MAKALAH
MANAJEMEN TERNAK PERAH
MANAJEMEN PEMELIHARAAN KESEHATAN SAPI PERAH DAN
LINGKUNGAN
DOSEN PENGAMPU : Dr. Ir. Lia Budimulyati Salman, MP.
Ir. Raden Febrianto Christi, S.Pt, M.S.
Kelompok 2
Salsabila Maulia Putri 200110180087
Altasya Frilanda B 200110180093
Ida Ayu Marintan Raisanti 200110180094
Adinda Putri 200110180105
Aji Permana 200110180109
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
i
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah – Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Manajemen
Pemeliharaan Kesehatan Sapi Perah dan Lingkungan tepat waktu. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Manajemen Ternak Perah.
Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang kendala apa saja yang terdapat pada manajemen pemeliharaan
kesehatan sapi perah dan lingkungan.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Lia
Budimulyati Salman, MP. Dan Bapak Ir. Raden Febrianto Christi, S.Pt, M.S. selaku
dosen mata kuliah Manajemen Ternak Perah. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.
03 November 2020
Kelompok 2
i
2
DAFTAR ISI
ii
1
I
PENDAHULUAN
i
2
II
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi perah Friesian Holstein merupakan sapi perah yang produksi susunya
menduduki populasi terbesar, bahkan hampir di seluruh dunia. Jenis sapi ini mudah
sangat tinggi dibandingkan sapi perah lainnya (Girisonta, 1995). Sapi Friesian
Holstein tergolong dalam bangsa sapi yang paling rendah daya tahan panasnya,
(Rakhmanto, 2009). Ciri sapi Friesian Holstein yang baik adalah memiliki tubuh
luas kebelakang, sistem dan bentuk ambing baik, puting simetris, umumnya pada
dahi terdapat warna putih yang berbentuk segitiga dan efisien pakan tinggi yang
Masa laktasi adalah dimana sapi sedang menghasilkan susu yaitu selama 10
bulan. Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak, susu pertama kali keluar
berupa kolostrum yang sangat baik untuk pedet bagi pertumbuhan pada kehidupan
awal. Masa laktasi ada 3 yaitu 3 bulan setelah melahirkan adalah masa laktasi awal.
3 - 6 bulan adalah laktasi tengah dan lebih dari 6 bulan adalah laktasi akhir (Alim
Faktor yang mempengaruhi produksi susu yaitu jumlah pemerahan setiap hari,
lamanya pemerahan dan waktu pemerahan. Pemerahan dapat dilakukan lebih dari
ii
4
2 kali jika produksi susu tinggi, misal sapi dengan produksi 18 - 20/hari
dapat diperah 3 kali sehari, jika produksi mencapai 21 - 25liter/hari dapat diperah 4
kali dalam sehari (Sudono dkk., 2003). Produksi susu sapi yang diperah selama tiga
kali sehari dengan selang waktu 6, 7, 11 jam/hari menghasilkan 3,90% susu lebih
banyak dan memiliki kadar lemak lebih dari 5,2% (Schmidt, 1988). Tekanan vakum
pada mesin perah yaitu 40 Kpa sehingga setiap puting memiliki tekanan 10Kpa
(Spencer dan Rogers, 2001). Normal lama pemerahan tidak lebih dari 10 menit
penggunaan bahan kimia yang membunuh induk semang antara yang membawa
bibit penyakit, dan isolasi hewan terserang dan mencegah agar tidak menular ke
hewan yang sehat. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan menjaga tata
Pengobatan penyakit dapat dilakukan dengan cara yaitu dengan cara intra
muscular, intravena dan secara oral (Girisonta,1995). Pengobatan tidak akan efektif
jika manajemen peternak tidak dijalankan dengan baik sehingga akan menyebabkan
kerugian secara ekonomi akibat biaya pengobatan (Kirk dan lauerman, 1994).
Sanitasi sangat penting dilakukan sebelum sapi diperah agar kotoran pada sapi tidak
i
5
Kebersihan lantai kandang dan ternak menjadi salah satu faktor penyebab
ii
6
III
PEMBAHASAN
kelembutan dan dilakukan sampai tuntas. Pemerahan harus sesuai dengan prosedur
sanitasi, serta efisien dalam menggunakan tenaga kerja (Prihadi, 1996). Beberapa
hal yang harus disiapkan oleh peternak sebelum dilakukan pemerahan, diantaranya:
Pada saat mencuci ambing sapi suhu air yang digunakan berada diantara 48-
%.)
Proses pemerahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu teknik pemerahan
manual/tangan.
i
7
4. Listrik dinyalakan
berjalan
cara, yaitu:
dengan ibu jari dan telunjuk pada pangkalnya. Tekanan dimulai dari atas
puting diremas dengan ibu jari dan telunjuk, diikuti dengan jari tengah, jari
manis, dan kelingking, sehingga air dalam puting susu terdesak ke bawah
dan memancar ke luar. Setelah air susu itu keluar, seluruh jari dikendorkan
agar rongga puting terisi lagi dengan air susu. Remasan diulangi lagi
berkali-kali.
Jika ibu jari dan telunjuk harus menutupi rongga putting. Apabila
rongga udara tidak tertutup maka air susu tidak akan memancar keluar,
tetapi masuk lagi ke dalam ambing dan sapi akan kesakitan. Pemerahan
i
8
lebih baik dilakukan dengan sepenuh tangan. Teknik ini dilakukan dengan
dari dan keempat jari lainnya, lalu ditekan dengan keempat jari tadi
dan telunjuk yang digeserkan dari pangkal puting ke bawah sambil memijat.
Apabila air susu telah tertekan ke luar melalui lubang putting maka pijatan
dikendorkan lagi sambil menyodok ambing sedikit ke atas, agar air susu di
dalam cistern (rongga susu). Pijatan dan geseran ke bawah diulangi lagi.
yang kecil atau pendek yang sukar dikerjakan dengan cara lain.
jika pemerah merasa lelah. Lama-kelamaan bungkul ibu jari menebal lunak
dan tidak menyakiti puting. Teknik ini hanya dilakukan pada sapi yang
Pasca Pemerahan
Semua peralatan yang digunakan pada saat pemerahan juga harus dibersihkan,
i
9
dicatat, kemudian disaring agar kotoran saat pemerahan tidak ikut masuk ke
dalam susu
a. Musim
Produksi susu sapi lebih tinggi pada sapi yang melahirkan di musim
produksi susu sapi pada cuaca yang panas akan menurun. Pada sapi yang
b. Frekuensi Pemerahan
Sapi diperah 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Pemerahan yang
dilakukan lebih dari 2 kali sehari hanya dilakukan pada sapi yang dapat
berproduksi susu tinggi, misalnya pada sapi yang produksi susunya 20-25
Sapi yang diperah 3-4 kali sehari atau lebih dari 1-2 sehari
menandakan sapi tersebuk tinggi akan produksi susunya. Pemerahan yang
banyak dibandingkan dengan sapi yang hanya diperah 2 kali sehari. Hal
i
10
Apabila sapi diperah dua kali sehari dengan selang waktu yang sama
antara pemerahan tersebut, maka akan perubahan kualitas pada susu yang
terjadi hanya sedikit. Namun, apabila sapi diperah 4 kali sehari, maka
kadar lemak akan tinggu pada besok paginya pada saat pemerahan pertama
susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan .
Bahan atau alat pemerahan pada umumnya terbuat dari stainless atau aluminium .
a. Ember Susu
Fungsi : Menyaring benda-benda asing yang terikut air susu pada waktu
pemerahan (rambut, sel ephithel, kotoran lain), agar air susu benar-benar
bersih.
Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu
c. Milk Can
tidak lebih 2 jam dari proses pemerahan. Milk Can berbahan stainless
i
11
susu dengan tukang perah dan lingkungan kandang, sehingga susu hasil
perahan lebih bersih dan higienis. Selain itu juga jumlah sapi dan
tertutup
dan sesudah pemerahan dengan menggunakan air dan sabun, Penggunaan sabun
bertujuan karena sabun termasuk golongan surfaktan (surface active agents) yang
dapat membunuh mikroba dengan cara merusak membrane sel (Frank, 2001).
i
12
membersihkan dengan air panas, larutan alkali atau dengan larutan asam.
Penggunaan air panas suhunya minimal 75oC dan dikerjakan minimal 5 menit.
kebersihan dan kesehatan susu. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
yaitu pada tahap persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian. Selama proses persiapan
peternak harus memastikan kondisi ternak, kandang, serta alat yang digunakan.
Kondisi ternak harus dalam keadaan sehat dan tidak stress, kemudian kandang
harus bersih, serta alat yang digunakan bersih dan tidak membuat luka putting.
proses pemerahan susu dilaksanakan dengan tahapan yang baik, serta penyelesaian
Selain itu terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan mastitis,
diantaranya:
1. Menggunakan antiseptik untuk pencelupan puting susu saat sebelum dan
i
13
disebutkan oleh Setiawan dkk. (2007) yaitu dapat menimbulkan resistensi dan
residu kimia. Selain itu, banyak peternak yang mengeluhkan tingginya biaya untuk
Alternatif yang dapat dilakukan afdalah dengan menggunakan bahan alami untuk
alkaloid, terpenoid atau sterid, dan saponin (Astuti, 2012). Kandungan pada daun
torgolong tinggi, yaitu sebesar 48 ekor dari 245 ekor pedet sampel penelitian (19,
pedet yang tergolong jelek. manajemen pemeliharaan pedet tergolong baik, jika
persentase kematian pedet di bawah umur tiga bulan mencapai 20% bahkan bisa
mencapai 50% (Triyanton,2009). Diare dan pneumonia adalah penyebab utama
kolostrum pada 30-60 menit setelah pedet lahir. Pemberian kolustrum bertujuan
i
14
untuk memberikan antibodi pada pedet yang baru lahir (Soetarno, 2003). Manfaat
kolustrum bagi kehidupan pedet pra sapih, antara lain kandungan antibodi yang
tinggi, yang mampu mencegah masuknya bibit penyakit, sehingga berperan sebagai
anti-infeksi. Kandungan gizi kolostrum lebih tinggi dibanding dengan susu non
laktoglobulin atau gamma globulin), mineral, lemak, dan vitamin-vitamin dari pada
susu normal. Kolostrum juga mengandung laktosa yang lebih rendah dari pada susu
normal. Hal ini sangat berguna karena kandungan laktosa yang tinggi dapat
1. Mastitis
Tanda-tanda penyakit ini adalah ambing bengkak dan terasa panas bila
diraba, air susu yang dihasilkan encer atau menggumpal dan kadangkadang
bercampur darah atau nanah, bulu kusam dan kasar, nafsu makan menurun,
2. Bloat
cepat. Bila tidak cepat ditangani dan berlangsung terus dapat menyebabkan
kematian.
3. Brucellosis
15
mati atau lahir sangat lemah dan tidak berkembang normal, ambing dan alat
tersebut.
turun, ternak merasakan gatal-gatal mulai dari bagian kepala, bibir, dan
gosokan badannya pada tiang atau dinding kandang. Pada daerah yang gatal
5. Milk Fever
darah adalah 9-12 mg/dl. Kejadian paling banyak (90 %) adalah ditemukan
perah yang sudah laktasi lebih dari 3 kali. Pada saat sapi laktasi, Ca susu
otot, pembekuan darah dan lain-lain, maka kadar Ca darah yang hilang
ii
16
setelah disuplai ke dalam ambing dan dikeluarkan dari lewat air susu,
yaitu sapi masih berbaring, nafsu makan turun, kurang peka terhadap
lingkungan, cermin hidung kering, tremor pada otot, suhu tubuh rendah,
kaki belakang lemah dan terjadi penimbunan gas di dalam rumen. Bila
Angka kesembuhannya cukup baik dan tingkat mortalitas kurang dari 2-3
V
KESIMPULAN
sehingga proses pemerahan dapat berjalan secara efisien. Proses pemerahan dibagi
menjadi dua teknik yakni teknik pemerahan menggunakan mesin perah dan teknik
pada 30-60 menit setelah pedet lahir. merupakan faktor utama yang menunjang
aspek usaha peternakan sapi perah. Penyakit yang umum terjadi di peternakan sapi
beberapa penyakit lainnya yang biasa menjangkit kesehatan sapi perah yakni; bloat,
brucellosis, scabies, dan milk fever. Pencegahan terhadap penyakit dapat dilakukan
dengan pemberian vaksinasi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, S.M. 2012. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibiotika Ekstrak Etanol
Daun Batang, Bunga dan Umbi Tanaman Binahong (Anredera cordifolia
(Ten) Steenis). Artikel Ilmiah. Fakulti Kejuteraan Kimia dan Sumber Asli
(Bioproses). Universiti Malaysia Pahang. Malaysia.
Alim, A. F. dan T. Hidaka. 2002. Pakan dan Tatalaksana Sapi Perah, Buku
Petunjuk Teknologi Sapi Perah di Indonesia. PT. Sonysugema
Pressindo. Bandung.
Anitasari, P. 2008. Hubungan Antara Kondisi Sanitasi Kandang Ternak dengan
Kejadian Diare pada Peternak Sapi Perah di Desa Singosari Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali Tahun 2008. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah. Surakarta.
Azwar, A 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta. PT. Mutiara
Sumber Widya.
Azizzadeh, Mohammad, Hadi Fazeli Shooroki, Ali Shafiee Kamalabadi, Mark A.
Stevenson. 2012. Factors Affecting Calf Mortality in Iranian Holstein Dairy
Herds. Preventive Veterinary Medicine. 104 (2012) : 335-340.
Blakely, J., & D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Terjemahan: B. Srigandono.
UGM Press. Yogyakarta.
Champness D & Hamilton. 2007. Milk Fever (Hypocalcaemia) in Cows.
Agriculture Note. Department of Primary Industries. State of Victoria.
Girisonta. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Penerbit: Kanisius.
Yogyakarta.
Handayani, S.K., dan M, Purwanti. 2010. Kesehatan Ambing dan Higiene
Pemerahan di Peternakan Sapi Perah Desa Pasir Buncir Kecamatan Carigin.
Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 5 No. 1, Mei 2010.
Hastuti, S. 2000. Hubungan antara kepadatan dan sanitasi kandang dengan
terjadinya penyakit mastitis pada sapi perah. Animal Production Vol.
2 No (1):9-12.
Kirk, J.H and Lauerman, L.H. 1994. Mycoplasma mastitis in dairy cows.
Veterinarian. 16:541-551.
Nina Emsi P dan Ririh Yudhastuti. 2017. Analisis Proses Distribusi Terhadap
Peningkatan Escherichia coli pada Susu Segar Produksi Peternakan X di
Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 2., hlm: 181 – 190.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
20
ii