Anda di halaman 1dari 30

TUGAS MATA KULIAH

MANAJEMEN PRODUKSI TERNAK RUMINANSIA

Makalah Manajemen Produksi Ternak Ruminansia (Komoditi Perah)

Dosen Pengampu :
Dr.Ir. Puguh Surjowardojo , MP.

Disusun Oleh :

195050100111102 NUMASH FAWWAZI


195050100111153 RAFLI FIRMANSYAH
195050100111235 JOSEP ROY SAPUTRA
195050101111096 FELIX SUSANTO

KELOMPOK 2
KELAS M

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdullilah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Produksi Ternak Ruminansia (Komoditi Perah)
yang membahas tentang sapi perah.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan Manajemen Produksi Ternak Ruminansia di Indonesia.

Malang, 26 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL................................................................................................................................iiv
BAB I.....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
1.3. Tujuan........................................................................................................................................2
1.4. Manfaat......................................................................................................................................2
BAB II....................................................................................................................................................2
TATA LAKSANA PEMELIHARAAN.................................................................................................3
2.1 Manajemen Pedet......................................................................................................................3
2.2 Manajemen Sapi Dara................................................................................................................5
2.3 Manajemen Sapi Bunting...........................................................................................................6
2.4 Manajemen Sapi Laktasi..........................................................................................................10
2.5 Manajemen Rekording.............................................................................................................12
2.6 Manajemen Pemerahan............................................................................................................18
2.7 Strategi Pemberian Pakan........................................................................................................20
BAB III................................................................................................................................................22
PENUTUP............................................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................22
3.2 Saran........................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................23

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus Laktasi (menyusui) dan Gestasi (kehamilan) Sapi Perah………………..8

Gambar 2. Contoh tabel pencatatan kelahiran pedet………………………………………..17

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rekomendasi Skor Kondisi Tubuh Sapi Perah Pada Periode Kebuntingan………..8

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sapi perah merupakan golongan hewan ternak ruminansia yang dapat mendukung
pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Pemeliharaan sapi perah
beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini
senantiasa di dorong oleh pemerintah agar swasembada susu tercapai secepatnya. Untuk
memenuhi kebutuhan susu secara nasional, perkembangan sapi perah perlu mendapat
pembinaan yang lebih terencana sehingga hasilnya akan meningkat dari tahun ke tahun. Hal
tersebut akan dapat terlaksana apabila peternak sapi perah dan orang yang terkait dengan
pemeliharaan sapi perah bersedia melengkapi diri dengan pengetahuan tentang pemeliharaan
sapi perah.
Dalam meningkatkan kualitas serta kuantitas produksi sapi perah, ada beberapa faktor
penting yang harus di terapkan secara profesional yaitu perlunya penanganan manajemen
pemeliharaan sapi perah yang baik. Karena hal tersebut mempunyai peran penting dalam
peningkatan kualitas produk susu sapi perah. Salah satu aspek yang mempunyai pengaruh
penting terhadap peningkatan produksi susu sapi adalah pemeliharaan atau penanganan sapi
perah masa kering kandang.
Masa kering kering pada sapi perah dilakukan pada waktu kira-kira delapan minggu
sapi menjelang melahirkan anaknya. Pada masa ini pemerehan di hentikan total dengan tujuan
memberi kesempatan sapi untuk beristirahat serta mengoptimalkan peran pakan ternak
meningkatkan bobot yang ideal dan tepat untuk perkembangan janin bukan untuk produksi
susu. Dengan adanya penanganan pemeliharaan sapi perah masa kering yang baik ini di
harapkan juga menghasilkan bibit sapi perah yang unggul sehingga kebutuhan akan
swasembada susu di Indonesia segera terpanuhi.
Susu sebagai salah satu produk peternakan merupakan sumber protein hewani yang
semakin dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan susu tersebut dilakukan peningkatan populasi, produksi dan
produktifivitas sapi perah. Untuk itu bibit sapi perah memegang peranan penting dalam upaya
pengembangan pembibitan sapi perah. Saat ini sebagian peternakan sapi perah telah dikelola
dalam bentuk usaha peternakan sapi perah komersial dan sebagian lagi masih berupa
peternakan rakyat yang dikelola dalam skala kecil, populasi tidak terstruktur dan belum
menggunakan sistem breeding yang terarah, walaupun dalam hal manajemen umumnya telah
bergabung dalam koperasi, namun masih sederhana sehingga bibit ternak yang dihasilkan
kurang dapat bersaing.
Pengembangan pembibitan sapi perah memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka
mengurangi ketergantungan impor produk susu maupun impor bibit sapi perah. Untuk itu
pemerintah berkewajiban membina dan menciptakan iklim usaha yang mendukung usaha
pembibitan sapi perah sehingga dapat memproduksi bibit ternak untuk memenuhi kebutuhan

1
jumlah dan mutu sesuai standar, disamping pemberian fasilitas bagi peningkatan nilai tambah
produk bibit seperti antara lain pemberian sertifikat.
Salah satu hewan ternak penghasil protein yang sangat penting adalah sapi perah. Sapi
menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu, dan 85%
kebutuhan kulit. Sapi perah merupakan penghasil air susu yang kaya akan protein yang
merupakan sumber gizi yang penting untuk bayi, anak dalam masa pertumbuhan serta lanjut
usia. Protein dalam air susu sangat penting untuk menunjang pertumbuhan kecerdasan dan
daya tahan tubuh. Selain bermanfaat bagi tubuh, sapi perah juga berperan besar dalam
menunjang perekonomi dan kelestarian ekosistem. Sapi perah bisa dijadikan komoditas
bisnis, selain itu bahan bakar dari fefesnya dapat menjadi solusi untuk pencemaran udara.
Dilihat dari segi ekonomi pula, peternak sapi perah sebenarnya mempunyai peluang
usaha yang sangat besar dikarenakan kebutuhanan permintaan masyarakat terhadap susu
mulai meningkat dan bertambah, sedangkan populasi sapi perah yang tidak seimbang dengan
permintaan tersebut. Hal itu menyebabkan kebutuhan susu tidak dapat terpenuhi. Artinya
prospek usaha ternak sapi perah cukup baik dan menjanjikan.
Sistem peternakan sapi perah yang ada di Indonesia masih merupakan jenis peternakan
rakyat yang hanya berskala kecil dan masih merujuk pada sistem pemeliharaan yang
konvensional. Banyak permasalahan yang timbul seperti permasalahan pakan, reproduksi dan
kasus klinik. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga dilakukan praktikum Manajemen
ternak Perah mnegenai Pemeliharaan Sapi Perah.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana sistem pemeliharaan atau tatalaksana pemeliharaan sapi perah yang baik
dan benar?
2. Bagaimana manajemen sapi pernah yang baik dan benar, mulai dari pedet, sapi dara,
sapi bunting, sapi laktasi, rekording, pemerahan dan strategi pemberian pakan?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem pemeliharaan atau tatalaksana pemeliharaan sapi perah
yang baik dan benar.
2. Untuk mengetahui manajemen sapi perah yang baik dan benar mulai dari pedet, sapi
dara, sapi bunting, sapi laktasi, rekording, pemerahan dan strategi pemberian pakan.

1.4. Manfaat
Manfaat laporan praktikum ini yaitu dapat memberikan informasi kepada peternak dan
instansi terkait mengenai sistem pemeliharaan atau tatalaksana pemeliharaan dan manajamen
sapi perah yang baik dan benar.

2
BAB II

TATA LAKSANA PEMELIHARAAN

2.1 Manajemen Pedet

2.1.1 Perawatan Pedet

Pedet yang baru lahir membutuhkan perawatan yang lebih khusus


dibandingkan dengan sapi dewasa. Perawatan ini tentunya harus dilakukan dengan
penuh kesabaran, ketelitian, dan kecermatan. Kesalahan dalam penanganan dan
pemeliharaan pada pedet dapat menyebabkan pedet mati lemas saat lahir, lemah,
infeksi dan sulit dibesarkan.
Setelah lahir, lendir yang berada pada rongga hidung dan mulut pedet
segera dibersihkan dengan tujuan untuk memperlancar pernafasan (Oktaviyani,
dkk. 2018). Pedet yang sulit bernafas segera ditolong menggunakan nafas buatan
dengan menggerakkan kedua kaki depan pada posisi pedet terlentang dan
menekan berulang pada rongga dada atau mengangkat kedua kaki belakang dan
membiarkan kepala ke bawah, kemudian dibalik dan angkat turunkan pedet
berulang-ulang sehingga lendir yang masih menyumbat rongga hidung dan mulut
dapat keluar.
Nafas buatan dapat dilakukan juga dengan cara membaringkan pedet,
kemudian dilakukan massage sampai pada anggota kaki. Tali pusar yang terus
dibiarkan menempel pada perut pedet akan menyebabkan infeksi sehingga pedet
dapat mengalami kematian. Oleh sebab itu tali pusar hendaknya segera dipotong.
Pemotongan tali pusar dilakukan dengan cara menyemprotkan antiseptik pada tali
pusar kemudian tali pusar diikat sepanjang 3-5 cm dari pangkal kemudian
dipotong kurang lebih 1cm dibawah ikatan tali. Kemudian disemprot dengan
antiseptik lagi. Jika sudah pendek langsung disemprot dengan antiseptik.
Antiseptik yang digunakan berupa yodium tincture 10% atau betadine.

2.1.2 Pemberian Pakan

Pedet yang baru saja lahir lebih baik dibiarkan bersama – sama induknya
selama 24 sampai dengan 36 jam untuk memberi kesempatan memperoleh susu
pertama. Susu pertama itu disebut kolostrum. Kolostrum adalah produksi susu
awal yang berwarna kuning, agak kental dan berubah menjadi susu biasa sesudah
4 sampai dengan 5 hari.
Menurut Hotzel, et al (2014), Manajemen kolostrum adalah kunci
kesehatan pedet, kelangsungan hidup dan kesejahteraan, karena asupan yang tidak
memadai menyebabkan peningkatan kematian dan risiko penyakit seperti diare
dan penyakit pernapasan. Memberi makan pedet dengan jumlah kolostrum yang
diketahui segera setelah lahir lebih efektif daripada membiarkan mereka menyusu
untuk diambil kolostrum dari bendungan tanpa pengawasan, yang meningkatkan
3
risiko kegagalan pemindahan pasif. Selain memberikan imunitas pada neonatus,
kolostrum merangsang pematangan dan fungsi saluran cerna pada anak sapi
neonatus, meningkatkan daya serap saluran cerna.

Kolostrum sangat penting bagi pedet yang baru saja lahir kaya akan
protein (kasein) dibandingkan susu biasa, mengandung vitamin A, B2, C dan
vitamin-vitamin yang sangat diperlukan pedet. Kolostrum juga mengandung zat
penangkis anti bodi yang dapat memberi kekebalan bagi pedet terutama terhadap
bakteri E. coli.
Sedangkan pakan utama pedet adalah susu. Pemberian susu biasanya
berlangsung sampai dengan pedet berumur 3 sampai dengan 4 bulan. Pakan
pengganti dapat diberikan namun harus memperhatikan kondisi atau
perkembangan alat pencernaan pedet. Cara pemberian pakan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, tergantung dari peternak itu sendiri, kondisi pedet dan jenis
pakan yang diberikan (Fikar dan Ruhyadi, 2010).

2.1.3 Manajemen Perkandangan

1. Kandang Pedet Individual


Setiap ruangan kandang cukup dipisahkan dengan sekat – sekat yang
berasal dari bahan besi atau pipa – pipa bulat, ataupun bambu dan kayu yang xvii
dibentuk sedemikian rupa sehingga tidak melukai kulit pedet, tinggi penyekat
cukup satu meter. Ukuran kandang individu untuk pedet umur 0 sampai dengan 4
minggu adalah 0, 75 x 1, 5 m dan umur 4 sampai dengan 8 minggu 1,0 x 1,8 m
(Yulianto dan Saparinto, 2014).

2. Kandang Pedet Kelompok


Pedet yang sudah besar dapat dimasukkan atau dipelihara dalam kandang
kelompok yang juga dilengkapi dengan tempat pakan dan minum secara
individual sehingga mereka mendapatkan pakan dan minuman secara merata dan
tidak terganggu satu sama lain. Pedoman ukuran atau kapasitas kandang
kelompok untuk pedet umur 4 sampai dengan 8 minggu adalah 1 m/ ekor, dan
umur 8 sampai dengan 12 minggu adalah 1,5 m/ ekor. Ketinggian dinding keliling
1 meter. Setiap kelompok sebaiknya tidak melebihi 4 ekor. Karena dapat menekan
penyebaran penyakit, terutama scours.
Perlengkapan kandang yang harus disediakan adalah tempat pakan dan
tempat minum. Tempat pakan dan tempat minum dapat dibuat dari tembok beton
yang bentuknya dibuat cekung dengan lubang pembuangan air pada bagian
bawah, atau bisa juga tempat pakan terbuat dari papan atau kayu dan tempat
minum menggunakan ember. Kandang harus dilengkapi dengan peralatan
kebersihan seperti sekop, sapu lidi, sikat, selang air, ember dan kereta dorong.

4
2.2 Manajemen Sapi Dara

2.2.1 Pemberian Pakan

Pakan dalam periode dara sangat diperlukan terutama untuk perkembangan


ambing dan tubuhnya untuk mencapai produksi pertamanya. Kebutuhan sapi
perah akan pakan terdiri atas kebutuhan untuk hidup pokok, pertumbuhan,
reproduksi dan produksi susu. Pakan yang diberikan pada sapi perah digolongkan
menjadi tiga yaitu pakan hijauan, pakan konsentrat, dan pakan tambahan (Laryska
dan Nurhajati, 2013).
Kualitas hijauan akan mempengaruhi kualitas susu yang akan dihasilkan,
terutama kadar lemaknya. Konsentrat diberikan sebanyak 1 - 1,5% bobot badan
dan hijauan diberikan 10% bobot badan. Konsentrat memiliki fungsi utama dalam
mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, dan mineral yang tidak dapat
dipenuhi oleh hijauan. Pemberian pakan hijauan diberikan dalam bentuk segar
mengandung air 70 – 80% yang penting bagi ternak perah. Kebutuhan ternak sapi
untuk memenuhi ketersediaan air minum diberikan secara kontinyu untuk
menunjang produktivitas ternak.

2.2.2 Perkandangan Sapi Dara

Kandang memberikan perlindungan bagi ternak dalam proses produksi.


Kandang bentuk bebas secara umum digunakan untuk pedet dan dara sebab belum
cukup umur untuk dikawinkan. Kandang sapi dara sering menggunakan sistem
kelompok untuk mempermudah dalam pemberian pakan (Tanuwiria, dkk. 2020)
Konstruksi kandang dibangun kuat dan tahan lama untuk memberikan
kenyamanan pada ternak dan pekerja dalam proses produksi. Sudut kemiringan
atap untuk sapi perah 30 derajat. Bahan lantai kandang dibuat dari beton kasar
dengan kemiringan 5 derajat, bahan lantai kandang berupa beton. Perlengkapan
dalam kandang tempat pakan dan tempat minum, dapat dibuat dari tembok beton
dengan bentuk cekungan memiliki lubang bawah untuk pembuangan, atau bisa
juga tempat pakan terbuat dari papan atau kayu dan tempat minum menggunakan
ember.

2.2.3 Pemeliharaan Sapi Dara

Pemeliharaan sapi dara yang baik dapat ditunjang melalui pemberian


pakan yang baik dan cukup nutrisinya. Perawatan dengan pemotongan kuku
secara rutin dapat menjaga kuku tetap sehat, selain itu sapi perlu dimandikan lebih
baik di pagi hari untuk menjaga tetap bersih agar terhindar dari berbagai penyakit
dan dapat meningkatkan nafsu makan (Suharyati dan Hartono, 2016).
Penyakit sebagai ancaman yang perlu diwaspadai, sebab dapat
menimbulkan masalah kesehatan yang berkepanjangan walaupun tidak langsung
mematikan ternak, menghambat petumbuhan ternak, dan dapat mengurangi

5
pendapatan. Sapi yang sedang produksi juga harus dijaga kesehatannya dengan
rajin membersihkan kandang dan ternak setiap harinya agar tidak terkena jamur
ataupun bakteri.

2.3 Manajemen Sapi Bunting

Kebuntingan merupakan suatu keadaan fisiologis ternak betina yang dimulai pada saat
terjadinya konsepsi sampai dengan kelahiran (Krishaditersanto, 2019). Pada saat sebelum
bunting diperlukan pengamatan untuk melakukan perkawinan pada sapi, pengamatan tersebut
diperlukan untuk mengetahui waktu birahi yang tepat pada sapi. Sapi yang mengalami birahi
dapat dikawinkan dengan 2 metode. Metode alami dan metode buatan. Metode perkawinan
alami pada sapi dilakukan dengan cara menggunakan pejantan unggul pada suatu umbaran
atau kandang yang bersamaan. Sedangkan kawin dengan metode buatan, yaitu dengan teknik
IB. Teknik IB merupakan teknik dimana melakukan perkawinan sapi dengan menggunakan
semen beku yang dimasukan ke dalam vulva dengan bantuan operator.
Sapi yang berhasil dikawinkan baik dengan metode alami ataupun buatan perlu
dilakukan pengamatan kebuntingan. Hal mudah yang dapat dilakukan untuk mendeteksi
kebuntingan pada sapi adalah mengamati adanya birahi setelah dikawinkan, jika setelah
dikawinkan tidak terjadi birahi lagi kemungkinan ternak tersebut bunting, akan tetapi tidak
timbulnya birahi kembali tidak berarti sapi selalu bunting, sebab ada hal-hal pathologis pada
alat reproduksi sapi betina atau ovarium yang dapat meniadakan sama sekali tanda tanda
birahi.
Sejak awal kebuntingan, sapi perah bunting memerlukan perhatian penuh dari peternak,
karena nantinya harus dapat melahirkan pedet yang sehat dan kuat. Pedet yang unggul berasal
dari Fetus yang dapat berkembang dengan baik di dalam kandungan sapi induknya. Selain itu,
perlakuan yang baik dan benar pada sapi bunting diperlukan agar nantinya ternak sapi bunting
tersebut dapat dengan cepat memperbaiki kondisi tubuhnya untuk laktasi berikutnya.
Untuk mempersiapkan pemeliharaan pada masa kebuntingan yang baik,peternak harus
mengetahui lamanya kebuntingan. Pada umumnya kebuntingan rata - rata pada sapi, yaitu
kisaran 270-285 hari (Boda, 2020). Akan tetapi lama kebuntingan ini dapat bervariasi pada
setiap induk sapi.hal ini di sebabkan oleh beberapa faktor Menurut Iskandar (2011) faktor
yang memengaruhi lama kebuntingan pada sapi perah antara lain bangsa atau breed, jenis
kelamin, jumlah anak yang dikandung, umur indduk, musim, dan letak geografis.

Hal utama yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan sapi bunting adalah :
1. Kondisi lingkungan (kandang)
2. Pakan
3. Kondisi tubuh induk
4. kesehatan

2.3.1. Kondisi Lingkungan Pemeliharaan Sapi Bunting

Sapi yang bunting hendaknya dipelihara dalam kandang yang terpisah


dengan sapi lain dan juga dengan pejantan. Kondisi lingkungan yang perlu
dilakukan untuk merawat sapi yang sedang bunting adalah sebagai berikut :

 Setelah induk diketahui bunting pisahkan dari sapi pejantan hal ini untuk
mengurangi resiko diseruduk oleh pejantan . Menurut Kusumawardana

6
(2010) Sapi dinyatakan bunting setelah dilakukan pemeriksaan
kebuntingan. Apabila dalam 60-90 hari setelah IB sapi tersebut tidak
terjadi birahi kembali (return heat) maka sapi tersebut akan masuk
program pemeliharaan sapi bunting
 Induk bunting muda dikumpulkan menjadi satu koloni, ataupun
ditempatkan dalam kandang individu.
 Setelah mendekati beranak sebaiknya induk ditempatkan dalam kandang
beranak yang lebih luas sehingga memberikan ruang gerak untuk mencari
posisis nyaman saat hendak beranak.
 Kandang harus dijaga kebersihannya dan dijaga teteap kering, hal ini
untuk mencegah induk sakit baik diakibatkan oleh patogen, maupun
gangguan metabolisme.
 Pada waktu mendekti beranak kandang induk dapat dialasi dengaan jerami
maupun rumput kering sehingga andaikan sapi beranak tidak kita ketahui
misalnya pada malam hari pedet yang lahir tidak akan kedinginan
 Dikelompokkan berdasarkan umur kebuntingan;
 Pada kebuntingan 8 bulan dipisahkan di kandang beranak yang bersih,
kering, dan terang
 Nilai Kondisi Tubuh (NKT) pada akhir kebuntingan mencapai >3,5 atau
berat badan >400 kg.

2.3.2. Pakan Pada Pemeliharaan Sapi Bunting

Menurut Pedoman Pebibitan Ternak (2014) dalam pemberian pakan


perlu diperhatikan kandungan nutrisi berupa, protein, vitamin, mineralm dan serat
kasar yang dibutuhkan sesuai kondisi fisiologis pada periode bunting. Kualitas
dan kuantitas pakan/ransum yang diberikan pada sapi bunting, nutrisinya harus
mencukupi, namun tidak boleh berlebihan.. Kontrol terhadap protein pakan juga
harus diperhatikan, kekurangan protein akan mengakibatkan penurunan daya
tahan tubuh terhadap penyakit dan pedet yang dilahirkan memiliki resiko
kematian yang lebih tinggi.
Pada masa awal kebuntingan tingkat kebutuhan nutrisi induk tidak
berbeda jauh dengan sapi tidak bunting, sehingga pemberian pakannya cukup
untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Akan tetapi pada bulan ke tiga dan
seterusnya karena pertumbuhan fetus semakin cepat maka kebutuhan nutrisi induk
juga meningkat, perlu dipertimbangkan pemberian konsentrat yang mengandung
energi dan protein tinggi dan juga pemberian multivitamin. Pemberian pakan yang
berkualitas dan dalam jumlah yang cukup ini selain untuk perkembangan fetus/
janin juga berfungsi untuk pembentukan cadangan lemak dan protein dalam tubuh
induk untuk persiapan masa menyusui. Pada fase akhir kebuntingan pemberian
pakan harus diperhatikan. Energi dari pakan yang berlebih akan menyebabkan
sapi bunting menjadi gemuk, yang nantinya akan menyulitkan pada saat
melahirkan. Disarankan peternak memberi pakan yang kadungan energi dan
proteinnya tinggi dan ditambahkan molase untuk membantu kelancaran pada saat
melahirkan pedetnya.

7
2.3.3. Kondisi Tubuh Pemeliharaan Sapi Bunting yang Perlu di Jaga

Induk sapi bunting sangat perlui melakukan gerak badan. Induk yang
bunting dapat di berikan kesempatan berolahraga dengan cara dilepas di lapangan
penggembalaan secara teratur selama 1 - 2 jam setiap hari. Hal tersebut dengan
maksud supaya peredaran darah menjadi lebih lancar, dapat bergerak secara
leluasa, mendapatkan sinar matahari dan udara segar serta urat menjadi terlatih
sehingga kesehatan anak yang dikandang lebih terjamin, kesulitan dalam
melahirkan dapat dihindarkan dan terjadinya Retentiosecundinarum (ketinggian
ari) dapat dicegah.
Kondisi tubuh pada sapi bunting dapat dilihat juga dengan menjaga skor
kondisi tubuh (Body Condition Score). Penelitian menunjukkan bahwa sapi yang
terlalu gemuk saat beranak (BCS> 4 (skala 5 poin) atau BCS> 6.5 (skala 9 poin),
lebih rentan terhadap penyakit reproduksi seperti sulit melahirkan, tertahan setelah
melahirkan, kistik ovarium dan infeksi rahim dibandingkan sapi dengan BCS
yang lebih rendah. Sapi yang kehilangan lebih dari 1 (skala 5 poin) atau 2 (skala 9
poin) BCS, mengalami penurunan kesuburan, yang mungkin lebih terasa jika BCS
hilang cepat (Domzale, 2011).

Gambar 1. Siklus Laktasi (menyusui) dan Gestasi (kehamilan) Sapi Perah


Sumber: Domzale (2011)

Tabel 1. Rekomendasi Skor Kondisi Tubuh Sapi Perah Pada Periode Kebuntingan
Sumber: Domzale (2011)

8
2.3.4. Perawatan Kesehatan Sapi Bunting

Sapi yang sedang bunting rawan terhadap serangan penyakit melalui viral,
yang mengakibatkan infeksi pada uterus dan kemudian pada plasenta dan foetus.
Pedet yang dilahirkan akan lemah dan akhirnya mati. Faktor utama yang
mempengaruhi kesehatan sapi perah bunting adalah kebersihan. Sapi bunting
sebaiknya dimandikan minimal satu kali sehari pada setiap pagi. Hal ini perlu
karena pada malam hari kandang tidak dibersihkan, sehingga kotoran sapi yang
ada pada malam hari akan menempel pada badan sapi, pada saat sapi sedang tidur
atau berbaring
Berbagai jenis penyakit yang dapat mengganggu kesehatan sapi perah
bunting dan foetus yang dikandungnya harus dapat dicegah. Penularan beberapa
jenis penyakit melalui viral dapat menimbulkan infeksi pada plasenta dan foetus.
Akibat pedet yang dilahirkan mati atau dalam keadaan lemah dan akhirnya mati.
Infeksi dapat pula terjadi pada uterus sapi perah yang sedang bunting dan
kemudian menimbulkan infeksi pula pada plasenta dan foetus. Kelahiran
abnormal sering terjadi pada sapi sapi yang berukuran besar, pemeliharaannya di
kandangkan secara terus menerus,sapi yang terlalu mudah,masa kebuntingan yang
terlalu lama,kelahiran kembar,infeksi uterus,kematian fetus dll.
Pencegahan penyakit pada sapi perah bunting maupun sapi perah lainnya,
dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang, dan orang yang
memelihara/merawatnya. Kandang harus dijaga supaya tetap bersih. Adapun
beberapa cara yang dilakukan dalam menjaga kesehatan induk sapi:
 Lantai kandang harus selalu dibersihkan dengan air atau desinfektan yang
tidak membahayakan sapi.
 Saluran pembuangan air (drainase) kandang harus lancar, diusahakan agar
tidak terjadi genangan air di dalam dan di sekitar kandang
 Peralatan kandang yang digunakan sehari-hari, harus dibersihkan dan
ditaruh pada tempat yang bersih dan aman setelah dipakai
 Pada waktu ada wabah penyakit berjangkit, peralatan-peralatan kandang
perlu dibersihkan dengan menggunakan desinfektan.
 Hindari meminjam ataupun meminjamkan peralatan kandang pada
peternak lain.
 Kesehatan pekerja yang merawat sapi harus selalu terjaga baik dan dijaga
jangan sampai sapi-sapi perah tertular penyakit tertentu dari orang yang
merawatnya.

2.3.5. Manajemen Sebelum Kelahiran

Pada saat saat induk menjelang melahirkan,peternak harus menciptakan


kondisi lingkungan yang bersih,hyginis,tenang,dan nyaman.oleh karena
itu,beberapa kegiatan harus dilakukan oleh peternak yaitu:
1. Mengupayakan kandang harus selalu bersih,kering dan hangat.
2. Membuat ukuran kandang yang lebih longgar.maka pada saat induk
melahirkan induk dapat di lepas.
3. Menjauhkan dari segala hal yang mengejutkan,baik yang bersifat fisik
berupa benturan,di pukul,jatuh tergelincir,dan kemungkinan tadukan
sesama sapi.suara - suara gaduh.

9
4. Memandikan induk bunting dengan larutan pencuci hama yang sifatnya
ringanuntuk menghindari organisme penyebab scours yang dapat
mengancam keselamatan pedet.
5. Melakukan persiapan pencatatan kelahiran.
6. Mengetahui ciri ciri sapi yang ingin melahirkan. Adapun ciri ciri nya
sebagai berikut:
 Mengalami perubahan fisik ini di tandai dengan: ambing
membesar,keras dan kencang.
 Induk nampak gelisah karena kesakitan, maka induk sebentar
berdiri, kemudian berbaring lagi.
 Kaki belakang sulit di gerakkan dan posisi kedua kaki tersebut
agak terbuka keluar.
 Bibir kemaluan membesar.
 Tubuh tampak memanjang, sedangkan perut turun ke bawah.
 Jika putting di pijat,pertama tama keluar cairan berwarna seperti air
kental kemudian berubah menjadi susu biasa.

2.4 Manajemen Sapi Laktasi

Sapi laktasi adalah sapi betina induk sewaktu mulai menyusui pasca beranak dan
seterusnya aktif memproduksi susu hingga akhirnya berhenti. Masa laktasi adalah periode
dimana seekor sapi perah mulai menghasilkan air susu sampai menjelang masa kering.
Berbagai macam periode masa laktasi tentu dalam kemampuan produksi susu yang dihasilkan
akan berbeda. Masa laktasi yang tidak normal yang mana periode tersebut sangat lama
waktunya disebabkan manajemen yang kurang optimal. Menurut Adi, dkk. (2020)
berpendapat bahwa masa laktasi sapi perah dibagi menjadi tiga fase yaitu fase awal,
pertengahan dan akhir laktasi. Produksi susu pada awal laktasi dipengaruhi oleh pakan yang
dikonsumsi, karena pakan merupakan faktor pendorong produksi susu yang dihasilkan oleh
sapi laktasi.
Sapi pada masa laktasi awal akan mengalami beberapa perubahan fisik seperti
penurunan berat badan paska melahirkan yag disebabkan oleh pembongkaran cadangan
makanan untuk memenuhi produksi susu dan mulai mengalami kenaikan produksi susu. Maka
untuk mempertahankan produksi susu agar tetap optimal pada masa laktasi diperlukan
manajemen pemeliharaan yang baik. Manajemen pemeliharaan pada sapi laktasi diantaranya :
manajemen perkandangan, manajemen pemberian pakan dan minum

2.4.1 Manajemen Perkandangan


Kandang adalah bangunan sebagai tempat tinggal ternak yang berfungsi
untuk melindungi ternak terhadap gangguan dari luar seperti terik matahri, hujan,
angin, gangguan dari binatang buas dan untuk mempermudah dalam pemeliharaan
atau pengelolaan. Menurut Resla, dkk. (2019) berpendapat bahwa kandang sapi
laktasi menggunakan sistem kandang setengah terbuka dan dibuat dua baris
sejajar dengan gang di tengah. Bentuk ini pandangannya luas dan terbuka, mudah
dalam pengawasan. Kandang dibuat sedemikian rupa sehingga semua pekerjaan

10
bisa dilakukan dengan praktis, misalnya pada saat pemberian pakan, pembersihan
kandang, pemerahan dan lain – lain.
Menurut Rahmah,U.I.L (2018) berpendapat bahwa hal – hal yag perlu
diperhatikan dalam pembuatan kandang pada sapi laktasi adalah : (1) Memelihara
kenyamanan sapi perah da bagi yang memelihara ataupun pekerja kandang. (2)
Memenuhi persyaratan bagi kesehatan sapi perah. (3) Ventilasi atau perputaran
udara sempurna. (4) Mudah dibersihkan dan selalu terjaga dengan baik
kebersihannya untuk kesehatan sapi. (5) Memberi kemudahan bagi pekerja
kandang dalam melakukan pekerjaan sehingga efisiensi kerja dapat tercapai.
Kandang untuk sapi dewasa umumnya berukuran rata – rata 1,75 meter x 1,20
meter per ekor dan untuk kandang pedet biasanya berupa kandang kelompok
berukuran 1,20 meter x 1,20 meter (Sunyigono,A.K., 2018).

2.4.2 Manajemen Pemberian Pakan dan Minum


Salah satu faktor penting dalam manajemen pemeliharan sapi laktasi
adalah pemberian pakan dan minum secara teratur karena berpengaruh terhadap
produksi susu. Sapi perah yang memiliki produksi susu yang tinggi apabila tidak
mendapatkan manajemen pakan dan minum yang baik maka akan menyebabkan
penurunan produksi susu. Pakan sapi perah terdiri dari hijauan rumput gajah atau
rumput lapang serta konsentrat. Menurut Resla, dkk. (2019) berpendapat bahwa
pemberian pakan berupa hijauan dan konsentrat bagi sapi perah yang sedang
laktasi pada saat sebelum dilakukan pemerahan. Pemberian konsentrat dilakukan
sebelum hijaun diberikan dengan tujuan untuk merangsang kerja mikroba dalam
rumen. Konsentrat yang diberikan banyak mengandung energy. Pakan hijaun
diberikan setelah pemberian pakan konsentrat. Jumlah pakan yang diberikan
sesuai dengan kebutuhan pokok sapi perah. Sesuai dengan pendapat Akoso, B.T.
(2012) yang berpendapat bahwa penyesuaian ransum sapi untuk masa laktasi
dengan meningkatkan kualitas nutrisi merupakan langkah manajemen terbaik.
Untuk mengantisipas penurunan berat badan tidak terjadi secara drastic, maka
pemberian konsentrat sebaiknya ditambah 0,5-1 kg per hari, tetapi diupayakan
tidak sampai berlebihan misalnya di atas 50% total bahan kering. Pemberian
konsentrat melebihi dari 50% di atas total bahan kering dapat menyebabkan
gangguan metabolisme asiodosis da berpengaruh pula pada persentasi kandungan
lemak susu menjadi rendah.
Menurut Bilal, et al. (2016) menyatakan bahwa kebutuhan nutrisi sapi
perah awal laktasi harus tercukupi dengan konsumsi pakan yang dapat dilihat
dalam jumlah bahan kering pakan. BK pakan mengandunng beberapa nutrisi
seperti lemak, protein, kalsium, fosfor, vitamin dan energy pakan yang dapat
diukur dalam total digestible nutrient. Kebutuhan pakan sapi awal laktasi akan
naik karena selain digunakan sebagai kebutuhan pokok juga untuk produksi awal
laktasi, namun sapi awal laktasi mengalami penurunan nafsu makan sehingga
bobot badan berkurang karena cadangan makanan dibongkar untuk memenuhi
kebutuhan sapi laktasi.

11
2.5 Manajemen Recording
Salah satu faktor penunjang kesuksesan usaha peternakan sapi perah adalah sistem
pencatatan (recording) yang baik. Pembuatan catatan dalam suatu usaha peternakan sangat
perlu dilakukan, demi pengelolaan yang baik. Menurut Purwantinigsih, dkk (2018) tujuan
utama menyediakan recording pada usaha ternak perah adalah untuk menyediakan informasi
yang lengkap dan terperinci tentang ternak sapi secara baik individu maupun secara kelompok
(herd), yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan sehari-hari (misalnya jumlah
pemberian konsentrat bagi setiap sapi dan untuk menentukan secara tepat kapan
mengawinkan, mengeringkan atau mengafkir seekor sapi serta bagaimana memberi
pengobatan/penanganan bagi seekor ternak yang sakit atau menunjukkan kelainan), evaluasi
terhadap menajemen yang sedang dijalankan; dan perencanaan jangka panjang
Syarat-syarat recording usaha ternak perah yang baik adalah sederhana/ praktis,
lengkap, akurat, up-to date, mudah dimengerti serta memerlukan waktu yang minimum untuk
mengerjakannya. Tanpa recording yang akurat, ternak-ternak produktif akan dipandang sama
posisinya dengan ternak yang jelek produksinya, Dengan demikian pengadaan recording
adalah suatu keharusan dalam suatu usaha ternak perah yang berorientasi bisnis modern.
Salah satu fungsi penting dari program recording adalah menyediakan indentitas bagi
setiap sapi dalam kelompoknya. Keputusan-keputusan manajemen harian yang berkaitan
dengan breeding, pemberian pakan, seleksi, penanganan kebuntingan/beranak dan
pengafkiran akan sanngat tergantung kepada identifikasi ternak secara akurat.
Identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan nama atau nomor, tergantung pada
kebutuhan peternak. Penggunaan nama lebih sering digunakan pada kelompok kecil dan pada
sapi-sapi terdaftar (registered). Nomor yang digunakan dapat berupa nomor kandang, nomor
anting-anting telinga (ear tag) atau sistem penomoran lain yang dapat dipilih oleh peternak.
Sistem identifikasi yang baik terutama sangat membantu bila pengerjaan recording ditangani
oleh lebih dari satu orang. Sebagai contoh, dapat digunakan untuk menandai seekor sapi yang
perlu perhatian khusus saat pemerahan.

2.5.1 Waktu Penting Melakukan Recording

Ketika akan menseleksi pejantan, terutama ketika ada keraguan-raguan


akan kemungkinan terjadinya kawin sedarah (inbreeding).

 Ketika seekor dara akan dikawinkan dan umurnya perlu diketahui.

 Ketika sapi-sapi dara dievaluasi untuk dikawinkan dan satu dari sekian banyak
jantan yang ada harus dipilih sebagai pemacek terbaik.

 Ketika mengevaluasitatalaksana pemeliharaan dan ketika menentukan apakah


seekor sapi memiliki ukuran tubuh yang tepat sesuai umurnya.

 Ketika mengevaluasi performan reproduksi dan mengevaluasi umur birahi


pertama seekor sapi dara.

12
 Ketika mencek garis keturunan untuk menentukan sapi mana yang akan terus
dipelihara dan mana yang akan dijual.

 Ketika akan mengafkir sapi dan perlu mengetahui umur sapi tersebut.

2.5.2 Jenis Jenis Recording

Ada berbagai jenis catatan dalam suatu peternakan sapi perah yang harus
disimpan peternak dalam menjalankan bisnis peternakan yang sukses. Jenis
catatan yang disimpan bervariasi dari satu peternakan ke peternakan lainnya
tergantung pada ukuran kawanan, preferensi petani dan nilai catatan yang akan
disimpan [18]. Menurut Yadeta (2020) umumnya, jenis catatan yang disimpan di
peternakan sapi perah meliputi: -

1. Pencatatan Breed
Catatan perkawinan yang lengkap dan akurat sangat diperlukan untuk
menentukan kapan perkawinan dilakukan agar sapi dapat melahirkan sekali
setahun, memberikan periode istrahat yang cukup bagi seekor sapi setiap satu
periode laktasi dan menentukan kapan pemberian konsentrat dimulai sebelum
laktasi berikutnya. Secara lebih lengkap kegunaan dari breeding record antara lain
adalah :

- Menentukan kapan seekor sapi mulai dikeringkan


- Menaksir kapan seekor sapi akan melahirkan
- Berguna dalam mengevaluasi fertilitas seekor pejantan
- Berguna dalam mendiagnosis masalah/penyakit reproduksi
- Menentukan kapan seekor sapi akan dikawinkan
- Menentukan kapan saatnya pemeriksaan kebuntingan dilakukan
- Berguna dalam merancang program pemberian pakan yang tepat, dan
- Berguna sebagai sumber informasi tentang tetua seekor pedet.

Breeding record yang baik harus memiliki ciri-ciri datanya selalu


diperbaharui (kept up-to-date) dan memuat semua informasi yang diperlukan.
Adapun informasi informasi yang diperlukan dalam breeding menurut Peraturan
Menteri No 100 tahun 2014:

 Identitas Ternak (nama sapi, foto, nomor telinga, no registrasi, tanggal lahir,
jenis kelamin, identitas tetuanya, tipe, status kelahiran, dan berat badan lahir)
 Tanggal birahi
 Catatan Melahirkan (tanggal, berat badan, jenis kelamin, tipe kelahiran,
kemudahan beranak (calving-ease))
 Tanggal Kawin (tanggal, kode semen, pemeriksaan kebuntingan, taggal
bunting)
 Tanggal akan melahirkan
 Tanggal masa kering
 Catatan tambahan

13
2. Pencatatan Produksi
Catatan produksi digunakan untuk mendokumentasikan semua yang
diproduksi di pertanian. Catatan ini disimpan setiap hari dan dianalisis setiap
minggu, bulan dan tahun. Catatan produksi penting karena para peternak
mendasarkan banyak dari keputusan sehari-hari mereka pada angka-angka ini.
Sebagai contoh, peternak sapi perah perlu mengetahui tingkat produksi harian apa
yang tidak boleh mereka turunkan di bawah sebelum mengeringkan sapi, agar
tidak menyia-nyiakan pakan dan input lain pada sapi yang menghasilkan lebih
sedikit nilai daripada yang dikonsumsinya. Mereka juga perlu mengetahui sapi
mana yang akan menghasilkan keturunan paling produktif, dan waktu optimal
untuk mengembangbiakkan sapi
Catatan produksi berguna untuk memilah sapi yang paling tidak
menguntungkan, memberi makan untuk produksi yang paling efisien, membuat
keputusan manajemen yang tepat untuk pengembalian terbesar dan memilih
hewan dengan pengembalian dan memilih hewan dengan kemampuan produksi
genetik terbesar untuk penggantian kawanan dan pembiakan.
Dua catatan produksi terpenting dalam catatan produksi susu peternakan
sapi perah, yang meliputi pon susu, persentase lemak, persentase protein dan
jumlah sel somatik dan catatan reproduksi, yang harus mencakup data anak sapi,
pemuliaan dan kesuburan serta tanggal lahir, tanggal semua estrus atau heat,
tanggal berkembang biak termasuk pejantan yang digunakan dan hasil
pemeriksaan veteriner termasuk pemeriksaan kehamilan.

3. Pencatatan Kesehatan
Observasi harian harus dilakukan terhadap kondisi kesehatan setiap ekor
sapi. Hasilnya dicatat dalam catatan kesehatan. Catatan kesehatan yang disimpan
di peternakan sapi perah harus mencakup semua vaksinasi, perawatan, semua
penyakit yang diderita hewan dan data jumlah sel somatik dari analisis catatan
susu bulanan. Alasan seleksi ternak dan masalah kesehatan pada hari tertentu juga
harus dimasukkan dalam catatan kesehatan
Informasi yang perlu dicatat antara lain adalah uji TBC, uji abortus, uji
mastitis, pemeriksaan kesehatan secara umum dan lain-lain. Seringkali dengan
mempelajari atau mengamati catatan kesehatan alasan atau penyebab terjadinya
suatu kelainan atau penyimpangan dapat diketahui.
Informasi yang perlu dicatat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kondisi kesehatan ternak, antara lain:
 gejala sakit
 pemeriksaan dokter hewan
 vaksinasi
 pengobatan

14
4. Pencatatan Pakan
Catatan ini digunakan untuk menyimpan inventaris jenis pakan ternak dan
jumlah yang dibeli, digunakan, serta jumlah yang tersedia setiap hari. Catatan ini
akan membantu melacak jumlah pakan yang disediakan untuk hewan.

Catatan pemberian pakan dapat digunakan baik untuk administrasi setiap


hari dan perubahan proporsi pakan. Catatan pemberian makan dapat digunakan
untuk merencanakan rencana pemberian makan yang memberitahukan berapa
banyak makanan yang dibutuhkan setiap hari per makhluk dalam berbagai
kelompok usia (dewasa, bayi, hamil pertama kali dan lain lain)
Informasi yang perlu dicatat mengenai hal-hal yang terkait dengan bahan
pakan yang digunakan di suatu peternakan sapi perah, antara lain:
 jenis hijauan
 bahan baku konsentrat yang diberikan pada ternak
 sumber bahan baku pakan
 harga/biaya pakan
 jumlah pakan yang diberikan/dikonsumsi ternak

5. Catatan Anak (Calf Register)


Bagi setiap anak ternak perah yang lahir harus dibuatkan catatan tentang
nomor tatonya, hari dan tanggal lahir, jenis kelamin, berat lahir dan silsilah,
identitas tetuanya. Di dalam daftar ini juga harus dicatatkan apakah seekor anak
dipelihara seterusnya atau dijual.

6. Catatan Keuangan (Financial Record)


Dari semua catatan yang dibuatkan dalam suatu usaha ternak perah maka
catatan keuangan seperti cash book, stock book dan lain-lain merupakan catatan
paling bernilai untuk mengetahui untung-rugi yang dialami suatu usaha ternak
perah komersil.
Catatan keuangan mempertimbangkan total biaya produksi (catatan
pengeluaran) termasuk biaya peralatan, tanah, pembayaran pekerja, fasilitas
pertanian dan catatan Penjualan. Catatan penjualan digunakan untuk menyimpan
catatan semua penjualan yang dilakukan dari hasil pertanian..kemudian kegunaan
lainnya dari pencatatan adalah menunjukkan untuk mempertimbangkan seleksi
seekor ternak seperti memilih untuk tetap memelihara atau melakukan culling.
Dalam kasus lain, catatan ini dapat memproyeksikan arus kas untuk bulan
berikutnya, tahun atau periode waktu lain dengan menggunakan asumsi harga dan
hasil masa depan yang cukup valid.
Informasi yang perlu dicatat mengenai volume, harga, biaya produksi, dan
penerimaan perusahaan, antara lain:
 harga susu
 biaya produksi

15
 penjualan susu
 penjualan ternak (pedet, sapi afkir)
 penjualan kotoran

7. Catatan Harian
Ini adalah catatan dari semua aktivitas dan peristiwa penting sehari-hari
yang terjadi di pertanian. Catatan ini membantu petani melacak aktivitas pertanian
masa lalu dan merencanakan aktivitas masa depan. Juga berguna untuk mencatat
situasi dan masalah yang tidak biasa di pertanian

8. Catatan Inventaris
Ini digunakan untuk menyimpan inventaris semua peralatan di pertanian
dan jumlahnya. Ini juga dapat berisi tanggal pembelian peralatan dan terkadang
deskripsi mereka. Sangat berguna untuk mengelola peralatan di pertanian dengan
cara yang baik dan untuk menyelamatkan dari kerugian

9. Catatan Pekerja
Catatan pekerja digunakan untuk menyimpan catatan staf. Ini juga dikenal
sebagai catatan tenaga kerja sedangkan catatan kendaraan adalah catatan dari
semua kendaraan yang digunakan di pertanian, bensin dan minyak yang
digunakan, dan juga setiap perbaikan dan servis dan tanggal perbaikan atau servis
Catatan, terutama pada saat sapi baru lahir segera dibuat untuk pedet,
dengan pencatatan yang tepat mengenai kelahiran pedet tersebut maka silsilahnya
dapat diketahui dengan cepat. Pencatatan sebaiknya dilakukan dalam sebuah buku
besar dan tahan lama (tahunan), karena dapat memuat catatan kelahiran lebih
banyak dan mempermudah dalam mencari data bila diperlukan. Contoh catatan
kelahiran dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

16
Gambar 2. Contoh tabel pencatatan kelahiran pedet
Sumber: sinauternak.com

17
2.6 Manajemen Pemerahan

Pemerahan merupakan aktivitas memerah puting susu sapi untuk mengeluarkan susu
segar dari alveoli yang terdapat di ambing. Tujuan utama dari pemeliharan sapi perah adalah
untuk memproduksi susu (Pasaribu dkk, 2015).

2.6.1 Fase Persiapan


Tahap-tahap persiapan pemerahan meliputi menenangkan sapi,
membersihkan kandang, memandikan sapi terlebih dahulu. Jika sudah panjang,
bulu disekitar lipatan paha harus digunting untuk menjaga kebersihan susu (tidak
terkena susu). Sebelum diperah, ekor sapi diikatkan ke kakinya agar tidak
mengibas-ibas dan terkena pemerah atau susu. Setelah itu, ambingnya dilap
dengan kain bersih yang sudah dicelupkan ke dalam air yang sudah dicampur 1 ml
disinfektan : 10 liter air bersih. Puting juga diberikan pelumas agar tidak lecet saat
diperah.

2.6.2 Fase Pemerahan


Teknik pemerahan terdapat 2 cara, yaitu dengan cara manual (tangan) dan
menggunakan mesin.

 Teknik manual
Pada umumnya metode pemerahan susu sapi yang menggunakan
tangan ada pada tingkat peternakan rakyat umum. Menggunakan metode ini
harus secara halus dan teliti, apabila dilakukan dengan kasar akan berpengaruh
pada produksi susu. Bukan hanya itu saja cara pemerahan yang kurang tepat
mengakibatkan rasa nyeri, puting memanjang, puting lecet hingga memicu
radang ambing (mastitis), dan kematian puting.
Ada beberapa teknik pemerahan dengan tangan, yaitu metode full
hand, stripping, dan knevelen. Full hand atau tangan penuh dilakukan pada
puting yang agak panjang, sehingga dapat dipegang dengan tangan penuh.
Caranya tangan memegang puting dengan ibu jari sedangkan telunjuk
mengenggam pangkal.
Sedangkan metode pada stripping, ibu jari dan telunjuk menggepit
puting lalu digeser dari pangkal ke bawah sambil memijat. Sementara itu
metode knevelen dilakukan hanya kepada sapi yang memiliki puting pendek,
tekniknya sama dengan full hand namun ibu jari dibengkokan.
Sebelum melakukan pemerahan pada induk sapi, perlu dipersiapkan
perlengkapan perah yang steril. Seperti wadah untuk susu, tangan pemerah,
kandang, hingga puting dan badan sapi. Agar susu yang dihasilkan tidak
terkontaminasi oleh bakteri. Pembersihan ambing sebaiknya menggunakan air
hangat untuk merangsang keluarnya air susu dan mencegah timbulnya mastitis.

18
 Menggunakan mesin perah
Mesin pemerah susu adalah mesin yang digunakan untuk membantu
proses pemerahan susu sapi dan mudah dibawa-bawa. Pada dasarnya semua
mesin pemerah susu terdiri atas a) Pompa Vakum b) Pulsator c) Milk claw d)
Sedotan putting (Teat cup) dan e). Wadah susu (Bucket) (Suhartono dan
Efendi, 2020). Fungsi dari mesin pemerah susu adalah sebagai sarana untuk
memerah susu secara pneumatis, dimana pemerahan dilakukan dengan
membuat tekanan vakum pada penampung dan susu diperah kedalam
penampung melalui unit perah. Pemerahan dengan mesin perah akan
mengurangi kontak susu dengan tukang perah dan lingkungan kandang,
sehingga susu hasil perahan lebih bersih dan higienis. Selain itu juga jumlah
sapi dan kapasitas pemerahan jauh lebih tinggi.
Waktu pemerahan susu yang baik adalah sebanyak dua kali dalam satu
hari yaitu pagi dan sore. Jadwal dan frekuensi harus sesuai waktunya dan
konsisten setiap harinya karena apabila berganti-ganti waktu dan frekuensi
dapat menyebabkan ternak stres dan tidak tenang (Pasaribu dkk, 2015).
Menurut Alfachrozi, dkk (2020) sebanyak 96% melakukan pemerahan
sebanyak 2x sehari yaitu pagi hari dilakukan pada pukul 05.00WIB dan sore
hari pukul 14.00 WIB dengan interval waktu pemerahan 9 jam dan 15 jam.

2.6.3 Pasca Pemerahan


Setelah selesai pemerahan hendaknya dilakukan diping atau penuntasan
pemerahan agar tidak menimbulkan penyakit mastitis. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas susu adalah manajemen pasca pemerahan. Diping puting
merupakan penanganan untuk mencegah bakteri luar masuk dalam susu dari
lubang puting sehingga dapat mempertahankan nilai pH (Swadayana dkk, 2012).
Selesai diperah, ambing dilap menggunakan kain yang telah dibasahi oleh
desinfektan. Kemudian dilap kembali dengan kain yang kering. Setelah itu, puting
juga dicelupkan ke dalam cairan desinfektan selama 4 detik, untuk menghindari
terjadinya mastitis. Semua peralatan yang digunakan untuk memerah juga harus
dibersihkan, kemudian dikeringkan. Susu hasil pemerahan juga harus segera
ditimbang, dicatat, kemudian disaring agar kotoran saat pemerahan tidak ikut
masuk ke dalam susu.

19
2.7 Strategi Pemberian Pakan

2.7.1 Strategi Pemberian Pakan


a. Pedet (Anak Sapi) 0-4 Bulan
Pakan pedet berumur 0-4 bulan adalah air susu induknya. Namun, pedet
dalam peternakan sapi perah hanya diberi susu induk selama 7 hari pertama sejak
lahir. Susu yang dihasilkan selama sekitar 7 hari pertama tersebut dinamakan
kolostrum. Kolostrum banyak mengandung zat kekebalan tubuh, protein dan
mineral sehingga sangat dibutuhkan pedet yang baru lahir. Paling lambat 0,5-1 jam
setelah pedet lahir, kolostrum harus diberikan. Jika pemberian kolostrum
terlambat, pedet akan mudah terserang penyakit. Menurut Rahayu (2014)
kolustrum sebaiknya diberikan antara 30-60 menit setelah pedet lahir. Pemberian
kolustrum bertujuan untuk memberikan antibodi pada pedet yang baru lahir.

b. Pedet Lepas Sapih (4-8 Bulan)


Pada masa ini, pedet sudah mampu makan konsentrat dan rumput.
Pemberian pakan dan air kepada pedet lepas sapih sebaiknya ad libitum (tidak
terbatas). Patokan pemberian pakan kepada pedet adalah konsentrat 11,5% dan
hijauan 10% dari bobot hidup.

c. Sapi Dara
Pada prinsipnya, pakan sapi dara sama dengan pakan pedet lepas sapih.
Agar lebih ekonomis, kadar protein pada bahan konsentratnya dapat lebih rendah
dari pakan pedet sehingga biayanya lebih murah. Hal ini disebabkan protein dan
energi dapat diperoleh dari rumput, hijauan kering atau pasture (padang rumput)
yang baik. Namun, jika hijauan atau rumput tersebut berkualitas rendah, harus
ditambah pakan konsentrat yang berkadar protein 15-16%. Pemberian pakan
mempengaruhi perkembangan sapi dara, baik perkembangan tubuhnya maupun
alat reproduksinya.

d. Sapi Dewasa
Sapi dewasa atau disebut juga sapi laktasi. Pakan diperlukan oleh sapi
laktasi untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi susu. Jika jumlah dan mutu
pakan yang diberikan kurang, hasil susunya tidak akan maksimal. Pakan yang
diberikan kepada sapi perah pada masa produksi berupa complete feed. Pakan
complete feed diberikan 3 kali sehari, yakni pagi, siang dan sore. Hal ini bertujuan
untuk mengoptimalkan kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Sementara itu,
pemberian rumput dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari.
Pemberian rumput tetap berpatokan 10% dari bobot hidup. Kualitas rumput atau
hijauan akan mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan, terutama kadar
lemaknya. Hijauan yang biasa diberikan kepada sapi perah sebagai berikut :

20
1. Limbah pertanian, seperti daun jagung, daun kacang tanah, jerami padi, daun
ubi jalar. Pada musim kemarau, rumput hijau hampir tidak tersedia untuk
ternak; namun, sisa tanaman seperti kompor jagung, kompor sorgum, kompor
millet mutiara, dll dapat digunakan untuk memberi makan ternak (Yinusa,
2016).
2. Rumput alam atau rumput lapangan.
3. Rumput hasil budidaya, seperti rumput gajah dan sulanjana.

e. Pakan Sapi Kering


Setelah bunting 7 bulan, sapi harus dikeringkan atau tidak boleh diperah.
Menurut Simamora, dkk (2015) Pengeringan dilakukan peternak 2 bulan sebelum
melahirkan (100%). Pada sapi-sapi yang sedang berproduksi dan sudah bunting 7-
7.5 bulan harus dikeringkan artinya tidak boleh diperah lagi. Cara mengeringkan
sapi adalah dengan pemerahan berselang atau penghentian pemerahan secara
mendadak. Sapi yang akan beranak sebaiknya diberi pakan, baik konsentrat
maupun hijauan dengan porsi sesuai dengan batas maksimalnya. Sementara itu, air
diberikan secara ad libitum (tidak terbatas). Hal ini dimaksudkan agar
dimaksudkan agar kebutuhan sapi baik induk maupun janin yang dikandungnya
benar-benar terpenuhi.

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada manajemen pedet. pedet memerlukan perawatan khusus, pedet yang baru lahir harus
diberi kolostrum, yang fungsi utamanya sebagai antibodi, pemberian susu pada saat pedet
berusia 3 sampai 4 bulan, manajemen kandang pedet terbagi menjadi kandang pedet
individual dan kandang pedet kelompok, tujuan utama pemberian pakan sapi perah dara
adalah pembentukan ambing, kandang yang digunakan untuk sapi dara adalah kandang
kelompok, kandang dan sapi dara harus dibersihkan dan dimandikan setiap hari.
Kebuntingan merupakan suatu keadaan fisiologis ternak betina yang dimulai pada saat
terjadinya konsepsi sampai dengan kelahiran.Perawatan induk bunting yang baik akan
menghasilkan pedet yang berkualitas, selain itu perwatan induk bunting juga akan
meningkatkan produktivitas induk, mencegah distokia, dan kelainan lain pasca melahirkan.
Program perawatan yang harus diperhatikan adalah kondisi lingkungan, pakan, kondisi tubuh,
dan kesehatan untuk menjaga kebugaran induk dan kelancaran pada saat melahirkan. Pada
saat bunting pakan yang diberikan harus mencukupi kebutuhan baik secara kualitas maupun
kuantitasnya, oleh karena kapasitas perut induk saat bunting tua berkurang maka penting
untuk meningkatkan kualitas bahan pakan yang diberikan agar induk tidak kekurangan
nutrien.
Kandang sapi laktasi menggunakan sistem kandang setengah terbuka dan dibuat dua baris
sejajar dengan gang di tengah. Bentuk ini pandangannya luas dan terbuka, mudah dalam
pengawasan. Kandang dibuat sedemikian rupa sehingga semua pekerjaan bisa dilakukan
dengan praktis, misalnya pada saat pemberian pakan, pembersihan kandang, pemerahan dan
lain – lain.
Rekording merupakan pencatatan pada suatu usaha peternakan untuk menyediakan
informasi yang lengkap dan terperinci baik untuk individu ternak maupun pengelolaan usaha.
Syarat-syarat recording usaha ternak perah yang baik adalah sederhana/ praktis, lengkap,
akurat, up-to date, mudah dimengerti serta memerlukan waktu yang minimum untuk
mengerjakannya.
Penyesuaian ransum sapi untuk masa laktasi dengan meningkatkan kualitas nutrisi
merupakan langkah manajemen terbaik.

3.2 Saran

Sesuai dengan beberapa pernyataan tentang sistem kandang sapi perah, sebaiknya
menggunakan sistem perkandangan (tail to tail) atau (head to head). Kemudian dalam suatu
usaha peternakan monitoring dalam recording harus selalu dilakukan untuk memantau
progres. Diharapkan Indonesia memiliki lembaga/ asosiasi yang membuat suatu standard
kartu recording (sesuai komoditas ternak). Kemudian kartu rekording tersebut wajib dimiliki
dan disetorkan oleh pelaku usaha peternakan sebagai suatu syarat mendirikan usaha
peternakan dan memberikan sanksi kepada suatu usaha yang tidak melakukan rekording
dengan baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

Adi, D. S., D.W. Harjanti dan R. Hartanto. 2020. Evaluasi Konsumsi Protein dan Energi
terhadap Produksi Susu Sapi Perah Awal Laktasi. Jurnal Peternakan Indonesia. 22
(3) : 292 – 305.

Akoso, B.T.2012. Budi Daya Sapi Perah Jilid 2. Surabaya : Pusat Penerbit dan Percetakan
Unair (AUP).

Alfachrozi, A. U., Humaidah, N., & Kentjonowaty, I. (2020). Studi Kasus Mastitis Subklinis
pada Peternakan Sapi Perah dengan Manajemen Pemerahan yang Baik di Desa
Pandesari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Dinamika Rekasatwa, 3(02) : 147-
150.

Bilal, G., R.I. Cue and J.F. Hayes.2016. Genetic and Phenotypic Associations of Type Traits
and Body Condition Score with Dry Matter Intake, Milk Yield, and Number of
Breedings in First Lactation Canadian Holstein Cows. Can. Journal Animal
Sciences. 96 (1) : 434 – 447.

Boda, B., A. Lomboan, J.F. Paath, M.J. Hendrik, 2020. Penampilan Reproduksi Sapi Potong
Lokal Di Kecamatan Bolaang Kabupaten Bolaang Mongondow. Zootec. 40(2):
763-772.

Direktorat Pembibitan Ternak, 2014.Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang baik. Jakarta:
Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Domzale, 2011. Body Condition Scoring of Dairy Cows. Slovenia: University of Ljubljana

Fikar, S. dan D. Ruhyadi. 2010. Beternak & Bisnis Sapi Potong. Jakarta Selatan: Redaksi
AgroMedia.

Hotzel, M. J., Longo, C. Balcao, L. F., Cardoso, L. F., Cardoso, C. S. and J. H. C. Costa.
2014. A Survey of Management Practices That Influence Performance and Welfare
of Dairy Calves Reared in Southern Brazil. Research Article. Vol. 9(12): 1-17.

Iskandar, I., 2011. Performan reproduksi sapi PO pada dataran rendah dan dataran tinggi di
Provinsi Jambi. Jurnal Imiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol XIV(1): 51-61.

Krishaditersanto,R., 2019. Pelatihan Teknis Perawatan Induk dan Pedet Bagi


Penyuluh/Petugas. Bahan Ajar Melaksanakan Rekording. Kupang: Kementerian
Pertanian Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sdm Pertanian Balai Besar
Pelatihan Peternakan

23
Kusumawardana, Chandra., 2010. Laporan Kegiatan Magang Manajemen Breeding Sapi
Potong Di Dinas Peternakan Dan Perikanan Kabupaten Sragen. Tugas Akhir.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Laryska, N., T. Nurhajati. 2013. Peningkatan Kadar Lemak Susu Sapi Perah dengan
Pemberian Pakan Konsentrat Komersial Dibandingkan dengan Ampas Tahu.
Agroveteriner. Vol. 1(2): 79-87.

Oktaviyani, E. D., Licantik, Christina, S. dan F. E. Prasetyo. 2018. Sistem Pakar Diagnosa
Penyakit Hewan Ternak Sapi pada Kelompok Tani Ternak Karya Bersama. Jurnal
Teoritis dan Terapan Bidang Keteknikan. Vol. 2(1): 24-34.

Pasaribu, A., Firmansyah, F., & Idris, N. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Susu Sapi Perah di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Jurnal
Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 18(1) : 28-35.

Purwantiningsih, T.I, K.W. Kia, 2018. Identifikasi Dan Recording Sapi Perah Di Peternakan
Biara Novisiat Claretian Benlutu, Timor Tengah Selatan. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Peternakan. 3(1): 42-56.

Rahayu, I. D. (2015). Identifikasi Penyakit pada Pedet Perah Pra-Sapih di Peternakan Rakyat
dan Perusahaan Peternakan. Jurnal Gamma, 9(2) : 40-49.

Rahmah, U.I.L. 2018. Keragaan Usaha Ternak Sapi Perah Anggota dan Non Anggota
Koperasi di Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka. Jurnal ilmu Pertanian
dan Peternakan. 6 (2) : 150 – 160.

Resla, M.S., Miwada, I.N.S. dan Parimartha, I.K.W. 2019. Manajemen Pemeliharaan Sapi
Perah Friesian Holstein di Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu.. Jurnal
Peternakan Tropika. 7 (1) : 222 – 230.

Simamora, T., Fuah, A. M., Atabany, A., & Burhanuddin, B. (2015). Evaluasi Aspek Teknis
Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Karo Sumatera Utara Evaluation of
Technical aspects on Smallholder Dairy Farm in Karo Regency of North
Sumatera. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 3(1) : 52-58.

Suharyati, S. dan M. Hartono. 2016. Pengaruh Manajemen Peternak Terhadap Efesiensi


Reproduksi Sapi Bali Di Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Jurnal
Penelitian Pertanian Terapan. Vol. 16(1): 61-67.

Suhartono, R., & Efendi, A. (2020). Perawatan Mesin Pemerah Susu Sapi Portabel Model
Bodypack. Jurnal Teknovasi: Jurnal Teknik dan Inovasi, 7(1) : 53-59.

Sunyigono, A. K. 2018. Struktur Usaha Sapi Perah di Koperasi Karya Amanah Kabupaten

24
Pasuruan. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lokal I. Pasuruan. Halaman :
111 – 118.

Swadayana, A., Sambodho, P., & Budiarti, C. (2012). Total Bakteri dan pH Susu Akibat
Lama Waktu Diping Puting Kambing Peranakan Ettawa Laktasi. Animal
Agriculture Journal, 1(1) : 12-21.

Tanuwiria, U. H., Susilawati, I., Budimulyati, L., Tasripin, D. S. dan B. K. Mutaqin. 2020.
Limpah Keterampilan Formulasi Ransum Pedet dan Penerapannya di Kelompok
Peternak Harapan Jaya Anggota Koperasi Serba Usaha Tandangsari. Media Kontak
Tani Ternak. Vol. 2(2): 15-23.

Yadeta,W., D. Habte, N. Kassa, B. Befekadu, E. Fetene, 2020. Dairy Farm Record Keeping
with Emphasis on its Importance, Methods, Types, and Status in Some Countries.
International Journal of Research Studies in Biosciences. 8(4): 16-25.

Yinusa, B. (2016). Comparative Analysis of The Chopping Length of a Forage Chopper on


Three Named Forages. Academia Journal of Agricultural Research, 4(5) : 299-305.

Yulianto, P. dan C. Saparinto. 2014. Beternak Sapi Limousin. Semarang: Penebar Swadaya.

25

Anda mungkin juga menyukai