Anda di halaman 1dari 14

RESIKO TERNAK SAPI PERAH

Dianjurkan untuk memnuhi tugas kelompok matakuliah manajemen agri bisnis


Dengan dose pengampu, Dr. Fitri Dian perwitasari, M.Si

Disusun oleh :
Kelompok 1
Dimas Ujang Susilo 220311013
M. Faiza Nurul F 220311017
Maulana Akbar 220311005
An’im Rajabiy 220311011

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
TAHUN 2022-2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya dengan sangat sederhana. Dengan tema “Resiko
Ternak Sapi Perah”. Semoga ini dapat dipergunakan sebagai satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca. Penulis merasa masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini, baik secara teknis maupun materi mengingat minimnya
kemampuan yang dimiliki. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak dibutuhkan demi penyempurnaan makalah ini. Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang
turut membantu dalam penyelesaian laporan ini. Akhir kata, penulis berharap
semoga Allah SWT memberikan imbalan setimpal kepada mereka yang
memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua bantuan itu sebagai ibadah.
Amin Ya Rabbal Alamin.

Cirebon,januari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
2.1. Resiko Kesehatan Ternak ............................................................................. 2
2.1.1. Penyakit ................................................................................................. 2
2.1.2. Cedera Fisik .......................................................................................... 2
2.1.3. Stres ....................................................................................................... 3
2.2. Resiko Reproduksi ....................................................................................... 4
2..2.1. Kesulitan Bunting ................................................................................ 4
2.2.2. Keguguran ............................................................................................. 4
2.2.3. Kelahiran Sulit ...................................................................................... 5
2.3. Resiko Manajemen ....................................................................................... 6
2.3.1. Keterbatasan Lahan ............................................................................... 6
2.3.2. Biaya Pakan ........................................................................................... 6
2.3.3. Keterbatasan Tenaga Kerja.................................................................... 7
2.4. Resiko Pemasaran ........................................................................................ 8
2.4.1. Harga Susu Turun .................................................................................. 8
2.4.2. Persaingan Ketat.................................................................................... 8
2.4.3. Kualitas Susu......................................................................................... 9
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 10
3.1. Kesimpulan ................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ternak sapi perah merupakan salah satu komoditas peternakan yang penting di
Indonesia. Sapi perah menghasilkan susu yang merupakan sumber protein dan
kalsium yang penting bagi kesehatan manusia. Selain itu, susu juga dapat diolah
menjadi berbagai produk olahan susu, seperti keju, yogurt, dan es krim. Kebutuhan
susu di Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya konsumsi susu untuk kesehatan. Pada tahun 2022,
kebutuhan susu di Indonesia mencapai sekitar 4,448 juta ton, sedangkan produksi
susu dalam negeri hanya mencapai sekitar 920,1 ribu ton. Hal ini menyebabkan
Indonesia masih harus mengimpor susu dari negara lain.

Pengembangan usaha ternak sapi perah di Indonesia memiliki potensi yang


besar untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri. Hal ini didukung oleh
berbagai faktor, seperti ketersediaan lahan, sumber daya manusia, dan iklim yang
cocok untuk budidaya sapi perah.(Prasetyo 2022).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja risiko-risiko yang dapat terjadi pada usaha peternakan sapi perah?
2. Bagaimana dampak risiko tersebut terhadap usaha peternakan sapi perah?
3. Apa saja strategi mitigasi risiko yang dapat diterapkan untuk mengurangi
dampak risiko tersebut?
4. Apa saja penyakit dan parasit yang dapat menyerang sapi perah?

1.3.Tujuan
1. Meningnkatkan pengetahuan peternak tentang resiko peternakan sapi perah
2. Membantu peternak untuk mengidentifikasi resiki-resiko yang terjadi pada
pada usaha peternakan sapi perah
3. Membantu peternak untuk memahami dampak resiko terhadap sapi perah
4. Dapat mengetahui penyakit yang menjadi resiko pada sapi perah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Resiko Kesehatan Ternak


2.1.1. Penyakit
Faktor resiko kesehatan sapi perah dapat berupa penyakit yang sering menyerang
sapi perah diantaranya

1) Mastitis adalah peradangan pada ambing sapi perah yang biasanya


disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus
agalactiae, Streptococcus dysgalactiae, dan bakteri lainnya. Gejala klinis
mastitis meliputi pembengkakan ambing, nyeri, kemerahan, demam, dan
penurunan produksi susu. Mastitis dapat menyebabkan kerugian ekonomi
yang signifikan karena pengobatan, susu yang terbuang, dan penurunan
produksi susu
2) Milk fever atau hipokalsemia adalah kondisi defisiensi kalsium pada sapi
perah menjelang periode menyusui. Hal ini terjadi karena kebutuhan kalsium
meningkat untuk produksi susu, sementara asupan kalsium tidak mencukupi.
Gejala klinis meliputi kelemahan otot, tidak mampu berdiri, penurunan
kesadaran, dan akhirnya kolaps. Hipokalsemia dapat menyebabkan kematian
jika tidak segera ditangani (Degaris and Lean, 2008).

Tindakan pencegahan terhadap mastitis dan milk fever meliputi manajemen


kandang dan hygiene perah yang baik, pemberian pakan lengkap dan seimbang,
serta suplementasi vitamin dan mineral jika diperlukan. Pengobatan dapat
dilakukan dengan pemberian antibiotik, anti-inflamasi, dan suplementasi kalsium.

2.1.2. Cedera Fisik


Sapi perah rentan mengalami berbagai cedera fisik seperti luka, patah tulang,
dan keseleo. Cedera fisik pada sapi perah dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:

2
3

1) Peralatan kandang dan perlengkapan pemerahan yang tidak sesuai atau rusak
sehingga melukai sapi. Misalnya palang pembatas kandang yan
2) tajam, lantai kandang yang licin, atau alat pemerah susu yang tidak berfungsi
dengan baik.
3) Penanganan yang kasar oleh peternak saat memindahkan atau mengarahkan
sapi. Misalnya menendang, memukul, atau menarik paksa sapi.
4) Terpeleset atau terjatuh di kandang atau saat dipindahkan. ini biasanya terjadi
pada lantai kandang yang licin.

Cedera fisik dapat mengakibatkan sapi kesakitan, merasa stres, nafsu makan
menurun, hingga produksi susu berkurang. Luka akibat cedera juga berisiko
terinfeksi oleh bakteri dan menyebabkan radang. Cedera serius seperti patah tulang
membutuhkan perawatan khusus agar sapi bisa sembuh.

Untuk mencegah cedera fisik pada sapi perah, peternak disarankan memberikan
kandang dan peralatan kandang yang aman, serta memperlakukan sapi dengan
lembut saat pengelolaan. Pemeriksaan kondisi kandang dan kesehatan sapi secara
rutin juga penting untuk minimalkan risiko cedera.

2.1.3. Stres
Stres pada sapi perah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
perubahan lingkungan, nutrisi yang tidak seimbang, penyakit, dan perlakuan buruk.
Stres yang berlangsung lama dapat memengaruhi produktivitas sapi perah dan
menyebabkan penurunan produksi susu. Beberapa risiko yang ditimbulkan dari
stres pada sapi perah antara lain :

1) Penurunan nafsu makan yang menyebabkan penurunan asupan nutrisi dan berat
badan.
2) Gangguan reproduksi seperti sulit bunting dan keguguran.
3) Mudah terserang penyakit karena daya tahan tubuh menurun.
4) Produksi susu menurun drastis.
5) Perilaku abnormal seperti mengunyah bulu atau ekor temannya.
4

Beberapa cara untuk mencegah dan mengatasi stres pada sapi perah adalah dengan
memperhatikan manajemen pemeliharaan yang baik, pemberian pakan secara
teratur dan berkualitas, serta lingkungan kandang yang bersih dan nyaman (Rushen
et al., 2008). Peternak juga disarankan untuk meminimalisir perlakuan kasar
terhadap sapi.

2.2. Resiko Reproduksi


Sapi perah merupakan salah satu hewan ternak yang memiliki nilai ekonomis
penting. Namun, sapi perah juga rentan mengalami gangguan reproduksi, yang
dapat menurunkan produktivitasnya. Gangguan reproduksi pada sapi perah dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:

2..2.1. Kesulitan Bunting


Kesulitan bunting (repeat breeding) adalah kondisi di mana sapi perah tidak
bunting setelah dikawinkan selama 120 hari atau lebih. Prevalensi kesulitan bunting
pada sapi perah di Indonesia dilaporkan berkisar antara 20% hingga 30%. Faktor-
faktor yang dapat menyebabkan kesulitan bunting pada sapi perah antara lain:

1) Faktor hormonal: Gangguan pada sistem hormon reproduksi, seperti


hipopituitarisme, hipogonadisme, dan gangguan ovulasi.
2) Faktor genetik: Sapi perah yang memiliki keturunan dengan riwayat
kesulitan bunting.
3) Faktor lingkungan: Pakan yang tidak seimbang, stres, dan kondisi kandang
yang tidak mendukung.

2.2.2. Keguguran
Keguguran adalah kondisi di mana embrio atau fetus mati sebelum lahir.
Prevalensi keguguran pada sapi perah di Indonesia dilaporkan berkisar antara 5%
hingga 10%. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan keguguran pada sapi perah
antara lain:

1) Faktor hormonal: Gangguan pada sistem hormon reproduksi, seperti


hipopituitarisme, hipogonadisme, dan gangguan implantasi.
5

2) Faktor genetik: Sapi perah yang memiliki keturunan dengan riwayat


keguguran.
3) Faktor lingkungan: Pakan yang tidak seimbang, stres, dan infeksi.

2.2.3. Kelahiran Sulit


Kelahiran sulit (dystocia) adalah kondisi di mana kelahiran tidak dapat
berlangsung secara normal. Prevalensi kelahiran sulit pada sapi perah di Indonesia
dilaporkan berkisar antara 5% hingga 10%.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelahiran sulit pada sapi perah antara lain:

1) Faktor ukuran fetus: Fetus yang terlalu besar atau abnormal dapat
menyebabkan kesulitan kelahiran.
2) Faktor ukuran pelvis: Pelvis yang terlalu kecil dapat menyebabkan kesulitan
kelahiran.
3) Faktor posisi fetus: Fetus yang tidak berada dalam posisi yang tepat dapat
menyebabkan kesulitan kelahiran.
4) Faktor lain: Stres, infeksi, dan kondisi kesehatan yang buruk juga dapat
meningkatkan risiko kelahiran sulit.

Penanganan Resiko Reproduksi Sapi Perah. Untuk mencegah dan menangani


resiko reproduksi pada sapi perah, perlu dilakukan manajemen reproduksi yang
baik. Manajemen reproduksi yang baik meliputi: Pemilihan sapi perah yang
berkualitas Sapi perah yang berkualitas memiliki riwayat reproduksi yang baik.
Pemberian pakan yang seimbang. Pakan yang seimbang dapat mendukung
kesehatan reproduksi sapi perah. Pengelolaan kandang yang baik: Kandang yang
bersih dan nyaman dapat mendukung kesehatan reproduksi sapi perah. Deteksi
berahi yang tepat: Deteksi berahi yang tepat dapat meningkatkan keberhasilan
kawin. Penanganan kawin yang tepat. Penanganan kawin yang tepat dapat
meningkatkan keberhasilan pembuahan. Selain manajemen reproduksi yang baik,
pencegahan dan penanganan resiko reproduksi pada sapi perah juga dapat
6

dilakukan dengan pemberian obat-obatan atau terapi tertentu. Pemberian obat-


obatan atau terapi tertentu harus dilakukan oleh dokter hewan yang berpengalaman.

2.3. Resiko Manajemen


2.3.1. Keterbatasan Lahan
Keterbatasan lahan menjadi tantangan besar bagi pengembangan peternakan
sapi perah di Indonesia. Minimnya lahan produktif membuat para peternak
kesulitan memenuhi kebutuhan hijauan pakan ternak seperti rumput dan legum.
Mereka pun mau tidak mau harus mengandalkan pakan komERSIL dari luar dengan
harga yang jauh lebih tinggi. Kondisi ini berimbas pada tingginya biaya produksi
dan sulitnya meningkatkan skala usaha peternakan akibat terbatasnya daya tampung
kandang. Produktivitas sapi perah juga menjadi kurang optimal. Selain itu, lahan
yang sempit mempersulit pengelolaan limbah peternakan seperti kotoran dan urine
sapi yang berpotensi mencemari lingkungan. Kepadatan ternak dalam kandang
yang berlebihan juga memudahkan penularan penyakit di antara sapi.

Secara keseluruhan, keterbatasan lahan sangat menghambat perkembangan


populasI dan produktivitas sapi perah di Indonesia. Diperlukan terobosan kebijakan
untuk mendorong optimalisasi penggunaan lahan bagi usaha peternakan rakyat,
sehingga ketahanan pangan asal ternak terutama susu bisa terus ditingkatkan.

2.3.2. Biaya Pakan


Tingginya biaya pakan menjadi salah satu tantangan utama dalam manajemen
peternakan sapi perah di Indonesia. Keterbatasan lahan yang dimiliki peternak skala
kecil menyebabkan mereka sulit memenuhi kebutuhan pakan hijauan seperti
rumput dan legum dari lahan sendiri. Akibatnya, ketergantungan pada pakan
komersil siap pakai cukup tinggi, di mana harga pakan ini jauh lebih mahal
dibandingkan hijauan yang ditumbuhkan sendiri.

Kondisi ini otomatis meningkatkan komponen biaya pakan dalam total biaya
produksi susu. Porsi biaya pakan bisa mencapai 70-80% dari keseluruhan ongkos
7

produksi. Tingginya beban biaya ini berdampak signifikan terhadap pendapatan


yang diperoleh peternak. Apalagi disaat harga jual susu yang diterima peternak juga
masih tergolong rendah di tingkat peternakan rakyat.

Dalam jangka panjang, ketergantungan pada mahalnya pakan komersil membuat


peternakan sapi perah rakyat semakin tidak efisien dan sulit berkembang menjadi
usaha besar yang menguntungkan. Solusinya adalah pemerintah harus mendorong
ketersediaan lahan bagi budidaya pakan ternak sendiri, sehingga menekan biaya
produksi dan meningkatkan skala usaha serta pendapatan peternak secara
bersamaan.

2.3.3. Keterbatasan Tenaga Kerja


Keterbatasan tenaga kerja menjadi kendala umum dalam pengelolaan
peternakan sapi perah di Indonesia. Sebagian besar peternakan skala kecil
menghadapi kesulitan mencukupi kebutuhan tenaga kerja, baik itu pada bidang
pakan ternak, pemerahan, maupun kebersihan kandang. Kondisi ini berdampak
pada operasional peternakan yang kurang efisien. Misalnya, waktu pemerahan yang
terlambat akibat minimnya tenaga kerja menyebabkan penurunan produksi susu.
Begitu juga kandang yang kurang bersih rentan terhadap timbulnya penyakit yang
dapat mengganggu produktivitas sapi perah. Belum lagi perawatan kesehatan sapi
yang kurang maksimal.

Menurut Juarini (2006), upaya mengatasi masalah ini di antaranya dengan


mengalihdayakan sebagian pekerjaan ringan kepada anggota keluarga, seperti
membersihkan kandang dan menyiapkan pakan. Selain itu, perlu optimalisasi
desain kandang agar lebih efisien dalam pengelolaan limbah dan kebersihannya.
Secara bersamaan, perlu upaya peningkatan skill peternak dalam manajemen
peternakan melalui pelatihan dan pendampingan. Dengan demikian, produktivitas
peternakan sapi perah skala kecil dapat tetap terjaga meski dengan keterbatasan
tenaga kerja. Pemerintah juga diharapkan terus berupaya meningkatkan minat
8

generasi muda untuk terjun ke peternakan sebagai sumber penghasilan yang


menjanjikan.

2.4. Resiko Pemasaran


2.4.1. Harga Susu Turun
Fluktuasi dan ketidakpastian harga susu menjadi salah satu risiko utama
dalam bisnis peternakan sapi perah. Harga susu yang cenderung bergerak turun di
tingkat peternak tentu sangat merugikan dan mengancam kelangsungan usaha
mereka.

Menurut Prahastuti (2008), penurunan harga susu terutama terjadi pada musim
penghujan di mana produktivitas sapi perah meningkat, sementara daya serap pasar
tidak sebanding. Selain faktor musiman, turunnya permintaan produk olahan susu
juga kerap memicu anjloknya harga susu. Apalagi persaingan susu impor semakin
ketat, sehingga harga susu lokal tertekan. Kondisi ini sangat merugikan peternak
skala kecil yang sangat bergantung pada harga jual susu. Pendapatan peternak akan
menurun signifikan disaat harga susu anjlok di pasaran. Kondisi ini pun rawan
memicu praktik-praktik curang seperti pengenceran susu atau penambahan
formalin demi memperoleh keuntungan lebih. Oleh karena itu, diperlukan peran
pemerintah untuk melindungi harga susu melalui kebijakan tarif impor yangtepat
dan pengembangan koperasi peternak guna meningkatkan posisi tawar petani.
Stabilitas harga susu menjadi kunci pengembangan sapi perah agar menjadi
komoditaspertanian yang berkelanjutan dan menguntungkan secara ekonomi.

2.4.2. Persaingan Ketat


Persaingan yang ketat di industri perternakan sapi perah menjadi ancaman
bagi keberlangsungan usaha peternak lokal di Indonesia. Membanjirnya impor sapi
perah dan produk turunannya seperti susu bubuk semakin mempersempit ruang
bagi peternak dan produsen lokal untuk terus tumbuh. Menurut Puspita (2021), nilai
impor sapi perah pada 2020 tercatat sebesar USD 11,8 juta atau tumbuh 29,4%
dibanding tahun sebelumnya. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya daya saing
9

peternak dalam negeri ditinjau dari sisi produktivitas dan biaya produksi.
Rendahnya produktivitas sapi perah lokal berakibat pada tingginya harga pokok
produksi per liter susu. Akhirnya peternak semakin tersingkir dan beralih ke
komoditas pertanian lainnya. Dominasi pemain asing dalam rantai pasok produk
susu nasional terus menguat dari hulu hingga hilir seperti koperasi, cold storage,
prosesor dan pengecer modern. Oleh karena itu, diperlukan dukungan kebijakan
perlindungan seperti penerapan tarif impor yang sesuai agar produk lokal dapat
terus bersaing. Peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah melalui teknologi
reproduksi dan manajemen pakan juga krusial untuk memperkuat daya saing
peternak Indonesia.

2.4.3. Kualitas Susu


Rendahnya kualitas susu lokal menjadi salah satu kendala utama peternak
sapi perah dalam memasarkan produknya. Berdasarkan data Kementan (2021), rata-
rata kualitas susu segar di Indonesia baru mencapai standar kelas dua atau bahkan
tiga, padahal permintaan pasar terhadap susu kelas satu cukup besar. Hal ini terkait
buruknya manajemen pemeliharaan mulai dari kandang, kesehatan sapi, hingga
cara pemerahan yang belum memenuhi standar.

Akibatnya, susu segar lokal sulit bersaing dengan produk impor ataupun dipasok ke
industri pengolahan susu skala besar. Peternak pun kesulitan mendapatkan harga
jual tinggi dan terpaksa memasarkan ke pasar tradisional dengan nilai nominal
rendah. Kondisi ini tentu tidak menguntungkan secara finansial dan menghambat
motivasi peternak untuk mengembangkan skala usahanya. Untuk itu, peningkatan
kualitas susu melalui pendampingan teknis ke peternak serta penyediaan teknologi
pendingin dan transportasi yang memadai diperlukan. Kualitas susu yang terjaga
akan semakin meningkatkan daya saing dan nilai tambah bagi peternak sapi perah
lokal. Sumber:
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Resiko pada sapi perah harus di perhatikan dari mulai Kesehatan
ternak,manajemen ternak resiko reproduksi harus di awasi dengan teliti dan jugan
resiko pemasaran. Karena sangan berpengaruh terkadap peternak khususnya pada
sapi perah. Ternak sapi perah merupakan salah satu komoditas peternakan yang
penting di Indonesia. Sapi perah menghasilkan susu yang merupakan sumber
protein dan kalsium yang penting bagi kesehatan manusia. Selain itu, susu juga
dapat diolah menjadi berbagai produk olahan susu, seperti keju, yogurt, dan es krim.
Kebutuhan susu di Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi susu untuk kesehatan. Pada tahun
2022, kebutuhan susu di Indonesia mencapai sekitar 4,448 juta ton, sedangkan
produksi susu dalam negeri hanya mencapai sekitar 920,1 ribu ton. Hal ini
menyebabkan Indonesia masih harus mengimpor susu dari negara lain.

10
DAFTAR PUSTAKA

Prasetyo, B. A., & Wibowo, B. (2022). Analisis Kelayakan Usaha Ternak Sapi
Perah di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Ilmu-Ilmu Peternakan, 29(2), 161-172.

Degaris, P.J. and Lean, I.J., 2008. Milk fever in dairy cows: A review of
pathophysiology and control principles. The Veterinary Journal, 176(1),
pp.58-69.

Rushen, J., De Passillé, A. M., & Munksgaard, L. (2008). Fear of people by cows
and effects on milk yield, behavior and heart rate at milking. Journal of
Dairy Science, 89(2), 720–727.

Asmarani, K., & Kusumawati, A. (2021). Prevalensi dan faktor resiko kawin
berulang pada sapi perah pada tingkat peternak. Jurnal Veteriner, 22(1), 1-
10.

Prahastuti, H. 2008. "Strategi Pemasaran Susu Segar di Tingkat Peternakan Sapi


Perah". Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 26 No. 1, Juli 2008 : 41 -
58.

Kementan. 2021. Outlook Susu Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan.


Pusdatin Kementan.

iii

Anda mungkin juga menyukai