Anda di halaman 1dari 24

4

MAKALAH
MANAJEMEN TERNAK PERAH
MANAJEMEN PEMELIHARAAN KESEHATAN SAPI PERAH DAN
LINGKUNGAN
DOSEN PENGAMPU : Dr. Ir. Lia Budimulyati Salman, MP.
Ir. Raden Febrianto Christi, S.Pt, M.S.

Kelompok 2
Salsabila Maulia Putri 200110180087
Altasya Frilanda B 200110180093
Ida Ayu Marintan Raisanti 200110180094
Adinda Putri 200110180105
Aji Permana 200110180109

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020

i
4

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah – Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Manajemen
Pemeliharaan Kesehatan Sapi Perah dan Lingkungan tepat waktu. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Manajemen Ternak Perah.
Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang kendala apa saja yang terdapat pada manajemen pemeliharaan
kesehatan sapi perah dan lingkungan.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Lia
Budimulyati Salman, MP. Dan Bapak Ir. Raden Febrianto Christi, S.Pt, M.S. selaku
dosen mata kuliah Manajemen Ternak Perah. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.

03 November 2020

Kelompok 2

i
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2

1.3 Maksud dan Tujuan ............................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 6

3.1 Prosedur Pemerahan Yang Benar ......................................................... 6

3.2 Sistem Pemerahan Yang Efisien ........................................................... 9

3.3 Pemeliharaan Peralatan Pemerahan ...................................................... 10

3.4 Pencegahan Terjadinya Mastitis ........................................................... 12

3.5 Meminimalisis Kematian Pedet ............................................................ 13

3.6 Pengenalan dan Identifikasi Masalah Kesehatan Sapi Perah ............... 14

3.7 Vaksinasi Pada Sapi Perah ................................................................... 16

BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

ii
1

I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki banyak
manfaat bagi tubuh manusia (Sarasati W., dkk, 2020). Kualitas dan kuantitas
produksi susu pada sapi perah dipengaruhi oleh berbagai faktor genetic dan
lingkungan. Faktor genetic berpengaruh sebesar 30% pada produksi susu
sedangkan lingkungan berpengaruh 70%. Faktor lingkungan yang paling
berpengaruh yaitu manajemen pemeliharaan, pakan, temperature, kesehatan, dan
manajemen reproduksi.
Susu yang banyak dikonsumsi dapat menjadi salah satu sumber
penularan bibit penyakit karena susu merupakan media yang yang disukai
mikroorganisme untuk tumbuh, sehingga apabila tidak ditangani secara higenis
pada proses pemerahan hingga distriusi, maka susu dapat terkontaminasi oleh
mikroorganisme (Nina dan Ririh, 2017). Kasus penyakit yang sering muncul akibat
sistem pemeliharaan sapi perah yang kurang baik adalah mastitis atau radang pada
ambing. Di Indonesia kejadian mastitis pada sapi perah sangat tinggi yaitu
mencapai 85% dengan angka kerugian ekonomi yang cukup tinggi (Sarasati W.,
dkk, 2020).
Kejadian ini sebagian besar merupakan infeksi subklinis sehingga tidak
cepat dilakukan penanganan atau pun pengendalian. Dampak dari kerugian
penyakit mastitis adalah penurunan kualitas dan kuantitas susu. Pengelolaan sistem
pemeliharaan kesehatan pada sapi perah meliputi manajemen perkandangan dan
pakan, sistem manajemen pemerahan dan sanitasi lingkungan perkandangan
(Verhaeghe J, 2015). Pemilik ternak harus selalu memperhatikan perubahan –
perubahan yang terjadi pada sapi perah yang dipelihara, dan segera melaporkan
pada petugas kesehatan hewan terdekat. Untuk dapat mengetahui perubahan –
perubahannya, terlebih dahulu harus mengetahui keadaan normal dari sapi perah
yang sehat.

i
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana prosedur pemerahan yang benar?
2. Seperti apa sistem pemerahan yang efisien pada ternak sapi perah?
3. Bagaimana pemeliharaan peralatan pemerahan?
4. Bagaimana meminimalisir kejadian mastitis pada ternak sapi perah?
5. Bagaimana meminimalisir kematian pada pedet?
6. Bagaimana pengenalan dan identifikasi masalah kesehatan pada ternak
sapi perah?
7. Kapan waktu vaksinasi dan pengobatan pada ternak sapi perah?
1.3 Maksud dan Tujuan
1. Mengetahui prosedur pemerahan yang benar.
2. Mengetahui sistem pemerahan yang efisien pada ternak sapi perah.
3. Mengetahui cara pemeliharaan peralatan pemerahan.
4. Mengetahui cara meminimalisir kejadian mastitis pada ternak sapi
perah.
5. Mengetahui cara meminimalisir kematian pada pedet.
6. Mengetahui cara pengenalan dan identifikasi masalah kesehatan pada
ternak sapi perah.
7. Mengetahui waktu vaksinasi dan pengolahan pada ternak sapi perah.
3

II
TINJAUAN PUSTAKA

Sapi perah Friesian Holstein merupakan sapi perah yang produksi susunya

tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya. Sapi Friesian Holstein

menduduki populasi terbesar, bahkan hampir di seluruh dunia. Jenis sapi ini mudah

beradaptasi di tempat yang baru. Di Indonesia populasi sapi Friesian Holstein

sangat tinggi dibandingkan sapi perah lainnya (Girisonta, 1995). Sapi Friesian

Holstein tergolong dalam bangsa sapi yang paling rendah daya tahan panasnya,

sehingga perlu dipertimbangkan iklim yang ada di daerah pemeliharaan

(Rakhmanto, 2009). Ciri sapi Friesian Holstein yang baik adalah memiliki tubuh

luas kebelakang, sistem dan bentuk ambing baik, puting simetris, umumnya pada

dahi terdapat warna putih yang berbentuk segitiga dan efisien pakan tinggi yang

dialihkan menjadi produksi susu (Blakely dan Bade, 1998).

Masa laktasi adalah dimana sapi sedang menghasilkan susu yaitu selama 10

bulan. Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak, susu pertama kali keluar

berupa kolostrum yang sangat baik untuk pedet bagi pertumbuhan pada kehidupan

awal. Masa laktasi ada 3 yaitu 3 bulan setelah melahirkan adalah masa laktasi awal.

3 - 6 bulan adalah laktasi tengah dan lebih dari 6 bulan adalah laktasi akhir (Alim

dan Hidaka, 2002).

Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Pemerahan

dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan mesin. Pemerahan manual

yaitu pemerahan yang dilakukan menggunakan tangan dan jari sedangkan

pemerahan menggunakan mesin yaitu pemerahan yang dilakukan secara otomatis.

Faktor yang mempengaruhi produksi susu yaitu jumlah pemerahan setiap hari,

lamanya pemerahan dan waktu pemerahan. Pemerahan dapat dilakukan lebih dari

ii
4

2 kali jika produksi susu tinggi, misal sapi dengan produksi 18 - 20/hari

dapat diperah 3 kali sehari, jika produksi mencapai 21 - 25liter/hari dapat diperah 4

kali dalam sehari (Sudono dkk., 2003). Produksi susu sapi yang diperah selama tiga

kali sehari dengan selang waktu 6, 7, 11 jam/hari menghasilkan 3,90% susu lebih

banyak dan memiliki kadar lemak lebih dari 5,2% (Schmidt, 1988). Tekanan vakum

pada mesin perah yaitu 40 Kpa sehingga setiap puting memiliki tekanan 10Kpa

(Spencer dan Rogers, 2001). Normal lama pemerahan tidak lebih dari 10 menit

(Utami dkk., 2014).

Dalam pemerahan biasanya identik dengan penyakit yang mudah

menyerang sapi perah. Pencegahan penyakit merupakan usaha yang dilakukan

untuk menurunkan jumlah atau persentase penyakit menular melalui suntikan,

penggunaan bahan kimia yang membunuh induk semang antara yang membawa

bibit penyakit, dan isolasi hewan terserang dan mencegah agar tidak menular ke

hewan yang sehat. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan menjaga tata

laksana pemeliharaan atau pemberian vaksinasi untuk merangsang sistem

kekebalan tanpa dipengaruhi penyakit.

Pengobatan penyakit dapat dilakukan dengan cara yaitu dengan cara intra

muscular, intravena dan secara oral (Girisonta,1995). Pengobatan tidak akan efektif

jika manajemen peternak tidak dijalankan dengan baik sehingga akan menyebabkan
kerugian secara ekonomi akibat biaya pengobatan (Kirk dan lauerman, 1994).

Sanitasi merupakan salah satu tindakan untuk mencegah terjangkitnya penyakit.

Sanitasi sangat penting dilakukan sebelum sapi diperah agar kotoran pada sapi tidak

mengkontaminasi susu pada saat pemerahan (Anitasari, 2008). Sanitasi kandang

sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit mastitis (Hastuti, 2000).

i
5

Kebersihan lantai kandang dan ternak menjadi salah satu faktor penyebab

terjandinya penyakit mastitis (Sutardi dkk., 2003).

ii
6

III
PEMBAHASAN

3.1. Prosedur Pemerahan yang Benar

Pemerahan dilakukan dengan teratur, cepat, tuntas, dikerjakan dengan

kelembutan dan dilakukan sampai tuntas. Pemerahan harus sesuai dengan prosedur

sanitasi, serta efisien dalam menggunakan tenaga kerja (Prihadi, 1996). Beberapa

hal yang harus disiapkan oleh peternak sebelum dilakukan pemerahan, diantaranya:

1. Mencuci dan membersihkan ambing sapi dengan air hangat

Pada saat mencuci ambing sapi suhu air yang digunakan berada diantara 48-

57 derajat celcius dan akan lebih baik apabila mengandung desinfektan.

2. Membersihkan kandang sapi

3. Peralatan yang akan digunakan berada harus dalam keadaan steril

Kegunaan pembersihan ambing dengan air hangat bertujuan untuk :

a. merangsang keluarnya air susu

b. mengurangi kemungkinan air susu terkontimanasi oleg bakteri

c. mengurangi munculnya mastitis (menurunkan produksi susu hingga 30

%.)

Proses pemerahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu teknik pemerahan

dengan menggunakan mesin perah (teknologi) dan teknik pemerahan

manual/tangan.

3.1.1. Teknik Pemerahan dengan Menggunakan Mesin Perah (Teknologi)

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pemerahan menggunakan

mesin perah yaitu :

1. Pembersihan dengan menggunakan air pada sapi dan kandang

i
7

2. Ambing dipastikan dalam keadaan bersih

3. Mesin perah disediakan

4. Listrik dinyalakan

5. Mesin penyedot (vacum cleaner) ditempatkan satu-persatu pada

bagian putingnya secara hati-hati

6. Dilakukan pencatatan (recording) pada setiap tabung yang sudah

terisi susu sesuai dengan nomor sapinya ketika pemerahan sedang

berjalan

7. Setelah pemerahan selesai, maka alat-alat dibersihkan dan disimpan

kembali pada tempat yang tersedia

3.1.2. Teknik Pemerahan Manual/Tangan

Teknik Pemerahan dengan menggunakan tangan dapat dilakukan dengan 3

cara, yaitu:

a. Whole hand (tangan penuh)

Whole Hand dilakukan pada puting yang agak panjang sehingga

dapat dipegang dangan penuh tangan. Caranya tangan memegang puting

dengan ibu jari dan telunjuk pada pangkalnya. Tekanan dimulai dari atas

puting diremas dengan ibu jari dan telunjuk, diikuti dengan jari tengah, jari

manis, dan kelingking, sehingga air dalam puting susu terdesak ke bawah
dan memancar ke luar. Setelah air susu itu keluar, seluruh jari dikendorkan

agar rongga puting terisi lagi dengan air susu. Remasan diulangi lagi

berkali-kali.

Jika ibu jari dan telunjuk harus menutupi rongga putting. Apabila

rongga udara tidak tertutup maka air susu tidak akan memancar keluar,

tetapi masuk lagi ke dalam ambing dan sapi akan kesakitan. Pemerahan

i
8

lebih baik dilakukan dengan sepenuh tangan. Teknik ini dilakukan dengan

cara menggunakan kelima jari. Puting dipegang antara ibu

dari dan keempat jari lainnya, lalu ditekan dengan keempat jari tadi

b. Stripping (perah jepit)

Stripping dilakukan dengan cara puting diletakkan diantara ibu jari

dan telunjuk yang digeserkan dari pangkal puting ke bawah sambil memijat.

Apabila air susu telah tertekan ke luar melalui lubang putting maka pijatan

dikendorkan lagi sambil menyodok ambing sedikit ke atas, agar air susu di

dalam cistern (rongga susu). Pijatan dan geseran ke bawah diulangi lagi.

Stripping dilakukan hanya untuk pemerahan penghabisan dan untuk puting

yang kecil atau pendek yang sukar dikerjakan dengan cara lain.

c. Knevelen (perah pijit)

Cara knevelen merupakan teknik pemerahan dengan sepenuh

tangan, tetapi dengan membengkokan ibu jari, knevelen sering dilakukan

jika pemerah merasa lelah. Lama-kelamaan bungkul ibu jari menebal lunak

dan tidak menyakiti puting. Teknik ini hanya dilakukan pada sapi yang

memiliki puting pendek. (Syarief dan Harianto, 2011).

Pasca Pemerahan

Setelah selesai diperah, ambing dilap menggunakan kain yang telah


dibasahi oleh desinfektan. Kemudian dilap kembali dengan kain yang kering.

Setelah itu ,puting dicelupkan ke dalam cairan desinfektan selama 4 detik.

Pencelupan pada desinfektan bertujuan untuk mencegah terjadinya mastitis pada

ambing sapi perah (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).

Semua peralatan yang digunakan pada saat pemerahan juga harus dibersihkan,

i
9

kemudian dikeringkan. Susu hasil pemerahan juga harus segera ditimbang,

dicatat, kemudian disaring agar kotoran saat pemerahan tidak ikut masuk ke

dalam susu

3.2. Sistem Pemerahan yang Efisien

Sistem pemerahan yang efisen dapat dilakuakan dengan memerhatikan

pengaturan waktu pemerahan. Pengaturan waktu pemerahan agar efisien, yaitu:

a. Musim

Produksi susu sapi lebih tinggi pada sapi yang melahirkan di musim

dingin dibandingkan di musim panas. Hal tersebut disebabkan karena

produksi susu sapi pada cuaca yang panas akan menurun. Pada sapi yang

digembalakan, produksi susunya akan menurun pada musim kemarau

dibandingkan pada musim hujan. Hal tersebut berkaitan dengan

ketersediaan hijauan makanan ternak.

b. Frekuensi Pemerahan

Sapi diperah 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Pemerahan yang

dilakukan lebih dari 2 kali sehari hanya dilakukan pada sapi yang dapat

berproduksi susu tinggi, misalnya pada sapi yang produksi susunya 20-25

liter per hari dapat diperah 3 kali sehari.

Sapi yang diperah 3-4 kali sehari atau lebih dari 1-2 sehari
menandakan sapi tersebuk tinggi akan produksi susunya. Pemerahan yang

dilakukan sebanyak 3 kali sehari akan meningkatkan produksi susu

sebanyak 10-25% dibandingkan dengan pemerahan 2 kali sehari.

Peningkatan produksi susu dipengaruhi hormone prolactin yang lebih

banyak dibandingkan dengan sapi yang hanya diperah 2 kali sehari. Hal

i
10

tersebut sesuai dengan Kendrik (1953) yang menyatakan bahwa

makin sering sapi diperah, produksi susu akan naik.

Apabila sapi diperah dua kali sehari dengan selang waktu yang sama

antara pemerahan tersebut, maka akan perubahan kualitas pada susu yang

terjadi hanya sedikit. Namun, apabila sapi diperah 4 kali sehari, maka

kadar lemak akan tinggu pada besok paginya pada saat pemerahan pertama

sehingga terjadi perbedaan kualitas.

3.3. Pemeliharaan Peralatan Pemerahan

Alat Pemerahan Peralatan dalam pemerahan maupun alat penampungan

susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan .

Bahan atau alat pemerahan pada umumnya terbuat dari stainless atau aluminium .

Peralatan yang dipergunakan dalam pemerahan sapi perah antara lain:

a. Ember Susu

Fungsi : wadah penampungan susu yang diperah secara manual/tangan.

Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu

b. Saringan Susu / Strainer

Fungsi : Menyaring benda-benda asing yang terikut air susu pada waktu

pemerahan (rambut, sel ephithel, kotoran lain), agar air susu benar-benar

bersih.
Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu

c. Milk Can

Fungsi : Menampung dan menyimpan sementara susu hasil pemerahan,

untuk segera dikirim ke Koperasi / MCC (Milk Collecting Center)

maupun ke Industri Pengolahan Susu yang jarak dan waktu tempuhnya

tidak lebih 2 jam dari proses pemerahan. Milk Can berbahan stainless

i
11

steel/aluminium, bertutup rapat dan umumnya berkapasitas 5, 10, 20,

30, 40, 50 liter.

Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu

d. Mesin Pemerah Susu

Fungsi : Sarana untuk pemerahan susu secara pneumatis. Pemerahan

pneumatis adalah pemerahan yang dilakukan dengan membuat tekanan

vakum pada penampung dan susu diperah kedalam penampung melalui

unit perah . Pemerahan dengan mesin perah akan mengurangi kontak

susu dengan tukang perah dan lingkungan kandang, sehingga susu hasil

perahan lebih bersih dan higienis. Selain itu juga jumlah sapi dan

kapasitas pemerahan jauh lebih tinggi

Pemeliharaan alat pemerahan:

1. Peralatan sebelum digunakan selalu dalam keadaan bersih.

2. Peralatan setelah digunakan harus dicuci dengan sabun

3. Penyimpanan peralatan bersih harus tersusun rapi

4. Tempat penyimpanan peralatan pemerahan harus dalam keadaan

tertutup

5. Setelah pemerahan, semua peralatan langsung dicuci

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Azwar (1996) yang menyatakan


bahwa sebaiknya peralatan sebelum dipergunakan harus dibersihkan terlebih

dahulu dengan desinfektan. Selain itu, peralatan pemerahan dibersihkan sebelum

dan sesudah pemerahan dengan menggunakan air dan sabun, Penggunaan sabun

bertujuan karena sabun termasuk golongan surfaktan (surface active agents) yang

dapat membunuh mikroba dengan cara merusak membrane sel (Frank, 2001).

i
12

Cara menjaga sanitasi peralatan atau wadag dapat dilakuakn dengan

membersihkan dengan air panas, larutan alkali atau dengan larutan asam.

Penggunaan air panas suhunya minimal 75oC dan dikerjakan minimal 5 menit.

Menurut Handayani dan Purwanti (2010), kebersihan peralatan yang dipakai

khususnya ember penampung hasil perahan akan sangat berpengaruh terhadap

kebersihan dan kesehatan susu. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk

mempercepat proses pembusukan. Pembusukan pada susu akan mengubah rasa

susu menjadi asam.

3.4 Pencegahan Terjadinya Mastitis

Proses pencegahan mastitis dapat dilakukan pada setiap tahap pemerahan,

yaitu pada tahap persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian. Selama proses persiapan

peternak harus memastikan kondisi ternak, kandang, serta alat yang digunakan.

Kondisi ternak harus dalam keadaan sehat dan tidak stress, kemudian kandang

harus bersih, serta alat yang digunakan bersih dan tidak membuat luka putting.

Sebelum pemerahan petugas diwajibkan mencuci tangan dan ambing. Selanjutnya

proses pemerahan susu dilaksanakan dengan tahapan yang baik, serta penyelesaian

pemerahan susu dengan mencuci kembali ambing.

Selain itu terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan mastitis,

diantaranya:
1. Menggunakan antiseptik untuk pencelupan puting susu saat sebelum dan

setelah pemerahan. Di beberapa negara telah diterapkan vaksinasi untuk

mengurangi gejala mastitis

2. Menjaga kandang agar selalu bersih, lakukan pembersihan secara rutin

3. Menjaga kebersihan orang yang akan melakukan pemerahan susu

4. Membersihkan bagian ambing ternak secara rutin

i
13

Pada umumnya dalam mencegah jangkitan penyakit mastitis adalah melalui

pencelupan putting setelah pemerahan menggunakan desinfektan bahan kimia.

Namun, penggunaan desinfektan memiliki beberapa kelemahan seperti yang

disebutkan oleh Setiawan dkk. (2007) yaitu dapat menimbulkan resistensi dan

residu kimia. Selain itu, banyak peternak yang mengeluhkan tingginya biaya untuk

pembelian desinfektan tertentu (Sugiri dan Anri, 2010).

Alternatif yang dapat dilakukan afdalah dengan menggunakan bahan alami untuk

pencelupan sebagai phytoherbal. Sebagai alternative adalah tumbuhan daun

binahong (Anredera cordifolio) yang mempunyai komposisi senyawa flavonoid,

alkaloid, terpenoid atau sterid, dan saponin (Astuti, 2012). Kandungan pada daun

binahong tersebut berpotensi dimanfaatkan sebagai antimikroba pathogen.

3.5. Meminimalisir Kematian Pedet

Berdasarkan hasil penelitian, angka mortalitas pedet pada peternakan rakyat

torgolong tinggi, yaitu sebesar 48 ekor dari 245 ekor pedet sampel penelitian (19,

59%). Angka kematian yang tinggi ini menunjukkan manajemen pemeliharaan

pedet yang tergolong jelek. manajemen pemeliharaan pedet tergolong baik, jika

mortalitas 1%, sedangkan apabila mortalitas mencapai angka sebesar 20%-25%,

menunjukkan manajemen pemeliharaan yang buruk. Daerah tropis, rata - rata

persentase kematian pedet di bawah umur tiga bulan mencapai 20% bahkan bisa
mencapai 50% (Triyanton,2009). Diare dan pneumonia adalah penyebab utama

mortalitas pada pedet. Faktor-faktor yang menjadi predisposisi antara lain :

perkandangan, metode, lama dan volume pemberian kolustrum, musim kelahiran,

distokia pada induk saat pedet dilahirkan (Azizzadeh et al, 2012).

Kematian pada pedet dapat diminimalisir salah satunya dengan pemberian

kolostrum pada 30-60 menit setelah pedet lahir. Pemberian kolustrum bertujuan

i
14

untuk memberikan antibodi pada pedet yang baru lahir (Soetarno, 2003). Manfaat

kolustrum bagi kehidupan pedet pra sapih, antara lain kandungan antibodi yang

tinggi, yang mampu mencegah masuknya bibit penyakit, sehingga berperan sebagai

anti-infeksi. Kandungan gizi kolostrum lebih tinggi dibanding dengan susu non

kolostrum. Kolostrum mengandung lebih banyak protein (terutama dalam bentuk

laktoglobulin atau gamma globulin), mineral, lemak, dan vitamin-vitamin dari pada

susu normal. Kolostrum juga mengandung laktosa yang lebih rendah dari pada susu

normal. Hal ini sangat berguna karena kandungan laktosa yang tinggi dapat

menyebabkan pedet menderita diare/mencret. Kolustrum sangat mudah diserap

oleh dinding usus pedet.

3.6. Pengenalan dan Identifikasi Masalah Kesehatan Sapi Perah

1. Mastitis

Disebabkan oleh Streptococcus cocci dan Staphylococcus cocci.

Tanda-tanda penyakit ini adalah ambing bengkak dan terasa panas bila

diraba, air susu yang dihasilkan encer atau menggumpal dan kadangkadang

bercampur darah atau nanah, bulu kusam dan kasar, nafsu makan menurun,

produksi turun bahkan dapat berhenti sama sekali.

2. Bloat

Disebabkan oleh penimbunan gas yang berlebihan di dalam rumen.


Tanda-tanda penyakit ini adalah : Perut di sebelah kiri membesar

(gembung), pinggang sedikit membungkuk, nafas pendek-pendek dan

cepat. Bila tidak cepat ditangani dan berlangsung terus dapat menyebabkan

kematian.

3. Brucellosis
15

Disebabkan oleh Brucella suis. Tanda-tanda penyakit ini antara lain:

terjadi keguguran pada pertengahan kebuntingan, anak yang lahir biasanya

mati atau lahir sangat lemah dan tidak berkembang normal, ambing dan alat

kelamin kadang-kadang bengkak, kadang-kadang nafsu makan menurun

dan demam ringan namun lebih sering tidak menunjukkan gejala-gejala

tersebut.

4. Scabies atau Kudis,

Disebabkan oleh kutu atau tungau dan kebersihan ternak yang

kurang terpelihara. Tanda-tanda penyakit scabies adalah : nafsu makan

turun, ternak merasakan gatal-gatal mulai dari bagian kepala, bibir, dan

bagian-bagian tubuh yang lain. Ternak yang terserang sering menggosok-

gosokan badannya pada tiang atau dinding kandang. Pada daerah yang gatal

muncul bercak-bercak merah, timbul bisul, akhirnya kulit menebal, bersisik,

bulu rontok dan timbul keropeng-keropeng.

5. Milk Fever

Penyakit ini ditandai dengan penurunan kadar kalsium (Ca) dalam

darah menjadi kurang dari 5 mg/dl padahal normalnya kadar Ca dalam

darah adalah 9-12 mg/dl. Kejadian paling banyak (90 %) adalah ditemukan

dalam 48 jam setelah sapi perah melahirkan. Kejadian meningkat seiring


bertambahnya umur, karena sapi tua penyerapan Ca-nya menurun sehingga

cadangan Ca semakin rendah. Milk Fever biasanya terjadi pada sapi

perah yang sudah laktasi lebih dari 3 kali. Pada saat sapi laktasi, Ca susu

berasal dari Ca darah disuplai ke dalam ambing, karena peranan kalsium

dalam tubuh sangat penting untuk proses pembentukan tulang, kontraksi

otot, pembekuan darah dan lain-lain, maka kadar Ca darah yang hilang

ii
16

setelah disuplai ke dalam ambing dan dikeluarkan dari lewat air susu,

dipertahankan (homeostatis) dengan suatu mekanisme metabolisme Ca.

Bila terjadi kegagalan dalam homeostatis kalsium maka terjadilah

penyakit milk fever. (Subronto, 2003).

Menurut Champness & Hamilton (2007), gejala awal yang ditemui

yaitu sapi masih berbaring, nafsu makan turun, kurang peka terhadap

lingkungan, cermin hidung kering, tremor pada otot, suhu tubuh rendah,

kaki belakang lemah dan terjadi penimbunan gas di dalam rumen. Bila

kondisi semakin parah, biasanya sapi hanya mampu bertahan 6 – 24 jam.

Angka kesembuhannya cukup baik dan tingkat mortalitas kurang dari 2-3

% apabila segera diketahui dan diberi pertolongan.

3.7. Vaksinasi Pada Sapi Perah


17
18

V
KESIMPULAN

Proses pemerahan harus dilakukan sesuai dengan prosedur sanitasi,

sehingga proses pemerahan dapat berjalan secara efisien. Proses pemerahan dibagi

menjadi dua teknik yakni teknik pemerahan menggunakan mesin perah dan teknik

pemerahan secara manual. Sistem pemerahan yang efisien harus dapat

memperhatikan musim dan frekuensi pemerahan. Hal yang perlu diperhatikan

dalam proses pemerahan adalah pemeliharaan terhadap peralatan pemerahan yang

meliputi pemeliharaan terhadap kondisi peralatan sebelum & sesudah pemakaian,

penyimpana & tempat penyimpanan, serta pembersihan peralatan. Pencegahan

terhadap penyakit dan meminimalisir kematian pedet cara pemberian kolostrum

pada 30-60 menit setelah pedet lahir. merupakan faktor utama yang menunjang

aspek usaha peternakan sapi perah. Penyakit yang umum terjadi di peternakan sapi

perah adalah kejadian mastitis, pencegahan dapat dilakukan dengan penggunaan

antiseptik, menjaga kebersihan lingkungan meliputi kandang & karyawan, dan

pembersihan bagian ambing secara rutin. Selain penyakit mastitis, terdapat

beberapa penyakit lainnya yang biasa menjangkit kesehatan sapi perah yakni; bloat,

brucellosis, scabies, dan milk fever. Pencegahan terhadap penyakit dapat dilakukan
dengan pemberian vaksinasi.
19

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, S.M. 2012. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibiotika Ekstrak Etanol
Daun Batang, Bunga dan Umbi Tanaman Binahong (Anredera cordifolia
(Ten) Steenis). Artikel Ilmiah. Fakulti Kejuteraan Kimia dan Sumber Asli
(Bioproses). Universiti Malaysia Pahang. Malaysia.
Alim, A. F. dan T. Hidaka. 2002. Pakan dan Tatalaksana Sapi Perah, Buku
Petunjuk Teknologi Sapi Perah di Indonesia. PT. Sonysugema
Pressindo. Bandung.
Anitasari, P. 2008. Hubungan Antara Kondisi Sanitasi Kandang Ternak dengan
Kejadian Diare pada Peternak Sapi Perah di Desa Singosari Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali Tahun 2008. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah. Surakarta.
Azwar, A 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta. PT. Mutiara
Sumber Widya.
Azizzadeh, Mohammad, Hadi Fazeli Shooroki, Ali Shafiee Kamalabadi, Mark A.
Stevenson. 2012. Factors Affecting Calf Mortality in Iranian Holstein Dairy
Herds. Preventive Veterinary Medicine. 104 (2012) : 335-340.
Blakely, J., & D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Terjemahan: B. Srigandono.
UGM Press. Yogyakarta.
Champness D & Hamilton. 2007. Milk Fever (Hypocalcaemia) in Cows.
Agriculture Note. Department of Primary Industries. State of Victoria.
Girisonta. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Penerbit: Kanisius.
Yogyakarta.
Handayani, S.K., dan M, Purwanti. 2010. Kesehatan Ambing dan Higiene
Pemerahan di Peternakan Sapi Perah Desa Pasir Buncir Kecamatan Carigin.
Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 5 No. 1, Mei 2010.
Hastuti, S. 2000. Hubungan antara kepadatan dan sanitasi kandang dengan
terjadinya penyakit mastitis pada sapi perah. Animal Production Vol.
2 No (1):9-12.
Kirk, J.H and Lauerman, L.H. 1994. Mycoplasma mastitis in dairy cows.
Veterinarian. 16:541-551.
Nina Emsi P dan Ririh Yudhastuti. 2017. Analisis Proses Distribusi Terhadap
Peningkatan Escherichia coli pada Susu Segar Produksi Peternakan X di
Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No. 2., hlm: 181 – 190.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
20

Pressman, Roger S. 2001. Software Engineering: a practitioner’s approach. New


York: McGraw- Hill.
Rakhmanto, F. 2009. Pertambahan ukuran tubuh dan bobot badan pedet sapi FH
jantan lepas sapih yang diberi ransum bersuplemen biomineral cairan
rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Sarasati Windria, Nadia Nuraniya K., Arifudin Achmad, dan Okta Wismandanu.
2020. Penyuluhan Pengelolaan Sistem Pemeliharaan dan Kesehatan pada
Sapi Perah di Kelompok Ternak Wibawa Mekar, Desa Gunung Manik
Sumedang Jawa Barat. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol. 9, No.1,
hlm: 41 – 43.
Schmidt GH, Van Vleck LD, Hutjens MP. 1988. Principles of Dairy Science. 2th
Ed. Prentice Hall. New Jersey.
Setiawan, J.. P. Surjowardojo, E. Setyowati 2007. Ekstrak Kloroform Daun Kersen
(Muntingia calabura L.) sebagai Antibakteri Penghambat Pertumbuhan
Bakteri Staphylococcus Aureus Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah.
Fakultas Peternakan UB
Soetarno, Timan. 2003, Manajemen Budidaya Sapi Perah. Laboratorium Ternak
Perah, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Subronto, 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Gadjah Mada Universiy
Press.
Sudono, A dan T. Sutardi. 2003. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Jendral
Peternakan, Jakarta.
Sudono, A.R.F. Rosdiana dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak sapi perah secara
intensif. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Sugiri, Y. D. dan A. Anri. 2010. Prevalensi Patogen Penyebab Mastitis Subklinis
(Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae) dan Patogen
Penyebab Mastitis Subklinis lainnya pada Peternak Skala Kecil dan
Menengah di Beberapa Sentra Peternakan Sapi Perah di Pulau Jawa. BP3HK
Lembang.
Syarief, M. Z. dan C. D. A. Sumoprastowo.1990. Ternak Perah. CV. Yasaguna.
Jakarta.
Syarif, E dan Harianto, B. 2011.Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Setiawan, J.. P. Surjowardojo, E. Setyowati 2007. Ekstrak Kloroform Daun Kersen
(Muntingia calabura L.) sebagai Antibakteri Penghambat Pertumbuhan
Bakteri Staphylococcus Aureus Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah.
Fakultas Peternakan UB.
21

Triyanto. (2009). Manajemen Pemeliharaan Pedet Sapi Perah di Peternakan Sapi


Perah CV, Mawar Mekar Farm Kabupaten Karang anyar. Surakarta:
Fakultas Peternakan Universitas Sebelas Maret.
Utami, K.B., L.E. Radiati dan P. Surjowardojo. 2014. Kajian kualitas susu sapi
perah PFH (studi kasus pada anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan
Jabung Kabupaten Malang). Jurnal- Jurnal Ilmu Peternakan 24(2): 58-66.
Verhaeghe, J. 2015. Hygiene for Health: Production. The Dairy Mail, 22 (3), 55 –
61.

ii

Anda mungkin juga menyukai