentrat (pakan penguat) adalah pakan tambahan yang berkonsentrasi
tinggi dengan kadar serat kasar yang relatif rendah dan mudah dicerna. Konsentrat dapat
berupa pakan komersial atau pakan yang disusun dari bahan pakan yang berasal dari biji
bijian seperti jagung giling, menir, bulgur, hasil ikutan pertanian atau pabrik (seperti :
dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan berbagai umbi-umbian)

7
Pengaturan perkawinan Untuk pejantan di kandang individu, perlu dilakukan
exercise minimal 1-2 kali dalam seminggu dengan cara dilepas secara terikat di luar
kandang terbuka sekitar 3-4 jam. Pemeliharaan pejantan secara intensif, satu pejantan
dapat mengawini sebanyak 30-50 ekor betina. Pejantan yang dipelihara dalam kandang
kelompok kawin , pola perkawinannya dirotasi setiap 6 bulan. Untuk menghindari
perkawinan keluarga (inbreeding), setelah 2 tahun pejantan dirotasi ke wilayah lain.
Perkandangan Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang dilengkapi
dengan palungan (pada sisi depan) dan saluran pembuangan kotoran pada sisi belakang.
Konstruksi kandang pejantan harus kuat serta mampu menahan benturan dan dorongan
juga memberikan kenyamanan dan keleluasaan bagi ternak. Ukuran kandang pejantan
adalah panjang (sisi samping) 275 cm dan lebar (sisi depan) 200 cm. Disamping kandang
individu, seekor sapi pejantan juga membutuhkan kandang paksa atau kandang jepit yang
digunakan untuk melakukan perkawinan (IB + kawin alam) dan menampung sperma
serta perawatan kesehatan (seperti potong kuku dan lain sebagainya). Bangunan kandang
biasanya terbuat dari bahan pipa besi agar konstruksinya kuat dan mampu menahan
gerakan sapi. Ukuran kandang paksa yaitu panjang 110 cm dan lebar 70 cm dan tinggi
110 cm. Pada bagian sisi depan kandang dibuat palang untuk menjepit leher ternak
(Rasyid dan Hartati, 2007).

2.6.Kesehatan dan Seleksi Sapi Perah


Program pencegahan penyakit dalam peternakan sapi perah harus dilakukan
secara teratur (Sudono dkk., 2003). Organisme pengganggu harus diberantas sehingga
keberadaanya dapat dihilangkan atau populasinya dapat ditekan. Keberadaan penyakit
menjadi masalah serius dalam usaha peternakan. Penyakit adalah segala sesuatu yang
dapat menimbulkan gangguan pada ternak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penyakit dapat berupa infeksi virus, bakteri, jamur dan parasit atau bukan infeksi seperti
cacat genetik, cedera fisik dan 7 ketidakseimbangan nutrisi. Oleh karena itu pencegahan
penyakit seharusnya dimulai sejak awal. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
untuk menciptakan kondisi ideal bagi ternak agar penyakit tidak dapat menyerang yakni
sterilisasi ternak, kandang dan peralatan (Yulianto dan Saparinto, 2010). Penyakit yang
sering dijumpai pada peternakan sapi perah adalah mastitis. Mastitis merupakan

8
peradangan kalenjar ambing disertai dengan perubahan sifat fisik, kimia dan
mikrobiologi pada susu. Pengobatan penyakit mastitis dengan memberikan antibiotik
(Syarif dan Harianto, 2011).
Seleksi dari segi genetik diartikan sebagai suatu tindakan untuk membiarkan
ternak-ternak tertentu berproduksi, sedangkan ternak lainnya tidak diberi kesempatan
berproduksi. Ternak-ternak pada generasi tertentu bisa menjadi tetua pada generasi
selanjutnya jika terdapat dua kekuatan. Kedua kekuatan itu adalah seleksi alam dan
seleksi buatan (Noor, 2004).
Memilih ternak berdasarkan visual berarti kita memilih ternak berdasarkan sifat-
sifat yang tampak. Memilih bibit hampir sama dengan seleksi untuk tujuan produksi.
Seleksi berdasarkan visual ini biasa disebut dengan judging.
Judging pada ternak dalam arti yang luas adalah usaha yang dilakukan untuk
menilai tingkatan ternak yang memiliki karakteristik penting untuk tujuan-tujuan
tertentu. Judging dalam arti sempit adalah referensi untuk pemberian penghargaan
tertentu dalam suatu kontes (Santoso, 2004).
Judging maupun seleksi sapi perah dalam pengamatan berguna untuk
menghubungkan antara tipenya sebagai sapi perah yang baik dengan fungsi produksi
susunya. Pemberian deskripsi dalam penampilan sapi perah yang ideal biasanya
menggunakan semacam kartu skor yang disebut The Dairy Cow Unified Score Card.
Kartu skor tersebut dibagi menjadi 4 bagian utama yaitu: penampilan umum (30 nilai),
sifat sapi perah (20 nilai), kapasitas badan (20 nilai), sistem mammae (30 nilai) (Blakely
dan Blade, 1995).
Sapi perah yang berkualitas merupakan salah satu aspek utama penentu
keberhasilan usaha peternakan sapi perah. Membeli sapi perah yang berkualitas
sebaiknyapilih sapi perah yang memiliki keturunan sapi perah jenis sapi dengan
produktifitas susu tinggi 9 misalnya, keturunan asli sapi FH. Sapi berkualitas juga harus
memiliki tampilan ciri fisik khas sapi perah yang baik, sehat (terutama sistem
reproduksinya), dan bebas penyakit yang menular. Berikut ini ciri fisik sapi perah yang
sehat:
1. Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular.
2. Dada lebar serta tulang rusuk panjang dan luas.

9
3. Ambing besar, memanjang kea rah perut, dan melebar sampai di antara paha
4. Kondisi ambing lunak, elastik, dan diantara keempat kuartir terdapat jeda yang cukup
besar. Setelah diperah, ambing akan berlipat dan kempis, sedangkan sebelum diperah
mengembung dan besar.
5. Kaki kuat, tidak pincang dan jarak antara paha lebar.
6. Produksi susu, dengan laktasi pertama produksi susu minimum 20 liter.
7. Sapi perah yang berkualitas juga dapat melahirkan setiap tahun sehingga dapat
menghasilkan susu secara rutin setiap tahun (Kemal dan Harianto, 2011)

10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sapi Pedet


Pedet didefinisikan sebagai anak sapi yang baru lahir hingga berumur 8 bulan. Pedet yang
baru dilahirkan (dan kondisinya sehat) dipelihara bersama induknya di dalam satu kandang.
Sumber makanan pedet untuk fase ini berupa kolostrum dan susu induk. Setelah beberapa
bulan barulah pedet dapat disapih. Pedet merupakan ternak replacement stock. Pemberian
suplemen pada pedet prasapih pada awal laktasi diharapkan akan dapat mengendalikan
penyebab terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient
untuk pedetnya. Pedet harus mendapatkan perhatian khusus dari para peternak, mengingat
tingkat kematian dan daya tahan tubuhnya terhadap penyakit (Affandhy, 2013), tingkat
kematian pedet pada peternakan rakyat masih cukup tinggi, yaitu berkisar antara 7-27%.
Pertumbuhan pedet prasapih merupakan salah satu titik kritis yang perlu mendapat
perhatian serius. Kekurangan nutrisi akan mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh dan
rentan terhadap penyakit yang mengarah pada kematian pedet (Sharma dan Jain dalam
Ahmad et al., 2004). Keberhasilan pada periode ini sangat menentukan pertumbuhan pedet
pada periode berikutnya. Ternak yang mengalami kekurangan pakan pada saat sebelum
pubertas akan mengalami hambatan pertumbuhan dan pencapaian umur pubertas.
Pedet yang baru lahir tidak mempunyai kekebalan tubuh (antibodi), dan hanya akan
diperoleh dari kolostrum induknya. Kolostrum mengandung "growth factor” dan
"immunomudulatory factors" yang dapat mengatur kekebalan tubuh ternak, Oleh karena itu
kolostrum pertama harus sudah diberikan kepada pedet dalam waktu 1 jam pertama sesudah
lahir. Apabila dalam 1 jam pertama pedet belum mendapat kolostrum maka peternak harus
memaksa pedet minum kolostrum dengan cara dibantu dengan memasukkan jari yang
berlumur kolostrum ke dalam mulut pedet dan menuntunnya ke dalam kolostrum yang
disediakan di ember.
Saluran pencernaan pedet saat lahir belum berkembang dan berfungsi dengan baik,
sehingga belum mampu untuk mencerna pakan padat, rumput, atau sumber serat lainnya.

11
Oleh karena itu, pemberian pakan padat dan hijauan (pakan sumber serat) pada pedet
dilakukan secara bertahap. Saat pedet baru dilahirkan, pakan pertama yang harus diberikan
adalah kolostrum karena pedet hanya mampu memanfaatkan nutrien susu, kemudian
meningkat dengan pemberian susu induk atau susu pengganti, pakan padat, dan rumput.
Perkembangan dan pertumbuhan pedet setelah lahir sangat bergantung pada jumlah dan
kualitas pakan yang diberikan. Pada saat lahir, perut depan pedet belum berkembang seperti
pada ruminan dewasa. Bobot abomasum pedet sekitar setengah berat perut total. Setelah
lahir, rumen, retikulum, dan omasum akan terus berkembang hingga berfungsi baik. Pedet
memulai tahap transisi pada umur 5 minggu dan berakhir umur 12 minggu. Pada tahap ini,
pola metabolisme karbohidrat berubah. Penggunaan glukosa secara langsung yang diserap
dari usus halus sebagai hasil hidrolisis laktosa mulai hilang dan proses glukoneogenesis asal
propionat mulai muncul (Arora, 1989).
Menurut Williamson & Payne (1993), rumen berfungsi dengan baik setelah anak sapi
berumur dua bulan atau jika anak sapi telah mengkonsumsi pakan padat (rumput atau
kosentrat). Menurut Arora (1989), perkembangan rumen dipengaruhi oleh: (1) pakan kasar
yang merupakan stimulus fisik bagi perkembangan kapasitas rumen, (2) produk fermentasi
yang merupakan stimulus kimia bagi perkembangan papila-papila rumen. Setelah ternak
mengkonsumsi pakan berserat tinggi, maka bobot rumen menjadi lebih berat daripada ternak
yang tidak mengkonsumsi hijauan.
Pedet yang lahir sehat dan kuat biasanya 30-60 menit setelah lahir sudah dapat berdiri.
Pedet waktu lahir tidak memiliki kekebalan untuk melawan penyakit. Oleh karena itu agar
pedet setelah lahir dapat melawan penyakit, 30-60 menit setelah pedet lahir segera diberi
minum kolostrum. Kolostrum adalah susu yang dihasilkan oleh sapi setelah melahirkan
sampai sekitar 5-6 hari. Kolostrum sangat penting untuk pedet setelah lahir karena kolostrum
mengandung zat pelindung atau antibodi (gama glubolin) yang dapat menjaga ketahanan
tubuh pedet dari penyakit yang berbahaya. Pedet biasanya diberi kolostrum segar paling
sedikit 3 hari. Pemberian kolostrum seawal mungkin sangat penting. Berdasarkan penelitian
menunjukkan bahwa semakin cepat pemberian kolostrum semakin cepat kolostrum masuk ke
dalam abomasum intestinum. Selanjutnya antibodi segera diserap dan antibodi masuk ke
dalam darah pedet dan secepatnya pedet dapat mencegah atau melawan penyakit. Antibodi
dapat diserap melalui dinding usus hanya selama 24 jam sampai 36 jam pertama kehidupan

12
sejak dilahirkan. Jumlah terbanyak antibodi yang dapat diserap adalah dalam 1 (satu) jam
pertama sebanyak 50% antibodi yang ada di dalam kolostrum. Pada 20 jam berikutnya
efisiensi penyerapan antibodi hanya 12%. Setelah 24 jam sampai 36 jam atau setelah
menelan bakteri atau bahan asing lainnya, permukaan usus akan kehilangan kemampuan
untuk menyerap antibodi. Oleh karena itu penting sekali memberi kolostrum pada jam
pertama kelahiran dengan peralatan yang bersih (Agrinak, 2015).
Susu segar dapat digunakan sebagai pakan bagi pedet setelah pemberian kolostrum
intensif minimal 3 hari dengan dosis 8-10% dari bobot lahir pedet. Misalnya, pedet lahir
dengan bobot 45 kg, maka dilakukan pemberian air susu sebanyak 4,5 liter/hari atau 2,25
liter setiap pemberian. Hindari pemberian air susu berlebih dan ganti-ganti secara mendadak.
Over feeding akan memperlambat penyapihan dan akan mengurangi konsumsi bahan kering
dan akan mengakibatkan diare. Pertumbuhan pedet prasapih merupakan salah satu titik kritis
yang perlu mendapat perhatian serius. Kekurangan nutrisi akan mengakibatkan turunnya
kekebalan tubuh dan rentan terhadap penyakit yang mengarah pada kematian pedet (Sharma
dan Jain dalam Ahmad et al., 2004).

3.1.1. Pengertian Pemeliharaan Pedet


Kelangsungan hidup pedet sangatlah penting karena pada fase ini tingkat pertumbuhan
pedet sangat cepat. Banyak ditemui di peternak, dimana tingkat pertumbuhan pedet sangat
rendah bahkan tercatat angka kematiannya yang cukup tinggi. Kematian pedet umumnya
terjadi pada saat masa penyapihan yaitu sekitar umur 4-5 bulan, sehingga sulit diharapkan
bagi induk atau pejantan yang berkualitas tinggi. Mencukupi kebutuhan nutrisi dapat
memacu pertumbuhan ternak muda, maka diperlukan adanya intervensi berupa pakan
imbuhan yang praktis, strategis dan murah. Pakan imbuhan yang digunakan ini mengandung
dua jenis probiotik dan beberapa jenis tanaman leguminosa yang banyak tersedia di
Indonesia (Kusumawardani, 2003).

Persiapan kandang menjelang kelahiran dilakukan dengan membersihkan kandang induk


kemudian dilengkapi dengan alas kandang dari jerami padi. Kandang kelompok berukuran 2
m x 2 m dilengkapi dengan alas dari jerami padi disiapkan untuk menampung 4 ekor anak.
Penempatan pedet dalam kandang dapat dilakukan secara individu,atau kelompok. sesuai
dengan kebutuhan atau kapasitasnya. Ukuran kandang individual untuk pedet umur 0-4
minggu adalah 0,75 m x 1,5 m dan umur 4-8 minggu 1,0 x 1,8 m . Kapasitas kandang pedet
umur 4-8 minggu adalah 1 m Z/ekor, dan umur 8-12 minggu adalah 1,5 m'/ekor.

13
3.1.2. Perawatan Pedet
Perawatan terhadap pedet yang baru lahir dilakukan dengan membersihkan lendir pada
hidung, mulut, dan lendir yang ada di seluruh tubuhnya karena cairan yang menutupi hidung
akan mengganggu pernafasan anak sapi. Selanjutnya pedet dimasukan kedalam kandang
anak yang sudah diberi alas jerami padi/kain kering yang tidak menimbulkan becek/basah.
Untuk mencegah terjadinya infeksi dilakukan pemotongan terhadap tali pusar. Tali pusar
yang 11 masih menggantung kemudian dicelupkan pada larutan yodium tinctuur. Pencelupan
tali pusar kedalam larutan yodium dilakukan setiap hari sampai tali pusar kering.

Pemberian Kolostrum diperoleh dengan cara memerah induk yang telah dibersihkan
ambingnya. Kolostrum diberikan pada anak sapi dengan menggunakan dot bayi sebanyak 3
liter/ekor/hari. Kolostrum diberikan 2 kali sehari yaitu pagi pukul 08:00 dan slang pukul
14:00. Selanjutnya kolostrum diberikan setiap hari secara berturut-turut dengan jumlah dan
jadwal yang sama selama 4 hari sampai kolostrum habis. Pedet tidak memiliki antibodi
(kekebalan tubuh) sebelum memperoleh kolostrum dari induknya. Untuk itu I jam setelah
lahir pedet diberi kolostrum dari induknya. Apabila tidak diperoleh kolostrum dapat dibuat
secara buatan sebagai pengganti kolostrum(SUDONO, 1989).

Pemberian Susu terhadap pedet dilakukan dengan cara memerah induk setiap hari
kemudian pedet dilatih untuk meminumnya melalui ember.Susu diberikan 2 kali sehari yaitu
pagi hari sekitar pkl. 08:00 dan slang hari sekitar pkl. 14:00. Jumlah pemberian setiap ekor
pedet setiap hari masing-masing sebanyak 3 It, 4 It dan 3It secara berturut-turut mulai umur
5-30 hari, 31-60 hari, dan 61-90 hari. Setelah kolostrum habis diperah dilanjutkan dengan
pemberian susu sampai disapih. Susu merupakan makanan utama bagi pedet. Kelangsungan
hidup dan pertumbuhannya ditentukan oleh kecukupan pedet memperoleh susu . Oleh karena
itu pemberian susu bagi pedet perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik.

Pemberian Konsentrat Anak diajarkan makan konsentrat setiap hari dengan pemberian
sebanyak 0,5- 1 kg pada mulai umur 60-90 hari. Pedet dilatih memakan konsentrat dengan
menempelkan konsentrat pada mulut pedet. Pengenalan dan pemberian konsentrat perlu
dilakukan sedini mungkin karena pada umur 2,5-3 bulan rumen dan retikulum pedet sudah
sudah berkembang yang volumenya mencapai 70%. 12 Sebaliknya volume abomasum dan
omasum menyusut kecil mencapai 30% dari seluruh lambung. Setelah pedet bekembang

14
menjadi dewasa volume rumen menjadi 80%, reticulum 5%, omasum 8% dan abomasum
7%.(AAK, 1995)

Pemberian Hijauan Mulai umur 3 minggu pedet diajarkan makan rumput. Pemberian
rumput dilakukan setiap hari dengan jumlah pemberian masing-masing sebanyak 0,25
kg/ekor, 0,5 kg/ekor dan I kg/ekor secara berturut-turut mulai umur 21-30 hari, 31-60 hari
dan 61- 90 hari. Rumput yang diberikan pada pedet dipilih yang masih muda dan kemudian
dipotong-potong dengan golok atau mesin chopper sehingga mudah dicerna oleh anak sapi.
Sebagaimana konsentrat rumput (hijauan) perlu dikenalkan dan diberikan sedini mungkin .
Pemberian rumput yang dimulai pada umur I minggu dapat merangsang perkembangan
rumen yang sangat mendukung pertumbuhan selanjutnya (Hidayati, 1995).

Penyapihan Dua puluh hari menjelang penyapihan, pemberian susu dikurangi sedikit
demi sedikit sampai tidak diberi susu, sebaliknya pemberian konsentrat dan hijauan
ditingkatkan sampai saat disapih, sehingga terbiasa dan tidak mengalami stres berat. Setelah
berumur 90 hari pedet dipisah dari pemberian susu untuk teals dipelihara atau dibesarkan
sebagai pengganti induk atau untuk digemukkan sebagai ternak pedaging. Dengan
melakukan penyapihan biaya pembesaran pedet menjadi lebih hemat dan volume susu yang
dijual dapat ditingkatkan .

3.2 Sapi Dara

3.2.1 Pertumbuhan Sapi Dara


Menurut Hidajati (1998), sapi yang telah lepas sapih yang digunakan sebagai
replacement stock atau pengganti induk yang baik dengan memperhatikan latar belakang
pemeliharaan baik dari pemberian pakan dengan nutrisi yang cukup disebut sapi perah
dara. Pada umur 3,64 bulan sapi akan disapih karena masa estrus akan tertunda apabila
penyapihan lebih lama dilakukan (Trantono, 2007). Menurut Prabowo (1994),
perkembangan ambing pada sapi dara yang berumur antara 3-10 bulan akan mencapai 3
kali kecepatan sel tubuh, pada umur tersebut sapi dara berada pada masa penting karena
perkembangan ambing yang maksimal.
Menurut Sudono (1999), sapi dara layak kawin setelah berumur 15-18 bulan
dengan bobot badan 275-300 kg, umur kawin pertama ditentukan pada kesiapan dewasa

15
kelamin yang ditunjang dengan bobot badan. Pertumbuhan bobot badan tahap pertama
pada sapi dara adalah 0,65 kg per ekor per hari dan pada tahap kedua adalah 0,75-0,8 kg
per ekor per hari dengan bobot badan berkisar antara 350-400 kg (Roy dan Smith, 1987).
Dalam menunjang pertumbuhan yang terus menerus pemberian pakan berkualitas nutrisi
baik sanagt diperlukan, selain untuk pertumbuhan juga dalam masa bunting tambahan
gizi sangat dibutuhkan agar kondisinya tetap baik.
Pemberian pakan berkualitas nutrisi baik dapat berupa hijauan, pakan konsentrat,
dan pakan tambahan. Konsentrat diberikan sebanyak 1 - 1,5% bobot badan dan hijauan
diberikan 10% bobot badan (Hidajati, 1998). Pemberian pakan hijauan diberikan dalam
bentuk segar mengandung air 70 – 80% yang penting bagi ternak perah. ). Pakan dalam
periode dara sangat diperlukan terutama untuk perkembangan ambing dan tubuhnya
untuk mencapai produksi pertamanya.

3.2.2 Seleksi dan Pengafkiran Sapi Dara

3.2.2.1. Seleksi Sapi Dara


Pemilihan bibit dara dianggap penting karena akan menentukan hasil produksi
susu di masa yang akan datang. Seekor sapi perah dara yang akan dijadian bibit
unggul calon induk sebaiknya berasal dari induk dan pejantan yang menghasilkan
produksi susu tinggi. Selain itu, performa atau penampilan sapi perah dara harus
baik, misalnya memiliki kepala dan leher yang sedikit panjang, pundak tajam,
badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar,
jarak antara kaki depan dan kaki belakang cukup lebar. Pertumbuhan ambing dan
puting baik, jumlah puting tidak lebih dari 4 buah yang letaknya simetris. Calon
induk unggul ini tentunya memiliki tubuh yang sehat dan tidak cacat.
Memilih sapi perah betina dewasa sebagai bibit, performanya tidak jauh
berbeda dengan pemilihan bibit dara. Sebaiknya, bibit sapi perah betina dewasa
ini sudah pernah beranak, umur sekitar 3,5-4,5 tahun, produksi susu tinggi dan
berasal dari induk dan pejantan yang memiliki kemampuan produksi susu tinggi.
Bentuk tubuhnya seperti baji, mata bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala
baik, jarak kaki depan dan kaki belakang cukup lebar dan kuat. Bentuk ambing

16
pun mendapatkan perhatian besar. Sebaiknya ambing yang dimiliki cukup besar,
pertautan pada tubuh pun cukup baik. Ambing apabila diraba lunak, kulit halus,
vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok, puting susu tidak lebih dari empat
dan simetris, namun tidak telalu pendek. Sebagai bibit unggul, sapi ini harus sehat
dan tidak membawa penyakit menular.

17
3.2.2.2. Pengafkiran Sapi Dara
Keputusan tentang pengafkiran sapi secara signifikan dapat mempengaruhi
produktivitas susu. Tingkat pemusnahan bervariasi antara kelompok ternak dan
mungkin terkait dengan tingkat penyakit atau program pengendalian penyakit.
Kesuburan, mastitis, dan cedera adalah alasan umum untuk mengafkir sapi.
Pemusnahan merupakan aspek penting dalam mengendalikan penyakit lain seperti
tuberkulosis sapi, brucellosis, paratuberculosis, dan mastitis kronis yang
disebabkan oleh beberapa patogen mastitis menular. Cara untuk memilih sapi
untuk di afkir (Kenyon, 2003):
1. Pemotongan sapi dan sapi merupakan strategi yang juga bisa
dipertimbangkan. Tapi pastikan untuk mempertimbangkan implikasi
jangka panjang untuk mengurangi jumlah penggantinya (replacement
stock) pengganti masa yang akan datang. Di satu sisi, pengafkiran sapi
laktasi dan sapi dara sangat mengurangi pakan yang dibutuhkan untuk
populasi sapi tersebut dan memberikan pakan yang tersisa untuk diberikan
ke sapi perah yang akan menghasilkan pendapatan.
2. Pertimbangkan risiko bahwa sapi dengan kondisi penyakit yang akan di
afkir. Risiko ini bervariasi dengan kondisinya. Sapi dengan kondisi risiko
tinggi atau sedang adalah calon afkir Penyebab dilakukan Pengafkiran
pada Sapi Perah Penyebab dilakukannya penafkiran karena disebabkan
beberapa faktor diantaranya:
1) Masalah reproduksi
2) Cedera
3) Masalah mastitis
4) Agesif, terkena penyakit dan lainnya
Pada pengafkiran mastitis menjadi masalah besar karena mastitis
menyebabkan susu hasil produksi ternak tersebut tidak bisa di tampung untuk di
jual, mastitis juga bisa berbagai macam yang lebih berbahaya adalah mastitis
kronis yang menyebabkan kerugian besar. Penanganan ternak yang terkena
mastitis bisa dilakukan pengafkiran dengan penggemukan ataupun dengan cara
pemotongan ternak tersebut.

18
3.3 Sapi Pejantan

3.1.1. Pemeliharaan dan Seleksi Sapi Pejantan


Setiap pejantan hendaknya diwaspadai dapat membahayakan, walaupun
kelihatannya lemah. Oleh karena itu peternak harus sejak dini sering memegang pejantan
tersebut agar mudah menjadi jinak. Penanganan agar tidak membahayakan pekerja ialah
dengan menggunakan tongkat berkait atau stuffs. Tongkat ini dikaitkan pada cincin
hidung sehingga sapi mudah dituntun sedemikian rupa dengan jarak pemegang dan sapi
tetap terjaga. Dengan demikian pekerja dapat dengan mudah segera menghindar apabila
sapi menanduk atau menubruk.

1. Pemberian Pakan
Sampai dengan umur enam bulan pemeliharaan pedet jantan sama halnya
dengan pemeliharaan pada pedet betina. Setelah umur enam bulan pemeliharaan anak
sapi jantan harus dibedakan dari pedet betina. Pedet jantan dikandangkan dan diberi
pakan terpisah dari pedet betina. Sapi jantan akan tumbuh dan dewasa kelamin lebih
cepat daripada sapi dara. Akibatnya sapi jantan membutuhkan zat makanan yang lebih
banyak, terutama energi dalam bentuk makanan penguat.
Jumlah rumput yang dikonsumsi setiap hari bervariasi tergantung dari ukuran
berat badan dan umur. Pejantan dewasa sebaiknya diberikan makanan yang sama dengan
betina laktasi. Makanan penguat terus diberikan dalam jumlah yang tergantung dari
kualitas hijauan yang dimakannya agar kondisi tubuh tetap baik dan tidak membentuk
lemak tubuh. Campuran makanan penguat dengan 12 persen protein kasar adalah cukup
untuk sapi pejantan apabila diberikan bersama hijauan berkualitas baik.
Sapi jantan yang kegemukan dapat menurunkan nafsu seks, stress, serta kesalahan
urat pada kaki dan pahanya. Kalsium yang berlebihan dalam ransom juga menyebabkan
masalah pada sapi jantan tua. Bila legume diberikan, maka makanan penguat tidak boleh
mengandung suplemen Ca. Sapi jantan tidak mengalami kehilangan Ca dari tubuhnya
seperti sapi betina. Kelebihan Ca mengakibatkan tulang punggung dan tulang-tulang
lainnya bersatu. Karena itu, pejantan harus diberikan campuran makanan penguat yang

19
berbeda dari sapi lakrasi.

2. Umur Pejantan dapat Dikawinkan


Umumnya pejantan yang baik dikawinkan untuk pertama kali pada umur 10 – 11
bulan sebanyak satu atau dua kali. Jumlah kawin meningkat setelah 12 hingga 13 bulan.
Biasanya peternak memilih mengawinkan pejantan dua kali seminggu seminggu. Atau
pejantan digunakan secara terus menerus setiap hari selama dua minggu atau dalam satu
periode perkawinan selama tiga bulan. Sehingga seekor sapi pejantan sejak umur dua
tahun dapat mengawini 50 – 60 ekor sapi betina setiap tahunnya. Untuk mendapatkan
anak yang seragam dalam satu musim perkawinan selama tiga bulan, seekor sapi pejantan
dapat mengawini 20 – 25 ekor betina. Bila digunakan untuk inseminasi buatan seekor
pejantan dapat mengawini kira-kira 10.000 ekor betina dalam setahun. Sapi jantan
sanggup membuahi betina seiring dengan pertumbuhannya. Kemampuan tertinggi
pejantan membuahi betina dicapai saat dewasa tubuh pada umur 5 – 7 tahun. Pejantan
dipertahankan sampai dengan umur 15 tahun, bahkan ada yang lebih.

3. Sapi Jantan sebagai Penghasil Daging


Tidak semua sapi jantan yang dipelihara dapat menjadi jantan pemacek sehingga
beberapa sapi jantan umur 1 sampai 2 tahun terpaksa dikebiri untuk dijadikan sapi potong
yang disebut dengan steer. Bila sapi jantan dewasa (lebih dari dua tahun) dikebiri untuk
dijadikan sapi potong yang disebut stag. Dua istilah lain yang perlu diketahui adalah bull
dan sire. Bull yaitu sapi jantan dewasa sedangkan sire adalah jantan pemacek.
Setengah dari pedet yang dilahirkan diperkirakan jantan. Hanya sejumlah kecil
saja dari pedet jantan ini digunakan sebagai pejantan. Beberapa peternak memelihara sapi
perah untuk menghasilkan veal. Untuk memproduksi veal ini pedet FH pertumbuhannya
lebih cepat dan memberikan keuntungan.
Pedet yang tidak terpilih sebagai pemacek ditangani beberapa cara. Ada yang
dijual untuk disembelih pada umur beberapa hari yang disebut deacon calves atau bob
veal atau veal calves. Selain itu ada juga yang tetap dipelihara untuk kemudian dijual
sebagai feeder calves atau ditingkatkan menjadi dairy beef.

20
Bull tumbuh lebih cepat dan efisien dibanding steers atau dara. Namun, dengan
bertambahnya umur makin sukar menanganinya bahkan dapat menyerang pemeliharanya.
Karena itu kebanyakan pedet jantan dikastrasi bila vase veal telah dilalui.

4. Pemberian Pakan Veal Calves


Veal calves adalah pedet sapi perah dengan berat badan 100 kg pada umur 6
sampai 8 minggu. Pedet ini mempunyai karkas berotot dengan lapisan lemak di
punggung. Dagingnya diharapkan berwarna merah muda. Pedet selalu mendapatkan
ransom susu penuh atau pengganti susu . susu diberikan sebanyak 10 % dari berat
badannya. Patokan lain adalah dengan memberikan susu sebanyak 5 kg untuk setiap kg
daging yang dihasilkan. Pemberian pengganti susu sebanyak 0,7 kg kering setiap kg
daging yang dihasilkan.
5. Pemberian Pakan feeder Calves
Pemberian feeder calves berbeda dengan veal calves. Tujuannya
untuk memperoleh keuntungan ekonomis. Feeder calves adalah pedet sapi perah yang
diberi ransom sebanyak 2,5 kg tiap hari sehingga pedet mencapai berat badan 200 – 370
kg pada umur 6 bulan.
6. Pemberian Pakan Yearling Steer
Sebagian dari veal calves dijual dan disembelih sedangkan sisanya dipelihara
hingga berumur satu tahun.pedet yang terakhir ini disebut yearling steer. Yearling steer
tiap hari mendapat 1 – 1,5 kg konsentrat dan hijauan tak terbatas. Yearling steer
mencapai berat badan 360 kg pada umur satu tahun.
7. Pemberian Pakan Dairy Beef
Yearling steer dipelihara lebih lanjut secara ekonomis sehingga dapat disembelih
dengan berat 500 kg. Dairy beef dapat menerima hijauan atau silase saja. Penambahan
konsentrat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai berat badan 500 kg.
hijauan atau silase diberikan secara tidak terbatas.

Dalam program pemuliaan, dilakukan evaluasi mutu genetik ternak melalui


estimasi nilai pemuliaan individu sebagai dasar dalam melakukan seleksi. Nilai
pemuliaan merupakan pencerminan potensi genetik yang dimiliki seekor ternak untuk

21
sifat tertentu yang diberikan secara relatif atas kedudukannya di dalam suatu populasi.
Nilai pemuliaan tidak dapat diukur secara langsung, 100 Seleksi pejantam berdasarkan
nilai pemuliaan Prihandini P.W., dkk, namun dapat diduga atau diprediksi (diestimasi).
Kegiatan seleksi dilakukan dengan memperhatikan penampilan fenotipik ternak
dan mempertimbangkan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi penampilan
fenotipiknya untuk mendapatkan ternak unggul. Nilai pemuliaan ternak tetua sangat
menentukan nilai pemuliaan dan performans anaknya; oleh karenanya nilai pemuliaan
dapat menjadi dasar dalam melakukan seleksi dengan memilih ternak yang nilai
pemuliaannya paling tinggi untuk dijadikan tetua.
Semakin tinggi nilai pemuliaan seekor pejantan, menunjukkan semakin unggul
pejantan tersebut, dan nantinya dapat menghasilkan keturunan yang unggul pula. Oleh
karenanya, nilai pemuliaan 104 Seleksi pejantan berdasarkan nilai pemuliaan Prihandini
P.W., dkk dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur seleksi untuk memilih pejantan
yang relatif unggul.
Seleksi dapat dilakukan dengan memilih ternak yang memiliki peringkat keunggulan
lebih baik dalam kelompoknya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, untuk
dikawinkan dan dikembangkan lebih lanjut (Hakim, 1999). Seleksi yang paling praktis
adalah memilih ternak berdasarkan penampilan fenotipiknya, misalnya bentuk tubuh;
tetapi cara ini sering tidak akurat mengingat tampilan fenotipik ternak tidak selalu
menggambarkan potensi genetik yang sesungguhnya. Penampilan
fenotipik ditentukan secara bersama-sama oleh pengaruh genetik dan lingkungan. Pada
keadaan tertentu bisa terjadi interaksi genetik dan lingkungannya. Untuk menjamin
ketepatan dalam memilih ternak, seleksi sebaiknya dilakukan pada kelompok ternak yang
mendapat lingkungan sama termasuk umur, tipe kelahiran dan faktor lain yang dapat
mempengaruhi performans produksinya. Pada kenyataan di lapangan, sangat sulit
memperoleh ternak yang terbebas dari perbedaan pengaruh lingkungan. Seleksi yang
tepat dapat didasarkan atas nilai pemuliaannya, yang merupakan simpangan/ keunggulan
individu terhadap rataan kelompoknya apabila antar individu terjadi perkawinan secara
acak (Warwick, Astuti dan Hardjosubroto,1995)

22
3.1.2. Perawatan Sapi Pejantan
Perawatan sapi jantan dilakukan sebagai berikut :
1. Gerak Latih (Exercise)
Umumnya jantan yang lambat dewasa atau bahkan steril penyebabnya
adalah aktivitas. Pejantan memerlukan gerak latih agar tubuh sehat serta memiliki
kaki dan kuku yang baik. Cara terbaik untuk gerak latih yaitu dengan
menyediakan lapangan yang cukup luas sekitar 4 kali 4,5 m setiap pejantan di
halaman kandang. Di halaman tersebut berjalan dan beristirahat pada radius
palang berputar tersebut.
2. Pemeliharaan Kuku
Jantan yang dipelihara pada tempat terbatas akan mempunyai kuku dengan
pertumbuhan yang tidak terkontrol. Kuku menjadi panjang dan tidak
beraturan.kuku yang jelek akan mempengaruhi kaki sapi sehingga keadaan tubuh
sapi terganggu. Pemotongan kuku sapi pejantan sama halnya dengan sapi betina.
Pemotongan kuku dapat menggunakan istilah khusus atau node stall. Cara lain
memotong kuku sapi adalah memakai ban penggantung dan kerekan. Peternak
dapat memotong kuku dengan cara menjatuhkan sapi. Hanya saja pekerja harus
memperhatikan agar tali tidak menekan testis. Setelah sapi diam dan dapat
dikendalikan baru kuku dipotong. Pejantan yang sukar dikendalikan dan sangat
berbahaya sebaiknya ditangani dengan penyuntikan obat bius. Setelah pingsan
barulah dilakukan pemotongan dan pembersihan kuku. Agar kuku tidak mudah
rusak sebaiknya kandang pejantan menggunakan lantai kayu atau papan setebal 2
– 5 cm.
3. Pemotongan Tanduk
Pemotongan tanduk dilakukan agar tidak membahayakan peternak,
merusak peralatan, dan menyakiti sapi lain. Cara ini dilakukan sebagaimana
halnya pada sapi betina.
4. Pemasangan Cincin Hidung
Pemasangan cincin hidung sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk
lebih memudahkan penanganan. Cincin hidung harus sudah dipasang sejak umur
enam bulan. Besar cincin hidung yang sesuai bagi pejantan muda kira-kira

23
berdiameter 2,75 cm. Cincin hidung diganti dengan yang agak besar bila sapi
telah berumur 10 – 12 bulan, menggunakan cincin hidung kira-kira 7,5 cm. Cincin
hidung dipasang dengan melubangi sekat hidung yang paling tipis. Bahan cincin
hidung harus kuat, ringan, dan anti karat. Biasanya dibuat dari tembaga.

3.4 Manajemen Pakan Sapi Perah


Pakan sapi perah menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi produksi dan
kualitas susu, serta bisa mempengaruhi kesehatan sapi baik kesehatan tubuhnya maupun
kesehatan reproduksinya. Bahan pakan ternak sapi umumnya dapat digolongkan menjadi
tiga, yakni pakan hijauan, pakan penguat/ pemicu, dan pakan tambahan/ konsentrat.
Ransum mempengaruhi produksi dan komposisi susu melalui beberapa cara,
diantaranya:
1. Nutrisi
Setiap ransum yang meningkatkan produksi susu biasanya mengurangi
produksi persentase lemak susu. Ransum normal sapi perah umumnya
mengandung 3–4% lemak. Pemberian pakan dapat juga menekan lemak susu dan
sekaligus meningkatkan produksi susu. Dengan kandungan serat kasar 15–17 %
dalam ransum mencegah penurunan lemak susu.
Pembatasan kandungan protein ransum mereduksi produksi dan bahan
kering tanpa lemak pada susu. Peningkatan protein ransum hanya menaikan
kandungan protein susu tidak menambah produksi susu. Laktosa susu relatif
kurang sensitif terhadap perubahan ransum. Pemberian ransum yang
mempengaruhi laktosa susu hanya melalui kualitas dan kuantitas ransum.
Vitamin A dan D tidak dapat disintesis oleh tubuh sapi. Level vitamin A
dan D dalam susu dipengaruhi oleh jumlah kandungannya di dalam pakan. Selain
itu untuk mendapatkan vitamin D sapi harus terkena sinar matahari selama
beberapa waktu. Ransum yang defisiensi vitamin A dapat mengurangi kandungan
vitamin A dalam susu sehingga pedet yang mengkonsumsi susu tersebut tidak
cukup memperoleh pertumbuhan berat badan.

24
Mineral yang dapat berubah dalam susu hanyalah iodine dan zat besi.
Padahal, kelenjar ambing banyak menyerap iodine dalam darah sehingga
kemungkinan sapi menderita defisien tiroid. Zat besi dijumpai terbatas dalam
susu. Pemberian sejumlah besar zat besi menaikkan kandungan zat besi susu.
Ransum yang digiling harus lebih kecil dari 0,3 cm, dan sebaiknya banyak
mengandung jagung serta pati serpih. Hal ini berpengaruh menurunkan
kandungan lemak susu. Pemberian pakan yang kurang dapat mengurangi produksi
susu dan persentase laktosa, tetapi meningkatkan kandungan lemak, protein, dan
mineral susu. Defisiensi nutrisi mengurangi jumlah produksi susu dan efisiensi
penggunaan pakan. pemberian ransum yang baik dapat memulihkan keadaan ini.
2. Bahan Pakan Pelengkap
Pemberian minyak ikan dan minyak tak jenuh yang tinggi pada sapi perah
akan mereduksi persentase lemak susu tanpa mengurangi produksi susu. Metode
untuk mencegah penurunan lemak susu adalah dengan pemberian natrium atau
kalsium karbonat, magnesium karbonat, magnesium oksida, kalsium hidroksida,
dan terutama delactosed whey.
3. Pakan Pemacu
Setelah satu sampai dua bulan setelah beranak, sapi memproduksi susu
yang kaya akan lemak. Pada waktu itu kebanyakan sapi mengalami kehilangan
berat badannya. Oleh karena itu, energi yang diberikan harus setinggi mungkin
tanpa menyebabkan sapi berhenti makan. Kehilangan lemak tubuh mengakibatkan
asam lemak tertimbun di dalam darah sehingga terjadi ketosis. Lemak tubuh
merupakan metabolit asam lemak. Sapi yang memperoleh sejumlah besar pakan
butiran selama masa kering menghasilkan susu yang kaya lemak dan bahan kering
tanpa lemak pada saat setelah beranak dibandingkan sapi yang mendapat ransom
normal. Dianjurkan mengubah pemberian pakan sapi kering saat 2–3 minggu
sebelum beranak.

25
Cara pemberian pakan pada sapi perah adalah sebagai berikut:
a. Pedet
Pakan pedet berumur 0-4 bulan adalah air susu induknya. Namun, pedet dalam
peternakan sapi perah hanya diberi susu induk selama 7 hari pertama sejak lahir.
Susu yang dihasilkan selama sekitar 7 hari pertama tersebut dinamakan
kolostrum. Kolostrum banyak mengandung zat kekebalan tubuh, protein dan
mineral sehingga sangat dibutuhkan pedet yang baru lahir. Paling lambat 0,5-1
jam setelah pedet lahir, kolostrum harus diberikan. Jika pemberian kolostrum
terlambat, pedet akan mudah terserang penyakit.
Pedet sejak lepas kolostrum sampai disapih, pakan yang diberikan selain susu
atau pengganti susu juga harus diberi calf starter, hijauan dan air minum. Calf
starter atau pakan pemula yang diberikan kepada pedet adalah pakan penguat
yang berkadar protein tinggi. Pakan pemula ini terdiri atas ½ bagian tepung
bungkil kelapa, ¼ bagian tepung kacang tanah dan ¼ bagian tepung jagung.
Sementara itu, hijauan yang diberikan harus kering atau dilayukan terlebih dahulu
agar pedet tidak kembung atau mencret.
Pedet lepas sapih (4-8 bulan), sudah mampu makan konsentrat dan rumput.
Pemberian pakan dan air kepada pedet lepas sapih sebaiknya ad libitum (tidak
terbatas). Patokan pemberian pakan pada pedet adalah konsentrat 11,5% dan
hijauan 10% dari bobot hidup. Susunan konsentrat untuk pedet lepas sapih terdiri
atas 26% bungkil kelapa, 24% bungkil kedelai, 25% dedak halus dan 25% ampas
tapioka.
b. Sapi Dara
Pada prinsipnya, pakan sapi dara sama dengan pakan pedet lepas sapih. Agar
lebih ekonomis, kadar protein pada bahan konsentrat nya dapat lebih rendah dari
pakan pedet sehingga biayanya lebih murah. Hal ini disebabkan protein dan
energi dapat diperoleh dari rumput, hijauan kering atau pasture (padang rumput)
yang baik. Namun, jika hijauan atau rumput tersebut berkualitas rendah, harus
ditambah pakan konsentrat yang berkadar protein 15-16%. Pemberian pakan
mempengaruhi perkembangan sapi dara, baik perkembangan tubuhnya maupun

26
alat reproduksinya. Konsentrat yang diberikan untuk sapi berumur 8-14 bulan
idealnya berupa 55% bungkil kelapa, 40% dedak halus dan 5% ampas tapioka.
c. Sapi Pejantan
Sapi jantan akan tumbuh dan dewasa kelamin lebih cepat daripada sapi dara.
Akibatnya sapi jantan membutuhkan zat makanan yang lebih banyak, terutama
energi dalam bentuk makanan penguat. Jumlah rumput yang dikonsumsi setiap
hari bervariasi tergantung dari ukuran berat badan dan umur. Pejantan dewasa
sebaiknya diberikan makanan yang sama dengan betina laktasi. Makanan penguat
terus diberikan dalam jumlah yang tergantung dari kualitas hijauan yang
dimakannya agar kondisi tubuh tetap baik dan tidak membentuk lemak tubuh.
Campuran makanan penguat dengan 12 persen protein kasar adalah cukup untuk
sapi pejantan apabila diberikan bersama hijauan berkualitas baik.
Sapi jantan yang kegemukan dapat menurunkan nafsu seks, stress, serta
kesalahan urat pada kaki dan pahanya. Kalsium yang berlebihan dalam ransom
juga menyebabkan masalah pada sapi jantan tua. Bila legume diberikan, maka
makanan penguat tidak boleh mengandung suplemen Ca. Sapi jantan tidak
mengalami kehilangan Ca dari tubuhnya seperti sapi betina. Kelebihan Ca
mengakibatkan tulang punggung dan tulang-tulang lainnya bersatu. Karena itu,
pejantan harus diberikan campuran makanan penguat yang berbeda dengan sapi
laktasi.

3.5 Manajemen Kesehatan Sapi Perah


Menurut Yulianto dan Saparinto (2010), bahwa tindakan pencegahan penyakit yang
dapat dilakukan untuk menciptakan kondisi ideal bagi ternak agar penyakit tidak dapat
menyerang yakni sterilisasi ternak, kandang dan peralatan. Ditjennak (2014) menyatakan
bahwa pencegahan penyakit pada ternak dapat dilakukan dengan pemberian vaksinasi dan uji
laboratorium terhadap penyakit tertentu. Pemberian kekebalan tubuh dengan vaksin adalah
bentuk perlindungan yang sebaik-baiknya bagi ternak. Munculnya gejala penyakit pada
perpeternakan segera dilaporkan kepada petugas Dinas Peternakan untuk mengetahui
penyakitnya bersifat menular atau tidak. Tindakan yang cepat sangat penting artinya dapat
segera membasmi suatu penyakit menular (Tatal, 1982).

27
Program pencegahan penyakit dalam peternakan sapi perah harus dilakukan secara
teratur (Sudono dkk., 2003). Organisme pengganggu harus diberantas sehingga keberadaanya
dapat dihilangkan atau populasinya dapat ditekan. Keberadaan penyakit menjadi masalah
serius dalam usaha peternakan. Penyakit adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan
gangguan pada ternak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyakit dapat berupa
infeksi virus, bakteri, jamur dan parasit atau bukan infeksi seperti cacat genetik, cedera fisik
dan ketidakseimbangan nutrisi.
Penyakit yang sering dijumpai pada peternakan sapi perah adalah mastitis. Mastitis
merupakan peradangan kelenjar ambing disertai dengan perubahan sifat fisik, kimia dan
mikrobiologi pada susu. Pengobatan penyakit mastitis dengan memberikan antibiotik (Syarif
dan Harianto, 2011). Mastitis terjadi hampir di seluruh peternakan. Susu di dalam ambing
mengandung beberapa bakteri dan sedikit sel somatik. Bila terjadi kelainan pada ambing
maka sel somatik atau jumlah bakteri atau keduanya meningkat pesat. Sapi dikatakan
menderita mastitis. Gejalanya sangat bervariasi karena tergantung pada penyebab dan
sensitivitas sapi. Gejala mastitis terlihat pada tubuh sapi, ambing dan susu. Sapi
memperlihatkan sedikit peningkatan temperatur tubuh atau mungkin juga sakit serius;
kadang-kadang ada sapi yang mati karena mastitis. Gejala yang tampak pada ambing tidak
seluruhnya tampak. Sebagian ambing mungkin membengkak temporer yang mungkin juga
diikuti oleh pengerasan. Ambing terasa hangat bila disentuh yang juga dapat diikuti bengkak
nanah dan sakit. Setelah infeksi akut, ambing menjadi normal kembali, tetapi ambing
mengeras dan membesar secara permanen. Sebagian atau seluruh bagian ambing kehilangan
kemampuannya menghasilkan susu. Bila memperhatikan susu, ketidaknormalan hampir tidak
dapat diamati hingga terlihat jelas. Susu asal bagian ambing yang terinfeksi serius berbau
busuk, berdarah, bernanah, bergumpal dan mempunyai komposisi kimia abnormal. Pada
kasus yang tidak begitu parah, susu tampak benar-benar normal dan hanya pada beberapa
pancaran terdapat gumpalan, tetapi komposisi kimia berbeda dari susu normal.

28
Antibiotik penting bila ingin mengobati sapi yang jelas menderita mastitis. Selama
laktasi, infeksi laten dan kasus subklinis yang tidak diobati akan menyebarluaskan penyakit.
Karena itu, perhatian tidak seluruhnya ditumpahkan ke antibiotik. Di pihak lain, mengambil
tindakan yang tepat tampaknya jauh lebih penting. Tindakan yang tepat akan mencegah
penyebaran penyakit. Yang termasuk dalam tindakan ini adalah hygiene, perkandangan,
pencegahan kerusakan puting (luka, sakit), dan manfaat mesin perah yang bekerja baik.

29
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sapi perah adalah salah satu hewan ternak yang menghasilkan protein hewani
yang dalam pemeliharaannya pada produksi susu. Pemeliharaan sapi perah dalam
beberapa tahun terakhir ini telah menunjukkan perkembangan yang cukup pesat.
Pemeliharaan sapi perah terdiri dari pemeliharaan pedet, dara dan laktasi serta
pemeliharaan sapi kering kandang. Pemeliharaan ternak dapat dilakukan secara intensif,
ekstensif, dan semi intensif.

4.2 Saran
Perlunya untuk melihat secara langsung atau praktik secara langsung agar kami dapat
lebih memahaminya dalam lagi. Semoga makalah ini dapat menjadi manfaat untuk
menambah ilmu bagi pembacanya, apabila terdapat kekurangan pada makalah ini, kritik
dan saran sangat kami butuhkan

30
DAFTAR PUSTAKA

Heraini, D., Purwanto, B. P., & Suryahadi. 2019. Perbandingan Suhu Lingkungan dan Pengaruh
Pakan terhadap Produktivitas Sapi Perah Di Daerah dengan Ketinggian Berbeda. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu, 7(2): 234-240.
Liandro, Lusiyono. 2011. Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Masa Laktasi Di PT. Rahman
Alam Multifarm Boyolali Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas
Maret.
Resla, M. S., Miwada, I. N. S., & Parimartha, I. K. W. 2019. Manajemen Pemeliharaan Sapi
Perah Friesian Holstein Di Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu. Jurnal
Peternakan Tropika, 7(1): 222-230.
Sudono, A., F. Rosdiana dan S. Budi 2003. Beternak Sapi Perah. PT. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Sudono, A. 1983. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Bina Produksi Peternak,
Departemen Pertanian. Jakarta. 33 – 34.
Sutarto, T. N., Sutarto. 2005. Seri Life Skill: Beternak Sapi Perah. Jakarta: PT Musi Perkasa
Utama
Syarif, E.K., B. Harianto. 2011. Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Tasya, T.P. Welcome to IPB University Repository - Repository Sekolah Vokasi IPB.
https://ereport.ipb.ac.id/id/eprint/2088/1/J3I217139-01-Tasya-Cover.pdf
Triyanton, H. 2009. Manajemen Pemeliharaan Pedet Sapi Perah di Peternakan Sapi Perah CV.
Mawar Mekar Farm Kabupaten Karanganyar. Tugas Akhir. Fakultas Pertanian. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta

31
LAMPIRAN

Nama NPM Tugas

2.3 Manajemen Pemeliharaan


Adyasha Dzaki 200110200312 Sapi Dara
2.4 Pakan Sapi Dara

3.4 Manajmen Pakan Sapi


Geiska Nabillah Rosma 200110200313 Perah
Putri 3.5 Manajemen Kesehatan
Sapi Perah

Bhenika Febyana 200110200317 3.2 Sapi Dara

BAB 2
Muhammad Azzumar 200110200320 2.1 Manajemen Pemeliharaan
Abdan N Pedet
2.2 Pakan Sapi Pedet

2.5 Manajemen Pemeliharaan


Irvan Ramadhan Setiawan 200110200331 Sapi Pejantan
2.6 Kesehatan dan Seleksi
Sapi Perah

Nurdiana Sulaeman 200110200338 3.1 Sapi Pedet

32
Editor Makalah
Habib Salman Giffari 200110200342 4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

1.1 Latar Belakang


Muhammad Syafi’i 200110200347 1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Maksud dan Tujuan

Ivander Falih Basyir 200110200354 3.3 Sapi Pejantan

33

Anda mungkin juga menyukai